Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK DOSEN PEMBIMBING

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM RAHMAT HIDAYAT, M. Pd

TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP


PENDIDIK DAN ANAK DIDIK

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
KHAIRUNNISA :219116093
NADIA NUR RAHMAWATI :219116193
NADIA RAHIEM :219116194
NADIA RAHMAH :219116195
NADIA SALMAH :219116196
NADIATUL HUSNA :219116197
TINA NOR AISYAH :219116233

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) AL JAMI'
BANJARMASIN
2022

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamiiin...

Puji dan Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, hidayah,
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kuliah yang berjudul
“TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP PENDIDIK DAN ANAK
DIDIK” ini. Dimaksud untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Dalam upaya penyelesaian makalah ini kami telah banyak mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ucapkan terimakasih banyak kepada
Bapak Rahmat Hidayat, M. Pd, selaku dosen mata kuliah filsafat pendidikan islam. Dan atas
bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan tugas kelompok ini. Serta tidak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada sahabat-sahabat tercinta yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Kami menyadari meskipun penulisan tugas ini telah kami
upayakan seoptimal mungkin tentu masih ada kekurangan dan kekeliruan yang tidak
disengaja. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan yang sifatnya
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Semoga tugas ini bermanfaat
bagi para pembacanya umumnya dan khususnya bagi kami sebagai penulis serta memperoleh
ridho Allah SWT semata.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Banjarmasin, 22 Agustus 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

PENDAHULUAN

A. Latar belakang.................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah............................................................................................. 1
C. Tujuan penulisan............................................................................................... 1

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan hakikat pendidik....................................................................... 2


B. Tugas dan peran pendidik................................................................................. 6
C. Pengertian dan hakikat peserta didik................................................................ 8
D. Tugas dan tanggung jawab peserta didik.......................................................... 11

PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidik dan anak didik merupakan komponen penting dalam sistem Pendidikan Islam.
Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan
tujuan Pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu, pendidik sangat berperan besar sekaligus
menrntukan ke mana arah potensi peserta didik yang akan dikembangkan. Demikian pula
anak didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan
menjadi subjek Pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi anak didik pun tidak hanya
sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan
tetapi anak didik harus aktif, kreatif, dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya,
sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.Konsep pendidik dan anak didik dalam
perspektif Pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai dengan
karakteristik Pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan konsep
pendidik dan anak didik dalam pandangan Pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat ditelusuri
melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki olah seorang pendidik dan anak didik
yang dikehendaki olah Islam. Jika karakteristik yang diinginkan oleh Pendidikan Islam
tersebut dapat dipenuhi, makan Pendidikan yang berkualitas niscaya akan dapat diraih. Untuk
itu kajian dana analisis filosofis sangat dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dan
peserta didik dalam perspektif Pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh
tentang kedua komponen tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian dan Hakikat Pendidik?
2. Apa Pengertian dan Hakikat Peserta Didik?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Hakikat Pendidik
2. Untuk Mengetahui Pengertian dan Hakikat Peserta Didik
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Hakikat Pendidik


1. Pengertian Pendidik

Dari segi bahasa, pendidik memiliki pengertian sebagai orang yang mendidik. Hal Ini
bermakna bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang Mendidik.
Beberapa istilah tentang pendidik mengacu kepada seseorang yang memberikan Pengetahuan,
keterampilan atau pengalaman kepada orang lain.

Abdullah Nashih Ulwan (Rahardjo, 1999:56) seorang ulama Mesir pada abad 20
Memaknai pendidik sebagai seorang penyampai ilmu pengetahuan, pemberi nasihat, dan
Teladan bagi anak didiknya. Dalam sistem pendidikan faktor pendidik merupakan tolak Ukur
keberhasilan peserta didik. Pendidik memiliki tanggung jawab dan memiliki sifat-sifat Asasi,
yaitu; keikhlasan, bertaqwa, berilmu, bersikap dan berprilaku santun. Faktor di atas Haruslah
dimiliki oleh pendidik agar anak didik dapat berhasil dan bertaqwa kepada Allah Swt.1
Dalam bahasa Arab ada beberapa istilah yang bermakna pendidik seperti; murabbi,
mu’allim, mu’addib dan mudarris. Menurut Maragustam (2014), pendidik Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab dalam pengembangan peserta didik dengan
mengaktualisasikan seluruh potensinya, baik potensi spiritual, afektif, kognitif maupun
potensi psikomotor ke arah yang lebih baik secara seimbang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ahmad D. Marimba (1989) mengemukakan, pendidik adalah orang yang memikul
pertanggung jawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan
kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik. Abuddin Nata (1997)
menyebutkan Pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan
kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan
sebagainya. Secara singkat Ahmad Tafsir (1994) mengatakan, pendidik dalam Islam sama
dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak
didik.2

1
Haris Hermawan, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan Epistimologi Islam dalam Pendidikan, edisi
revisi (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Dapartemen Agama Republik Indonesia, 2009),
hlm.138
2
Dr. H. Ahmad Syar’i, M.Pd, Filsafat Pendidikan Islam, edisi Revisi. (Palangkaya, Kalteng: CV. Narasi Nara ,2020),
hlm.78

2
2. Hakikat Pendidik
Hakikat pendidik dalam Islam, adalah orang-orang yang bertanggung jawab dalam
perkembangan peserta didik dengan mengupayakan seluruh potensi anak didik, baik potensi
afektif, kognitif maupun potensi psikomotor. Senada dengan ini, Mohammad Fadhli al-Jamali
menyebutkan, bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan
yang lebih baik sehingga terangkat derajat manusianya sesuai dengan kemampuan dasar yang
dimiliki oleh manusia (A. Tafsir, 1994:75).
Pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban
agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan yang
menyerahkan tanggung jawab dan amanat pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik
dilegitimasi oleh agama, sementara yang menerima tanggung jawab dan amanat adalah setiap
orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang,
karena tanggung jawabnya atas pendidikan (Ramayulis, 2002:85-6).3
Didalam Al-Qur›an telah disebutkan bahwa pendidik itu ada empat, diantaranya:
a. Allah Sebagai Pendidik. Sebagaimana dalam Q.S Ar-Rahman :1-4

)٤( َ‫) عَلَّ َمهُ ْالبَيَان‬٣( َ‫ق اِإْل ْن َسان‬


َ َ‫) خَ ل‬٢(  َ‫) عَلَّ َم ْالقُرْ آن‬١( ُ‫اَلرَّحْ مٰ ن‬

Artinya:

“Tuhan yang maha pemurah (1) yang telah mengajarkan Al-Qur›an (2) Dia menciptakan
manusia (3) mengajarkannya pandai berbicara(4)”. (Q.S Ar-Rahman :1-4)

Menurut Al Maraghi, (1989:187) ayat ini menerangkan bahwa Allah telah mengajari Nabi
Muhammad Saw Al-Qur›an dan Nabi Muhammad mengajarkannya pada umatnya. Dia
(Allah) telah menciptakan umat manusia ini untuk mengajarinya mengungkapkan Apa yang
terlintas dalam hatinya dan terpetik dalam sanubarinya. Sekiranya demikian, Maka Nabi
Muhammad Saw tidak akan dapat mengajarkan Al-Qur›an pada umatnya. Oleh karena itu
manusia sebagai makhluk sosial menurut tabiatnya tak bisa hidup Kecuali bermasyarakat
dengan sesamanya, maka haruslah ada bahasa yang digunakan Untuk saling memaafkan
sesamanya dan untuk saling menulis dengan sesamanya yang Berada di tempat jauh,
disamping untuk memelihara ilmu-ilmu orang terdahulu, supaya Dapat diambil manfaatnya

3
A. Haris Hermawan, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan Epistimologi Islam dalam Pendidikan,
edisi revisi (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Dapartemen Agama Republik Indonesia, 2009),
hlm.139

3
oleh generasi berikutnya, dan supaya ilmu itu dapat ditambah Oleh generasi mendatang atas
hasil usaha yang diperoleh oleh generasi yang lalu.

b. Rasul Sebagai Pendidik. Dijelaskan dalam firman Allah Q.S Al-Baqarah : 151.

َ ‫  َك َم ۤا اَرْ َس ْلنَا فِ ْي ُک ْم َرسُوْ اًل ِّم ْن ُک ْم يَ ْتلُوْ ا َعلَ ْي ُك ْم ٰا ٰيتِنَا َويُ َز ِّك ْي ُک ْم َويُ َعلِّ ُم ُک ُم ْال ِك ٰت‬
َ‫ب َوا ْل ِح ْک َمةَ َويُ َعلِّ ُم ُك ْم َّما لَ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا تَ ْعلَ ُموْ ن‬

Artinya:

“Sebagaimana (kami telah sempurnakan nikmat kami kepadamu) kami telah mengutus
Kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan
Menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah (Al-Sunah), serta
Mengajarkan kepada kamu apa yang kamu belum diketahui.” (Al-Baqarah:105)

Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah telah mengutus seorang Rasul yang Membacakan
ayat-ayat Allah (Al-Qur›an), dan membimbing ke jalan yang benar, Membersihkan jiwa umat
manusia dari berbagai kotoran perbuatan yang hina, Menjelaskan masalah-masalah yang
masih samar tersebut di dalam Al-Qur›an, (baik Berupa hukum, petunjuk dan rahasia Allah
dan kenapa al-Qur›an itu sebagai petunjuk Dan cahaya bagi umat manusia), menanamkan
rahasia di dalam agama dan juga Mengajarkan pengetahuan yang tidak bersumber dari akal
manusia. Pengetahuan Tersebut hanya dapat diperoleh melalui wahyu, seperti pemberitahuan
tentang alam Ghaib, perjalanan para Nabi dan riwayat umat terdahulu.4

c. Orang Tua Sebagai Pendidik. Sebagaimana dalam Q.S Luqman : 12-19 yang artinya:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: bersyukurlah
Kepada Allah, dan barang siapa yang tidak bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya Ia
bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka Sesungguhnya
Allah maha kaya lagi maha terpuji (12) Dan ingatlah ketika Luqman Berkata anaknya
diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah Kamu mempersekutukan
(Allah) adalah benar kezaliman yang besar (13) Dan kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepadaku,
kemudian hanya kepadakulah kembalimu (14) Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Ku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka
janganlah engkau mengetahui keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan
4
Haris Hermawan, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan Epistimologi Islam dalam Pendidikan, edisi
revisi (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Dapartemen Agama Republik Indonesia, 2009),
hlm.139-140

4
ikutilah jalan orang yang kembali kepadaku, kemudian hanya kepada-Ku lah kamu kembali,
maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan (15) (Luqman berkata), “Hai
anak, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji Sawi dan berada dalam batu atau
di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (membalasnya),
sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui (16) Hai anak ku, dirikanlah shalat
dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah (17) Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri (18) dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lembutkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai (19).” (Q.S Luqman:12-19)

Dalam ayat ini Luqman (sebagai orang tua) mendidik anaknya dengan nasihat-nasihat yang
mencakup pokok-pokok tuntunan agama. Di sana ada akidah, syariah dan akhlak tiga unsur
ajaran Al-Qur’an. Disana ada akhlak terhadap Allah, terhadap pihak lain dan terhadap diri
sendiri. Ada juga perintah moderasi yang merupakan ciri dari segala macam kebijakan, serta
perintah bersabar yang merupakan syarat mutlak untuk meraih sukses duniawi dan ukhrawi.
Demikian Luqman al-Hakim mendidik anaknya bahkan memberi tuntunan kepada siapapun
yang lain menelusuri jalan kebajikan (Quraisy Shihab, 2002:140).

Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggungjawab
terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik adalah kedua orang tua. Islam
memerintahkan kedua orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-
anaknya, agar mereka terhindar dari adzab yang pedih.5

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫ٰۤيا َ يُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا قُ ۤوْ ا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َّوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمآٰل َِئ َكةٌ ِغاَل ظٌ ِشدَا ٌد اَّل يَ ْعصُوْ نَ هّٰللا َ َم ۤا‬
‫اَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ نَ َما يُْؤ َمرُوْ ن‬

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,

5
Haris Hermawan, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan Epistimologi Islam dalam Pendidikan, edisi
revisi (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Dapartemen Agama Republik Indonesia, 2009),
hlm.141-142

5
dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim:6)

d. Orang Lain Sebagai Pendidik

Dijelaskan dalam Q.S Al-Kahfi : 60-82. Dalam ayat ini dijelaskan bagaimana Nabi Khidir
mengajari dan memahamkan Nabi Musa tentang hal-hal yang diketahuinya. Khidir adalah
julukan guru Nabi Musa yang bernama Balya bin Malkam, yang menurut kebanyakan ulama
bahwa Balya adalah seorang Nabi (Al-Maraghi, 1989:343). Dimana sebelum
dilaksanakannya proses belajar mengajar diantara Nabi Musa dan Nabi Khidir terjadi
perjanjian diantara keduanya, yang meminta Nabi Musa sebagai murid untuk menaati Nabi
Khidir sebagai gurunya, apabila melihat kejanggalan-kejanggalan atau hal-hal yang belum
paham ilmunya tentang hal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru itu harus luas
pandangannya (visioner) yang tidak hanya memberikan pemahamam sebatas syariatnya saja
tapi juga hakikatnya, demikian juga seorang murid harus ada ketaatan disamping bersikap
kritis dan sabar.

Pendidik bukan hanya sekedar guru, ustadz, mudarris atau murabbi akan tetapi orangtua,
sekolah, masyarakat (lingkungan) dan pemerintah dikategorikan sebagai pendidik sebab
keempat faktor ini dapat menentukan keberhasilan anak didik (Syahminan Zaini,1986:133).

B. Tugas dan Peran Pendidik

Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang mulia. Secara umum,
tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian
proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,
membiasakan, dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan
hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu, pendidik
juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga
seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis (Hasan
Langgulung, 1988:86-7). Adapun tugas lain dari pendidik selain mendidik yaitu menciptakan
situasi untuk pendidikan. Yang dimaksud situasi pendidikan disini ialah suatu keadaan
dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dengan hasil yang
memuaskan. Selain itu pendidik juga harus memiliki pengetahuan-pengetahuan yang

6
diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan. Pengetahuan ini jangan hanya sekedar
diketahui tetapi juga harus diamalkan dan diyakini sendiri (Marimba, 1989:38-9).6

Menurut Abuddin Nata (2005:114) secara sederhana mengatakan tugas pendidik adalah
mengarahkan dan membimbing para murid agar semakin meningkat pengetahuannya,
semakin mahir keterampilannya dan semakin terbina dan berkembang potensinya. Sedangkan
tugas pokok pendidik adalah mendidik dan mengajar. Mendidik ternyata tidak semudah
mengajar. Dalam proses pembelajaran pendidik harus mampu mengilhami peserta didik
melalui proses belajar mengajar yang dilakukan pendidik sehingga mampu memotivasi
peserta didik mengemukakan gagasan-gagasan yang besar dari peserta didik.

Secara khusus, bila dilihat tugas guru pendidikan agama Islam di samping harus dapat
memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama, juga diharapkan dapat
membangun jiwa dan karakter keberagamaan yang dibangun melalui pengajaran agama
tersebut. Artinya tugas pokok guru agama menurut Abuddin Nata adalah menanamkan
ideologi Islam yang sesungguhnya pada jiwa anak. Sedangkan tugas guru pada bagian lain
adalah terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada bidang ini guru
merupakan komponen strategis yang memilih peran yang penting dalam menentukan gerak
maju kehidupan bangsa.7
Guru memiliki peran yang sangat penting. Peserta didik sangat memerlukan bantuan guru
untuk mengembangkan potensinya.Dalam mengembangkan potensinya tersebut seorang guru
memiliki peran yang banyak. Peran-peran tersebut antara lain:
1. Sebagai pendidik;
2. Sebagai pengajar;
3. Sebagai pembimbing;
4. Sebagai pelatih;
5. Sebagai penasihat;
6. Sebagai pembaharu;
7. Sebagai teladan;
8. Sebagai pribadi;

6
Haris Hermawan, M.Ag, “Tugas dan Peran Pendidik” dalam Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan
Epistimologi Islam dalam Pendidikan, edisi revisi (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Dapartemen Agama Republik Indonesia, 2009), hlm.153
7
Haris Hermawan, M.Ag, “Tugas dan Peran Pendidik” dalam Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan
Epistimologi Islam dalam Pendidikan, edisi revisi (Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Dapartemen Agama Republik Indonesia, 2009), hlm.154-156

7
9. Sebagai peneliti;
10. Sebagai pendorong kreativitas;
11. Sebagai pembangkit pandangan;
12. Sebagai pekerja rutin;
13. Sebagai pemindah kemah dari hal lama menjadi hal baru;
14. Sebagai pembawa ceritera;
15. Sebagai aktor;
16. Sebagai emansipator;
17. Sebagai evaluator;
18. Sebagai pengawet;
19. Sebagai kulminator (pengarah) (E.Mulyasa, 2006:37-64).

C. Pengertian dan Hakikat Peserta Didik


1. Pengertian Peserta Didik

Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah
Talamidz, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini
pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah
Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari
ilmu”. Secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami
perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam
membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses pendidikan. Dengan kata
lain peserta didik adalah seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau
pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran. Peserta didik merupakan raw
material atau bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan. Dalam undang-undang
No. 20 tahun 2003, dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik diartikan dengan orang yang telah memerlukan
pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.8

Dalam pendidikan Islam peserta didik disebut dengan istilah muta‟allim, mutarabbi dan
muta‟addib. Muta‟allim adalah orang yang sedang diajar atau orang yang sedang belajar.
8
Dr.Rahmat Hidayat,MA dan Henni Syafriana Nasution,MA,”Unsur-Unsur Dasar Pendidikan Islam” dalam
Filsafat Pendidikan Islam;Membangun Konsep Dasar Pendidikan Islam, Dr.Abdillah,S.Ag,M.Pd (Medan:
Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan IndonesiaLPPPI ,2016), hlm.136

8
Muta‟allim erat kaitannya dengan mua‟allim karena mua‟allim adalah orang yang mengajar,
sedangkan muta‟allim adalah orang yang diajar. Mutarabbi adalah orang yang dididik dan
orang yang diasuh dan orang yang dipelihara. Sedangkan Muta‟addib adalah orang yang
diberi tata cara sopan santun atau orang yang dididik untuk menjadi orang baik dan berbudi.

2. Hakikat Peserta Didik


Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa
dan memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Di sini peserta didik
adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum mencapai tarap
kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologisnya. Oleh karena itu, ia
senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan, dan arahan pendidik agar dapat mengembangkan
potensinya secara optimal, dan membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar yang
dimiliki peserta didik kiranya tidak akan berkembang secara maksimal tanpa melalui proses
pendidikan. Islam memandang “Setiap anak dilahirkan dengan dibekali fitrah, kedua
orangtuanyalah yang dapat membuat ia menjadi seorang Majusi, Nasrani, atau Yahudi”. Dari
pandangan ini tampak bahwa Islam berupaya mensintesiskan antara pandangan nativisme
yang menekankan pentingnya bakat dan pembawaan sebagai faktor yang memengaruhi
seseorang, dengan pandangan empirisme yang cenderung mementingkan peranan lingkungan
sebagai faktor yang memengaruhi kepribadian seseorang. Islam mengakui bahwa peserta
didik selaku manusia memang memiliki fitrah, tetapi bagaimana fitrah ini dapat
dikembangkan dengan baik tergantung juga oleh keadaan lingkungan yang melingkupinya.
Perpaduan antara faktor fitrah dan faktor lingkungan dalam konsepsi Islam merupakan proses
dominan yang dapat memengaruhi pembentukan kepribadian seorang peserta didik.9
Untuk itu, pemahaman tentang hakikat peserta didik merupakan suatu yang beralasan.
Samsul Nizar dalam Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,Teoretis dan Praktis
menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai berikut:
1) Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, melainkan ia memiliki dunianya sendiri.
Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak
disamakan dengan pendidikan orang dewasa.
2) Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap
perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas

9
Dr. Toto Suharto,M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam; Menguatkan Epistimologi Islam Dalam Pendidikan, edisi
revisi. (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2014), .hlm.93

9
pendidikan Islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang
umumnya dialami peserta didik.
3) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik
menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani. Di antara kebutuhan dasarnya adalah
kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, dan aktualisasi diri. Hal ini perlu
dipahami agar proses pendidikan dapat berjalan lancar.
4) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (individual
differentiations), baik yang disebabkan faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal.
Hal ini perlu dipahami agar proses pendidikan dilakukan dengan memerhatikan perbedaan-
perbedaan tersebut, tanpa harus mengorbankan salah satu pihak atau kelompok.
5) Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama; jasmaniah dan
rohaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dikembangkan melalui
proses pembiasaan dan latihan. Sementara unsur rohani berkaitan dengan daya akal dan daya
rasa. Daya akal dapat dikembangkan melalui proses intelektualisme yang menekankan pada
ilmu-ilmu rasional, dan daya rasa dapat dikembangkan melalui pendidikan ibadah dan
akhlak. Pemahaman ini merupakan hal yang perlu agar proses pendidikan Islam memandang
peserta didik secara utuh, tidak mengutamakan salah satu daya saja, tetapi semua daya
dikembangkan dan diarahkan secara integral dan harmonis
6) Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang
perlu dikembangkan secara terpadu. Fungsi pendidikan dalam hal ini adalah membantu dan
membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan dan mengarahkan potensi yang
dimilikinya, sesuai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tanpa harus mengabaikan fungsi-
fungsi kemanusiaannya.10

D. Tugas dan Tanggung jawab Peserta Didik

10
Dr.Toto Suharto,M.Ag, “Wacana Filosofis Tentang Komponen-Komponen Pendidikan Islam” dalam Filsafat
Pendidikan Islam;Menguatkan Epistimologi Islam dalam Pendidikan, Rose KR (Yogyakarta,: AR-RUZZ
MEDIA,2014), hlm.94

10
Agar pelaksanaan proses pendidikan Islam dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka
setiap peserta didik hendaknya, senantiasa menyadari tugas dan kewajibannya. Menurut Al-
Ghazali mengungkapkan tugas peserta didik antara lain:

a. Mensucikan diri dari akhlak dan sifat tercela

b. Keikhlasan menjadi seorang murid untuk belajar kepada seorang guru.

c. Memiliki tanggung jawab untuk berkonsentrasi, serius dalam belajar.

d. Tidak memiliki sifat sombong kepada guru dan ilmu.

e. Tidak mempelajari suatu ilmu secara keseluruhan sekaligus, melainkan memperhatikan


sistemtis mulai dari mudah.

f. Mempelajari ilmu disesuaikan dengan kebutuhan, tingkat, tahap perkembangan murid.

g. Mengetahui kedudukan ilmu terhadap tujuan agar tidak mendahulukan ilmu yang tidak
penting atas ilmu yang penting.

Sedangkan menurut Asma Hasan Fahmi tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi peserta
didik diantaranya adalah;

a. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.

b. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keimanan.
c. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.

c. Peserta didik hendaknya belajar secara bersungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.205

Selanjutnya ditambahkan Al-Abrasyi, bahwa di antara tugas dan kewajiban peserta didik
adalah:

a. Sebelum belajar, ia hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang
buruk.

b. Hendaknya bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air untuk mencari ilmu ke tempat
yang jauh sekalipun.

c. Jangan melakukan sesuatu aktivitas dalam belajar kecuali atas petunjuk dan izin pendidik.
d. Mema‟afkan guru (pendidik) apabila mereka bersalah, terutama dalam menggunakan
lidahnya.

11
e. Wajib bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan tekun dalam belajar.

f. Peserta didik wajib saling mengasihi dan menyayangi di antara sesamanya, sebagai wujud
untuk memperkuat rasa persaudaraan.hl.141

g. Peserta didik hendaknya senantiasa mengulang pelajaran dan menyusun jadwal belajar
yang baik guna meningkatkan kedisiplinan belajarnya.

h. Menghargai ilmu dan bertekad untuk terus menuntut ilmu sampai akhir hayat.

Maka dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa tugas dan tanggungjawab yang harus
diperhatikan peserta didik, diantaranya:

a) Mempunyai niat yang kuat untuk menuntut ilmu. Niat menuntut ilmu ini adalah untuk
mencari ridha Allah Swt. dan menegakkan kebenaran dengan ilmunya dimasa akan datang.

b) Memiliki kesungguhan dalam menuntut ilmu serta tidak mudah putus asa karena
berbagai rintangan yang datang menerpa. Menuntut ilmu memerlukan waktu yang panjang
maka butuh kesungguhan dan kesabaran.

c) Menghormati dan memuliakan guru atas ilmu yang telah diberikannya.

d) Senantiasa berterimakasih kepada orang tua atas pengorbanannya membesarkan dan


membekali ilmu yang bermanfaat.

e) Mengamalkan berbagai ilmu yang telah didapat di jalan yang di ridho oleh Allah Swt.11

PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat pendidikan islam adalah pembahasan tentang hakikat kemampuan muslim untuk
dapat dibina, dikembangkan,di bimbing, sehingga menjadi manusia yang seluruh pribadinya

11
Dr.Rahmat Hidayat,MA dan Henni Syafriana Nasution,MA,”Unsur-Unsur Dasar Pendidikan Islam” dalam
Filsafat Pendidikan Islam;Membangun Konsep Dasar Pendidikan Islam, Dr.Abdillah,S.Ag,M.Pd (Medan:
Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan IndonesiaLPPPI ,2016), hlm.141-142

12
dijiwai ajaran islam. Filsafat pendidikan juga merupakan ilmu yang mempelajari hakikat
pelaksanaan dan pendidikan, dalam hal ini mereka berpikir secara kritis.
Hakikat Pendidik adalah seorang yang mendidik, yang merupakan seseorang yang
memberikan ilmu dan pengetahuan bagi orang lain secara berkesinambungan. Pendidik juga
mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan peserta didik dengan upaya
mengembangkan seluruh kompetensi yang dimiliki oleh peserta didiknya, seperti potensi
afektif, kognitif, dan psikimotorik.
Hakikat peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani
yang belum mencapai tarap kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun
psikologisnya .Peserta didik adalah seseorang yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Peserta didik diartikan sebagai orang yang memerlukan pengetahuan atau ilmu,bimbingan
dan pengarahan.

B. Saran
Sebagai calon guru sudah sepantasnya kita memilih filsafat yang baik untuk kita terapkan
dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari supaya kita menjadi insan yang memahami
makna kehidupan ini dan supaya bisa menjadi uswatun hasanah ( suri tauladan ) bagi peserta
didik kita.

DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, A. Heris. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. (Rev. Ed). Jakarta Pusat : direktorat
jenderal pendidikan Islam departemen agama republik Indonesia.

13
Syar’i, Ahmad. 2020 Filsafat Pendidikan Islam. Palangkaraya : CV. Narasi Nara.
Hidayat, Rahmat dan Henni Syafriana Nasution. 2016. Filsafat Pendidikan Islam:
Membangun Konsep Dasar Pendidikan Islam. Medan : Lembaga Peduli Pengembangan
Pendidikan Indonesia (LPPPI).
Suharto, Toto. 2014. Filsafat Pendidikan Islam (Menguatkan Epistemologi Islam Dalam
Pendidikan). (Rev. Ed). Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.

14

Anda mungkin juga menyukai