Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN
ETIKA ISLAM DALAM PENERAPAN ILMU MIPA

OLEH:

KELOMPOK 5

IRMA(517015)

RISKA RAMADHANI NUR SYAM (517009)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) MUHAMMADIYAH BONE

2019/2020
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah AIK IV ini dengan tepat waktu. Dalam

menulis makalah ini, tidak sedikit masalah dan rintangan yang dihadapi oleh penulis,

namun berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan

makalah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini walaupun dengan

banyak kekurangan. Terimah kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan

kepada berbagai pihak yang tidak\ bisa penulis ucapkan satu-persatu. Akhir kata

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan perbaikan

dalam menyusun makalah kedepannya, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Watampone, 18 November 2019

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................... 1

B. Rumusan masalah .......................................................... 1

C. Tujuan masalah .............................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 2

A. Etika islam dalam penerapan ilmu ................................. 2

B. Ilmu dan kemanusian ..................................................... 5

C. Filsafat dalam kemaslahatan hidup insani ..................... 9

BAB III PENUTUP ........................................................................... 12

A. Kesimpulan .................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika sangat penting bagi pengembangan ilmu, apapun disiplinnya. Tanpa
mempertimbangkan tujuan untuk kehidupan kemanusiaan dan keberlangsungan
lingkungan hidup baik hayati maupun non hayati adalah pembunuhan diri
eksistensi manusia. Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai
atau yang dikenal dengan aksiologi. Aksiologi itu sendiri ialah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandangan
kefilsafatan. Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang
bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti ekonomi,
estetika, etika, filsafat agama dan epistimologi.
Diberbagai media massa banyak membicarakan tentang teroris yang
melakukan serangkaian pemboman di berbagai tempat di Indonesia. Di balik
bom teroris tersebut ternyata menyisakan suatu masalah bahwa pemahaman
keagamaan yang tidak didialogkan dengan permasalahan-permasalahan yang
sudah ada sebelumya dan tidak dikomunikasikan dengan ilmuwan agama lainnya
ternyata bisa menimbulkan korban manusia-manusia tak bersalah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan ilmu dengan kemanusiaan ?
2. Bagaimana hubungan ilmu dan kemaslahatan hidup ?
3. Maanakah ayat-ayat yang berkaitan dengan etika islam dalam penerapan ilmu?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Hubungan ilmu dengan kemanusiaan
2. Mengetahui hubungan ilmu dan kemaslahatan hidup
3. Mengetahui ayat ayat yang berkaitan dengan etika islam dalam penerapan ilmu

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. ETIKA ISLAM DALAM PENERAPAN ILMU

1. Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak
arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah
Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi,
secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953
– mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
“Etika adalah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan
kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau
kebaikan seluruh tingkah laku manusia”.

2
3

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Indonesia kata science
umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan,
meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih
memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa
pengertian :
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar
Bahasa Indonesia)
Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti
pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara
sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan
jalan keterangan disebut Ilmu.

Kedudukan Ilmu Menurut Islam


Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini
terlihat dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang berilmu dalam
posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Didalam Al qur’an , kata
ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa
ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat kental dengan nuansa
nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari
agama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9 (1995;; 39)
sebagai berikut ;‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya
adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah
mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan
,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’
4

ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;’an surat AL Mujadilah ayat 11


“ALLah meninggikan baberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang
beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi
ilmupengetahuan).dan ALLAH maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan
berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang
dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu
yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia
dihadapan ALLah ,sehingga akan tumbuh rasa kepada ALLah bila melakukan
hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan dengan fuirman ALLah:
“sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya
hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat faatir:28)
Disamping ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu
sangat istimewa, AL qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a
agar ditambahi ilmu, seprti tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114
“dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan
“.
Dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana
menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal
menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah
yang pertama diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang
artinya:
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
5

Ayat –ayat trersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk
tidak pernah berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang
tinggi dihadapan ALLah akan tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut kepeada
ALLah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan
amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga
ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130)
meyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola
hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal .
Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia
dan alam semesta tergantung dengan orang-orang yang menggunakannya. Untuk
itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini oleh para ilmuwan yang dapat
menjadikan pengembangan ilmu dan aplikasinya bagi kehidupan manusia agar
tidak menimbulkan dampak negatif.
B. ILMU DAN KEMANUSIAAN

Filsafat merupakan kajian ilmu yang sangat dipertimbangkan dalam


melakukan pelbagai bentuk tindakan manusia. Kajian ilmu tersebut diharapkan
agar manusia memanfaatkan alam ini dengan bijak sesuai dengan kebutuhan
yang tidak berlebihan pula agar alam yang kita tempati ini tidak rusak dan
menjadi bencana bagi umat manusia.

Hubungan ilmu dengan kemanusiaan sangatlah erat sekali dikarenakan


ilmu bisa berkembang karena keberadaan manusia,manusia mewujudkan sifat-
sifat baiknya untuk memelihara kelangsungan hidup ini didunia dan manusia
memenuhi kebutuhan hidupnya juga dengan ilmu.Hal ini sesuai dengan firman
Alloh SWT didalam Al-Qur’an yaitu mnusia diciptakan oleh Alloh sebagai
kholifah di bumi sebagai wakil tuhan untuk menjaga kehidupan didunia ini.

Tentunya degan ilmu manusia akan diarahkan kepada hal yang baik menurut
dirinya dan bermanfaat untuk lainnya. Dan manusialah yang bisa
mengembangkan keilmuaannnya yang didapat melalui proses berpikir.
6

1. Hubungan Antara Ilmu Dan Kemanusiaan

Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-


hari belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya
terhadap masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu “Umat manusia
menjamin urusannya untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya
kepada ilmu pengetahuan”. (Van Melsen,1987).

Dewasa ini ilmu menjadi sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, seolah-
olah manusia tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan. Kebutuhan yang
sederhanapun sekarang memerlukan ilmu, misalnya kebutuhan sandang, papan
,dan papan sangat tergantung dengan ilmu. Maka kegiatan ilmiah dewasa ini
berdasarkan pada dua keyakinan berikut.

1. Segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja
untuk mengerti realitas dengan lebih baik, melainkan juga untuk menguasainya
lebih mendalam menurut segala aspeknya.

2. Semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan primer, seperti air,


makanan , udara, cahaya, kehangatan, dan tempat tinggal tidak akan cukup untuk
penyelidikan itu. (Van Melsen,1987).[1]

Dengan demikian, ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah
secara radikal, dari tidak berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi “
tempat tergantung “ kehidupan manusia. Oleh karena itu keterkaitan ilmu dengan
kemanusiaan sangatlah erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan sendiri-
sendiri. Hal ini disebabkan ilmu tanpa manusia tidak akan berkembang pesat
sampai sekarang ini dan manusia tanpa ilmu juga tidak dapat hidup untuk proses
pemenuhan kebutuhan yang kompleks.

Walaupun pada zaman dahulu sering kita ketahui dalam sejarah


peradaban manusia saat itu memanfaatkan ilmu hanya untuk berperang dan
menguasai daerah jajahan baru sehingga peran serta ilmu itu sendiri jauh dari
7

harapan manusia dalam segi nilai dan moralitas. Dan inilah yang mengubah
pemikiran manusia saat ini untuk mencapai hakekat daripada keilmuan itu.

Kita ketahui juga ilmu saat ini berkembang dengan pesat yang
mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi, ilmu bukan
saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah
hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan ilmu bukanlah sarana yang
membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan
hidup itu sendiri.[2]

Dengan ilmu manusia dapat memanfaatkan segala sesuatu didasari nilai


yang positif sehingga dalam kehidupan bersosialnya dapat terjalin hubungan
yang serasi, seimbang, selaras.

2. Manfaat Ilmu bagi Kemanusiaan

Ilmu pada dasarnya mengungkap realitas sebagaimana adanya.Hasil-hasil


kegiatan keilmuan memberikan alternatif kepada manusia untuk mengambil
suatu keputusan yang menurut dirinya menjadi keputusan yang terbaik, walaupun
nantinya keputusan itu dianggap kurang tepat oleh manusia lain. Akan tetapi
hakikat kebenaran pastinya akan dimanfaatkan oleh manusia secara umum
karena sifat daripada kebenaran yang mengungkap adalah waktu.

Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang mempelajari alam sebagaimana


adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya: untuk apa
sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan ? dimana batas wewenang penjelejahan
keilmuan? Kearah mana pengembangan keilmuan harus diarahkan? Pertanyaan
ini jelas tidak merupakan urgensi ilmuwan seperti Copernicus, Galileo, dan
ilmuwan seangkatannya, namun bagi ilmuwan yang hidup dalam abad kedua
puluh yang telah mengalami dua kali perang dunia dan hidup dalam bayangan
8

perang dunia ketiga, pertanyaan-pertanyaan tidak dapat dielakkan. Dan untuk


menjawab pertanyaan ini maka ilmuwan berpaling kepada hakikat moral.

Banyaknya kejadian yang melanda umat manusia dewasa ini, manusia semakin
menyadari bahwa manfaat ilmu sangat penting membentuk etika, moral, norma,
dan kesusilaan.

Arti kesusilaan menurut Leibniz filsuf pada zaman modern berpendapat bahwa
kesusilaan adalah hasil suatu “ menjadi” yang terjadi di dalam jiwa.
Perkembangan dari nafsu alamiah yang gelap sampai kehendak yang sadar, yang
berarti sampai kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh lengkap, disebabkan oleh
aktivitas jiwa sendiri. Apa yang benar-benar kita kehendaki telah terkandung
sebagai benih di dalam nafsu alamiah yang gelap. (Harun Hadiwijoyo, 1990,
hlm. 44-45). Oleh karena itu, tugas kesusilaan pertama ialah meningkatkan
perkembangan itu dalam diri manusia sendiri. Kesusilaan hanya berkaitan
dengan batin kita.[3]

3. fungsi manusia dalam perkembangan ilmu

Manusia merupakan makhluk yang sangat sempurna dibanding dengan makluk-


makluk ciptaan Alloh yang lain di muka bumi ini.Dengan dibekali pembawaan
dari Alloh SWT berupa akal untuk mengelola keseimbangan alam ini.Tujuan
Alloh menciptakan manusia itu sendiri adalah sebagai wakil atau kholifah secara
langsung di muka bumi ini agar tujuan hidup menjadi serasi, selaras, seimbang.

Manusia mendapatkan ilmu melalui perantaraan kalam yang diciptakan oleh


Alloh.Hal ini sesuai dengan firman Alloh surat Al-Alaq Ayat 1-5 sebagai berikut
:

‫) َعلَّ َم‬٤( ‫)الَّذِي َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬٣( ‫)ا ْق َرأْ َو َربُّكَ األ ْك َر ُم‬٢( ‫ق‬ َ ‫)خَ لَقَ اإل ْن‬١( َ‫ا ْق َرأْ بِاس ِْم َربِِّكَ الَّذِي َخلَق‬
ٍ َ‫سانَ ِم ْن َعل‬
)٥( ‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬
َ ‫اإل ْن‬
9

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia


telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dapat kita ketahui tentang ayat diatas bahwa Alloh menciptakan manusia
dengan penuh kasih sayang dan kesempurnaan baik secara fisik dan rohani.
Dengan dibekali hal diatas maka fungsi manusia terhadap ilmu adalah
menemukan, mengembangkan, menciptakan, kemudian mengevaluasi terhadap
ilmu yang didapatnya melalui proses berpikir yang alami dan sistematis. dengan
pemikiran seperti itu manusia bisa membagi atau memetakan suatu ilmu degan
spesifikasi tertentu yang berkembang saat ini dan sudah dimanfaatkan oleh
manusia.

Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu,


meskipun secara metodoloigis ilmu tidak membedakan ilmu-ilmu alam dengan
ilmu-ilmu sosial secara garis besar.

C. Filsafat dalam kemaslahatan hidup insani


Kehidupan secara lebih baik merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh
manusia dalam kehidupannya. Untuk mencapai hidup secara lebih baik manusia
perlu untuk dibentuk atau diarahkan. Pembentukan manusia itu dapat melalui
pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi pengetahuan tentang diri dan
dunianya, melalui kehidupan sosial atau polis, dan melalui agama. Dalam paper
kerja ini kami akan membahas tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang
dapat membantu manusia untuk hidup lebih baik. Dengan kata lain, konteks
filsafat budaya sebagai ilmu tentang kahidupan manusia akan lebih disempitkan
atau dibatasi pada kerangka berpikir pembentukan manusia yang lebih baik.
Pembentukan manusia yang lebih baik bukan dalam arti moral; baik buruknya
10

manusia, tetapi dalam arti pembentukan manusia sebagai makhluk yang hidup
dan berbudaya dalam perspektif filsafat budaya, yakni hidup yang lebih
bijaksana, dan lebih kritis. Filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika, kimia,
biologi, tetapi filsafat adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif.
Kelompok mencoba mengangkat tiga unsur pembentukan manusia. Ketiga unsur
pembentuk itu antara lain:
(1) pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkungannya;
(2) manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas; dan
(3) agama membantu manusia hidup dengan lebih baik.
Pengetahuan menjadi unsur yang penting dalam usaha membentuk
manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang memadai manusia dapat
mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui secara lebih umum
dalam pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk akal. Dalam hal ini
ilmu lebih kritis daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan.
Sekalipun demikian kelompok megangkat pengetahuan untuk memahami hidup
manusia dan secara kritis dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini
lebih pada pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika
manusia mengetahui dan mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara
lebih sempurna dan lebih baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan
dengan itu manusia juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan atau
dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia atau lingkungannya,
manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara cepat dan lebih mudah.
Manusia ternyata tidak hidup sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam
hubungan dengan dan membutuhkan manusia lain, yang menunjukkan hakikat
dari manusia, yaitu sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain
untuk dapat membentuk dan mengembangkan dirinya sehingga dapat hidup
secara lebih baik; lebih bijaksana dan lebih kritis. Dengan demikian manusia
pada hakikatnya hidup bersama dengan orang lain atau hidup dalam suatu
komunitas tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi, kebersamaannya dengan
11

orang lain dalam suatu komunitas inilah yang turut menentukan pembentukan
yang memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang lebih baik dan lebih
sempurna dalam dunianya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia dan
alam semesta tergantung dengan orang-orang yang menggunakannya. Untuk itu
perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini oleh para ilmuwan yang dapat
menjadikan pengembangan ilmu dan aplikasinya bagi kehidupan manusia agar
tidak menimbulkan dampak negatif.
2. Peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua).
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu
pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang
seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur ilmu
pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan
iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang
seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika
dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada
berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia.
Mari kita simak firman-Nya: “Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman
dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Qs. al-A’raaf [7]: 96).

12
DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin Salam, 1998. Pengantar Filsafat, Jakarta, Bina Aksara

Hartono Kasmadi, dkk. 1990. Filsafat Ilmu, Semarang, IKIP Semarang Press

Hasbullah Bakry, 1986, Sistematika Filsafat, Jakarta, Wijaya.

Jan Hendrik Rapat, 1996. Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Kanisius

Jujun S. Suriasumantri, tt. Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Solihatin Etin, Rahardjo, 2008, Cooperative Learning, Jakarta, PT. Bumi Aksara

Surajiyo, 2008, Fislafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: PT.


Bumi Aksara

13

Anda mungkin juga menyukai