Anda di halaman 1dari 7

YAYASAN PERGURUAN TINGGI ISLAM SURAKARTA

INSTITUT ISLAM MAMBA'UL 'ULUM ( IIM ) SURAKARTA


Kampus 1 : Jl. Sadewa No. 14 Serengan Surakarta 57155
Kampus 2 : Jl. Ring Road Utara KM 0.3 Tawangsari, Mojosongo, Jebres Surakarta
Telp. (0271) 633253 Website : iimsurakarta.ac.id Email : iimsurakarta@yahoo.com

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2022/2023

Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam


Dosen : Ahmad Wildan, M.Pd
SKS / Semester : 2 SKS/ I (Satu)
Hari / Tanggal :
Waktu : Sabtu, 24 Juni 2023 ( Dikumpumpulkan dengan WA)
Prodi : Pendidikan Agama Islam
Petunjuk:
1. Kerjakanlah soal-soal di bawah ini
2. Mulailah mengerjakan soal dengan Basmalah
3. Tuliskan Nama, NIM, Semester/Kelas, Prodi, Fakultas pada pojok kanan atas pada lembar
jawaban dan bubuhkan tanda tangan di bawahnya.
4. Tulislah jawaban anda pada lembar jawaban dengan jelas, rapi dan mudah dibaca (dalam bentuk
foto scan)
5. Setelah selesai mengerjakan kumpulkan dengan mengirim Jawabanmu Kepada Dosen Pengampu

1. Diskripsikan ruang lingkup dalam kajian Filsafat Pendidikan Islam?, dan


jelaskan Filsafat Pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi dan aksiologi?
2. Apa fungsi filsafat Islam bagi pendidikan Islam?
3. Terdapat beberapa aliran dalam filsafat pendidikan Islam. Aliran apa yang relevan dengan
kondisi saat ini? Apa alasannya? 
4. Jelaskan pengertian filsafat pendidikan Islam dan apa pentingnya filsafat pendidikan Islam?
5. jelaskan 3 aliran filsafat pendidikan Islam dan siapa tokoh tiap aliran tersebut?
6. Secara filosofis, apa keunggulan pendidikan Islam dibandingkan dengan pendidikan Barat?
7. Bagaimana pandangan kamu tentang integrasi keilmuan (agama dan sains) dalam pendidikan
Islam?
8. Jelaskan tentang hakikat pendidik serta apa karakter apa yang harus dimiliki oleh pendidik?
9. Apa perbedaan pandangan pendidikan Ibn Khaldun dengan al-Ghazali?
10. Adakah hubungan Aklaq, Ilmu dan Tauhid menurut Imam al Ghazali, Jelaskan!
Nama : Fauzan Zuhri
NIM : 2386022620

1. a. Filsafat Pendidikan Islam dalam ontologi merupakan persoalan “ada” atau hakekat,
substansi awal dalam filsafat pendidikan Islam. Pertama, rumusan tujuan pendidikan
Islam yang secara umum diorientasikan untuk membentuk insan kamil (abdullah dan
khalifah Allah). Konsepsi tujuan ini adalah konsekuensi logis dari al-Qur’an yang
memproyeksikan manusia untuk mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifahNya.
Konstruksi kegiatan pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada pembangunan
moral semata, tetapi juga perlu melihat aspekaspek lain yang cukup dominan dalam
mengarahkan peserta didik dalam menjalani aktivitas sosialnya. Kedua, analisa
ontologis terhadap pendidikan Islam tampak pada lahirnya teori fitrah dalam
pendidikan. Fitrah berarti potensi yang dimiliki manusia untuk menerima agama, iman,
dan tauhid serta perilaku suci. Mengajarkan peserta didik untuk mempercayai seluruh
ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW merupakan pedoman hidup bagi
manusia untuk mengabdi kepada Allah SWT. dalam analisa ontologis, pendidikan Islam
tidak dapat dipisahkan dari dimensi ilahiah (wahyu). Semua komponen yang terkandung
dalam sistem pendidikan akan disarikan dari wahyu ilahi. Selain dari lahirnya term-term
tertentu dalam pendidikan Islam, hal itu juga dapat dilihat dari beberapa pembahasan
tentang persoalan-persoalan pendidikan yang mengacu teks ilahiah.
b. Filsafat Pendidikan Islam dalam Konsep epistemologi pada hakikatnya tidak terlepas
dari dimensi teologisnya yang bercorak tauhid. kajian epistemology pendidikan Islam
adalah pengembangan teori. Dalam mengembangkan sebuah disiplin ilmu dapat
dilakukan dengan cara mengembangkan teori-teori ilmu tersebut, begitu pula dalam
mengembangkan ilmu pendidikan Islam. Epistemologi merupakan ilmu yang membahas
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan pengetahuan baik itu “bagaimana cara
mendapatkan” “bagaimana alur/seluk beluk”, atau “bagaimana metode” dalam
mendapat sebuah ilmu pengetahuan dalam pendidikan. Sekaitan dengan pendidikan
Islam, kajian epistemologi menekankan pada upaya, cara, atau langkah-langkah untuk
mendapatkan pengetahuan pendidikan Islam.
c. Aksiologi Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam adalah persoalan akhir
yang menyangkut tentang manfaat dan kegunaan dari mempelajari pendidikan Islam itu
sendiri. Persoalan aksiologi menyangkut nilai-nilai tentang pendidikan Islam itu sendiri
dengan maksud menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan
manusia, menjaga dan membina di dalam kepribadiannya baik yang bersifat spiritual
maupun yang berwujud. Nilai dalam kaitannya dengan pendidikan Islam terdiri atas dua
pendekatan yakni etika dan estetika yang memberikan makna bahwa objek kajian dan
rangkaian proses yang dilakukan harus memiliki nilai dan tidak merusak nilai-nilai yang
ada, baik nilai kemanusiaan, maupun nilai ketuhanan (agama).

2. Filsafat Pendidikan Islam berfungsi sebagai pedoman dasar dari sistem yang harus
ditelusuri oleh proses pelaksanaan itu sendiri. Filsafat pendidikan Islam dengan demikian
berfungsi sebagai pembentuk nilai-nilai bagi filsafat pendidikan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka filsafat pendidikan Islam berusaha meletakkan dasar pemikirannya pada
tujuan yang berisi tentang akhlak mulia. Hasan Langgulung dalam bukunya Asas-asas
Pendidikan Islam telah membahas tentang fungsi filsafat pendidikan Islam menjadi
sembilan kelompok penting, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk memahami sistem pembelajaran
b. Menganalisa konsep-konsep dan istilah-istilah
c. Untuk mengkritik asumsi-asumsi dan fakta-fakta
d. Untuk membimbing asas-asas Pendidikan
e. Menerima perubahan-perubahan dasar
f. Membimbing para sikap guru dan pengajar
g. Untuk membangkitkan dialog dan persoalan
h. Untuk menghilangkan pertentangan pendidikan, dan
i. Mengusulkan rencana-rencana baru.
Sedangkan menurut Moh. Noor Syam dalam pendapat Prof Brubacher dalam buku “Modren
Philosphies of education” menulis tentang fungsi filsafat pendidikan secara terinci, dan
pokok pemikirannya tentang fungsi filsafat pendidikan, yang akan dibahas berikut ini :
1. Fungsi Spekulatif
2. Fungsi normatif
3. Fungsi kritik
4. Fungsi teori dan praktik
5. Faungsi integratif

3. Menurut saya saat ini relevan Pendidikan Islam sesuai dengan aliran Pragmatis, pendidikan
merupakan gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya
dalam tahapan kebudayaan. Ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang
menjadi ciri khas jenis insani. Karena pada dasarnya dengan konsep dasar ketiga dibawah ini
relevan dengan keadaan saat ini yaitu bahwa aliran ini mencakup dengan Manusia pada
dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses belajar, Akal merupakan sumber
otonom ilmu pengetahuan, dan adanya keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan
ukhrawi.
4. Filsafat Pendidikan Islam adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang berlandaskan
ajaran-ajaran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan
dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh kepribadiannya dijiwai
oleh ajaran Islam. Manfaat terpenting yang dapat diperoleh dari menentukan, memahami dan
mengkaji filsafat Pendidikan islam untuk mengarahkan dan memberikan landasan pemikiran
yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikal terhadap berbagai masalah yang
dapat dioperasikan dalam bidang pendidikan, yang tidak lain menggunakan acuan al-Quran.
5.Dalam dunia pendidikan Islam, terdapat tiga aliran utama filsafat Pendidikan Islam, yaitu:
1) Aliran Konservatif, dengan tokoh utamanya adalah al-Ghazali,
2) Aliran Religius-Rasional, dengan tokoh utamanya yaitu Ikhwan al-Shafa, dan
3) Aliran Pragmatis, dengan tokoh utamanya adalah Ibnu Khaldun.
Tiga aliran utama filsafat pendidikan Islam yaitu aliran konservatif, aliran religious-rasional,
dan aliran pragmatis.
(1) aliran konservatif fokus pada persoalan pendidikan yang cenderung murni dalam
menyikapi urusan keagamaan. Mereka memaknai ilmu dalam pemahaman sempit, mencakup
ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat di dunia, yang membawa manfaat untuk kehidupan di akhirat
kelak. Materi pembelajaran harus dimulai dari Al- Qur‟an. Segala sesuatu yang berhubungan
dengan al-Quran harus dipelajari dan dipahami, mulai dari menghafal hingga tafsirnya.
Menurut Jawwad, tokoh utama pendidikan ini adalah Imam al-Ghazali, selain itu Jawwad
juga menyebut Nasiruddin at- Thusi, Ibn Jama‟ah, Ibn Hajar al-Haitami dan al-Qabisi;
(2) aliran religius-rasional, aliran ini cenderung bersikap rasional dalam menghadapi persolan
pendidikan. Menurut Jawwad Ridla, Ikhwan al-Shafa merupakan representasi dari aliran ini,
yang juga memasukkan al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Maskawaih sebagai golongan aliran ini.
Mereka juga dijuluki sebagai „pemburu hikmah‟, karena pergumulan mereka dalam berbagai
rasionalitas Yunani;
(3) aliran pragmatis, pemikirannya dalam bidang Pendidikan terkesan pragmatis dan
cenderung aplikatif praktis. Manusia mampu bereksperimen dengan akal keduanya,
selanjutnya mampu mengkonseptualkan dalam realitas empiris dan non-empiris melalui akal
tertingginya. , Ibn Khaldun, menurut Jawwad Ridla adalah satu-satunya tokoh dalam aliran
pragmatis
6. Pertama, keunggulan aspek fondasional. Fondasi pendidikan Islam sudah tersedia sejak
awal, yaitu al-Qur’an dan Hadis yang dapat diibaratkan sebagai manual book yang memuat
gagasan pokok pendidikan Islam. Misalnya al-Qur’an menjelaskan metode pendidikan Nabi
SAW adalah Tilâwah, Tazkiyyah dan Ta’lîm. Tugas pakar pendidikan Islam adalah
mengelaborasi gagasan tersebut ke dalam teori dan praktik pendidikan. Lain halnya dengan
pendidikan Barat yang basis fondasionalnya harus dicari dan dikonstruksi terlebih dahulu
melalui proses riset rasional dan empiris; baru kemudian dielaborasi ke dalam teori dan
praktik pendidikan.
Kedua, keunggulan aspek etika-moral. “Akhlak lebih utama daripada ilmu” adalah slogan
pendidikan Islam. Oleh sebab itu, diskursus pendidikan Islam dipenuhi oleh isu-isu
pendidikan karakter, sehingga hampir setiap lini pendidikan Islam memiliki “kode etik”
masing-masing. Kekayaan khazanah keilmuan tentang etika pendidikan ini berimplikasi pada
sikap dan perilaku civitas akademika pendidikan Islam yang secara general lebih beretika
dibandingkan civitas akademika Barat. Misalnya sikap siswa pendidikan Islam terhadap guru
dinilai lebih beretika dibandingkan siswa pendidikan Barat.
Ketiga, keunggulan saluran ilmu pengetahuan. Di samping pancaindra, pendidikan Islam juga
menggunakan saluran ilmu pengetahuan berupa “fu’âd” yang merepresentasikan perpaduan
kinerja otak dan hati. Berbeda halnya dengan pendidikan Barat yang hanya mempercayai
kinerja otak (rasional) dan pancaindra (empiris). Oleh sebab itu, pendidikan Islam kaya
dengan konsep kesucian hati. Semakin suci hati seseorang, semakin bermanfaat ilmu yang
diraih.
7. Dengan adanya paradigma integratif dalam konteks keilmuan antara transmitted
knowledges dan acquired knowledges diharapkan tercipta atmosfir akademik yang holistik
dan tidak parsial. Sehingga sekat-sekat spesialisasi bidang pengetahuan tertentu tidak
mengakibatkan terbentuknya wawasan miopik-narsistik, dan jangkauan pengetahuan juga
tidak membatasi diri pada fakta atau pengenalan finalitas yang bersifat imanen, yang segala
sesuatunya hanya dilihat pada makna “pragmatisnya”. Akan tetapi, juga keberadaan makna
atau finalitas ilmu pengetahuan yang bersifat transenden, yakni sesuatu yang berada di luar
(beyond) sains yang erupakan signifikansi dan arah sesuatu dalam pengertian teleologisnya.
Integrasi sains dan teknologi berimplikasi pada pendidikan Islam antara lain: pertama,
berimplikasi dalam hal kurikulum, mengantarkan peserta didik agar memiliki hasrat dan
kemampuan untuk melakukan penelitian (riset) pada bidang-bidang sains untuk kemudian
menemukan “titik sambungnya” dengan realitas objektif yang terjadi pada wilayah
keagamaan. Kedua, implikasi dalam proses belajar mengajar, guru mengembangkan imajinasi
kreatif. Peranan guru-guru dengan kekuatan imajinasi kreatif yang dimilikinya mampu
menciptakan metode-metode tertentu agar siswanya bisa menyerap pelajaran secara cepat dan
lengkap. Dan ketiga implikasi dalam aspek pendidikan sosial keagamaan. Dengan paradigma
integratif, para peserta didik akan diajak untuk berfikir holistic dan tidak parsial dalam
menghayati majemuknya keyakinan dan keberagamaan sehingga menumbuhkan sikap saling
menghormati dan menghargai perbedaan sebuah keyakinan dalam beragama.
8. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa hakikat pendidik adalah Allah, para Nabi dan
Rasul dan ulama. Mereka adalah murabbi, mu‘allim dan mu’addib. Sebagai pendidik, Allah
dan para Nabi dan Rasul memiliki kepribadian yang harus ditiru oleh para pendidik Muslim.
seorang pendidik Muslim harus memiliki sifat seperti pengasih, penyayang, penyabar, adil,
bijaksana dan pemaaf. ara pendidik Muslim harus meneladani sifat-sifat para Nabi dan Rasul.
Secara teologis, ada empat sifat wajib Nabi: siddik, amanah, tabligh dan fathanah, serta
empat sifat mustahil: kazib, khiyanat, kitman dan jahil atau ghaflah (pelupa). Karenanya,
pendidik Muslim haruslah menjadi sosok yang siddiq, amanah, tabligh dan fathanah.
Kemudian, para pendidik juga harus meneladani kepribadian para ulama di dunia Muslim.
Hakikat seorang pendidik kaitannya dalam pendidikan Islam adalah mendidik dan sekaligus
di dalamnya mengajar sesuai dengan keilmuwan yang dimilikinya. Adapun hakekat pendidik
adalah Allah SWT yang mengajarkan ilmu kepada manusia dan manusia pula yang
mempunyai sebuah kewajiban baginya untuk mentransferkan ilmu itu kepada orang lain demi
kemaslahatan ummat.
9. Menurut Ibnu Khaldun, pendidikan adalah suatu penerangan ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta berbagai aspeknya pada karya nyata untuk memperoleh rizki menuju
kepada masyarakat lebih maju sesuai dengan kecenderungan individu. Ibnu Khaldun
memiliki pemikiran bahwa terbentuknya masyarakat dan juga perkembangan budaya
merupakan suatu gejala konklusif yang imbul dari ilmu dan pendidikan. Selain itu, manusia
juga terdorong untuk memiliki pengetahuan yang berperan dalam pembentukan masyarakat.
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan berusaha untuk melahirkan
masyarakat yang memiliki budaya dan melestarikan eksistensi masyarakat pada periode
selanjutnya. Maka, pendidikan akan mengarahkan manusia agar menjadi sumber daya yang
berkualitas tinggi. Pendidikan menurut Ibnu Khaldun tidak hanya mencakup empat hal saja,
tetapi pendidikan mempunyai cakupan cukup luas. Yakni suatu proses dari perubahan zaman,
dimana manusia dapat menangkap peristiwa yang terjadi, lalu menyerapnya dan memproses
dalam pikiran, serta menghayatinya di dalam hati.
Sedangkan Al-Ghazali mengikuti paham empirisme dalam pemikirannya tentang pendidikan.
Hal tersebut dikarenakan al-Ghazali berpendapat bahwa Pendidikan sangat berpengaruh
terhadap anak didik. Menurutnya, apa yang ada dalam diri anak- anak sama dengan apa yang
ia peroleh dari lingkungannya, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Ia
berpendapat seperti itu karena menurutnya seorang anak kecil hanyalah makhluk suci yang
berhati bersih serta murni seperti sebongkah permata yang sangat berharga.

10.Menurut al-Ghazali yang dikutip Oemar Bakry: “Akhlak ialah sifat yang melekat dalam
jiwa sesorang yang menjadikan ia dengan mudah bertindak tanpa banyak pertimbangan lagi”.
Atau boleh juga dikatakan sudah menjadi kebiasaan. Orang yang pemurah sudah biasa
memberi, ia memberi tanpa banyak pertimbangan lagi, seolah-olah tangannya sudah terbuka
lebar. untuk itu. Begitu juga orang kikir, seolah-olah tangannya sudah terpaku dalam
kantongnya, tidak mau keluar untuk mengulurkan bantuan kepada fakir miskin. Begitu juga
orang pemarah, selalu saja marah tanpa ada alasan.”

IImu Tauhid adalah ilmu yang mempelajari ushuluddin (ilmu dasar-dasar agama), yang
menyangkut akidah dan keyakinan. Sementara dalam keyakinan, keyakinan tidak cukup
untuk disimpan dalam hati, namun harus dibawa ke dunia dalam kegiatan yang tulus dan
sebagai perbuatan besar atau perilaku yang tepat. Ilmu tauhid adalah ilmu yang mengkaji
tentang bagaimana cara mempersatukan Tuhan. Keterkaitan antara kajian kualitas yang
mendalam dan kajian tauhid harus dapat dilihat melalui empat pembahasan sebagai berikut:
Hubungan antara tauhid dengan akhlak diibaratkan dengan hukum pantulan cahaya, yang
mana hukum tersebut menyatakan bahwa besar kecilnya sinar akan setara dengan sinar
pantul, yang sama halnya dengan ilmu tauhid. Semakin kuat tauhid seseorang akan semakin
baik pula akhlaknya begitupun sebaliknya, semakin lemahnya tauhid seseorang maka akan
semakin buruk juga akhlaknya. Kedekatan hubungan dengan Tuhan harus dicapai dengan
cara mensucikan hati, jika hatinya bersih maka perbuatan-perbuatan baik akan terus mengalir
kepada dirinya, begitupun sebaliknya. Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid dimana Ilmu Tauhid
tampil dalam memberikan landasan terhadap Ilmu Akhlak, dan Ilmu Akhlak tampil
memberikan penjabaran dan pengamalan dari Ilmu Tauhid. Tauhid tanpa akhlak yang mulia
tidak akan ada artinya dan akhlak yang mulia tanpa tauhid tidak akan kokoh. Di sinilah
letaknya hubungan yang erat dan dekat antara tauhid dan akhlak

SELAMAT MENGERJAKAN

Telah diperiksa Ketua Panitia Ujian Dosen Mata Kuliah


Tanggal:

Drs. Arif Effendi, MH. Ahmad Wildan D., M.Pd


2131106501 NIDN

SELAMAT

Anda mungkin juga menyukai