Anda di halaman 1dari 27

1

MAKALAH

LANDASAN RELIGIUS PENDIDIKAN


DALAM BINGKAI QAUL ULAMA TERDAHULU

Disusun Oleh :
Nama : BUDIANUR,S.Pd
NIP :
Tempat Tugas :

SEKOLAH DASAR NEGERI 2 BATUAH


TAHUN PELAJARAN 2019/2020

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia,

rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul

“Landasan Religius Pendidikan Dalam Bingkai Qaul Ulama Terdahulu“.

Dengan terselesaikannya Makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu dan memberikan bantuan dalam pembuatan

makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Dengan keterbatasan ilmu yang dimiliki, penulis sadar bahwa makalah ini masih

banyak kekurangannya, untuk itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang sifatnya

membangun.

Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang lain

dan khususnya bagi penulis sendiri.

Batuah, Maret 2015


Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran ..................................... 4
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran ................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pembelajaran PKn di SD ................................................................. 6
B. Pengertian Hasil Belajar .................................................................. 7
C. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) .......................... 8
D. Metode Bermain Peran .................................................................... 10
1. Pengertian Bermain Peran ......................................................... 10
2. Tujuan Penggunaan Bermain Peran ......................................... 11
E. Penggunaan Model Bermain peran dalam Mata Pelajaran PKn ..... 11
F. Langkah-langkah Penerapan Metode Bermain Peran Dalam
Pelajaran PKn .................................................................................. 12

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ........................................................................................ 35
B. Saran Tindak Lanjut ........................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari


religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan
atau studi pendidikan. Seseorang yang tidak memahami agama tidak akan mampu
mengembangkan pengetahuan yang mereka dapat. Seperti yang kita ketahui ilmu
tanpa agama akan menjadi buta, dan agama tanpa ilmu akan menjadi lumpuh.
Dalam mengembangkan ilmu yang kita dapatkan, maka peranan agama sangat
berpengaruh.Sehingga ajaran agama dan ilmu yang kita dapatkan harus berjalan
dengan seimbang. Selain itu ilmu juga bisa kita dapatkan pada kitab suci, seperti
umat Hindu dapat mempelajari kitab suci Weda untuk mendapatkan ilmu, dan
dapat mengembangkannya sesuai dengan ajaran – ajaran kitab suci tersebut.

Kepentingan pendidikan agama tidak hanya berorientasi pada cita – cita


intelektual saja, namun tidak melupakan nilai – nilai keTuhanan, individual dan
sosial dan tingkah laku kesehariannya. Apalagi apabila pendidikan keagamaan
dilaksanakan pada semua jejang dan jenis pendidikan menjadi suatu kewajiban dan
keharusan. Sebagaimana terdapat dala UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sindiknas
pasal 30 ayat 3 : “ pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur
pendidikan formal, non-formal dan informal”. Pasal ini mengimplikasi bahwa pada
setiap jenjang pendidikan harus di adakannya pendidikan keagamaan.

Oleh karena itu, Tafsir menjelaskan bahwa pendidikan agama itu tidak akan
berhasil apabila hanya diserahkan pada guru agama saja. Karena inti dari
pendidikan keagamaan itu, selain dari hafal juga mencakup keimanan dan
ketakwaan, maka pendidikan keagamaan juga merupakan tugas bersama antara
guru, sekolah, orang tua dan masyarakat. Dalam artian, harus adanya keterpaduan
baik keterpaduan tujuan, materi, proses dan lembaga.

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi


peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi
itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar
pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan

1
2

menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis.


guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Yang sudah barang tentu dalam
menjalankan kelanjutan pendidikan tersebut harus ada alat sebagai pegangan yang
salah satunya adalah adanya kurikulum. Manusia sebagai makhluk Tuhan telah
banyak diberi karunia, yaitu berbagai kemampuan dasar baik yang bersifat jasmani
maupun rohani yang dapat ditumbuh kembangkan secara optimal. Dengan
kemampuan tersebut diharapkan manusia mampu mempertahankan serta
memajukan kehidupan ke arah yang lebih baik. Kemampuan dasar yang dimiliki
manusia dalam sejarah kehidupan dan pertumbuhan merupakan modal dasar untuk
memenuhi berbagai kebutuhan dalam kehidupan. Pendidikan merupakan sarana
(alat) yang menentukan sampai dimana titik optimal kemampuan tersebut dapat
tercapai.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana landasan atau sumber pendidikan ?

b. Jelaskan ulama yang terkenal dengan Qaul Qadim dan Qaul Jadid ?

c. Bagaimana mengenal Qaul Qadim dan Qaul Jadid ?

d. Jelaskan Sejarah nya?

C. Tujuan Penulisan

a. Mengetahui apa saja landasan atau sumber pendidikan

b. Membuka wawasan pada pendidikan.

c. Mengetahui ulama yang terkenal dengan Qaul Qadim dan Qaul Jadid

d. Dapat menjelaskan bagaimana mengenal Qaul Qadim dan Qaul Jadid

e. Mengetahui Sejarah nya

D. Manfaat Penulisan

a. Memperdalam Ilmu Tentang Landasan Religius Pendidikan Dalam Bingkai


Qaul Ulama Terdahulu

b. Menambah pengetahuan tentang landasan religius pendidikan.

c. Memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. SUMBER ATAU LANDASAN PENDIDIKAN

Pendidikan islam merupakan kebutuhan mutlak untuk dapat melaksanakan islam


sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Sumber pendidikan islam adalah semua
bahan dan acuan yang dapat dijadikan pijakan atau rujukan, atau titik tolak dalam usaha
kegiatan dan pengembangan pendidikan yang didalamnya terdapat ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai yang akan dijadikan patokan kedalam ilmu pendidikan islam. Adapun
sumber Ilmu Pendidikan itu adalah :

1. Al-Qur’an

Al-Qur'an sebagai sumber dari Pendidikan Agama Islam karena dalam al-Qur'an
meliputi kekuasaan Allah, cerita orang-orang terdahulu, hukum amali yang berkaitan
dengan perkataan pepatah, tingkah laku apapun yang timbul dari manusia.

Sedangkan keistimewaan Al-Qur'an dalam usaha pendidikan manusia adalah :

a. Menghormati akal manusia termasuk dalam soal aqidah, perintah dan


kewajiban banyak ayat Al-Qur'an yang mengajak manusia untuk
menggunakan akalnya misalnya : diantara syarat sah shalat adalah kita harus
berkata, tidak boleh dalam keadaan mabuk.

b. Bimbingan ilmiah Meskipun pendidikan memerlukan teori sebagai pedoman,


tapi teori itu timbul dari realitas tertentu yang bertujuan menyelesaikan
masalah-masalah manusia. Dalam Al-Qur'an terdapat banyak masalah
metafisika, tetapi sebenarnya hal tersebut merupakan jawaban dari persoalan
bangsa Arab waktu itu. Salah satunya adalah Surat Al-Isra’ ayat 85 :

Artinya : Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu
Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit".

c. Tidak menentang fitrah manusia Dalam pembentukan dasar-dasar hukum,


pokok pangkal aturan dan berbagai segi kehidupan, Al-Qur'an menjaga
penuh prinsip-prinsip ini, misalnya dalam pengharaman arak adalah dengan
bertahap, sampai masyarakat siap untuk menerimanya.

4
5

d. Penggunakan cerita-cerita untuk tujuan pendidikan disamping sebagai


hiburan, cerita-cerita ini bisa dijadikan model atau tauladan bagi
pembentukan watak dan tingkah laku manusia.

2. As-Sunnah (Hadits)

As-Sunnah menurut pengertian bahasa berarti tradisi yang bisa dilakukan, atau
jalan yang dilalui (al-thariqah al-maslukah) baik yang terpuji maupun yang tercela. As-
Sunnah adalah "segala sesuatu yang dinukilkan kepada Nabi SAW. berikut berupa
perkataan, perbuatan, taqrir-nya, ataupun selain dari itu.”1 Termasuk “selain itu”
(perkataan, perbuatan, dan ketetapannya) adalah sifat-sifat, keadaan, dan cita-cita
(himmah) Nabi SAW., yang belum kesampaian. Misalnya, sifat-sifat baik beliau,
silsilah (nasab), nana-nama dan tahun kelahirannya yang ditetapkan oleh para ahli
sejarah, dan cita-cita beliau.

Robert L. Gullick dalam Muhammad the Educator menyatakan: "Muhammad


betul-betul seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan
kebahagiaan yang lebih besar serta melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong
perkembangan budaya Islam, serta revolusi sesuatu yang mempunyai tempo yang tak
tertandingi dan gairah yang menantang. Dari sudut pragmatis, seseorang yang
mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara para pendidik.2
Kutipan itu diambil dari ensiklopedia yang melukiskan Nabi Muhammad SAW. sebagai
seorang nabi, pemimpin, militer, negarawan, dan pendidik umat manusia.

3. Sejarah Islam

Sejarah Islam mempakan segala dinamika kehidupan dan hasil karya masa
lampau yang pernah dan terus dikembangkan dalam kehidupan umat Islam secara terus-
menerus. Semuanya ini akan memberikan gambaran bagi pembinaan dan
pengembangan pendidikan Islam yang dapat dijadikan landasan sebagai sumber penting
pendidikan Islam. Sejarah Islam bermakna juga terhadap berbagai persoalan yang
diungkap al-Qur‟an mengenai pengalaman hidup manusia masa lalu, ataupun sejarah
(peradaban) Islam sejak Nabi Muhammad Saw., periode klasik, periode pertengahan,
periode kejayaan dan kemunduran serta periode kebangkitan kembali kehidupan Islam
di zaman modern sekarang ini.

1
Masjfuk Zuhdi, Pengantar 11mit Hadits, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1978), h. 13-14.
2
Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung : Mizan, 1991), h. 113.
6

Meskipun sejarah menyangkut persoalan masa lampau, akan tetapi berbagai


pemikiran, dinamika dan realitas yang terjadi dapat menjadi cermin dalam melihat
berbagai korelasi kenyataan dan perkembagan sekarang. Bukan itu saja, bahkan
kehadiran sejarah juga dapat menjadi cerminan dalam rangka menata suatu kehidupan
dan prospek ke dapan bagi umat manusia. Di sinilah pentingnya sejarah Islam yang
tentunya tidak lepas dari berbagai sejarah kehidupan umat manusia lainnya menjadi
bagian integral dalam rangka menjadikan dasar sekaligus sumber pendidikan Islam.

4. Perkataan, Perbuatan dan Sikap para Sahabat

Sikap dan perbuatan para sahabat serta ijtihad para ulama disebut sebagai dasar
tambahan. Dasar tambahan ini dapat dipakai selama tidak bertentangan dengan dasar
pokok. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan pendidikan yang dilakukan para
sahabat. Pada masa Khulafaal- Rasyidin misalnya sumber pendidikan dalam Islam
sudah mengalami perkembangan. Selain Al-Qur’an dan Sunnah, digunakan juga
perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat sebagai dasar pendidikan yang dibangun.
Perkataan para sahabat dan ulama dapat dipegangi karena Allah sendiri di dalam Al-
Qur’an yang memberikan pernyataan, bahwa :

Artinya : orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.
mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah [09] : 100)

Para sejarahwan mencatat, bahwa perkataan dan sikap para sahabat yang
dijadikan sebagai dasar pendidikan dalam Islam di antaranya adalah:

a. Setelah Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah ia mengucapkan pidato sebagai


berikut: “Hai manusia, saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu,
padahal aku bukan terbaik di antara kamu jika aku menjalankan tugasku dengan
baik, ikutilah aku, tetpi jika aku berbuat salah, betulkanlah aku, orang yang
kamu pandang kuat saya pandang lemah sehingga aku dapat mengambil hak dari
padanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah aku pandang kuat
sehingga aku dapat mengembalikan haknya. Hendaklah kamu taat kepadaku
selam aku taat kepada Allah dan Rasulnya, tetapi kamu juga tidak mentaati
Allah dan Rasulnya kamu tak perlu mentaati aku.

6
7

b. Umar Ibn Khatab terkenal dengan sifatnya yang jujur, adil, cakap, berjiwa
demokrasi yang dapat dijadikan panutan masyarakat. Sifat-sifat Umar ini
disaksikan dan dirasakan sendiri oleh masyarakat pada wakru itu. Sifat-sifat
seperti sangat perlu dimiliki oleh seorang pendidik. Sebab, di dalamnya
terkandung nilai-nilai paedagogis dan keteladanan yang baik untuk ditiru dan
dikembangkan. Hal ini seirama dengan pendapat Muhammad Salih Samak yang
menyatakan bahwa, “ Contoh teladan yang baik dan cara guru memperbaiki
pelajarannya, serta kepercayaan yang penuh kepada tugas, kerja, akhlak dan
agama adalah kesan yang baik untuk sampai kepada matlamat pendidikan
agama”.

c. Usaha-usaha para sahabat dalam pendidikan Islam sangat menentukan bagi


perkembangan pendidikan Islam sampai sekarang, di antaranya :

1) Abu Bakar melakukan kodifikasi Al-Qur’an.


2) Umar bin Khatab sebagai bapak reaktuator terhadap ajaran Islam yang dapat
dijadikan sebagai prinsif strategi pendidikan.

3) Usman bin Affan sebagai bapak pemersatu sistematika penulisan ilmiah


melalui upaya mempersatukan sistematika penulisan Al-Qur’an. Ali bin Abi
Thalib sebagai perumus konsep-konsep pendidikan.

Menurut Fazlur Rahman, para sahabat Nabi memiliki karakteristik yang berbeda
dari kebanyakan orang. Karakteristik yang berbeda itu di antaranya :

1) Sunnah yang dilakukan para sahabat tidak terpisah dari sunnah Nabi.

2) Kandungan khusus yang actual atas sunnah sahabat sebagian besar


merupakan produk ijtahadi sahabat.

3) Unsur kreatif dari kandungan pemikiran sahabat merupakan ijtihad personal.


Yang mengalami kristalisasi menjadi ijma’ berdasarkan petunjuk dari Nabi
terhadap sesuatu yang bersifat spesifik.

4) Praktik amaliah sahabat identik dengan ijma’ ulama.3

5. Realitas Kehidupan

3
Muhammad Fadhil Jamali, dalam Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam:
telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya, (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), h.108
8

Realitas kehidupan adalah berbagai kenyataan (realitas) yang tampak dalam


kehidupan secara keseluruhan terutama menyangkut manusia dengan segala
dinamikanya, kenyataan alam (alam semesta) dengan segala ketersediaannya, serta
kenyataan kehidupan berbagai makhluk di atas planet alam raya. Dengan demikian,
realitas ini menyangkut kehidupan manusia dan berbagai makhluk lainnya serta alam
semesta ini semuanya merupakan sumber dalam rangka pengembangan pendidikan
Islam.

Realitas kehidupan merupakan bagian yang amat penting untuk dilihat dan
dicermati dalam kerangka pengembangan suatu pola pendidikan yang dikehendaki.
Adanya berbagai perkembangan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan i1mu
pengetahuan serta realitas kehidupan alam semesta kesemuanya merupakan aspek-aspek
penting yang tidak boleh dilupakan dalam kerangka pengembangan suatu pendidikan.
Semua persoalan ini tentu saja memiliki hubungan dan tidak terlepas dari berbagai
aspek sumber dasar pendidikan Islam lainnya. Di sinilah perlunya korelasi dan integrasi
berbagai dasar dan sumber pendidikan Islam di atas yang mesti dilihat secara utuh,
interaktif dan integratif. Untuk itulah pentingnya realitas kehidupan menjadi salah satu
bagian penting menjadi dasar sekaligus sumber dalam kerangka pendidikan Islam.

Kita juga sering mengenal sebutan ayat-ayat qauliyat (yang diwahyukan) dan
ayat-ayat kauniyah (yang diciptakan). Maksudnya tanda-tanda keilmuan itu bukan saja
ayat-ayat tertulis dalam al-Qur’an melainkan juga ayat-ayat (tanda-tanda) yang
terhampar luas dalam alam hidup dan kehidupan im menyangkut interaksi manusia-
Tuhan-alam dan berbagai makhluk lainnya. Termasuk dalam hal ini berbagai dinamika
dalam kehidupan umat manusia dalam suatu masyarakat, bangsa dan negara yang
diwujudkan dengan berbagai bentuk lembaga pengembangan manusia, masyarakat dan
peradaban manusia itu sendiri dimana dalam kehidupan sekarang sangat dipengaruhi
oleh perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi (iptek) serta berbagai
bentuk kemajuan dan penemuan umat manusia bagi kesejahteraan dan kebahagiaan
hidupnya. Kesemuanya ini juga dapat dijadikan landasan sekaligus sumber dalam
rangka pendidikan Islam. 4

B. Ulama yang Terkenal dengan Qaul Qadim dan Qaul Jadid

4
M. Akmansyah, Al-Qur’an, al-Sunnah dan Pendidikan Islam, Modul, (Lampung : IAIN Raden Intan,
2015), h. 14
8
9

Imam Syafi'i yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bi Indris Asy-
Safi'i al-Muththalibi al-Qurasyi. lahir di Gaza pada tahun 150 Hijriah (767 M) dan wafat
di Mesir pada tahun 204 Hijriah (819 M). Beliau adalah pendiri Mazhab Syafi'i yang
dipedomani oleh mayoritas Ummat Islam di Indonesia, dan juga tergolong kerabat
Rasulullah Muhammad SAW yaitu keturunan dari al-Muthtgalib saudara dari Hasyim
yang merupakan kakek Rasulullah SAW.

Pada usia 13 tahun, Imam Syafi'i pergi ke Madinah untuk belajar kepada Imam
Malik, seorang ulama besar pada masa itu. Dua tahun kemudian, beliau menuju Irak
utnuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi. Imam' Syafi'i memiliki dua qaul
(kumpulan ijtihad), yaitu:

1. Qaul Qadim atau kumpulan ijtihad lama, yang menurut pendapat mashyur
ulama adalah kumpulan pernyataan Imam Syafi'i selama berada di Baghdad,
baik dalam bentuk tulisan, dikte lisan kepada murid, atau fatwa.
2. Qaul Jadid, atau kumpulan Ijtihad baru, yang menurut pendapat mashyur
ulama adalah kumpulan pernyataan Imam Syafi'i selama berada di Mesir,
baik berupa tulisan, dikte lisan kepada murid, ataupun fatwa5.

C. Pengertian Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam Syafii

Mengenal Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam as-syafii Qaul Qadim dan Qaul
Jadid Imam as-syafii Bismillah was shalatu was salamu ala Rasulillah, wa ba du, Seperti
yang umum dikenal mereka yang belajar Fiqh, bahwa Imam Muhammad bin Idris as-
Syafii memiliki dua qaul (kumpulan ijtihad), al-qaul al-qadim (kumpulan ijtihad lama)
al-qaul al-jadid (kumpulan ijtihad baru) Ulama berbeda pendapat dalam memberikan
batasan antara qaul qadim dan qaul jadid. (Faraid al-fawaid fi Ikhtilaf al-qoulaini Li
Mujtahid Wahid, hlm. 60).

Pertama, batasan kedua qaul kembali kepada tempat, Qaul qadim adalah
kumpulan pernyataan Imam as-syafii selama beliau di Baghdad, baik dalam bentuk
tulisan, dekte ke murid, maupun fatwa. Qaul jadid adalah kumpulan pernyataan Imam
as-syafii selama di Mesir baik dalam bentuk tulisan, dekte ke murid, maupun fatwa. Ini
merupakan pendapat yang masyhur dari para ulama syafi iyah yang memberi penjelasan

5
Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/18574245#readmore
10

kitab al-minhaj, seperti ad-damiri, Jalaluddin al-mahalli, dan al-khathib as-syarbini.


(Mughni al- Muhtaj, 1/13).

Kedua, batasan kembali kepada waktu [1] Qaul qadim adalah kumpulan
pernyataan Imam as-syafii sebelum beliau masuk ke Mesir Qaul jadid adalah kumpulan
pernyataan Imam as-syafii setelah beliau masuk ke Mesir Ini merupakan pendapat Ibnu
Hajar al-haitami (Tuhfatul Muhtaj, 1/59), dan Syamsuddin ar- Ramli (Nihayah al-
muhtaj, 1/50).

Dan pendapat ini juga diikuti para ulama Syafiiyah belakangan. Sehingga
berdasarkan batasan kedua, tercakup juga pernyataan Imam as-syafii selama perjalanan
beliau dari Baghdad ke Mesir. Seperti peryataan as-sayfii ketika di Mekah, sebelum
masuk ke Mesir. Seperti kitab ar-risalah yang beliau tulis di Mekah, sehingga lebih tepat
dimasukkan dalam al-qaul Qadim. (al-qadim wal Jadid fi Fiqh as-syafii, Dr. Lamin an-
naji, 2/249) Representasi Qaul Qadim dan Qaul Jadid.

Pertama, Representasi qaul qadim Imam as-syafii ada di kitab al-hujjah yang
diriwayatkan al- Hasan az-za farani (w. 260 H). Beliau perawi paling menonjol untul al-
qaul Qadim, dan beliau yang memberi nama kitab ini dengan al-hujjah.

Karena tujuan kumpulan pendapat ini adalah bantahan untuk para ulama ahlu ra
yi di kalangan hanafiyah dan para ulama Kufah yang ada di Iraq. Hanya saja, kitab al-
hujjah ini termasuk daftar kitab yang hilang. Karena itu, tidak ada cara untuk
mengetahui al-qaul Qadim kecuali melalui referensi-referensi lama, seperti at-takhis
karya Ibnul Qas, at-taqrib karya al-qaffal as-syasyi, Jam ul Jawami karya Abu Sahl az-
zuzini, al-hawi karya al-mawardi, dan Nihayah al-mathlab karya Imam al- Haramain.

Sementara referensi syafiiyah belakangan yang terkadang menyebutkan al-qaul


al-qadim adalah kitab al-majmu karya an-nawawi dan Fathul Aziz karya ar-rafii. Kedua,
representasi qaul jadid Ada beberapa kitab yang merupakan representasi al-qaul al-jadid
Imam as-syafi i. Diantaranya, Kitab al-umm. Kitab ini merupakan dekte yang beliau
sampaikan ke muridnya, yang dikumpulkan ar-rabi bin Sulaiman al-muradi. Ar-Rabi bin
Sulaiman sering mengatakan, ‫ الشافعي خبرنا ا‬as-syafii menyampaikan kepada kami. Dan
ar_rabi yang memberi nama ini. sebagai isyarat bahwa kitab ini adalah induk dan
kumpulan karya-karya Imam as-syafii. Sehingga kitab ini berisi kumpulan, dalam
masalah furu (rincian hukum), ada juga ushul Fiqh seperti ar-risalah, fiqh perbandingan,

10
11

seperti Ikhtilaf Malik dan Ikhtilaf Abu Hanifah, ada juga tafsir ayat-ayat hukum, ada
juga kumpulan hadis-hadis hukum dan atsar. (al-umm, as-syafii, 1/16).

Hanya saja, ar-rabi tidak menyusun kitab ini sesuai sistematikan bab fiqh. Beliau
hanya meriwayatkan tanpa susunan dan sistematika. Kitab al-umm yang diterbitkan saat
ini adalah berdasarkan sistematika al-bulqini (w. 805 H). (Mukadimah Tahqiq ar-
risalah, Ahmad Syakir, hlm. 9). Kitab Mukhtashar al-buthi (w. 231 H) Kitab ini
merupakan pelajaran yang disampaikan as-syafii, yang diriwayatkan oleh Yusuf bin
Yahya al-buthi. Kitab Mukhtashar al-muzanni (w. 264 H.

Beliau memiliki satu karya berisi kumpulan pelajaran imam as-syafii.


Disamping itu, beliau juga memiliki beberapa karya, seperti al-jami al-kabir, al-
mukhtashar al-kabir, dan al-masail al- Mu tabarah. (Thabaqat al-fuqaha, as-syirazi, hlm.
97). Dan kitab-kitab itu adalah imla at (dekte pelajaran) yang disampaikan as-syafii.
Karena itulah, an-nawawi sering menyebutnya sebagai karya as-syafii. Dalam kitab al-
majmu ketika menjeaskan karya as-syafii, an-nawawi mengatakan, ‫م كاال كثيرة مصنفاته ن فا‬
‫ والكبير الصغير ومختصريه الصغير وجامعه الكبير المزني وجامع مشهور وهو مجلدا عشرين نحو في‬Karya
beliau sangat banyak, seperti al-umm sebanyak 20 jilid, dan ini yang masyhur, Jami al-
Muzanni al-kabir, Jami al-muzanni as-shaghir, dan ringkasan untuk kedua kitab itu. (al-
Majmu, 1/11).

Mukhtashar Harmalah bin Yahya at-tujibi (w. 243 H) Harmalah termasuk salah
satu muridnya Imam as-syafii dari mesir. Dan beliau termasuk periwayat keterangan as-
syafii. Al-Baihaqi mengatakan, ‫يقع لم المصريين من وغيره يحيى بن حرملة عنه رواها مال وا كتب وله‬
‫ القليل ال ا ديارنا لى ا منها‬Imam as-syafii memiliki beberapa kitab dan pelajaran yang
diriwayatkan Harmalah bin Yahya dan orang mesir lainnya. Tidak ada yang sampai ke
kami kecuali sedikit. (al-madkhal ila al- Madzhab as-syafii, hlm. 216). al-imlak riwayat
Musa bin Abil Jarud Para ulama Syafiiyah, seperti an-nawawi dan ar-rafii menyebut
kitab al-imlak sebagai kitab yang baru. Meskipun kitab ini tidak banyak terkenal,
bahkan ada yang mengatakan kitab ini termasuk kitab yang hilang. Apakah hanya as-
syafi I yang memiliki al-qaul al-qadim dan al-qaul al-jadid? Bukankah para ulama yang
lain juga mengalami perubahan pedapat. Lalu mengapa istilah pendapat baru dan
pendapat lama hanya untuk imam as-syafii? Ada beberapa sebab untuk menjawab
pertanyaan ini, diantaranya,

Bahwa perubahan ijtihad yang terjadi pada Imam as-syafii bersamaan dengan
perpindahan beliau dari satu daerah ke daerah kedua yang secara geografis jaraknya
12

sangat jauh. Baik pendapat baru maupun pendapat lama, masing dituangkan dalam
karya tulis muridmuridnya.

Murid beliau yang ada di Baghdad tidak ikut berpindah bersama Imam as-syafii
ke Mesir. Sebab Terjadinya Perubahan Ijtihad as-syafii Sebagaimana menjadi kaidah
umum bagi setiap orang yang belajar ilmu agama, bahwa ‫ الجمود يعرف ال العلم‬Ilmu tidak
mengenal jumud (kebekuan). Sehingga semua ulama yang selalu mengedepankan
prinsip terus belajar, sangat memungkinkan baginya untuk mengalami perubahan dalam
berijtihad. Tak terkecuali Imam as- Syafii. Mesir merupakan tempat berkembangnya
madzhab Imam Malik, memalui murid beliau, Ibnul Qasim. Sementara Imam Malik
termasuk salah satu gurunya Imam as-syafii yang banyak memberikan pengaruh bagi
beliau. Sehingga ada beberapa hadis atau keterangan para ulama Malikiyah di Mesir
yang baru didapatkan Imam as-syafii.

Pengaruh Fiqh Imam al-laits bin Sa d (w. 175). Imam al-laits bin Sa d termasuk
salah satu ulama besar mesir, ahli hadis dan fiqh di Mesir. Meskipun sebagian penulis
menilai bahwa sebab ini tergolong lemah, karena Imam as-syafii tidak banyak menyebut
al-laits dalam fatwa maupun karyanya.

Beliau mengetahui adanya beberapa hadis yang belum pernah beliau dapatkan.
Ada yang mengatakan, perubahan ijtihad ini disebabkan perbedaan kondisi antara Iraq
dan Mesir. Dan alasan ini sangat lemah sekali. Dengan beberapa alasan,

Imam as-syafii melarang meriwayatkan pendapat lama beliau waktu di Iraq.


Beliau mengatakan, ‫ القديم عني روى من حل في ليس‬Tidak halal bagi orang yang
meriwayatkan dariku pendapat al-qadim. (al-bahr al-muhith, az- Zarkasyi, 4/584) Andai
perubahan ijtihad itu karena perbedaan kondisi antara Iraq dan Mesir, tentu beliau akan
tetap memberlakukan fatwa dan ijtihad di Iraq.Qaul qadim adalah pendapat Imam
Syafi’i yang lama ketika berada di Irak berupa tulisan atau fatwa beliau.

Yang mencatat qaul qadim dari Imam Syafi’i adalah Al-Hasan bin Muhammad
yang dikenal dengan Az-Za’farani dan Abu ‘Ali Al-Husain bin ‘Ali yang dikenal
dengan Al-Karabisi.

Qaul jadid adalah pendapat Imam Syafi’i di Mesir baik berupa tulisan maunpun
fatwa. Yang meriwayatkan adalah Al-Muzani, Al-Buyuthi, Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-
Maradi dan Ar-Rabi’ Al-Jizi. Yang lain yang meriwayatkannya adalah Harmalah,
Yunus bin ‘Abdul A’laa, ‘Abdullah bin Az Zair Al-Makkiy, Muhammad bin ‘Abdullah
12
13

bin ‘Abdul Hakam. Al-Muzani, Al-Buyuthi dan Ar-Rabi’ Al-Maradi adalah tiga murid
utama, yang lain menukil dari tiga ulama ini.

Ar-Rabi’ Al-Maradi sendiri adalah periwayat kitab Al-Umm. Sedangkan Al-


Muzani belajar dengan Imam Syafi’i mulai dari Imam Syafi’i datang ke Mesir hingga
meninggal dunia. Namun Al-Muzani adalah seorang mujtahid mutlak dan kadang
menyelisihi Imam Syafi’i dalam beberapa masalah. Al-Muzani juga memiliki kitab
Mukhtashor yang telah dicetak di bagian catatan pinggir dalam kitab Al-Umm.

Untuk memahami islam kita sebagai umat islam sebaiknya lebih banyak belajar
juga dari kiai, ulama, ustadz yang memang kompeten dibidang agama. Jelas asal-usul
belajarnya. Melalui buku-buku keislaman karya ustadz kompeten tersebut kita juga
seharusnya lebih banyak membaca keteladanan Rosulullah, Ulama, dan Salafussolih
terdahulu. Bukan bermaksud mendeskreditkan orang, tetapi karena banyak ustadz-
ustadz bertebaran di Indonesia saat ini yang hanya numpang tenar di televisi dan media
sosial, dikhawatirkan belajar agamanya setengah-setengah dan tausiyahnyapun kurang
menyeluruh, sehingga ditakutkan apa-apa yang diucapkan ustadz-ustadz tersebut ditelan
mentah tanpa dicerna dengan baik oleh orang awam.

Akibat buruknya adalah orang paham islam, cinta islam dengan cara yang salah.
Salah satunya kejadian yang menimpa di gereja di Yogya pekan kemarin. Faktanya
ketika ditanya, orang tersebut benci umat lain selain islam. Itu diluar ajaran islam
sebenarnya yang memegang prinsip lakum dinukum waliyadin.

Secara etimologi qaul qadim terdiri atas dua kata, yaitu qaul (‫ )قول‬yang berarti
perkataan,dan kata qadim (‫ )قديم‬yang berarti lama atau terdahulu. (Syarifuddin Anwar,
Kamus Al-Misbah Arab-Indonesia, (Jakarta : Bina Aman, t.t), hlm. 404) Jadi, dapat
disimpulkan secara bahasa berarti perkataan, ketetapan lama atau terdahulu.

Sedangkan secara termonologi qaul qadim dapat diartikan sebagai fatwa-fatwa


yang dikeluarkan Asy-Syafi`i pada periode pertumhuhan mazhabnya di Bagdad ( Irak
). (Jaih Mubarak, Op cit. hlm.106)

Qaul qadim merupakan pendapat Asy-Syafi`i pada awal beliau menjadi sorang
mujtahid mutlak, karena sebelum itu Asy-Syafi`i adalah seorang pengikut mazhab
Imam Malik. Qaul qadim ini lahir ketika Asy-Syafii berada di Irak dan setelah ia sering
melakukan diskusi dengan ulama Irak, dan sempat pula mempelajari fiqih masyarakat
Irak pada seorang ulama Muhammad Hasan Asy-Syaibani yang merupakan sahabat
14

sekaligus murid Imam Hanafi seorang ulama besar dari kalangan Ahlul Ro`yi. Jadi qaul
qadim adalah pendapat Imam Asy-syafi`i yang bercorak Ro`yi. (Ibid, hlm. 106) Fatwa-
fatwa qaul qadim kebanyakan terhimpun dalam kitab al-Risalah (Al-qodimah) dan al-
Hujjah, yang selalu disebut dengan al-kitab al-qodim. (Ibid, hlm. 107)

a. Pengertian Qaul Jadid

Qaul jadid secara etimologi dari atas dua kata, yaitu (‫ )قول‬yang berarti
perkataan atau ketetapan. Adapun jadid (‫ )جديد‬berarti yang baru. (Syarifuddin
Anwar, Op Cit, hlm. 80) Secara terminologi qaul jadid pendapat-pendapat Imam
Asy-Syafi`i yang dikemukakan selama dia tinggal di Mesir(Jaih Mubarok, Op,
Cit, hlm.106-107)

Dalam banyak hal qaul jadid merupakan koreksi terhadap pendapat-


pendapatnya yang dia kemukakan sebelumnya. Qaul jadid Imam Asy-Syafi`i
dimuat di antaranya dalam kitab al-Umm, ar-Risalah Jadidah, al-Amaly, al-
Imlak dan lain-lain.

b. Lahirnya qaul qadim

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa qaul qadim lahir ketika Imam Asy-
Syafi`i berada di Bagdad. Adapun lahirnya qaul qadim ini disebabkan bermula
dari ia mengenal dan mempelajari fiqih ulama Irak yaitu salah seorang tokohnya
bernama Muhammad Asy-Syaibani.( Jaih Mubarak, Modifikasi Hukum Islam,
Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid, (Jakarta : PT.Raja Grafindo
Persada, 2002), hlm. 28)

Beliau seringkali melakukan dialog dengan ulama yang mempunyai


corak fiqih ahlul ro`yi dan bertukar pendapat dengan mereka. Setelah banyak
melakukan dialog, mulailah tumbuh dalam diri Asy-Syafi`i satu pemikiran
untuk mencetuskan sebuah fiqih yang merupakan penggabungan antara fiqih
ulama Madinah yang telah ia pelajari dari Imam Malik dan fiqih ulama Irak
yang baru ia temukan.

Mulai saat itu Imam Asy-Syafi`i mulai mengkaji dan mengoreksi


kembali fiqih Imam Malik secara keritis dan tidak lagi memposisikan diri
sebagai pembela ulama Madinah yang Fanatik dan fiqih ulama Irak. Jadi qaul
qadim merupakan sintesis dari fiqih Madinah dan fiqih Irak.
14
15

Sehingga tidak mustahil bila dari penelitian yang ia lakukakn tersebut


terhadap dua corak fiqih (antara fiqih Madinah dan Irak). Sang Imam
menemukan pemikiran dalam qaul qadim inilah Asy-Syafi`i sendiri mulai
menjadi mujtahid mutlak dengan jalan istinbath sendiri.

c. Lahirnya Qaul Jadid

Qaul jadid merupakan ketetapan-ketapan baru dari fiqih Asy-Syafi`i


yang ditulis ketika ia berada di Mesir. Keberadaan Asy-Syafi`i di Mesir dapat
dikatakan sebagai fase akhir dari perjalanan intelektualnya sebagai seorang
mujtahid dan saat inilah ia sampai pada puncak kematangan pemikirannya
sehingga ia disana memproduk pendapat-pendapat gurunya.

Qaul jadid ini lahir dikarenakan karena Asy-Syafi`i banyak menemukan


permasalahan-permasalahan baru yang pernah ditemukan sebelumnya, karena
adanya perbedaan-perbedaan, adat istiadat, kultur, sosial masyarakat yang
berbeda, serta warisan intelektual yang berbeda pula. Kondisi ini membuat ia
mengkaji kembali pendapat-pendapat ia sebelumnya. Perubahan pemikirannya
serta realitas yang berbeda dengan situasi dan kondisi yang pernah ia lalui
sebelumnya. (Jaih Mubarak, Loc, Cit, hlm. 107)

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa munculnya qaul jadid ini


merupakan koreksi terhadap pendapat-pendapatnya yang pernah ia lahirkan
sebelumnya dan sekaligus merupakan refleksi dari realitas yang berbeda. Qaul
jadid Asy-Syafi`i dimuat diantaranya dalam kitab al-Umm.

D. Sejarah Terbentuknya Mazhab Asy-Syafi'i

Islam menempatkan ilmu pada posisi yang sangat mulia. Ibarat kata, ilmu adalah
perhiasan bagi si empunya. Saking pentingnya, Abu Darda sekali kesempatan
pernah berseloroh “bagiku belajar sepanjang malam jauh lebih utama ketimbang
jungkir balik salat semalaman suntuk”

Pada tempo yang lain, Nabi Sulaiman diceritakan diperintah Allah untuk
memilih harta, ilmu, atau kekuasaan. Pilihannya jatuh kepada ilmu dan Sulaiman
akhirnya diberi kekuasaan sekaligus kekayaan.
16

Cerita-cerita seperti ini sangat populer dalam kitab-kitab klasik, salah satunya
diabadikan dalam Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali yang diterbitkan pada abad ke-
12.

Sebuah syair dari Al-Busti (400 H) bisa mewakili bagaimana ulama-ulama


dahulu sangat menjunjung tinggi ilmu.

Ya khādimal jism, kam tusqa bihidmatihi

Litathlubarribha mimmā fihi khusran

Aqbil alanaffsi, wastakmil fadhōilaha

Fa anta, binnafsi la biljismi insānu

Wahai budak raga! Betapa susah payah kau melayaninya!

Engkau ingin mengejar keuntungan darinya, tetapi hanya kerugian yang kau dapati.

Berpalinglah kepada pikiran, genapkanlah kesempurnaannya:

lantaran pikiran, bukan raga, engkaulah manusia.

Manusia sempurna karena akal pikirannya. Akal pikiran yang sempurna tentu
diberi asupan gizi yang sempurna pula. Asupan gizi yang dimaksud tentu saja
adalah ilmu dan hikmah. Fatah Musali berkata "alaisa maridh idza muni’a thoam
wa syarbu wa dawa’ yamutu? Kadzalika qalbu idza muni’a anhulhikmah wal ilmu
tsalatata ayyam yamutu" ("bukankah bagi seorang yang sakit dan tidak diberi
makan, minum, dan obat-obatan akan segera meninggal? Demikian pula hati. Tiga
hari saja tidak digelontor ilmu dan hikmah ia sekonyong-konyong akan mati").

Sadar akan derajat dan kemuliaan Ilmu, ulama-ulama terdahulu memiliki tradisi
berkembara mencari ilmu. Mereka rela bertandang ke lokasi-lokasi nun jauh dari
tempat domisili demi mencari ilmu.

a. Dari al-Bukhari sampai al-Ghazali


Al-Bukhari (256 H) adalah pengembaranya pengembara ilmu.
Kegigihannya dalam belajar ilmu hadis dimulai sejak usia enam belas. Ia keluar
masuk perkampungan, menyusuri sekian ratus kota, berkenalan dari satu negara

16
17

ke negara lain demi belajar dan sekaligus mengumpulkan riwayat-riwayat Nabi


Muhammad.
Perjalanan yang paling spektakuler ia tempuh antara Mesir sampai
Khurasan. Perjalanan yang melelahkan, namun membahagiakan. Pengembaraan
panjangnya berbuah manis. Kegigihannya menuai hasil. Ia sukses
mengumpulkan tidak kurang dari enam ratus ribu hadis yang tujuh ribu di
antaranya masuk ke dalam kitab yang disusunnya, Shahih Bukhari.
Ketangguhan menempuh perjalanan jauh dalam pengembaraan mencari
ilmu pernah dilakukan juga oleh Imam Baqi bin Makhlad. Ia menempuh jarak
yang sedemikian panjang, membentang antara Mesir dan Syam (dalam geografi
saat ini terletak di sekitar Suriah).
Seperti diterangkan dalam kitab Tadzkiratul Huffadz, ia menghabiskan
waktu selama empat belas tahun untuk pengembaraan pertama. Sementara
pengembaraan kedua ia lakoni dari Hijaz (sekitar Makkah) menuju Baghdad,
Irak. Episode ini menelan waktu dua puluh tahun usianya (hlm. 630). Al-
Ghazali, sarjana brilian di antara sarjana-sarjana Muslim klasik, memiliki cerita
yang tidak kalah heroik. Kisah kegigihannya mencari ilmu adalah sejarah
kesedihan dan kepahitan.
Terlahir dari keluarga yang kurang berada, Al-Ghazali berangkat ke
sekolah dengan uang saku yang pas-pasan. Sekali waktu, ia mengemukakan
pengakuan yang sangat mengejutkan bahwa motivasinya berangkat ke sekolah
adalah agar mendapatkan makanan. Sebab di rumah ia tidak pernah menjumpai
makanan selezat hidangan di sekolah.
Ia belajar dengan sangat tekun, sampai akhirnya bertemu Imam Juwayni,
ahli fikih yang sangat populer. Juwayni di kemudian hari berhasil
menggembleng Al-Ghazali menjadi sosok ulama yang sangat disegani
keilmuannya.

b. Kembara Ilmu di Nusantara


Di Nusantara, tradisi berkembara ilmu juga tumbuh subur. Uniknya,
kembara di Nusantara bukan semata untuk mencari ilmu, namun juga berkah.
Praktik semacam ini biasanya dilakukan dengan cara berguru tapi dengan
tenggat waktu yang tidak terlalu lama, malah singkat.
18

Abdul Wahid Hasyim, lelaki necis putra K.H. Hasyim Asyari, adalah
satu di antara beberapa contoh yang memiliki tradisi rihlah ilmiah dan ngalap
berkah. Setelah dinyatakan tamat dari Madrasah Tebuireng, Jombang pada usia
dua belas, Wahid mengawali pengembaraannya ke Pesantren Siwalan Panji,
Sidoarjo. Ia hanya menghabiskan waktu dua puluh lima hari di sana.
Seperti dicatat dalam Seri Tempo: Wahid Hasyim (2016), perjalanannya
dilanjutkan ke Pesantren Lirboyo, Kediri asuhan K.H. Abdul Karim. Lepas dari
Lirboyo selama masa dua tahun, setelah itu Wahid berpindah dan mengembara
dari satu pesantren ke pesantren lain yang ada di sekitar Jawa Timur (hlm. 21).

Kendati demikian, selain motivasi ngalap berkah, Pradjarta


Dirdjosanjoto dalam Memelihara Umat: Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa,
hal: 166) mencoba merasionalisasi mengapa tradisi berpindah dari satu
pesantren ke pesantren lain ini tumbuh subur. Faktor keilmuan dan spesialisasi
kiai pengasuh pesantren ternyata memengaruhinya. Biasanya seorang kiai
dikenal spesialis di bidang keilmuan tertentu. Kondisi ini membuat santri yang
haus ilmu harus berpindah dan mengembara dari satu kiai ke kiai lain, dari
pesantren satu ke pesantren lain.
Etos studi yang demikian kuat diwariskan para ulama terdahulu teringkus
dalam sebuah kalimat yang populer bahwa mencari ilmu harus berbekal peluh
dan waktu (jahdun nafs wa badzlul qarihah). Tanpa upaya yang kuat dan
semangat yang liat, niscaya ilmu akan sangat sulit didapat

c. Sejarah Terbentuknya Mazhab Asy-Syafi'i


Asy-Syafi'i pernah tinggal di Iraq dan berguru kepada murid Imam Abu
Hanifah. Sebelumnya beliau juga pernah berguru langsung kepada Imam Malik
di Madinah.
Kita tahu pada masa itu baru berkembang 2 kutub fiqih, yaitu kutub
Baghdad dengan Abu Hanifah sebagai maha guru, dan kutub Hijaz dengan imam
Malik sebagai maha guru. Masing-masing punya keistimewaan. Abu Hanifah
telah berhasil memecahkan sistem istimbath hukum dengan kondisi minimnya
hadits shahih dan berserakannya hadits dhaif dan palsu. Kondisi yang demikian
telah memaksa beliau melakukan ijtihad dan pengembangan logika hukum
18
19

dengan tetap berlandaskan kepada hadits-hadits shahih, meski jumlahnya sangat


minim di negerinya.
Di belahan bumi yang lain, ada Imam Malik yang tinggal di Madinah
dan menjadi imam masjid sekaligus menjadi mufti. Madinah adalah kota
sucinabi Muhammad SAW dan para shahabat rahiyallahu anhum ajmain. Saat
itu, 100 tahunan sepeninggal generasi Rasulullah SAW dan para shahabat, di
Madinah masih tersisa banyak anak cucu dan keturunan generasi terbaik.
Nyaris tidak ada yang berubah dari pola kehidupan di zaman nabi.
Bahkan Imam Malik berkeyakinan bahwa setiap perbuatan dan tindakan
penduduk Madinah saat itu boleh dijadikan sebagai landasan hukum. Lantaran
beliau yakin bahwa mustahil generasi keturuan nabi dan para shahabat
memalsukan hadits atau berbohong tentang nabi.
Maka salah satu ciri khas mazhab Malik adalah kekuatan mereka
menggunakan dalil, meski kalau disandingkan dengan syarat ketat versi Al-
Bukhari nantinya, hadits itu dianggap kurang kuat. Dan Imam Malik nyaris
menghindari logika fiqih semacam qiyas dan sejenisnya, karena memang nyaris
kurang diperlukan. Sebab kondisi sosial ekonomi di Madinah di zamannya
masih mirip sekali dengan zaman nabi SAW.
Berbeda dengan kondisi sosial ekonomi di Iraq, tempat di mana Al-Imam
Abu Hanifah mendirikan pusat ilmu. Selain hadits palsu banyak berseliweran,
Iraq sudah menjadi kosmopolitan dengan sekian banyak dinamika yang melebihi
zamannya. Banyak fenomena yang tidak ada jawabannya kalau hanya merujuk
kepada nash-nash hadits saja.Maka wajar bila Abu Hanifah mengembangkan
pola qiyas secara lebih luas.
Lalu di manakah posisi Al-Imam Asy-Syafi'i? Beliau adalah murid
paling pandai yang berguru kepada Al-Imam Malik ketika beliau tinggal di
Madinah. Namunbeliau ke Iraq, beliau juga belajar kepada murid-murid Imam
Abu Hanifah. Maka mazhab fiqih yang beliau kembangkan di Iraq adalah
perpaduan antara dua kekuatan tersebut. Semua keistimewaan mazhab Malik di
Madinah dipadukan dengan keunikan mazhab Hanafiyah di Iraq. Dan hasilnya
adalah sebuah mazhab canggih, yaitu mazhab Al-Imam Asy-Syafi'i. Sayangnya
banyak orang yang tidak tahu sejarah seperti ini, sehingga tidak sedikit yang
memandang mazhab Asy-Syafi'i dengan pandangan minor dan kurang respek.
Padahal, logika sederhananya, dengan menggunakan mazhab Asy-Syafi'i, boleh
20

dibilang bahwa setiap orang sudah otomatis menggunakan mazhab Abu Hanifah
dan Malik sekaligus. Meski tidak secara pas boleh dikatakan demikian.

d. Munculnya Qaul Jadid


Al-Imam Asy-syafi'i adalah seorang ilmuwan tulen. Dirinya tidak akan
puas dengan satu ilmu. Adalah merupakan kebiasaan beliau untuk melakukan
perjalanan dari barat hingga timur, dari utara hingga selatan. Seluruh hidupnya
dicurahkan untuk menuntut ilmu.
Makasetelah tinggal di Iraqbeberapa lama, Al-Imam As-syafi'i kemudian
pindah ke Mesir. Di negeri yang pertama kali dibebaskan oleh Amr bin Al-Ash
itu, beliau menemukanbanyak hal baru yang belum pernah ditemukannya selama
ini. Baik tambahan jumlah hadits atau pun logika fiqih.
Maka saat di Mesir itu, beliau melakukan revisi ulang atas pendapat-
pendapatnya selama di Iraq. Revisinya begitu banyak sesuai dengan
perkembangan terakhir ilmu dan informasi yang beliau dapatkan di Mesir,
sehingga terkumpul menjadi semacam kumpulan fatwa baru. Kemudian orang-
orang menyebutnya dengan istilah qaul jadid. Artinya, pendapat yang baru.
Sedangkan yang di Iraq disebut dengan qaul qadim. Artinya, pendapat yang
lama.

e. Contoh Perbedaan/ Revisi


Di antara beberapa contoh perbedaan atau hasil revisi ulang pendapat beliau
adalah:
1) Air Musta'mal
Selama di Iraq, Asy-syafi'i berpandangan bahwa air yang menetes dari
sisa air wudhu' seseorang hukumnya suci dan mensucikan. Sehingga
boleh digunakan untuk berwudhu' lagi. Atau seandainya tetesan bekas
wudhu' itu jatuh ke dalam bejana yang kurang dari 2 qullah, maka tidak
merusak apapun.
Namun saat beliau di Mesir, beliau menemukan bahwa dalil-dalil
pendapatnya itu kurang kuat untuk dijadikan landasan. Sementara beliau
menemukan dalil yang sangat beliau yakini lebih kuat dari dalil pendapat
sebelumnya, bahwa Rasulullah SAW dan para shahabat tidak berwudhu'

20
21

dengan air bekas wudhu'. Sehingga pendapat beliau dalam qaul jadid
adalah sisa air wudhu' itu air musta'mal yang hukumnya suci (bukan air
najis) namun tidak sah kalau dipakai berwudhu' (tidak mensucikan).

2) Pensucian Kulit Bangkai


Hewan yang mati menjadi bangkai, maka hukum bangkai itu najis.
Namun kulitnya akan menjadi suci bila dilakukan penyamakan (dibagh).
Sebelumnya Imam Asy-Syafi'i di Iraq mengikuti pendapat Imam Malik
bahwa yang suci hanyalah kulit bagian luar saja. Sedangka kulit bagian
dalam tetap tidak suci. Maka boleh kita shalat di atas kulit asalkan bagian
dalam kulit berada di posisi bawah. Sedangkan bila posisi bagian dalam
kulit atas di atas tempat kita shalat, hukumnya tidak sah, karena dianggap
najis.
Ketika beliau hijrah ke Mesir, beliau mengoreksi pendapatnya menjadi
suci kedua-duanya. Bagian dalam kulit dan bagian luar, keduanya sama-
sama suci setelah dilakukan penyamakan.
Tentunya masih sangat banyak contoh-contoh perbadaan qaul qadim dan
jadid, untuk lebih dalamnya kami persilahkan anda membaca saja kitab
yang secara khusus ditulis tentang masalah ini. Hebatnya, kitab ini ditulis
oleh ulama betawi yang tinggal 40-an tahun di Mesir dan Saudi. Beliau
adalah Al-Ustadz Dr. Nahrawi Abdussalam Al-Indunisy, MA. Karya
beliau yang kami maksudadalah kitab: Al-Imam Asy-syafi'i Bainal
Mazhabaihil Qadim wal Jadid. (Imam Syafi'i: antara mazhab lama dan
baru).
Lumayan tebal untuk ukuran kita, sekitar 750-an halaman. Tetapi
termasuk tipis untuk ukuran kitab berbahasa arab. Sayangnya, beliau
belum sempat menerjemahkan dan menerbitkannya dalam bahasa
Indonesia. Yang kami miliki sebagai hadiah pribadi dari beliau adalah
dalam versi bahasa arab aslinya.
Semoga Allah SWT melimpahkan pahala besar kepada Al-Imam Asy-
Syafi'i rahimahullah dan kepada almarhum Ustadz Nahrawi Abdussalam
atas jasa-jasa mereka dalam mengembangkan ilmu syariah. Amien.
BAB III
PENUTUP

SARAN DAN KESIMPULAN

22
23

DAFTAR PUSTAKA

Masjfuk Zuhdi, Pengantar 11mit Hadits, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1978),

h. 13-14.

Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung : Mizan, 1991), h. 113.

Muhammad Fadhil Jamali, dalam Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat

Pendidikan Islam: telaah sistem pendidikan dan pemikiran para tokohnya,

(Jakarta : Kalam Mulia, 2009), h.108

M. Akmansyah, Al-Qur’an, al-Sunnah dan Pendidikan Islam, Modul,

(Lampung : IAIN Raden Intan, 2015), h. 14

Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/18574245#readmore

https://rumahfiqih.com/x.php?id=1173012377

https://www.hidayatullah.com/artikel/ghazwul-

fikr/read/2014/03/25/18758/imam-al-ghazali-tentang-kekuasaan-dan-memilih-

pemimpin.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Abdullah_Muhammad_asy-Syafi%27i

https://docplayer.info/55631053-Mengenal-qaul-qadim-dan-qaul-jadid-imam-as-

syafii.html#download_tab_content

https://kisahmuslim.com/294-kesabaran-seorang-ulama.html

https://rumaysho.com/11539-mengenal-qaul-jadid-dan-qaul-qadim-dari-imam-

syafii.html

Anda mungkin juga menyukai