Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETIKA KEILMUAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah”FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM”

Dosen Pengampu : Euis Dewi Wijayanti

Disususn oleh kelompok 7:


 Fadlan Hasbia
 Ikbal Fariz
 Imas Hidayatunnahdiyah
 Ira Saidah
 Reisya Hamsyah

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa
yang telah memberkati kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta
pada makalah ini.

Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal
dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya
semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki.

Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang
budiman. Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang
dapat memperbaiki makalah kami di masa datang.

Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari karya ini.

Tasikmalaya, Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 2

A. Etika Keilmuan Dalam Filsafat Pendidikan Islam ................... 2


B. Etika Pragmatis Dalam Pendidikan Islam ................................ 3
C. Positivisme Dalam Etika Keilmuan ......................................... 5
D. Etika Keilmuan Pada Zaman Renaissance Dan Humanisme ... 6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................. 9

B. Saran ....................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai orang yang berpikir (filsafat) sudah tentu ia memiliki pemikiran bagaikan
dua sisi mata uang, baik dan buruk sehingga dalam ilmu filsafat dikenal nama etika, yakni
aturan untuk membedakan baik dan buruk. Demikian pula pada aplikasinya, seorang
ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupannya, baik saat berpikir maupun bertindak.Dalam sebuah riwayat
dikatakan “Al adabu fauqal ‘ilmi” (Adab itu lebih tinggi daripada ilmu).

Benar bahwa perbuatanya mempunyai tujuan langsung, tetapi apakah manusia


secara total tau secara keseluruhan, mempunyai tujuan? Supaya apa yang di kehendaki bisa
tercapai, kita juga harus tau etika dalam hidup, cara berfikir yang baik, sikap dan ucap
yang baik. Di makalah ini sudah dijelaskan berbagai hal tentang etika keilmuan dalam
filsafat Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Etika Keilmuan Dalam Filsafat Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Etika Pragmatis Dalam Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Positivisme Dalam Etika Keilmuan?
4. Bagaimana Etika Keilmuan Pada Zaman Renaissance Dan Humanisme?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Etika Keilmuan Dalam Filsafat Pendidikan Islam
2. Untuk mengetahui Etika Pragmatis Dalam Pendidikan Islam
3. Untuk mengetahui Positivisme Dalam Etika Keilmuan
4. Untuk mengetahui Etika Keilmuan Pada Zaman Renaissance Dan Humanisme

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etika Keilmuan Dalam Filsafat Pendidikan Islam.

Etika merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti: adat
istiadat. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika berangkat dari kesimpulan logis dan rasio
guna untuk menetapkan ukuran yang sama dan disepakati mengenai sesuatu perbuatan,
apakah perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah dan pantas atau tidak pantas untuk
dikerjakan.

Menurut Ibnu Miskawaih tentang etika dalam karyanya yang berjudul Tahdzib Al-
Akhlak, dia mencoba menunjukkan bagaimana kita dapat memperoleh watak-watak yang
lurus untuk menjalankan tindakan-tindakan yang secara moral benar terorganisasi dan
tersistem.

Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah sikap mental yang
mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap mental
terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasan dan latihan.
Akhlak yang berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan
akhlak yang jelek. Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak
yang terpuji. Karena itu Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk
membentuk akhlak yang baik. Dia memberikan perhatian penting pada masa kanak-kanak,
yang menurutnya merupakan mata rantai antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.

Menurut Aristoteles tujuan hidup manusia adalah mendapatkan kebahagian,


kebahagiaan manusia akan dapat diwujudkan dengan sendirinya melalui dua jalan,
pertama, melalui sifat pertengahan antara mengikuti dorongan

sifat kebinatangan dan kemanusiaan, yakni nafsu makan, hasrat, dan nafsu yang
berada dibawah bimbingan akal. Kedua, kebahagiaan itu terjadi pada pengguna akal dalam
melakukan penelitian ilmu pengetahuan dan merenungkan tentang kebenaran.

Sedangkan menurut Al- Ghazali tujuan pendidikan adalah mengembangkan budi


pekerti yang mencangkup penanaman kualitas moral dan etika kepatuhan,kemanusiaan,

2
kesederhanaan dan membenci hal-hal yang buruk seperti melanggar perintah atau
kehendak tuhan.

Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika berbicara
tentang tujuan yang hendak dicapai dalam segala sesuatu. Sedangkan dalam ontologi
dipertanyakan apa hakekat sesuatau, dalam epistimologi dipertanyakan bagaimana sesuatu
itu terjadi dan dari mana sesuatu itu ada, maka dalam aksiologi dipertanyakan mengenai
tujuan dari hakikat sesuatu. Misalnya, tentang pendidikan islam maka muncul pertanyaan,
apa pendidikan islam itu? Mengapa pendidikan islam diperlukan? Untuk apa ada
pendidikan islam?

B. Etika Pragmatis Dalam Pendidikan Islam

Aliran pragmatis timbul pada abad 20.Pendiri aliran ini adalah Charks E. Peirce.
Aliran Pragmatisme adalah suatu aliran yang memandang realitas sebagai sesuatu yang
secara tetap mengalami perubahan(terus-menerus berubah).

Berbicara tentang etika keilmuan, apabila digunakan perspektif pragmatisme, etika


keilmuan diatur menurut nilai-nilai dan etika pragmatism.Pragmatisme berasal dari kata
pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.Pragmatisme adalah aliran
dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu
itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

Pragmatisme berpandangan bahwa subtansi kebenaran adalah jika segala sesuatu


memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Pendidikan agama Islam adalah bagian dari
tugas agama maka mengajarkan pendidikan islam adalah kebenaran.

Pragmatisme menurut para filsuf-filsuf yang terkenal sebagai berikut:

Menurut William James dan John Dewey, filsafatnya diantaranya menyatakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas
dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman yang kita anggab benar dalam perkembangan
pengalaman itu senantiasa berubah karena didalam praktik. Menurut Jemes, dunia tidak
dapat diterangakan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia adalah dunia yang terdiri
dari banyak hal yang saling bertentangan tentang kepercayaan agama.

3
Dalam filsafat Islam, pragmatisme tentu ada karena tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk anak didik yang bertaqwa kepada Allah SWT, berkepribadian luhur,
berpengetahuan yang luas, terampil, dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari.Agar anak didik memiliki keahlian duniawi dan ukhrowi, dan keduanya bisa
memberikan keuntungan.

Menurut John Dewey, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan
nayata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang
praktis, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.

Secara umum, pargmatisme berarti hanya ide yang dapat dipraktikkan yang benar
dan berguna. Apabila filsafat Islam berkiblat pada pandangan Pragmatime John Dewey,
tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah segala sesuatu yang sifatnya nyata,
bukan hal yang diluar jangkauan panca indra.

Etika keilmuan berkaitan pula dengan kode etik bagi para pendidik (guru). Maksud
dari kode etik guru di sini adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan
(relationship) antar guru dengan lembaga pendidikan (sekolah); guru dengan sesama guru;
guru dengan peserta didik; dan guru dengan lingkungannya. Sebagai sebuah jabatan
pekerjaan, profesi guru memerlukan kode etik khusus untuk mengatur hubungan-hubungan
tersebut.

Dalam perspektif islam, pendidikan etika juga membahas pula masalah yang
berkaitandengan substansi etika yang dimiiki oleh dunia pendidikan Islam, terutama
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Keilmuan yang bersumber pada Al Qur’an dan As-Sunnah.

2. Keilmuan yang berbasis kepada pola pendidikan tradisional Islam.

3. Keilmuan sebagai alat yang merumuskan prinsip-prinsip pendidikan

4. Keilmuan yang mengarahkan pendidikan kepada tujuan umum dalam beragama


Islam.

5. Keilmuan yang mengacu pada doktrin agama Islam dan kebergantungan kepada
tokoh agama.

4
C. Positivisme Dalam Etika Keilmuan

Paham yang berkaitan dengan etika keilmuan tidak dapat terlepas dari pandangan
positivisme, selain pragmatisme di atas. Positivisme di perkenalkan oleh Aguste
Comte(198-1857) yang bertuang dalam karya utama Aguste Comte adalah Cours de
Philosophic Positive, yaitu kursus tentang Filsafat Positif (180-1842), selain itu karyanya
yang pantas disebutkan di sini adalah Discour L’esprit Positive(1844) yang artinya
pembicaraan tentang jiwa positif.

Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya dengan
factual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita
tidak boleh melebihi faktafakta.Dengan demikian, ilmu pengetahuan empiris menjadi
contoh istimewa dalam bidang pengetahuan.Oleh karena itulah, Positivisme menolak
cabang filsafat metafisika.

Etika keilmuan yang menganut Positivisme akan mempertegas tentang kebenaran


pengetahuan terletak pada fakta-fakta yang Konkret dan indrawi. Hukum itu menyatakan
bahwa umat manusia berkembang melalui tiga tahap hidup. Tahap-tahap ini ditentukan
menurut cara berpikir yang dominan, Teologis, metafisik, dan positif.

• Tahap teologis merupakan periode yang paling lama dalam sejarah manusia, karena
bentuk pemikiranya yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi bahwa semua
benda memiliki kelengkapan hidupnya sendiri.

• Tahap metafisik terutama merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan
metafisik, tahap ini ditandai dengan hukum-hukum alam yang asasi dan dapat ditemukan
dengan akal budi.

• Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir. Akan tetapi, pengetahuan selalu bersifat sementara, dan pengetahuan
dapat ditinjau kembali dan di perluas.

Dari pandangan Comte tentang tiga tahapan pemikiran manusia, dapat diambil pemahaman
bahwa etika keilmuan yang terus berkembang tidak selamanya hierarkis sistematis
sebagaimana dikemukakan oleh Comte sebab ajaran Islam tidak dikenal tahapan demikian.
Pandangan manusia seharusnya didasarkan pada dua etika yang paling mendasar, yaitu :

5
1. Pandangan bahwa semua makhluk Allah hanya tunduk mutlak kepada sang pencipta.

2. Semua pengabdian manusia sepenuhnya harus didukung oleh rencana-rencana Allah


yang tertuang dalam wahyu-Nya, yang berupa ( Al-Qur’an dan As-Sunnah).

Apabila pendidikan islam menganut paham ini, tidak akan dibahas segala hal yang
berhubungan dengan metafisikal, apalagi yang supranatural. Akan tetapi, etika keilmuan
yang dibangun oleh filsafat pendidikan islam tidak menganut paham positivisme,
meskipun menerima kebenaran yang menggunakan

paham tersebut. Dalam islam, kebenaran yang hakiki hanya kebenaran Tuhan, selain
kebenaran Tuhan, hanyalah kebenaran yang nisbi. Akan tetapi, setiap kebenaran nisbi
diyakini oleh umat Islam sebagai cara menuju kebenaran hakiki.

D. Etika Keilmuan Pada Zaman Renaissance Dan Humanisme

Istilah Renaissance berasal dari bahasa perancis yang berarti kebangkitan


kembali.Orang yang pertama menggunakan istilah ini adalah Jules Michelet.Menurutnya,
Renaissance adalah periode penemuan manusia dan dunia, bukan sekedar kebangkitan
kembali yang merupakan permulaan kebangkitan modern.

Awal mula suatu masa baru ditandai oleh suatu usaha besar dari Descartes (1596-
1650).Sejak saat permulaan Renaissance, individualisme dan humanism telah
dicanangkan.Descartes memperkuat ideide ini.Humanisme dan individualisme merupakan
cirri Renaissance yang sangat penting.Humanisme ialah pandangan bahwa manusia
mampu mengatur dunia dan dirinya.

Pada abad pertengahan, manusia kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran diukur
berdasarkan ukuran dari Gereja (Kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat manusia.

Humanisme sesungguhnya telah mengambil moral kemanusiaan seluruhnya dari


agama.Humanisme menyatakan bahwa pendidikan spiritual dan menepati janji, dalam
nisbatnya dengan keutamaankeutamaan moral, dapat dicapai tanpa keyakinan terhadap
Tuhan. Manusia adalah makhluk yang selalu mengejar cita-cita dan berusaha mengubah
“apa yang ada” menjadi “apa yang semestinya” atau “ apa yang kini ada” menjadi “apa
yang seharusnya ada” didalam alam, masyarakat, dan dirinya sendiri pula.

6
Etika keilmuan yang dibangun di atas dasar Humanisme adalah etika meterealisme
karena sesungguhnya manusia adalah materi, karena manusia akan berakhir sebagaimana
benda yang lain, hanya keberakhiran materi yang merupakan perubahan abadi. Oleh sebab
itu tidak ada kehancuran yang ada hanyalah perubahan.

Humanisme yang dimaksudkan adalah tentang kemuliaan manusia karena Allah


memuliakanya, sebagaimana firmanya dalam surat At-Tin ayat 4-5 :

٥ َ‫ ثُ َّم َرد َۡد ٰنَهُ أَ ۡسفَ َل ٰ َسفِلِين‬٤ ‫لَقَ ۡد خَ لَ ۡقنَا ٱإۡل ِ ن ٰ َسنَ فِ ٓي أَ ۡح َس ِن ت َۡق ِو ٖيم‬
Artinya :

“ sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.


Kemudian, kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).” (Q.S. At-
Tin : 4-5)

Yang menyebabkan kemulyaan manusia terjaga dan harkat martabatnya tetap tingi adalah
keilmuannya yang dapat membangun keimanan dan ketakwaan, sebagaimana disebutkan
dalam surat At-Tin ayat 6:

ٖ ُ‫ت فَلَهُمۡ أَ ۡج ٌر غ َۡي ُر َممۡ ن‬


٦ ‫ون‬ َّ ٰ ‫وا ٱل‬
ِ ‫صلِ ٰ َح‬ ْ ُ‫وا َو َع ِمل‬
ْ ُ‫إِاَّل ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
Artinya :

“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka,
pahala yang tiada putus-putusnya”. (Q.S. At-Tin : 6)

Perlu diketahui pula bahwa dalam sejarah filsafat, masa etik diisi oleh tiga macam
aliran filsafat, yaitu aliran Epicorus, Stoa, dan Skeptis. Epicorus yang mendirikan sekolah
filosofi lahir di samos pada tahun 341 SM dan meninggal di Athena pada tahun 217 SM
dalam usia 70 tahun. Menurut pendapat Epicorus, ajaran etiknya adalah mencari
kesenangan, tujuanya memperkuat jiwa untuk menghadapi semua keadaan.

Yang kedua adalah aliran Stoa didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition (133-266
SM).Ia dilahirkan di Kition pada tahun 340 SM, dan meninggal di Athena pada tahun 264
SM ia mencapai umur 76 tahun. Ajaran etiknya adalah memberikan petunjuk tentang sikap
sopan santun dalam kehidupan.Tujuanya menyempurnakan moral manusia.

7
Yang terakhir adalah aliran Skeptis.Skeptis artinya ragu-ragu.Keragu-raguan
terhadap segala sesuatu merupakan fondasi keyakinan.Sekolah yang dijadikan aliran
Skeptis adalah sekolah aliran Pyrrhon dari Elis.Pyrrhon sendiri lahir tahun 360 SM dan
meninggal dunia pada tahun 270 SM.[11]

Itulah beberapa pandangan tentang etika yang nantinya akandianut oleh para filsuf
dan bisa jadi oleh ilmuan. Lalu dimana letak atau posisi etika keilmuan dalam konteks
pendidikan islam ? dalam perpektif filsafat pendidikan islam, etika keilmuan yang harus
dibangun adalah sebagai berikut:

1. Semua ilmu bersumber dari Alloh SWT. Karena Alloh Robbul “alamin.
2. Semua ilmu wajib digali dan dicari sebanyak mungkin karena islam mewajibkan
mencari ilmu sejak manusia dari buaian hingga keliang lahat.Sabda Nabi SAW :

‫اُطْلُبُوا العِْل َم ِم َن امل ْه ِد إِىل اللَّ ْح ِد‬


َ
“Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga liang lahat” (HR. Bukhori)

‫س فِ ِيه ِعْل ًما َس َّه َل اللَّهُ لَهُ بِِه طَ ِري ًقا إِىَل اجْلَن َِّة‬ ِ ِ َ َ‫َو َم ْن َسل‬
ُ ‫ك طَري ًقا َيْلتَم‬
“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menggapai ilmu, maka Allah
memudahkan baginya jalan menuju surga.”. (HR. Muslim)[12]

3. Setiap ilmu yang dimiliki sekecil apapun harus diamalkan dalam hidup.
4. Setiap ilmu yang dimiliki harus menjadi cahaya yang menerangi kehidupan dan
menolong orang-orang yang masih bodoh atau awam.
5. Setiap ilmu yang dimiliki harus disebarkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan
umum.

Firman Allah:

ِ َ‫وا ٱأۡل َ ۡل ٰب‬


٩‫ب‬ ْ ُ‫ون إِنَّ َما يَتَ َذ َّك ُر أُ ْول‬
َ ۗ ‫ين اَل يَ ۡعلَ ُم‬
َ ‫ون َوٱلَّ ِذ‬ َ ‫قُ ۡل هَ ۡل يَ ۡستَ ِوي ٱلَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ۡعلَ ُم‬
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang
tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima
pelajaran”. (Q.S. Az-Zumar: 9)[13]

6. Setiap ilmu yang dikembangkan harus mempermudah usaha manusia dalam


mempertahankan kehidupannya dan tidak mendatangkan kemadzorotan.[14]

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika adalah suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-


perbuatan manusia. Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena
etika berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai dalam segala sesuatu

Etika Pragmatis Dalam Pendidikan Islam berpandangan bahwa kriteria kebenaran


sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Etika keilmuan
yang menganut Positivisme akan mempertegas tentang kebenaran pengetahuan terletak
pada fakta-fakta yang Konkret dan indrawi. Sedangkan Etika keilmuan yang dibangun di
atas dasar Humanisme adalah etika meterealisme karena sesungguhnya manusia adalah
materi, karena manusia akan berakhir sebagaimana benda yang lain, hanya keberakhiran
materi yang merupakan perubahan abadi. Oleh sebab itu tidak ada kehancuran yang ada
hanyalah perubahan.

B. Saran

Bagi para pendidik pada khususnya, sebaiknya mengerti bagaimana etika keilmuan
dalam dunia pendidikan islam itu ditinjau dari sudut filosofinya tidak hanya sekedar
mengerti tapi juga bisa mempraktiknya dalam dunia pendidikan , karena pendidikan yang
baik dan benar (berkualitas) akan memunculkan individu-individu yang beradab dengan
begitu tercipta kehidupan-kehidupan sosial yang bermoral. sekalipun institusi-institusi
pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institut-institut tersebut masih
belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan
yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan
institut pendidikan.

9
DAFTAR PUSTAKA

[1]http://akhsyaifulrijal.wordpress.com/2011/04/02/kajian-filsafat-etika-islam/

[2] http://munirbadrul.blogspot.com/2012/07/etika-pragmatis-dalam-pendidikan-
islam.html

[3] Op.Cit

[4] Op.Cit

[5] Drs. Hasan Basri, M.Ag.Filsafat Pendidikan Islam,(Pustaka setia bandung: 2009)
hal:97

[6] http://munirbadrul.blogspot.com/2012/07/etika-pragmatis-dalam-pendidikan-
islam.html

[7] http://akhsyaifulrijal.wordpress.com/2011/04/02/kajian-filsafat-etika-islam/

[8] Drs. Hasan Basri, M.Ag.Filsafat Pendidikan Islam,(Pustaka setia bandung: 2009)
hal:100

[9] http://munirbadrul.blogspot.com/2012/07/etika-pragmatis-dalam-pendidikan-
islam.html

[10] Ibid

[11] Ibid

[12] http://asysyariah.com/kewajiban-menuntut-ilmu.html

[13] http://moslemsunnah.wordpress.com/2011/03/26/bencana-banyak-ilmu-namun-
tanpa-amal/

[14] Drs. Hasan Basri, M.Ag.Filsafat Pendidikan Islam,(Pustaka setia bandung: 2009)
hal:125

10

Anda mungkin juga menyukai