Dosen Pengampu:
Dr. Ahmad Dzaky, S.Pd. I, M. Pd
Kelompok 8
i
2. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
ii
3. BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-
dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi
seluruh umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-
sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas
pendidikan Islam yang kita terima.
Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai
problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai
komponen antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali
dilakukan apa adanya, tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga
mutu pendidikan Islam kurang berjalan sesuai yang diharapkan.
Menyikapi hal tersebut, Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari
kebenaran sedalam-dalamnya, berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem
filosofis pendidikan Islam, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan
dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist.
Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi
memberikan manfaat besar bagi kita sebagai calon pendidik. Ontologi membahas
tentang hakekat pendidikan Islam, Epistemologi membahas sumber-sumber
pendidikan Islam, serta aksiologi mengupas nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun
dalam makalah ini membahas tentang aksiologi pendidikan Islam.
1
2. B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana nilai menurut para ahli?
2. Bagaimana nilai dan pendidikan menurut kaum idealis?
3. Bagaimana nilai dan pendidikan menurut kaum realis?
4. Bagaimana nilai dan pendidikan menurut kaum pragmatis?
5. Bagaimana nilai dan pendidikan menurut Islam?
3. C. Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai menurut para ahli
2. Untuk mengetahui nilai dan pendidikan menurut kaum idealis
3. Untuk mengetahui nilai dan pendidikan menurut kaum realis
4. Untuk mengetahui nilai dan pendidikan menurut kaum pragmatis
5. Untuk mengetahui nilai dan pendidikan menurut Islam
2
4. BAB II
PEMBAHASAN
1
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm. 36.
2
Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu diakses
tanggal 11 Oktober 2020.
3
Jujun S. Suriasumantri, , Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996), hlm. 234
4
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 19.
3
khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan
dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan
estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.5
Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai
dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau
teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk
(good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan
(means and ends).6Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten
untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good). Tatkala yang
baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang
moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya”
atau “sepatutnya” (ought/should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis
tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka
menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika.
6
dimaklumi mengingat bahwa melalui sains lah realitas itu tergelar secara objektif
dan menantang manusia untuk memahaminya
7
ide-gagasan dan akal pikir kejiwaan maka aspek paling penting dari pelajar
adalah inteleknya, karena ia adalah sebuah akal pikir mikroskosmik.
Pada dataran akal pikirlah usaha serius pendidikan harus diarahkan,
karena pengetahuan yang benar dapat dicapai hanya melalui akal-pikir. Atas
dasar itu pula maka tujuan pendidikan sebenarnya adalah memfokuskan pada
perkembangan mental peserta didik. Justru aliran realisme menolak pandangan
ini.
9
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama, 2011, hlm 50-51.
8
Semakin kompleks sebuah masyarakat, tuntutan kepada individu pun juga
semakin besar. Tetapi kelompok pragmatis menolak konsep individualisme ini
yang mengarah pada eksploitasi dan juga persetujuan sosial yang menggabungkan
individualias orang. Dewey mengatakan bahwa ikatan individu dan sanksi sosial
merupakan sebuah perjanjian yang bersifat kritis. Masyarakat otopian yang
diimpikannya dibangun oleh orang-orang yang memiliki keberanian untuk
berpikir secara bebas dan namun mengaitkan diri mereka pada kelompok.
Pertanyaan tentang apa dasar moral kelompok pragmatis, William James
membentangkan doktrinnya, kelompok pragmatis sesungguhnya tidak memiliki
praanggapan apa pun, tidak ada dogma yang menghalangi. tidak ada aturan-aturan
yang rigid. Orang pragmatis itu benar-benar. Dia akan mengajukan hipotesis
hipotesis dia akan memperhatikan bukti-bukti. Satu-satunya pengujian kebenaran
yang mungkin yang dimilikinya adalah sesuatu karya yang terbaik. Apa yang
cocok dari setiap bagian kehidupan yang terbaik, dan kumpulan tuntutan
pengalaman, tak satupun yang dihilangkan. Anda lihat bagaimana demokrasinya
orang pragmatis. Sikapnya beragam dan fleksibel, sumbernya kaya dan tidak akan
habis dan kesimpulannya sama simpatiknya dengan kesimpulan yang
sesungguhnya.
Pada dataran akal pikirlah usaha serius pendidikan harus diarahkan,
karena pengetahuan yang benar dapat dicapai hanya melalui akal-pikir. Atas
dasar itu pula maka tujuan pendidikan sebenarnya adalah memfokuskan pada
perkembangan mental peserta didik. Justru aliran realisme menolak pandangan
ini.
9
Allah SWT menciptakan manusia di dunia ini agar menjadi hamba-hamba
yang selalu mengabdi kepada-Nya, itulah hamba-hamba yang berprilaku baik
kepada-Nya, yaitu hamba-hamba yang beretika. Menurut Muhmidayeli moralitas
adalah tujuan manusia.10
Dalam Islam, segala sesuatu yang dicipatakan Allah SWT mempunyai
nilai yang baik atau mulia, dan bermanfaat bagi umat manusia. Tidak ada
satupun ciptaan Allah SWT yang didunia ini tidak ada nilainya atau nilai
yang tidak baik, semua itu bergantung kepada manusianya sendiri sebagai
‘immarah fil ardh.
Oleh karena itu sudah seharusnya kita menjadi orang yang baik, bahkan
kata Allah SWT berkata bahwa kita harus menjadi orang yang terbaik.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S Ali Imaran ayat 110, yang artinya:
“Kamu (umat Islam) adalah umat sebaik-baik yang dilahirkan untuk
manusia,(karena kamu) menyuruh(berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang mungkar dan beriman kepada Allah SWT.
Ayat ini menjelaskan bahwa agar kita menjadi sebaik- baik umat , yaitu
amar ma’ruf( berbuat yang baik), dan nahi munkar ( mencegah yang buruk ), dan
beriman kepada Allah SWT. Dan penjelasan tersebut mengandung nilai- nilai
yang menyuruh perbuatan baik, mencegah yang mungkar dan beriman
kepada allah dan dapat dikerjakan oleh umat manusia di dunia ini. ayat
tersebut mengandung dua makna sebagai yaitu Iman dan amal soleh. Iman yang
berarti keyakinan kita kepada Allah swt, serta amar ma’ruf( menyuruh berbuat
baik) dan nahi mungkar(mencegah perbuatan buruk ) itulah yang disebut
sebagai amal soleh. Apabila dalam diri seorang hamba tersebut telah
teraplikasi dari penjelasan itu , maka dapat disebut oleh muhmidayeli
sebagai manusia yang bertauhid.
Manusia yang bertauhid dapat dikatakan sebagai Insan kamil (manusia
sempurna), atau manusia paripurna. Semakin tinggi nilai iman dan amal
soleh seseorang, maka semakin mulia dia disisi Allah SWT. Jadi makna yang
terkandung dalam ayat tersebut, diantaranya manusia harus senantiasa
10
Muhmidayeli, Membangun Paradigma Pendidikan Islam. Pekanbaru: PPs UIN Suska Riau.
(2007), hlm 20.
10
melakukan perbuatan hal-hal yang terbaik dalam hidupnya. Disisi Allah SWT
setiap mengerjakan kebaikan itu akan dinilai sebagai amal soleh, walaupun
perbuatan baik yang dilakukan manusia itu ibaratnya mengerjakan kebaikan
seberat zarrah ia akan mendapat balasannya didunia ini, dapat dibaca dalam
Firman AllahQ.S Az-Zalzalah ayat 7.
Hakikat nilai dalam Islam itu merupakan suatu yang dapat
mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia, alam, serta mendapatkan
keridhaan dari Allah SWT, yang dapat dijabarkan dengan luas dalam konteks
Islam. Penempatan posisi nilai yang tertinggi ini adalah dari Tuhan, juga dianut
oleh kaum filosofis idealis tentang adanya hierarki nilai. Menurut pendapat
kaum idealis, nilai spiritual itu lebih tinggi dari nilai material. Kaum idealis
merupakan nilai agama yang pada posisi tertinggi, karena menurut mereka
nilai-nilai ini akan membantu kita untuk merealisasikan tujuan yang tertinggi,
menyatukan susunan nilai spiritual. Dalam hal ini Islam , mengakui bahwa
landasan utama dari kebaikan nilai adalah dari Allah SWT, yang kemudian
akan diutus oleh Nabi dan Rasul untuk lebih memperjelas pesan-pesan tuhan
kepada umat manusia. Jadi Nilai-nilai di dalam Islam ialah Al-Qur’an dan
Hadits atau Sunnah Rasulullah SAW. Dalam menjabarkan kedua dimensi ini,
diperlukan adanya daya akal atau rasional manusia agar pesan-pesan tersebut
dapat disampaikan kepada tataran hidup sepanjang zaman. Akal
memperbolehkan , bahkan raga dan rohani dalam memahami sesuatu hal ini
dapat dicermati dari firman Allah SWT dalam Surah an-Nahl ayat 78.
Secara filosofis, yang berkaitan dengan nilai masalah etika. Etika
merupakan suatu cabang ilmu filasafat. yang mengkaji nilai-nilai adat dan
kebiasaan sebagai tolak ukur tindakan dalam perilaku manusia dalam berbagai
aspek kehidupannya. Sumber- sumber etika dan moral merupakan hasil dari
pemikiran, adat istiadat atau tradisi, ideology bahkan dari agama. Dalam
konteks etika pendidikan dalam Islam, sumber etika dan nilai-nilai yang
paling shahih adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW yang kemudian
dikembangkan oleh hasil ijtihad para ulama. Nilai-nilai yang bersumber kepada
adat-istiadat atau tradisi dan ideology sangat rentan dan situasional. Sedangkan
11
nilai-nilai Qur’ani, yaitu nilai yang bersumber dari Al-Qur’an dan kuat, karena
merupakan ajaran Al-Qur’an yang bersifat mutlak dan universal.
Agar nilai-nilai tersebut berguna maka nilai-nilai itu harus
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. kepada seorang manusia yang
mengamalkan nilai-nilai keIslaman yang berasal dari nilai-nilai ilahiyah dalam
hidupnya, akan sampai kepada Insan Kamil(manusia sempurna), atau manusia
tauhid. Insan kamil merupakan manusia yang sempurna yaitu orang-orang yang
beriman dan bermoral (etika), yang mencakup didalam kekuasaan ilmu yang
dimilikinya,Allah SWT bertujuan untuk menciptakan manusia.
13
5. BAB III
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada
umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.
Aliran filsafat Idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang
mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa dan cinta melahirkan suatu angan-
angan, yaitu dunia Ida.
Dalam pandangan kaum Realis, pendidikan sebenarnya dimaksudkan
sebagai kajian atau pembelajaran disiplin-disiplin keilmuan yang melaluinya
kemudian kita mendapatkan definsi-definisi dan juga pengklasifikasiannya.
Bagi kelompok pragmatis nilai itu bersifat relatif. Etik dan aturan-aturan
moral tidak permanen tetapi tampil karena perubahan budaya dan masyarakat.
Dalam Islam, bahwa setiap nilai yang terdapat dunia ini tentu
mengandung nilai- nilai yang telah diberikan oleh Allah SWT terhadap
ciptaan-Nya. yang dapat menentukan apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau
tidak, tergantung kepada manusianya sebagai mu’abbid, khalifah fil ardh
maupun ‘immarah fil ardh.
2. B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, apabila dalam makalah ini terdapat
kesalahan dalam penulisan ataupun yang lainya, kami mohon maaf. Untuk itu
kami mengharap kritik dan saran guna melengkapi makalah ini. Karena sifat
sempurna hanya milik Allah semata, dan kami hanyalah manusia biasa yang
hakikatnya punya salah dan kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
14
6. DAFTAR PUSTAKA