Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ONTOLOGI KAJIAN DAKWAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata kuliah : Filsafat Dakwah

Dosen Pengampu : Mualamatul Musawamah, M.S.I

Disusun Oleh :

Nur Khoirrudin (2140310069)

Maulida Syahrotul Akhiriyah (2140310081)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua berupa ilmu dan amal. Berkat rahmat dan
karunia-Nya , penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ontologi kajian dakwah”
tepat pada waktunya.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bu Mualamatul Musawamah, M.S.I. selaku


pengampu mata kuliah filsafat dakwah yang telah memberi referensi terkait tugas makalah
ini. Tanpa bimbingan beliau, mungkin penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini
sesuai format yang telah ditentukan.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka kritik dan saran
sangat penulis butuhkan dari pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya.
Semoga makalah ini juga bermanfaat bagi para pembaca.

Kudus, 25 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................................


B. Rumusan...................................................................................................................
C. Tujuan ...................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Akar Filsafat dalam Dakwah..................................................................................


B. Ontologi Ilmu Dakwah ............................................................................................
C. Similaritas Istilah Dakwah......................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................

B. Saran ........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ontologi merupakan ilmu tentang yang ada. Ontologi sendiri adalah teori tentang ada
dan realita yang dimana mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas, yang
merupakan bagian dari metafisika yang mempelajari hakikat dan digunakan sebagai
dasar untuk memperoleh pengetahuan.
Ketika membicarakan tentang landasan ontologi dakwah, maka akan menelaah apa
yang hendak diketahui melalui penelaah itu, karena ontologi dalam tataran filsafat
merupakan sebuah cabang filsafat yang berdiri sendiri dan berusaha mengungkap ciri-ciri
segala yang ada, baik ciri-ciri yang universal maupun khas.
Ontologi juga sebagai suatu telaah teoritis, yaitu himpunan terstruktur yang primer
dan basic. Ontologi merupakan akar dari ilmu sains atau dasar dari kehidupan sains, yang
mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak. Dasar ontologi dari ilmu berhubungan dengan
materi yang menjadi obyek penelaah ilmu1
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apapun yang nyata secara fudamental dan cara-
cara yang berbeda dalam entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (seperti
obyek-obyek fisis, hal universal, abstraksi, bilangan, dll) dapat dikatakan ada. Dalam
kerangka tradisional, ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum hal
yang ada. Ontologi berusaha mengungkapkan makna eksistensi, tidak termasuk
mengenai persoalan asal mula, perkembangan dan struktur kosmos (alam semesta) yang
merupakan titik perhatian dari kosmologi.2
B. Rumusan
1. Bagaimana Akar Filsafat dalam Ilmu Dakwah?
2. Bagaimana Ontologi Ilmu Dakwah?
3. Bagaimana Similaritas Istilah Dakwah?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana Akar Filsafat dalam Ilmu Dakwah
2. Mengetahui bagaimana Ontologi Ilmu Dakwah
3. Mengetahui bagimana Similaritas Istilah Dakwah

BAB II
1
Enjang dan Aliyudin, Dasar-daar ilmu dakwa, (Bandung: Widya padjajaran, 2009), hlm.17.
2
Muhammad Shulthon,Desain ilmu dakwah,(Semarang: pustaka pelajar offset,2003) hlm 53-54.
PEMBAHASAN

A. Akar Filsafat Dalam Ilmu Dakwah


Di dalam perkembangan ilmu pengetahuan, pemikiran filsafat merupakan suatu
kondisi awal yang mutlak, yang dimana dengan kata lain ilmu harus berorientasi pada
filsafat tertentu kepada sistem nilai-nilai tertentu tanpa menanggalkan aspek bahasan
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Menurut Jujun Suriasumantri tentang filsafat ilmu,
di dalam tulisannya yang tersimpul pokok-pokok pikiran bahwa pada awal sejarah
manusia ilmu pengetahuan fase embrional menyatu, tidak terspesialisasikan atau terkotak
yang merupakan pengetahuan intuitif lalu berkembang menjadi pengetahuan analisis
yang berdasarkan logika.3
Merunut A.M. Saefuddin, terdapat tiga kategori pengetahuan yang perlu kita kenal.
Pertama, pengetahuan indrawi (knowledge). Pengetahuan indrawi meliputi semua
fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh pancaindra. Batas pengetahuan
indrawi ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap pancaindra. Kedudukan pengetahuan
indrawi sangat penting karena merupakan tangga untuk melangkah ke ilmu. Kedua,
pengetahuan keilmuan (science). Pengetahuan keilmuan meliputi semua fenomena yang
dapat diteliti dengan riset atau eksperimen sehingga apa yang berada di balik
pengetahuan bisa terjangkau. Batas pengetahuan keilmuan ialah segala sesuatu yang
tidak terjangkau oleh rasio, otak, dan pancaindra. Ketiga, pengetahuan falsafi.
Pengetahuan falsafi mencakup segala fenomena yang tidak dapat diteliti, tetapi dapat
dipikirkan. Batas pengetahuan falsafi ialah alam bahkan bisa menembus apa yang ada di
luaralam, yakni Tuhan.
Berdasarkan keterangan dari literasi yang berkembang, terdapat beberapa pendapat
mengenai definisi ilmu dakwah. Menurut Ahmad Subandi, ilmu dakwah adalah suatu
pengetahuan mengenai alternatif-alternatif dan sarana-sarana yang terbuka bagi
terlaksananya komunikasi mengajak serta memanggil umat manusia kepada agama
islam,memberikan informasi mengenai amar ma’ruf nahyi munkar agar dapat tercapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, serta agar terlaksana ketentuan Allah. 4 Sementara
menurut Abdullah, ilmu dakwah hakikatnya adalah membangun dan mengembalikan

3
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000)

4
Ahmad Subandi, ilmu Dakwah, (Bandung:syahida, 1994) hlm.46.
manusia kepada fitrah, meluruskan tujuan manusia, serta meneguhkan fungsi manusia
sebagai khalifah dan sebagai pengembang risalah.5
Syukriadi Sambas, yang juga mantan Dekan Fakultas Dakwah UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, mengajukan metode penelitian yang bersumber dari teori besar Al-
Qur’an ( al-syumuliyah al-nazhariyah al-quraniyah). Pertama, metode istinbath, yaitu
proses penalaran (istidhal) dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah dari Al-
Qur’an serta hadis yang produknya berupa teori utama ilmu dakwah. Kedua, metode
iqtibas, yaitu proses penalaran (istidlal) dalam memahami dan menjelaskan hakikat
dakwah atau realitas dakwah yang secara empiris hidup di masyarakat. Ketiga, istiqra,
yaitu proses penalaran (istidlal) dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah
melalui penelitian kualitatif atau kuantitatif dengan mengacu pada teori yang bersumber
dari metode istinbath secara metode istiqra.6
B. Ontologi Ilmu Dakwah
Dalam struktur Ilmu Pengetahuan dapat meliputi aspek ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Ontologi Ilmu Dakwah pada dasarnya membahas tentang ada atau tidak
adanya Ilmu Dakwah. yang kemudian juga melihat apakah Ilmu Dakwah memiliki sifat
sebelum melanjutkan pembahasan pada wilayah eksistensinya. Ontologi adalah
pemikiran tentang hakikat wujud dan asal-usul segala sesuatu serta kejadian di alam
semesta atau realitas yang benar-benar ada sebagai objek ilmu pengetahuan.
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu onto yang artinya ada, dan logos atau
logic yang artinya ilmu, pemikiran, atau teori. Ontologi yang berarti ilmu pengetahuan
tentang hakikat keberadaan segala yang ada Dalam hal ini untuk membuktikan hakikat
yang ada sebagai objek ilmu pengetahuan, para ilmuwan berhadapan dengan kenyataan
bahwasanya tidak semua objek dapat berupa benda yang berwujud fisik maupun materi,
namun kenyataannya ada juga yang bersifat metafisik dan immaterial, sepertihalnya
wujud yang bersifat rohani. Adapun dua aliran pemikiran yang berkaitan dengan
kenyataan tersebut, yaitu aliran meterialisme yang dimana pada aliran ini hanya
mengakui hakikat realitas yang bersifat fisik dan materi saja, serta aliran idealisme yang
berpandangan bahwa pada hakikatnya kenyataan yang ada itu berasal dari wujud roh,
ataupun sesuatu yang bersifat imateriel, tidak berbentuk, dan tidak menempati ruang.7
5
Abdullah, Ilmu Dakwah: kajian Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan aplikasi Dakwah( Bandung: Citapustaka
Media, 2005) hlm.25.
6
Lihat Agus Ahmad Saferi, Memimpin dengan Hati: jejak langkah dan pemikiran baru Dakwah K.H. Syukriadi
Sambas, (Bandung: Pustaka setia,2009) hlm.125.
7
Nurhayati Djamas & Abdullah Hakam Shah, Dasar-Dasar Pemikiran IntegrasiNilai Islam dan Ilmu
Pengetahuan, (Jakarta: UAI Press, 2014).
Dalam hal ini, yang dipertanyakan adalah apakah Ilmu Dakwah memiliki esensi atau
hanya sekedar ada. Karena itu sistematika berfikir haruslah runtut dimulai dari usaha
mencari ontologi dakwah terlebih dahulu sebelum masuk pada pencarian Ontologi Ilmu
Dakwah.
Dalam mengungkap Ontologi Dakwah terdapat tiga hal mendasar yang dapat
membuktikan bahwa Dakwah memiliki subyek, obyek, masalah, serta tujuan yang jelas.
1. Manusia sebagai pelaku (da’i) dan penerima dakwah (mad’u) yang perlu
diungkapkan tentang siapa manusia itu. Manusia yang merupakan makhluk Allah
SWT yang terdiri dari jasad material dan memiliki jiwa yang bersifat ruhaniyah
(yang membedakan manusia dengan binatang), sehingga manusia ini mampu untuk
berfikir, merasa, berbuat, dan dinamis.8 Yang dimana kedua unsur ini berfungsi
mengembangkan dan mengontrol naluri – naluri dalam tubuh manusia ada fikir dan
dzikir, serta rasio dan rasa. Dalam hal ini, sebenarnya untuk menjawab pertanyaan
tentang manusia pada dataran jasadiyah, mampu dijawab oleh Ilmu pengetahuan.
Namun Ilmu pengetahuan tidak mampu menjawab pada tingkatan ruhaniyah, karena
pada tingkatan ini merupakan rahasia Allah SWT yang sebagaimana dalam surat al-
Isra’ ayat 85 :
“Katakanlah: rob itu termasuk urusan Tuhanku, tidaklah kamu diberi
pengetahuan kecuali sedikit.”
Manusia memiliki keterbatasan, yang pada level tertentu tidak mampu
menyelesaikan persoalan yang dihadapi, yang dimana manusia perlu jawaban dari
luar dirinya yaitu ajaran agama.
2. Agama Islam berisi pesan atau materi yang dapat disampaikan, di dalam tubuh
manusia yang memiliki dua komponen yang terdiri dari jasad dan ruh. Dua
komponen ini memiliki kemampuan tarik – menarik untuk menunjukkan
eksistensinya yaitu kekuatan sifat yang rendah ( jasad yang terbuat dari tanah
sebagai bahan baku penciptaan manusia) dengan unsur kekuatan yang suci ( ruh
Allah SWT). Dalam hal ini, untuk menentukan pilihan antara baik dan buruk, rendah
dan mulia, kotor dan suci, manusia membutuhkan apa yang disebut dengan ajaran
agama. Ajaran agama ini yang akan sampai ke manusia melalui jalur dakwah,
Agama ini dinilai mampu memberikan jawaban terhadap persoalan – persoalan yang
berkaitan dengan manusia, baik manusia sebagai hamba secara individual ataupun

8
Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hlm. 12.
manusia sabagai makhluk social yang perlu berinteraksi dengan sesamanya yang
diatur melalui syari’ah agama dan hokum kemasyarakatan.
3. Dakwah sebagai proses penyampaian ajaran Islam kepada manusia. Agama Islam
yang berisi runtunan dan ajaran kepada manusia untuk meneliti kehidupan. Ketika
Agama dikaitkan dengan persoalan hidayah ( dorongan untuk mengerjakan ajaran
agama). Jika hidayah muncul dengan sendirinya tanpa ada sebab yang mendahului,
maka dakwah dianggap tidak memiliki relevansi dan Ilmu dakwah dibutuhkan.
Namun jika hidayat merupakan sebuah proses, maka dalam proses manusia
memperoleh hidayah itulah dakwah Islam menjadi ada dan Ilmu dakwah mempunyai
peran penting (strategic position).
Dalam hal ini, Dakwah merupakan upaya atau proses mengajak dan menyeru umat
manusia agar kembali, tetap berada, atau meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah
SWT. Dalam kehidupan yang akan terwujud manusia yang baik, berkumpul menjadi
masyarakat yang khairul ummah. Dengan begitu Dakwah Islam merupakan
jembatan seorang manusia untuk memperoleh hidayah Allah, yang dimana dalam
proses penyampaian ajakan (dakwah Islam) yang pada tahap selanjutnya dibutuhkan
dengan yang namanya Ilmu Dakwah.
C. Similaritas Istilah Dakwah
Al-Qur’an secara terperinci memperkenalkan beberapa istilah yang melekat dengan
kegiatan dakwah. Pembahasan berikut memuat enam istilah dakwah yang dimaksudkan
untuk lebih memahami tentang hakikat dakwah islam. Keenam istilah itu, yakni tabligh,
khotbah, amar ma’ruf nahyi munkar,mau’izhah hasanah, tabsyir dan tandzir, serta
tarbiyah dan ta’lim.
1. Tabligh
Secara etimologi tabligh berasal dari kata kerja “ballagha- yuballighu tablighan”.
Yang artinya menyampaikan. Menurut pandangan M. Natsir tabligh berarti ballagha,
yang artinya menyampaikan dengan sempurna, seperti dalam kalimat ballaghul
mubin yang artinya menyampaikan keterangan yang jelas, sedemikian rupa,
sehingga dapat diterima oleh akal dan dapat ditangkap oleh hati, kemudian dapat
pula dicerna oleh keduaduanya.9
Secara istilah tabligh menurut M. Bahri Ghazali dalam bukunya Dakwah
Komunikatif mengatakan bahwa tabligh adalah suatu kegiatan penyampaian pesan
ajaran agama islam. Di dalam kegiatan tabligh itu unsureunsure ajakan, seruan,
9
M. Natsir dakwah dan pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani Press,1999)
panggilan, agar orang yang dipanggil berkenan mengubah sikap dan perilakuya
sesuai dengan ajaran agama islam yang dipeluknya.10
2. Khotbah
Definisi secara bahasa
“Khotbah”, secara bahasa, adalah ‘perkataan yang disampaikan di atas mimbar’.
Adapunkata “khitbah”yang seakar dengan kata “khotbah” (dalam bahasa Arab)
berarti ‘melamar wanitauntuk dinikahi’. “Khotbah” berasal dari bahasa Arab yang
merupakan kata bentukan dari kata“mukhathabah” yang berarti ‘pembicaraan’. Ada
pula yang mengatakannya berasal dari kata “al-khatbu” yang berarti ‘perkara besar
yang diperbincangkan’, karena orang-orang Arab tidak berkhotbah kecuali pada
perkara besar.
Definisi secara istilah
Secara etimologis,khuthbah artinya : pidato, nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan
menurut terminologi Islam (istilah syara’),khutbah (Jum’at) ialah pidato yang
disampaikan olehseorang khatib di depan jama’ah sebelum shalat Jum’at
dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu, baik berupa tadzkiroh
(peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran)maupun taushiyah (nasehat).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Khutbah adalah nasehat dan tuntunan keagamaan
meliputikeimanan, ibadah, pendidikan, kehidupan sosial, dan lain-lain. untuk
memperteguh keimananserta meningkatkan kualitas ketaqwaan jamaah kepada Allah
SWT.
3. Amar Ma’ruf Nahyi Munkar
Secara harfiah kata amar berakar dari kata amara-ya’muru yang berarti suatu
perintah. Sedangkan, kata ma’ruf, secara etimologi yang di ambil dari kata bahasa
arab, yaitu isim maf’ul dari kata ‘arafa yu’rifu-irfatan atau ma’rifatan yang berarti
mengakui, mengenal dan mengetahui. Sebagai isim maf’ul, kata ma’ruf diartikan
sebagai sesuatu yang telah diketahui, yang telah dikenali atau yang telah diakui. Kata
ma’ruf juga kadang-kadang dimaknakan terhadap sesuatu yang sewajarnya,
sepatutnya, sepamntasnya atau sesuatu yang bernilai kebaikan dan kemaslahatan.
Begitu pula dengan kata munkar juga berasal dari bahasa Arab, yang kata dasarnya
adalah nakara, yang diartikan dengan jahala (tidak mengenal, tidak mengetahui atau
tidak mengakui). Sebagai isim maf’ul, kata munkar diartikan sebagai sesuatu yang

10
Effendi Faisah, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana,2009) hlm.52.
tidak diketahui, yang tidak dikenali atau yang tidak diakui, yang pada gilirannya
diingkarinya.
Amar ma’ruf nahi munkar adalah suatu ajaran dan perbuatan yang mengajak atau
menyerukan kepada seseorang atau kelompok, agar mereka berbuat kebaikan dan
mencegah segala bentuk keburukan sesuai dengan ajaran agama Islam untuk
mendapat ridho Allah Swt.11
Secara istilah dapat diartikan sebuah proses untuk mengajak kepada kebaikan dan
bertujuan untuk memperluaskan ajaran Islam demi untuk menyelamatkan seluruh
umat manusia dari berbuat kejahatan agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu esensi dari pada dakwah,
hal ini jelas terdapat dalam Al-Qur‘an Surah Luqman dengan tegas menjelaskan
bahwa mendirikan shalat, bersikap tabah dalam setiap ujian dan melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar hal ini merupakan suatu perkara yang sangat berat yang harus
dilakukan oleh setiap orang mukmin.12
4. Mau’izah Hasanah
Terminologi mau’izah hasanah dalam perspektif dakwah sangat populer, bahkan
dalam acara-acara seremonial keagamaan (baca dakwah atau tabligh) seperti Maulid
Nabi dan isra’ Mi’raj, istilah mau‟izah hasanah mendapat porsi khusus dengan
sebutan “acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya
menjadi salah satu target keberhasilan sebuah acara. Namun demikian agar tidak
menjadi kesalah pahaman, maka akan dijelaskan pengertian mau’izah hasanah.
Secara bahasa, mau’izah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’izah dan hasanah.
Kata mau’izah berasal dari kata wa’adza ya’idzu-wa’dzan-idzatan yang berarti;
nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah merupakan
kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.13
5. Tabsyir dan tandzir
Dalam pembahasan dakwah banyak sekali terdapat istilah-istilah yang terkait dengan
dakwah. Salah satunya Tabsyir dan Tanzir keduanya merupakan serangkaian istilah
dakwah yang tidak bisa di pisahkan. Keduanya juga merupakan salah satu bentuk
metode dakwah yang berbentuk Mauidzah Al – Hasanah. Bentuk ini sangat penting

11
Abd. Rahman Abbas, “Penegakan Amar Ma’rif Nahi Mungkar dalam pelaksanaan ritual rokat tase’ di Kab.
Pemekas, Jurnal pemikiran pendidikan dan penelitian ke-islaman, Vol.6, No.2 Juli 2020,24
12
Zakiyatul Fakhiroh, ―Amar Ma’ruf Nahyi Munkar: Analisis Semiotik Dalam Film Serigaia Terakhir‖, Komunika,
Vol. 5, No. 1, Januari - Juni 2011, 126.
13
M.Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: kencana,2006) hlm.15.
dilakukan apa lagi seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan yang
rendah dan keimanan yang lemah sehingga perlu adanya motivasi dan harapan dalam
beragama melalui bentuk Tabsyir (kabar gembira) maupun Tanzir (kabar peringatan).
a. Pengertian Tabsyir
Tabsyir secara bahasa berasal dari kata bahasa arab ‫ىز‬II‫“ بش‬Basyara” yaitu
memperhatikan merasa senang. Menurut Quraisy Shihab Basyara bearti
menampakkan sesuatu dengan baik maka “Basyara” dalam bahasa Arab sering
diartikan “kulit” karena kulitlah membuat kelihatan indah, demikian pula pada
kata Tabsyir diterjemahkan dengan berita gembira karena membawa keindahan
dan kebaikan. Kenapa manusia sering disebut Basyar karena bagian yang terbesar
yang dapat terlihat adalah kulit serta yang membuat kelihatan menjadi indah.
Adapun Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian pesan dakwah berisi
kabar -kabar gembira bagi orang-orang yang mengikuti dakwah. Menurut
Pendapat M. Munir dalam buku Metode Dakwah Termitologi Tabsyir dalam
konteks dakwah informasi berita baik dan indah, sehingga dapat membuat orang
gembira untuk menguatkan keimanan sekaligus sebagai sebuah harapan serta
menjadi motivasi dalam beribadah dan beramal soleh.
b. Pengertian Tandzir
Kata Tandzir atau Inzar secara bahasa arab berasal dari kata ‫ ”نذر‬Na Dza Ra”
menurut Ahmad bin Faris suatu kata yang menunjukkan untuk penakut atau
(takwif) adapun dalam penyampaian dakwah kata tanzir ialah berupa peringatan
yang isinya yaitu peringatan terhadap ada kehidupan akhirat dengan segala
konsekkuensinya.
Adapun inzar yaitu ancaman bagi orang orang melanggar syariat Allah dengan
harapan orang tersebut berhenti berbuat perbuatan terlarang. Orang yang
memberikan tanzir adalah Munzir. Istilah ini hampir sama dengan kata tarhir
yaitu membuat orang takut akan siksaan Allah apabila ia tidak mentaati perintah
Allah.
Menurut M. Munir dalam bukunya metode dakwah tanzir ialah penyampaian
dakwah yang mengandung unsur –unsur peringatan kepada orang yang tidak
beriman atau kepada orang yang melakukan dosa atau untuk tindakan preventif
agar tidak terjerumus pada perbuatan dosa dengan bentuk ancaman berupa
siksaan di hari kiamat.
6. Tarbiyah dan ta’lim.
a. Makna Tarbiyah
Tarbiyah berasal dari kata rabb yang menurut anis bermakna tumbuh dan
berkembang. Pengertian seperti ini juga diberikan oleh al-qurthubiy yang
menyatakan bahwa pengertian dasar kata rabb menunjukan makna tumbuh,
berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau
eksistensisnya. Sementara itu, menurut al-Asfahany, kata al-rabb bisa berarti
mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau membuat
sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara bertahap.14
Menurut al-Yasu’iy15, secara etimologi, tarbiyah mempunyai tiga pengertian,
yaitu: (1)nasy’at yang berarti pertumbuhan, berusia muda meningkat dewasa, (2)
taghdiyyah yang berarti memberi makan dan mendewasakan, dan
(3)memperkembangkan, seperti yurby al-shadaqah, yang berarti membuat
berembang harta yang telah disedekahkan sebagaimana ungkapan Q.S, al-
Baqarah:276.
b. Makna Ta’lim
Akar kata ta’lim adalah a’lima. Menurut ibn al-Manzhur, kata ini bisa memiliki
beberapa arti, seperti mengetahui atau mengenal, mengetahui ataumerasa, dan
memberi kabar kepadanya. Kemudian menurut Luis Ma’luf, kata al-‘ilm yang
merupakan mashdar dari ‘alama bermakna mengetahui sesuatu dengansebenar-
benarnya (idrak al-syai’bihaqiqatih), sementara kata ‘alima bermaknamengetahui
dan menyakininya (‘arafatuh wa tayaqqanah).
Dalam al-qur’an, kata ta’lim disebutkan dalam bentuk ism dan fi’il Dalam bentuk
ism, kata yang seakar dengan ta’lim hanya disebut sekali, yaitu mu’allamun yang
terdapat dalam surah ad-dukhan: 41. Kemudian, dalam bentuk fi’il, kata yang
seakar dengan ta’lim talim disebut dalam dua bentuk, yaitu fi’ilmadhi dan fi’il
mudhori. Dalam bentuk fi’il madhi, kata ini disebutkan sebanyak25 kali dalam 25
ayat pada 15 surah. Kemudian dalam bentuk fi’il mudhori, kata yang setara
dengan talim disebutkan sebanyak 16 kali dalam 16 ayat pada delapan surah.
Al-Asfahany menyatakan bahwa ta’lim adalah pemberitahuan yangdilakukan
dengan berulang-ulang dan sering, sehingga berbekas pada dirimuta’allim. Di
samping itu, ta’lim juga adalah menggugah untukmempersepsikan makna dalam

14
Al-Raghib al-Asfahany, Mu’jam Mufradat Alfads al-Qur’an (Bairut: Dar al-Fikr t.t) hlm.189.
15
Luis Ma’luf al-Yasu’iy,al-Munjid fi al-Lughah wa al-Adab wa al-‘Ulum’ (Bairut: Dar al-Masyriq, 1978), hlm. 247
dan 807.
pikiran. Karenanya, sebagaimana dikemukakan jalal, dalam konteks ta’lim, apa
yang dillakukan Rasulullah saw bukan sekedarmembuat umat islam bisa
membaca apa yang tertulis, melainkan dapat membacadengan renungan,
pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan amanah.16

16
Abdul Fatah Jalal, Asas-asas pendidikan islam (Bandung: CV Diponegoro,1987) hlm.27.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Di dalam perkembangan ilmu pengetahuan, pemikiran filsafat merupakan suatu kondisi
awal yang mutlak, yang dimana dengan kata lain ilmu harus berorientasi pada filsafat
tertentu kepada sistem nilai-nilai tertentu tanpa menanggalkan aspek bahasan ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Menurut Jujun Suriasumantri tentang filsafat ilmu, di dalam
tulisannya yang tersimpul pokok-pokok pikiran bahwa pada awal sejarah manusia ilmu
pengetahuan fase embrional menyatu, tidak terspesialisasikan atau terkotak yang
merupakan pengetahuan intuitif lalu berkembang menjadi pengetahuan analisis yang
berdasarkan logika. Merunut A.M. Saefuddin, terdapat tiga kategori pengetahuan yang
perlu kita kenal. Pertama, pengetahuan indrawi. Pengetahuan indrawi meliputi semua
fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh pancaindra. Batas pengetahuan
indrawi ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap pancaindra. Kedudukan pengetahuan
indrawi sangat penting karena merupakan tangga untuk melangkah ke ilmu. Kedua,
pengetahuan keilmuan . Pengetahuan keilmuan meliputi semua fenomena yang dapat
diteliti dengan riset atau eksperimen sehingga apa yang berada di balik pengetahuan bisa
terjangkau. Batas pengetahuan keilmuan ialah segala sesuatu yang tidak terjangkau oleh
rasio, otak, dan pancaindra. Ketiga, pengetahuan falsafi. Pengetahuan falsafi mencakup
segala fenomena yang tidak dapat diteliti, tetapi dapat dipikirkan. Batas pengetahuan
falsafi ialah alam bahkan bisa menembus apa yang ada di luaralam, yakni Tuhan.
Berdasarkan keterangan dari literasi yang berkembang, terdapat beberapa pendapat
mengenai definisi ilmu dakwah.
Definisi secara bahasa (Khotbah), secara bahasa, adalah ‘perkataan yang disampaikan di
atas mimbar’. Definisi secara istilah Secara etimologis,khuthbah artinya : pidato, nasihat,
pesan
Ma’ruf Nahyi Munkar Secara harfiah kata amar berakar dari kata amara-ya’muru yang
berarti suatu perintah. Sedangkan, kata ma’ruf, secara etimologi yang di ambil dari kata
bahasa arab, yaitu isim maf’ul dari kata ‘arafa yu’rifu-irfatan atau ma’rifatan yang berarti
mengakui, mengenal dan mengetahui. Dalam pembahasan dakwah banyak sekali
terdapat istilah-istilah yang terkait dengan dakwah. Salah satunya Tabsyir dan Tanzir
keduanya merupakan serangkaian istilah dakwah yang tidak bisa di pisahkan. Keduanya
juga merupakan salah satu bentuk metode dakwah yang berbentuk Mauidzah Al –
Hasanah. Bentuk ini sangat penting dilakukan apa lagi seseorang yang mempunyai latar
belakang pendidikan yang rendah dan keimanan yang lemah sehingga perlu adanya
motivasi dan harapan dalam beragama melalui bentuk Tabsyir maupun Tanzir .
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman Abbas, “Penegakan Amar Ma’rif Nahi Mungkar dalam pelaksanaan
ritual rokat tase’ di Kab. Pemekas, Jurnal pemikiran pendidikan dan penelitian ke-islaman,
Vol.6, No.2 Juli 2020,24
Abdul Fatah Jalal, Asas-asas pendidikan islam (Bandung: CV Diponegoro,1987)
hlm.27.
Abdullah, Ilmu Dakwah: kajian Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan aplikasi
Dakwah( Bandung: Citapustaka Media, 2005) hlm.25.
Ahmad Subandi, ilmu Dakwah, (Bandung:syahida, 1994) hlm.46.
Al-Raghib al-Asfahany, Mu’jam Mufradat Alfads al-Qur’an (Bairut: Dar al-Fikr t.t)
hlm.189.
Effendi Faisah, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Kencana,2009) hlm.52.
Enjang dan Aliyudin, Dasar-daar ilmu dakwa, (Bandung: Widya padjajaran, 2009),
hlm.17.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2000)
Lihat Agus Ahmad Saferi, Memimpin dengan Hati: jejak langkah dan pemikiran baru
Dakwah K.H. Syukriadi Sambas, (Bandung: Pustaka setia,2009) hlm.125.
Luis Ma’luf al-Yasu’iy,al-Munjid fi al-Lughah wa al-Adab wa al-‘Ulum’ (Bairut: Dar
al-Masyriq, 1978), hlm. 247 dan 807.
M. Natsir dakwah dan pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani Press,1999)
M.Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: kencana,2006) hlm.15.
Muhammad Shulthon,Desain ilmu dakwah,(Semarang: pustaka pelajar offset,2003)
hlm 53-54.
Nurhayati Djamas & Abdullah Hakam Shah, Dasar-Dasar Pemikiran IntegrasiNilai
Islam dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: UAI Press, 2014).
Sidi Gazalba, Ilmu Filsafat dan Islam tentang Manusia dan Agama, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1978), hlm. 12.
Zakiyatul Fakhiroh, ―Amar Ma’ruf Nahyi Munkar: Analisis Semiotik Dalam Film
Serigaia Terakhir‖, Komunika, Vol. 5, No. 1, Januari - Juni 2011, 126.

Anda mungkin juga menyukai