Anda di halaman 1dari 21

Tugas Individu Dosen Pengampu

Filsafat Pendidikan Islam Rahmad Hidayat M.pd

RESUME MAKALAH DAN ANALISIS

Disusun Oleh

NAMA NPM
Moch Agus Ropiqi 219116267

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-JAMI


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
2022
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN...................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
ANALISIS (Komentar, Kritik dan Saran)

A. Kelompok 01 Hakikat Filsafat Pendidikan Isam.............................................


B. Kelompok 03 Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Kurikulum.......
C. Kelompok 05 Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pendidik Dan
Anak Didik......................................................................................................

D. Kelompok 07 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Imam Al-Ghazali...........


E. Kelompok 08 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Ibnu Rusyd....................
RESUME MAKALAH
A. Kelompok 01 Hakikat Filsafat Pendidikan Isam....................................................
B. Kelompok 03 Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Kurikulum...............
C. Kelompok 05 Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pendidik Dan
Anak Didik .........................................................................................................
D. Kelompok 07 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Imam Al-Ghazali..................
E. Kelompok 08 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Ibnu Rusyd............................

ii
ANALISIS (Komentar, Kritik dan Saran)
A. Kelompok 01 Hakikat Filsafat Pendidikan Isam
1. Komentar
a. Dalam sistematika pembasan sudah tergolong bagus dengan
indicator sudah menjelaskan tentang filsafat pendidikan islam,
hakikat pendidikan islam dan tujuan pendidikaan islam secara
gamblang (jelas dan mudah dipahami) dengan sistematika yang
teratur dan pendapat para ahli.
b. Filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir
tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan atas
ajaran-ajaran agama Islam. Filsafat pendidikan Islam adalah
pembahasan tentang hakikat kemampuan Muslim untuk dapat
dibina, dikembangkan, dan dibimbing, sehingga menjadi manusia
yang seluruh pribadinya dijiwai oleh ajaran Islam. Karena begitu
kompleksnya persoalan pendidikan dan begitu rumitnya memaknai
filsafat, sehingga perlu sebuah penyederhanaan. Adanya tipologi
dalam semua aspek pemikiran berimplikasi pada
“penyederhanaan” terhadap berbagai persoalan yang kompleks.
Sebuah wacana yang seharusnya berkembang dan meluas akan
dipahami secara sederhana setelah dilakukan tipologi. Hal itu
tentunya tidak terkecuali terhadap tipologi wacana filsafat
pendidikan Islam di Indonesia. Pengembangan kurikulum saat ini
tidak lepas dari ide-ide dasar yang dikembangan melalui filsafat
pendidikan, seperti Essensialisme, Perenialisme, Progressivisme,
Eksistensialisme, Rekonstruksionisme, dan lain-lain.
c. Pembahasan juga sudah mencakup pendidikan islam secara
ontology, epistemelogi dan aksiologi.
2. Kritik :
a. Latar belakag masih terlalu singkat belum mengungkapkan
bagaimana urgensi filsafat pendidikan menurut ajaran ajaran islam
yang mana sumber utamannya adalah al quran dan hadits.

1
3. Saran : sebaiknya tambahkan analisis perbedaan antara filsafat barat
dan filsafat pendidikan islam agar mahasiswa mampu memahami
paradigma filsafat penndidikan. Karna antara filsafat barat dan filsafat
pendidikann islam jelas mempunyai paradigm yang berbeda.
Problematika yag kita hadapi sekarang adalah : banyak orang yang
memahami metode penelitian sains bekerja tetapi tidak memahami
bagaimana paradigma islam, bagaima metode memahami al quran dan
hadits yamg dipakai ulama ulama terdahulu. (1) Pemuka agama yang
paham agama tidak memahami filsafat dan sains barat bekerja
Akibatnya ummat islam tidak bisa menjawab tantangan zaman
sekarang dan penuh ketakutan mengadapi westernisasi. Barat
memahami islam dengan paradigma barat sendiri menjadikan ini
menjadi rancu, akibatnya ummat islampun dalam menghadapi ini
terbagi menjadi (2) golongan pertama ; ikut berfilsafat sebagaimana
barat dan memahami islam dengan sudut pandang barat sehingga
munculla fatwa fatwa liberal, kedua sangat anti terhadap barat
muncullah kaum sekuler yang memisahkan antara islam dan ilmu
pengetauan.

B. Kelompok 03 Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap


Kurikulum
1. Yang melatarbelakagi pentingnya kurikulum di sini sudah di bahas,
tetapi belum mebahas bagaimana kenyataan kurikulum sekolah yang
tidak sesuai dengan harapan nilai nilai pendidikan islam.
2. Pembahasan sudah cukup bagus walaupun terlalu banyak namun
kurang menekankan pembahasan dari inti kurikulum pendidikan islam
yakni membantu dan membentuk pribadi manusia yang beradab dan
pengetahuan.
3. Saran : baca dan tambahkan juga penndapat dari syeikh nuqoib al attos
dalam bukunya filsafat pedidikan islam sebagai perbandingan. Syeik
nuqob menjelaskan pendidikan islam yang berdasar kepada al quran
dan hadis bertumpu kepada konsep tadib, tarbiyah dan ta’lim

2
C. Kelompok 05 Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pendidik
Dan Anak Didik
1. Latar belakang sudah bagus dan gamblang dengan membicarakan
perspektif Pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang
sesuai dengan karakteristik Pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik
yag akan membedakan konsep pendidik dan anak didik dalam
pandangan Pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat ditelusuri melalui
tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki olah seorang pendidik
dan anak didik yang dikehendaki olah Islam.
2. Pembasan bagus dan sangat legkap
3. Saran : tambahkan lagi referensi perbanndingan dari kitab klasik juga
tentang peserta didik dan pendidik
4. Sebaiknya cantumkan juga ayat alquraanya untuk menambah paham
D. Kelompok 07 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Imam Al-Ghazali
1. Bangunan pemikiran pendidikan al-Ghazali bersifat religius-etis.
tujuan pendidikan al-Ghazali mencakup tiga aspek, yaitu aspek
kognitif, aspek apektif, dan aspek psikomotorik. Di samping itu
menempatkan dua hal penting sebagai orientasi pendidikan yaitu
mencapai kesempurnaan manusia untuk secara kualitatif mendekatkan
diri kepada Allah SWT; dan mencapai kesempurnaan manusia untuk
meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pendidik adalah pribadi yang
menguasai suatu disiplin ilmu dan mampu mengamalkannya serta
sosok manusia yang secara total berkonsentrasi kepada bidang
pendidikan. Anak didik ditempatkan sebagai obyek sekaligus subyek
dan menetapkan sepuluh kriteria ideal yang harus diupayakan oleh
anak didik agar berhasil dalam pendidikan. Al-Ghazali menyebutkan
empat kategori klasifikasi ilmu pengetahuan, yaitu; klasifikasi ilmu
syar’iyah (religi) dan ‘aqliyah (nalar); ilmu teoritis dan praktis; ilmu
yang dihadirkan (hudhûri) dan yang diperoleh (hushûli); Ilmu fardhu
‘ain dan fardhu kifâyah. Metode pengajaran Al-Ghazali menekankan

3
bagi guru yang memberikan ilmu dituntut menggunakan metode
teladan dan dialog dalam proses pembelajaran.
2. Saran : tambahhkan analisis bagaimana rekonstruksi pemikiran
pendidikan al-Ghazali dalam pendidikan Islam kontemporer.
Bagaimanna Manfaatnya bagi pemerintah dan pendidik dapat
menjadikan pemikiran pendidikan al-Ghazali sebagai inspirasi dalam
menegakkan pendidikan Indonesia berkualitas.
E. Kelompok 08 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Ibnu Rusyd
1. Belum ada pembahasan mengenai pemikiran filsafat pendidikan islam
ibnu rusyd.
2. Ibnu Rusyd sebagai seorang filosuf, ahli fiqih, kedokteran dan juga
ahli hukum. Ibnu Rusyd memiliki gagasan dan pemikiran terkait
pendidikan, bahwa pendidikan bersifat praktis yang harus dibantu
melalui model yang sesuai secara teoretis sehinggaa pelaksanaan
praktis senantiasa sesuai dengan pelaksanaan teoretisnya yang
bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang benar sehingga bisa
mengimplementasikan menjadi perbuatan yang benar pula. Pemikiran
Ibnu Rusyd mengenai Pendidikan yang terorganisir dalam tujuan,
kurikulum, metode pembelajaran dan guru atau pendidik adalah faktro
dari pada unsur-usur determinan dalan pendidikan. Maka dari itu,
pemikiran Ibmu Rusyd bisa dijadikan acuan penting dalam kemajuan
dunia pendidikan.
3. Biasanya dalam corak pemikiran filsafat slam ibnu rusyd dibahas
setalah al gazhali untuk membandingkan pemikiranya dan kritik ibnu
rusyd teradap al gazali dan relavasinya dalam dunia pendidika di masa
sekarang.
4. Tapi dalam penullisan Makalah ini tidak dirapikan seperti spasi yang
terlalu rapat, footnote yang tidak beraturan seperti asal copy paste.

4
RESUME MAKALAH
A. Kelompok 01
A. Pegertian Filsafat Pendidika Islam
1. Pengertian Filsafat
Arti filsafat secara bahasa adalah cinta kebijaksaan yang mana kata
“Filsafat” berasal dari Bahasa Yunani; “philos dan sophia. Philos
artinya cinta dan sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian
seorang filsuf adalah mereka yang mencoba bijaksana dengan
pengetahuan bukan merasa mereka bijak dan berpengetahuan,
melainkan mereka yang senantiasa mencari kebenaran.
2. Pengertian Filsafat Pendidikan
istilah Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar
ia menjadi dewasa.
Filsafat Pendidikan adalah ilmu yang pada hakikatnya merupakan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan Pendidikan.
Filsafat Pendidikan juga dapat diartikan dengan nilai-nilai dan
keyakinan-keyakinan filsafat yang menjiwai, mendasari dan
memberikan identitas (karakteristik) suatu sistem Pendidikan.
3. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam merupakan suatu kajian secara filosofis
mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan Pendidikan yang
didasarkan pada al-qur’an dan al-hadist sebagai sumber primer, dan
pendapat para ahli, khususnya para filosof muslim, sebagai sumber
sekunder.
Dengan demikian, filsafat Pendidikan islam secara singkat dapat
dikatakan sebagai filsafat Pendidikan yang berdasarkan ajaran islam
atau filsafat Pendidikan yang dijiwai oleh ajaran islam. Jadi, ia bukan

5
filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana
dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.

B. Hakikat Pendidikan Islam


Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam, Ahmad Tafsir menguraikan
tentang hakikat pendidikan Islam di tinjau dari dua aspek yaitu; Pertama,
‘membantu’. Hakikat pendidikan membantu seseorang menjadi manusia
seutuhnya.

Manusia merupakan makhluk yang tidak dapat hidup secara


individual, ia membutuhkan bantuan salah satunya adalah pendidikan.
Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia karena ia memiliki sifat
kemanusiaan.

Aspek kedua tentang hakikat pendidikan adalah ‘menolong’.


Mengapa menolong, bukan untuk mencetak atau mewujudkan. Karena
pendidikan hakikatnya adalah menolong manusia menjadi manusia. Pada
setiap manusia itu ada potensi untuk menjadi manusia, sebaliknya ada juga
potensi untuk tidak menjadi manusia (memiliki sifat kebinatangan),
disinilah peranan pendidikan sangat penting untuk manusia.Kata
‘menolong’ juga mengandung pengertian ke arah yang benar. Pendidikan
untuk manusia mengarahkan manusia melakukan perbuatan benar. Karena
itulah pendidikan tidak mengenal istilah ‘mendidik untuk berbuat jahat
dan berakhlak tercela’. Sebab perbuatan jahat’ dan ‘akhlak tercela’ itu
tidak ada dalam kata menolong. Hal ini bertentangan dengan ajaran al-
Quran yang memerintahkan manusia untuk saling tolong menolong.
“tolong menolonglah kamu dalam kebaikan.”

C. Tujuan Pendidikan Islam


1. Tujuan Filsafat
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam
semesta. Secara rinci beliau menjelaskan bahwa tujuan filsafat adalah :

6
a. Untuk memperoleh jawaban dari sebuah persoalan dan
mempertimbangkan jawaban-jawaban tersebut
b. Untuk menunjukkan bahwa ide-ide filsafat merupakan satu hal yang
praktis di dunia dan ide-ide filsafat itu membentuk pengalaman-
pengalaman seseorang pada saat ini
c. Untuk memperluas bidang-bidang kesadaran manusia agar dapat
menjadi lebih hidup, lebih dapat membedakan, lebih kritis dan lebih
cerdas.1
2. Tujuan Filsafat Pendidikan Islam
Al-Abrasyi dalam kajiannya tentang Pendidikan Islam telah
menyimpulkan lima tujuan yang asasi bagi Pendidikan Islam yaitu:
a. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam
menetapkan bahwa Pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan
Islam.
b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi
keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi
dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
c. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk
mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar
sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains,
sastra, kesenian, dalam berbagai jenis.
d. Menyiapkan pelajar dari segi professional, teknis, dan perusahaan
supaya ia dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu dan
perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup
dengan mulia disamping memelihara dari segi kerohanian dan
keagamaan.
e. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi
kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama
atau akhlak, atau spiritual semata-semata, tetapi menaruh

1
Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam… h. 23

7
perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan,
kurikulum, dan aktivitasnya. Tidaklah tercapai kesempurnaan
manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.2

B. Kelompok 3
A . Pengertian dan Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa
kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis
diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.
atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitas,
pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis
diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.

B. Cakupan Kurikulum
Cakupan kurikulum meliputi : Konsep kurikulum, Fungsi kurikulum, dan
Komponen kurikulum.

1). Konsep kurikulum


Keberadaan kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan berada
pada posisi yang strategis dimana peran utamanya sebagai pedoman dalam
kegiatan pembelajaran. Kegiatan pendidikan yang diharapkan dapat berjalan
dengan baik harus memperhatikan kondisi kurikulumnya, karena pengalaman
yang akan diberikan di dalam kelas pada pelaksanaan pendidikan akan mengacu
pada kurikulum. Kurikulum menempati posisi sentral dalam proses pendidikan.
Kiranya bukanlah sesuatu yang berlebihan jika dikatakan bahwa proses
pendidikan dikendalikan, diatur, dan dinilai berdasarkan kriteria yang ada dalam
kurikulum.
2). Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dijabarkan dari
tujuan tertinggi, yakni tujuan terakhir yang akan dicapai: Tujuan Pendidikan
Nasional, sampai pada tujuan terendah yakni tujuan yang akan dicapai setelah
selesai kegiatan belajar mengajar. Secara hierarkis tujuan pendidikan terdiri atas;
Tujuan Nasional, Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler dan Tujuan
Instruksional. Tujuan-tujuan pendidikan tersebut harus dicapai secara bertingkat.
3). Komponen Kurikulum
Ada beberapa komponen kurikulum yaitu :
2
Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam… h.26.

8
a. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang
diharapkan dalam skala makro, rumusan dan tujuan kurikulum erat kaitannya
dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan
menggambarkan suatu masyarakat yang dicita-citakan. Misalnya, filsafat atau
sistem nilai yang dianut masyarakat Indonesia adalah Pancasila, maka tujuan yang
diharapkan tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya masyarakat
yang pancasilais. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan
misi dan visi sekolah serta tujuan-tujuan yang lebih sempit, seperti tujuan
setiap mata pelajaran dan tujuan proses pembelajaran. Tujuan pendidikan
memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus
yang bersifat spesifik dan dapat diukur, yang kemudian dinamakan
kompetensi. Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi empat yaitu : Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN), Tujuan Institusional (TI), Tujuan Kulikuler (TK),
dan Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP).

 Tujuan Pendidikan Nasional


Adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran akhir
yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan. Artinya, setiap
lembga dan penyelenggara pendidikan harus adapat membentuk manusia yang
sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan formal, informal maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum
biasanya dirumuskan dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan
hidup dan filsafat suatu bangsa bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam
bentuk undang-undang. Tujuan pendidikan nasional merupakan sumber dan
pedoman dalam usaha penyelenggaraaan pendidikan. Tujuan Institusional adalah
tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain,
Tujuan ini dapat di definisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap
siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program disuatu
lembaga pendidikan tertentu. Tujuan Institusional merupakan tujuan antara untuk
mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi pendidikan
dasar, menengah, kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi.

 Tujuan Kulikuler
Adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata
pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kulikuler dapat di defenisikan sebagai kualifikasi
yang harus dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi
tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan kulikuler juga pada dasarnya
merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan. Dengan

9
demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan di arahkan untuk
mencapai tujuan instutisional.

 Tujuan Pembelajaran
Merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefinisikan sebagai
kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari
bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena
hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik
siswa yang akan melakukan pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan
tujuan pembelajaran adalah tugas guru. sebelum guru melakukan proses belajar
mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh
anak didik setelah mereka seleai mengikuti pelajaran.3

b. Komponen Isi atau Mata Pelajaran


Kriteria pemilihan isi kurikulum dapat mempertimbangkan sebagai berikut:
1. Sesuai tujuan yang ingin dicapai
2. Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
3. Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara baik untuk masa
sekarang maupun masa yang akan datang.
4. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Materi atau isi pelajaran berkenaan dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai
siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Materi pelajaran harus digali dari
berbagai sumber belajar sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai.4

c. Komponen Aktivitas Belajar


Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat
penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Bagaimanapun
bagus dan idealnya tujuan yang harus di capai tanpa strategi yang tepat untuk
mencapainya, maka tujuan itu tidak mungkin dapat dicapai. Strategi meliputi
rencana, metode dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Sejalan dengan pendapat diatas, T. Rakajoni (1989) mengartikan
strategi pembelajaran sebagai pola dan urutan umum perbuatan guru siswa dalam
mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah di
tentukan.
d. Komponen Evaluasi

3
Nur halimah, Jurnal Agama, Pendidikan, dan Sosial Budaya, Telaah komponen dan pendekatan
pengembangan kurikulum, vol 11, 2017, hal.82, Tersedia di : https://doi.org/10.33592/islamika.v11i2.433.
diakses pada tanggal 21 Agustus 2022, pukul 13:26.
4
Ibid, hal. 83

10
Evaluasi merupakan proses yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan
formal. Bagi guru evaluasi dapat menetukan efektivitas kinerjanya selama ini,
sedangkan bagi pengembang kurikulum evaluasi dapat memberikan informasi
untuk perbaikan kurikulum yang sedang berjalan.Evaluasi sering di anggap
sebagai salah satu hal yang menakutkan bagi siswa. Oleh karena itu, memang
melalui kegiatan evaluasi dapat ditentukan nasib siswa dalam proses pembelajaran
selanjutnya. Anggapan semacam ini memang harus diluruskan. Evaluasi mestinya
dipandang sebagai sesuatu yang wajar yakni sebagai suatu bagian integral dari
suatu proses kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, mestinya evaluasi
dijadikan kebutuhan oleh siswa, sebab dengan evaluasi siswa akan tahu tentang
keberhasilan pembelajaran yang dilakukannya.
C. Asas – Asas Kurikulum Pendidikan Islam
Untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum harus
mempertimbangkan berbagai hal antar lain : pendidik, anak didik, faktor etika dan
estetika, sosial dan budaya. Dari semua yang terlibat dalam kurikulum, maka
kurikulum mempunyai asas-asas yang mendasari. Muhaimin dan Abdul Mujib
(1993:187) mengutip pendapat Asy-Syaibani menetapkan lima asas kurikulum
yaitu asas religius, asas filosofis, asas psikologis, asas sosiologis dan asas
organisatoris.5

a. Asas Religius
Asas ini diterapkan berdasarkan nilai-nilai yang tertuang dalam Al-Qur’an
maupun as-Sunah. Sebagaimana Hadis Rasulullah SAW :

‫َاب هّٰللا ِ َو ُسنَّةَ نَبِيِّ ِه‬ ِ ‫ت فِ ْي ُک ْم َأ ْم َر ْي ِن لَ ْن ت‬


َ ‫َضـلُّوْ ا َماتَ َم َّس ْكتُ ْم بِ ِهـ َما ِكت‬ ُ ‫ت ََر ْك‬
Artinya : “ Aku telah tinggalkan kepada kalian dua hal yang jika kalian berpegang
teguh kepadanya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah dan sunah nabi- Nya. ”

b. Asas Filosofis
Asas filosofis merupakan sistem nilai yang berhubungan dengan agama,
adat istiadat, dan pandangan hidup masyarakat. Asas filosofis menurut Muhaimin
dan Abdul Mujib (1993:187) membawa rumusan kurikulum pendidikan Islam
pada tiga dimensi, yaitu dimensi ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
 Dimensi ontology, dimensi ini mengarahkan pada kurikulum untuk lebih
banyak memberi materi terhadap anak didik yang berhubungan langsung
dengan alam raya dan isinya.

5
Ahmad Junaedi Sitika, " Passion of the Islamic studies center ", Kontribusi tenaga edukatif dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan agama Islam, 2018, hal. 288, diakses pada tanggal 21 Agustus, pukul
19:59.

11
 Dimensi epsitimologi, perwujudan kurikulum harus berdasarkan moteode
konstruktif pengetahuan yang disebut dengan metode ilmiah yang sifatnya
mengajar berpikir menyeluruh (universal, reflektif dan kritis).
 Dimensi aksiologi, dimensi ini mengarahkan pembentukan kurikulum yang
dirancang sedemikian rupa agar memberikan kepuasa kepada anak didik, untuk
memilih nilai-nilai yang diperlukan mereka.

c. Asas Psikologis
Asas ini mempertimbangkan tahapan psikis anak didik, yang berkaitan
dengan pendidikan jasmaniah, kematangan, bakat, intelektual, bahasa, emosi,
sosial, kebutuhan dan lain-lain. Asas psikologis terbagi dua macam, yaitu
psikologis anak dan psikologis belajar.
 Psikologis anak, setiap anak mempunyai kepentingan untuk mendapatkan
situasi belajar yang nyaman dan mengembangkan potensinya.
 Psikologis belajar, pada hakikatnya anak-anak itu dapat dididik, dibelajarkan
dan diberi sejumlah materi maupun pengetahuan. Fokus dalam hal ini
bagaimana kurikulum memberikan peluang bagi anak tersebut, dan bagaiman
proses belajar berlangsung, serta dalam keadaan bagaimana anak dapat
menangkap pengetahuan dengan sebaik-baiknya.

d. Asas Sosiologis
Asas sosiologis memberikan implikasi bahwa kurikulum pendidikan
memegang peranan penting terhadap penyampaian dan pengembangan
kebudayan, proses sosialisasi individu, rekontruksi masyarakat. Asas ini memiliki
pengaruh dan memberikan arah akan dibagaimanakan masyarakat dibentuk,
direkonstruksikan sesuai dengan tujuan masyarakat.

e. Asas Organisatoris
Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib (1993:193). Asas ini berkenaan
dengan bentuk pengkajian bahan pelajaran, yakni organisasi kurikulum. Asas ini
berpijak dari ilmu jiwa asosiasi yang menganggap keseluruhan adalah jumlah,
bagi-baginya, sehingga menjadikan kurikulum merupakan mata pelajaran yang
terpisah.6

C. Kelompok 5 Tinjauan filsafat pendidikan islam terhadap Pendidik


dan anak didik
1. Hakikat Pendidik

6
Ibid, hal. 289

12
Hakikat pendidik dalam Islam, adalah orang-orang yang bertanggung jawab
dalam perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak
didik, baik potensi afektif, kognitif maupun potensi psikomotor. Senada dengan
ini, Mohammad Fadhli al-Jamali menyebutkan, bahwa pendidik adalah orang
yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik sehingga terangkat
derajat manusianya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia
(A. Tafsir, 1994:75).
Pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena
kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain.
Sedangkan yang menyerahkan tanggung jawab dan amanat pendidikan adalah
agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang
menerima tanggung jawab dan amanat adalah setiap orang dewasa. Ini berarti
bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang, karena tanggung
jawabnya atas pendidikan (Ramayulis, 2002:85-6).7
Didalam Al-Qur›an telah disebutkan bahwa pendidik itu ada empat, diantaranya:
a. Allah Sebagai Pendidik. Sebagaimana dalam Q.S Ar-Rahman :1-4

)٤( َ‫) َعلَّ َمهُ ْالبَيَان‬٣( َ‫ق اِإْل ْن َسان‬


َ َ‫) َخل‬٢(  َ‫) َعلَّ َم ْالقُرْ آن‬١( ُ‫اَلرَّحْ مٰ ن‬

Artinya:

“Tuhan yang maha pemurah (1) yang telah mengajarkan Al-Qur›an (2) Dia
menciptakan manusia (3) mengajarkannya pandai berbicara(4)”. (Q.S Ar-
Rahman :1-4)

Menurut Al Maraghi, (1989:187) ayat ini menerangkan bahwa Allah telah


mengajari Nabi Muhammad Saw Al-Qur›an dan Nabi Muhammad
mengajarkannya pada umatnya. Dia (Allah) telah menciptakan umat manusia ini
untuk mengajarinya mengungkapkan Apa yang terlintas dalam hatinya dan
terpetik dalam sanubarinya. Sekiranya demikian, Maka Nabi Muhammad Saw
tidak akan dapat mengajarkan Al-Qur›an pada umatnya. Oleh karena itu manusia

7
A. Haris Hermawan, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan Epistimologi Islam dalam
Pendidikan, edisi revisi (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Dapartemen Agama
Republik Indonesia, 2009), hlm.139

13
sebagai makhluk sosial menurut tabiatnya tak bisa hidup Kecuali bermasyarakat
dengan sesamanya, maka haruslah ada bahasa yang digunakan Untuk saling
memaafkan sesamanya dan untuk saling menulis dengan sesamanya yang Berada
di tempat jauh, disamping untuk memelihara ilmu-ilmu orang terdahulu, supaya
Dapat diambil manfaatnya oleh generasi berikutnya, dan supaya ilmu itu dapat
ditambah Oleh generasi mendatang atas hasil usaha yang diperoleh oleh generasi
yang lalu.

2. Hakikat Peserta Didik


Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum
dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Di
sini peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani
yang belum mencapai tarap kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun
psikologisnya. Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan, dan
arahan pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal, dan
membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik
kiranya tidak akan berkembang secara maksimal tanpa melalui proses pendidikan.
Islam memandang “Setiap anak dilahirkan dengan dibekali fitrah, kedua
orangtuanyalah yang dapat membuat ia menjadi seorang Majusi, Nasrani, atau
Yahudi”. Dari pandangan ini tampak bahwa Islam berupaya mensintesiskan antara
pandangan nativisme yang menekankan pentingnya bakat dan pembawaan sebagai
faktor yang memengaruhi seseorang, dengan pandangan empirisme yang
cenderung mementingkan peranan lingkungan sebagai faktor yang memengaruhi
kepribadian seseorang. Islam mengakui bahwa peserta didik selaku manusia
memang memiliki fitrah, tetapi bagaimana fitrah ini dapat dikembangkan dengan
baik tergantung juga oleh keadaan lingkungan yang melingkupinya. Perpaduan
antara faktor fitrah dan faktor lingkungan dalam konsepsi Islam merupakan proses
dominan yang dapat memengaruhi pembentukan kepribadian seorang peserta
didik.8
8
Dr. Toto Suharto,M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan Epistimologi Islam Dalam
Pendidikan, edisi revisi. (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014), .hlm.93

14
Untuk itu, pemahaman tentang hakikat peserta didik merupakan suatu yang
beralasan. Samsul Nizar dalam Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan
Historis,Teoretis dan Praktis menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat
peserta didik sebagai berikut:
1) Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, melainkan ia memiliki dunianya
sendiri. Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses
pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa.
2) Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap
perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar
aktivitas pendidikan Islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yang umumnya dialami peserta didik.
3) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi,
baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani. Di antara kebutuhan
dasarnya adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, dan
aktualisasi diri. Hal ini perlu dipahami agar proses pendidikan dapat berjalan
lancar.
4) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual
(individual differentiations), baik yang disebabkan faktor bawaan maupun
lingkungan tempat ia tinggal. Hal ini perlu dipahami agar proses pendidikan
dilakukan dengan memerhatikan perbedaan-perbedaan tersebut, tanpa harus
mengorbankan salah satu pihak atau kelompok.
5) Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama;
jasmaniah dan rohaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat
dikembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan. Sementara unsur rohani
berkaitan dengan daya akal dan daya rasa. Daya akal dapat dikembangkan melalui
proses intelektualisme yang menekankan pada ilmu-ilmu rasional, dan daya rasa
dapat dikembangkan melalui pendidikan ibadah dan akhlak. Pemahaman ini
merupakan hal yang perlu agar proses pendidikan Islam memandang peserta didik
secara utuh, tidak mengutamakan salah satu daya saja, tetapi semua daya
dikembangkan dan diarahkan secara integral dan harmonis

15
6) Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi
(fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu. Fungsi pendidikan dalam hal ini
adalah membantu dan membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan dan
mengarahkan potensi yang dimilikinya, sesuai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan, tanpa harus mengabaikan fungsi-fungsi kemanusiaannya.

D. Kelompok 7 Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidika Islam


Pandangan Al-Ghazali tentang kurikulum dapat dipahami dari
pandangannya mengenai ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Al-Ghazali membagi
ilmu pada dua macam, yaitu : pertama, ‘ilmu syar’iyyah; semua ilmu yang
berasal dari pada nabi. Kedua, ‘ilmu ghairu syar’iyyah ; semua ilmu yang
berasal dari hasil ijtihad ulama atau intelektual muslim. 9Ia juga membagi ilmu
pengetahuan kepada yang terlarang dan yang wajib dipelajari oleh anak didik
menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Ilmu yang tercela, banyak atau sedikit. Ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi
manusia di dunia ataupun di akhirat, misalnya ilmu sihir, nujun, dan ilmu
perdukunan, bila ilmu dipelajari akan membawa mudharat dan akan
meragukan terhadap kebenaran adanya tuhan. Oleh karena itu ilmu ini harus
dijauhi
b. Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit. Misalnya, ilmu tauhid dan ilmu
agama. Ilmu ini bila dipelajari akan membawa seseorang jiwa yang suci
bersih dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada
Allah.
c. Ilmu yang terjupi pada taraf tertentu, yang tidak boleh diperdalam, karena
ilmu ini dapat membawa kepada kegoncangan iman dan ilhad (meniadakan
Tuhan) seperti ilmu filsafat.10

Dari ketiga kelompok ilmu tersebut, Al-Ghazali membagi lagi ilmu tersebut
menjadi dua kelompok itu dilihat dari segi kepentingannya, yaitu :

9
Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar, Op.cit, hlm 90
10
Abuddin Naza, Op. Cit, hlm. 166

16
a. Ilmu yang wajib (fardhu ‘ain) diketahui oleh semua orang, yaitu ilmu
agama, ilmu yang bersumber dari kitab Allah
b. Ilmu yang hukum mempelajarinya fardhu kifayah, yaitu ilmu yang
digunakan untuk memudahkan urusan duniawi, seperti ilmu hitung, ilmu
kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian, dan industri.11

Selanjutnya yang menjadi titik perhatian Al-Ghazali dalam mengajarkan


ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah ilmu pengetahuan yang digali dari
kandungan Al-Qur’an, karena ilmu model ini akan bermanfaat bagi kehidupan
manusia di dunia dan akhirat, karena dapat menenangkan jiwa dan mendekatkan
diri kepada Allah.

Sebaliknya ilmu bahasa dan gramatika hanya berguna untuk mempelajari


ilmu agama, dan berguna dalam keadaan darurat saja. Sedangkan ilmu
kedoktera, matematika, dan teknologi hanya bermanfaat bagi kehidupan
manusia du dinia. Ilmu-ilmu syair, sastra, sejarah, politik dan etika hanya
bermanfaat bagi manusia dilihat dari segi kebudayaan bagi kesenangan berilmu
serta sebagai kelengkapan dalam hidup bermasyarakat.

Sejalan dengan itu Al-Ghazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan


yang harus dipelajari di sekolah. Ilmu pengetahuan tersebut adalah :

1. Ilmu Al-Qur’an dan ilmu agama seperti fiqh, hadits dan tafsir.
2. Sekumpulan bahasa, nahwu dan mahkraj serta lafadz-lafadznya, karena ilmu
ini berfungsi membantu ilmu agama.
3. Ilmu-ilmu yang fardhi kifayah, yaitu ilmu kedokteran, matematika,
teknologi yang beraneka macam jenisnya, termasuk juga ilmu politik.
4. Ilmu kebudayaan, seperti syair, sejarah, dan beberapa cabang filsafat.

Jika diamati secara seksama, nampak Al-Ghazali menggunakan dua


pendekatan dalam membagi ilmu pengetahuan. Pertama, pendekatan fiqh yang
melahirkan pembagian ilmu pada yang wajib dan fardhi kifayah. Kedua,
pendekatan tasawuf (akhlak) yang melahirkan pembagian ilmu pada yang
11
Abuddin Naza, Op. Cit, hlm. 167

17
terpuji dan tercela. Hal ini akan semakin jelas jika dihubungkan dengan tujuan
pendidikan tersebut diatas, yaitu pendekatan diri kepada Allah.

Dari uraian keseluruhan tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Ghazali


adalah seorang ulama besar yang menaruh perhatian yang cukup tinggi terhadap
pendidikan. Corak pendidikan yang dikembangkan tampak dipengaruhi oleh
pandangannya tentang tasawuf dan fiqh. Hal ini tidak mengherankan karena
dalam kedua bidang ilmu tersebut itulah Al-Ghazali memperlihatkan
kecenderungannya yang besar, konsep pendidikan yang dikemukakannya
nampak selain sistematik dan komperehensif juga secara konsisten sejalan
dengan sikap dan kepribadiannya sebagai seorang sufi.12

Memang disinilah letak ciri khas paham Al-Ghazali dalam masalah


pendidikan. Beliau tergolong tokoh yang berpaham moralis idealis dalam
pendidikan. Pendidikan yang diinginkan adalah pendidikan yang diarahkan
kepada pembentukan akhlak mulia. Bagaimana anak telah memiliki berbagai
ilmu dan pengalaman, akan tetapi akhlak mulia harus mendasari hidupnya.
Akhlak harus bersumberkan iman kepada Allah.

E. Kelompok 8 Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Ibnu Rusyd


A. Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Rusyd
dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M, sekitar 5 tahun
wafatnya Al-Ghazali. Ibnu Rusyd terkenal sebagai pengulas karya-karya
Aristoteles (Comentator ), karena pikiran-pikirannya mencerminkan
usahanya yang keras untuk mengembalikan pikiran-pikiran Aristoteles
kepada kemurniannya. Beliau meninggal pada 10 Desember 1198 M/ 9
Shafar 595 H di Marakesh dalam usia 72 tahun menurut perhitungan
Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan tahun Hijrah.
B. Karya-karya Ibnu Rusyd
1. Fashl al-Maqal fi ma bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-ittishal,
berisikan korelasi antara agama dan filsafat.

12
Abuddin Nata, Op. Cit, hlm. 168

18
2. Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Milat, berisikan
kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
3. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid , berisikan uraian-
uraian di bidang fiqih.
C. Pemikiran Ibnu Rusyd
1. Agama dan filsafat
2. Qadimnya alam
3. Kebangkitan jasmani
4. Kerasulan Nabi
5. Pengetahuan Tuhan

19

Anda mungkin juga menyukai