Anda di halaman 1dari 16

HAKIKAT FILSAFAT

Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur pada
mata kuliah “Filsafat Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Minan Chusni, M.Pd. Si.

Disusun oleh Kelompok 2:


Nita Amelia (1212070079)
Silva Nurul Fajar Awalia (1212070098)
Sultan Ali Aripidi (1212070106)
Yuni Pertiwi (1212070112)
Yunita Ayudhia Anzani (1212070113)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Shalawat dan salam tak lupa senantiasa disanjungkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang kita harapkan syafa’atnya di yaumul qiyamah
nanti, aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.
Makalah yang berjudul “Hakikat Filsafat” ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas terstruktur mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Disamping itu,
penulisan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan wawasan
kepada pembaca dan juga bagi penyusun.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad Minan
Chusni, M.Pd. Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
yang telah membimbing kami dalam proses penyusunan makalah. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam hal
penulisan maupun pokok bahasan yang dijelaskan. Berkaitan dengan hal tersebut,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar kedepannya
kami bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terutama bagi
penulis sendiri dan semua pembacanya.

Bandung, 06 Maret 2023


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................ 11
3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sebagian umum orang orang tidak mengetahui makna filsafat secara konteks,
Padahal filsafat memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak
ada satu hal pun kehidupan di dunia ini yang terlepas dari hakikat filsafat, baik itu
ilmu pendidikan, sains, islam, dan yang lainnya. Dalam setiap aspek kehidupan
membuahkan pendidikan meskipun pendidikan yang dilakukan dalam setiap aspek
berbeda-beda tergantung pada bidang yang digelutinya.

Filsafat merupakan aktivitas berpikir manusia untuk membuktikan kebenaran


pengetahuan yang ada, karena apa yang dikatakan seseorang belum tentu benar bagi
orang lain, maka diperlukan ukuran kriteria kebenaran melalui pemikiran ini.
Hakikat Filsafat sangat penting bagi pendidikan Islam, terutama dalam
pengembangannya yang membutuhkan landasan ideal dan rasional yang
menawarkan pandangan secara mendasar, komprehensif dan sistematis tentang
hakikat filsafat. Dengan demikian, filsafat pendidikan sangat berguna untuk
menambah wawasan terkait hakikat masalah-masalah yang nyata dan rasional, yang
di dalamnya terkandung nilai-nilai fundamental yang menjadi landasan atau
pedoman dalam proses pendidikan. Ajaran Islam merupakan dasar atau sumber
filsafat pendidikan Islam, yang pada hakekatnya merupakan cara berpikir tentang
pendidikan. Filosofi pendidikan Islam adalah pembahasan tentang bagaimana
memotivasi, mendidik, dan membimbing umat Islam agar menjadi manusia
seutuhnya yang dijiwai oleh ajaran Islam dalam segala aspek kepribadiannya. Ini
membutuhkan penyederhanaan karena masalah pendidikan itu rumit dan filsafat
sulit dipahami.
1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang penulis ajukan didalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Hakikat Filsafat (ilmu, pendidikan, dan islam)?
2. Apa yang dimaksud dengan Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi?
3. Bagaimana makna filsafat dalam persfektif Islam?
1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui Hakikat Filsafat (ilmu, pendidikan, dan islam).
2. Untuk mengetahui makna Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
3. Untuk mengetahui makna filsafat dalam persfektif Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Filsafat

Definisi secara literal, filsafat berasal dari kata philo artinya 'cinta' dan sophia
artinya 'kebijaksanaan'. Dalam bahasa Yunani kata itu memiliki pengertian dan
makna yang lebih dibandingkan 'wisdom' dalam Bahasa Inggris modern. Dalam
Lisanul 'Arab, kata falsafat berakar dari kata falsafa, yang memiliki arti al-hikmah
(Sunarya, 2011:1). Filsafat adalah jenis ilmu yang sangat praktis yang sangat erat
kaitannya dengan bagaimana kita menjalani kehidupan sehari-hari. Menurut
historiografi, filsafat adalah ibu dari segala ilmu, seiring waktu, ilmu terus
berkembang. Namun ketika berkembangnya ilmu pengetahuan jelas bahwa ada
banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang tidak dapat diselesaikan oleh
agama, maka filsafat menjadi alat untuk melakukannya.
B. Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
Kata ontologi, epistemologi, dan aksiologi berasal dari bahasa Yunani. Kata
ontologi berasal dari kata “ontos” yang berarti “menjadi (yang ada)”. Kata
epistemologi berasal dari kata Yunani knowledge, yaitu pengetahuan. Kata tersebut
terdiri dari dua suku kata yaitu. pengetahuan makna logis dan episteme makna
pengetahuan. Memahami etimologi, kita dapat mengatakan bahwa epistemologi
adalah pengetahuan tentang pengetahuan. Dan kata aksiologi berasal dari kata
“Axios” yang berarti “berguna”. Ketiga kata ini bersama dengan kata "logo" berarti
"sains, pengajaran, dan teori" (Bahrum, SE, M.Ak, 2013). Menurut ontologi,
ontologi adalah ilmu alam yang mempelajari alam nyata dan bagaimana keadaan
sebenarnya. Epistemologi adalah ilmu yang membahas secara mendalam seluruh
proses membangun pengetahuan yang benar. Sedangkan aksiologi adalah ilmu
yang mempelajari hakikat nilai dari sudut pandang filosofis, yaitu ontologi adalah
ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada. Epistemologi adalah ilmu yang
berurusan dengan teori, sedangkan aksiologi adalah studi tentang nilai pengetahuan
(Arifin, n.d.).
Kajian pertama filsafat ilmu adalah masalah ontologi. Ontologi sering
digabungkan dengan metafisika, disebut juga protophilosophy atau filsafat pertama
atau filsafat ketuhanan, yang pembahasannya adalah hakikat benda, kesatuan,
kesamaan, sebab akibat, realitas, supremasi atau Tuhan dengan segala miliknya.
atribut, malaikat, hubungan atau semua yang ada di bumi surga, wahyu, akhirat,
dosa, neraka, pahala dan surga (Albina et al., 2021). Dalam filsafat Barat terdapat
banyak aliran pemikiran, beberapa di antaranya dapat digolongkan sebagai filsafat
ontologis, yang membahas tentang hakikat realitas, yaitu:

2
1. Aliran Materialisme
Materialisme adalah mazhab filsafat metafisik yang mengembalikan segala
sesuatu ke materi. Di dalam dunia Filsafat materialis telah ada sejak Yunani
klasik. Dalam filsafat modern, materialisme dapat dibagi menjadi dua jenis.
Pertama, sebagai kelanjutan dari filsafat materialistik yang berkembang pada
zaman Renaisans, yaitu yang disebut materialisme ilmiah, di mana sains
didasarkan pada prinsip-prinsip materialistik. Karakter De Lametrie (1709-
1751), Ludwig Buchner (182-1899) dan Ernest Haeckel (183-1919). Yang
kedua adalah materialisme, yang muncul sebagai reaksi terhadap idealisme dan
dikembangkan oleh Ludwid Feuerbach (180-1872), Holbach (1715-1717),
Vogth (1817-1895) dan Karl Marx (1818-1883), yang dikenal sebagai
materialisme historis.
2. Aliran Vitalisme
Vitalisme (filsafat hidup). Vitalisme adalah aliran filsafat ontologis yang
mengusulkan dunia organik dan melihat kehidupan sebagai satu-satunya
realitas sejati. Gerakan ini muncul di Eropa pada akhir abad ke-19 sebagai
protes terhadap arus semangat yang berlaku saat itu, yaitu materialisme,
idealisme, dan positivisme.
3. Aliran Humanisme
Filosofi humanisme menekankan kemanusiaan sebagai kodrat manusia dan
bahwa kebebasan manusia dan penentuan nasib sendiri adalah penting. Menurut
humanisme, seseorang adalah totalitas kepribadian, adalah orang yang utuh
(whole person).
4. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang membahas keberadaan manusia
dalam hubungannya dengan diri sendiri, sesama manusia dan Tuhan. Aliran
filsafat ini muncul sebagai reaksi terhadap kondisi abad ke-20, dimana ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang melampaui ilmu-ilmu spiritual.

Kajian filsafat ilmu lainnya adalah epistemologi. Epistemologi adalah


cabang filsafat yang membahas tentang asal-usul, hakikat, hakikat dan jenis-jenis
pengetahuan. Epistemologi, atau teori pengetahuan, berkaitan dengan sifat
pengetahuan, asumsinya, fondasinya, dan tanggung jawab atas klaim yang dibuat
tentang pengetahuan yang dimiliki setiap orang. Epistemologi, atau filsafat
pengetahuan, adalah cabang filsafat yang mempelajari asal-usul, struktur, metode,
dan legitimasi pengetahuan. Hubungan antara epistemologi dan filsafat, dari sudut
pandang pemahaman umum filsafat, adalah penyajian keberadaan (ontologi),
realitas eksternal, dan hakikat keberadaan. Filsafat dalam arti khusus (metafisika)
membahas prinsip-prinsip umum keberadaan (Perkembangan & Pengetahuan,

3
n.d.). Dalam dua pengertian ini, diasumsikan kemampuan, sifat, dan kompetensi
pikiran untuk memahami alam dan realitas eksternal. Dengan demikian,
epistemologi dan logika adalah pengantar filsafat.
Mazhab Filsafat Epistemologis: Mengenai pengetahuan yang diperoleh
melalui akal dan pengalaman manusia dalam filsafat Barat, ada beberapa arah yang
mendasari epistemologi Barat. Beberapa arus, yaitu: idealisme dan rasionalisme,
realisme dan empirisme, kritik, positivisme, postpositivisme. dan pragmatisme,
idealisme dan rasionalisme. Kedua aliran filsafat tersebut pada dasarnya sama yaitu
pandangan bahwa realitas sejati adalah dunia ide atau hubungan, realisme dan
empirisme (Dan & Ilmu, n.d.). Filsafat realisme mempertanyakan objek
pengetahuan manusia. Filsafat kritis merupakan perpaduan antara rasionalisme dan
empirisme, yaitu bahwa pengetahuan kita diperoleh melalui akal dan panca indera.
Positivisme adalah aliran filsafat ilmiah yang lahir pada abad ke-17, yang
merupakan penyempurnaan aliran empirisme Francis Bacon yang sebelumnya
dikembangkan oleh Galileo dan rekan-rekannya. Aliran positivisme berbeda
dengan pendapat bahwa pemikiran manusia berproses melalui tiga tahap, yaitu
tahap religius, filosofis, dan positif. Postpositivisme.

Ada 3 aliran filsafat post-positivis yang menawarkan kritik dan gagasan


korektif tentang positivisme, yaitu: positivisme logis, rasionalisme kritis dan teori
paradigma Thomas Kuhn. Penelitian terbaru dalam filsafat ilmu berkaitan dengan
aksiologi. Aksiologi (filsafat nilai) adalah ilmu yang mempelajari hakikat nilai,
biasanya dilihat dari perspektif filosofis. Ada banyak bidang pengetahuan di dunia
ini yang membahas masalah nilai tertentu, seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat
agama, dan epistemologi. Epistemologi berurusan dengan masalah kebenaran.
Etika adalah tentang kebaikan (dalam arti kesusilaan) dan estetika adalah tentang
keindahan. Nilai dan implikasi aksiologi dalam pendidikan adalah bahwa
pendidikan mengkaji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan
manusia dan mengedepankannya dalam kepribadian anak (Parida et al., 2021).
Dalam aksiologi atau filsafat nilai, secara umum kita membicarakan tiga hal, yaitu:
1) Etika, yang membahas tentang tingkah laku manusia dari sudut pandang
nilai baik dan buruk atau benar dan salah.
2) Estetika, yaitu memperlakukan sesuatu menurut nilai indah dan tidak indah.
Agama yang berurusan dengan sesuatu dari filsafat aksiologis
Ada juga beberapa aliran aksiologi atau filsafat nilai, antara lain:
hedonisme, utilitarianisme, dan pragmatisme. Hedonisme adalah aliran filsafat
nilai yang menekankan nilai kesenangan, utilitarianisme adalah aliran filsafat nilai
yang menekankan kegunaan. Menurut konsep ini sesuatu yang baik atau benar
adalah bermanfaat, sebaliknya yang tidak bermanfaat berarti tidak baik atau tidak

4
benar. Pragmatisme Filsafat pragmatisme sangat berpengaruh di Amerika Serikat
dan Inggris. Menurut arus ini, sesuatu dikatakan benar jika bermanfaat atau
bermanfaat bagi kehidupan .
C. Hakikat Filsafat Ilmu
Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah suatu pemikiran yang
menyeluruh tentang persoalan-persoalan yang menyangkut dasar pengetahuan dan
hubungan ilmu dengan segala aspek kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan
bidang ilmu campuran yang keberadaan dan perkembangannya bergantung pada
timbal balik dan pengaruh timbal balik antara filsafat dan ilmu. Filsafat ilmu
merupakan kelanjutan dari perkembangan filsafat ilmu (Widyawati, 2013). Objek
filsafat ilmu adalah ilmu. Itulah sebabnya ilmu berubah setiap waktu sesuai dengan
waktu dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama ini
menjadi dasar pencarian pengetahuan baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Archie J. Bahm (1980) bahwa sains (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu
berubah. Dalam perkembangannya, filsafat ilmu memfokuskan pandangannya pada
strategi pengembangan ilmu, yang meliputi etika dan heuristik. Hingga dimensi
budaya menangkap tidak hanya kegunaan atau kegunaan informasi tetapi juga
maknanya bagi kehidupan manusia (Pengetahuan, n.d.).
Oleh karena itu, perlu dipikirkan secara mendalam tentang sifat pengetahuan
ini dan bahkan dampaknya terhadap bidang penelitian lain, seperti ilmu alam.
Dengan demikian, setiap penyelidikan mendasar pasti membawa kita ke ranah
filsafat. Menurut Koento Wibisono (1980), dari satu sudut pandang, filsafat dapat
diartikan sebagai ilmu yang berusaha memahami hakikat “yang ada” dari subjek
filsafat ilmu. Filsafat sendiri merupakan ilmu yang mencoba memahami hakikat
ilmu, pengetahuan itu sendiri (Nurhayati, 2021). Filsafat ilmu Islam mengenal tiga
arus utama; bayani (tinjauan tekstual), irfani (intuisi relasional) dan burhani
(empiris). Paradigma filsafat ilmu Islam meliputi empiris-sensual, empiris-logis,
empiris-etis dan empiris-transenden. Filsafat ilmu pengetahuan Barat tidak
memperhatikan tataran empiris-transendental.
D. Hakikat Filsafat Pendidikan
Istilah “filsafat pendidikan” mengacu pada terminologi yang digunakan dalam
kajian tentang masalah pendidikan. Filsafat akan menyampaikan kepada kita "mau
dibawa kemana" siswa (Atmadja, 2018). Filsafat merupakan perhubungan titik-titik
yang menghubungkan dan menyatu pada tujuan pencapaian pendidikan. Oleh
karena itu, filsafat dari kelompok masyarakat tertentu, seperti bangsa, atau orang
yang dianut oleh perorangan (dalam hal ini Dosen atau Guru), akan sangat
mempengaruhi tujuan pendidikan yang seharusnya diupayakan (Phylosophy,
2014). Ajaran Islam merupakan dasar atau sumber filsafat pendidikan Islam, yang

5
pada hakekatnya merupakan cara berpikir tentang pendidikan. Filosofi pendidikan
Islam adalah pembahasan tentang bagaimana memotivasi, mendidik, dan
membimbing umat Islam agar menjadi manusia seutuhnya yang dijiwai oleh ajaran
Islam dalam segala aspek kepribadiannya. Ini membutuhkan penyederhanaan
karena masalah pendidikan itu rumit dan filsafat sulit dipahami. Kajian filsafat
pendidikan Islam mencakup bidang-bidang yang dipandang relevan dengan
pendidikan pada umumnya. tidak terbatas pada suasana lembaga pendidikan
formal. Kajian filsafat pendidikan Islam meliputi pembelajaran ekstrakurikuler di
berbagai bidang seperti lingkungan rumah, tempat ibadah, masyarakat dan tradisi
sosial budaya. Pendidikan pralahir merupakan topik khusus filsafat pendidikan
Islam (Karim et al., 2019).

Oleh karena itu, bidang kajian dalam pendidikan Islam dapat dikatakan bahwa
filsafat bersesuaian dengan kajian Islam itu sendiri. mencakup segala aspek
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan masalah pendidikan (Watson, 2017).
Menurut pendekatan proses, spektrum kajian filsafat pendidikan meliputi seluruh
daur hidup manusia sejak pembuahan sampai kematian. Fakta bahwa manusia
adalah ciptaan Tuhan tidak lepas dari sesuatu yang terlihat jelas dari penelitian ini.
Kajian filsafat pendidikan Islam terutama berfokus pada pendidikan Islam itu
sendiri, termasuk perumusan atau konsep yang melandasi implementasi dan
pengembangan pemikiran proaktif untuk menghadapi tantangan yang mungkin
timbul selama implementasi (Amka, 2019).
Hubungan antara filsafat dan dinamika sistem pendidikan Indonesia cukup
penting. Jelaslah bahwa filsafat adalah bentuk pengetahuan yang terakhir dan paling
mendasar. Hal ini sesuai dengan pernyataan John S. Brubacher bahwa filsafat
adalah cinta belajar dan kebijaksanaan, seperti yang ditunjukkan oleh asal kata
Yunani pilos dan shopia (Poedjiadi & Al-Muchtar, 2014). Selain itu, kecintaan
umum pada pembelajaran yang termasuk dalam payung yang sama apa yang
sekarang kita sebut sains dan filsafat. Ini menjelaskan mengapa filsafat sering
disebut sebagai ibu dan ratu ilmu pengetahuan. Filsafat dan pendidikan adalah dua
hal yang tidak dapat dipisahkan, baik dilihat dari proses, jalan, maupun tujuannya.
Hal ini sangat dipahami karena pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil
spekulasi filsafat, terutama pada filsafat nilai, yaitu terkait dengan ketidakmampuan
manusia dalam menghindari fitrahnya sebagai diri yang selalu mendambakan
makna kesamaan di dalam proses, ruang etika, dan ruang pragmatis (Zubair, 1997).

Secara umum, Al-Quran dan Hadits merupakan sumber utama pemikiran Islam,
termasuk filsafat pendidikan Islam. Sepanjang sumber tambahan yang
dikembangkan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits, maka kedua
sumber utama tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut (Sidik & Ridwan, 2022).
Yang terpenting, model pendidikan dan sains masa depan apa pun yang dibuat dari

6
sumber tambahan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang disajikan
dalam Al-Qur'an dan Hadits. Cara berpikir Islam menunjukkan hubungan antara
filsafat pendidikan dan pendidikan. Islam berjanji untuk memasukkan tiga elemen
penting: iman, pemikiran dan realitas. Ketiga elemen ini saling berhubungan dan
bertukar informasi satu sama lain. Dari sudut pandang ini juga jelas bahwa,
meskipun peran logika dan nalar dalam pendidikan penting, namun harus selalu
tunduk pada prinsip-prinsip agama (Tolchah, 2015). Karena itu, Iqbal mengutip
Rohinah. Dia berpendapat bahwa pengalaman adalah satu-satunya cara untuk
mendapatkan pengetahuan dan itu nyata. Selain itu, persepsi, logika, dan intuisi
adalah bagian dari pengalaman. Akibatnya, perolehan pengetahuan dan pendidikan
sangat bergantung pada indera, intuisi, dan akal. Tetapi kekuatan agama tidak bisa
diabaikan atau diabaikan. Karena prinsip Islam dan sains tidak dapat dipisahkan.
Ada beberapa aspek peserta didik sebagai manusia yang harus diperhatikan dalam
pendidikan Islam, diantaranya:

a. Hidayah wujdaniyah, yaitu potensi manusia yang berwujud naluri yang


melekat dan langsung berfungsi pada saat manusia dilahirkan di muka
bumi.
b. Hidayah hisyiyyah, yaitu potensi yang diberikan Allah swt. kepada
manusia dalam bentuk kemampuan inderawi sebagai penyempurna hidayah
wujdaniyah.
c. Hidayah aqliyah, yaitu potensi akal sebagai penyempurna dari kedua
hidayah di atas, karena akallah yang membedakan manusia dengan
Binatang.
d. Hidayah diniyyah, yaitu petunjuk agama yang diberikan kepada manusia
yang berupa keterangan tentang hal-hal yang menyangkut keyakinan dan
atau perbuatan yang tertulis dalam Alquran dan Hadist.
e. Hidayah taufiqiyyah, yaitu hidayah yang sifatnya khusus. Sekalipun agama
telah diturunkan untuk keselamatan manusia, tetapi banyak manusia yang
tidak menggunakan akal dalam kendali agama.

E. Hakikat Filsafat Sains

Kata "ilmu" adalah terjemahan dari "science", yang secara etimologis berasal
dari kata latin "scinre", yang berarti "mengetahui" , definisi mengetahui itu sendiri
adalah adanya informasi terkonfirmasi didalam otak semakin banyak informasi
terkonfirmasi yang didalam otak maka orang yang itu disebutnya pintar, karena
tahu itu berarti adalah adanya informasi didalam otak yang terkonfirmasi (Imro &
Bs, 2021). Terkonfirmasi itu oleh hukum-hukum fisika atau hukum-hukum Logika
dan hukum-hukum yang lainnya. Sedangkan dalam pengertian sempit sains adalah

7
ilmu pengetahuan yang secara fundamental bersifat kuantitatif dan eksperimental
(Sunarya, 2011).

Ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang tertentu yang disebarluaskan


secara sistematik sesuai dengan metode yang relevan, dan yang dapat diterapkan
untuk memperoleh gejala gejala tertentu dari bidang yang bersangkutan. Dalam hal
ini, sains didefinisikan secara spesifik sebagai ilmu alam atau sebagai “ilmu
pengetahuan alam”, Ahli lain menyatakan bahwa hakikat sains atau Nature of
Science (NoS) merupakan pengetahuan tentang epistemologi (metode) dari sains,
proses terjadinya sains, atau nilai dan keyakinan yang melekat untuk
mengembangkan sains. Dorongan ingin tahu (curiosity) sebagai hasrat alamiah
manusia merupakan entry point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan (Achadah &
Fadil, 2020). Dengan kata lain, kelahiran ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh
rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu, sehingga bukti-bukti logis itu bisa
kita pahami sebagai sebuah pengetahuan bukan hanya sebagai kepercayaan maka
setelah itu, manusia akhirnya mendapatkan pembuktian indrawi dan pembuktian
indrawi itu ada dalam sistem eksperimental yang kemudian kita kita kenal sebagai
empirisme maka muncullah ilmu pengetahuan. Fakta, keyakinan, dan prinsip
semuanya termasuk dalam produk metode ilmiah yang dihasilkan melalui
serangkaian metode ilmiah dan pengetahuan ilmiah (Bashori, 2022).

Sains memiliki ruang lingkup yang sangat terbatas, yang dapat dipahami oleh
individu, seperti penglihatan, penglihatan, rabaan, sentuhan, dan ucapan. Dapat
dikatakan bahwa sains adalah pengetahuan yang berasal dari proses pembelajaran
maupun proses penelitian (Praktek et al., n.d.). Dari obyek penelitian tersebut,
muncullah teori-teori sains yang diakui saat ini.
Filsafat dan sains memiliki banyak kesamaan:

1. Filsafat dan sains berurusan dengan kehidupan dan fakta dengan


menggunakan metode berpikir reflektif.
2. Filsafat dan ilmu pengetahuan bersifat kritis dan terbuka serta adil untuk
menjaga kebenaran.

F. Hakikat Filsafat Islam


1. Hakikat Filsafat Islam
Filsafat Islam mengacu pada pemikiran bebas, radikal, dan tingkat makna
yang memiliki kualitas, karakteristik, dan aspek yang menyelamatkan dan
memberikan ketenangan pikiran. Filsafat Islam dengan demikian didefinisikan
oleh deklarasi bias daripada netralitas. Dia berada di sisi kedamaian dan
keamanan. Filsafat Islam dikembangkan dari sunnah Nabi, sebuah tradisi
pemikiran rasional transendental, bukan tradisi filosofis Yunani rasionalistik.

8
Sunnah Nabi dalam berpikir, yang akan menjadi pedoman dan teladan bagi
aktivitas berpikir umatnya, adalah kiasan filsafat Islam ketimbang warisan
intelektual Yunani. Karena Nabi Allah benar-benar menjadi teladan bagi
umatnya dalam hal bertindak, berperilaku, dan berpikir. Oleh karena itu, Al-
Qur'an 33: 21 menegaskan:
‫اللَ َكثِر ًْيۗا‬
ّٰۗ ‫اْل ِخَۗر َوذَ َكَۗر‬ ّٰۗ ‫اللِ اُ رس َوةۗ َح َسنَةۗ لِّ َم رۗن َكا َۗن يَرر ُجوا‬
ٰ ‫اللَ َوالريَ روَۗم ر‬ ّٰۗ ‫ف َر ُس روِۗل‬
ۗ‫لَ َق رۗد َكا َۗن لَ ُك رۗم ِ ر‬
Artinya: Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang
baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.
2. Objek Kajian Filsafat Islam
Fokus filsafat Islam sama dengan fokus penelitian filsafat pada umumnya:
realitas, baik yang tampak maupun yang tidak tampak. Dedikasi subjek
terhadap Al-Qur'an membuat perbedaan. Hakikat segala sesuatu yang ada
dibahas dalam filsafat Islam, mulai dari tataran ontologis hingga metafisik.
Nilai-nilai yang dicakup oleh filsafat Islam, seperti epistemologi, estetika, dan
etika, juga dibahas. Prinsip dasar keberadaan manusia, seperti Tuhan, manusia,
alam, dan budaya, juga dibahas dalam filsafat Islam dan disesuaikan dengan
ideologi dan mode yang berlaku saat itu (Sunarya, 2011:7-8).
3. Hubungan Filsafat Islam dengan keilmuan Islam lainnya
Lebih jauh lagi, filsafat Islam menjadi landasan integrasi berbagai bidang
pendidikan dan berbagai metodologi dalam kajian ilmiah Islam, filsafat Islam
dengan metode rasional transendentalnya dapat menjadi landasan bagi
pengembangan epistemologi Islam (Abd. Wahid, 2012). Filsafat sebagai
landasan ilmu fikih misalnya, kemudian disempurnakan lagi dalam apa yang
dikenal dengan istilah ushul figh. Tanpa filsafat, fikih akan kehilangan
keinginannya untuk berubah, menjadi stagnan, bahkan mungkin menghambat
ijtihad.
4. Tokoh-tokoh Filsuf Muslim
Berikut ini beberapa tokoh filsafat islam (filsuf muslim) terkenal:
1) Al-Kindi
2) Al-Razi
3) Al-Farabi
4) Ibnu Misakawih
5) Ibnu Sina
6) Al-Ghazali
7) Ibnu Thufail
8) Dan lain-lain
Kajian tentang makna dan nilai-nilai yang tercakup dalam Al-Qur'an dan
Al-Hadits memungkinkan seseorang untuk mengonstruksi konsep, menyusun, atau

9
memecahkan banyak tantangan pendidikan Islam, inilah yang dikenal dengan
filsafat pendidikan Islam. Filsafat pendidikan Islam dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1) Terciptanya kepribadian Islami difasilitasi oleh konsep-konsep yang
menjadi landasan atau pedoman pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip
Islam.
2) Gagasan-gagasan tersebut diperlukan untuk memberikan justifikasi guna
membantu menyelesaikan/memecahkan berbagai persoalan dalam
pendidikan Islam.
3) Refleksi tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan pendidikan Islam
dan bagaimana pendekatannya agar berhasil dan sejalan dengan prinsip-
prinsip Islam (Karim et al., 2019:5).
Secara umum, Al-Qur'an dan hadits menjadi sumber utama pemikiran
Islam, termasuk filsafat pendidikan Islam. Selama sumber tambahan yang ingin
dikembangkan tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan hadis, maka kedua sumber
utama tersebut tetap dapat dikembangkan. Kuncinya adalah bahwa setiap model
pendidikan dan ilmu pengetahuan masa depan yang dihasilkan dari sumber-sumber
tambahan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip yang digariskan dalam Al-
Qur'an dan hadits (Sidik & Ridwan, 2022:5).

Konsep-konsep dasar yang muncul melalui filsafat pendidikan, seperti


Esensialisme, Perenialisme, Progresivisme, Eksistensialisme, Rekonstruksionisme,
dan lain-lain, tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kurikulum saat ini
(Tolchah, 2015). Ekspansi-ekspansi selanjutnya memperluas cakupan filsafat Islam
hingga mencakup semua aspek ilmu-ilmu yang terdapat dalam kanon pemikiran
Islam, termasuk ilmu kalam, ushul fiqh, tasawuf, dan ilmu-ilmu pemikiran lain yang
dikembangkan oleh para pemikir Islam (Sulaiman, 2016:7).

10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hakikat Filsafat sangat penting bagi pendidikan Islam, terutama dalam


pengembangannya yang membutuhkan landasan ideal dan rasional yang
menawarkan pandangan secara mendasar, komprehensif dan sistematis tentang
hakikat filsafat. Filsafat dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
baik dilihat dari proses, jalan, maupun tujuannya.
Hal ini sangat dipahami karena pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil
spekulasi filsafat, terutama pada filsafat nilai, yaitu terkait dengan ketidakmampuan
manusia dalam menghindari fitrahnya sebagai diri yang selalu mendambakan
makna kesamaan di dalam proses, ruang etika, dan ruang pragmatis.
Oleh karena itu, bidang kajian dalam pendidikan Islam dapat dikatakan bahwa
filsafat bersesuaian dengan kajian Islam itu sendiri. mencakup segala aspek
kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan masalah pendidikan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Wahid. (2012). Korelasi Agama, Filsafat Dan Ilmu. Jurnal Substantia, 14(2),
224–231.
Achadah, A., & Fadil, M. (2020). Filsafat Ilmu: Pertautan Aktivitas Ilmiah, Metode
Ilmiah dan Pengetahuan Sistematis. 4(1).
Albina, M., Aziz, M., Sumatera, U. I. N., & Medan, U. (2021). Hakikat Manusia
dalam Al-Quran dan Filsafat Pendidikan Islam. 731–746.
https://doi.org/10.30868/ei.v11i01.2414
Amka, H. (2019). Filsafat pendidikan.
Arifin, Z. (n.d.). Pendidikan islam dalam perspektif filsafat ilmu. XIX(01), 123–
142.
Atmadja, N. B. (2018). Saraswati dan Ganesha Sebagai Simbol Paradigma
Interpretativisme dan Positivisme. El-Afkar, 7(1), 69–74.
Bahrum, SE, M.Ak, A. (2013). Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi. Sulesana
Jurnal Wawasan Keislaman, 8, 35–45.
Bashori, A. (2022). Konstruksi Keilmuan Fikih Nusantara : Perspektif Filsafat
Sains Akmal Bashori. 20, 184–203.
Dan, E., & Ilmu, A. (n.d.). TAFAHHAM : Jurnal Pendidikan dan Riset. 87–92.
Imro, R., & Bs, A. W. (2021). Filsafat Sebagai Landasan Ilmu dalam
Pengembangan Sains. 4, 59–64.
Karim, J. A., Ismawan, Y. I., Pendidikan, P., Islam, A., & Tarbiyah, F. (2019).
Hakikat filsafat pendidikan islam.
Nurhayati, N. H. (2021). Filsafat Ilmu Peranan Filsafat Ilmu Untuk Kemajuan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan. TASAMUH: Jurnal Studi Islam, 13(2),
345–358. https://doi.org/10.47945/tasamuh.v13i2.409
Parida, P., Syukri, A., Badarussyamsi, B., & Fadhil Rizki, A. (2021). Kontruksi
Epistimologi Ilmu Pengetahuan. Jurnal Filsafat Indonesia, 4(3), 273.
https://doi.org/10.23887/jfi.v4i3.35503
Pengetahuan, F. I. (n.d.). i.
Perkembangan, B., & Pengetahuan, I. (n.d.). No Title.
Phylosophy, E. (2014). Filsafat pendidikan. I, 129–135.

12
Poedjiadi, A., & Al-Muchtar, S. (2014). Modul Pengertian Filsafat. Repository UT,
1–29.
Praktek, D. A. N., Teori, A., & Praktek, D. A. N. (n.d.). Posbakum antara teori dan
praktek.
Sidik, M., & Ridwan, M. (2022). Pendidikan dalam tinjauan filsafat islam. 1(1).
Sulaiman, A. (2016). Mengenal Filsafat Islam (W. Setiawan (ed.); Edisi Pert). Asep
Sulaiman.
Sunarya, A. H. H. dan Y. (2011). Filsafat Islam (Tim Penulis (ed.); Edisi pert).
Tolchah, M. (2015). Filsafat Pendidikan Islam: 11(2), 381–398.
Watson, J. B. (2017). Perspektif filsafat pendidikan terhadap psikologi pendidikan
humanistik. Jurnal Sains Psikologi, 31–36.
Widyawati, S. (2013). Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan. GELAR:
Jurnal Seni Budaya, 11(1), 87–96.
Zubair, A. C. (1997). Filsafat Ilmu Menurut Konsep Islam. Filsafat, 38–49.
https://www.jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/31650

13

Anda mungkin juga menyukai