Anda di halaman 1dari 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319712768

Pemetaan Wilayah Kajian Pendidikan Islam

Article · January 2010

CITATIONS READS
0 4,828

1 author:

Abdul Munip
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
30 PUBLICATIONS   135 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Translating Arabic book in Indonesia View project

Islamic Educational Research View project

All content following this page was uploaded by Abdul Munip on 14 September 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM; Pemetaan Wilayah Kajian
Oleh Abdul Munip, M.Ag

Generally, studies of Islamic education can be classified in three dimensions, e c. historical,


philoshopical and theoritical. Another dimension of Islamic educational studies is mystical, but
this study is not logic and empiric, so it has not been developed succesfully. From three
dimensions of Islamic educational studies, the theoritical studies are most important to be
developed.
The developing of theories of Islamic education is not only by translations from philoshopical
concepts of Islamic education to theoritical concepts but also by validating these theories from
empirical research. By this way, therefore, attemptions to develop Islamic educational science can
be valued scientifically. In other hand, Islamic education also needs to findings and theories in
other discipline.

A. Pendahuluan

Kajian tentang pendidikan Islam bisa dianggap masih relatif muda jika
dibandingkan dengan disiplin-disiplin yang lain. Sehingga, wajar jika banyak kritik
ataupun keprihatinan yang ditujukan kepada pendidikan Islam. Kritik itu bervariasi,
ada yang mempertanyakan eksistensi bangunan epistimologi pendidikan Islam,
bahkan ada yang menilai mandulnya sistem pendidikan Islam dalam menghadapi arus
globalisasi yang berdampak pada ketidakberdayaan lembaga pendidikan Islam di
tengah perkembangan ilmu dan teknologi. Nampaknya, kritik dan keprihatinan
tersebut berpulang pada luasnya cakupan pendidikan Islam yang berarti semakin
kompleks pula persoalan yang dihadapinya, dan yang lebih penting dari itu adalah
belum adanya metodologi dan peta kajian yang jelas yang bisa menjadi pemandu bagi
mereka yang ingin menekuni disiplin pendidikan Islam. Hal ini tentunya sangat erat
kaitannya dengan masih adanya perdebatan di seputar pendekatan yang tepat dalam
kajian ke-Islaman, jika kita ingin menempatkan kajian pendidikan Islam sebagai bagian
dari kajian ke-Islaman itu sendiri.
Sebenarnya, kajian-kajian tentang pendidikan Islam yang nampaknya mulai
marak pada paruh kedua abad ke-20 telah menunjukkan peningkatan kualitas dan
kuantitasnya. Bahkan tidak jarang kalangan ilmuwan Barat juga ikut merasa tertarik
untuk menelitinya. Namun, kajian pendidikan Islam pada tahap awalnya cenderung

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 1


pada kajian yang bersifat historis. Sebut saja Ahmad Syalabi dalam Tarikh al-Tarbiyah al-
Islamiyah (1954), Bayyard Dogde dalam Muslim education in medieval times (1962), al-
Abrasyi dalam al-tarbiyah al-Islāmiyah wa falāsifatuhā (1969), A.L Tibawi dalam Islamic
education (1972) al-Ahwani dalam al-tarbiyah fi al-Islam (1975), Muhammad Munir
Mursyi dalam al-tarbiyah al-Islamiyah; ushuluha wa tathowwuruha fi al-bilad al-arabiyah
(1977) dan lain-lain. Sementara kajian yang bersifat filosofis dan teoritis belum begitu
menonjol pada era 1950 an, baru pada tahun 1975 muncul tulisan al-Shaibani yang
berjudul Falsafatu al-tarbiyah al-Islamiyah.
Meskipun demikian, upaya untuk membangun konsepsi pendidikan Islam yang
bisa dipertanggungjawabkan secara filosofis, ilmiah dan berdaya guna pada dataran
praktis terus digalakkan. Salah satunya adalah diadakannya konferensi dunia pertama
tentang pendidikan Islam pada tahun 1977 di Mekkah yang diselenggarakan oleh
Universitas King Abdul Aziz. Hasil dari konferensi ini dibukukan dengan judul Aims
and objectives of Islamic education di bawah editor Syed Muhammad Naquib al-Attas.
Sementara upaya pengembangan ilmu pendidikan Islam juga terjadi di tanah air, baik
melalui kelembagaan seperti IAIN/PTAS khususnya Fakultas Tarbiyah maupun
melalui kegiatan seminar dan simposium. Namun, seperti yang dikatakan oleh Ahmad
Tafsir, usaha pengembangan ilmu pendidikan Islam yang “serius” barulah dimulai
pada akhir tahun 1993, yakni dengan diadakannya musyawarah nasional ilmu
pendidikan islam di Ciawi, Bogor pada tanggal 4-6 Oktober 1993. Musyawarah yang
diselenggarakan oleh Departemen Agama itu menghasilkan suatu tekad bersama yakni
agar ada usaha yang sungguk-sungguh untuk mengembangkan ilmu pendidikan
Islam.1
Tekad tersebut setidaknya merupakan ekspresi dari kesadaran para ahli
pendidikan Islam terhadap kelemahan dan persoalan yang dihadapi oleh pendidikan
Islam yang perlu segera dicari jalan keluarnya. Namun, ibarat mereka sedang
membangun sebuah rumah, mereka memerlukan sketsa yang disepakai bersama,

1
Ahmad Tafsir,(ed), Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam (Bandung; Fak. Tarbiyah IAIN Sunan Gunung
Djati, 1995) .hal . 111.

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 2


sehingga mereka bisa saling bekerja sama dalam suatu koordinasi yang mantap guna
merealisasikan sketsa tersebut. Dengan demikian, mereka bisa mengambil peran
masing-masing dalam rangka terbangunnya disiplin pendidikan Islam yang kokoh dan
mantap. Dan tulisan ini mencoba untuk menyusun sketsa atau peta tersebut walau
mungkin sangat sederhana.

B. Paradigma Pembidangan Kajian Pendidikan Islam

Sebelum kita memasuki wilayah kajian pendidikan Islam, perlu kiranya kita
menengok sebentar kepada istilah “pendidikan Islam”. Istilah ini setidaknya dapat
difahami dari tiga sudut pandang, yaitu (1) pendidikan “menurut” Islam, (2)
pendidikan “dalam” Islam dan (3) pendidikan “agama” Islam.2
Istilah pertama, pendidikan “menurut” Islam, bisa difahami sebagai ide, gagasan,
konsep, nilai dan norma kependidikan yang difahami, dianalisis dan dikembangkan
dari sumber autentik ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan sunnah. Pembahasan-
pembahasan normatif-spekulatif tentang pendidikan Islam dalam istilah yang pertama
ini akan mengarah pada terbentuknya pendidikan Islam yang bersifat filosofis atau apa
yang sering disebut dengan filsafat pendidikan Islam.
Sedangkan pendidikan “dalam” Islam lebih merupakan kajian tentang proses,
praktek penyelenggaraan dan pemikiran pendidikan yang pernah ada dan berkembang
di kalangan ummat Islam sepanjang sejarahnya. Corak kajian ini lebih bersifat historis
yang mengarah pada sejarah pendidikan Islam.
Istilah ketiga, pendidikan “agama” Islam, bisa diartikan sebagai upaya dan cara
mendidikkan ajaran Islam agar menjadi pedoman dan pandangan hidup seseorang.
Jadi, istilah pendidikan “agama” Islam di sini tidak diartikan secara sempit sebagai
salah satu mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan di sekolah umum kita, tetapi
sebagai proses pelaksanaan atau implementasi pendidikan Islam dalam arti luas. Corak
kajian ini bersifat metodologis-teoritis. Oleh karena itu, tentunya tidak lepas dari upaya
penyusunan konsep, teori, metode serta hal-hal yang terkait erat dengan pelaksanaan

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 3


pendidikan Islam yang nantinya melahirkan apa yang disebut dengan Ilmu Pendidikan
Islam Teoritis.
Sebenarnya, ketiga istilah tersebut di atas saling terkait satu sama lain.
Pembagian wilayah kajian pendidikan Islam ke dalam corak filosofis, historis dan
teoritis hanyalah untuk menghindari ketumpangtindihan sekaligus sebagai alat ukur
untuk menilai pemikiran-pemikiran tentang pendidikan Islam yang dikemukakan oleh
para ahli. Secara epistimologis, pemilahan ketiga wilayah kajian di atas amat membantu
mewujudkan pendidikan Islam sebagai suatu disiplin yang sejajar dengan disiplin lain.
Hal ini karena setidaknya objek kajian pendidikan Islam telah semakin definitif.
Sementara Ahmad Tafsir dalam membuat peta wilayah pendidikan Islam
didasarkan pada paradigma pengetahuan dalam Islam yang dibuatnya. Menurutnya,
pengetahuan dalam Islam bisa dikategorikan ke dalam pengetahuan sain, filsafat dan
mistik yang bisa digambarkan sebagai berikut; 3

Pengetahuan Objek Paradigma Metode Kriteria


Sains Empirik Scientific Scientific Logis.
paradigma method Empiris
Filsafat Abstrak- Logical Method of Logis
logis paradigm reason
Mistik Abstrak- Mystical Supra-logis Keyakinan
supra logis paradigm Empiris

Jika paradigma ini digunakan untuk melihat pendidikan Islam, maka akan ada
tiga macam pengetahuan tentang pendidikan Islam, yaitu;

a. Pengetahuan sains pendidikan Islam (scientific knowledge of Islamic education-


science of Islamic education) yang disebut ilmu pendidikan Islam.
Pengetahuan ilmu ini obyeknya adalah hal-hal yang kongkrit (empirik) tentang
pendidikan Islam yang berisi teori-teori ilmiah tentang pendidikan Islam. Teori-
teori ini dihasilkan melalui penelitian ilmiah tentang obyek-obyek itu, tentunya

2
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, (Surabaya; Karya Abditama,
1996) hal. 1-2.

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 4


juga dengan menggunakan metode ilmiah (scientific method). Sedangkan untuk
menilai keilmiahan teori-teorinya, dapat dilihat dari sejauh mana logis tidaknya
atau empiris tidaknya teori-teori tersebut.
b. Pengetahuan filsafat pendidikan Islam (Philosophical knowledge of Islamic education-
philosophy of Islamic education)
Obyek pengetahuan filsafat ini adalah aspek-aspek yang abstrak tetapi masih
dapat dijangkau oleh logika. Inilah yang disebut Tafsir dengan obyek abstrak-
logis dalam matriks di atas. Paradigmanya adalah paradigma logis. Sedangkan
teori-teorinya berada pada dataran filosofis yang diperoleh melalui penelitian
filsafat dengan metode yang disebut method of reason atau metode rasional.
Penelitian pada dataran ini hanyalah dilakukan dengan berfikir tentang obyek
abstrak. Teori yang diperoleh adalah teori filsafat pendidikan Islam. Benar
tidaknya teori ini ditentukan hanya oleh uji logika.
c. Pengetahuan mistik pendidikan Islam (mystical knowledge of Islamic education –
Mystic of Islamic education)
Ini adalah teori-teori pendidikan Islam mengenai obyek-obyek yang abstrak-
supra logis, misalnya teori-teori yang diperoleh dengan cara sedemikian rupa
sehingga ia hanya diimani saja, tidak terjangkau oleh uji logika dan pada
umumnya tidak ada bukti empirisnya. Teori pendidikan Islam bagian ini
mungkin saja diturunkan langsung dari nash naqli tertentu atau diperoleh lewat
kasyf atau mungkin diperoleh dengan cara lain. Obyeknya adalah bagian-bagian
yang abstrak-supra logis. Paradiganya menurut A Tafsir adalah paradigma
mistik. Mengenai metodenya ternyata sangat ruwet. Ada yang diperoleh dengan
menurunkan secara langsung nash naqli dan ada yang diperoleh lewat riyadah
pembersihan nurani dan lain-lain.
Dengan demikian, menurut A. Tafsir, ada tiga daerah besar penelitian
pendidikan Islam, yaitu daerah sains (ilmu), daerah filsafat dan daerah mistik.
Kemudian, kalau kita gabungkan dengan wilayah kajian pendidikan Islam yang telah

3
Ibid, hal 79-80
Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 5
dibuat sebelumnya, maka setidaknya ada 4 (empat) wilayah utama kajian pendidikan
Islam, yaitu; (i) Kajian historis pendidikan Islam; (ii) Kajian filosofis pendidikan Islam;
(iii) Kajian scientifis-teoritis pendidikan Islam, dan (iv) Kajian mistik Pendidikan Islam.

Khusus untuk kajian mistik pendidikan Islam nampaknya terlalu sulit untuk
dibicarakan, mengingat banyak hal yang belum bisa diungkap. Oleh karena itu, penulis
hanya mencoba memetakan ketiga kajian pendidikan Islam, yaitu kajian historis,
filosofis dan scientific-teoritis.

C. Kajian Historis Pendidikan Islam

Manfaat langsung dari kajian ini antara lain diperolehnya informasi yang
lengkap mengenai praktek-praktek dan pemikiran-pemikiran pendidikan yang pernah
ada dan berkembang di kalangan ummat Islam. Dari informasi ini sekaligus bisa
diketahui kelebihan dan kelemahan sistem pendidikan di kalangan ummat untuk
selanjutnya bersama-sama dicari jalan keluar dari kelemahan-kelemahan yang melekat
pada pendidikan Islam. Kritik Fazlur Rahman terhadap lahirnya dikhotomi
pengetahuan di kalangan ummat Islam yang mengiringi munculnya sistem pendidikan
madrasah pada abad pertengahan merupakan salah satu contoh studi kritisnya
terhadap sejarah pendidikan Islam.4

Adapun objek kajian sejarah pendidikan Islam bisa dikategorikan menjadi dua
sub kajian, yaitu;

 Praktek-praktek penyelenggaraan (sistim) pendidikan yang dilaksanakan


ummat Islam sepanjang sejarahnya. Studi ini lebih mengarah kepada sejarah
pendidikan Islam yang bernuansa sosiologis.
 Pemikiran-pemikiran pendidikan yang pernah dikemukakan oleh para
ulama Islam sepanjang sejarahnya. Studi ini bisa disebut dengan sejarah
pemikiran pendidikan Islam.

4
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition (1982) di Indonesiakan
oleh Ahsin Muhammad (Bandung; Pustaka, 1995) hal. 38-39

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 6


Dari kedua objek kajian diatas, selanjutnya bisa diperinci menjadi beberapa tema
atau topik kajian, antara lain;

1. Sejarah “Sosiologi” Pendidikan Islam


Sebagaimana dengan studi sejarah di bidang yang lain, maka kajian tentang
sejarah pendidikan Islam juga perlu dibuat periodesasinya. Periodesasi ini bisa
saja berbeda antara satu orang dengan orang lain, karena tidak ada standar
yang baku dalam membuat periodesasi ini.
Muhammad Munir Mursyi (1977; 67-68) mengklasifikasikan perkembangan
pendidikan Islam ke dalam empat tahapan atau periode, yaitu;
 Peride Nabi sampai dengan berakhirnya daulah Umayyah. Peride ini
disebutnya dengan tahapan pembentukan pendidikan Islam.
 Peride awal Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa
Mongol. Periode ini disebutnya dengan tahap keemasan pendidikan Islam.
 Periode awal kekuasaan Turki Usmani sampai masa kemerdekaan negara-
negara Arab. Periode ini disebutnya dengan tahap kemunduran pendidikan
Islam., dan
 Periode sejak kemerdekaan negara-negara Arab sampai buku Mursyi
diterbitkan pada tahun 1977. Periode ini disebutnya dengan tahap
kebangkitan dan pembaharuan pendidikan Islam.
Disamping empat periode di atas, banyak pula ahli sejarah pendidikan
Islam yang membicarakan praktek pendidikan yang dilakukan oleh bangsa
Arab sebelum lahirnya Islam, seperti yang dikemukakan oleh al-Abrasyi. 5
Kemudian, mengingat praktek pendidikan di kalangan ummat Islam
bukan saja terjadi di wilayah Timur tengah saja, tetapi juga terjadi di belahan
dunia yang lain, maka perlu juga diadakan studi wilayah atau kawasan (area
studies) mengenai pendidikan Islam. Misalnya studi pendidikan Islam di
kawasan Asia Selatan (India-pakistan), Asia Tenggara termasuk Indonesia dan

5
Muhammad Atiyah al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah Wa Falasifatuha (Beirut; Dar al-Fikr, 1969).

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 7


lain-lain. Khusus studi sejarah pendidikan Islam di Indonesia setidaknya bisa
mengungkap praktek penyelenggaraan pendidikan di kalangan ummat Islam
Indonesia yang meliputi masa ;
 Masa semenjak datangnya Islam sampai masa kerajaan-kerajaan Islam di
Nusantara.
 Masa penjajahan sampai dengan masa kemerdekaan.
 Pasca kemerdekaan sampai dengan masa sekarang.
Sebagai studi di bidang pendidikan, maka studi sejarah pendidikan Islam
untuk masing-masing periode di atas hendaknya mencakup unsur-unsur
pokok yang ada dalam pendidikan, antara lain (a) tujuan pendidikan; (b)
pendidik; (c) peserta didik; (d) kurikulum/materi pendidikan; (e) metode dan
alat pendidikan; (f) lembaga pendidikan dan pengelolaan administrasi
pendidikan; (g) peran masyarakat atau kebijakan pemerintah yang
bersangkutan pada masanya dalam bidang pendidikan dan lain-lain.
Beberapa karya studi di bidang sejarah pendidikan Islam ini antara lain
bisa dibaca pada beberapa buku yang telah disinggung pada bagian muka
tulisan ini. Perlu juga ditambahkan di sini karya Charles Michael Stanton
dalam Higher learning in Islam; the classical period AD 700-1300 (1990), George
Makdisi dalam The rise of colleges (1981) dan lain-lain.
2. Sejarah “Pemikiran” Pendidikan Islam (intellectual history).
Studi ini ini perlu dikembangkan agar kita bisa lebih mengenal bagaimana
corak pemikiran pendidikan yang pernah muncul di kalangan ummat Islam.
Penelusuran sejarah pemikiran pendidikan Islam ini bisa dimulai sejak masa
Rasulullah Saw. Walaupun mungkin kita tahu bahwa pemikiran pendidikan
pada masa awal-awal Islam sampai awal Abbasiyah masih bercampur dengan
ilmu-ilmu yang lain. Dalam artian, butir-butir pemikiran pendidikan pada

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 8


masa tersebut masih bertebaran di dalam karya-karya di bidang fiqh, tafsir,
hadits, tasawwuf, filsafat dan lain-lain.6
Abdul Ghoni Abud mencatat tokoh-tokoh ilmuwan muslim yang pernah
berbicara tentang pendidikan. Diantara mereka ada yang mempunyai latar
belakang filsafat, seperti al-Kindi (w. 529/874), al-Farabi (w. 339/951), Ibn Sina
(w. 423/1027), kelompok Ikhwan al-Safa, al-Ghazali (w. 505/1111), Ibn Rusyd
(w. 595/1189) dan Ibn Khaldun (w. 808/1406). Karya pemikiran pendidikan
mereka pada umumnya masih bercampur dengan bidang yang lain.
Sedangkan literatur yang secara khusus membicarakan pendidikan
pertama kali ditulis oleh Ibn Sahnun (w. 256/871) dalam kitabnya Adab al-
mu’allimin, al-Qobisi (w. 403/1012) dalam kitabnya Al-mufasholat li ahwal al-
muta’allimin wa ahkam al-mu’allimin wa muta’allimin, Ibn Miskawaih (w.
421/1030) dalam kitabnya Tahdzib al-akhlaq wa tathhir al a’raq serta Ibn Abd al
Bar al-Qurtubi (w. 463/1070) dalam kitabnya Jami’ bayan al-ilmi wa fadlihi, wa
ma yanbaghi fi riwayatihi wa hamlihi dan al Zarnuji (w. 591/1194) dalam
kitabnya ta’lim al muta’allim.
Studi di bidang sejarah pemikiran pendidikan Islam setidaknya bisa
mengungkap corak pemikiran pendidikan yang berkembang sesuai dengan
zamannya serta kecenderungan tokoh yang menjadi kajiannya. Salah satu
karya kajian di bidang ini yang berhasil mengungkap tiga corak pemikiran
pendidikan Islam adalah karya Dr. Muhammad jawwad Ridla yang berjudul
Al-Fikr al-Tarbawi al-Islami (1982). Menurutnya, corak pemikiran pendidikan
Islam bisa dikelompokkan ke dalam tiga madzhab besar yaitu ; (1) madzhab
religius-konservatif, dengan al-Ghazali sebagai pionernya; (2) madzhab
religius-rasional, dengan Ikhwan al-Shofa sebagai pelopornya; dan (3)
madzhab fugsional-pragmatis yang menandai pemikiran pendidikan Ibn
Khaldun.

6
Muhammad Jawwad Ridla, Al-Fikr al-Tarbawi al-Islami (Beirut; Dar al-Fikr, 1982).
Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 9
D. Kajian Filosofis Pendidikan Islam

Kajian filosofis pendidikan Islam diperlukan guna memperoleh landasan


filosofis-paradigmatis praktek pendidikan Islam. Kajian di bidang ini tentunya tidak
lepas dari kedua sumber utama ajaran Islam yaitu al-qur’an dan sunnah sebagai starting
point-nya.

Penelitian filsafat tentang pendidikan Islam setidaknya bisa mengungkap


bagaimana pendangan Islam mengenai hakikat manusia (sebagai aktor pendidikan),
epistimologi, filsafat nilai (aksiologi), hakikat ilmu pengetahuan dalam pandangan
Islam serta pendekatan fiolosofis mengenai hakikat tujuan pendidikan, pendidik,
peserta didik, kurikulum, metode dan evaluasi.

Hasil dari kajian filosofis mengenai pendidikan Islam ini nantinya menjadi dasar
pijakan bagi teori-teori pendidikan yang masuk dalam domain ilmu pendidikan Islam
Teoritis. Karena dalam parakteknya, implementasi atau operasionalisasi pendidikan
Islam tidak bisa lepas dari “restu’ filsafat poendidikan Islam. Hal ini karena teori
pendidikan Islam tidak lebih dari upaya penerjemahan konsepsi filosofis pendidikan
Islam ke dalam dataran praktis. Kemudian, agar implementasi pendidikan Islam
berjalan efektif sesuai dengan tujuan pendidikan yang dikehendaki, tentunya perlu
melihat pengalaman praktek pendidikan Islam yang dilakukan pada masa yang lalu.
Disinilah peranan sejarah pendidikan Islam berada. Secara skematik, hubungan antara
filsafat, sejarah dan teori (ilmu) pendidikan Islam dapat dilihat dari skema berikut:

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 10


Al-Qur'an-Hadits
Filsafat
Yunani

Filsafat Filsafat
Islam Barat

Filsafat Pendidikan
Islam
Disiplin-disiplin
pendukung, Praktek
termasuk temuan- Pendidikan di
temuan di bidang kalangan umat
teknologi. Islam (sejarah)

Ilmu/Teori
Pendidikan Islam

Dari skema di atas, nampak bahwa filsafat pendidikan Islam, meskipun


bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah, tetapi ia tidak bisa lepas dari induknya yaitu
filsafat Islam yang notabene juga dipengaruhi oleh filsfafat Yunani.

E. Kajian Teoritis Pendidikan Islam

Dari skema di atas juga bisa dilihat posisi Ilmu Pendidikan Islam (IPI). IPI
diturunkan dari filsafat pendidikan Islam, dengan memperhatikan pengalaman sejarah
praktek dan pemikiran pendidikan Islam sebelumnya, juga dengan bersikap terbuka
terhadap disiplin ilmu lain. Artinya ilmu pendidikan Islam bukanlah ilmu yang statis
dan tertutup.

Teori-teori yang ada dalam IPI disamping dihasilkan melalui penalaran deduktif
juga harus diperoleh melalui penelitian-penelitian yang bersifat induktif-empirik.
Sebagai ilmu yang terbuka dan dinamis, IPI juga sangat membutuhkan konsep/teori

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 11


yang ada dalam disiplin ilmu lain sepanjang tidak bertentangan dengan konsepsi dasar
pendidikan Islam yang ada dalam dataran filosofis pendidikan Islam.

Diantara disiplin-disiplin pendukung yang bisa memperkaya teori IPI adalah


psikologi dengan segala cabangnya, sosiologi, antropologi, statistik termasuk
didalamnya adalah temuan-temuan di bidang teknologi yang bisa “dicangkokkan” ke
dalam pendidikan Islam. Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa teori pendidikan
Islam harus memperdulikan disiplin ilmu yang lain?, apa kaitannya antara teori
pendidikan Islam dengan temuan-temuan di bidang teknologi?, dan bukankah
pendidikan Islam telah “kaya” dengan konsep-konsepnya yang adi luhung yang
dihasilkan oleh ulama Islam yang telah dikenal reputasinya?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu menghindari sikap


apriori dan apologik yang kaku. Tanpa kejernihan pikiran, kita hanya akan terjebak
pada romantisme sejarah yang berlebihan yang pada akhirnya hanya membawa kepada
sikap menutup mata dan ekslusif diri yang keterlaluan. Memang benar, bahwa warisan
pemikiran di bidang pendidikan yang dihasilkan oleh ulama kita amat sangat berharga.
Tetapi, sebagai produk pemikiran, ia akan sangat terkait dengan waktu dan kondisi
yang menyertainya. Mungkin pemikiran mereka amat sangat monumental pada
zamannya, tetapi perlu ditinjau ulang untuk saat ini. Namun demikian, ada beberapa
hal dari pemikiran mereka yang patut kita lestarikan, misalnya yang berkaitan dengan
pendidikan moral. Adapun butir-butir pemikiran mereka yang bersifat teknis tentunya
perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini. Semua ini didasari adanya premis
bahwa pengetahuan itu bersifat dinamis, tidak statis. Karena pada hakikatnya, ilmu
pengetahuan itu lahir dari adanya akumulasi ide, gagasan, konsep dan temuan-temuan
baru baik diperoleh melalui eksperimen ataupun penelitian.

Kembali pada pertanyaan pertama, haruskah penyusunan teori pendidikan Islam


memperhatikan disiplin ilmu yang lain termasuk memanfaatkan jasa teknologi?
Jawabannya adalah ya. Karena teori pendidikan Islam tanpa memperhatikan temuan

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 12


dalam disiplin psikologi, sosiologi dan lain-lainya hanya akan membuatnya menjadi
untouchable science yang ghoiru qabil li al-niqasy

Psikologi dengan semua cabangnya, seperti psikologi perkembangan, psikologi


pendidikan dan psikologi agama memberikan masukkan tentang kapan kesiapan
seorang anak untuk menerima pendidikan, bagaimana proses pembelajaran anak,
hubungan antara potensi keagamaan anak dengan potensi-potensi lain seperti
intelegensi, emosi dan lain-lain. Semua informasi yang diberikan oleh ilmu psikologi ini
amat membantu dalam penyusaunan teori pendidikan Islam.

Wujud nyata kontribusi psikologi terhadap teori pendidikan Islam antara lain
tercermin dalam penggunaan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang tepat,
keseimbangan antara pupil centered dan teacher centered, dan lain-lain.

Teori-teori sosiologi juga amat membantu dalam penyusunan teori pendidikan


Islam, terutama dalam menjawab berbagai problematika sosial yang terjadi saat ini,
seperti krisis moral, kesenjangan sosial dan lain-lain. Setidaknya,pendidikan Islam
harus bisa memberikan jawaban dan solusi yang terbaik atas patologi sosial di kalangan
ummat Islam itu sendiri. Oleh karena itu, aksentuasi pada kesetiakawanan sosial dan
sikap toleransi di kalangan ummat Islam perlu ditonjolkan dalam muatan
kurikulumnya. Tanpa upaya ini, maka pendidikan Islam akan tergugat eksistensinya.

Pada sisi yang lain, pendidikan Islam juga membutuhkan teori-teori yang bersifat
terapan seperti manajemen dan administrasi. Pengorganisasian atau penyelenggaraan
sebuah lembaga pendidikan Islam tidak akan efektif tanpa ditopang dengan
kemampuan manajerial yang baik dari para pengelolanya. Masuknya teknologi (dalam
arti upaya memperoleh nilai tambah) dalam pendidikan Islam akan sangat nampak
dalam pemanfaatan sarana dan prasarana atau media pendidikan, termasuk di
dalamnya adalah pengelolaan pengajaran serta hal-hal yang bersifat teknis lainnya.

Setelah kita mengetahui beberapa hal mendasar di atas, marilah kita mencoba
untuk membuat peta kajian teoritis pendidikan Islam yang terdiri dari beberapa tema
dan sub tema. Seperti kita ketahui, bahwa Islam menganut pandangan pendidikan
Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 13
seumur hidup atau life-long education, ini berarti teori teori pendidikan Islam harus bisa
memberikan arahan bagi terlaksananya proses pendidikan sejak anak dalam kandungan
(pre natal education), masa balita, anak-anak, masa remaja, dan masa dewasa. Kemudian,
teori pendidikan Islam juga harus bisa memberikan arahan dan pedoman bagi proses
pendidikan di rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Untuk masing-masing
fase/tahap pendidikan dan tempat pendidikan setidaknya bisa mencakup teori-teori
yang berkaitan dengan tujuan pendidikannya, materi pendidikan, pendidik, anak didik,
proses pembelajaran, metode, sarana dan prasarana serta administrasi kelembagaannya.

Beberapa pengamat pendidikan Islam banyak yang menilai bahwa teori-teori


pendidikan Islam yang ada saat ini masih terlalu menggantung ke atas, artinya masih
kental dengan pemikiran-pemikiran yang bersifat filosofis. Sementara teori yang
diperoleh melalui penelitian empiris masih belum banyak dihasilkan. Padahal, untuk
mengkaji sebuah ilmu, teori-teori pendidikan Islam harus bisa dibuktikan kebenarannya
melalui penelitian ilmiah. Persoalan inilah yang sedang diupayakan terus
pengembangannya.

F. Penutup

Sudah saatnya kita menyadari bahwa pendidikan Islam tidak bisa menjadi ilmu
tunggal yang steril dari pengaruh dan temuan-temuan yang ada di disiplin ilmu lain.
Ilmu pendidikan (Islam) pada dasarnya adalah ilmu multidisiplin, artinya fenomena
kependidikan yang ada tidak bisa didekati dari monodisiplin saja, tetapi harus dilihat
keterkaitannya dengan disiplin-disiplin yang lain. Itulah sebabnya, pemetaan wilayah
kajian pendidikan Islam merupakan suatu hal yang diperlukan dalam rangka
mengembangkan ilmu pendidikan Islam yang memiliki validitas ilmiah yang tinggi.

Secara garis besar, bidang kajian pendidikan Islam bisa digolongkan menjadi
tiga, yaitu kajian pendidikan Islam yang bersifat historis, filosofis dan teoritis. Memang
ada yang menambahkan bidang mistis pendidikan Islam, namun mengingat sifatnya
yang di luar logika-empiris, bidang ini kurang bisa dikembangkan.

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 14


Dari ketiga bidang kajian utama pendidikan Islam tersebut, nampaknya kajian
yang bersifat teoritis sangat mendesak untuk dikembangkan. Pengembangan teori
pendidikan Islam bukan saja dengan cara menurunkan konsepsi filosofis pendidikan
Islam menjadi butir-butir teoritis pendidikan Islam melainkan juga dengan cara menguji
validitas teori-teori tersebut melalui penelitian empiris. Dengan demikian, upaya
membangun Ilmu Pendidikan Islam menjadi lebih bisa dipertanggungjawabkan secara
keilmuan. Dan yang perlu diketahui, tidak ada disiplin ilmu yang bisa berdiri secara
mutlak terpisah dengan disiplin lain. Oleh karena itu, jika kita ingin mengembangkan
ilmu pendidikan Islam, kita tidak harus menutup mata terhadap disiplin-disiplin lain
yang nyata-nyata dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pendidikan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir,(ed), Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam (Bandung; Fak. Tarbiyah
IAIN Sunan Gunung Djati, 1995).

Abdul Ghoni Abud, Fi al-Tarbiyah al-Islamiyah (Mesir ; Dar al-Fikr al-Arabi, 1977).

Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition (1982) di


Indonesiakan oleh Ahsin Muhammad (Bandung; Pustaka, 1995).

Muhammad Atiyah al-Abrasyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah Wa Falasifatuha (Beirut; Dar al-


Fikr, 1969).

Muhammad Jawwad Ridla, Al-Fikr al-Tarbawi al-Islami (Beirut; Dar al-Fikr, 1982).

Muhammad Munir Mursyi, Al-Tarbiyah al-Islamiyah; Usuluha Wa Tathowwuruha fi al-Bilad


al-Arabiyah. (Kairo ; Alam al Kutub, 1977).

W Poesporodjo, “Aktualitas Filsafat Ilmu ke Arah Kemasakan Praktek dan Pengelolaan


Ilmu” dalam Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial dan
Praktek (Jakarta: Gramedia, 1986)

Cik Hasan Basri, “Pengembangan Ilmu Agama Islam Melalui Penelitian Antardisiplin
dan Multidisiplin” dalam Mastuhu (ed), Tradisi Baru Penelitian Agama Islam
Tinjauan Antardisiplin Ilmu, (Bandung; Pusjarlit dan Penerbit Nuansa, 1998)

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 15


Balai Penelitian P3M IAIN Sunan Kalijaga, Pembidangan Ilmu Agama Islam Pada
Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia (Yogyakarta; Balai Penelitian P3M
IAIN Sunan Kalijaga, 1995).

The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta; Liberty, 1999)

Koentowibisono, “Filsafat Ilmu; Sejarah dan Perkembangannya” dalam Mereka Thoyibi


(ed), Filsafat Ilmu dan Perkembangannya, (Surakarta; UMS, 1994)

Imam Haryono, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta; Gramedia, 1989).

Syed Naquib Al Attas (ed) Aims and Objectives o Islamic Education (Jeddah; King Abd al-
Aziz University, 1979)

Busyairi Madjidi, Konsep Pendidikan Para Filosof Muslim (Yogyakarta; Al-Amin Press,
1997).

Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998)

===============================================================
Abdul Munip, M.Ag lahir di Tegal pada tanggal 06 Agustus 1973. Pendidikan S-1 nya diselesaikan di
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun
1996. Gelar M.Ag diperolehnya dari Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang pada tahun
1999. Kini, ia sedang menyelesaikan S-3 di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sejak tahun 1997 sampai sekarang, ia menjadi dosen tetap Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan
Bahasa Arab.

Pengembangan Ilmu Pendidikan Islam; Pemetaan Wilayah Kajian 16

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai