Anda di halaman 1dari 23

Filsafat Islam Beserta Tokoh-Tokohnya

(makalah)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Umum

Dosen pengampu:Subiantoro,M.Pd

Disusun Oleh:

Nama NPM

Yuda Suhendar 21310006

Rajiman 21310017

Arum Puspita Sari 21310011

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) DARUL ISLAH

TULANG BAWANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang selalu
memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Filsafat Islam tepat waktu. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan pada reformis Islam sejati Nabi Muhammad SAW pembawa umat
minazhulumati ilannur.
Sebagaimana dalam peribahasa bahwa “tak ada gading yang tak retak” ,
dalam penyusunan makalah ini pun kami menyadari bahwa banyak sekali
kekurangannya, maka dari itu kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
penyusunan di masa yang akan datang sangat kami harapkan.
Kami pun menghaturkan terima kasih kepada BPK.sebagai Dosen
Pembimbing matakuliah “FILSAFAT UMUM” yang tak pernah lelah dan bosan
memberikan bimbingannya dan arahannya yang selalu membangunkan semangat
kepada para mahasiswanya.
Dengan adanya pembuatan makalah ini, diharapkan dapat membantu
mahasiswa/i dalam menguasai materi pelajaran.Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan senantiasa membawa kemudahan kita dalam belajar untuk meraih
prestasi yang kita inginkan.

TULANG BAWANG,25 NOVEMBER 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB 1     PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang..................................................................................................
B.        Rumusan Masalah........................................................................................
C.        Tujuan Pembahasan......................................................................................
BAB II    ISI
A.    Pengertian Filsafat dan Filsafat Islam..............................................................
B.     Perbedaan Filsafat Islam dengan Filsafat Barat...............................................
C.     Latar Belakang Lahirnya Filsafat Islam dan Tokoh-Tokohnya........................
D.    Pokok-pokok Masalah dalam Filsafat Islam.....................................................
E.     Menyikapi Perbedaan Pendapat Para Filosof Islam  serta Manfaatnya
bagi Kehidupan…………………...……………………………………….............

BAB III   PENUTUP


A.    Kesimpulan......................................................................................................
B.     Saran...............................................................................................................

DAFTARPUSTAKA............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh
untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para
rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang
diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang melewati penalaran rasional,
kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti.Ilmu pengetahuan
harus dibedakan dari fenomena alam.Fenomena alam adalah fakta, kenyataan
yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul.Ilmu
pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau
simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal
menangkap kebenaran.Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut
menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.Pengetahuan indrawi merupakan
struktur terendah dalam struktur tersebut.Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
adalah pengetahuan rasional dan intuitif yang biasa disebut dengan filsafat.

1.2.       Rumusan Masalah

1.      Apakah pengertian filsafat dan filsafat Islam?


2.      Bagaimanakah perbedaan filsafat Islam dengan filsafat Barat?
3.      Apakah latar belakang lahirnya filsafat Islam dan tokoh-tokohnya?
4.      Apa saja pokok-pokok masalah yang dibahas dalam filsafat Islam?
5.      Bagaimanakah cara menyikapi perbedaan para filosof Islam, dan apa saja
manfaatnya bagi kehidupan?

1.3.       Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian dari filsafat dan filsafat Islam.


2.      Untuk mengetahui perbedaan dari filsafat Islam dan filsafat Barat.
3.      Untuk mengetahui latar belakang lahirnya filsafat Islam dan tokoh-tokohnya.
4.      Untuk mengetahui pokok-pokok masalah yang dibahas dalam filsafat Islam.
5.      Untuk mengetahui cara menyikapi perbedaan para filosof Islam dan manfaatnya
bagi kehidupan.

BAB II
ISI

A.    PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT ISLAM


Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu
kata philein atau philos dansophia. Kata philien atau philos berarti cinta (love),
tapi dalam maknanya yang luas yakni berupa hasrat ingin tahu seseorang terhadap
kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, dan kebenaran. Sedangkan kata sophia berarti
kebijaksanaan (wisdom). Sehingga secara sederhana, filsafat adalah mencintai
kebijaksanaan (the love of wisdom).[1]
            Filsafat Islam merupakan gabungan dari dua kata, yaitu filsafat dan
Islam.Jadi filsafat Islam, Islamic philosophy, pada hakikatnya adalah filsafat yang
bercorak islami.Islam menempati posisi sebagai sifat, corak, dan karakter dari
filsafat.Filsafat Islam bukan filsafat tentang Islam, bukan the philosophy of
Islam.Filsafat Islam artinya berpikir dengan bebas dan radikal namun tetap berada
pada makna, yang mempunyai sifat, corak, serta karakter yang menyelamatkaan
dan memberi kedamaian hati.[2]

B.     PERBEDAAN FILSAFAT ISLAM DENGAN FILSAFAT BARAT


a.       Filsafat Barat
1.      Socrates (470-399 SM)
Socrates  menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam
berfilsafat.  Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak
Socrates (sebagai sang bidan) untuk “melahirkan” pengetahuan akan kebenaran
yang dikandung dalam batin orang itu.  Dengan demikian Socrates meletakkan
dasar bagi pendekatan deduktif.  Pemikiran Socrates dibukukan oleh Plato,
muridnya.
Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai
“sophis” (“yang bijaksana dan berpengetahuan”), Socrates lebih berminat pada
masalah manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-
kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani).
Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Socrates “menurunkan filsafat dari
langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke rumah-rumah”.
Karena itu dia didakwa “memperkenalkan dewa-dewi baru, dan merusak kaum
muda” dan dibawa ke pengadilan kota Athena.  Dengan mayoritas tipis, juri 500
orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat menyelamatkan nyawanya
dengan meninggalkan kota Athena, namun setia pada hati nuraninya ia memilih
meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.

2.      Plato (428-348 sM)
Bagi Plato, filsafat adalah semacam visi, yakni visi tentang kebenaran. Visi
ini tidak semata-mata bersifat intelektual, tidak juga bersifat kebijaksanaan. “Cinta
intelektual terhadap Tuhan” dalam filsafat Spinoza sama dengan persatuan erat
antara pikir dan rasa. Barangsiapa yang pernah mengerjakan karya kreatif tertentu,
pasti pernah mengalaminya dengan taraf yang berbeda-beda, suatu suasana batin
dimana setelah lama berupaya keras, tiba-tiba kebenaran atau keindahan muncul
atau seolah-olah muncul dengan keagungan yang tak terduga.
Pengalaman ini mungkin hanya menyangkut masalah kecil saja, mungkin
pula menyangkut masalah alam semesta.Untuk sesaat pengalaman itu amatlah
meyakinkan, keraguan mungkin timbul belakangan.Tetapi untuk sesaat itu yang
tampil adalah kepastian yang begitu tegas. Menurut Plato, sebagian besar karya
kreatif yang terbaik dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, sastra & filsafat
adalah hasil pengalaman demikian.[3]
Plato menyumbangkan ajaran tentang “idea”.  Menurut Plato, hanya idea-lah
realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea)
yang kekal.  
Plato juga berpendapat, bahwa pengalaman hanya
merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa
yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea,konon sebelum manusia itu
masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman
(pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti
sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan
tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan
sebagainya.
Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita,
sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-
mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal
yang sifatnya bawaan,  dan bukan sekedar akal yang masuk dalam
kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah
yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain.
Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu,
menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada ide bawaan.
                                        
3.      Aristoteles (384-322 sM)
Dalam filsafat paripatetik, dikenal suatu teori yang dinamakan dengan
“hylomorpise” yang mana teori tersebut merujuk kepada Aristoteles,  yaitu ajaran
yang mengatakan bahwa apapun yang ada di dunia ini terdiri atas dua unsur
utama, yakni materi (hyle) dan bentuk (morfis). Pembicaraan metafisika
Aristoteles mengenai soal materi dan wujud ini lebih tepat dimulai dengan doktrin
Aristoteles tentang Universalia.Sedangkan jalan untuk memahami universalia kita
harus terlebih dahulu memehami doktrin akal biasa (common sense).[4]
Wujud dan materi tidak dapat dipisahkan. Materi dalam bahasa Yunani
disebut hule dapat disebut bahan yang masih berada dalam proses atau produk
(Edel 1982). Materi dikatakan juga sebagi unsur kemungkinan dan perubahan
yang paling sederhana yang terdapat dalam suatu hal.Sedangkan wujud (morphe)
bersifat tetap, permanen, dan dikenal (Amstrong 1949). Meskipun materi tidak
menentukan dirinya sendiri, tetapi ia juga memiliki kemampuan menentang
kekuatan yang meembentuknya, jadi tidak semata-mata bersifat pasif. Akibatnya
materi tidak pernah berbentuk yang sempurna, terus menerus akan mengalami
perubahan wujud sebagai potensi. Teori aristoteles mengenai wujud dan materi ini
berkaitan dengan konsep potensi dan aktus.

b.      ISLAM
1.      Ilmu Menurut Islam (Ontologis)
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat yang ada
(ultimate reality) baik jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.Didalam
pemahaman ontology ditemukan pandangan-pandangan seperti monoisme yang
menyatakan bahwa hakikat yang asal itu hanya satu.Cabang dari monoisme ini
adalah materialisme yang berpandangan bahwa hakikat yang asal adahal satu
yaitu dari materi, sementara cabang lainnya yaitu idealism yang berpandangan
bahwa segala yang asal itu berasal dari ruh.Pandangan lainnya adalah dualisme
yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari dua unsur yaitu materi dan
ruh, jasmani, dan rohani.[5] Pandangan lainnya adalah pluralisme yang
menyatakan bahwa kenyataan alamini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu
atau dua entitas yaitu unsur tanah, air, api, dan udara. Ada juga faham nihilisme
yang nampaknya frustasi menghadapi realistas.Realistas harus dinyatakan tunggal
dan banyak, terbatas dan takterbatas, dicipta dan tak dicipta, semuanya serta
kontradiksi, sehingga lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realistas.

2.      Ilmu Menurut Islam (Epistemologis)


Epistemologis atau tentang pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan ilmu pengetahuan, pengandai-pengandaian, dasar-dasarnya
serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang
dimiliki.Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal indera dan lain-lain
mempunyai metode tersendiri dalam teori ilmu pengetahuan diantaranya metode
induktif, metode deduktif, metode pisitivisme, metode kontemplatif, dan metode
dialektis.Dengan kemajuan IPTEK saat ini, Gregory Bateson menilai kemajuan
ini cenderung memperbudak manusia akibat dari kesalahan epistemology barat
dan ini harus diluruskan.
Upaya pelurusan kekeliruan Barat dapat dilakukan dengan memanfaatkan
aksiologi.Aksiologi mempunyai banyak definisi, salah satunya yang dikemukakan
oleh Bramel bahwa aksiologi terdiri dari tiga bagian yaitu moral conduct, esthetic
expresission dan sosio-political life.Aksiologi harus membatasi membatasi
kenetralan tanpa batas terhadap ilmu pengetahuan, dalam arti bahwa kenetralan
ilmu pengetahuan hanya sebatas hanya sebatas metafisik keilmuwan, sedangkan
dalam penggunaannya haruslah berlandaskan pada nilai-nilai moral.[6]
3.      Cara Mendapatkan Ilmu (Ontologis dan Epistemologis)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan pengetahuan ialah:
1.      Batasan kajian ilmu : secara ontologis ilmu membatasi pada pengkajian objek
yang berada dalam lingkup manusia tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat
transcendental.
2.      Cara menyusun pengetahuan : untuk mendapatkan pengetahuan menjadi ilmu
diperlukan cara untuk menyusunnya yaitu dengan cara menggunakan metode
ilmiah.
3.      Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologism dan aksiologis ilmu itu
sendiri
4.      Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang
terikat dalam suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses
terjadinya.
5.      Metode ilmiah harus bersifat sistematik dan eksplisit.
6.      Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak tergolong
pada kelompok ilmu tersebut.
7.      Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan kesimpulan
yang bersifat umum dan impersonal
8.      Karateristik yang menonjol kerangka pemikiran teoritas:
a). ilmu eksata : deduktif, rasio, kuantitatif
b). ilmu sosial  : induktif, empiris, kualitatif [7]

4.      Aliran-Aliran Filsafat Islam


1.      Paripatetik
Istilah paripatetik merujuk kepada istilah Aristoteles yang selalu berjalan
mengelilingi muridnya.Beberapa filosof yang dikategorikan dalam aliran ini
adalah Al-Kindi, Alfarabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan Nasruddin Thusi. Ciri khas
aliran ini dari segi metodologis atau epistemologis adalah:
·         Penjelasan filosof paripatetik bersifat sangat diskursif (bahsi) yakni
mengunakan logika formal yang didasarkan pada penalaran akal yang dikenal
juga dengan sebutan silogisme.
·         Mengguunakan konsep ilmu hushuli (perolehan) yakni diketahui secara tidak
langsung melalui perantara.
·         Sangat mengandalkan rasional, sehingga kurang memperhatikan intiutif.
·         Mempercayai Hylomorfisme, yaitu ajaran yang mengatakan bahwa apapun
yang ada di dunia ini terdiri atas dua unsur utama, yakni materi (hyle) dan bentuk
(morfis). Bentuk-bentuk benda bersifat kategoris.
·         Adanya teori emanasi yang membedakan dengan aristotelianisme murni.
·         Dalam teori wujudnya, ibn sina mengatakan wujud adalah yang nyata/real.
[8]
Berkaitan dengan masalah emanasi ini, awalnya Alfarabi kecewa atas buku
metafisika Aristoteles yang tidak banyak membicarakan masalah ketuhanan yang
merupakan tema pokok dalam Islam, begitu juga Ibn Sina merasa kecewa dengan
hal itu.Kemudian Alfarabi menemukan teori emanasi Plotinus, pendiri aliran
neo-platonik.Dan akhirnya Alfarabi dapat menghasilkan teori emanasi yang lebih
cangih di banding Plotinus.Dan kemudian di susul pula dengan teori emansi Ibn
Sina yang lebih cangggih dari teori emanasi Alfarabi.
Kemudian, berkaitan dengan teori hylomorphis Aristoteles, Ibn Sina
mengemukakan bahwa “dunia secara keseluruhan ada bukan karena kebetulan,
tetapi ia diberikan oleh tuhan, ia diperlukan dn keperluan ini diturunkan dari
tuhan”.Inilah prinsip Ibn Sina tentang eksistensi.Dari sudut pandang metafisik,
teori tersebut berupaya melengapi analisis Aristoteles tentang suatu maujud
menjadi dua elemen yang diperlukan, yaitu bentuk dan materi.
Ibn sina mengatakan bahwa bentuk dan materi itu hanya bergantung kepada
tuhan (akal aktif) dan lebih jauh lagi bahwa eksistensi yang tersusun juga tidak
hanya disebabkan oleh bentuk dan materi saja, tetapi harus terdapat “ sesuatu yang
lain “ . akhirnya ia menjelaskan kepada kita bahwa “ segala sesuatu kecuali Allah
yang Esa yang esensi-Nya adalah tunggal dan maujud, memperoleh eksistensinya
dari sesuatu yang lain didalam dirinya sendiri, ia layak untuk mendapatkan 
ketidakadaan yang mutlak. Sekarang ia bukan materi sendiri tanpa bentuknya,
atau bentuk sendiri tanpa materinya yang layak mendapatkan ketidakadaan itu,
tetapi adalah semuanya[9]( bentuk dan materi).

2.      Illuminasi (Isyroqi)
Aliran ini diidrikan oleh Suhrawardi Al-maqtul. Adapun metodologi yang
digunakan adalah:
·         ia mencoba memberikan tempat yang penting bagi metode intuitif / irfani
·         berkaitan dengan pengalaman mistis, maka illuminasi menggunakan
konsep ilmu hudhuri, karena dalam pengertian mistis seperti itu objek penelitian
telah hadir pada diri seseorang sehingga modus pengenalan seperti ini serring
disebut ilmu hudhuri
·         Memiliki konsep Metafisika cahaya, Tuhan adalah cahaya diatas cahaya
(nurul anwar) yang merupakan sumber dari segala cahaya.
·         Benda-benda tidak memiliki definisi kategoris sebagaimana yang dipercayai
kelompok paripatetik, yang membedakan hanyalah intensitas cahaya yang
dimikinya, semakin banyak cahaya semakin tinggi derajatnya contohnya, hewan
dan manusia tidak bisa dibedakan secara kategoris melalui esensinya tetapi
disebabkan kenyataan bahwa manusia memiliki cahaya lebih dibanding hewan.
Jadi bentuk-bentuk benda lebih bersifat relatif (lebih atau kurang).
·         Bagi Suhrawardi essensilah yang real, bukan eksistensi
·         Teori emanasi iluminassionis lebih ekstensif dibanding kaum peripatetik, baik
dari segi istilah, struktur, maupun jumlah akal maupun malaikat-malaikat yang
muncul dalam bagian teori emanasi.[10]
Suhrawardi pernah mengklasifikasi pencari kebanaran kedalam tiga
kelompok :  pertama, mereka yang memiliki pengalaman mistik yang mendalam
tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman secacra
diskursif. Kedua, mereka yang memiliki kecakapan nalar diskursif tetapi tidak
memiliki pengalaman mistis yang cukup mendalam, ketiga mereka yang
disamping memiliki pengalaman mistis yang mendalam dann otentik juga
memiliki kemampuan nalar  dan bahasa diskursif.
3.      Hikmah Muta’aliyah
Aliran ini diwakili oleh Mulla Sadra yang mana ia berhasil menistensiskan
ketiga aliran filsafat sebelumnya, yakni paripatetik, iluminasi dn irfani. Adapun
karakteristik filsafat hikmah ini adalah:
·         Mereka tidak hanya percaya pada akal diskursif tapi juga percaya
pada pengalaman mistik

·         Membicarakan adanya kesatuan antara akal dan ma’qul, karena yang


dipikirkan tidak mungkin secara rasional ada tanpa yang berpikir (Tidak mungkin
ada ma’qul tanpa akal).

·         Memiliki konsep wahdatul wujud, jika Suhrawardi mengatakan yang utama


(prinsipil) adalah essensi/mahiyyah, Mulla Sadra mengatakan yang utama
adalah wujud/ eksistensi. Esensi hanyalah sebatas yang kita pahami/ konsep,
sedangkan wujud sejati adalah eksistensi. sebelum kita meyakini bahwa sesuatu
itu ada, kita harus meyakini terlebih dahulu bahwa ada itu sendiri adalah ada

·         Dalam konsep wahdatul wujudnya, yang membedakan wujud yang satu dengan
yang lain bukanlah kewujudan mereka (eksistensi??) tapi esensi-esensi mereka.
Wujud tuhan dan wujud kerikil tidaklah berbeda dari sudut kewujudan tetapi
berbeda dalam sudut derajat dan gradasi/tasykik.

·         Adanya penemuan teori “perubahan trans-substansial”, yakni perubahan bisa


terjadi bukan hanya pada tingkat aksidental tetapi juga substansial.[11]
Jika selama ini kita percaya bahwa subsatansi hewan telah fixed tidak bisa
berubah menjadi yang lain, ia mengakui bahwa substansi tidaklah begitu fix ia
dapat berubah secara signifikan. Ia juga mengatakan bahwa perubahan substansial
itu terjadi karena bentuk-bentuk material yang selalu berubah-rubah. Sehingga
mula sadra pun dikenal sebagi filosof proses.

C.    LATAR BELAKANG LAHIRNYA FILSAFAT ISLAM


Latar belakang filsafat Islam tidak dapat dipisahkan dari pemikiran
filosofnya yang dipengaruhi oleh para filosof Yunani, karena para filosof Islam
menuntut ilmu kepada filosof Yunani.Berikut adalah sejarah bagaimana terjadinya
kontak antara Filosof Islam dengan Filosof Yunani.
Pada zaman awal perkembangan Islam, sebenarnya kaum muslimin tidak
bermaksud mengutip pemikiran filsafat dari pihak manapun juga. Mereka tidak
menaruh perhatian soal tersebut , bahkan samasekali tidak berniat mengutip ilmu
apapun juga dan tidak pernah memikirkannya. Kalau di kemudian hari ada
sebagaian dai ilmu-ilmu tersebut yang merembes kedalam pemikiran orang-orang
Arab, itu semata-mata karena keharusan yang tak dapat dihindari, karena semakin
eratnya hubungan mereka dengan bangsa-bangsa lain di sekitar negerinya.
Hubungan seperti itu memang sudah terjadi sejak zaman jahiliyah, tetapi masih
terbatas dalam ruang lingkup yang amat sempit. Misalnya, Al-Harits Bin Kaldah
As-Saqofi, belajar ilmu kedokteran pada suatu perguruan di Jundi Sabur, Persia
dan di kenak sebagai dokter Arab
Sebuah riwayat yang berasal dari sa’ad bin abi waqash mengatakan, ketika
ia menderita sakit, Rasul Allah SAW datang menjenguknya saat itu beliau
menyarankan :” Datanglah kepada al-Harits bin kaldah, ia mengetahui tentang
kedokteran”.
Akan tetapi Ilmu pengetahuan yang diperoleh al-Harits dapat ditanggap,
cukup karena ia belum menguasai semua pokok dan cabang ilmu kedokteran
secara ilmiah. Untuk itu memang diperlukan penguasaan Bahasa suryani sebagai
alat untuk dapat mempelajari berbagai buku kedokteran yang telah diterjemahkan
kedalam Bahasa tersebut danbtersebar di Jundi Sabur.Ilmu pengetahuan di bidang
itu pada umumnya di kuasai oleh orang-orang Suryani sendiri.
Mengenai bagaimana proses perpindahan ilmu kedokteran ke Jundi Sabur
dan kenapa buku-buku kedokteran di terjemahkan dari Bahasa Yunani kedalam
bahasa Suryani, baiklah kami ketengahkan kisahnya. Kisah kuno yang menurut
sejarah merupakan keseinambungan dari zaman plato dan aristoteles,  dua orang
Filosofi yunani : yang satu menaruh perhatian besar pada problema matematika
sedangkan yang kedua menaruh perhatian besar kepada masalah alam dan
kedokteran. Kedua-duanya juga mempunyai perguruan filsafat masing –
masing.Pada abad ke-3 SM Hipocrate juga telah mendirikan sebuah perguruan
ilmu kedokteran. Kemudian setelah kota iskandariyah dibangun kota itu menjadi
tempat peradaban Yunani yang lebih banyak bersifat Ilmiah daripada yang
bersifat Filosofis. Dari perguruan tersebut lahir sejumlah ahli pikir besar seperti
Euclide, Galenus, Archimedes, Ptolemaeus dan lain-lainnya lagi, yang telah
berhasil meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan seperti ilmu geometri, ilmu
falak (astronomi) dan ilmu kedokteran. Hingga abad ke-6  kota Iskandariyah tetap
menjadi mercusuar ilmu pengetahuan. Kemudian muncul pula di kota itu para ahli
pikir generasi kedua yang mengatur, menyusun dan mempelajari buku-buku
peninggalan para ahli pikir generasi pertama untuk bahan pengajaran. Dari para
ahli pikir generasi kedua itulah orang-orang Arab  menterjemahkan berbagai
cabang ilmu pengetahuan.
Perguruan Iskandariyah tidak hanya memperhatikan soal-soal ilmu
pengetahuan saja, tetapi juga semua bentuk kebudayaan, baik yang bersifat
keagamaan, pemikiran, filsafat maupun kesusastraan.Mulai abad pertama hingga
abad ke-3 M pembaharuan terhadap pembaharuan terhadap ajaran phytagoras
cenderung ke arah masalah matematika dan moral. Demikian pula ajaran pluto,
direvisi oleh plotinus yang menciptakan Neo Platonisme. Ia lahir dan dibesarkan
di Mesir, memperoleh pendidikan di Iskandariyah dan berbahasa Yunani. Dialah
yang menciptakan ajaran Enneads, yaitu ajaran filsafat yang menjelaskan
terjadinya pelimpahan dari Yang Satu (supreme in material force). Sebagian dari
bukunya diterjemahkan kedalam Bahasa Arab dengan nama Theologia. Teori
“Pelimpahan”nya banyak mempengaruhi para filosof Islam.Muridnya yang
bernama Porhyrius tidak kalah pengaruhnya dalam kehidupan filsafat Islam hal itu
tidak mengherankan karena dialah yang menulis buku isagoge,kata dalam Bahasa
Yunani yang terkenal di kalangan orang-orang Arab sampai Zaman kita
ini.Isagoge bermakna “Pintu masuk” (madkhal), yakni pintu untuk memasuki
pembicaraan tentang teori filsafat Aristoteles.
Demikianlah cuplikan sejarah awal mula para filosof islam mengadakan 
kontak dengan para filosof Yunani, yang merupakan latar belakang lahirnya
Filsafat Islam.
Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia
agar menggunakan akal pikiran untuk memikirkan tentang segala sesuatu yang
diciptakan-Nya.Allah SWT berfirman.[12]
(٢١٩) َ‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَفَ َّكرُون‬
ِ ‫ك يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ُم اآليَا‬
َ ِ‫… َك َذل‬
…Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu
berpikir. (QS al-Baqarah (2):219

FILSUF MUSLIM
1.      AL-KINDI          
Al-Kindi menpunyai nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq al- Kindi. Ia
berasal dari keluarga bangsawan Arab dari Kindah di Arabia Selatan, dialah satu
satunya filsuf islam yang berasal dari keturunan Arab, dan karenanya ia disebut
Failasauf al-A’rab (Filsuf Orang Arab). Ia bukan hanya seorang filsuf, tetapi ia
juga seorang ilmuwan yang menguasai ilmu-ilmu pengetahuan lain yang ada pada
zamannya. Hal ini di buktikan dengan buku buku yang ditinggalkannya seperti
matematika, geometri, astronomi, farmakologi, ilmu jiwa, dan lain sebagainya.
Hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran filsafatnya adalah sebagai berikut:
a)      Filsafat tentang Alam
Alam bagi al-kindi bukan kekal di zaman lampau (qadim), tetapi meempunyai
permulaan. Karena itu, ia lebih dekat dengan hal ini pada filsafat platinus yang
mengatakan yang maha satu adalah sumber dari alamini dan sumber dari segala
yang ada. Alam ini adalah alam emanasi dari yang maha satu tetapi paham
emanasi ini kelihatannyatidak jelas dalam filsafat al-Kindi
b)     Hubungan Filsafat dan Agama
Menurut al-Kindi, bahwaa anrtara filsafat dan agama tidak ada pertentangan, ilmu
tauhid Atau teologi adalah cabang termulia dari filsafat.Filsafat membahas tentang
kebenaran atau hakikat sesuatu.kalau ada hakikat-hakikat meski ada hakikat yang
pertama (Al-haqq al- Awwal).Hakikat yang pertama itu adalah tuhan. Dengan
demikian, pemikiran filsafat sejalan dengan agama yang juga membicarakan
tentang tuhan
c)      Falsafah tentang Jiwa
Menurut al-Kindi, bahwa jiwa manusia mempunyai tiga daya yaitu daya bernafsu
yang berpusat di perut, daya berani yang berpusat di dada, dan daya berpikir yang
berpusat di kepala.Daya berpikir inilah yang selanjutnya disebut akal. Dalam
pemikirannya ini, aal-kindi banyak dipengaruhu oleh Aristoteles, Platon dan
Plotinus[13]
2.      IBNU BAJJAH
Ibnu Bajjah adalah seorang filosof muslim yang pertama dan utama dalam
sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ibnu Yahya
Ibnu Al-Sha’igh, yang lebih terkenal dengan nama ibnu bajjah. Menurut beberapa
literatur, Ibnu Bajjah bukan hanya seorang filosof, tetapi ia juga seorang saintis
yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran,
astronomi, fisika, musikus, dan matematika.
Beliau juga membuat beberapa karya tulis yang terpenting dalam bidang
filsafat yaitu:
1.      Kitab tadbir al- mutawwahid, ini adalah kitab yang paling popular  dan panting
dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-
usaha individu menjauhan diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam
masyarakat negara yang disebutnya sebagai insan muwahhid (manusia
penyiendiri).
2.      Risalat al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia,
alam, dan kedokteran.
3.      Risalat al-ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan
akal Fa’al.
4.      Kitab al-Nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.[14]

Berikut adalah pemikiran filsafat dari Ibnu Bajjah


a)      Akal
Ibnu Bajjah menempatkan akal dalam posisiyang sangat penting, dengan
perantataraan akal, manusia dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk dalam
mencapai kebahagiaan dan masalah Ilahiyat, Akal, menurut Ibnu Bajjah terdiri
dari dua jenis.
a.       Akal teoritis
Akal ini diperoleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang konkret
atau abstrak
b.      Akal praktis
Akal ini diperoleh melalui penyelidikan (eksperimen) sehingga menemukan ilmu
pengetauhan

b)     Jiwa
Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai satu jiwa.Jiwa
ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi
manusia, jiwa digerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat
rohaniah. Alat-alat jasmaniah diantaranya ada berupa buatan dan ada pula yang
berupa alamiah, seperti kaki dan tangan.Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat
buatan, yang disebut juga oleh Ibnu Bajjah dengan pendorong naluri atau roh
insting.Ia terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.[15]
c)      Akhlak
Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan
manusiawi.Perbuatan hewani didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi
kebutuha-kebutuhan dan keinginan hawa nafsu, sementara itu perbuatan
manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan
kemauan yang bersih lagi luhur.[16]

3.      AL-FARABI
Al-Farabi bernama lengkap Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Tarkhan Ibn Uzlagh al- Farabi.Di masa kecilnya al-farabi belajar tentang agama,
Bahasa Arab, Turki, dan Persia. Sewaktu muda ia tinggal di Baghdad yang
merupakan pusat ilmu pengetahuan dan filsafat. Di sana ia  belajar filsafat, logika,
matematika, metafisika, etika, ilmu politik, music, dan lain sebagainya. Al-Farabi
pun menulis sejumlah buku antara lain berkaitan dengan logika , ilmu politik,
etika, fisika, ilmu jiwa, metafisika dan lain sebagainya. Selain al-Kindi al-Farabi
pun mempunyai gelar yaitu al-Muallim al-Tsani (Guru Kedua).Adapun guru
pertamanya adalah Aristoteles. Di dunia Latin ia di kenal dengan nama
Alpharabius.[17]
Hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran filsafatnya adalah sebagai berikut:
a)      Jiwa
jiwa adalah jauhar rohani sebagai form dari jasad. Kesatuan keduanya merupakan
kesatuan secara accident, artinya masing-masing keduanya mempunyai substansi
yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasa bagi jiwa.Jiwa manusia
berasal dari ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, berupa,
berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan tatkala jasad siap menerimanya[18]

b)     Rekonsiliasi Al-Farabi
Al-Farabi telah berhasil merekonsiliasi beberapa ajaran filsafat sebelumnya,
seprti Plato dan Aristoteles dan juga antara agama dan filsafat. Oleh karena itu, ia
dikenal sebagai filosof sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Al-Farabi
=berkeyakinan bahwa aliran filsafat yang bermacam-macam itu hakikatnya hanya
satu, karena tujuan filsafat ialah memikirkan kebenaran, sedangkan kebenaran itu
hanya satu macam dan serupa pada hakikatnya. Jutru itu semua aliran filsafat pada
prinsipnya tidak ada perbedaan kalau pun beda hanya pada lahirnya[19].

D.    POKOK-POKOK MASALAH YANG DI BAHAS DALAM FILSAFAT


ISLAM
Di antara persoalan yang dibahas oleh para filsuf Islam adalah soal akal,
wahyu, politik, penciptaan alam, akhlak, teologi, hukum islam, dan tasawuf.
Berbagai masalah tersebut termasuk hal-hal yang penting dalam kajian akademik
dan kehidupan manusia. Dalam hal ini akan dibahas masalah tentang akal dan
wahyu, timbulnya yang banyak dari yang Mahasatu (Tuhan) atau kejadian alam,
soal roh, dan kelanjutan hidup sesudah roh terlepas dari badan.

1.      HUBUNGAN FILSAFAT (AKAL) DAN AGAMA


Hubungan filsafat dan agama merupakan hubungan yang sangat erat
kaitannya.Filsafat dan agama safawi tidak bisa bertentangan.Dalam kajiannya
filsafat membahas tentang kebenaran dan wahyu membawa informasi tentang
kebenaran.Keduanya sama-sama membahas tentang kebenaran.Selanjutnya agama
disamping wahyu juga menggunakan akal, filsafat juga memakai akal.Filsafat
yang paling tinggi adalah filsafat yang membahas al-haqq al-awwal. Membahas
soal Tuhan diwajibkan dalam islam. Oleh karena itu mempelajari filsafat dalam
islam tidak dilarang.[20]
Al-Farabi berpendapat bahwa filsafat dapat mengganggu keyakinan orang
awam. Oleh karena itu, ia menyarankan agar filsafat tidak dibocorkan dan tidak
disampaikan kepada orang awam. Para filsuf seharusnya menulis pemikiran
filsafatnya dalam bahasa dan gaya yang tidak jelas, agar kalau jatuh ke tangan
awam, mereka tidak dapat memahaminya sehingga tidak mengancam keyakinan
mereka.[21]
Sedangkan Ibn Rusyd menjelaskan hubungan filsafat dan wahyu
mengatakan, bahwa filsafat ialah tidak lain dari berpikir tentang wujud untuk
mengatahui semua yang ada ini. Al-Quran sebagaimana dapat dilihat dari ayat-
ayat yang mengandung kata-kata afalaa yandzurun (mengapa mereka tidak
memperhatikan/berpikir), afalla yatadabbarun (mengapa mereka tidak
merenungkan), laayatin li ulil al-bab (sebagai tanda bagi orang-orang yang
berpikir, dan sebagainya, menyuruh agar manusia berpikir tentang wujud  dan
alam sekitarnya untuk mengetahui Tuhan. Dengan demikian.Tuhan sebenarnya
menyuruh manusia agar berfilsafat. Oleh karena itu, ia berpendapat, bahwa
berfilsafat hukumnya wajib, atau sekurang-kurangnya sunah. Selanjutnya Ibn
Rusyd menambahkan jika pendapat akal bertentangan dengan wahyu maka teks
wahyu harus diberi interpretasi sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan pendapat
akal. Menurutnya, bahwa ayat-ayat Al-Qur’an disamping mengandung arti lahir,
juga megandung arti batin. Umpamanya surga, dalam arti lahir, berbentuk
jasmani.Adapun dalam arti batin, yang dimaksud surga ialah kesenangan spiritual
atau intelektual.[22]

2.      TENTANG KEJADIAN ALAM (TIMBULNYA YANG BANYAK DARI


YANG MAHASATU)
Dalam membahas Tuhan, para filsuf itu ingin menjelaskan keesaan mutlak
Tuhan.Menurut al-Kindi, misalnya bahwa Tuhan adalah unik, tidakmengandung
arti juz’i (particular) dan tidak pula mengandung arti kulli (universal).Ia adalah
semata-mata satu. Hanya ialah yang satu, selain-Nya mengandung arti banyak.
Untuk menjauhkan Tuhan dari arti banyak al-Farabi sebagaimana Plotinus
berpendapat, bahwa alam ini memancar dari Tuhan dengan melalui akal-akal yang
jumlahnya sepuluh.Antara alam materi dan Tuhan terdapat pengantara.Tuhan
berpikir tentang diri-Nya dan dari pemikiran ini timbullah tama.Akal pertaman
berpikir tentang Tuhan, dan dari prmikiran ini tibullah akal kedua. Akal kedua ini
berpikir tentang Tuhan, dna timbullah akal ketiga denhgan demikian seterusnya
sehingga terwujud akal kesepuluh.
Akal pertama selanjutnya berpikir tentang dirinya dan dari pemikiran
kedua inilah timbul langit pertama. Akal-akal lainnya juga berpikir tentang
dirinya masing-masing, dan dari pemikiran ini timbullah bintang-bintang,
Saturnus, Jupiter, Mars, Matahari, Venus, Mercurius, bulan, dan bumi serta semua
yang ada di dalamnya. Dengan demiian Tuhan Yang Maha Esa tidak mempunyai
hubungan langsung malahan jauh dari alam materi yang mengandung arti banyak
ini.Demikianlah pendapat al-Farabi.
Ibn Sina mempunyai filsafat emanasi yang sama dengan al-Farabi. Bagi
Ibn Sina akal-akal itu ialah malaikat, dan Akal Kesepuluh yang mengatur Bumi
adalah Jibril.Menurut mereka kejadian alam adalah kejadian dalam bentuk
pancaran yang tidak mempunyai permulaan waktu.Dapat dipahami bahwa materi
asal yang menjadi dasar alam bagi mereka bersifatqodim, dalam arti tidak
mempunyai permulaan dalam waktu.[23]

3.      TENTANG ROH DAN KELANGSUNGAN HIDUP


Menurut al-Kindi, bahwa roh bersifat sederhana, substansinya berasal dari
substansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya
dengan matahari. Roh adalah lain dari badan, dan mempunyai wujud tersendiri.
Dengan perantara rohlah manusia memperoleh pengetahuan pancaindra dan
pengetahuan akal. Pengetahuan pancaindra hanya mengenai yang lahir saja dan
dalam hal ini manusia dan binatang sama. Pengetahuan akal[24]menggambarkan
hakikat, dan hanya dapat diperoleh manusia, dengan syarat ia harus melepaskan
dirinya terlebih dahulu dari sifat kebinatangan yang terdapat dalam tubuhnya.
Jika roh telah meninggalkan keinginan badan, bersih dari segala noda
kematerian dan senantiasa berpikir tentang hakikat wujud, ia akan menjadi suci
dan ketika itu dapatlah ia menangkap gambaran segala hakikat. Adapun fungsi roh
tak ubahnya seperti cermin yang dapat menangkap gambaran dari benda-benda
yang ada di depannya.Karena roh adalah cahaya dari Tuhan, roh dapat menangkap
ilmu-ilmu yang ada pada Tuhan. Tetapi kalau roh kotor, maka sebagai cermin
yang kotor, ia tak dapat menerima pengetahuan yang dipancarkaan Tuhan itu.
Keberadaan roh bersifat kekal dan tidak akan hancur dnegan hancurnya
bdan. Ia tidak hancur karena substansinya berasal dari sbstansi Tuhan. Selama roh
berada dalam badan, ia tidak memperoleh kesenangan dan pengetahuan yang
sebenarnya. Kesennagan ini hanya diperoleh setelah roh bercerai dengan badan.
Setelah terlepas dari ikatan badan, roh akan pergi ke Alam al-Haqq (dunia
kebenaran) atau Alam Al’Aql (Alam akal) di atas bintang-bintang di dalam
lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapapt melihat Tuhan.
Disinilah terletak kesenangan abadi dari roh.
Gambaran tentang pembagian roh secara lebih terang dan lebih baik ke
dalm beberapa bagian tentang daya yang ada padanya, diberikan oleh Ibn Sina
sebagai berikut:
a.       Roh tumbuh-tumuhan yang memiliki daya makan (al-ghaziyah), tumbuh (al-
munmiyah), dan berkembang (al-muwalidah).
b.      Roh binatang (al-hayawanat) yang memiliki daya gerak (al-muharrikah), dan
menangkap yang terbagi dua, yaitu:
a.       Indra bersama (al-hiss al-musyatarak) yang menerima segala apa yang
ditangkap oleh pancaindra.
b.      Representasi (al-khayal) yang menyimpan segala apa yang diterima indra
bersama.
c.       Imajinasi (al-mutakhayyilah) yang mengusun apa yang tersimpan dalam
representasi.
d.      Estimasi (al-wahmiyah) yang dapat menangkap hal-hal yang abstrak yang
terlepas dari materinya, umpamnaya keharusan lari bagi kambing yang melihat
serigala; dan
e.       Rekoleksi (al-hafidzah) yang menyimpan hal-hal abstrak yang disusun oleh
estimasi.
c.       Roh manusia dengan dua daya, yaitu:
a.       Praktis (al-alamiah) yang hubungannya dengan badan dan materi; dna
b.      Teoritis (al-alamiah atau al –nadzariyah) yang hubungannya dengan hal-hal
yang abstrak.
d.      Daya ini mempunyai tingkatan-tingkatan:
a.       Akal materiil (al-‘aqal al-hayulaniy) yang baru mempunyai potensialitas untuk
berpikir dan belum dilatih walaupun sedikit;
b.      Intellectus in habitu (al-‘aql bi al-malakah) yang telah mulai dilatih untuk
berpikirtentang hal-hal yang abstrak;
c.       Akal actual (al-‘aql bi al-fi’l) yang telah dapat berpikir tentang hal-hal abstrak;
dan
d.      Acquired intellect (al-mustafad) yang telah sanggup berpiir tentang hal-hal
abstrak dengan tak perlu lagi pada adanya upaya.[25]
Akal dalam tingkatan ini telah dilatih begitu rupa sheingga hal-hal ynag abstrak
selamanya terdapat di dalamnya; akal dalam tingkatan inilah yang dapat
menerima limpahan ilmu pengetahuan dari akal-akal (al-aql al-Fa’al) yang berada
diluar diri manusia.[26]
Selanjutnya Ibn Sina menambahkan, bahwa sifat seseorang amat
bergantung pada roh mana dari ketiga bagian tersebut yang berpengaruh pada
dirinya.Jika roh tumbuh-tumbuhan dan roh binatang yang berkuasa pada dirinya,
maka orang itu dekat menyerupai binatang.Tetapi jika roh manusia yang
berpengaruh, maka orang itu dekat menyerupai malekat dan dekat pada
kesempurnaan.[27]

E.     MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT PARA FILOSOF ISLAM DAN


MANFAATNYA BAGI KEHIDUPAN

Sikap terbuka dan toleransi sangat diperlukan dalam menyikapi perbedaan


pendapat para ahli filsafat mengenai filsafat Islam agar masing-masing
diantaranya tidak merasa yang paling benar.Karena kebenaran itu hanya milik
Allah.Para ulama yang menyampaikan pendapatnya masih memposisikan
pendapat mereka di bawah Al-Qur’an.Hal ini membuat perbedaan tidak menjadi
suatu masalah untuk perpecahan.Meskipun mereka memiliki pendapat yang
berbeda, lantas tidak membuat kita tidak memahami dan menyikapi perbedaan
secara Islami.Bahkan pendapat mereka bersifat relativitas atau fleksibel yang
tergantung dengan situasi dan kondisi pada waktu itu.Sikap ini perlu kita teladani
dalam menjalani kehidupan agar perbedaan menjadikan kita menjadi lebih dekat
dan mawas diri.

Manfaat
1.      Filsafat akan mengajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi
dimensi
Ilmu ini akan membantu kita untuk menilai dan memahami segala sesuatu tidak
hanya dari permukaannya saja, dan tidak hanya dari sesuatu yang terlihat oleh
mata saja, tapi jauh lebih dalam dan lebih luas.

2.      Filsafat mengajarkan kepada kita untuk mengerti tentang diri sendiri


dandunia 
Manfaat belajar filsafat akan membantu memahami diri dan sekeliling dengan
pertanyaan-pertanyaan mendasar.
3.      Filsafat mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena
yang berkembang
Hal ini akan membuat kita tidak begitu saja menerima segala sesuatu tanpa
terlebih dahulu mengetahui maksud dari pemberian yang kita terima.
4.      Filsafat dapat mengasah kemampuan kita dalam melakukan penalaran
Penalaran ini akan membedakan argumen, menyampaikan pendapat baik lisan
maupun tertulis, melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang lebih luas dan
berbeda.
5.      Belajar dari para filsuf lewat karya-karya besar mereka
Kita akan semakin tahu betapa besarnya filsafat dalam mempengaruhi
perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, karya seni, pemerintahan,
serta bidang-bidang yang lain.
6.      Filsafat akan membuka cakrawala berpikir yang baru
Ide-ide yang lebih kreatif dalam memecahkan setiap persoalan, lewat penalaran
secara logis, tindakan dan pemikiran yang koheren, juga penilaian argumen dan
asumsi secara kritis.
7.      Filsafat membantu kita untuk dapat berpikir dengan lebih rasional
Membangun cara berpikir yang luas dan mendalam, dengan integral dan koheren,
serta dengan sistematis, metodis, kritis, analitis, dan logis
8.      Filsafat membantu menjadi diri sendiri 
Lewat cara berpikir yang sistematis, holistik dan radikal yang diajarkan tanpa
terpengaruh oleh pendapat dan pandangan umum.
9.      Filsafat dapat membangun semangat toleransi 
Menjaga keharmonisan hidup di tengah perbedaan pandangan atau pluralitas.[28]
BAB III

PENUTUP
1.      Kesimpulan
Filsafat Islam artinya berpikir dengan bebas dan radikal namun tetap berada
pada makna, yang mempunyai sifat, corak, serta karakter yang menyelamatkaan
dan memberi kedamaian hati yang tetap berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-
Sunah.Perbedaan filsafat Islam dengan filsafat Barat adalah filsafat Barat
memiliki paham sekularisme yang memisahkan antara agama dengan filsafat
sedangankan filsafat Islam bersifat universal namun berlandaskan agama.
Latar belakang lahirnya filsafat islam adalah karena pada abad ke 16 umat
islam menjalankan ibadah hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Tokoh-tokoh
dalam filsafat Islam diantaranya, al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Bajjah.Pokok-pkok
masalah yang dibahas dalam filsafat Islam adalah hubungan filsafat (akal) dan
agama, tentang kejadian alam, dan tentang roh serta kelangsungan hidup.
Cara menyikapi perbedaan pendapat para filosof mengenai filsafat islam
adalah dengan cara sikap terbuka dan toleransi. Dengan mempelajari filsafat islam
kita dapat melihat segala sesuatu tidak hanya di permukaannya saja tetapi lebih
jauh dalam dan luas. Selain itu manfaat mempelajai filsafat membuat kita
memahami diri dan sekeliling dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.Filsafat
mengasah pikiran untuk lebih kritis.Hal ini membuat kita tidak begitu saja
menerima sesuatu tanpa mengetahui maksudnya.

2.      Saran
Diharapkan perkembangan ilmu yang pesat di zaman modern ini tidak luput
dari nilai-nilai agama dan agama dapat dijadikan arah dalam menentukan
perkembangan ilmu selanjutnya.Tanpa adanya bimbingan terhadap ilmu
dikhawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi tidak semakin menyejahterakan
manusia, tetapi justru merusak bahkan menghancurkan kehidupan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Zaprulkhan.2014. Filsafat Islam SebuahKajianTematik.


Jakarta:PT.RAJAGRAFINDO PERSADA
Hakim, Atang Abdul.Desember 2008.FIlsafat Umum Dari Mitologi Sampai
Teofilosofi. Jakarta:CV.PUSTAKA SETIA
Siswanto, Joko. 1998. Sistem-Sistem Metafisika Barat : dari Aristoteles sampai
Derid. Surakarta: CV.PUSTAKA PELAJAR
Russel, Bertrand. 2015. Sejarah Filsafat Barat. Surakarta: CV.PUSTAKA
PELAJAR
Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam.
Jakarta: PT.LENTERA HATI
Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA
Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS
Amsal Bakhtiar, Tema-Tema Filsafat Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006,
cet.I
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II (Jakarta: UI
Press, 1978)
Ahmad Fuad Al-Bawain, 2008. Filsafat Islam, 2008. Jakarta: Pustaka Firdaus

[1]Zaprulkhan.2014. Filsafat Islam Sebuah KajianTematik. Jakarta:PT


Raja Grafindo Persada
(Hlm.3)
[2]Zaprulkhan.2014. Filsafat Islam Sebuah KajianTematik. Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada
(Hlm.5)
[3] Russel, Bertrand. 2015. Sejarah Filsafat Barat. Surakarta:
CV.PUSTAKA PELAJAR (hlm.1085)
[4]  Siswanto, Joko. 1998. Sistem-Sistem Metafisika Barat : dari
Aristoteles sampai Derid.
Surakarta: CV.Pustaka Pelajar (hlm.10-14)
[5]Hakim, Atang Abdul.Desember 2008.FIlsafat Umum Dari Mitologi
Sampai Teofilosofi.
Jakarta:CV.PUSTAKA SETIA (hlm.435)
[6]Hakim, Atang Abdul.Desember 2008.FIlsafat Umum Dari Mitologi
Sampai Teofilosofi.
Jakarta:CV.PUSTAKA SETIA (hlm.451)
[7]Hakim, Atang Abdul.Desember 2008.FIlsafat Umum Dari Mitologi
Sampai Teofilosofi.
Jakarta:CV.PUSTAKA SETIA (hlm.463)
[8] Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar
Filsafat Islam. Jakarta:
PT.LENTERA HATI (hlm.25-26)
[9] Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar
Filsafat Islam. Jakarta:
PT.LENTERA HATI (hlm.28)
[10] Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar
Filsafat Islam. Jakarta:
PT.LENTERA HATI (hlm.44-46)
[11] Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar
Filsafat Islam. Jakarta:
PT.LENTERA HATI (hlm.49-50)
[12] Ahmad Fuad Al-Bawain, 2008. Filsafat Islam, 2008. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
[13]Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA
(hlm. 293-294)

[14]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.186-


187)

[15]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.194-


195)
[16]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.197)
[17] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA
(hlm.295)
[18]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.87)
[19]Zar Sirajuddin.Filsafat Islam. Jakarta: RAJAWALI PERS (hlm.68)
[20] Amsal Bakhtiar, Tema-Tema Filsafat Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press,
2006, cet I, hlm. 120-121
[21] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA
hlm.304
[22] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA
hlm. 304

[23] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA


hlm. 305

[24] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA


hlm. 306
[25] Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA
hlm. 307
[26] Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II(Jakarta: UI
Press, 1978), hlm. 46-63
[27]Natta Abuddin, 2011. Studi Islam Komprehensif, Jakarta:KENCANA
hlm. 308
[28]Ana, Chy. 2015. "20 Manfaat Belajar Filsafat Bagi
Kehidupan." http://manfaat.co.id/20-manfaat-belajar-filsafat-bagi-kehidupan (diak
ses tanggal 19 maret 2016)

Anda mungkin juga menyukai