Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP NILAI (AKSIOLOGI) DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu:
Dr. Ahmad Dzaky, S.Pd. I, M. Pd

Disusun Oleh : Kelompok 8


Ahmad Syaifullah : (19.04.06661)
Hafit Arhami : (19.04.06670)
Muhammad Nur Fazri : (19.04.06682)
Muhammad Sapuan : (19.04.06704)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


RASYIDIYAH KHALIDIYAH AMUNTAI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2020/2021
1. KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Ontologi Pendidikan Islam” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari Bapak Dr. Ahmad Dzaky,
S.Pd. I, M. Pd. Selaku dosen mata kuliah “Filsafat Pendidikan Islam”
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya.

Amuntai, 12 Oktober 2020

Kelompok 8

i
2. DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A.  Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Nilai (Aksiologi) Menurut Beberapa Para Ahli..............................................3

B. Nilai Dan Pendidikan Menurut Kaum Idealis.................................................4

C. Nilai Dan Pendidikan Menurut Kaum Realis..................................................5

D. Nilai Dan Pendidikan Menurut Kaum Pragmatisme.......................................8

E. Nilai Dan Pendidikan Menurut Kaum Islam...................................................9

BAB III PENUTUP................................................................................................14

A. Kesimpulan....................................................................................................14

B. Saran..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

ii
3. BAB I
PENDAHULUAN
1. A.  Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-
dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi
seluruh umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-
sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas
pendidikan Islam yang kita terima.
Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai
problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai
komponen antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali
dilakukan apa adanya, tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga
mutu pendidikan Islam kurang berjalan sesuai yang diharapkan.
Menyikapi hal tersebut, Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari
kebenaran sedalam-dalamnya, berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem
filosofis pendidikan Islam, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan
dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist.
Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi
memberikan manfaat besar bagi kita sebagai calon pendidik. Ontologi membahas
tentang hakekat pendidikan Islam, Epistemologi membahas sumber-sumber
pendidikan Islam, serta aksiologi mengupas nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun
dalam makalah ini membahas tentang aksiologi pendidikan Islam.

1
2. B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana nilai menurut para ahli?
2. Bagaimana nilai dan pendidikan menurut kaum idealis?
3. Bagaimana nilai dan pendidikan menurut kaum realis?
4. Bagaimana nilai dan pendidikan menurut kaum pragmatis?
5. Bagaimana nilai dan pendidikan menurut Islam?

3. C. Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai menurut para ahli
2. Untuk mengetahui nilai dan pendidikan menurut kaum idealis
3. Untuk mengetahui nilai dan pendidikan menurut kaum realis
4. Untuk mengetahui nilai dan pendidikan menurut kaum pragmatis
5. Untuk mengetahui nilai dan pendidikan menurut Islam

2
4. BAB II
PEMBAHASAN

1. A. Nilai (Aksiologi) Menurut Beberapa Para Ahli


Aksiologi : nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip
nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri
dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi
aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.1 Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut
John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau
suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sistem mempunyai rancangan
bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian
terhadap satu institusi dapat terwujud.2
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.3Menurut Kamus Bahasa Indonesia
aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian
tentang nilai-nilai khususnya etika.4 Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai
sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian
dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Menurut Richard Bender : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang
memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan
kebutuhan yang diakui bertalian, atau yang menyumbangkan pada pemuasan yang
demikian. Dengan demikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan
sejumlah pengalaman nilai yang senantiasa bertambah.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada
umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak
cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang

1
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), hlm. 36.
2
Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu diakses
tanggal 11 Oktober 2020.
3
Jujun S. Suriasumantri, , Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996), hlm. 234
4
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 19.
3
khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan
dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan
estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.5
Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai
dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau
teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk
(good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan
(means and ends).6Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten
untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good). Tatkala yang
baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang
moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya”
atau “sepatutnya” (ought/should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis
tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka
menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa
permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika
dan estetika.

2. B. Nilai Dan Pendidikan Menurut Kaum Idealis


Aliran filsafat Idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang
mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa dan cinta melahirkan suatu angan-
angan, yaitu dunia idea. Pokok pemikiran Idealisme ialah
1. menyakini adanya Tuhan sebagai ide tertinggi dari kejadian alam semesta
ini.
2. Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat
spiritual.
3. Kenyataan sejati ialah bersifat spiritual
5
Soejono Soemargono Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 1996), hlm. 327.
6
S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1996), hlm. 34
4
4. Idealisme berpendapat bahwa manusia menganggap roh atau sukma lebih
berharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi kehidupan manusi
5. Idealisme menganggap bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang
muncul dan terlahir dari kejadian di dalam jiwa manusia.
6. Menurut idealisme, tujuan pendidikan untuk menciptakan
manusia yang berkepribadian mulia dan memiliki taraf kehidupan rohani
yang lebih tinggi dan ideal serta memiliki rasa tanggung jawab kepada
masyarakat. Aliran filsafat realisme adalah suatu aliran filsafat yang
memandang bahwa dunia materi sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.
Dunia ini mempunyai hakikat realitas terdiri dari dunia fisik dan dunia
rohani. Pokok pemikiran realisme yaitu (1) pengetahuan adalah gambaran
atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Hal ini
tidak ubahnya seperti sebuah gambar hasil lensa kamera yang merupakan
representasi dari gambar aslinya. (2) Suatu teori dianggap benar bila
memang riil, dan secara subtantif ada, dan memang benar, bukan
menyajikan fiksi. (3). Konsep filsafat menurut realisme adalah Metafisika-
realisme, Humanologi-realisme; Epistemologi-realisme, Aksiologi-
realisme. (4) Hakikat realitas adalah terdiri atas dunia fisik dan dunia
rohani. (5) Pendidikan lebih dihargai dari pada pengajaran sebab
pendidikan mengembangkan semua kemampuan manusia.7

3. C. Nilai Dan Pendidikan Menurut Kaum Realis


Realisme adalah reaksi terhadap keabstrakan dan ”kedunia-lainan” dari
filsafat idealisme. Titik tolak utama realisme adalah bahwa objek-objek dari
indera muncul dalam bentuk apa adanya.8
Realisme adalah suatu aliran filsafat yang luas yang meliputi
materialisme disatu sisi dan sikap yang lebih dekat kepada idealisme objektif di
pihak lain. Realisme adalah pandangan bahwa objek-objek indera adalah riil dan
berada sendiri tanpa bersandar kepada pengetahuan lain atau kesadaran akal .
7
Al-syaibani, falsafah pendidikan islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hlm, 212.
8
Goerge R, Knight, , Filsafat Pendidikan , Penerjemah : dr. Mahmud Arif, M.Ag., Gama
Media, Yogyakarta, 2007. hlm 18.
5
Diketahuinya atau menjadi objek pengalaman, tidak akan mempengaruhi watak
sesuatu benda atau mengubahnya. Benda-benda ada dan kita mungkin sadar
dan kemudian tidak sadar akan adanya benda-benda tersebut, tetapi hal itu tidak
mengubah watak benda-benda tersebut. Benda-benda atau objek memang
mungkin memiliki hubungan dengan kesadaran, namun benda-benda atau objek
tersebut tidak diciptakan atau diubah oleh kenyataan bahwa ia diketahui oleh
subjek.
Realisme dalam filsafat terdiri dari beberapa jenis, mulai dari personal
realisme , realisme Platonik atau konseptual atau klasik Asumsi yang dipakai
adalah bahwa yang riil itu bersifat permanen dan tidak berubah sehingga ide atau
universal adalah lebih riil daripada yang individual . Selain itu muncul pula jenis
realisme yang lebih menarik yang diwakili oleh Aristoteles. Menurutnya dunia
yang riil adalah dunia yang dirasakan sekarang, dan bentuk serta materi tak dapat
dipisahkan. Realitas justru terdapat dalam benda-benda kongkrit atau dalam
perkembangan benda-benda itu.
Dalam filsafat pendidikan Realisme mendefinisikan dirinya sebagai
aliran filsafat pendidikan dengan basis dasar 3 kategori metafisika dan
epistemologi bahwa dunia luar berdiri tanpa tergantung keberadaan kita, realitas
dapat diketahui melalui pikiran manusia.
Aspek aksiologis banyak berkaitan dengan bidang nilai. Pertanyaan-
pertanyaan dasarnya adalah apakah nilai itu bersifat absolut ataukah justru
bersifat relatif ? Masalah nilai menjadi sangat penting dalam konteks filsafat
pendidikan. Dalam pendidikan tidak hanya berbicara mengenai proses transfer
pengetahuan, melainkan juga menyangkut penanaman nilai. Dalam kaitan
dengan nilai, pandangan Realisme menyatakan bahwa nilai bersifat absolut,
abadi namun tetap mengikuti hukum alam yang berlaku.
Melalui konsep nilainya tersebut kelompok realis juga menyatakan bahwa
mata pelajaran yang dilaksanakan disekolah pada intinya adalah untuk
menerangkan realitas objektif dunia, sehingga studi-studi disekolah lebih banyak
didasarkan pada kajian-kajian ilmu kealaman atau sains. Hal ini banyak

6
dimaklumi mengingat bahwa melalui sains lah realitas itu tergelar secara objektif
dan menantang manusia untuk memahaminya

Realisme dalam Pendidikan


Dalam pandangan kaum Realis, pendidikan sebenarnya dimaksudkan
sebagai kajian atau pembelajaran disiplin-disiplin keilmuan yang melaluinya
kemudian kita mendapatkan definsi-definisi dan juga pengklasifikasiannya.
Sejarah, sains dan matematika adalah tubuh dari pengetahuan. Jika kita
mengetahuinya maka kita akan mengetahui hal-hal yang lebih luas tentang dunia
dimana kita tinggal. Pengetahuan adalah jalan terbaik untuk menuntun kita
mengenal lingkungan, alam dan kehidupan keseharian kita .
Pandangan kaum Realis ini jelas berbeda dengan apa yang diajarkan
oleh kaum Idealis yang menggunakan metafora. Siswa di dalam pandangan
idealis dapat dipandang sebagai suatu diri mikrokosmik ( jagat kecil ) yang
berada pada proses menjadi mirip dengan Diri Absolut. Diri individual adalah
suatu ekstensi dari Diri Absolut dan karenanya memiliki sifat-sifat yang sama
dalam bentuk yang belum terkembangkan.
Dalam mata ajar yang diberikan , kaum realis banyak menggunakan
metode-metode yang memungkinkan siswa melakukan percobaan-percobaan
sehingga pada gilirannya akan memperoleh pengetahuan . Demonstrasi-
demonstrasi di laboratorium juga jamak menjadi metode pembelajaran yang
dianggap sangat efektif dalam mentransfer pengetahuan kepada siswa. Peran
guru adalah sebagai fasilitator, memberikan serangkaian ide dasar, dan
kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan subjek
atau bahan ajar yang tengah di laksanakan. Aktifitas diskusi juga menjadi sangat
penting dalam kegiatan kelas bagi penganut aliran Realisme ini.
Sekali lagi maka ide dasar pandangan kaum realis sangat berbeda ketika
disandingkan dengan apa yang di ajarkan oleh aliran Idealisme. Aliran Idealisme
percaya bahwa bahwa seorang siswa diharapkan selalu memiliki keinginan
untuk menjadi sempurna. Dalam alam semesta yang realitasnya terpusat pada

7
ide-gagasan dan akal pikir kejiwaan maka aspek paling penting dari pelajar
adalah inteleknya, karena ia adalah sebuah akal pikir mikroskosmik.
Pada dataran akal pikirlah usaha serius pendidikan harus diarahkan,
karena pengetahuan yang benar dapat dicapai hanya melalui akal-pikir. Atas
dasar itu pula maka tujuan pendidikan sebenarnya adalah memfokuskan pada
perkembangan mental peserta didik. Justru aliran realisme menolak pandangan
ini.

4. D. Nilai Dan Pendidikan Menurut Kaum Pragmatisme


Bagi kelompok pragmatis nilai itu bersifat relatif. Etik dan aturan-aturan
moral tidak permanen tetapi tampil karena perubahan budaya dan masyarakat. Ini
tidak menunjukkan bahwa nilai-nilai moral itu bersifat nuktuatif dari masa ke
masa. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada perintah tertentu yang dianggap
sebagai pengikat secara universal tanpa memperhatikan lingkungan di mana ia
diakui dan dipraktikkan. Larangan jangan membunuh umpamanya, bukanlah
sebuah prinsip yang absolut. Suatu saat perilaku membunuh, umpamanya, dapat
saja menjadi benar ketika dilakukan untuk mempertahankan diri atau mungkin
karena memelihara kehidupan dari orang lain. Oleh karena itu, bagi kaum
pragmatis, anak didik harus diajarkan bagaimana membuat keputusan moral yang
sulit yang tidak dengan merujuk pada prinsip moral yang sudah begitu adanya,
tetapi dengan memutuskan melalui tindakan yang dapat menghasilkan sesuatu
tang terbaik bagi sejumlah besar umat manusia.
Kelompok pragmatis meminta kita untuk menguji ketinggian nilai-nilai
moral kita seiring bagaimana kita menguji dapat kebenaran idea-idea kita. Kita
mesti memperhatikan problema kehidupan manusia baik secara filosofi maupun
saintifik dan memilih nilai-nilai mana yang kelihatannya dapat memecahkan
problematika manusia. Nilai-nilai ini tidak mesti dipaksakan kepada kita melalui
adanya semacam badan otoritas tertentu, tetapi mesti disepakati dalam
keterbukaan dan diskusi yang informatif yang didasarkan pada bukti-bukti
objektif.9

9
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama, 2011, hlm 50-51.
8
Semakin kompleks sebuah masyarakat, tuntutan kepada individu pun juga
semakin besar. Tetapi kelompok pragmatis menolak konsep individualisme ini
yang mengarah pada eksploitasi dan juga persetujuan sosial yang menggabungkan
individualias orang. Dewey mengatakan bahwa ikatan individu dan sanksi sosial
merupakan sebuah perjanjian yang bersifat kritis. Masyarakat otopian yang
diimpikannya dibangun oleh orang-orang yang memiliki keberanian untuk
berpikir secara bebas dan namun mengaitkan diri mereka pada kelompok.
Pertanyaan tentang apa dasar moral kelompok pragmatis, William James
membentangkan doktrinnya, kelompok pragmatis sesungguhnya tidak memiliki
praanggapan apa pun, tidak ada dogma yang menghalangi. tidak ada aturan-aturan
yang rigid. Orang pragmatis itu benar-benar. Dia akan mengajukan hipotesis
hipotesis dia akan memperhatikan bukti-bukti. Satu-satunya pengujian kebenaran
yang mungkin yang dimilikinya adalah sesuatu karya yang terbaik. Apa yang
cocok dari setiap bagian kehidupan yang terbaik, dan kumpulan tuntutan
pengalaman, tak satupun yang dihilangkan. Anda lihat bagaimana demokrasinya
orang pragmatis. Sikapnya beragam dan fleksibel, sumbernya kaya dan tidak akan
habis dan kesimpulannya sama simpatiknya dengan kesimpulan yang
sesungguhnya.
Pada dataran akal pikirlah usaha serius pendidikan harus diarahkan,
karena pengetahuan yang benar dapat dicapai hanya melalui akal-pikir. Atas
dasar itu pula maka tujuan pendidikan sebenarnya adalah memfokuskan pada
perkembangan mental peserta didik. Justru aliran realisme menolak pandangan
ini.

5. E. Nilai Dan Pendidikan Menurut Kaum Islam


Dalam Islam, bahwa setiap nilai yang terdapat dunia ini tentu
mengandung nilai- nilai yang telah diberikan oleh Allah SWT terhadap
ciptaan-Nya. yang dapat menentukan apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau
tidak, tergantung kepada manusianya sebagai mu’abbid, khalifah fil ardh
maupun ‘immarah fil ardh. Karena manusia sebagai subjek diatas dunia ini,
maka semua nilai itu haruslah mengacu kepada etika. Jika dapat kita cermati

9
Allah SWT menciptakan manusia di dunia ini agar menjadi hamba-hamba
yang selalu mengabdi kepada-Nya, itulah hamba-hamba yang berprilaku baik
kepada-Nya, yaitu hamba-hamba yang beretika. Menurut Muhmidayeli moralitas
adalah tujuan manusia.10
Dalam Islam, segala sesuatu yang dicipatakan Allah SWT mempunyai
nilai yang baik atau mulia, dan bermanfaat bagi umat manusia. Tidak ada
satupun ciptaan Allah SWT yang didunia ini tidak ada nilainya atau nilai
yang tidak baik, semua itu bergantung kepada manusianya sendiri sebagai
‘immarah fil ardh.
Oleh karena itu sudah seharusnya kita menjadi orang yang baik, bahkan
kata Allah SWT berkata bahwa kita harus menjadi orang yang terbaik.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S Ali Imaran ayat 110, yang artinya:
“Kamu (umat Islam) adalah umat sebaik-baik yang dilahirkan untuk
manusia,(karena kamu) menyuruh(berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang mungkar dan beriman kepada Allah SWT.
Ayat ini menjelaskan bahwa agar kita menjadi sebaik- baik umat , yaitu
amar ma’ruf( berbuat yang baik), dan nahi munkar ( mencegah yang buruk ), dan
beriman kepada Allah SWT. Dan penjelasan tersebut mengandung nilai- nilai
yang menyuruh perbuatan baik, mencegah yang mungkar dan beriman
kepada allah dan dapat dikerjakan oleh umat manusia di dunia ini. ayat
tersebut mengandung dua makna sebagai yaitu Iman dan amal soleh. Iman yang
berarti keyakinan kita kepada Allah swt, serta amar ma’ruf( menyuruh berbuat
baik) dan nahi mungkar(mencegah perbuatan buruk ) itulah yang disebut
sebagai amal soleh. Apabila dalam diri seorang hamba tersebut telah
teraplikasi dari penjelasan itu , maka dapat disebut oleh muhmidayeli
sebagai manusia yang bertauhid.
Manusia yang bertauhid dapat dikatakan sebagai Insan kamil (manusia
sempurna), atau manusia paripurna. Semakin tinggi nilai iman dan amal
soleh seseorang, maka semakin mulia dia disisi Allah SWT. Jadi makna yang
terkandung dalam ayat tersebut, diantaranya manusia harus senantiasa
10
Muhmidayeli, Membangun Paradigma Pendidikan Islam. Pekanbaru: PPs UIN Suska Riau.
(2007), hlm 20.
10
melakukan perbuatan hal-hal yang terbaik dalam hidupnya. Disisi Allah SWT
setiap mengerjakan kebaikan itu akan dinilai sebagai amal soleh, walaupun
perbuatan baik yang dilakukan manusia itu ibaratnya mengerjakan kebaikan
seberat zarrah ia akan mendapat balasannya didunia ini, dapat dibaca dalam
Firman AllahQ.S Az-Zalzalah ayat 7.
Hakikat nilai dalam Islam itu merupakan suatu yang dapat
mendatangkan manfaat bagi kehidupan manusia, alam, serta mendapatkan
keridhaan dari Allah SWT, yang dapat dijabarkan dengan luas dalam konteks
Islam. Penempatan posisi nilai yang tertinggi ini adalah dari Tuhan, juga dianut
oleh kaum filosofis idealis tentang adanya hierarki nilai. Menurut pendapat
kaum idealis, nilai spiritual itu lebih tinggi dari nilai material. Kaum idealis
merupakan nilai agama yang pada posisi tertinggi, karena menurut mereka
nilai-nilai ini akan membantu kita untuk merealisasikan tujuan yang tertinggi,
menyatukan susunan nilai spiritual. Dalam hal ini Islam , mengakui bahwa
landasan utama dari kebaikan nilai adalah dari Allah SWT, yang kemudian
akan diutus oleh Nabi dan Rasul untuk lebih memperjelas pesan-pesan tuhan
kepada umat manusia. Jadi Nilai-nilai di dalam Islam ialah Al-Qur’an dan
Hadits atau Sunnah Rasulullah SAW. Dalam menjabarkan kedua dimensi ini,
diperlukan adanya daya akal atau rasional manusia agar pesan-pesan tersebut
dapat disampaikan kepada tataran hidup sepanjang zaman. Akal
memperbolehkan , bahkan raga dan rohani dalam memahami sesuatu hal ini
dapat dicermati dari firman Allah SWT dalam Surah an-Nahl ayat 78.
Secara filosofis, yang berkaitan dengan nilai masalah etika. Etika
merupakan suatu cabang ilmu filasafat. yang mengkaji nilai-nilai adat dan
kebiasaan sebagai tolak ukur tindakan dalam perilaku manusia dalam berbagai
aspek kehidupannya. Sumber- sumber etika dan moral merupakan hasil dari
pemikiran, adat istiadat atau tradisi, ideology bahkan dari agama. Dalam
konteks etika pendidikan dalam Islam, sumber etika dan nilai-nilai yang
paling shahih adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW yang kemudian
dikembangkan oleh hasil ijtihad para ulama. Nilai-nilai yang bersumber kepada
adat-istiadat atau tradisi dan ideology sangat rentan dan situasional. Sedangkan

11
nilai-nilai Qur’ani, yaitu nilai yang bersumber dari Al-Qur’an dan kuat, karena
merupakan ajaran Al-Qur’an yang bersifat mutlak dan universal.
Agar nilai-nilai tersebut berguna maka nilai-nilai itu harus
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. kepada seorang manusia yang
mengamalkan nilai-nilai keIslaman yang berasal dari nilai-nilai ilahiyah dalam
hidupnya, akan sampai kepada Insan Kamil(manusia sempurna), atau manusia
tauhid. Insan kamil merupakan manusia yang sempurna yaitu orang-orang yang
beriman dan bermoral (etika), yang mencakup didalam kekuasaan ilmu yang
dimilikinya,Allah SWT bertujuan untuk menciptakan manusia.

Konsep Pendidikan Nilai dalam Islam

Konsep Pendidikan adalah nilai didalam Islam yang mempunyai dua


istilah yang dapat digunakan yaitu nilai menurut bahasa Arab, yaitu “fadilah”
atau“qimah”, yang dapat dipakai dan berkaitan dengan nilai-nilai moral yaitu:
“fadilah” sedangkan “qimah” yaitu lebih dipakai untuk menyatakan nilai dalam
konteks ekonomi dan hal-hal yang berhubungan dengan benda materi.
Mengatakan nilai dalam pendidikan agama Islam, berarti berbicara
tentang hakikat nilai pendidikan agama Islam , yang memiliki proses, dan
bertujuan kepada Pendidikan agama Islam itu tersebut . Hakikat Pendidikan
agama Islam mempunyai arti yang sama dengan tujuan pendidikan Islam.
Achmadi menjelaskan bahwa Pendidikan agama Islam adalah segala usaha
untuk memelihara fitrah manusia, serta sumber daya insani yang pada umum
nya bertujuan untuk membentuk manusia yang sempurna (Insan kamil)
sesuai dengan norma Islam. Begitu dengan tujuan hakikat Pendidikan agama
Islam yang dikatakan oleh Zakiah Daradjat adalah untuk membentuk
kepribadian seseorang menjadi Insan Kamil dengan bentuk taqwa. Dalam
proses pendidikan agama Islam, seharusnya berlandaskan nilai-nilai ajaran
Islam, yaitu yang berlandaskan Al- Qur’an dan Hadits.
Moral/akhlak merupakan nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Moral
berkenaan dengan suatu kegiatan manusia yang memandang suatu prilaku
12
manusia dalam prilaku baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak
tepat, atau menyangkut cara seseorang dalam bertingkah laku dalam hubungan
dengan orang lain.
Nilai dalam kontek Islam terbagi kepada dua macam , yaitu yang tetap
dan yang tidak tetap. Yang pertama yaitu yang bersifat tetap dapat disebut
dengan nilai-nilai wajib yang entitasnya telah disepakati oleh seseorang dan
jelas, dapat disebut nilai mutlaq. Sedangkan yang kedua bersifat fleksibel
merupakan lahir dari dinamika masyarakat, disebut juga sebagai nilai
muqayyad.
Pada hakikatnya, nilai akan tidak timbul dengan sendirinya, karena ia
merujuk pada sikap menerima atau menolak seseorang atau sekelompok orang
terhadap suatu realitas dalam hubungan subjek atau objek yang prosesnya tidak
dapat dilepaskan dari ilmu pengetahuan dan wawasan subjek penentu nilai.
Oleh karena itu, nilai ini akan berkembang dan dapat berubah-ubah seiring
dengan kecendrungan dan sikap mental individu-individu dalam suatu
masyarakat. Hal ini berkaitan erat dengan upaya pendidikan sebagai wadah
perubahan dan perbaikan perilaku seseorang yang dapat menentukan sikap
prilaku hidup seseorang dalam bermasyarakat. Pada dasarnya nilai ini tidak
berada di dalam dunia pengalaman, akan tetapi ia berada dalam pikiran.
Secara singkat nilai yaitu menjadikan standar perilaku seseorang
untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang telah diyakininya. Sebagai standar
perilaku, nilai moral dapat membantu subjek dan menentukan pengertian
sederhana terhadap suatu jenis perilaku. Dalam pengertian yang lebih luas
nilai akan membantu subjek moral untuk mengidentifikasi apakah sesuatu
perilaku itu perlu atau tidak, baik atau buruk serta mendorongnya untuk
membuat analisis dari suatu perilaku moral tertentu yang menuju pada
kesimpulan-kesimpulan yang merupakan landasan atau kecendrungan yang
akan menjadi sikap yang akan menetukan corak suatu kepribadian.

13
5. BAB III
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada
umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. 
Aliran filsafat Idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang
mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa dan cinta melahirkan suatu angan-
angan, yaitu dunia Ida.
Dalam pandangan kaum Realis, pendidikan sebenarnya dimaksudkan
sebagai kajian atau pembelajaran disiplin-disiplin keilmuan yang melaluinya
kemudian kita mendapatkan definsi-definisi dan juga pengklasifikasiannya.
Bagi kelompok pragmatis nilai itu bersifat relatif. Etik dan aturan-aturan
moral tidak permanen tetapi tampil karena perubahan budaya dan masyarakat.
Dalam Islam, bahwa setiap nilai yang terdapat dunia ini tentu
mengandung nilai- nilai yang telah diberikan oleh Allah SWT terhadap
ciptaan-Nya. yang dapat menentukan apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau
tidak, tergantung kepada manusianya sebagai mu’abbid, khalifah fil ardh
maupun ‘immarah fil ardh.

2. B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, apabila dalam makalah ini terdapat
kesalahan dalam penulisan ataupun yang lainya, kami mohon maaf. Untuk itu
kami mengharap kritik dan saran guna melengkapi makalah ini. Karena sifat
sempurna hanya milik Allah semata, dan kami hanyalah manusia biasa yang
hakikatnya punya salah dan kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin.

14
6. DAFTAR PUSTAKA

Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-


ilmu diakses tanggal 11 Oktober 2020.
Al-syaibani, falsafah pendidikan islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979..
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan. Bandung: PT. Refika Aditama, 2011.
Muhmidayeli, Membangun Paradigma Pendidikan Islam. Pekanbaru:
PPs UIN Suska Riau. (2007).
R, Knight, George , Filsafat Pendidikan , Penerjemah : dr. Mahmud Arif, M.Ag.,
Gama, Media, Yogyakarta, 2007.
S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1996).
Sadulloh, Uyoh Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Penerbit Alfabeta,
2007).
Soemargono, Soejono, Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana,
1996.

Anda mungkin juga menyukai