Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Epistimologi Filsafat Dakwah

Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Dawkah”

yang dibina oleh Ibu Zayyinah Haririn, M.Pd.I,

Disusun Kelompok 4 :

Siti Alfiana Sindi (222103010003)

Bayu Pradana (222103010017)

Akbar Maulana (222103010030)

Siti Khofifah (221103010021)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH.ACHMAD SIDDIQ
JEMBER

MARET 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dalam mata kuliah Filsafat Dakwah dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang telah membawa
petunjuk umat manusia dari alam kebodohan hingga ke alam yang penuh ilmu
pengetahuan ini.

Makalah ini merupakan karya kelompok kami yang dibuat dengan tujuan memenuhi
tugas mata kuliah “Filsafat Dakwah” yang dibimbing oleh Ibu Zayyinah Haririn, M.Pd.I,
Makalah ini kami susun dengan beberapa referensi yang tentunya mencakup materi
tersebut. Sehingga tanpa bimbingan dan bantuan dari pihak pihak lain terutama ibu dosen,
rasanya sulit bagi kami untuk menyelesaikannya.

Kami menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnan. Maka dari itu
sangatlah perlu bagi kami untuk meminta saran dan kritik dari berbagai pihak. Guna
mewujudkan karya yang lebih baik lagi dimasa mendatang. Kami berharap dengan
dibuatnya makalah ini semoga bermanfaat bagi para pembaca. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh

Jember , 3 Apirl 2023

Penyusun

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakag .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Epistimologi ............................................................................................ 3

B. Epistimologi Dakwah .............................................................................. 4

C. Prespektif Epistimologi Islam Dakwah .................................................... 6

D. Persoalan Epistimologi Dakwah .............................................................. 8

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 10

DAFTAR PUSAKA .......................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Keberadaan filsafat sebagai disiplin ilmu ternyata sudah dipersoalkan


sejak lebih dari 20 tahun abad silam. Meskipun banyak pendapat yang
menjelaskan mengenai apakah sesungguhnya filsafat itu, tetapi pendapat-pendapat
tersebut belum memuaskan semua orang. Bahkan banyak orang yang berpikir
bahwa filsafat adalah sesuatu yang bersifat serba rahasia, mistis, dan aneh.Banyak
ahli yang mendefinisikan apa itu filsafat. Poedjawijatna berpendapat bahwa
filsafat adalah sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab secara sedalam-
dalamnya bagi segala sesuatu yang berdasarkan pikiran belaka. Lalu menurut
Hasbullah Bakry, filsafat memiliki definisi berupa sejenis pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu secara mendalam, mulai dari ketuhanan, alam semesta,
hingga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia. Kemudian ada juga
tokoh filsafat terkenal, Plato, yang mendefinisikan filsafat adalah pengetahuan
yang berminat untuk mencapai pada kebenaran asli.

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui


tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping
berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Bahkan seorang anak kecil
pun telah mempunyai berbagai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan
dan kecerdasannya. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang
secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian dari Epistimologi?


2. Bagaimana Epistimologi Dakwah?
3. Bagaimana Prespektif Epistimologi Islam Dakwah?
4. Bagaimana Persoalan Epistimologi Dakwah?

1
C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk memahami Epistimologi.

2. Untuk mengetahui Epistimologi Dakwah.

3. Untuk mengetahui Prespektif Epistimologi Islam Dakwah.


4. Untuk mengetahui Persoalan Epistimologi Dakwah.
.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Epistimologi

Menurut Harun Nasution, episteme berarti pengetahuan dan


epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang apa pengetahuan dan
bagaimana memperoleh pengetahuan. Selanjutnya, R.B.S. Furdyartanto
memberikan pengertian epistemologi sebagai berikut; Epistemologi berarti :
ilmu filsafat tentang pengetahuan atau pendek kata, filsafat pengetahuan. 1
Dari pengertian diatas Nampak bahwa epistemologi bersangkutan dengan
masalah-masalah yang meliputi:
a. Filsafat yaitu sebagai ilmu berusaha mencari hakekat dan kebenaran
pengetahuan.
b. Metode yaitu sebagai metode bertujuan mengantarkan manusia untuk
memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
c. Sistem yaitu sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas
kebenaran pengetahuan.
Sedangkan pengertian Islam menurut Maulana Muhammad Ali dapat
dipahami dari Firman Allah yang terdapat pada ayat 208 surat Al-Baqarah
yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah
syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” Dan juga dapat
dipahami dari ayat 61 surat Al Anfal yang artinya: “dan jika mereka condong
kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Harun Nasution mengatakan bahwa Islam menurut istilah (islam
1
Azzimar Shidqy Pramushinta, “Mengenal Epistemologi Islam Dalam Perkembangan Ilmu Hukum”,
Vol. 12 No. 2, Juni 2017, Halaman 199

3
sebagai agama), adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Sebagai Rasul.
Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajawan yang bukan hanya mengenal
satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia.
Dari dua pengertian tersebut di atas dapat dipahami secara kasar
bahwa Epistemologi Islam adalah filsafat hukum yang menganalisis hukum
Islam secara metodologis dan sistematis, sehingga mendapatkan keterangan
yang mendasar atau menganalisis hukum Islam secara ilmiah dengan
pendekatan filsafat sebagai alatnya. Oleh karenanya tidak salah pula, bagi
sebagian kalangan, Epistemologi Islam seringkali disebut sebagai Filsafat
hukum Islam. 2

B. Epistimologi Dakwah
Epistimologi tidaklah berbeda dengan istilah ilmu pengetahuan, karena
dalam filsafat epistimologi merupakan kajian mendalam perihal suatu objek
dalam pembentukannya menjadi suatu ilmu pengetuhan/disiplin ilmu
tersendiri. Artinya, pembahasan terkait epistimologi dakwah kali ini sama
halnya membahas Ilmu Dakwah itu sendiri. Sebagai satu diantara disiplin
ilmu dalam rumpun keilmuan sosial, lmu Dakwah sangat erat kaitannya
dengan beberapa ilmu sosial lainnya. Oleh karena itu, perkembangan Ilmu
Dakwah senantiasa berjalan seiras dengan berkembangnya kehidupan
masyarakat. Keterkaitan keduanya tidak bisa dipisahkan, Dakwah selalu
berusaha menyingkap dan memberi solusi pada setiap permasalahan yang
hadir seiring berkembangnya kehidupan masyarakat, begitu pula dengan
perkembangan kehidupan masyarakat yang senantiasa menuntut Dakwah
untuk terus mengembangkan konsepnya sehingga dapat memberikan
kontribusi yang solutif bagi masyarakat dalam menghadapi tantangan zaman.
Dakwah sebagai disiplin ilmu, sebenarnya telah menemukan jati

2
Azzimar Shidqy Pramushinta,

4
dirinya, walaupun dalam mengulas Ilmu Dakwah memerlukan suatu
sintesis/kerjasama pendekatan dari beberapa disiplin ilmu lainnya. Untuk itu,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sintesis prespektif tersebut.
Pertama, sintesis ini diharapkan mampu lebih memahami peristiwa dan
kondisi keagamaan yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat islam
sehari-hari. Kedua, sintesis mampu membangkitkan suatu reaktualisasi ajaran
agama Islam dengan pemahaman yang lebih komperhensif dan tepat terhadap
ajaran islam itu sendiri. Pemahaman yang demikian akan memungkinkan
dijadikan sebagai penentu sikap, tingkah laku yang terinternalisasi dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan dalam masyarakat muslim. Pada tahapan
selanjutnya, eksistensi Islam sebagai rahmatan lil-alamin sekaligus sebagai
solusi mutakhir dalam menghadapi tantangan dan problematika kehidupan
masyarakat modern benar-benar real dan dibuktikan. Ketiga, melalui
pendekatan fungsi dan tugas agama di satu pihak dan Ilmu Dakwah pada
pihak lain, mahasiswa, praktisi dakwah atau setiap orang yang mendalaminya
dapat memanfaatkan ilmu dakwah untuk memperbaiki gerak-gerik dan
tingkah lakunya sebagai bentuk adaptasinya di tengah-tengah perubahan
zaman. 3
Sebagai suatu disiplin ilmu, Dakwah tentu memiki body of knowladge
(kerangka kelimuan) yang teramat luas karena unsur-unsur dalam kerangka
Dakwah itu sendiri senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan
(dinamis) guna berjalan menuju arah kesempurnaan. Diantara unsur-unsur
Dakwah seperti, dai (pendakwah), mad’u (audience), metode, media dan
tujuan. Selain itu, dakwah memiliki 3 dimensi yaitu, dakwah bil-lisan, bil-
khitbah, bil-hal, yang mana dari ketiga dimensi tersebut melekatlah
metodologi dalam dakwah itu sendiri. Setiap dimensi itu juga mempunyai
landasan yang kuat serta memiliki nilai filosofisnya masing-masing. 4
Berkembangnya ilmu dakwah tidak lepas dari pergeseran pemikirian,

3
Abdullah, “Paradigma dan Epistimologi Dakwah ” 87.
4
hal.85.

5
sistem, maupun metodologi di dalamnya. Dakwah yang semula didominasi
oleh pendekatan spekulatif normatif mulai beralih pada pemikiran rasionalis
dan kritis. Hal ini menunjukkan bahwa Ilmu Dakwah bukan lagi kegiatan
yang anti/tidak berhubungan dengan beberapa aspek yang empiris dan ilmiah,
melainkan telah mengolaborasikan antara pemikiran kefilsafatan dan emperis.
Dari perkembangan ilmu dakwah tersebut dapat disimpulkan bahwa dakwah
tidak lagi berbicara perihal pembenahan masyarakat, namun telah meluas pada
ranah mempersiapkan masa depan umat.
Kedinamisan Ilmu Dakwah memberi ruang bagi fakultas Dakwah pada
perguan Tinggi Islam untuk semakin menunjukan identitas dan eksistensinya,
di samping beberapa faktor lainnya seperti sejarahnya, penampilan dalam
melakoni peranannya, regulasi atau kebijakan dan hal-hal lainnya. Dengan
pendekatan yang sistematis, kritis, dan komprehensif Ilmu Dakwah akan
mampu merumuskan sekaligus membuktikan bahwa Islam merupakan suatu
sistem kehidupan manusia yang sempurna (kaffah). Dengan kata lain, melalui
Ilmu Dakwah dapat dikembangkan konsep sekaligus operasionalnya, bahwa
Islam tidak lagi diangap dan dipahami sebagai sebuah agama dalam makna
yang sempit/terbatas, tapi Islam harus menjadi pandangan hidup yang selalu
relevan dan dapat diaplikasi dalam berbagai dinamika kehidupan umat
manusia yang majemuk dan heterogen.

C. Perspektif Epistemologi Keilmuan Islam Dakwah

Landasan epistemologi dakwah, dapat dilihat berapa banyak dari ilmuwan


muslim yang juga menggunakan landasan pengetahuan yang bersumber pada
Islam.Hal ini dinyatakan secara jelas dalam al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 109
ditegaskan: Artinya: “Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.
Dari penjelasan di atas, dalam pengembangan dakwah perlu kiranya di

6
pertegas tentang epistemologi dakwah secara keilmuan, dalam hal ini berkaitan
dengan landasan epistemologi dakwah. Oleh karena itu, teori kebenarannya adalah
kebenaran ilmu dan bukan kebenaran agama, kebenaran itu diuji sejauh mana
keabsahan suatu pengetahuan itu, dan ini memerlukan pembuktian. Hubungannya
dengan ilmu dakwah berdasarkan sumber-sumber pengetahuan tersebut kami
tawarkan metode pendekatan di dalam ilmu dakwah yaitu: pendekatan normatif, yang
intinya berusaha menemukan prinsip dakwah dari sumber normatif (al-Qur’an dan
hadits, maupun sejarah Rasulullah) yaitu dengan mengetahui asbab an nuzul dan
asbab al wurud serta metode tafsir dan hadits. Pendekatan Empiris intinya berusaha
mengkaji atau menyelidiki kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, yaitu untuk
menemukan teori baru atau mengembangkan teori yang sudah ada.5
Wacana epistemologi keilmuan dakwah kontemporer ini kita mulai dari
konsep Fazlur Rahman tentang sains. Ia mengemukakan bahwa di alam ini berlaku
konsep qadar/taqdir. Konsep taqdir di sini bukan bermakna “sebuah keyakinan yang
persimis” – seperti yang umum dipahami umat Islam, umumnya keyakinan ini akibat
pengaruh logika Ghazalian – tapi lebih bermakna bahwa Tuhan yang maha kuasa,
melalui kreativitas-Nya yang penuh kasih, memberikan “ukuran” (taqdir) kepada
setiap sesuatu.Memberikan kepada setiap sesuatu itu potensi-potensi tertentu beserta
hukum-hukum tingkah-lakunya.16 Singkatnya, Tuhan memberikan sifat-sifat tertentu
kepada setiap sesuatu. Allah sajalah yang telah menciptakan hukum-hukum alam.
Hal ini tidak berarti bahwa manusia tidak dapat menemukan dan memanfaatkan
hukum-hukum alam tersebut. Sesung-guhnya para petani dan ilmuwan telah berbuat
demikian. Al-Qur’an menyerukan kepada kita untuk menemukan hukum-hukum
alam dan memanfaatkan penemuan tersebut untuk kesejahteraan umat manusia. Bagi
Rahman, alam tidak akan dan tidak dapat mengingkari perintah Allah menjelaskan
tentang teorinya, tesisnya tentang penyusutan dan pengembangan ilmu agama
memperlihatkan bahwa untuk menafsirkan teks-teks agama, dibutuhkan beragam
jenis ilmu yang lain, jika mau pemahaman yang tidak stagnan. Syariat agama tidak
pernah setara dengan opini manusia, sehingga mustahil ada kesesuaian atau ketidak-
sesuaian antara keduanya; pemahaman seorang manusialah yang bisa jadi sama atau
tidak sama dengan pemahaman manusia yang lain. Jadi, di manapun yang kita hadapi

5
Muhammad Azhar, “Fiqh Kontemporer dalam Pandangan Neomodernisme Islam”, Hal. 47.

7
adalah ilmu agama yang mengamati dan memahami agama, tetapi itu bukan agama.
Ketentuan semacam ini mencakup semua cabang ilmu pengetahuan manusia. Bagian
yang tetap adalah agama; bagian yang berubah adalah pemahaman agama 6

D. Persoalan Epistimologi Dakwah


Epistemologi disebut dengan sub-sistem filsafat disamping ontologi
dan aksiologi.Dalam filsafat, setiap jenis pengetahuan memiliki ciri khusus
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa tujuan
(aksiologi) pengetahuan itu ditemukan dan dikembangkan. Epistemologi
saling terkait dengan ontologi dan aksiologi, ketiga-tiganya memiliki fungsi
sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Jika terdapat
objek pemikiran dalam konteks ontologi ilmu dakwah, yaitu ilmu komunikasi
dan penyiaran Islam, ilmu bimbingan dan konseling Islam, dan ilmu
pengembangan masyarakat Islam, tetapi jika tidak didapatkan cara-cara
berpikirnya (epistemologinya), maka objek pemikiran itu akan “diam” saja
sehingga tidak diperoleh pengetahuan apa pun.Jika objek pemikiran itu ada
tetapi tidak ada epistemologi atau pengetahuan tentang apa yang dapat
diperoleh darinya (aksiologi), maka objek pemikiran itu akan sia-sia. Dalam
hal pengembangan kreativitas ilmiah, berpikir dalam ruang lingkup
epistemologi lebih tepat daripada ontologi dan aksiologi. Oleh karena itu,
perlu dibahas secara singkat tentang detail epistemologi sebelum membahas
masalah epistemologi dalam perkembangan dakwah Islam.
Menurut M.arifin Epistemologi mencakup sifat, sumber, dan validitas
pengetahuan. Ada enam aspek yang disebutkan oleh mudlor ahmad yaitu
epistemologi, yakni hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran
pengetahuan. Sedangkan A.M saefuddin menyebutkan bahwa Epistemologi
harus mampu menjawab pertanyaan seperti apa itu pengetahuan, dari mana
asalnya, apa esensinya, bagaimana membangun pengetahuan yang benar dan

6
Amin Abdullah, “Pengembangan Metode Studi Islam dalam Perspektif Hermeneutika Sosial dan
Budaya”, Tarjih edisi ke 6, Hal. 12.

8
akurat, apa itu kebenaran, apakah mungkin untuk mencapai pengetahuan yang
benar, dan apa yang dapat diketahui dan dimana batasnya terletak.
Menurut pendapatnya Jacques Martain Tujuan utama epistemologi
bukanlah untuk mengetahui apakah kita dapat mengetahui, tetapi untuk
menemukan kondisi (syarat-syarat)yang memungkinkan kita untuk
mengetahui. Maka disini ditemukan makna strategis dalam pengembangan
ilmu dakwah Islam yakni dapat menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa
jangan sampai merasa puas dengan sekadar memperoleh ilmu dakwah tanpa
disertai dengan cara bagaimana memperoleh ilmu dakwah itu. Proses
perolehan ilmu merupakan pintu gerbang menuju ilmu, pemahaman, dan
pengembangan dakwah Islam.
Peran metode epistemologi adalah sebagai alat untuk mencapai
pengetahuan, dan pengembangan metode sangat penting untuk memajukan
ilmu pengetahuan. Menurut Amrullah ahmad pengembangan lingkup ilmu
dakwah dapat dibagi menjadi objek kajian material dan formal. Objek
materialnya meliputi seluruh aspek ajaran Islam yang terdapat dalam Al-
Qur’an, As-Sunnah, dan sejarah Islam, dan objek formalnya mengkaji salah
satu sisi dari objek material tersebut, seperti kegiatan mengajak manusia untuk
mengikuti jalan Allah dalam segala aspek kehidupan, yang dapat berbentuk
undangan lisan, tertulis, dan tindakan.
Kontribusi epistemologi terhadap pengembangan ilmu dakwah dapat
dilihat dalam perbandingan segitiga antara wilayah Yunani, Islam, dan Barat.
Sistem Yunani menekankan ontologi spekulatif untuk mengejar kebenaran
substantif dan spekulatif.sistem Barat modern menekankan proses
epistemologis atau metode ilmiah sebagai sarana untuk mencapai kebenaran.
Sedangkan sistem di dunia islam menekankan pada aspek aksiologi yang
berfungsi sebagai landasan dalam mengkonstruksi fakta.islam meletakkan
wahyu sebagai paradigma agamawi yang mengakui eksistensi Allah, tidak
hanya sebatas keyakinan semata,tetapi diterapkan dalam konstruksi ilmu
pengetahuan.

9
Sumber-sumber ilmu terdiri dari empat macam, yaitu akal, intuisi,
indra, dan otoritas. Ada juga yang berpendapat ilmu bersumber dari Wahyu,
akal, dan alam. Muhammad Iqbal berpendapat bahwa sumber ilmu adalah
afaq (alam semesta), anfus (ego/diri) yang terdiri dari panca indra, akal, dan
intuisi, tarikh (sejarah). pendapat di atas terjadi persamaan fungsi dari Wahyu,
otoritas, dan sejarah dalam pengertian Muhammad Iqbal, kemudian indra jika
dihubungkan dengan konsep sumber ilmu Muhammad Iqbal sama dengan
afaq dan anfus.
Macam-macam sumber ilmu tersebut jika dihubungkan dengan
denotasi dakwah ditemukan bentuk hubungan yang spesifik antara macam
sumber tertentu dengan objek formal ilmu dakwah. Objek formal ilmu
dakwah secara terperinci dapat dipahami sebagai problematika yang timbul
dari interaksi antar unsur dalam sistem dakwah, unsur-unsur yang dimaksud
adalah doktrin Islam, dai, tujuan dakwah, dan mad’u. Interaksi doktrin Islam
dengan da’i melahirkan realitas dakwah yang berupa pemahaman da’i
terhadap hakikat, status, dan fungsi dakwah dalam sistematika ajaran Islam.
Problematika ini mempersoalkan dasar-dasar umum dan hakikat dakwah
sebagai realitas dalam ajaran Islam, esensi pesan, dinamika dakwah dalam
sejarah menurut perspektif al-Qur’an, Hadits, dan produk pemikiran mengenai
ajaran Islam itu sendiri.
Realitas yang muncul dari interaksi antara unsur da’i dan mad’u
adalah kemungkinan terjadi penerimaan dan penolakan terhadap pesan
dakwah, dampak praktik dakwah terhadap keduanya secara psikologi dan
sosiologi, perencanaan penyajian pesan dakwah, sumber ilmu yang relevan
dengan kajian terhadap objek formal anfus dan afaq. Interaksi mad’u dan
tujuan dakwah adalah problematika model (us- wah) yang dapat diamati
secara empiris oleh mad’u yang berkaitan dengan bentuk nyata perilaku
individual dan kolektif yang dapat dikategorikan sebagai perilaku dalam
dimensi amal saleh.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari pembahasan makalah di atas yaitu
bahwa epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang apa pengetahuan dan
bagaimana memperoleh pengetahuan. Epistimologi tidaklah berbeda dengan
istilah ilmu pengetahuan, karena dalam filsafat epistimologi merupakan kajian
mendalam perihal suatu objek dalam pembentukannya menjadi suatu ilmu
pengetuhan/disiplin ilmu tersendiri.
Kontribusi epistemologi terhadap pengembangan ilmu dakwah dapat
dilihat dalam perbandingan segitiga antara wilayah Yunani, Islam, dan Barat.
Sistem Yunani menekankan ontologi spekulatif untuk mengejar kebenaran
substantif dan spekulatif.sistem Barat modern menekankan proses
epistemologis atau metode ilmiah sebagai sarana untuk mencapai kebenaran.
Sedangkan sistem di dunia islam menekankan pada aspek aksiologi yang
berfungsi sebagai landasan dalam mengkonstruksi fakta.islam meletakkan
wahyu sebagai paradigma agamawi yang mengakui eksistensi Allah, tidak
hanya sebatas keyakinan semata,tetapi diterapkan dalam konstruksi ilmu
pengetahuan.

11
DAFTAR PUSATAKA

Azzimar Shidqy Pramushinta, “Mengenal Epistemologi Islam Dalam Perkembangan Ilmu


Hukum”, Vol. 12 No. 2, Juni 2017, Halaman 199.
Abdullah. “Paradigma dan Epistimologi Dakwah” Jurnal Pemberdayaan Masyarakat,
no.1(2017): 1–94. http://jurnal.uinsu.ac.id
Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer dalam Pandangan Neomodernisme Islam (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), hal. 47.
Amin Abdullah, “Pengembangan Metode Studi Islam dalam Perspektif Hermeneutika Sosial
dan Budaya” dalam jurnal Tarjih edisi ke-6, Juli 2003, LPPI- UMY dan Majelis Tarjih
& PPI PP Muhammadiyah, hal. 12.

12
LAMPIRAN

13

Anda mungkin juga menyukai