Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“ETIKA ISLAM DALAM PENERAPAN ILMU’’


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
AIKA V (Islam & Ilmu Pengetahuan)
Dosen Pengampu : Irwan M.Ag

DISUSUN OLEH ;

KELOMPOK 5 MSDM-A :
Ahmad Syaogi 1961201501
Dicky Wandira 1961201907
Eka Nanda Safitri 1961201413
Milenia Anaga Shinta 1961201399
Saufika Agustine 1961201475
Tayu Rahayu 1961201500

UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH TANGERANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
MANAJEMEN

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah swt yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah AIKA 5 (Islam
dan Ilmu Pengetahuan), dengan judul “Etika Islam dalam penerapan ilmu”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banayak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang mebangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Tangerang, Januari 2022

Penulis

i2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Etika Islam dalam penerapan Ilmu............................................................. 3
2.1.1 Pengertian Etika................................................................................ 3
2.1.2 Apakah itu Ilmu................................................................................ 5
2.1.3 Kedudukan Ilmu menurut Islam ...................................................... 5
2.2 Ilmu dan Kemanusiaan............................................................................... 7
a. Syarat-syarat Ilmu............................................................................ 7
b. Sumber Ilmu Pengetahuan............................................................... 8
2.2.1 Hubungan antara ilmu dan kemanusiaan.......................................... 9
2.2.2 Ilmu untuk Kemaslahatan Hidup...................................................... 10
2.3 Fungsi manusia dalam perkembangan ilmu............................................... 12
2.4 Filsafat dalam Kemaslahatan hidup insani................................................. 14
a. Manusia mengetahui dirinya dan dunianya..................................... 15
b. Manusia dalam hidup komunitas..................................................... 16
c. Agama menbantu manusia hidup lebih baik................................... 18
2.5 Ayat dan Hadist yang relavan..................................................................... 18
a. Objek Ilmu....................................................................................... 18
b. Kategori Ilmu.................................................................................. 20
BAB III PENUTUP......................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 24

ii 3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika sangat penting bagi pengembangan ilmu, apapun disiplinnya,


Tanpa mempertimbangkan tujuan untuk kehidupan kemanusiaan dan
keberlangsungan lingkungan hidup baik hayati maupun non hayati adalah
pembunuhan diri eksistensi manusia. Etika merupakan salah satu bagian dari
teori tentang nilai atau yang dikenal dengan aksiologi. Aksiologi adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, yang umumnya ditinjau dari
sudut pandangan kefilsafatan. Di dunia ini terdapat banyak cabang
pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus
seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan epistimologi.
Di berbagai media massa banyak membicarakan tentang teroris yang
melakukan serangkaian pemboman di berbagai tempat di Indonesia. Di balik
bom teroris tersebut ternyata menyisakan suatu masalah bahwa pemahaman
keagamaan yang tidak didialogkan dengan permasalahan-permasalahan yang
sudah ada sebelumya dan tidak dikomunikasikan dengan ilmuwan agama
lainnya ternyata bisa menimbulkan korban manusia-manusia tak bersalah.
1.2 Rumusan Masalah      
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka masalah yang
akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan ilmu dengan kemanusiaan?
2. Bagaimana hubungan ilmu dan kemaslahatan hidup?
3. Maanakah ayat-ayat yang berkaitan dengan etika islam dalam penerapan
ilmu?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembahasan masalah-masalah tersebut diatas ialah
sebagai berikut :
1. Mengetahui Hubungan ilmu dengan kemanusiaan.
2. Mengetahui hubungan ilmu dan kemaslahatan hidup.
1
4
3. Mengetahui ayat ayat yang berkaitan dengan etika islam dalam penerapan
ilmu.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etika Islam Dalam Penerapan Ilmu

2.1.1 Pengertian Etika

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak
arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah
Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953
– mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 –
mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
“Etika adalah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan
kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan
seluruh tingkah laku manusia”.
Dalam Islam, prinsip etika merupakan hak eksklusif dan bahan komoditi yang
bersifat memikat, tetapi ia memiliki norma-norma dan moral imperatif yang
bertujuan sebagai service membangun kualitas manusia secara paripurna. Jadi
Islam meletakkan inspirasi tauhid sebagai parameter pengembangan teori ilmu
pengetahuan dan Alquran menyediakan seperangkat aturan dalam prinsip dan tata
beretika dalam penerapan ilmu pengetahuan.

36
Etika Islam yang berfokus pada ayat-ayat Al-Qur’an yang dikembangkan
oleh para pemikir Muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan etika Islam
sebagai landasan utama dalam penerapan Ilmu Pengetahuan, terutama dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian dengan fitrah
penciptaan manusia. Kesesuaian nilai-nilai Al-Qur’an dengan dimensi penciptaan
fitrah kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan manusia sejagat.
Sehingga dalam perspektif ini, etika Islam merupakan proses penyaringan atau
tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan kaedah etika islam dalam
Alquran. Etika Islam dengan demikian dapat didefenisikan sebagai proses
penyaringan nilai-nilai Islam dari komunikator atau produktor kepada komunikan
atau konsumen dengan menggunakan prinsip-prinsip etika yang sesuai dengan
Alquran dan Hadis.

Dalam masalah ketelitian menerima Penemuan Sains dan Teknologi,


Alquran misalnya memerintahkan untuk melakukan check and recheck terhadap
informasi yang diterima. Dalam surah al-Hujurat ayat 6 dikatakan ;

ِ ُ‫ق بِنَبٍَأ فَتَبَيَّنُوا َأن ت‬


‫صيبُوا قَ ْوما ً بِ َج َهالَ ٍة‬ ِ َ‫ين آ َمنُوا ِإن َجاء ُك ْم ف‬
ٌ ‫اس‬ َ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذ‬
‫صبِ ُحوا َعلَى َما فَ َع ْلتُ ْم نَا ِد ِم‬ ْ ُ‫فَت‬

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Oleh karena itu, penerapan etika islam dalam menanggapi perkembangan ilmu
Pengetahuan sangat di perlukan, agar terciptanya masyarakat muslim yang madani
dan tidak terlalu jauh menikmati kefaanaan alam dunia ini. Selain itu, proses
pendidikan Islam juga merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan,
potensi hidup manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan
kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya
sebagai makhluk individual, dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam

47
sekitar dimana nilai- nilai Islam, yaitu nilai-nilai yang melahirkan norma-norma
syariah dan akhlak karimah.
Tujuan kependidikan Islam adalah merupakan penggambaran nilai-nilai
Islami yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia, dengan istilah lain tujuan
pendidikan Islam perwujudan nilai-nilai Islami dalam diri manusia didik. Jadi
kesanalah pendidikan Islam seharusnya diarahkan, agar pendidikan Islam tidak
hanyut terbawa arus modernisasi dan kemajuan IPTEK.

2.1.2 Apakah Ilmu itu


Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggris Ilmu
biasanya dipadankan dengan kata science,sedang pengetahuan dengan knowledge.
Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga
diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada
makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini
akan dikemukakan beberapa pengertian :
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa
Indonesia).
Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti
pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara
sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan
jalan keterangan disebut Ilmu.
Ilmu adalah kumpulan ( akumulasi ) dari banyak pengetahuan, sedangkan
pengetahuan merupakan kumpulan (akumulasi)  dari banyak informasi .

2.1.3 Kedudukan Ilmu Menurut Islam


Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal
ini terlihat dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang berilmu dalam
posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Didalam Al qur’an , kata ilmu
dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran
Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa
yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam

58
sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9 (1995;; 39) sebagai berikut
;‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah
penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak
kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta
menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’
Allah s.w.t berfirman dalam AL qur;’an surat AL Mujadilah ayat 11
 “Allah meninggikan baberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang
beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi
ilmupengetahuan).dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan
berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang
dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang
dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan
Allah ,sehingga akan tumbuh rasa kepada Allah bila melakukan hal-hal yang
dilarangnya, hal ini sejalan dengan fuirman Allah:
“sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya
hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat faatir:28)
Disamping ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat
istimewa, AL qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi
ilmu, seprti tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114
 “dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “.
Dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah
ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekeankan pentingnya
membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah yang pertama diturunkan
yaitu surat Al Alaq ayat 1 sampai dengan ayat 5 yang artinya:
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[1589] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.
Ayat –ayat trersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk
tidak pernah berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang
tinggi dihadapan ALLah akan tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut kepeada
ALLah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan

69
amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga
ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan
bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh
ini seolah menengahi antara iman dan amal .
Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi manusia dan
alam semesta tergantung dengan orang-orang yang menggunakannya. Untuk itu
perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini oleh para ilmuwan yang dapat
menjadikan pengembangan ilmu dan aplikasinya bagi kehidupan manusia agar
tidak menimbulkan dampak negatif.

2.2 Ilmu Dan Kemanusiaan


Filsafat merupakan kajian ilmu yang sangat dipertimbangkan dalam
melakukan pelbagai bentuk tindakan manusia. Kajian ilmu tersebut diharapkan
agar manusia memanfaatkan alam ini dengan bijak sesuai dengan kebutuhan yang
tidak berlebihan pula agar alam yang kita tempati ini tidak rusak dan menjadi
bencana bagi umat manusia.
Hubungan ilmu dengan kemanusiaan sangatlah erat sekali dikarenakan
ilmu bisa berkembang karena keberadaan manusia,manusia mewujudkan sifat-
sifat baiknya untuk memelihara kelangsungan hidup ini didunia dan manusia
memenuhi kebutuhan hidupnya juga dengan ilmu.Hal ini sesuai dengan firman
Alloh SWT didalam Al-Qur’an yaitu mnusia diciptakan oleh Alloh sebagai
kholifah di bumi sebagai wakil tuhan untuk menjaga kehidupan didunia ini.
Tentunya degan ilmu manusia akan diarahkan kepada hal yang baik menurut
dirinya dan bermanfaat untuk lainnya. Dan manusialah yang bisa
mengembangkan keilmuaannnya yang didapat melalui proses berpikir.
a. Syarat-syarat Ilmu
Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus dibandingkan dengan
pengetahuan. Suatu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai ilmu apabila
memenuhi tiga unsur pokok sebagai berikut:
1. Ontologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki obyek studi
yang jelas. Obyek studi harus dapat diidentfikasikan, dapat diberi batasan,
dapat diuraikan, sifat-sifatnya yang esensial. Obyek studi sebuah ilmu ada
dua yaitu obyek material dan obyek formal.

10
7
2. Epistimologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki metode
kerja yang jelas. Ada tiga metode kerja suatu bidang studi yaitu metode
deduksi, induksi dan induksi.
3. Aksiologi artinya bidang studi yang bersangkutan memiliki nilai guna atau
kemanfaatannya. Bidang studi tersebut dapat menunjukkan nilai-nilai
teoritis, hukum-hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-
konsep dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis dan koheren. Dalam
teori dan konsep terseubut tidak terdapat kerancuan atau kesemerawutan
pikiran, atau penetangan kondtradiktif diantara satu sama lainnya.
b. Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam pemikiran Islam ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu.
Keduanya tidak boleh dipertentangkan, karena manusia diberi kebebasan dalam
mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntutan al-Qur’an dan sunnah rasul.
Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran Islam ada yang bersifat abadi (perennial
knowledge) dan tingkat kebenarannya bersifat mutlak (absolute) karena
bersumber dari wahyu Allah dan ilmu yang bersifat perolehan (aquired
knowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative) karena bersumber dari
akal pikiran manusia.
Maka dari itu tidak ada istilah final dalam suatu produk ilmu pengetahuan,
sehingga setiap saat selalu terbuka kesempatan untuk melakukan kjian ulang atau
perbaikan kembali.
Kedua sumber ilmu tadi akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Sumber ilmu dari Allah SWT atau Wahyu.
Ilmu yang bersumber pada agama atau Allah SWT diturunkan kepada manusia
melalui para Rasul-Rasul Allah, berupa wahyu Allah yang diabadikan dalam kitab
suci masing-masing diantaranya:
 Zabur (mazmur), kitab Nabi Daud as.
 Taurat (thorah), kitab Nabi Musa as.
 Injil, kitab Nabi Isa al-masih as.
 Al-Quranul karim, kitab Nabi Muhammad SAW.

8
11
2. Sumber ilmu dari akal atau Filsafat.
Semua ilmu pengetahuan yang kita kenal sekarang ini bersumber dari
Filsafat (Philosophia), yang dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan.
Filsafat pada masa itu mencakup pula segala pemikiran mengenai masyarakat.
Lama-kelamaan sejalan dengan perkembangan zaman dan tumbuhnya peradaban
manusia, berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat,
memisahkan diri dan berkembang mengejar tujuan masing-masing. Dalam islam
kita juga mengenal banyak ilmuwan-ilmuwan atau para filosof misalnya, Imam
Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hambali adalah tokoh islam dalam
bidang ilmu fiqih, Abu Hasan Al Asy'ari adalah tokoh ilmuwan muslim di bidang
ilmu tauhid, Imam Ghazali adalah tokoh yang terkenal dalam bidang ilmu tafsir,
ilmu fiqih, ilmu filsafat, dan ilmu akhlak, Ibnu Sina adalah tokoh dalam bidang
kedokteran dan filsafat, Al Biruni adalah ahli dalam ilmu fisika dan ilmu
astronomi, Jabir ibn Hayyan adalah ahli kimia dari kalangan kaum muslimin, Al
Khawarizmi di bidang matematika dan Al Mas'udi yang terkenal sebagai ahli
geografi serta sejarah.
Dari berbagai ragam ilmu pengetahuan yang berinduk dari filsafat tersebut
pada garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1. Ilmu-ilmu Alamiah (Natural Sciences), yang meliputi fisika, kimia,
astronomi, biologi, botani dan sebagainya.
2. Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), yang terdiri dari sosiologi, antropologi,
psikologi, ekonomi, politik, sejarah, hukum dan sebagainya.
3. Ilmu-ilmu budaya (Humanities), yang terdiri dari cinta kasih, agama, ilmu,
budaya, kesenian, bahasa, kesusastraan dan sebagainya.
2.2.1 Hubungan Antara Ilmu Dan Kemanusiaan
Pada masa lampau kedudukan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
belum dapat dirasakan. Ilmu sama sekali tidak memberikan pengaruhnya terhadap
masyarakat. Ungkapan Aristoteles tentang ilmu “Umat manusia menjamin
urusannya untuk hidup sehari-hari, barulah ia arahkan perhatiannya kepada ilmu
pengetahuan”. (Van Melsen,1987).
Dewasa ini ilmu menjadi sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari, seolah-olah
manusia tidak dapat hidup tanpa ilmu pengetahuan. Kebutuhan yang
sederhanapun sekarang memerlukan ilmu, misalnya kebutuhan sandang, papan ,

9
12
dan papan sangat tergantung dengan ilmu. Maka kegiatan ilmiah dewasa ini
berdasarkan pada dua keyakinan berikut.
1. Segala sesuatu dalam realitas dapat diselidiki secara ilmiah, bukan saja untuk
mengerti realitas dengan lebih baik, melainkan juga untuk menguasainya lebih
mendalam menurut segala aspeknya.
2. Semua aspek realitas membutuhkan juga penyelidikan primer, seperti air,
makanan , udara, cahaya, kehangatan, dan tempat tinggal tidak akan cukup untuk
penyelidikan itu. (Van Melsen,1987).
Dengan demikian, ilmu pada dewasa ini mengalami fungsi yang berubah
secara radikal, dari tidak berguna sama sekali dalam kehidupan praktis menjadi “
tempat tergantung “ kehidupan manusia. Oleh karena itu keterkaitan ilmu dengan
kemanusiaan sangatlah erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan sendiri-
sendiri. Hal ini disebabkan ilmu tanpa manusia tidak akan berkembang pesat
sampai sekarang ini dan manusia tanpa ilmu juga tidak dapat hidup untuk proses
pemenuhan kebutuhan yang kompleks.
Walaupun pada zaman dahulu sering kita ketahui dalam sejarah peradaban
manusia saat itu memanfaatkan ilmu hanya untuk berperang dan menguasai
daerah jajahan baru sehingga peran serta ilmu itu sendiri jauh dari harapan
manusia dalam segi nilai dan moralitas. Dan inilah yang mengubah pemikiran
manusia saat ini untuk mencapai hakekat daripada keilmuan itu.
Kita ketahui juga ilmu saat ini berkembang dengan pesat yang
mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi, ilmu bukan
saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah
hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan ilmu bukanlah sarana yang
membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan
hidup itu sendiri.
Dengan ilmu manusia dapat memanfaatkan segala sesuatu didasari nilai
yang positif sehingga dalam kehidupan bersosialnya dapat terjalin hubungan yang
serasi, seimbang, selaras.
 
2.2.2 Ilmu untuk Kemaslahatan Hidup
Islam adalah agama yang sama sekali tidak menginginkan umatnya buta
huruf, ataupun bodoh. Tapi islam adalah agama yang menginginkan umatnya

10
13
memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual. Pantas dalam falsafah hidup yang
dikatakan oleh Sastrawan dan Budayawan Madura D. ZAWAWI IMRAN asal
Sumenep. Beliau mengatakan bahwa : “ lebih baik mati ikut air kencing ibu dari
pada hidup tidak dapat memberikan manfaat sama sekali, karena pentingnya
menjadi orang-orang yang berilmu. Perlu diketahui bahwa orang-orang yang
berilmu memiliki keutamaan dan derajat yang tinggi disis Allah swt.”
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman didalam Al Qur’an surat Al Mujadalah ayat
11 yang artinya :
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan bebarapa derajat.”
Kata iman dan ilmu disebut secara beriringan, mengandung arti bahwa Iman tidak
boleh dipisahkan dengan Ilmu. Pantas kalau ilmuwan barat Albert Einstein
mengatakan : “science without religion is bland, but religion without is lame
(ilmu pengetahuan tanpa agama akan buta, sedangkan agama tanpa ilmu
pengetahuan akan lumpuh).” Agar IPTEK dapat memberikan kemaslahatan umat,
maka kita harus membekali diri sejak dini dengan IMAN dan TAQWA kepada
Allah swt.
 Keutamaan Orang Berilmu dan Beramal
Perbuatan baik seseorang tidak akan  bernilai amal shaleh apabila
perbuatan tersebut tidak dibangun atas nilai-nilai iman dan ilmu yang benar. Sama
halnya dengan perkembangan IPTEKS yang lepas dari keimanan dan ketakwaan
tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat
manusia dan alam lingkungannya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
paling sempurna, kesempurnaannya karena dibekali seperangkat potensi. Potensi
yang paling utama adalah akal. Dan akal tersebut berfungsi untuk berpikir hasil
pemikirannya adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan ketakwaan pada Allah
SWT, akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia
termasuk bagi lingkungannya. Allah berjanji dalam Q.S 58(Al-Mujadalah):11:

ٍ ‫ين ُأوتُوا ا ْل ِع ْل َم َد َر َجا‬


‫ت‬ َ ‫يَ ْرفَ ِع هَّللا ُ الَّ ِذ‬
َ ‫ين آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذ‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah:11).

11
14
Menurut Al-Gazhali bahwa makhluk yang paling mulia adalah manusia,
sedangkan sesuatu yang paling mulia pada diri manusia adalah hatinya, tugas
utama pendidik adalah menyempurnakannya, membersihkan dan mengiringi
peserta didik agar hatinya selalu dekat kepada Allah swt, melalui perkembangan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, para pendidik akan selalu dikenang oleh anak
didiknya. Kemudian al-Gazhali memberikan argumentasi yang kuat, baik
berdasarkan al-Qur’an as Sunnah, maupun argumentasi secara rasional. Sehingga
kita dapat mengatakan bahwa mengajarkan ilmu bukan hanya  termasuk aspek
ibadah kepada Allah swt, melainkan juga termasuk khalifah Allah swt, karena hati
orang alim telah dibukakan oleh Allah SWT.
Keutamaan orang yang berilmu menurut Al-Ghazali :
 Bagaikan matahari, selain menerangi dirinya juga penerang orang lain.
 Bagaikan minyak kasturi yang selalu menyebarkan keharuman bagi orang
yang berpapasan dengannya.
Ada dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai abdun (hamba Allah) dan
khalifah fil ardhi. Essensi dari abdun adalah ketaatan kepada Allah, dan essensi
khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam lingkungannya.
Manusia sebagai khalifah bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam
dan lingkungannya, mengeksplorasi sumberdaya alam untuk sesuatu yang
bermanfaat. Oleh karena itu, tanggung jawab kekhalifahan banyak bertumpu pada
ilmuwan dan para intelektual yang mampu memanfaatkan sumber daya alam ini.

2.3 Fungsi manusia dalam perkembangan ilmu


Manusia merupakan makhluk yang sangat sempurna dibanding dengan
makluk-makluk ciptaan Alloh yang lain di muka bumi ini.Dengan dibekali
pembawaan dari Alloh SWT berupa akal untuk mengelola keseimbangan alam
ini.Tujuan Alloh menciptakan manusia itu sendiri adalah sebagai wakil atau
kholifah secara langsung di muka bumi ini agar tujuan hidup menjadi serasi,
selaras, seimbang.
Manusia mendapatkan ilmu melalui perantaraan kalam yang diciptakan oleh
Allah. Hal ini sesuai dengan firman Alloh surat Al-Alaq Ayat 1-5 sebagai berikut;

12
15
َ‫)ا ْق َرْأ َو َر ُّبك‬٢( ‫ق‬ ٍ َ‫ان ِمنْ َعل‬ َ ‫س‬َ ‫ق اإل ْن‬َ َ‫)خل‬ َ ١( ‫ق‬ َ َ‫س ِم َربِّكَ الَّ ِذي َخل‬ ْ ‫ا ْق َرْأ بِا‬
)٥( ‫ان َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬
َ ‫س‬َ ‫) َعلَّ َم اإل ْن‬٤( ‫)الَّ ِذي َعلَّ َم بِا ْلقَلَ ِم‬٣( ‫األ ْك َر ُم‬
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dapat kita ketahui tentang ayat diatas bahwa Allah menciptakan manusia
dengan penuh kasih sayang dan kesempurnaan baik secara fisik dan rohani.
Dengan dibekali hal diatas maka fungsi manusia terhadap ilmu adalah
menemukan, mengembangkan, menciptakan, kemudian mengevaluasi terhadap
ilmu yang didapatnya melalui proses berpikir yang alami dan sistematis. dengan
pemikiran seperti itu manusia bisa membagi atau memetakan suatu ilmu degan
spesifikasi tertentu yang berkembang saat ini dan sudah dimanfaatkan oleh
manusia.
Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu,
meskipun secara metodoloigis ilmu tidak membedakan ilmu-ilmu alam dengan
ilmu-ilmu sosial secara garis besar.
Berhubungan dengan ilmu sosial maka ada keterkaitan antara manusia
dengan kemanusiaan sehingga melahirkan konsep ilmu itu sendiri yaitu :
 Interaksi
 saling ketergantungan
 Kesinambungan dan Perubahan
 Keragaman/Kesamaan/Perbedaan
 Konflik dan konsensus
 Pola (Pattern)
 Tempat atau lokasi
 Kekuasaan atau Power
 Nilai Kepercayaan
 Keadilan Dan Pemerataan
 Kelangkaan
 Kekhususan
 Budaya (Culture)
 Nasionalisme.

16
13
2.4 Filsafat dalam kemaslahatan hidup insani
Kehidupan secara lebih baik merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh
manusia dalam kehidupannya. Untuk mencapai hidup secara lebih baik manusia
perlu untuk dibentuk atau diarahkan. Pembentukan manusia itu dapat melalui
pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi pengetahuan tentang diri dan dunianya,
melalui kehidupan sosial atau polis, dan melalui agama. Dalam paper kerja ini
kami akan membahas tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang dapat
membantu manusia untuk hidup lebih baik. Dengan kata lain, konteksfilsafat
budaya sebagai ilmu tentang kahidupan manusia akan lebih disempitkan atau
dibatasi pada kerangka berpikirpembentukan manusia yang lebih baik.
Pembentukan manusia yang lebih baik bukan dalam arti moral; baik buruknya
manusia, tetapi dalam arti pembentukan manusia sebagai makhluk yang hidup dan
berbudaya dalam perspektif filsafat budaya, yakni hidup yang lebih bijaksana, 
dan lebih kritis. Filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika, kimia, biologi, tetapi
filsafat adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif. Kelompok
mencoba mengangkat tiga unsur pembentukan manusia. Ketiga unsur pembentuk
itu antara lain:
(1). Pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkungannya;
(2). Manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas; dan
(3). Agama membantu manusia hidup dengan lebih baik.
Pengetahuan menjadi unsur yang penting dalam usaha membentuk
manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang memadai manusia dapat
mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui secara lebih umum dalam
pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk akal. Dalam hal ini ilmu
lebih kritis daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan.
Sekalipun demikian kelompok megangkat pengetahuan untuk memahami hidup
manusia dan secara kritis dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini
lebih pada pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika
manusia mengetahui dan mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara
lebih sempurna dan lebih baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan
dengan itu manusia juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan atau
dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia atau lingkungannya,
manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara cepat dan lebih mudah.
Manusia ternyata tidak hidup sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam
hubungan dengan dan membutuhkan manusia lain, yang menunjukkan hakikat

14
17
dari manusia, yaitu sebagai makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain
untuk dapat membentuk dan mengembangkan dirinya sehingga dapat hidup secara
lebih baik; lebih bijaksana dan lebih kritis. Dengan demikian manusia pada
hakikatnya hidup bersama dengan orang lain atau hidup dalam suatu komunitas
tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi, kebersamaannya dengan orang lain
dalam suatu komunitas inilah yang turut menentukan pembentukan yang
memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang lebih baik dan lebih sempurna
dalam dunianya.
Unsur lain yang menurut kelompok dapat membantu membentuk manusia
sehingga manusia dapat hidup secara lebih baik, lebih bijaksana adalah agama.
Dengan kata lain, agama mengandung nilai-nilai universal yang pada hakikatnya
mengajarkan yang baik bagi penganutnya.
Ketiga unsur pembentuk manusia untuk hidup secara lebih baik itu akan
dilihat dan dijelaskan secara lebih dalam pokok-pokok berikut.

a. Manusia mengetahui dirinya dan dunianya


Telah dikatakan sebelumnya (pada bagian pendahuluan) bahwa
pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting dalam hubungan dengan
pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan lebih sempurna. Manusia
adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan dirinya. Selain itu
juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai tempat dirinya
bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang mampu
memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana
manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna
bagi pembentukan dan pengembangan dirinya.
Pengetahuan merupakan kekayaan dan kesempurnaan bagi makhluk yang
memilikinya. Manusia dapat mengetahui segala-galanya, maka ia menguasai
makhluk lain yang penguasaannya terhadap pengetahuan kurang. Dalam
lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih banyak adalah lebih baik
bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan
manusia berhubungan dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk
manusia itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia begitu kompleks. Pengetahuan manusia
menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh suatu makhluk yang bersifat daging
dan jiwa sekaligus,  maka pengetahuan manusia merupakan

15
18
sekaligus inderawi dan intelektif. Pengetahuan dikatakan inderawi lahir atau
luar bila pengetahuan itu mencapai secara langsung, melalui penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba, kenyataan yang mengelilingi
manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan inderawi batin ketika
pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan dan khayalan,
baik apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di
luar jangkauan manusia. Pengetahuan intelektif merupakan watak kodrati
pengetahuan manusia yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana pengetahuan yang dimiliki manusia tentang dirinya dan
dunianya dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik? Manusia
mengetahui dirinya berarti mengenal dengan baik kelebihan dan kekurangan yang
ada pada dirinya. Sementara, manusia mengetahui duninya berarti menusia
mengenal secara baik apa yang ada atau terkandung dalam dunianya itu, baik
potensi yang dapat memudahkan manusia itu sendiri maupun tantangan yang
diperhadapkan kepadanya. Kekurangan manusia dapat diatasi dengan apa yang
ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi, baik relasi dengan orang lain
maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan pengenalan atas diri dan dunianya
membantu manusia untuk mengarahkan dirinya kepada hidup yang lebih baik.
Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan lingkungannya adalah melalui
pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja pendidikan yang diharuskan untuk
seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia, dan yang membedakannya dari
semua binatang.
Jadi, melalui pengetahuanlah manusia mempunyai hubungan dengan
dirinya, dunia dan orang lain. Melalui pengetahuan benda-benda
dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, dan bahwa tiap orang menghadiri
dirnya. Melalui pengetahuan pula manusia bisa berada lebih tinggi, dan dapat
membentuk hidupnya secara lebih baik. Dengan pengetahuan manusia dapat
melalukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang rusak menjadi baik
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melalui pengetahuan manusia dapat
mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya, sehingga ia mampu
menempatkan dirinya dalam dunianya itu (dapat beradaptasi dengan dunianya).

b. Manusia dalam hidup komunitas


Secara umum komunitas dapat diartikan sebagai suatu perkumpulan atau
persekutuan manusia yang bersifat permanen demi pencapaian suatu tujuan umum

16
19
yang diinginkan. Dan umumnya tujuan yang hendak dicapai itu didasarkan atas
kesatuan cinta dan keprihatinan timbal balik satu dengan yang lain. Jadi, secara
tidak langsung hidup komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan dimana
terdapat individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna
mancapai suatu tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada
nilai-nilai tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai kebaikan, keindahan,
kerja sama dan sebagainya. Selanjutnya, dalam mencapai tujuan bersama itu
setiap individu (anggota persekutuan) saling berinteraksi atau bekerjasama satu
dengan yang lain guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
Akan tetapi serentak pula tak dapat disangkal bahwa melalui kehidupan
komunitas kepribadian manusia dapat dibentuk melalui proses sosialisai dan
internalisasi. Artinya, melalui nilai-nilai yang dicapai dalam hidup komunitas itu
disampaikan kepada setiap individu (anggota persekutuan). Selanjutnya, nilai-
nilai itu dijadikan oleh pegangan dalam diri setiap individu.
Dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih
baik, maka pertanyaan yang patut dikemukakan adalah apakah kehidupan
komunitas dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik atau lebih
bijaksana dan kritis?
Menjawab pertanyaan di atas maka dapat dikatakan bahwa kehidupan
komunitas dapat membentuk hidup manusia secara lebih baik. Dapat dikatakan
demikian karena    pada dasarnya kodrat manusia adalah makhluk sosial. Itu
berarti manusia selalu berada bersama dengan sesamanya atau orang lain. Ia tidak
berada sendirian, melainkan selalu berada bersama dengan orang lain. Manusia
selalu berada dengan orang lain dan membentuk suatu persekutuan yang disebut
sebagai komunitas. Mereka membentuk hidup besama karena ada nilai yang ingin
dicapai secara bersama. Nilai yang ingin dicapai adalah membentuk hidup secara
lebih baik. Nilaihidup secara lebih baik itu dicapai lewat interaksi atau kerja sama
setiap individu dalam komunitas. Selanjutnya, setelah mencapai nilai  yang
diinginkan itu (membentuk hidup secara lebih baik), kemudian disosialisasikan
kepada individu (anggota komunitas) dan selanjutnya individu menjadikan nilai
tersebut menjadi pegangan dalam dirinya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa melalui kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara
lebih baik, lewat nilai yang ditemukan dalam kehidupan komunitas itu. Nilai
itulah yang membentuk manusia menjadi lebih baik, lebih bijaksana dan kritis
dalam hidup.

17
20
c. Agama membantu manusia hidup lebih baik
Arti budaya telah diangkat kembali oleh renesans dengan
karakter naturalistik, yaitu budaya dipahami sebagai pembentukan manusia dalam
dunianya, yakni sebagai pembentukan yang memperkenankan manusia hidup atas
cara yang lebih bijaksana dan lebih sempurna dalam dunia yang adalah dunianya.
Dalam konteks ini, agama mendapat tempat dan peranan penting. Agama
dimengerti sebagai unsur integral dari budaya, terutama karena mengajarkan
bagaimana hidup dengan baik, hidup dengan bijaksana dan nilai-nilai universal
lainnya. Dalam agama terkandung ajaran-ajaran kebijaksanaan (dalam arti tertentu
filsafat dipahami sebagai kebijaksanaan) yang dapat mengarahkan manusia
kepada hidup yang lebih baik. Dengan demikian, hidup yang lebih baik dalam
perspektif filsafat budaya adalah pembentukan kebijaksanaan secara internal
dalam diri manusia melalui ajaran-ajaran agama.
Manusia tidak dapat dilepaskan dari agama dalam kehidupannya.
Maksudnya adalah bahwa agama menjadi sarana di mana manusia dapat
memenuhi keinginannya untuk dapat hidup dengan lebih bijaksana. Dengan kata
lain agama membantu manusia untuk dapat hidup lebih baik. Melalui agama
manusia dapat menjadi bijaksana untuk mencapai realisasi dirinya yang lengkap
sehingga menjadi suatu microcosmos yang sempurna dalam macrocosmos.
Setiap agama umumnya mengajarkan kepada para penganut atau
pengikutnnya untuk hidup sebagai orang yang saleh, baik di hadapan manusia
maupun di hadapan yang ilahi. Dengan demikian agama dapat mengarahkan
manusia kepada hidup yang lebih baik. Agama membentuk manusia untuk
menjadi lebih baik, lebih bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai universal
dalam diri manusia itu.

2.5 Ayat dan Hadits yang Relevan


Al-Qur’an menganggap begitu pentingnya bukti dan kesahihan, sehingga
menasihatkan orang-orang yang beriman agar tidak menerima sesuatu yang
berada di luar pengetahuan mereka. Ayat sucinya yang berbunyi, “Janganlah
menuruti sesuatu yang engkau tidak tahu apa-apa tentangnya. Sesungguhnya,
telinga, mata, dan akal harus bertanggung jawab untuk itu..
a. Objek ilmu
Objek ilmu menurut ilmuwan muslim mencakup alam materi dan
nonmateri. Tentu ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih
pengetahuan tentang hal tersebut.

18
21
 Surah Al-Nahl ayat 78 berbunyi:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. Al Nahl/16: 78).
Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu : Pendengaran, mata
(penglihatan) dan akal, serta hati.
Trial and error (coba-coba), pengamatan, percobaan, dan tes-tes kemungkinan
(probability) merupakan cara-cara yang digunakan ilmuwan untuk meraih
pengetahuan. Hal itu disinggung juga oleh al-Qur’an, seperti dalam ayat-ayat yang
memerintahkan manusia untuk berfikir tentang alam raya, melakukan perjalanan,
dan sebagainya, kendatipun hanya berkaitan dengan upaya manusia alam materi.
 Surah Yunus ayat 101:

ِ ‫ت َواَأل ْر‬
‫ض‬ ِ ‫اوا‬ َّ ‫قُ ِل انظُ ُرو ْا َما َذا فِي ال‬
َ ‫س َم‬
Artinya :
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.” (Q.S.
Yunus/10: 101).
 Surah Al-Ghasyiyah ayat 88 :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,.
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (Q.S. al-Ghasyiyah/88: 17-
20”.

 Surah Al-Syu’araa ayat 7


“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (Q.S.
Al-Syu’araa’/26: 7)”.
Di samping mata, telinga, dan fikiran sebagai sarana meraih pengetahuan, al-
Qur’an pun menggaris bawahi pentingnya peranan kesucian hati. Wahyu
dianugrahkan atas kehendak Allah dan berdasarkan kebijaksanaan-Nya tanpa
usaha dan campur tangan manusia. Sementara firasat, intiusi, dan semacamnya,
dapat diraih melalui penyucian hati. Dari sini para ilmuwan muslim menekankan
pentingnya tazkiyah an-nafs (penyucian jiwa) guna memperoleh hidayat
(petunjuk/pengajaran Allah), karena mereka sadar terhadap kebenaran firman
Allah:

‫ق َوِإن يَ َر ْو ْا ُك َّل‬ ِ ‫ون فِي اَأل ْر‬


ِّ ‫ض بِ َغ ْي ِر ا ْل َح‬ َ ‫ص ِرفُ عَنْ آيَاتِ َي الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَتَ َكبَّ ُر‬ ْ ‫سَأ‬َ
‫آيَ ٍة الَّ يُْؤ ِمنُو ْا بِ َها‬...

19
22
j
Artinya : Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di
muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika
melihat tiap-tiap ayat (Ku),...(Q.S. Al-A’raf/7: 146).

Para ilmuwan muslim juga menggarisbawahi pentingnya mengamalkan ilmu.


Dalam konteks ini, ditemukan ungkapan yang dinilai oleh sementara pakar
sebagai hadits Nabi Saw.

ْ‫يَ ْعلَ ْم لَ ْم َما ِع ْل َم هللاُ َو َرثَهُ َعلِ َم بِ َما َع ِم َل َمن‬


Artinya : “Barangsiapa mengamalkan yang diketahuinya maka Allah
menganugrahkan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya”

Sebagian ulama merujuk kepada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282 untuk
memperkuat hadis tersebut:

ْ ‫﴾ َواتَّقُو ْا هّللا َ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هّللا ُ َوهّللا ُ بِ ُك ِّل ش‬...


٢٨٢﴿ ‫َي ٍء َعلِي ٌم‬
Artinya : … Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Baqarah/2: 282).
Atas dasar itu semua, al-Qur’an memandang bahwa seseorang yang memiliki ilmu
harus memiliki sifat dan ciri tertentu pula, antara lain yang paling menonjol adalah
sifat khasyat (takut dan kagum kepada Allah).
Rasulullah Saw.menegaskan bahwa:

َ‫ب فَ َذلِك‬
ِ ‫ ا ْل ِع ْلم ِع ْل َما ِن ِع ْل ٌم فِي ا ْلقَ ْل‬:‫سو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫ان فَ َذلِكَ ُح َّجةُ هللاِ َعلَى َخ ْلقِ ِه‬
ِ ‫س‬َ ِّ‫ا ْل ِع ْل ُم النَّافِ ُع َو ِع ْل ٌم َعلَى الل‬
Terjemahnya: Ilmu itu ada dua macam, ilmu di dalam dada, itulah yang
bermanfaat, dan ilmu sekedar di ujung lidah, maka itu akan menjadi saksi yang
memberatkan manusia.

b. Kategori Ilmu
Dalam khazanah Islam, terdapat dua kategori ilmu pengetahuan yaitu : Ilmu-ilmu
umum dan ilmu-ilmu agama. Adanya ilmu-ilmu umum dipahami dari surat
Fathir/35:27-28, dan adanya ilmu-ilmu agama dari surat at-Taubah/9:122.
Yang artinya : “Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan
dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka
macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan
merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.”
(Q.S. Fathir/35: 27)”.
Di dalam ayat ini, Tuhan meminta manusia agar memperhatikan bagaimana hujan
turun dari langit. Hal ini minimal bisa membuahkan pengembangan ilmu-ilmu

20
23
meteorology. Pengamatan terhadap hujan yang menumbuhkan aneka ragam
tumbuh-tumbuhan paling kurang dapat memicu berkembangnya ilmu-ilmu biologi
dan kimia. Manusia juga diminta untuk memperhatikan gunung-gunung,
menyangkut struktur dan kelakuannya. Ini bisa menjadi cikal-bakal
pengembangan ilmu-ilmu geologi dan fisika. Ayat tersebut, dengan demikian,
menghendaki pengembangan kelima cabang ilmu alam.

Dalam ayat berikutnya:


Yang artinya: “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang
melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya
(dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-
hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha
Pengampun.” (Q.S. Fathir/35: 28)”.
Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia agar mengamati dirinya sendiri, hewan,
dan ternak, yang beragam jenisnya. Bila pengamatan dilakukan, di samping akan
mengembangkan ilmu-ilmu alam di atas, juga akan memajukan ilmu-ilmu sosial,
termasuk ilmu ekonomi. Pengamatan terhadap manusia tentu akan melahirkan
ilmu-ilmu budaya (humaniora). Jadi, ayat tersebut jelas menghendaki
pengembangan ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Di pihak lain, dalam surah at-Taubah/9:122 :
Yang artinya : “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(Q.S. at-Taubah/9: 122)”.  
Allah mencela sikap yang selalu mengejar dunia saja. Dalam setiap golongan,
Allah menghendaki adanya sekelompok orang yang mendalami agama,
menasehati dan memajukan masyarakat.
Pengembangan kedua golongan besar ini harus proporsional. Memang, fungsi
ilmu-ilmu umum bagi kemajuan di dunia, tidak diragukan. Tetapi, hendaknya
perlu disadari bahwa ilmu-ilmu agama ikut berperan dalam membangun
kehidupan dunia. Sebab, jika ilmu-ilmu umum membangun ketahanan fisik, maka
ilmu-ilmu agama membekali pelaku pembangunan dengan ketahanan mental dan
moral yang sangat penting bagi kesuksesan pembangunan. Dengan demikian
kedua jenis ilmu tersebut mesti dipelajari dan diperankan secara seimbang. Kedua
ilmuwan di bidangnya masing-masing hendaklah terlibat secara penuh.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu yang diisyaratkan al-Qur’an
dalam banyak hal, meliputi segala pengetahuan yang bisa menyingkap hakikat
segala sesuatu serta dapat menghilangkan kabut kebodohan dan keraguan dari
akal manusia. Obyeknya dapat berupa alam atau pun manusia, wujud maupun

21
24
gaib. Demikian pula metode pengetahuannya, bisa berupa indra dan empiris
ataupun akal.

22
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Etika adalah filsafat moral atau ilmu akhlak, tidak lain dari pada ilmu atau
“seni” hidup (the art of living) yang mengajarkan bagaimana cara hidup
bahagia, atau bagaimana memperoleh kebahagiaan. Etika sebagai seni
hidup etika sebagai pengobatan spiritual.
2. Agama merupakan kebutuhan paling esensial manusia yang bersifat
universal. Karena itu, agama adalah kesadaran spiritual yang di dalamnya
ada satu kenyataan yang tampak ini, yaitu bahwa manusia selalu
mengharap belas kasih-Nya, bimbingan tangan-Nya, serta belaian-Nya,
yang secara ontologism tidak diingkari, walaupun oleh manusia yang
paling komunis sekalipun.
3. ‘Ilm dari segi etimologi berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk
dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Ilmu adalah pengetahuan
yang jelas tentang sesuatu.
4. Etika dalam Islam (bisa dikatakan) identik dengan ilmu akhlak, yakni ilmu
tentang keutamaan-keutamaan dan bagaimana cara mendapatkannya agar
manusia berhias dengannya; dan ilmu tentang hal yang hina dan
bagaimana cara menjauhinya agar manusia terbebas daripadanya. Etika, di
lain pihak, seringkali dianggap sama dengan akhlak.
5. Ilmu sangat bermanfaat, tetapi juga bisa menimbulkan bencana bagi
manusia dan alam semesta tergantung dengan orang-orang yang
menggunakannya. Untuk itu perlu ada etika, ukuran-ukuran yang diyakini
oleh para ilmuwan yang dapat menjadikan pengembangan ilmu dan
aplikasinya bagi kehidupan manusia agar tidak menimbulkan dampak
negatif.

23
26
DAFTAR PUSTAKA

(www.dhamalo.blogspot.com dikutip pada tanggal 18 Mei 2015 pukul 18:00


WIB)
Amin, Ahmad, Etika (ilmu akhlak), Cet. VII; Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Abdullah, M. Amin, The Idea of Universality of Ethical Norms in Ghazali and
Kant, diterjemahkan oleh Hamzah, Antara al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika
Islam, Cet.. II; Bandung: Mizan 1423/2002.
Burhanudin Salam, 1998. Pengantar Filsafat, Jakarta, Bina Aksara
Hartono Kasmadi, dkk. 1990. Filsafat Ilmu, Semarang, IKIP Semarang Press
Hasbullah Bakry, 1986, Sistematika Filsafat, Jakarta, Wijaya.
Jan Hendrik Rapat, 1996. Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Kanisius
Jujun S. Suriasumantri, tt. Filsafat Ilmu, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Solihatin Etin, Rahardjo, 2008, Cooperative Learning, Jakarta, PT. Bumi Aksara
Surajiyo, 2008, Fislafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: PT.
Bumi Aksara

24
27

Anda mungkin juga menyukai