Anda di halaman 1dari 23

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

FILSAFAT Wahyu Fitriannor, Lc. M.H.

MAKALAH

FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN

Disusun Oleh:

Ana Muliana Salsabila (230105010044)

Nur Kamilah (230105010187)

Arif Hidayat (230105010049)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI FILSAFAT

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat, rahmat, dan salam
selalu tercurahkan kepada Baginda alam nabi besar Muhammad SAW. atas limpahan
rahmat-Nya, sehinggakami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN” tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini
merupakan tugas yang diberikan dalam mata kuliah Filsafat Ilmu di UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ANTASARI. Kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan penulisan makalah ini.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak


yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen
pengajar Wahyu Fitriannor, Lc, M.H yang telah memberikan tugas dan petunjuk
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Akhir kata, kami berharap
semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami maupun rekan-rekan, sehingga
dapat menambah pengetahuan kita bersama.

Banjarmasin,2 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB I ....................................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ................................................................................................................... iii
1. Latar Belakang ............................................................................................................ iii
2. Rumusan Masalah: ..................................................................................................... iv
3. Tujuan Makalah: ......................................................................................................... iv
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................1
PENGETAHUAN .................................................................................................................1
1. Konsep Ilmu Pengetahuan ...........................................................................................1
1.1 Luas Ilmu Pengetahuan .................................................................................................2
1.2 Guna Mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan ...........................................................3
2. Hubungan filsafat dengan Ilmu Pengetahuan ............................................................4
2.1 Ilmu Filsafat dan Filsafat Ilmu (Barat) ....................................................................5
METODE ILMIAH ..............................................................................................................6
Pengertian Metode Ilmiah................................................................................................7
FILSAFAT ILMU .................................................................................................................9
3. Peranan Filsafat Ilmu bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan ...............................9
3.1 Peranan Filsafat Ilmu .................................................................................................9
3.2 Hubungan Filsafat dengan Agama ..........................................................................10
3.3 Hubungan Filsafat dan Seni ............................................................................... 11
4. Guna Mempelajari Filsafat ........................................................................................ 11
BAB III ....................................................................................................................................15
PENUTUP ...............................................................................................................................15
1. Kesimpulan ..................................................................................................................15
2. Saran.............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno “philosophia”, dari akar kata
philo berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan atau hikmah. Jadi
filsafat secara etimologi berarti Love of Wisdom (Cinta kepada kebijaksanaan
atau kearifan). Bagi Socrates (469-399 SM) filsafat ialah kajian mengenai
alam semesta ini secara teori untuk mengenal diri sendiri. Sedangkan menurut
Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) filsafat adalah kajian
mengenai hal-hal yang bersifat asasi dan abadi untuk meng-harmonikan
kepercayaan mistik atau agama dengan menggunakan akal pikiran.

Jadi filsafat bukan hanya sebagai suatu disiplin ilmu yang dapat dipelajari,
tetapi juga sebagai pandangan hidup. Sebagai pandangan hidup maka filsafat
melekat pada diri seseorang, yang merupakan cerminan dari kepribadiannya.
Filsafat yang dianutnya menjadi landasan dan pedoman bagi setiap perbuatan
dan tindakannya sehari-hari dalam hidupnya. Sekalipun seseorang tidak
mempelajari ilmu filsafat namun setiap orang memiliki filsafat tertentu yang
dijadikan pedoman hidupnya, karena filsafat berisi nilai-nilai kehidupan.
Dengan mempelajari ilmu filsafat maka seseorang akan terbantu dalam
upayanya memilih atau menentukan filsafat hidup yang cocok baginya. Secara
umum ilmu filsafat terdiri atas tiga bagian, yaitu: ontologi, epistemologi, dan
axiologi. Ontologi mempersoalkan tentang yang ada atau tentang realitas
(reality), dalam alam semesta ini, yang meliputi: alam (kosmos), manusia
(antropos), dan Tuhan (Theos), sehingga dikenal adanya filsafat alam
(kosmologi), filsafat manusia (antropologi filsafat), dan filsafat ketuhanan
(theologi).

Ontotologi disebut juga filsafat Metafisika karena yang dipersoalkan itu


termasuk juga realitas non-fisik atau di luar dunia fisik (beyond the physic),
seperti hal-hal yang gaib. Epistemologi atau teori pengetahuan, yang

iii
mempersoalkan tentang kebenaran (truth) meliputi: dasar atau sumber
pengetahuan, luas pengetahuan, metode pengetahuan, dan kebenaran
pengetahuan. Ada juga memasukkan logika ke dalam ruang lingkup
epistemology karena logika merupakan bagian filsafat yang membahas
tentang sarana berpikir logis. Aksiologi yang mempersoalkan tentang nilai-
nilai kehidupan. Axiologi disebut juga filsafat nilai, yang meliputi meliputi:
etika, estetika, dan religi. Etika adalah bagian filsafat aksiologi yang menilai
perbuatan seseorang dari segi baik atau buruk. Estetika adalah bagian filsafat
yang menilai sesuatu dari segi indah atau tidak indah. Sedangkan religi
merupakan sumber nilai yang berasal dari agama atau kepercayaan tertentu.
Dengan demikian, sumber nilai bisa dari manusia (individu dan masyarakat)
dan bisa dari agama atau kepercayaan. Jadi, kalau ontologi adalah filsafat
mengenai yang ada, maka epistemologi adalah filsafat mengenai cara
mengenal yang ada, dan aksiologi adalah bagian filsafat mengenai cara
menilai yang ada itu. Ontologi disebut juga filsafat spekulatif, epistemology
disebut filsafat analitis, dan axiology disebut filsafat preskriptif.

2. Rumusan Masalah:

1. Bagaimana filsafat dapat memberikan pemahaman mendalam terhadap


makna eksistensi manusia?

2. Apa peran etika dalam filsafat dan bagaimana konsep moralitas dapat
membimbing tindakan manusia?

3. Bagaimana filsafat memandang dan menanggapi tantangan-tantangan


epistemologis dalam memahami pengetahuan dan kebenaran?

4. Apakah adanya konflik antara kebebasan individu dan tanggung jawab


sosial, dan bagaimana filsafat merumuskan solusi atas ketegangan ini?

5. Bagaimana filsafat dapat membantu manusia memahami dan mengatasi


ketidakpastian dalam kehidupan?

3. Tujuan Makalah:

iv
1. Menganalisis konsep eksistensi manusia dalam perspektif filsafat untuk
memahami makna hidup dan tujuan eksistensial.

2. Menjelaskan peran etika dalam filsafat sebagai landasan moral untuk


tindakan manusia serta merinci konsep moralitas yang terkandung di
dalamnya.

3. Menelusuri tantangan-tantangan epistemologis dalam filsafat, seperti


hubungan antara pengetahuan dan kebenaran serta cara mengatasi batasan
pengetahuan manusia.

4. Mendiskusikan konflik antara kebebasan individu dan tanggung jawab


sosial dalam perspektif filsafat politik dan sosial.

5. Mengidentifikasi kontribusi filsafat dalam membantu manusia memahami


dan merespon ketidakpastian dalam kehidupan serta memberikan
pandangan filosofis terhadap konsep ketidakpastian.

v
BAB II
PEMBAHASAN

PENGETAHUAN

1. Konsep Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui. Ilmu adalah pengetahuan,


tetapi pengetahuan belum tentu merupakan ilmu, sebab pengetahuan dapat
diperoleh dengan atau tanpa metode ilmiah, artinya dapat diperoleh melalui
pengalaman sehari-hari atau berupa informasi yang kita terima dari seseorang
yang memiliki kewibawaan atau otoritas tertentu. Sedangkan ilmu mesti
diperoleh dengan metode ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode berpikir
deduktif dan induktif. Pengetahuan adalah keseluruhan gagasan, pemikiran,
ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala
isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sedangkan ilmu pengetahuan
adalah keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara
sistematis. Pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkan ilmu pengetahuan
lebih sistematis dan reflektif. Pengetahuan jauh lebih luas dari ilmu
pengetahuan, karena pengetahuan mencakup segala sesuatu yang diketahui
manusia tanpa perlu dibakukan secara sistematis. Dalam literatur banyak
sekali ditemukan definisi ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh para
ilmuan. Berikut ini adalah beberapa diantaranya sebagai perbandingan. Dalam
ENSIE disebutkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai dasar
dan yang berlaku secara umum serta niscaya. Ilmu adalah keseluruhan dari
kebenaran-kebenaran yang terikat antara yang satu dengan yang lainnya secara
sistematis. Ciri-Ciri Umum Ilmu Pengetahuan. Dari berbagai definisi tentang
ilmu pengetahuan dapat diidentifikasi beberapa ciri ilmu pengetahuan, antara
lain sebagai berikut:

1. Ilmu bersifat rasional, artinya proses pemikiran yang berlang-sung dalam


ilmu harus dan hanya tunduk pada hukum-hukum logika.

1
2. Ilmu itu bersifat objektif, artinya ilmu pengetahuan didukung oleh bukti-
bukti (evidences) yang dapat diverifikasi untuk menjamin keabsahannya.

3. Ilmu bersifat matematikal, yakni cara kerjanya runtut berdasarkan patokan


tertentu yang secara rasional dapat dipertanggungjawabkan, dan hasilnya
berupa fakta2 yang relevan dalam bidang yang ditelaahnya.

4. Ilmu bersifat umum (universal) dan terbuka, artinya harus dapat dipelajari
oleh tiap orang, bukan untuk sekelompok orang tertentu.

5. Ilmu bersifat akumulatif dan progresif, yakni kebenaran yang diperoleh


selalu dapat dijadikan dasar untuk memperoleh kebenaran yang baru, sehingga
ilmu pengetahuan maju dan berkembang.

6. Ilmu bersifat communicable artinya dapat dikomunikasikan atau dibahas


bersama dengan orang lain.

1.1 Luas Ilmu Pengetahuan

Ontologi adalah bagian filsafat yang membahas hakekat realitas atau


hakekat yang ada, termasuk hakekat ilmu pengetahuan sebagai sebuah realitas.
Ada tiga macam yang ada (realitas) yang menjadi obyek pemikiran filsafat,
yaitu alam fisik (cosmos), manusia (antropos), dan Tuhan (Teos). Pemikiran
mengenai alam fisik menimbulkan filsafat alam atau kosmologi; pembahasan
mengenai manusia menimbulkan fisafat manusia atau atropologi filsafat; dan
pembahasan mengenai Tuhan menimbulkan filsafat ketuhanan atau teologi.
Filsafat alam misalnya, dipersoalkan apakah alam ini pada hakekatnya satu
(monistik) atau banyak (pluralistik), apakah ia bersifat menetap (permanent)
atau berubah (change), apakah ia merupakan sesuatu yang aktual atau hanya
kemungkinan (potensial). Dalam filsafat manusia antara lain dipertanyakan
apakah manusia itu badan atau jiwa atau kesatuan antara keduanya, apakah
manusia itupada hakekatnya bebas ataun tidak bebas. Jadi masalah ontologi
sangat luas ruang lingkupnya, bukan hanya terbatas pada masalah alam fisik
saja, tetapi termasuk juga alam metafisik yaitu sesuatu yang berada di luar

2
(beyond) dan setelah (after) alam fisik, atau alam yang lebih luas lagi yang
tidak dikenal (terra incognito).

Karena daerah cakupan ontologi itu sangat luas, termasuk alam metafisik,
maka persoalan yang menyangkut ilmu pengetahuan juga sangat luas, meliputi
ilmu pengetahuan tentang alam fisik dan metafisik. Jika alam fisik mengenai
persoalan realitas kebendaan yang dapat diketahui dengan pengalaman
empiris, sebaliknya alam metafisik yang berada di luar realitas kebendaan,
tidak dapat diketahui melalui pengalaman empiris. Diantara hal-hal yang besar
dalam persoalan metafisika ialah masalah ketuhanan, masalah hubungan
badan-jiwa-roh, masalah keabadian dan perubahan, serta masalah asal mula
dan akhir sesuatu.

1.2 Guna Mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan

Memperhatikan hakekat filsafat dan pentingnya ilmu pengetahuan maka


mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan memberikan beberapa manfaat,
yaitu:

a. Melatih kita berpikir logis dan kritis terhadap kebenaran. Jadi filsafat
ilmu pengetahuan sangat bermanfaat bagi mahasiswa karena dapat membantu
mereka untuk semakin kritis terhadap berbagai macam teori dan pengetahuan
ilmiah yang dipelajarinya. Bersikap kritis artinya kita tidak mudah saja
percaya atau menerima suatu pendapat atau teori, tetapi dipikirkan dulu
dengan matang Sikap kritis itu harus dikembangkan sebagai suatu cara hidup.

b. Akan lebih menyadarkan kita kepada hakekat dan makna ilmu


pengetahuan, serta mengenai metode dan prosedur pengembangan ilmu. Bagi
calon ilmuan pengetahuan mengenai hal-hal tersebut sangat perlu dipelajari,
khusus-nya untuk melakukan penelitian ilmiah. Mahasiswa (calon ilmuan)
perlu memiliki kemampuan ilmiah, yaitu kemampuan menganalisis berbagai
peristiwa dan menjelaskan keterkaitan antara berbagai peristiwa. Dalam
hubungan ini maka akan sangat membantu mahasiswa bila kelak ia bekerja

3
sebagai apa saja (ahli hukum, wartawan, guru, teknisi, dan lain-lain) karena
semua pekerjaan itu berkaitan dengan upaya pemecahan masalah tertentu.

c. Lebih menyadarkan kita akan pentingnya peranan etika dalam


pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. IPTEK tidak
hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu tetapi juga untuk membantu manusia
memecahkan berbagai persoalan hidup, dan untuk dapat hidup dengan baik
dan benar. Berbagai masalah yang timbul sebagai akibat moder-nisasi
(kemiskinan, keterbelakangan, penyakit, dan lain-lain) memang dapat
dipecahkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga sangat penting
peran etika di dalamnya. (Sudarminta, 2002).1

2. Hubungan filsafat dengan Ilmu Pengetahuan

Filsafat merupakan ilmu yang umum, dan sering disebut sebagai induk
dari segala ilmu (mater scientiarum), karena pada mulanya ilmu pengetahuan
merupakan bagian filsafat. Ilmu pengetahuan adalah ilmu khusus, yang makin
lama semakin bercabang-cabang. Setiap ilmu memiliki filsafatnya yang
berfungsi memberi arah dan makna bagi ilmu itu. Baik filsafat maupun ilmu
pengetahuan, intinya ialah berpikir. Bedanya, kalau filsafat memikirkan atau
menjangkau sesuatu itu secara menyeluruh, maka ilmu memikirkan atau
menjangkau bagian-bagian tertentu tentang sesuatu. Kalau filsafat menjangkau
sesuatu itu secara spekulatif atau perenungan dengan menggunakan metode
berpikir deduktif, maka ilmu mengguna-kan pendekatan empiris atau ilmiah
dengan menggunakan metode berpikir induktif di samping metode berpikir
deduktif. Sebagai ilmu-ilmu khusus maka ilmu pengetahuan tidak menggarap
pertanyaan-pertanyaan fundamental manusia seperti tersebut di atas, karena
ilmu-ilmu khusus itu (fisika, kimia, sosiologi, psikologi, ekonomi, dll) secara
hakiki terbatas sifatnya. Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu
manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia, meng-sistematisasi-kan
apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses pencahariannya.

1
Sudarminta, J. (2002). Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

4
Karena ilmu-ilmu pengetahuan terbatas sifatnya maka semua ilmu membatasi
diri pada tujuan atau bidang tertentu. (Suseno, 1992, p. 19).2

2.1 Ilmu Filsafat dan Filsafat Ilmu (Barat)

a. Ilmu Filsafat

Secara historis ilmu filsafat berbeda dengan filsafat ilmu. Ilmu


filsafat berarti filsafat sebagai cabang ilmu, sedangkan filsafat ilmu berarti
filsafat mewarnai seluruh disiplin keilmuan. Filsafat sebagai ilmu tidak
jauh beda dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain. Dalam
artian memiliki sistematika sebagai berikut: 1) Gegenstand, yaitu suatu
objek sasaran untuk diteliti dan diketahui menuju suatu pengetahuan,
kenyataan, atau kebenaran. 2) Gegenstand tadi terus menerus
dipertanyakan tanpa mengenal titik henti. 3) Setelah itu ada alasan atau
motif tertentu, dan dengan cara tertentu mengapa Gegenstand tadi terus-
menerus dipertanyakan. 4) Rangkaian dari jawaban yang dikemukakan
kemudian disusun kembali ke dalam satu kesatuan sistem. Menurut
Koento Wibisono, ilmu filsafat adalah ilmu yang menunjukkan bagaimana
upaya manusia yang tidak pernah menyerah untuk menentukan kebenaran
atau kenyataan secara kritis, mendasar, dan integral. Oleh karena itu dalam
filsafat, proses yang dilalui adalah refleksi, kontemplasi, abstraksi, dialog,
dan evaluasi menuju suatu sintesis. Ilmu filsafat (filsafat sebagai ilmu)
mempertanyakan hakikat (substansi) atau “apanya” dari objek sasaran
yang dihadapinya dengan menempatkan objek itu pada kedudukannya
secara utuh. Hal ini berbeda dengan ilmu-ilmu cabang yang lain, yang
hanya melihat pada satu sisi atau dimensi saja. Ilmu filsafat dalam
menghadapi objek material manusia, yang ingin dicari ialah apa hakikat
manusia itu, apa makna kehadirannya serta tujuan hidup baik dalam arti
imanen maupun transenden. Dengan melihat objek material manusia
hanya pada satu sisi atau dimensi saja, ilmu-ilmu cabang tumbuh menjadi

2
Suseno, F. M. (1992). Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 19

5
ilmu sosiologi, antropologi, hukum, ekonomi, politik, psikologi, dan lain
sebagainya.

b. Filsafat Ilmu (Barat)

Di zaman modern, terasa adanya kekaburan mengenai batas-batas


antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, sehingga interdependensi
dan inter-relasi ilmu menjadi semakin terasa dibutuhkan. Atau justru yang
terjadi sebaliknya, antara ilmu pengetahuan yang satu dengan yang lain
saling terpisah secara dikotomis tanpa adanya kemauan untuk saling”
menyapa”. Oleh karena itu diperlukan “overview” untuk meletakkan
jaringan interaksi agar berbagai disiplin ilmu bisa “saling menyapa”
menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif. Kehadiran etik dan
moral menjadi semakin dirasakan pentingnya. Sikap pandang bahwa “ilmu
adalah bebas nilai” semakin ditinggalkan. Tanggung jawab dan integritas
seorang ilmuwan kini sedang diuji. (Wibisono, 2005).3

METODE ILMIAH

Metode ilmiah merupakan prosedur untuk mendapatkan


pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang
didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut
ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar
suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang
dinamakan dengan metode ilmiah. “Metode” merupakan suatu prosedur
atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang
sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah
merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam
metode ilmiah. Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang

3
Wibisono, K. (2005). Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan.
Yogyakarta: Program Pascasarjana Filsafat UGM.

6
disebut epistimologi. Epistimologi merupakan pembahasan mengenai
bagaimana caranya kita mendapatkan pengetahuan. Seperti diketahui
berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode
ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, Dengan cara
bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai
karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah
yakni sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan
yang di susunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam
hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir
deduktif dengan cara berpikir induktif dalam membangun
pengetahuannya. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada
pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah
dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematis dan kumulatif pengetahuan
ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi
mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada.
Dengan demikian maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan yang tersusun
dan terorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak teratur dapat
diibaratkan sebagai rumah dengan batu bata cerai berai. Secara konsisten
dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional
kepada objek yang berada dalam fokus penelahaan.

Pengertian Metode Ilmiah

Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan


oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini
menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol.
Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:

1. Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus


diselesaikan.

7
2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang
mengarah dan dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga
mengkaji teori atau kajian pustaka.

3. Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara


yang disusun berdasarkan data atau keterangan yang diperoleh
selama observasi atau telaah pustaka.

4. Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.

5. Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode


statistik untuk menghasilkan kesimpulan. Hasil penelitian dengan
metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi
subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana
saja dan oleh siapa saja akan memberikan hasil yang sama).

6. Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis


melalui hasil percobaan perlu dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji
senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa menjadi
kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori. Metode ilmiah didasari
oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap
penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud
adalah :

1. Rasa ingin tahu

2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-


ada)

3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh


perasaan pribadi)

4. Tekun (tidak putus asa)

5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)

6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain)

8
FILSAFAT ILMU
3. Peranan Filsafat Ilmu bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Pertumbuhan dan perkembangan iptek secara mendasar,


menyeluruh, dan cepat telah dirasakan oleh umat manusia secara
ambivalen, artinya kadang berdampak positif dan kadang negatif.
(Peursen, 1976, pp. 179-180)4 telah melihat hal itu, sehingga ia
menawarkan adanya hubungan antara pengetahuan dan perbuatan; ilmu
pengetahuan dan etika. Hubungan ini merupakan keharusan dan urutannya
menjadi ilmu pengetahuan, teknik, dan etika. Situasi dan kondisi sekarang
berbeda dengan situasi dan kondisi masa silam. Dalam situasi saat ini,
iptek telah menguasai kehidupan umat manusia. Meski demikian, cara
hidup kurang dilandasi dengan suatu perangkat yang jelas dan mapan, dan
hal itu sudah tidak mungkin dipertahankan jika tidak ingin menjadi
budaknya ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, dan jika tidak ingin
menjadi orang yang bermasa depan tanpa arah. (Wibisono, 1996, p. 13)5
Penguasaan ilmu secara canggih dengan kemampuan prediktifnya akan
membantu manusia dalam mengelola kehidupan untuk meraih citra masa
depan. Sesuatu yang dipertaruhkan adalah masa depan para generasi
penerus yang pada saatnya harus siap melanjutkan kepemimpinan yang
arif dalam mengelola kehidupan sebagai suatu bangsa yang besar dan
terhormat.

3.1 Peranan Filsafat Ilmu

Dengan menunjukkan sketsa umum (gambaran secara garis besar)


mengenai perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya
melahirkan suatu cabang filsafat ilmu, kiranya menjadi jelas bahwa filsafat
ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah atau

4
Peursen, V. (1976). Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko. Yogyakarta: Kanisius, & BPK Gunung
Mulia, Jakarta. Halaman 179-180
5
Wibisono, K. (1996). ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan
Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Halaman 13

9
pun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleksi filsafati yang tidak pernah
mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai
kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis
difikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan. (Wibisono, 1996, p.
14)6 Ace Partadiredja dalam pidato pengukuhannya selaku guru besar
ekonomi di UGM mendambakan ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan
keserakahan. Ini merupakan suara segar dalam kemandulan perhatian
ilmuwan kepada masalah moral. Terlepas dari semantik kata-kata, yang
jelas ungkapan Ace mengajak manusia bahwa di samping cerdas juga
harus bermoral luhur. Menurut hematnya, bahwa tujuan pendidikan moral
tersebut dapat dicapai dengan peningkatan kekuatan penalaran ilmiah,
yakni melalui pemberian materi ajar filsafat ilmu. Filsafat (ilmu)
diharapkan dapat berdiri di tengah-tengah ilmu-ilmu pengetahuan. Di sini
bukan berarti filsafat ilmu menjadi semacam puncak ekstasi rasional ilmu-
ilmu, mahkota ilmu-ilmu, atau ratu ilmu-ilmu; status simbolis yang boleh
diagungkan, meski tak punya tangan untuk berbuat. (Hardiman, 2003, p.
19)7 Filsafat ilmu (kritis) yang dimaksud di sini adalah memiliki fungsi
reflektif dan pragmatis, yaitu menempatkan klaim-klaim analitis ilmu-ilmu
pengetahuan dalam rangka proses transformasi abadi masyarakat dan umat
manusia. Dengan demikian filsafat ilmu memberikan teoritis-etis bagi
ilmu-ilmu pengetahuan dan masyarakat.

3.2 Hubungan Filsafat dengan Agama

Menurut konsep Barat, antara ilmu pengetahuan dengan agama


pada dasarnya merupakan dua hal yang sangat berbeda (kontras), dan
malah bertentangan (konflik). Kontras maksudnya antara keduanya tidak
ada hubungan, masing-masing berjalan sendiri. Ilmu berhubungan dengan
kehidupan duniawi, sedangkan agama sekaligus menyangkut kehidupan
6
Wibisono, K. (1996). ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan
Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Halaman 14
7
Hardiman. (2003). Melampaui Positivisme dan Modernitas. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 19

10
duniawi dan kehidupan akhirat. Menurut konsep Barat yang ada adalah
kehidupan duniawi sedangkan kehidupan akhirat itu hanyalah ilusi,
sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Konflik maksudnya bahwa keberadaan
agama akan menghambat kemajuan ilmu pengetahuan. Keduanya
bertentangan dan keduanya dipandang tidak bisa dirujukkan. Banyak
ilmuan Barat yang sangat yakin bahwa agama tidak akan pernah bisa
didamaikan dengan ilmu. Alasan utama mereka ialah bahwa agama jelas-
jelas tidak dapat membuktikan kebenaran ajaran-ajarannya dengan tegas,
pada hal sains bisa melakukan hal itu).

3.3 Hubungan Filsafat dan Seni

Filsafat dan seni juga berkaitan erat. Kesenian berkaitan dengan


keindahan, dan keindahan (estetika) merupakan bagian dari filsafat tentang
nilai (axiologi), yaitu nilai sesuatu dilihat dari sudut indah atau tidak
indah. Dalam karya seni banyak terkandung nilai-nilai filosofis, karena
seniman mengungkapkan nilai-nilai keindahan itu dalam karyakaryanya.
Dalam karya seni bukan hanya mengandung nilainilai keindahan, tetapi
juga nilai-nilai kehidupan yang mencerminkan pandangan hidup. Dalam
karya sastra seperti puisi, drama dan novel, demikian juga dalam lukisan,
lagu, tari dan film banyak terkandung nilai-nilai filosofis. Adalah
kenyataan bahwa banyak filosof yang juga seniman atau sebaliknya.
Misalnya Mohammad Iqbal adalah filosof muslim dan sekaligus penyair
yang terkenal, dan filosof eksistensialisme Jean Paul Sartre adalah
sastrawan dan penulis ternama.

4. Guna Mempelajari Filsafat

Baik sebagai pengetahuan maupun sebagai pandangan hidup, mempelajari


filsafat banyak manfaatnya, antara lain:

1) Filsafat akan menyadarkan kita kepada berbagai masalah yang kita


jumpai dalam kehidupan, dan kita akan semakin mampu memecahkan
masalah-masalah kehidupan dengan lebih bijaksana, karena dengan

11
mempelajari filsafat akan memperluas wawasan kita dan melatih kita
berpikir kritis, sistematis, dan logis.

2) Filsafat akan membantu kita menentukan pandangan hidup yang tegas,


yang menjadi pedoman dan landasan bagi perbuatan kita sehari-hari.

3) Dengan mendalami filsafat akan membawa kita kepada kemungkinan


untuk menjadi ahli filsafat.

Dengan menunjukkan sketsa umum (gambaran secara garis besar)


mengenai perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya
melahirkan suatu cabang filsafat ilmu, kiranya menjadi jelas bahwa filsafat
ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah atau
pun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleksi filsafati yang tidak pernah
mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai
kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis
difikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan. Filsafat (ilmu)
diharapkan dapat berdiri di tengah-tengah ilmu-ilmu pengetahuan.

Di sini bukan berarti filsafat ilmu menjadi semacam puncak ekstasi


rasional ilmu-ilmu, mahkota ilmu-ilmu, atau ratu ilmu-ilmu; status
simbolis yang boleh diagungkan, meski tak punya tangan untuk berbuat.
Filsafat ilmu (kritis) yang dimaksud di sini adalah memiliki fungsi
reflektif dan pragmatis, yaitu menempatkan klaim-klaim analitis
ilmu-ilmu.

Dengan filsafat ilmu manusia juga akan mampu men-sublimasi-


kan disiplin ilmu yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing, dan
mengangkatnya ke dataran filsafati, sehingga manusia dapat memahami
perspektif serta berbagai kemungkinan arah pengembangannya; supaya
manusia bisa melakukan spekulasi-spekulasi yang mendalam guna
menemukan teori-teori atau paradigma-paradigma baru yang tepat-guna
bagi kepentingan umat manusia. Tanpa kesanggupan itu manusia akan
hanya menjadi konsumen ilmu orang lain, membeo, menjadi „his master‟s

12
voice‟-nya orang lain, itu pun masih dengan kemungkinan adanya distorsi
ilmiah, karena lemahnya pemahaman atau penguasaan dalam bahasa asing.
Adalah tugas filsafat ilmu di tengah-tengah ilmu-ilmu untuk
mengembalikan kecanggihan konseptual yang berlebihan pada pangkalnya
yang sederhana namun fundamental, menyingkapkan kaitan klaim objektif
dengan matra kekuasaan dan kepentingan, dan pada gilirannya membantu
proses pemahaman dan peningkatan diri dan masyarakat. Secara historis
filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin
terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi
tumpuan untuk menjawabnya.

Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan


radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan
dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal
(Nurhayati, 2021).8 Dengan filsafat ilmu manusia juga akan mampu
mensublimasikan disiplin ilmu yang menjadi tanggung jawabnya masing-
masing, dan mengangkatnya ke dataran filsafati, sehingga manusia
dapat memahami perspektif serta berbagai kemungkinan arah
pengembangannya supayamanusia bisa melakukan spekulasi-spekulasi
yang mendalam guna menemukan teori-teori atau paradigma-
paradigma baru yang tepat-guna bagi kepentingan umat manusia.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu
(ilmu pengetahuan/sains), baik itu ciri substansinya,
memperolehnya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia.
Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang
tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan

8
Nurhayati. (2021). Peran Filsafat Ilmu untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan.

13
berbagai pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para
ahli.

14
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dalam perjalanan eksplorasi filsafat dan ilmu pengetahuan, kita telah


menyadari betapa kedua disiplin ini memiliki peran yang tak terpisahkan
dalam membentuk pemahaman manusia terhadap dirinya dan dunia. Filsafat
memberikan landasan konseptual yang mendalam, memacu pertanyaan-
pertanyaan esensial tentang eksistensi dan makna hidup, sementara ilmu
pengetahuan membawa kita mendekati pemahaman konkret tentang alam
semesta. Integrasi antara pemikiran filosofis dan pengetahuan empiris
membentuk landasan holistik yang memperkaya pandangan kita terhadap
realitas.

Filsafat (ilmu) diharapka dapat berdiri di tengah-tengah ilmu-ilmu


pengetahuan. Di sini bukan berarti filsafat ilmu menjadi semacam puncak
ekstasi rasional ilmu-ilmu, mahkota ilmu-ilmu, atau ratu ilmu-ilmu status
simbolis yang boleh diagungkan, meski tak punya tangan untuk berbuat.
Filsafat ilmu (kritis) yang dimaksud di sini adalah memiliki fungsi reflektif
dan pragmatis, yaitu menempatkan klaim-klaim analitis ilmu-ilmu.)
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu
makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan
untuk menjawabnya. Dengan filsafat ilmu manusia juga akan mampu
mensublimasikan disiplin ilmu yang menjadi tanggung jawabnya masing-
masing, dan mengangkatnya ke dataran filsafati, sehingga manusia dapat
memahami perspektif serta berbagai kemungkinan arah
pengembangannya.

2. Saran

Integrasi Interdisipliner: Filsafat dan ilmu pengetahuan seharusnya bekerja


bersama dalam penelitian dan pengembangan, memanfaatkan kekuatan

15
masing-masing disiplin untuk mencapai pemahaman yang lebih komprehensif
tentang fenomena alam dan manusia. Pendidikan Holistik: Pengembangan
kurikulum yang mencakup tidak hanya aspek-aspek ilmu pengetahuan, tetapi
juga konsep-konsep filsafat. Hal ini akan membantu menghasilkan individu
yang tidak hanya terampil dalam pemahaman ilmiah, tetapi juga memiliki
kemampuan berpikir kritis dan reflektif.

Pertanyaan Etis: Penelitian ilmiah dan kemajuan teknologi perlu diiringi


oleh pertanyaan etis yang mendalam. Filsafat dapat berperan dalam
memberikan panduan etis untuk memastikan bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan tidak hanya bermanfaat, tetapi juga etis dan bertanggung jawab.
Keterbukaan terhadap Perubahan Konseptual: Kesadaran bahwa pemahaman
kita terhadap dunia terus berkembang memerlukan keterbukaan terhadap
perubahan konseptual. Kita perlu merangkul evolusi konsep-konsep kita,
memungkinkan pembaruan pemikiran dan integrasi pengetahuan baru.
Penelitian Kolaboratif: Penelitian yang melibatkan kerjasama antara ahli
filsafat dan ilmuwan dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
mendalam. Hal ini khususnya penting dalam menghadapi tantangan global dan
kompleks yang memerlukan pendekatan holistik dan beragam perspektif.

16
DAFTAR PUSTAKA

Hardiman. (2003). Melampaui Positivisme dan Modernitas. Yogyakarta: Kanisius.


Halaman 19

Nurhayati. (2021). Peran Filsafat Ilmu untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan.

Peursen, V. (1976). Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko. Yogyakarta:


Kanisius, & BPK Gunung Mulia, Jakarta. Halaman 179-180

Sudarminta, J. (2002). Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat. Yogyakarta:


Kanisius.

Suseno, F. M. (1992). Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius.


Halaman 19

Wibisono, K. (1996). ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai


Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami
Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 13

_____, K. (1996). ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran


dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 14

_____, K. (2005). Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran


dan. Yogyakarta : Program Pascasarjana Filsafat UGM.

17

Anda mungkin juga menyukai