Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Filsafat pendidikan islam

Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Nabil Atoillah, S.Th.I., M.Hum

Disusun Oleh:

Agniatul Anwar 2107000832

Yani Sulistiawati 2107000823

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penyusun panjatkan dengan penuh kerendahan hati,
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
tugas makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak
Dr. Ahmad Nabil Atoillah, S.Th.I., M.Hum selaku Dosen Pengampu mata Filsafat
Pendidikan Islam. Selain itu, bertujuan untuk menambah wawasan mengenai memahami
pendidikan islam sebagai suatu sistem bagi para pembaca.

Keberhasilan penyusun dalam menyelesaikan makalah ini, tidak terlepas dari bantuan
dorongan, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun ingin mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Nabil Atoillah, S.Th.I., M.Hum selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Filsafat Pendidikan Islam
2. Serta semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan, dan
semangat dalam proses penyelesaian makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun
khususnya, dan umumnya bagi semua pembaca, serta dapat berguna bagi kemajuan Institut
Agama Islam Darussalam Ciamis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

Ciamis, 16 Desember 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

C. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3

A. Tinjauan Ontologi .................................................................................................. 3

B. Tinjauan Epistemologi ........................................................................................... 4

C. Tinjauan Aksiologi ................................................................................................ 6

D. Dasar-Dasar Sistem Pendidikan Islam .................................................................... 7

E. Pendidikan Islam sebagai Sistem Kebenaran Universal ........................................ 12

F. Tujuan Sistematik Pendidikan Islam..................................................................... 13

G. Aktualisasi Diri .................................................................................................... 14

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 16

A. Kesimpulan......................................................................................................... 16

B. Saran.................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan sistem tersendiri di antara berbagai sistem di dunia
ini, kendatipun ada perincian dan unsur-unsurnya yang bersamaan. Dia merupakan
sistem tersendiri, baik tentang cakupannya maupun tentang kesadarannya terhadap
detak-detak jantung, goresan hati, karsa dan rasa manusia. Pengaruhnya merupakan
sistem tersendiri dalam jiwa dan kehidupan nyata. Diantara pengaruhnya adalah ummat
yang pernah mengagumkan sejarah, yaitu ummat yang memulai karirnya dari yang
sekecil kecilnya sampai mampu menyebarluaskan ajarannya ke santero jagat, ummat
yang betul-betul bercerai-berai dan hampir tak pernah berjumpa selain didalam
pertarungan dan peperangan, tetapi tiba tiba menjadi ummat yang kokoh dan bersatu,
tidak ada tolak bandingannya di bumi, menaklukkan dan menjarah, memakmurkan,
membangun, menegakkan nilai nilai moral dan kemanusiaan yang belum dikenal, baik
sebelum maupun sesudahnya, menjadi ummat yang terbesar ke seluruh muka bumi,
menyebarkan cahaya petunjuk, membangun kembali kehidupan ini atas izin Tuhan.
Sejak awal pertumbuhan pemikiran pendidikan Islam telah tumbuh diatas dua
sumber pokok yang amat penting yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Nabi. Di dalam dua
sumber tersebut terdapat ayat-ayat atau pesan-pesan yang mendorong manusia untuk
belajar membaca dan menulis serta untuk menuntut ilmu, memikirkan, merenungkan
dan menganalisis ciptaan langit dan bumi. Oleh karena itu, tujuan dari pendidikan,
diantaranya untuk memberi cahaya terang kepada hati nurani dan pikiran serta
menambah kemampuan Islam dalam melakukan proses pengajaran dan pendidikan.
Karena Muhammad SAW sendiri diutus pertama-tama untuk menjadi pendidik dan
Beliau Adalah Guru Yang Pertama Dalam Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Tinjauan Ontologi?
2. Apa Tinjauan Epistimologi?
3. Apa Tinjauan Aksiologi?
4. Apa Dasar-Dasar Sistem Pendidikan Islam?
5. Bagaimana Pendidikan Islam Sebagai Sistem Kebenaran Universal?
6. Tujuan Sistematik Pendidikan Islam?

1
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Tinjauan Ontologi
2. Untuk Mengetahui Apa Tinjauan Epistimologi
3. Untuk Mengetahui Apa Tinjauan Aksiologi
4. Untuk Mengetahui Apa Dasar-Dasar Sistem Pendidikan Islam
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Pendidikan Islam Sebagai Sistem Kebenaran
Universal
6. Untuk Mengetahui Tujuan Sistematik Pendidikan Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Ontologi
Persoalan tentang obyek ilmu pengetahuan dalam kajian filsafat disebut
ontologi. Secara etimologi, kata ontologi berasal dari bahasa Yunani; ontos dan logos.
Ontos berarti sesuatu yang berwujud, sedangkan logos berarti ilmu, teori, uraian atau
alasan. Ontologi secara istilah berarti hakekat yang dikaji dan hakekat realitas yang
ada tentang kebenaran atau juga hakekat segala sesuatu yang ada yang memiliki sifat
universal atau hakekat realitas yang di dalamnya mengandung kemajemukan untuk
memahami adanya eksistensi. Solihin (2007: 170). Soetriono dan Rita Hanafie (2007:
61) menyatakan bahwa ontologi adalah penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi
yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang
disebut dengan ilmu pengetahuan itu).
Jadi dalam ontologi yang dipermasalahkan adalah akar-akarnya hingga sampai
menjadi ilmu. Ilmu menyadari bahwa masalah yang dihadapi adalah masalah yang
bersifat kongkret yang terdapat dalam dunia nyata. Jujun S. Suriasumantri (2007: 123)
menyatakan bahwa secara ontologis, ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya
pada masalah yang terdapat pada ruang jangkauan pengalaman manusia. Hal ini harus
disadari karena inilah yang memisahkan daerah ilmu dengan agama. Agama
mempermasalahkan pula obyek-obyek yang berada di luar pengalaman manusia.
Perbedaan antara lingkup permasalahan yang dihadapi juga menyebabkan perbedaan
metode. Hal ini harus diketahui dengan benar untuk dapat menempatkan ilmu dan
agama dalam perspektif yang sesungguhnya. Tanpa mengetahui hal ini maka mudah
sekali kita terjatuh dalam kebingungan. Padahal dengan menguasai hakekat ilmu dan
agama secara baik, akan memungkinkan pengetahuan berkembang lebih sempurna,
karena kedua pengetahuan itu justerusaling melengkapi. Di satu pihak, agama akan
memberikan landasan moral bagi aksiologi keilmuan, sedangkan di pihak lain, ilmu
akan memperdalam keyakinan beragama. (Soetriono dan Hanafie, 2007: 62).
Proses pendidikan merupakan interaksi pluralitas antara manusia dengan
manusia, dengan lingkungan alamiah, sosial dan kultural akan sangat ditentukan oleh
aspek manusianya. Kedudukan manusia sebagai subyek di dalam masyarakat dan di
alam semesta ini, memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan
amanat untuk manusia dan mengembangkan manusia sesamanya, memelihara alam

3
lingkungan hidup bersama. Lebih jauh manusia bertanggung jawab atas martabatnya.
(Uyoh Sadulloh, 2009: 80).
Manusia sebagai objek pendidikan Islam adalah manusia yang telah tergambar
dan terangkum dalam Alquran dan al-sunnah. Dalam kedua sumber itu, manusia
dianggap manusia yang paling lengkap, terdiri dari unsur jasmani dan ruhani, unsur
jiwa dan akal, unsur nafs dan qalb. Pendidikan Islam tidak bersifat dikotomis dalam
menangani unsur-unsur tersebut. Melainkan dengan menganggap semuanya
merupakan kesatuan.Unsur-unsur potensi yang dimiliki manusia tidak akan
berlangsung secara alamiah dengan sendirinya, tetapi ia membutuhkan bimbingan dan
bantuan manusia lain. Sejak lahir manusia akan berinteraksi dengan manusia lain.
Manusia akan menjadi manusia kalau hidup bersama-sama dengan manusia lain di
luar dirinya. Semua ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Di samping mnyadari posisi manusia sebagai makhluk individual dan sosial,
manusia juga memiliki kesadaran adanya suatu kekuatan yang berada di luar dirinya.
Kesadaran ini akan melahirkan prinsip ketauhidan dalam pendidikan Islam. Perinsip
ketauhidan dalam pendidikan Islam menjadi dasar bagi penyusunan bahan-bahan,
kurikulum, metode dan tujuan pendidikan.
B. Tinjauan Epistemologi
Secara etimologi, kata epistimologi berasal dari bahasa Yunani; episteme dan
logos. Epistime berarti pengetahuan, sedangkan logos berarti ilmu, teori, uraian atau
alasan. Jadi epistimologi berarti sebuah teori atau ilmu tentang pengetahuan. (Armai
Arief, 2002: 3). Konsep epistimologi dalam Islam pada hakekatnya tidak terlepas dari
demensi teologisnya yang bercorak tauhid. Dalam Alquran digambarkan bahwa Allah
adalah pencipta dan pemelihara alam semesta. Kekuasaan Allah sebagai pencipta,
kelihatan menempu proses yang memperlihatkan konsistensi dan keteraturan. Dalam
proses pemeliharaan, Allah mengurus, memelihara dan menumbuhkembangkan alam
secara bertahap dan berangsur-angsur. Dalam konteks yang terakhir ini Allah tidak
lain adalah pendidik yang sebenarnya.Dalam konsep epistimologi Islam yang
berdemensi tauhid, tercrmin pada pandangan bahwa ilmu-ilmu pada hakekatnya
merupakan perpanjangan dari ayat-ayat Allah yang terkandung dalam semua ciptaan-
Nya, serta ayat-ayat Allah yang tersurat dalam Alquran. Ayat-ayat Allah dalam alam
besar, termasuk manusia dalam dimensi fisiknya dikembangkan menjadi prinsp-
prinsip kebenaran dalam kajian ilmu alam, ilmu pasti termasuk teknologi. Ayat-ayat
Allah dalam diri manusia dan sejarah dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial dan

4
humaniora. Sedangkan ayat-ayat Allah dalam Alquran dikembangkan dalam ilmu
agama. Ilmu dibangun atas dasar kemampuan membaca dan mengenal ayat-ayat, baik
ayat kauniyah (alam dan manusia) maupun ayat qauliyah. Ketika seseorang ingin
menyingkap rahasia Tuhan lewat ayat-ayat kauniyah maka lahirlah berbagai disiplin
ilmu eksakta dan ilmu sosial. Ketika seseorang ingin menyingkap rahasia Tuhan lewat
ayat-ayat qauliyah maka lahirlah ilmu-ilmu agama. Konsep ilmu-ilmu dalam Islam
pada hakekatnya bercorak integratif, yaitu pada pandangan filosofiknya yang melihat
kajian ilmu-ilmu itu pada dasarnya bermuara dari prinsip kebenaran Allah yang
ditetapkan dalam setiap ciptaan-Nya. Dalam dimensi ini prinsip kebenaran itu pada
hakekatnya bersifat tunggal, dan menjadi landasan untuk menyatukan kajian-kajian
ilmu yang berkembang ke arah lebih spesialis dan parsial, karena tanpa landasan
integratif, spesialisasi ilmu akan mengakibatkan hilangnya dimensi transenden. Oleh
karena itu, dalam visi tauhid, ilmu, filsafat dan agama pada hakekatnya merupakan
kesatuan yang saling melengkapi, kesemuanya berhubungan dengan kebenaran-
kebenaran yang menjadi penjelmaan dari tanda-tanda kebesaran-Nya. Persoalan
selanjutnya dalam kajian epistimologi pendidikan Islam adalah pengembangan teori.
Berbicara mengenai epistimologi ilmu pendidikan Islam akan timbul pertanyaan,
bagaimana cara mengembangkan ilmu pendidikan? Cara pengembangan ilmu
pendidikan Islam bisa menggunakan metode penelitian ilmiah, metode penelitian
filosofis, dan menggunakan metode penelitian sufistik. Hal ini tergantung pada apa
yang diteliti. Agaknya ilmu pendidikan Islam tidak mungkin hanya berisi ilmu
pendidikan Islam. Pada bagian-bagian tertentu memerlukan teori-teori filosofis,
sehingga pengembangannya menggunakan metode penelitian filosofis. Kadang-
kadang juga memerlukan teori-teori yang non-empirik atau tidak terjangkau oleh
logika, sehingga perlu menggunakan metode penelitian mistik atau sufitistik.
(Muhaimin, 2006: 34).
Muhaimin (2006: 34) menjelaskan bahwa cara membangun ilmu pendidikan
Islam bisa dilakukan dengan cara: Pertama, cara deduksi, yakni dimulai dari teks
wahyu atau sabda Rasul, kemudian ditafsirkan, dari sini muncul teori pendidikan pada
tingkat filsafat, teori itu dieksperimenkan, dari sini akan muncul teori pendidikan pada
tingkat ilmu. Selanjutnya diuraikan secara operasional, sehingga langsung dapat
dijadikan petunjuk teknis. Kedua, cara induksi, dengan cara seseorang mengambil
teori yang sudah ada, kemudian dikonsultasikan ke Alquran dan hadis, jika tidak
berlawanan, maka teori itu didaftarkan ke dalam khazanah ilmu pendidikan Islam.

5
Disisi lain Ahmad Tafsir (1995: 11-12) menjelaskan bahwa dalam mengembangkan
ilmu pendidikan Islam diperlukan beberapa hal, antara lain: Pertama, landasan atau
basis filsafat yang akan dijadikan dasar pengembangan ilmu pendidikan Islam. Kedua,
paradigma bagi penyusunan metodologi pengembangan ilmu pendidikan Islam.
Paradigma yang dimaksud di sini ialah kerangka logika pengembangan ilmu
pendidikan Islam. Ketiga, metodologi pengembangan ilmu pendidikan Islam.
Metodologi tersebut merupakan cara membangun dan mengembangkan ilmu
pendidikan Islam. Empat, model-model penelitian untuk digunakan dalam penelitian
pendidikan Islam. Teori-teori ilmu pendidikan Islam secara berangsur-angsur dapat
diperoleh melalui penelitian-penelitian.
C. Tinjauan Aksiologi
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani; aksios dan
logos. Aksios berarti nilai dan kata logos berarti ilmu, teori, uraian dan gagasan. Jadi,
aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Secara singkat, aksiologi
adalah teori nilai. (Uyoh Sadulloh, 2009: 36). Aksiologi sebagai cabang filsafat yang
membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah. Hal ini erat kaitannya
dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan, atau akan
menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Dalam
pengembangan dan penerapan ilmu pendidikan Islam diperlukan etika profetik, yakni
etika yang dikembangkan atas dasar nilai-nilai Ilahiyah. Ada beberapa butir nilai, hasil
deduksi dari Alquran yang dapat dikembangkan untuk etika profetik pengembangan
dan penerapan ilmu. Pertama, nilai ibadah, yaknibagi pemangku ilmu pendidikan
Islam. Pengembangan dan penerapannya merupakan ibadah (QS. al-Dzariyat/51: 56,
Ali Imran/3: 190-191). Kedua, nilai ihsan, yakni ilmu pendidikan Islam hendaknya
dikembangkan untuk berbuat baik kepada semua pihak pada setiap generasi,
disebabkan karena Allah telah berbuat baik kepada manusia dengan aneka nikmat-
Nya, dan dilarang berbuat kerusakan dalam bentuk apapun.
(QS. al-Qashash/28: 77). Ketiga, nilai masa depan, yakni ilmu pendidikan
Islam hendaknya ditujukan untuk mengantisipasi masa depan yang lebih baik, karena
mendidik berarti menyiapkan generasi yang akan hidup dan akan menghadapi
tantangan-tantangan masa depan yang jauh berbeda dengan periode sebelumnya (QS.
al-Hasyr/59: 18). Keempat, nilai kerahmatan, yakni ilmu pendidikan Islam hendaknya
ditujukan bagi kepentingan dan kemaslahatan seluruh umat manusia dan alam semesta
(QS. al-Anbiya’/21: 107). Kelima, nilai amanah, yakni ilmu pendidikan Islam itu

6
adalah amanah Allah bagi pemangkunya, sehingga pengembangan penerapannya
dilakukan dengan niat, cara dan tujuan sebagaimana dikehendaki-Nya (QS. al-
Ahzab/33: 72). Keenam, nilai dakwah, yakni pengembangan dan penerapan ilmu
pendidikan Islam merupakan wujud dialog dakwah menyampaikan kebenaran Islam
(QS. Fushshilat/41: 33). Ketujuh, Nilai tabsyir, yakni pemangku ilmu pendidikan
Islam senantiasa memberikan harapan baik kepada umat manusia tentang masa depan
mereka, termasuk menjaga kseimbanagan atau kelestarian alam (QS. al-Baqarah/2:
119).
Abd. Rahman Abdullah (2002: 40) menyatakan bahwa persoalan pendidikan
adalah persoalan yang menyangkut hidup dan kehidupan manusia yang senantiasa
terus berproses dalam perkembangan kehidupannya. Di antara persoalan pendidikan
yang cukup penting dan mendasar adalah mengenai tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan termasuk masalah sentral dalam pendidikan, sebab tanpa perumusan
tujuan pendidikan yang baik, maka perbuatan mendidik bisa menjadi tidak jelas tanpa
arah dan bahkan bisa tersesat atau salah langkah. Oleh karena itu, tujuan pendidikan
merupakan problem inti dalam aktivitas pendidikan. Dengan demikian, tujuan
pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan jalannya aktivitas
pendidikan.
D. Dasar-Dasar Sistem Pendidikan Islam
Dasar-dasar pendidikan Islam secara umum dibagi sebagai berikut:
1. Dasar Pokok
a. Al-Qur'an
Al-qur‟an sebagai kalam Allah yang telah diriwayatkan kepada Nabi
Muhammad SAW bagi pedoman masing-masing merupakan petunjuk yang
lengkap mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang Universal yang
mana ruang lingkupnya mencakup ilmu pengetahuan yang luas dan nilai
ibadah bagi yang membacanya, yang isinya tidak dapat dimengerti kecuali
dengan dipelajari kandungan yang Mulia itu. Al-Qur'an menyatakan dirinya
sebagai kitab petunjuk. Allah Swt menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya:

“Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan

7
memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan,
bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar” (QS. Al-Isra:9)
Menurut M.Quraish Shihab hubungan Al-Qur'an dan ilmu tidak dilihat
dari adakah suatu teori tercantum di dalam Al-Qur'an, tetapi adakah jiwa
ayat-ayatnya, menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya, serta adakah satu
ayat Al-Qur'an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah
mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dilihat dengan apa yang
dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur terciptanya suatu
iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu. Dalam hal ini para ulama
sering mengemukakan perintah Allah Swt langsung maupun tidak langsung
kepada manusia untuk berfikir, merenung, menalar, dan sebagainya, banyak
sekali seruan dalam Al-Qur'an kepada manusia untuk mencari dan
menemukan kebenaran dikaitkan dengan peringatan, gugatan, atau perintah
supaya dia berfikir, merenung, dan menalar. Sedangkan menurut al-Syaibani,
dalam Al-Qur'an terdapat unsur-unsur perutusan Nabi Muhammad Saw baik
berupa akidah, ibadah, dan perundang-undangan yang menjadi dasar tujuan
pendidikan Islam. Seperti perutusan Nabi Muhammad Saw dalam
membangun masyarakat manusia yang bersih, bersih akidah, bersih
hubungan dan bersih perasaan dan tingkah laku. Maka pendidikan yang
didasari Al-Qur'an adalah pendidikan yang mementingkan pembinaan
pribadi dari segala seginya dan menekankan kesatuan manusia yang tidak ada
perpisahan antara jasmani, akal dan perasaan.
b. Sunnah
Al-Qur'an disampaikan oleh Rasulullah Saw kepada manusia dengan
penuh amanat tidak sedikitpun ditambah atau dikurangi. Selanjutnya,
manusialah yang hendaknya berusaha memahaminya, menerimanya dan
kemudian mengamalkannya. Sering kali manusia mengalami kesulitan dalam
memahaminya dan ini juga dirasakan oleh para sahabat sebagai generasi
pertama penerima Al-Qur'an. Karenanya mereka meminta penjelasan dari
Rasulullah Saw yang memang diberikan otoritas untuk itu Allah Swt
menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah Swt “(mereka Kami utus)
dengan membawa keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan
Kami turunkan Ad-Zikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan

8
kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka
memikirkan.” (QS. An-Nahl:44)
Penjelasan itu disebut al-Sunnah yang secara bahasa al-Thariqoh yang
artinya jalan, adapun hubungannya dengan Rasulullah Saw berarti perkataan,
perbuatan, atau ketetapannya. Para ulama menyatakan bahwa kedudukan
Sunnah terhadap Al-Qur'an adalah sebagai penjelas. Menurut Abdurrahman
al-Nahlawi mengemukakan dalam lapangan pendidikan sunnah mempunyai
dua faedah
a) Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam
Al-Qur'an dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat
didalamnya.
b) Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktikkan.

Dengan adanya sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an,


maka dalam pendidikan apa yang dijelaskan Rasulullah Saw baik berupa
perkataan, perbuatan ataupun taqrir akan menjadi sumber dasar dalam
pendidikan baik sebagai sistem pendidikan maupun metodologi pendidikan
Islam yang harus dijalani.

2. Dasar Tambahan
a. Ra'yu
Pendidikan sebagai lembaga sosial turut mengalami perubahan sesuai
dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Kita semua tahu perubahan-
perubahan yang terjadi zaman sekarang atau mungkin beberapa tahun yang
akan datang tidak dijumpai di zaman Rasulullah Saw, tetapi memerlukan
jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah
diperlukan ijtihad dari pendidik muslim. Dasar hukum yang membolehkan
ijtihad dengan penggunaan ra'yu adalah sebuah hadis percakapan Rasulullah
dengan Muaz bin Jabal ketika akan diutus ke Yaman. Artinya, "Hai Muaz,
jika kau diminta memutuskan perkara, dengan apakah engkau
memutuskannya?". Muaz menjawab; dengan kitab Allah (Al-Qur'an), maka
Rasulullah bersabda; kalau engkau tidak mendapati (dalam Al-Qur'an itu) "
kata Muaz " dengan Sunnah Rasulullah", Rasulullah bersabda kembali; jika
engkau tidak mendapati disitu?' Muaz menjawab, "Saya berijtihad dengan
pendapatku dan tidak akan kembali".

9
Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh-sungguh orang muslim
untuk selalu berperilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidan
ditemukan petunjuk yang jelas dari Al-Qur'an ataupun Sunnah tentang suatu
perilaku, orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk
menemukannya dengan prinsip-prinsip Al-Qur'an atau Sunnah. Ijtihad sudah
dilakukan para ulama sejak zaman sahabat. Namun, tampaknya literatur-
literatur yang ada menunjukkan bahwa ijtihad masih terpusat pada hukum
syara', yang dimaksud hukum syara' menurut Ali Hasballah yaitu proposisi
yang berisi sifat-sifat syariat seperti (wajib, sunnah, haram) yang didasarkan
pada perbuatan manusia baik lahir maupun bathin. Dalam hukum tentang
perbuatan manusia ini sepertinya aspek lahir lebih menonjol daripada aspek
bathin. Dengan kata lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti daripada fiqih
bathin. Karenanya pembahasan tentang ibadat, muamalat lebih dominan
ketimbang kajian tentang ikhlas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri dan
tidak menyakiti orang lain. Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu
mengimbangi ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan bathin).
Berdasarkan ra'yu sebagai dasar tambahan, sumber pendidikan Islam
pada masa Khulafaur Rasyidin sudah mengalami perkembangan pada masa
itu tidak hanya Al-Qur'an dan Sunnah melainkan perkataan, perbuatan dan
sikap para sahabat dapat dijadikan pegangan dasar pendidikan Islam. Ijtihad
di bidang pendidikan ternyata sangat perlu, sebab ajaran Islam terdapat dalam
Al-Qur'an dan Sunnah hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja. Hal ini
dilakukan oleh para ulama dengan kompetensi yang mereka miliki untuk
memerinci hukum-hukum Islam, sebagaimana yang kita ketahui ulama di
bidang fiqih (Fuqaha) seperti Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Maliki dan
Imam Ahmad bin Hambal menghasilkan beberapa produk hukum fiqih hasil
dari Ijtihad yang mereka lakukan. Begitu pula di bidang tafsir, akhlak dan
pendidikan, hal ini didasarkan sebuah hadis Rasulullah Saw tentang anjuran
melakukan Ijtihad; Artinya, "Apabila hakim telah menetapkan hukum,
kemudian dia berijtihad dan Ijtihadnya itu benar, maka baginya dua pahala,
akan tetapi apabila dia berijtihad dan Ijtihadnya salah, maka baginya satu
pahala" (HR. Bukhari Muslim dan Amr bin Ash)

10
Berikutnya dasar hasil pemikiran ra'yu adalah Mashlahah Mursalah
(Kemaslahatan umat) yang berarti menetapkan peraturan atau ketetapan
undang-undang yang tidak disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah atas
pertimbangan penarikan kebaikan dan menghindarkan kerusakan.
Penarikan kebaikan dan menghindarkan kerusakan bisa diterima selama
tidak menyalahi kebenaran-kebenaran Al-Qur'an dan sunnah dan benar-
benar membawa kemaslahatan.
Mashlahah Mursalah menurut Abdul Wahab Khallaf dalam Ramayulis,
diterima sebagai dasar pendidikan Islam selama tidak menyalahi
keberadaan Al-Qur'an dan Sunnah, benar-benar membawa
kemaslahatan, menolak kemudaratan setelah melalui tahapan observasi
dan kemaslahatan yang bersifat universal untuk totalitas masyarakat.
Selain itu hasil ra'yu yang bisa dijadikan dasar pendidikan Islam adalah
'Urf yaitu nilai-nilai dan istiadat masyarakat. Menurut Al Sahad al-Jundi
dalam Ramayulis 'Urf diartikan sesuatu yang tertanam dalam jiwa
berupa hal-hal yang berulang dilakukan secara rasional menurut tabiat
yang sehat. Dasar pendidikan Mashlahah Mursalah dan 'Urf ini dapat
dijadikan asas pendidikan Islam selama tidak bertentangan dengan Al-
Qur'an dan Sunnah.
3. Dasar Operasional Pendidikan Islam
Menurut Hasan Langgulung ada 6 macam dasar operasional pendidikan Islam
diantaranya:
1) Dasar historis, pengalaman masa lalu berupa aturan dan budaya masyarakat
sebagai mata rantai yang berkelanjutan dari cita-cita dan praktik pendidikan
Islam.
2) Dasar sosial, dasar yang memberikan kerangka budaya dimana pendidikan
berkembang.
3) Dasar ekonomi, memberikan perspektif terhadap potensi manusia berupa
materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya yang
bertanggungjawab terhadap anggaran pembelanjaannya.
4) Dasar politik, dasar yang memberikan bingkai dan ideologi dasar yang
digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-
citakan dan rencana yang dibuat.

11
5) Dasar psikologis, dasar yang memberikan informasi tentang watak peserta
didik dan guru dalam proses pembelajaran
6) Dasar fisiologis, dasar yang memberikan kemampuan memilih yang
terbaik, sistem dan mengontrol dalam menentukan yang terbaik untuk
dilaksanakan.
E. Pendidikan Islam sebagai Sistem Kebenaran Universal
Pendidikan Islam sebagai sistem kebenaran universal sudah dijelaskn dalam Al-
Qur'an pada QS. Al-Mai'dah ayat 3, yang menerangkan kesempurnaan ajaran Islam.
Kesempurnaan dari ajaran Islam adalah karena dalam ajaran Islam tidak hanya
membahas hubungan manusia dengan penciptanya tetapi mengatur juga hubungan
manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya. Konsep yang ada dalam
pendidikan Islam adalah menciptakan manusia yang taat kepada Tuhannya dan mampu
mengembangkan dirinya di dunia sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan
bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya. Konsep pendidikan Islam ini dikenal
dengan Rahmatan lil'alamin yang artinya memberikan rahmat kepada semua yang ada
di alam.
Pada hakikatnya ilmu yang ada bersumber pada Allah Swt yang membedakan
hanyalah bagaimana cara memperoleh ilmu tersebut. Ilmu agama adalah ilmu yang
diperoleh manusia melalui petunjuk langsung dari Tuhan melalui utusannya.
Sedangkan ilmu duniawi adalah ilmu yang diperoleh manusia melalui akal pikirannya
dalam mengkaji berbagai kejadian yang ada di alam.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa
yang tidak diketahuinya.”

12
Ayat tersebut adalah wahyu yang pertama kali diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa ilmu berasal dari Allah Swt,
maka tidak ada satu alasan pun untuk membedakan antara ilmu agama dan ilmu
duniawi. Namun saat ini terjadi pembagian antara ilmu agama dan ilmu duniawi yang
menyebabkan pudarnya tujuan dari pendidikan Islam yang sebenarnya. Dengan mulai
memudarnya tujuan tersebut maka esensi Islam dalam pendidikan pun mulai menurun.
Saat ini pendidikan Islam hanya dinilai sebagai pengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya dan sebagai pembentuk perilaku. Hal ini membuat pendidikan duniawi yang
mendapat pengaruh dari peradaban barat menjadi lepas kendali dan tanpa batas.
Keadaan ini mengakibatkan munculnya berbagai sikap dimana setiap manusia akan
lebih mementingkan dirinya sendiri dan tidak memperhatikan alam selama apa yang
dibutuhkannya terpenuhi.
Keadaan ini akan membuat manusia yang menguasai ilmu menjadi orang yang
sombong bahkan mungkin mereka bisa saja mengaku dirinya sebagai Tuhan. Untuk
mencegah hal tersebut terjadi maka tujuan pendidikan Islam haruslah dikembalikan
seperti semula, dimana pendidikan Islam adalah pendidikan yang bersifat universal,
yang artinya bahwa pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan tentang ketaatan
beribadah. Dengan mengembalikan pendidikan Islam pada konsep awalnya sebagai
pendidikan yang memegang misi Rahmatan lil'alamin. Yang dimaksud pendidikan
universal adalah pendidikan yang mencakup keseluruhan ilmu baik ilmu surgawi atau
ilmu duniawi. Satu-satunya pendidikan yang mempunyai sifat universal adalah
pendidikan Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan meneliti berdasarkan pada sumber
utama dari pendidikan Islam yaitu Al-Qur'an.
F. Tujuan Sistematik Pendidikan Islam
a. Tujuan Normatif
Suatu tujuan yang harus dicapai berdasarkan akidah-akidah yang mampu
mengkristalisasikan nilai-nilai yang hendak diinteralisasikan, misalnya:
i. Tujuan formatif yang bersifat memberikan persiapan dasar yang korektif.
ii. Tujuan selektif yang bersifat memberikan kemampuan untuk membedakan
hal-hal yang benar dan yang salah.
iii. Tujuan determinatif yang bersifat memberikan kemampuan untuk
mengarahkan diri kedalam proses pendidikan.
iv. Tujuan integratif yang hersifat memberiakn kemampuan untuk
menterpadukan fungsi psikis ke arah tujuan akhir.

13
v. Tujuan aplikatif yang bersifat memberikan kemempuan penerapan segal
pengetahuan yang telah diperoleh oleh pengalaman.
b. Tujuan Fungsional
Tujuan ini berdasarkan pada kemempuan anak didik untuk memfungsikan daya
kognitif, afektif, dan psikomotor dari hasil pendidikan, tujuan ini meliputi:
i. Tujuan individual yang berdasarkan pada pemberian kemampuan individu
untuk mengamalkan nilai-nilai yang telah diinteralisasikan kedal pribadi.
ii. Tujuan sosial yang bersusuran pada pemberian kemampuan mengamalkan
nilai-nilai kedalam kehiduapun sosial, iinterpersonal, dan interaksional dengan
orang lain dalam masyarakat.
iii. Tujuan moral yang bersasaran pada pemberian kemampuan untuk berperilaku
sesuti denagn tuntutan moralyang bersumber agama.
iv. Tujuan profesional yang bersasaran pada pemberian kemampuan untuk
mengamalkan keahliannya sesuai dengan komperensi.
c. Tujuan Operasional
Tujuan mi mempunyai sasaran teknis manajerial yang meliputi:
i. Tujuan umum yang bersasaran pada pencapaian kemampuan optimal yang
menyeluruh sesuai idealitus yang diinginkan.
ii. Tujuan intermediair yang bersifat sementara untuk dijadikan saruna mencapai
tujuan
iii. Tujuan partial yang bersasaran pada suatu hagian dari keseluruhan aspek dari
tujuan umum untuk memudahkan tujuan umum..
iv. Tujuan insidental yang bersasaran paki hal-hal yang tidak direncanakan yang
berkaitan dengan pencapaian tujuan umum.
v. Tujuan khuste yang bersiaran pada faktor-faktor ferienta yaitu memberikan
dan mengembangkan kemampuan.
G. Aktualisasi Diri
Agniatul Anwar
Peristiwa yang saya alami ketika mau mengadakan harlah PGMI 12, dikala itu
untuk memeriahkan acara harlah kita membutuhkan uang 15 juta dan yang baru kita
pegang kurang lebih baru 1 juta, dan saya pun bersama temen-temen meyakini bahwa
kalo selagi kita ber ikhtiar pasti kita bisa mengumpulkan uang sebanyak itu, dan
Alhamdulillah terkumpul kurang lebih 11 juta, dari peristiwa itu saya meyakini bahwa
ada sebuah ajaran Agama yang sangat berharga dan kalo kita myakini dan melakukan

14
ajaran itu akan menjadi nilai dalam kehidupan kemudian bisa menjadi bahan bakar
untuk kita selalu ber ikhtiar
Yani Sulistiawati
Pada sub bab E tentang pendidikan Islam sebagai sistem kebenaran universal
dimana dalam materi ini disebutkan bahwa pendidikan Islam adalah satu-satunya
pendidikan yang mencakup keseluruhan ilmu baik ilmu surgawi atau ilmu duniawi. Dan
itu benar adanya dulu saya bingung melanjutkan sekolah ke mana MA atau SMK,
karena pikiran saya dulu menyatakan bahwa ilmu umum lebih banyak diminati daripada
ilmu agama. Tapi karena faktor orang tua saya jadi memilih ke MA dan ternyata benar
saja setelah saya mempelajari/membaca materi ini saya jadi berfikir bahwa dulu pilihan
saya masuk ke MA tidak ada salahnya karena pelajaran agama yang menurut saya
hanya tambahan di sekolah formal bahkan lebih banyak mencakup ilmu pada umumnya
ternyata ilmu agama itulah mencakup semua ilmu misal pada akidah akhlak yang
diajarkan adalah bagaimana kita bersikap berperilaku bukan hanya dengan sang
pencipta tapi dengan manusia juga dan itu juga ada dalam mata pelajaran sosial di
sekolah umum atau mungkin pelajaran Fiqih yang banyak sekali mencakup ilmu mulai
dari jual beli, hukum-hukum, perkawinan, dan lain sebagainya yang itu juga ada di
dalam mata pelajaran umum seperti ekomoni, Ppkn dan lain sebagainya.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam ontologi yang dipermasalahkan adalah akar-akarnya hingga sampai menjadi
ilmu. Ilmu menyadari bahwa masalah yang dihadapi adalah masalah yang bersifat
kongkret yang terdapat dalam dunia nyata. Jujun S. Suriasumantri (2007: 123)
menyatakan bahwa secara ontologis, ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya
pada masalah yang terdapat pada ruang jangkauan pengalaman manusia. Hal ini
harus disadari karena inilah yang memisahkan daerah ilmu dengan agama.
2. Konsep epistimologi dalam Islam pada hakekatnya tidak terlepas dari demensi
teologisnya yang bercorak tauhid. Dalam Alquran digambarkan bahwa Allah adalah
pencipta dan pemelihara alam semesta. Kekuasaan Allah sebagai pencipta,
kelihatan menempu proses yang memperlihatkan konsistensi dan keteraturan.
Dalam proses pemeliharaan, Allah mengurus, memelihara dan
menumbuhkembangkan alam secara bertahap dan berangsur-angsur
3. Secara singkat, aksiologi adalah teori nilai. (Uyoh Sadulloh, 2009: 36). Aksiologi
sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak
indah. Hal ini erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu
dipertimbangkan, atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan
pendidikan.
4. Dengan adanya sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an, maka
dalam pendidikan apa yang dijelaskan Rasulullah Saw baik berupa perkataan,
perbuatan ataupun taqrir akan menjadi sumber dasar dalam pendidikan baik sebagai
sistem pendidikan maupun metodologi pendidikan Islam yang harus dijalani.
5. Pendidikan Islam sebagai sistem kebenaran universal sudah dijelaskn dalam Al-
Qur'an pada QS. Al-Mai'dah ayat 3, yang menerangkan kesempurnaan ajaran Islam.
Kesempurnaan dari ajaran Islam adalah karena dalam ajaran Islam tidak hanya
membahas hubungan manusia dengan penciptanya tetapi mengatur juga hubungan
manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya.
6. Tujuan sistematik pendidikan islam
a. Tujuan Normatif
Suatu tujuan yang harus dicapai berdasarkan akidah-akidah yang
mampu mengkristalisasikan nilai-nilai yang hendak diinteralisasikan

16
b. Tujuan Fungsional
Tujuan ini berdasarkan pada kemempuan anak didik untuk
memfungsikan daya kognitif, afektif, dan psikomotor dari hasil pendidikan
B. Saran
Diharapkan dengan ditulisnya makalah ini penulis dapat memberikan manfaat
dan memberikan ilmu pengetahuan khususnya bagi para Mahasiswa Prodi Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) diharapkan bisa memahami materi yang telah
disampaikan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Saleh, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur‟an, terj.M. Arifin


dan Zainuddin Jakarta, 2005.

Abidin, Isro, “Konsep Pendidikan Muhammad Ali Quthb”, Jurnal Studi Islam, Vol. 3, no. 01,
Februari 2003.

Ahmad Khursid, Pesan Islam, Bandung: Pustaka, 1983.Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan, Jakarta Rineka Cipta, 2001.

Ahmadi, Abu, Metodik Khusus Pendidikan Agama (MKPA), Bandung: CVArmico,1986.

Ahmadi, Abu, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka Setia, 2005.

Al-Abrasyi, Muhammad „Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, alih bahasa: Bustami
A. Gani dan Djohar Bahry, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.

Al-Attas, Muhamamd al-Naquib (ed), Aims and Objectives of Islamic Education, Jeddah: King
Abdul Aziz University, 1979.

Al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib, Islam and Secularism, terjemahan Karsidjo


Djojosuwarso, Bandung: Pustaka, 1981.

Al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib, Konsep Pendidikan dalam Islam, alih bahasa: Haidar
Bagir, Bandung: Mizan, 1984.

18
Pertanyaan

19
Jawaban

20
Tanggapan

21
22

Anda mungkin juga menyukai