MAKALAH
Disusun Oleh:
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat, rahmat, dan salam
selalu tercurahkan kepada Baginda alam nabi besar Muhammad SAW. atas limpahan
rahmat-Nya, sehinggakami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN” tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini
merupakan tugas yang diberikan dalam mata kuliah Filsafat Ilmu di UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ANTASARI. Kami merasa masih banyak kekurangan baik dalam teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
penyempurnaan penulisan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno “philosophia”, dari akar kata
philo berarti cinta, dan sophia yang berarti kebijaksanaan atau hikmah. Jadi
filsafat secara etimologi berarti Love of Wisdom (Cinta kepada kebijaksanaan
atau kearifan). Bagi Socrates (469-399 SM) filsafat ialah kajian mengenai
alam semesta ini secara teori untuk mengenal diri sendiri. Sedangkan menurut
Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) filsafat adalah kajian
mengenai hal-hal yang bersifat asasi dan abadi untuk meng-harmonikan
kepercayaan mistik atau agama dengan menggunakan akal pikiran.
Jadi filsafat bukan hanya sebagai suatu disiplin ilmu yang dapat dipelajari,
tetapi juga sebagai pandangan hidup. Sebagai pandangan hidup maka filsafat
melekat pada diri seseorang, yang merupakan cerminan dari kepribadiannya.
Filsafat yang dianutnya menjadi landasan dan pedoman bagi setiap perbuatan
dan tindakannya sehari-hari dalam hidupnya. Sekalipun seseorang tidak
mempelajari ilmu filsafat namun setiap orang memiliki filsafat tertentu yang
dijadikan pedoman hidupnya, karena filsafat berisi nilai-nilai kehidupan.
Dengan mempelajari ilmu filsafat maka seseorang akan terbantu dalam
upayanya memilih atau menentukan filsafat hidup yang cocok baginya. Secara
umum ilmu filsafat terdiri atas tiga bagian, yaitu: ontologi, epistemologi, dan
axiologi. Ontologi mempersoalkan tentang yang ada atau tentang realitas
(reality), dalam alam semesta ini, yang meliputi: alam (kosmos), manusia
(antropos), dan Tuhan (Theos), sehingga dikenal adanya filsafat alam
(kosmologi), filsafat manusia (antropologi filsafat), dan filsafat ketuhanan
(theologi).
iii
mempersoalkan tentang kebenaran (truth) meliputi: dasar atau sumber
pengetahuan, luas pengetahuan, metode pengetahuan, dan kebenaran
pengetahuan. Ada juga memasukkan logika ke dalam ruang lingkup
epistemology karena logika merupakan bagian filsafat yang membahas
tentang sarana berpikir logis. Aksiologi yang mempersoalkan tentang nilai-
nilai kehidupan. Axiologi disebut juga filsafat nilai, yang meliputi meliputi:
etika, estetika, dan religi. Etika adalah bagian filsafat aksiologi yang menilai
perbuatan seseorang dari segi baik atau buruk. Estetika adalah bagian filsafat
yang menilai sesuatu dari segi indah atau tidak indah. Sedangkan religi
merupakan sumber nilai yang berasal dari agama atau kepercayaan tertentu.
Dengan demikian, sumber nilai bisa dari manusia (individu dan masyarakat)
dan bisa dari agama atau kepercayaan. Jadi, kalau ontologi adalah filsafat
mengenai yang ada, maka epistemologi adalah filsafat mengenai cara
mengenal yang ada, dan aksiologi adalah bagian filsafat mengenai cara
menilai yang ada itu. Ontologi disebut juga filsafat spekulatif, epistemology
disebut filsafat analitis, dan axiology disebut filsafat preskriptif.
2. Rumusan Masalah:
2. Apa peran etika dalam filsafat dan bagaimana konsep moralitas dapat
membimbing tindakan manusia?
3. Tujuan Makalah:
iv
1. Menganalisis konsep eksistensi manusia dalam perspektif filsafat untuk
memahami makna hidup dan tujuan eksistensial.
v
BAB II
PEMBAHASAN
PENGETAHUAN
1
2. Ilmu itu bersifat objektif, artinya ilmu pengetahuan didukung oleh bukti-
bukti (evidences) yang dapat diverifikasi untuk menjamin keabsahannya.
4. Ilmu bersifat umum (universal) dan terbuka, artinya harus dapat dipelajari
oleh tiap orang, bukan untuk sekelompok orang tertentu.
2
(beyond) dan setelah (after) alam fisik, atau alam yang lebih luas lagi yang
tidak dikenal (terra incognito).
Karena daerah cakupan ontologi itu sangat luas, termasuk alam metafisik,
maka persoalan yang menyangkut ilmu pengetahuan juga sangat luas, meliputi
ilmu pengetahuan tentang alam fisik dan metafisik. Jika alam fisik mengenai
persoalan realitas kebendaan yang dapat diketahui dengan pengalaman
empiris, sebaliknya alam metafisik yang berada di luar realitas kebendaan,
tidak dapat diketahui melalui pengalaman empiris. Diantara hal-hal yang besar
dalam persoalan metafisika ialah masalah ketuhanan, masalah hubungan
badan-jiwa-roh, masalah keabadian dan perubahan, serta masalah asal mula
dan akhir sesuatu.
a. Melatih kita berpikir logis dan kritis terhadap kebenaran. Jadi filsafat
ilmu pengetahuan sangat bermanfaat bagi mahasiswa karena dapat membantu
mereka untuk semakin kritis terhadap berbagai macam teori dan pengetahuan
ilmiah yang dipelajarinya. Bersikap kritis artinya kita tidak mudah saja
percaya atau menerima suatu pendapat atau teori, tetapi dipikirkan dulu
dengan matang Sikap kritis itu harus dikembangkan sebagai suatu cara hidup.
3
sebagai apa saja (ahli hukum, wartawan, guru, teknisi, dan lain-lain) karena
semua pekerjaan itu berkaitan dengan upaya pemecahan masalah tertentu.
Filsafat merupakan ilmu yang umum, dan sering disebut sebagai induk
dari segala ilmu (mater scientiarum), karena pada mulanya ilmu pengetahuan
merupakan bagian filsafat. Ilmu pengetahuan adalah ilmu khusus, yang makin
lama semakin bercabang-cabang. Setiap ilmu memiliki filsafatnya yang
berfungsi memberi arah dan makna bagi ilmu itu. Baik filsafat maupun ilmu
pengetahuan, intinya ialah berpikir. Bedanya, kalau filsafat memikirkan atau
menjangkau sesuatu itu secara menyeluruh, maka ilmu memikirkan atau
menjangkau bagian-bagian tertentu tentang sesuatu. Kalau filsafat menjangkau
sesuatu itu secara spekulatif atau perenungan dengan menggunakan metode
berpikir deduktif, maka ilmu mengguna-kan pendekatan empiris atau ilmiah
dengan menggunakan metode berpikir induktif di samping metode berpikir
deduktif. Sebagai ilmu-ilmu khusus maka ilmu pengetahuan tidak menggarap
pertanyaan-pertanyaan fundamental manusia seperti tersebut di atas, karena
ilmu-ilmu khusus itu (fisika, kimia, sosiologi, psikologi, ekonomi, dll) secara
hakiki terbatas sifatnya. Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu
manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia, meng-sistematisasi-kan
apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses pencahariannya.
1
Sudarminta, J. (2002). Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
4
Karena ilmu-ilmu pengetahuan terbatas sifatnya maka semua ilmu membatasi
diri pada tujuan atau bidang tertentu. (Suseno, 1992, p. 19).2
a. Ilmu Filsafat
2
Suseno, F. M. (1992). Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 19
5
ilmu sosiologi, antropologi, hukum, ekonomi, politik, psikologi, dan lain
sebagainya.
METODE ILMIAH
3
Wibisono, K. (2005). Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan.
Yogyakarta: Program Pascasarjana Filsafat UGM.
6
disebut epistimologi. Epistimologi merupakan pembahasan mengenai
bagaimana caranya kita mendapatkan pengetahuan. Seperti diketahui
berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode
ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran, Dengan cara
bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai
karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah
yakni sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan
yang di susunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam
hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir
deduktif dengan cara berpikir induktif dalam membangun
pengetahuannya. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada
pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah
dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematis dan kumulatif pengetahuan
ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi
mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada.
Dengan demikian maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan yang tersusun
dan terorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak teratur dapat
diibaratkan sebagai rumah dengan batu bata cerai berai. Secara konsisten
dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional
kepada objek yang berada dalam fokus penelahaan.
7
2. Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang
mengarah dan dekat pada pemecahan masalah. Sering disebut juga
mengkaji teori atau kajian pustaka.
8
FILSAFAT ILMU
3. Peranan Filsafat Ilmu bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
4
Peursen, V. (1976). Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko. Yogyakarta: Kanisius, & BPK Gunung
Mulia, Jakarta. Halaman 179-180
5
Wibisono, K. (1996). ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan
Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Halaman 13
9
pun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleksi filsafati yang tidak pernah
mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai
kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis
difikirkan dan tidak pernah akan selesai diterangkan. (Wibisono, 1996, p.
14)6 Ace Partadiredja dalam pidato pengukuhannya selaku guru besar
ekonomi di UGM mendambakan ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan
keserakahan. Ini merupakan suara segar dalam kemandulan perhatian
ilmuwan kepada masalah moral. Terlepas dari semantik kata-kata, yang
jelas ungkapan Ace mengajak manusia bahwa di samping cerdas juga
harus bermoral luhur. Menurut hematnya, bahwa tujuan pendidikan moral
tersebut dapat dicapai dengan peningkatan kekuatan penalaran ilmiah,
yakni melalui pemberian materi ajar filsafat ilmu. Filsafat (ilmu)
diharapkan dapat berdiri di tengah-tengah ilmu-ilmu pengetahuan. Di sini
bukan berarti filsafat ilmu menjadi semacam puncak ekstasi rasional ilmu-
ilmu, mahkota ilmu-ilmu, atau ratu ilmu-ilmu; status simbolis yang boleh
diagungkan, meski tak punya tangan untuk berbuat. (Hardiman, 2003, p.
19)7 Filsafat ilmu (kritis) yang dimaksud di sini adalah memiliki fungsi
reflektif dan pragmatis, yaitu menempatkan klaim-klaim analitis ilmu-ilmu
pengetahuan dalam rangka proses transformasi abadi masyarakat dan umat
manusia. Dengan demikian filsafat ilmu memberikan teoritis-etis bagi
ilmu-ilmu pengetahuan dan masyarakat.
10
duniawi dan kehidupan akhirat. Menurut konsep Barat yang ada adalah
kehidupan duniawi sedangkan kehidupan akhirat itu hanyalah ilusi,
sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Konflik maksudnya bahwa keberadaan
agama akan menghambat kemajuan ilmu pengetahuan. Keduanya
bertentangan dan keduanya dipandang tidak bisa dirujukkan. Banyak
ilmuan Barat yang sangat yakin bahwa agama tidak akan pernah bisa
didamaikan dengan ilmu. Alasan utama mereka ialah bahwa agama jelas-
jelas tidak dapat membuktikan kebenaran ajaran-ajarannya dengan tegas,
pada hal sains bisa melakukan hal itu).
11
mempelajari filsafat akan memperluas wawasan kita dan melatih kita
berpikir kritis, sistematis, dan logis.
12
voice‟-nya orang lain, itu pun masih dengan kemungkinan adanya distorsi
ilmiah, karena lemahnya pemahaman atau penguasaan dalam bahasa asing.
Adalah tugas filsafat ilmu di tengah-tengah ilmu-ilmu untuk
mengembalikan kecanggihan konseptual yang berlebihan pada pangkalnya
yang sederhana namun fundamental, menyingkapkan kaitan klaim objektif
dengan matra kekuasaan dan kepentingan, dan pada gilirannya membantu
proses pemahaman dan peningkatan diri dan masyarakat. Secara historis
filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin
terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi
tumpuan untuk menjawabnya.
8
Nurhayati. (2021). Peran Filsafat Ilmu untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan.
13
berbagai pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para
ahli.
14
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
15
masing-masing disiplin untuk mencapai pemahaman yang lebih komprehensif
tentang fenomena alam dan manusia. Pendidikan Holistik: Pengembangan
kurikulum yang mencakup tidak hanya aspek-aspek ilmu pengetahuan, tetapi
juga konsep-konsep filsafat. Hal ini akan membantu menghasilkan individu
yang tidak hanya terampil dalam pemahaman ilmiah, tetapi juga memiliki
kemampuan berpikir kritis dan reflektif.
16
DAFTAR PUSTAKA
17