Anda di halaman 1dari 15

Komponen Pendidikan Agama Islam Neo Konvensional

(Makalah Ini dibuat Untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Metodologi Pendidikan
Agama Islam)
Dosen Pengampu: Devi Fatwanti, M.Pd

Disusun Oleh:

Robi Ramdan Islamy NIM (21.1.2319 )


Siti Nafissah NIM ( 21.1.2316 )
Muhammad Wildan NIM (21.2.2332)

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM DEPOK AL – KARIMIYAH
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan kami kenikmatan, sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Shalawat
serta salam, kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membebaskan umat
darimasa kejahiliyahan.

Makalah ini penting untuk dibahas pada kali ini, mata kuliah Metodologi Pendidikan
Agama Islam, yang mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi
pemakalah. Pemakalah menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari berbagai pihak yang sifatnya
membangun dan untuk perbaikan makalah yang akan datang. Semoga, makalah ini
memberikan manfaat, khususnya bagi pemakalah dan pembaca pada umumnya. Aamiin.

Depok,11 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidikan Agama Islam ............................................................... 3

B. Komponen Pembelajaran ............................................................................. 5

C. Kondisi Anak Didik ....................................................................................... 7

D. Faktor Faktor Pendidikan Agama Islam..................................................... 9

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 10

B. Saran ............................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Materi Pendidikan Agama merupakan bagian penting dalam kurikulum pendidikan


nasional yang wajib diselenggarakan, di samping pendidikan Pancasila dan pendidikan
kewarganegaraan. Pendidikan Agama wajib diselenggarakan pada setiap jenjang pendidikan
formal sesuai dengan agama yang dipeluk oleh peserta didik. Ini berarti bahwa kedudukan
Pendidikan Agama sangat penting.

Pentingnya Pendidikan Agama, bukan hanya karena isi atau materi Pendidikan Agama
itu sendiri yang harus disampaikan kepada peserta didik, akan tetapi juga diharapkan dengan
kehidupan beragama akan dapat terwujud secara terpadu antara dimensi kehidupan satu
dengan yang lain secara utuh dalam setiap individu warga negara. Pendidikan Agama tidak
hanya sekadar menyampaikan ajaran agama kepada peserta didik, tetapi juga menamakan
komitmen terhadap ajaran agama yang dipelajarinya. Ini jelas berbeda dengan materi pelajaran
lain, yang hanya menekankan pada penguasaan materi semata-mata. Dalam Pendidikan Agama,
aspek ilmu dan amal harus menyatu, keduanya-duanya harus berjalan seimbang. Sebagaimana
penjelasan dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Agama
merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan
memperhatikan.

Untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukuman antar umat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Oleh karena itu Pendidikan Agama
memerlukan pendekatan pengajaran yang berbeda dari pendekatan subjek pelajaran lain1.
Untuk menanamkan penguasaan materi dan juga menanamkan komitmen, maka metode
yang dipergunakan dalam pengajaran pendidikan Agama harus mendapat perhatian yang
seksama dari pendidik agama. Mengapa demikian? Karena metode sangat berarti atas
keberhasilan suatu materi pelajaran. Metode tidak hanya berpengaruh pada peningkatan
penguasaan materi tentang ajaran agama, tetapi juga pada pananaman komitmen beragama.

1
Reorientasi Manajemen Pembelajaran PAI dan Deradikalisasi Agama Fatah Syukur WalisongoWalisongo,
Volume 23, Nomor 1, Mei 2015 117
1
Komponen-komponen pembentuk sistem pendidikan Islam adalah tujuan, pendidik
(guru), peserta didik, materi, metode dan evaluasi. Guru merupakan salah satu komponen
manusiawi yang memiliki peranan besar dalam membentuk sumber daya manusia, karena
berperan sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing yang mengarahkan sekaligus menuntun
siswa dalam belajar (Minarti, 2013: 107).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
BAB IV Pasal 8 menegaskan bahwa, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan Pendidikan nasional. Pasal 10 ayat 1 menegaskan bahwa, kompetensi guru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Persepsi guru di
era modern ini rupanya sudah mulai goyang dan rapuh. Hal ini teridentifikasi dari beberapa
persepsi dan fakta di lapangan. Guru di era ini tidak banyak lagi yang mempersepsikan dirinya
sebagai pengemban amanat yang suci dan mulia, mengembangkan nilai-nilai multipotensi anak
didik, tetapi mempersepsikan dirinya sebagai seorang petugas semata yang mendapatkan gaji
baik dari negara, maupun organisasi swasta dan mempunyai tanggung jawab tertentu yang harus
dilaksanakan. Bahkan kadang-kadang muncul sifat egoisme bahwa ketika seorang guru akan
melakukan tugasnya termotivasi oleh sifat yang materialis dan pragmatis yang tidak lagi
termotivasi oleh rasa keikhlasan panggilan mengembangkan fitrahnya dan fitrah anak didiknya.
Selain itu, guru kurang lagi memosisikan dirinya sebagai seorang figur teladan yang perlu ditiru.
Ditiru atau tidak, yang jelas ia sudah melaksanakan tugas transfer ilmu pengetahuan kepada anak
didiknya (Suwito, 2005: 4-5)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hakikat Pendidikan Agama Islam?
2. Bagaimana Komponen Pembelajaran?
3. Bagaimana Kondisi Peserta Didik?
4. Apa Saja Faktor – Faktor Pendidikan Agama Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Hakikat Pendidikan Agama Islam?
2. Untuk mengetahui Komponen Pembelajaran?
3. Untuk mengetahui Bagaimana Kondisi Peserta Didik?
4. Untuk mengetahui Apa Saja Faktor – Faktor Pendidikan Agama Islam?

ii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidikan Agama Islam

Secara umum konsep pendidikan Islam mengacu pada makna asal kata yang
membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungannya dengan ajaran Islam.
Dalam hal ini akan dirunut hakikat pendidikan Islam yang sekaligus menggambarkan apa
yang dimaksud dengan pendidikan menurut pengertian secara umum. Pendidikan Islam
berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai
dan mewarnai corak kepribadiannya, dengan kata lain pendidikan Islam adalah suatu
sistem kependidikannya yang mencaku pseluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh
hamba Allah sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan
manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Ada tiga istilah yang lazim digunakan dalam
pendidikan Islam, yaitu2:
1. Tarbiyah
Prinsip-prinsip dasar pengertian tarbiyah dalam Islam adalah pertama, bahwa
murabbi (pendidik) yang sebenarnya hanyalah Allah, karena Dia Pencipta fitrah, potensi
kekuatan dan kelemahan, dan paling tahu tentang hakikat manusia itu sendiri, karenanya perlu
dipelajari terus menerus siapa sebenarnya manusia itu sesuai dengan perintah Tuhan. Kedua,
penumbuhan dan pengembangan secara sempurna semua dimensi manusia baik materi,
seperti fisiknya, maupun materi seperti akal, hati, kehendak, kemauan adalah tanggung
jawab manusia sebagai konsekuensi menjalankan fungsinya sebagai hamba Tuhan
dansebagai fungsi khalifah. Ketiga, dalam proses tarbiyah seharusnya mengambil nilai dan
dasarnya dari Al-Qur’an dan Sunnah dan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang
digariskan-Nya. Keempat, setiap aktivitas tarbiyah mengarah kepada penumbuhan, perbaikan,
kepemimpinan, atau penjagaan setiap dimensi dalam diri manusia, baik aktivitas itu
direkayasa atau secara natural. Kelima, tarbiyah yang direkayasa mengharuskan adanya
rencana yang teratur, sistematis, bertahap, berkelanjutan dan fleksibel. Keenam, bahwa
yang menjadi subjek sekaligus objek dalam aktivitas tarbiyah adalah manusia. Ketujuh,
bahwa katatar biyah tida terbatas pengetiannya sebagai sekedar transfer ilmu, budaya, tradisi,
dan nilai tetapi juga pembentukan kepribadian (transformatif) yang dilakukan secara
bertahap.

2
Langgulung, Hasan,, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husada, 1988), hlm 6
3
2. Ta’dib
Berasal dari istilah Ta’dib ( ‫ ) بيدءاتتتت‬berasal dari kata adabaya’dubu yang
berarti melatih, mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik dan sopan santun.
Secara terminologi Ta’dib merupakan usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi
sedemikian rupa sehingga mendorong dan memotivasi setiap individu untuk berperilaku dan
berperadaban yang baiksesuai yang diharapkan3. Sebagai pengenalan dan pengakuanyang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusiatentang tempat-tempat yang tepat
dari segala sesuatu di dalamtatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini
membimbingke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat didalam tatanan wujud
dan kepribadian.
3. Rasyid Ridha
Mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan
pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Jalal memberikan
alasan bahwa proses taklim lebih umum dibandingkan dengan proses tarbiyah. Pertama,
ketika mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah SAW tidak
terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan membaca dengan
perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah
sehingga terjadi pembersihan diri (tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan
dirinya dalam kondisi siap menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang
belum diketahuinya dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya. Kedua, kata
taklim tidak berhenti hanya kepada pencapaian pengetahuan berdasarkan prasangka atau yang
lahir dari taklid semata-mata, ataupun pengetahuan yang lahir dari dongengan hayalan dan
syahwat atau cerita-cerita dusta. Ketiga, kata taklim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang
baik. Dengan demikian kata taklim menurut Jalal mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik dan berlangsung sepanjang hayat serta tidak terbatas pada masa bayi dan kanak-
kanak, tetapi juga orang dewasa. Sementara itu Abrasyi, menjelaskan kata taklim hanya
merupakan bagian dari tarbiyah karena hanya menyangkut domain kognitif. Al-Attas
menganggap kata taklim lebih dekat kepada pengajaran atau pengalihan ilmu dari guru
kepada pembelajaran, bahkan jangkauan aspek kognitif tidak memberikan porsi pengenalan
secara mendasar4.

3
Ibid…13
4
Arifin HM., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm 34
ii
B. Komponen Pembelajaran
Pembelajaran dikatakan sebagai suatu sistem karena pembelajaran adalah kegiatan
yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan
yang melibatkan berbagai komponen yang satu sama lain saling berinteraksi dan berinterelasi,
dimana guru harus memanfaatkan komponen tersebut dalam proses kegiatan untuk mencapai
tujuan yang ingin direncanakan5.

Gagne (1977a, 1977b) mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat acara peristiwa


eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar, yang sifatnya
internal.6
Sebagai sebuah sistem, belajar mengajar tentu saja mempunyai sejumlah komponen yang
meliputi komponen utama dan komponen penunjang. Komponen utama terdiri dari; tujuan,
materi atau bahan pelajaran, pendidik, dan anak didik. Sedangkan komponen penunjang terdiri
dari; metode, alat dan evaluasi pembelajaran7.
1. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tujuan dalam
pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dengan perkataan lain,
dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada anak didik. Nilai-nilai itu
nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik
disekolah maupun di luar sekolah.
Ny. Dr. Roestiyah N.K. (1989: 44) mengatakan bahwa suatu tujuan pengajaran adalah
deskripsi tetang penampilan perilaku (perfomance) murid-murid yang kita harapkan setelah
mereka mempelajari bahan pelajaran yang kita ajarkan. Suatu tujuan pengajaran mengatakan
suatu hasil yang kita harapkan dari pengajaran itu dan bukan sekedar suatu proses itu sendiri8.
2. Mengadakan penilaian pendahuluan
Pada langkah ini, guru memeriksa perilaku awal siswa, langkah ini didasarkan atas konsep
belajar yang dimanifestasikan dalam perubahan. Hal ini untuk mengetahui ada atau tidaknya
perubahan pada diri siswa dengan membandingkan antara kondisi awal dengan kondisi akhir
setelah belajar. Disamping itu dengan penilaian pendahuluan, guru dapat mnegetahui keadaan
setiap pelajar yang mungkin memerlukan variasi tujuan dan prosedur pembelajaran9.
3. Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar.
Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok

5
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2008), 59
6
argareth E. Bell Gredler, Belajar Dan Pembelajaran(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1991),hlm.207
7
Zaenal Mustakim, Strategi & Metode Pembelajaran(Yogyakarta: Gama Media Yogyakarta,2009).hlm.50
8
Ibid.,hlm.48-49
9
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar(Ciputat : PT.Ciputat Press, 2005),hlm.35-36
5
dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut
bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya).
Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat
membuka wawasan seorang guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan
pelajaran pokok. Bahan penunjang ini biasanya bahan yang terlepas dari disiplin keilmuan guru,
tetapi dapat digunakan sebagai penujang dalam menyampaikan bahan pelajaran pokok.
Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus disesuaikan dengan bahan pelajaan pokok yang
dipegang agar dapat memberikan motivasi kepada sebagian besar atau semua anak didik10.
4. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Dalam kegiatan belajar
mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai
mediumnya. Interaksi dikatakan maksimal bila interaksi itu terjadi antara guru dengan semua
anak didik, antara anak didik dengan guru, dan antara anak didik dengan anak didik dalam rangka
bersama-sama mencapai tujuan yang ditetapkan bersama.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya memperhatikan perbedaan individual
anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Pemahaman terhadap ketiga
aspek tersebut akan merapatkan hubungan guru dengan anak didik., sehingga memudahkan
melakukan pendekatan mastery learning dalam mengajar. Mastery learning adalah salah satu
strategi belajar mengajar pendekatan individual.
5. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Prof. Dr Winarto Surakhmad M. Sc. Ed, mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi
penggunaan metode mengajar sebagai berikut :
1) Tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya
2) Anak didik yang berbagai tingkat kematangannya.
3) Situasi yang berbagai keadaanya
4) Fasilitas yang berbagai kualitas dan kuantitasnya.
5) Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
6. Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat
mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha
mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan.
Alat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu pengajaran. Yang dimaksud
dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan dan sebagainya. Sedangkan alat batu
pengajaran adalah berupa glone, papan tulis, kapur tulis, gambar, diagaram, slide, vidio, dan
sebagainya. Ahli lain membagi alat pendidikan dan mengajaran menjadi alat material dan non

10
Zaenal Mustakim.,Op.Cit,hlm.50-51
ii
material11.

7. Sumber Pelajaran
Yang dimaksud sumber-sumber bahan dan pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar sseorang.
Dengan demikian, sumber pelajaran merupakan bahan/ materi untuk menambah ilmu
pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar.
Macam-macam sumber belajar:
a. Manusia (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat)
b. Buku atau perpustakaan
c. Mass media (majalah, surat kabar, tv, radio)
d. Alat pengajaran (peta, buku pelajaran, papan tulis, kapur, dan lain-lain)
e. Museum
f. Alam lingkungan
g. Aktivitas (karya wisata, simulasi)12
8. Evaluasi
Menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan
nilai dari sesuatu. Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus .
a) Tujuan umum
1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai
tujuan yang diharapkan.
2) Memungkinkan pendidik/guru menialai aktivitas/ pengalaman yang didapat.
3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan13
b) Tujuan khusus
1) Merangsang kegiatan siswa
2) Menentukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan
3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan Tuhan, perkembangan dan bakat siswa yang
bersangkutan.
4) Memperolah bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan
lemabaga pendidikan.
5) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/ cara belajar dan metode mengajar14

C. Kondisi Anak Didik

11
Ibid.,hlm.51-53
12
Syaiful Bahri Djamarah Dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar(Jakarta: PT.Renika Cipta, 1996),hlm.57-58
13
Ibid.,hlm.58
14
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),hlm.67-70
7
Kondisi anak didik dalam komponen pendidikan Agama Islam neo-konvensional sangat
penting dan memainkan peran kunci dalam pengembangan pendidikan yang efektif. Berikut
adalah beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam kondisi anak didik dalam konteks
pendidikan Agama Islam neo-konvensional:

1) Keanekaragaman Siswa: Pendidikan Agama Islam neo-konvensional seringkali


dihadapkan pada siswa dengan beragam latar belakang budaya, agama, dan
pemahaman Islam. Guru harus memahami keanekaragaman ini dan menghormati
berbagai pandangan dan keyakinan yang dimiliki oleh siswa.

2) Kecerdasan dan Gaya Belajar: Guru dalam pendidikan Agama Islam neo-
konvensional harus memahami perbedaan dalam gaya belajar dan tingkat kecerdasan
siswa. Mereka harus menggunakan metode pengajaran yang beragam untuk memenuhi
kebutuhan beragam siswa, termasuk metode visual, auditif, dan kinestetik.

3) Kondisi Sosial dan Ekonomi: Guru juga harus mempertimbangkan kondisi sosial dan
ekonomi siswa. Beberapa siswa mungkin menghadapi tantangan ekonomi atau sosial
yang dapat mempengaruhi ketersediaan waktu dan sumber daya mereka untuk belajar
Agama Islam. Dalam hal ini, pendekatan yang lebih inklusif dan fleksibel dapat
diterapkan.

4) Tingkat Pemahaman dan Pengetahuan Awal: Guru harus menilai tingkat


pemahaman dan pengetahuan awal siswa tentang Agama Islam. Ini dapat membantu
dalam menyesuaikan materi pengajaran agar sesuai dengan tingkat pemahaman siswa
dan menghindari pembelajaran yang terlalu mudah atau terlalu sulit.

5) Keterlibatan Orang Tua dan Wali: Orang tua dan wali murid juga memainkan peran
penting dalam pendidikan Agama Islam neo-konvensional. Guru perlu berkomunikasi
secara efektif dengan orang tua untuk membangun kerjasama dalam pembinaan
karakter dan pemahaman agama anak-anak.

6) Pengembangan Karakter dan Etika: Pendidikan Agama Islam neo-konvensional


harus membantu siswa dalam pengembangan karakter dan etika yang baik. Guru perlu
memperhatikan aspek moral dan etis dalam pengajaran, dan siswa harus diajarkan
untuk menerapkan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.

7) Kemampuan Berpikir Kritis: Kondisi anak didik dalam komponen pendidikan


Agama Islam neo-konvensional juga mencakup pengembangan kemampuan berpikir
kritis. Siswa harus didorong untuk bertanya, merenung, dan memahami ajaran agama
Islam secara mendalam.

8) Kesadaran terhadap Isu-Isu Kontemporer: Siswa harus dilibatkan dalam


pemahaman isu-isu kontemporer yang relevan dengan agama Islam, seperti isu sosial,
lingkungan, dan hak asasi manusia. Mereka harus diajarkan cara mengaitkan ajaran
agama Islam dengan isu-isu ini.

ii
9) Pemahaman terhadap Teknologi dan Media Sosial: Kondisi anak didik juga
mencakup pemahaman terhadap teknologi dan media sosial, yang merupakan bagian
integral dari dunia modern. Siswa perlu diberikan panduan tentang penggunaan
teknologi yang etis dan bijaksana dalam konteks agama Islam.

Kondisi anak didik dalam pendidikan Agama Islam neo-konvensional perlu diperhatikan
dengan seksama agar pendidikan dapat menjadi pengalaman yang bermakna dan relevan bagi
siswa. Ini akan membantu dalam pengembangan pemahaman agama Islam yang lebih dalam dan
aplikasi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.

D. Faktor Faktor Pendidikan Agama Islam

Dalam melaksanakan pendidikan agama, perlu diperhatikan adanya faktor-faktor


pendidikan yang ikut menentukan keberhasilan pendidikan agama tersebut. Faktor-Faktor
Pendidikan itu ada 5 macam, dimana faktor-faktor yang satu dengan yang lainnya mempunya
hubungan yang erat. Kelima faktor tersebut adalah :
1. Anak didik.
2. Pendidik.
3. Tujuan Pendidikan.
4. Alat-alat pendidikan.
5. Millieu/lingkungan[1]

Jadi dapat disimpulkan bahwa factor-faktor Pendidikan Islam adalah sesuatu yang ikut
menentukan keberhasilan Pendidikan Islam yang memiliki beberapa bagian yang saling
mendukung satu sama lainnya. Faktor-faktor Pendidikan Islam selanjutnya juga disebut dengan
komponen-komponen pendidikan15
Menurut Toto Suharto dalam bukunya filsafat pendidikan Islam dengan memodifikasi
konsepsi noeng muhadjir,… mengungkapkan secara filosofis komponen-komponen pokok
pendidikan islam kedalam lima komponen, yaitu:
a. tujuan pendidikan,
b. pendidik
c. peserta didik,
d. kurikulum pendidikan,
e. metode pendidikan, dan konteks pendidikan.
Komponen ini adalah merupakan sebuah system, artinya kelima komponen itu merupakan
satu kesatuan pendidikan yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi berkaitan satu sama lainnya,
sehingga terbentuk satu kebulatan yang utuh dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

15
Toto Suharto, Op.Cit.Hal. 111
9
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam komponen pendidikan Agama Islam neo-konvensional menghadirkan


pendekatan yang lebih modern dan relevan dalam pengajaran Agama Islam. Pendidikan ini
menekankan integrasi teknologi, pemahaman kontemporer, inklusivitas, dan pengembangan
kemampuan berpikir kritis.

B. Saran

Diharapkan dengan dibuatnya makalah tentang Komponen Pendidikan Agama Islam


Neo Konvensional ini dapat membuat kita Para Pembaca , memahami bagaimana
pentingnya mempelajari mata kuliah Metodologi Pendidikan Agama Islam yang akan kita
gunakan pada saat kita dimasyarakat kelak

ii
DAFTAR PUSTAKA

• Reorientasi Manajemen Pembelajaran PAI dan Deradikalisasi Agama Fatah Syukur


WalisongoWalisongo, Volume 23, Nomor 1, Mei 2015 117
• Langgulung, Hasan,, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husada, 1988), hlm 6
• Arifin HM., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm 34
• Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta:
Kencana, 2008), 59
• argareth E. Bell Gredler, Belajar Dan Pembelajaran(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,1991),hlm.207
• Zaenal Mustakim, Strategi & Metode Pembelajaran(Yogyakarta: Gama Media
Yogyakarta,2009).hlm.50
• Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar(Ciputat : PT.Ciputat Press, 2005),hlm.35-36
• Zaenal Mustakim.,Op.Cit,hlm.50-51
• Syaiful Bahri Djamarah Dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar(Jakarta: PT.Renika Cipta,
1996),hlm.57-58
• Ibid.,hlm.58
• Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),hlm.67-70
• Toto Suharto, Op.Cit.Hal. 111

11

Anda mungkin juga menyukai