MAKALAH
Disusun Oleh :
MOJOKERTO 2021
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pancasila dengan judul : “filsafat islam”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselasaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengelaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengaharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I..................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................................................1
BAB II.................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN....................................................................................................................................2
A. PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT ISLAM........................................................................2
B. PERBEDAAN FILSAFAT ISLAM DENGAN FILSAFAT BARAT.......................................................2
C. LATAR BELAKANG LAHIRNYA FILSAFAT ISLAM.......................................................................7
D. POKOK-POKOK MASALAH YANG DI BAHAS DALAM FILSAFAT ISLAM...................................11
E. MENYIKAPI PERBEDAAN PENDAPAT PARA FILOSOF ISLAM DAN MANFAATNYA BAGI
KEHIDUPAN..................................................................................................................................14
BAB III.............................................................................................................................................16
PENUTUP.........................................................................................................................................16
1. Kesimpulan..........................................................................................................................16
2. Saran....................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
5. Bagaimanakah cara menyikapi perbedaan para filosof Islam, dan apa saja manfaatnya bagi
kehidupan?
C. Tujuan
1
3. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya filsafat Islam dan tokoh-tokohnya.
5. Untuk mengetahui cara menyikapi perbedaan para filosof Islam dan manfaatnya bagi
kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat Islam merupakan gabungan dari dua kata, yaitu filsafat dan Islam.Jadi filsafat
Islam, Islamic philosophy, pada hakikatnya adalah filsafat yang bercorak islami.Islam
menempati posisi sebagai sifat, corak, dan karakter dari filsafat.Filsafat Islam bukan filsafat
tentang Islam, bukan the philosophy of Islam.Filsafat Islam artinya berpikir dengan bebas
dan radikal namun tetap berada pada makna, yang mempunyai sifat, corak, serta karakter
yang menyelamatkaan dan memberi kedamaian hati.[2]
a. Filsafat Barat
2
Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai “sophis”
(“yang bijaksana dan berpengetahuan”), Socrates lebih berminat pada masalah manusia dan
tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan yang ada dibalik alam
raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian,
Socrates “menurunkan filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota,
memperkenalkannya ke rumah-rumah”. Karena itu dia didakwa “memperkenalkan dewa-
dewi baru, dan merusak kaum muda” dan dibawa ke pengadilan kota Athena. Dengan
mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat
menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun setia pada hati
nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk mengakhiri
hidupnya.
2. Plato (428-348 sM)
Bagi Plato, filsafat adalah semacam visi, yakni visi tentang kebenaran. Visi ini tidak
semata-mata bersifat intelektual, tidak juga bersifat kebijaksanaan. “Cinta intelektual
terhadap Tuhan” dalam filsafat Spinoza sama dengan persatuan erat antara pikir dan rasa.
Barangsiapa yang pernah mengerjakan karya kreatif tertentu, pasti pernah mengalaminya
dengan taraf yang berbeda-beda, suatu suasana batin dimana setelah lama berupaya keras,
tiba-tiba kebenaran atau keindahan muncul atau seolah-olah muncul dengan keagungan
yang tak terduga.
Pengalaman ini mungkin hanya menyangkut masalah kecil saja, mungkin pula
menyangkut masalah alam semesta.Untuk sesaat pengalaman itu amatlah meyakinkan,
keraguan mungkin timbul belakangan.Tetapi untuk sesaat itu yang tampil adalah kepastian
yang begitu tegas. Menurut Plato, sebagian besar karya kreatif yang terbaik dalam bidang
seni, ilmu pengetahuan, sastra & filsafat adalah hasil pengalaman demikian.[3]
Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang
menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita.
Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang
sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh
pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang
3
membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong
sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada ide
bawaan.
3. Aristoteles (384-322 sM)
Dalam filsafat paripatetik, dikenal suatu teori yang dinamakan dengan “hylomorpise”
yang mana teori tersebut merujuk kepada Aristoteles, yaitu ajaran yang mengatakan bahwa
apapun yang ada di dunia ini terdiri atas dua unsur utama, yakni materi (hyle) dan bentuk
(morfis). Pembicaraan metafisika Aristoteles mengenai soal materi dan wujud ini lebih tepat
dimulai dengan doktrin Aristoteles tentang Universalia.Sedangkan jalan untuk memahami
universalia kita harus terlebih dahulu memehami doktrin akal biasa (common sense).[4]
Wujud dan materi tidak dapat dipisahkan. Materi dalam bahasa Yunani
disebut hule dapat disebut bahan yang masih berada dalam proses atau produk (Edel 1982).
Materi dikatakan juga sebagi unsur kemungkinan dan perubahan yang paling sederhana
yang terdapat dalam suatu hal.Sedangkan wujud (morphe) bersifat tetap, permanen, dan
dikenal (Amstrong 1949). Meskipun materi tidak menentukan dirinya sendiri, tetapi ia juga
memiliki kemampuan menentang kekuatan yang meembentuknya, jadi tidak semata-mata
bersifat pasif. Akibatnya materi tidak pernah berbentuk yang sempurna, terus menerus akan
mengalami perubahan wujud sebagai potensi. Teori aristoteles mengenai wujud dan materi
ini berkaitan dengan konsep potensi dan aktus.
b. ISLAM
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat yang ada (ultimate
reality) baik jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.Didalam pemahaman ontology
ditemukan pandangan-pandangan seperti monoisme yang menyatakan bahwa hakikat yang
asal itu hanya satu.Cabang dari monoisme ini adalah materialisme yang berpandangan
bahwa hakikat yang asal adahal satu yaitu dari materi, sementara cabang lainnya yaitu
idealism yang berpandangan bahwa segala yang asal itu berasal dari ruh.Pandangan lainnya
adalah dualisme yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari dua unsur yaitu materi
dan ruh, jasmani, dan rohani.[5] Pandangan lainnya adalah pluralisme yang menyatakan
bahwa kenyataan alamini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas yaitu
unsur tanah, air, api, dan udara. Ada juga faham nihilisme yang nampaknya frustasi
menghadapi realistas.Realistas harus dinyatakan tunggal dan banyak, terbatas dan
takterbatas, dicipta dan tak dicipta, semuanya serta kontradiksi, sehingga lebih baik tidak
menyatakan apa-apa tentang realistas.
4
2. Ilmu Menurut Islam (Epistemologis)
Epistemologis atau tentang pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan ilmu pengetahuan, pengandai-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.Pengetahuan
yang diperoleh manusia melalui akal indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri
dalam teori ilmu pengetahuan diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode
pisitivisme, metode kontemplatif, dan metode dialektis.Dengan kemajuan IPTEK saat ini,
Gregory Bateson menilai kemajuan ini cenderung memperbudak manusia akibat dari
kesalahan epistemology barat dan ini harus diluruskan.
1. Batasan kajian ilmu : secara ontologis ilmu membatasi pada pengkajian objek yang berada
dalam lingkup manusia tidak dapat mengkaji daerah yang bersifat transcendental.
3. Diperlukan landasan yang sesuai dengan ontologism dan aksiologis ilmu itu sendiri
4. Penjelasan diarahkan pada deskripsi mengenai hubungan berbagai faktor yang terikat dalam
suatu konstelasi penyebab timbulnya suatu gejala dan proses terjadinya.
6. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak tergolong pada
kelompok ilmu tersebut.
7. Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai alam dan menjadikan kesimpulan yang bersifat
umum dan impersonal
5
4. Aliran-Aliran Filsafat Islam
1. Paripatetik
Istilah paripatetik merujuk kepada istilah Aristoteles yang selalu berjalan mengelilingi
muridnya.Beberapa filosof yang dikategorikan dalam aliran ini adalah Al-Kindi, Alfarabi, Ibn
Sina, Ibn Rusyd dan Nasruddin Thusi. Ciri khas aliran ini dari segi metodologis atau
epistemologis adalah:
Penjelasan filosof paripatetik bersifat sangat diskursif (bahsi) yakni mengunakan logika
formal yang didasarkan pada penalaran akal yang dikenal juga dengan sebutan silogisme.
Berkaitan dengan masalah emanasi ini, awalnya Alfarabi kecewa atas buku metafisika
Aristoteles yang tidak banyak membicarakan masalah ketuhanan yang merupakan tema
pokok dalam Islam, begitu juga Ibn Sina merasa kecewa dengan hal itu.Kemudian Alfarabi
menemukan teori emanasi Plotinus, pendiri aliran neo-platonik.Dan akhirnya Alfarabi dapat
menghasilkan teori emanasi yang lebih cangih di banding Plotinus.Dan kemudian di susul
pula dengan teori emansi Ibn Sina yang lebih cangggih dari teori emanasi Alfarabi.
6
2. Illuminasi (Isyroqi)
Aliran ini diidrikan oleh Suhrawardi Al-maqtul. Adapun metodologi yang digunakan
adalah:
Memiliki konsep Metafisika cahaya, Tuhan adalah cahaya diatas cahaya (nurul anwar) yang
merupakan sumber dari segala cahaya.
3. Hikmah Muta’aliyah
Aliran ini diwakili oleh Mulla Sadra yang mana ia berhasil menistensiskan ketiga aliran
filsafat sebelumnya, yakni paripatetik, iluminasi dn irfani. Adapun karakteristik filsafat
hikmah ini adalah:
Mereka tidak hanya percaya pada akal diskursif tapi juga percaya pada pengalaman mistik
Memiliki konsep wahdatul wujud, jika Suhrawardi mengatakan yang utama (prinsipil)
adalah essensi/mahiyyah, Mulla Sadra mengatakan yang utama adalah wujud/
eksistensi. Esensi hanyalah sebatas yang kita pahami/ konsep, sedangkan wujud sejati
7
adalah eksistensi. sebelum kita meyakini bahwa sesuatu itu ada, kita harus meyakini terlebih
dahulu bahwa ada itu sendiri adalah ada
Dalam konsep wahdatul wujudnya, yang membedakan wujud yang satu dengan yang lain
bukanlah kewujudan mereka (eksistensi??) tapi esensi-esensi mereka. Wujud tuhan dan
wujud kerikil tidaklah berbeda dari sudut kewujudan tetapi berbeda dalam sudut derajat
dan gradasi/tasykik.
Latar belakang filsafat Islam tidak dapat dipisahkan dari pemikiran filosofnya yang
dipengaruhi oleh para filosof Yunani, karena para filosof Islam menuntut ilmu kepada filosof
Yunani.Berikut adalah sejarah bagaimana terjadinya kontak antara Filosof Islam dengan
Filosof Yunani.
Pada zaman awal perkembangan Islam, sebenarnya kaum muslimin tidak bermaksud
mengutip pemikiran filsafat dari pihak manapun juga. Mereka tidak menaruh perhatian soal
tersebut , bahkan samasekali tidak berniat mengutip ilmu apapun juga dan tidak pernah
memikirkannya. Kalau di kemudian hari ada sebagaian dai ilmu-ilmu tersebut yang
merembes kedalam pemikiran orang-orang Arab, itu semata-mata karena keharusan yang
tak dapat dihindari, karena semakin eratnya hubungan mereka dengan bangsa-bangsa lain
di sekitar negerinya. Hubungan seperti itu memang sudah terjadi sejak zaman jahiliyah,
tetapi masih terbatas dalam ruang lingkup yang amat sempit. Misalnya, Al-Harits Bin Kaldah
As-Saqofi, belajar ilmu kedokteran pada suatu perguruan di Jundi Sabur, Persia dan di kenak
sebagai dokter Arab
Sebuah riwayat yang berasal dari sa’ad bin abi waqash mengatakan, ketika ia
menderita sakit, Rasul Allah SAW datang menjenguknya saat itu beliau menyarankan :”
Datanglah kepada al-Harits bin kaldah, ia mengetahui tentang kedokteran”.
Akan tetapi Ilmu pengetahuan yang diperoleh al-Harits dapat ditanggap, cukup
karena ia belum menguasai semua pokok dan cabang ilmu kedokteran secara ilmiah. Untuk
itu memang diperlukan penguasaan Bahasa suryani sebagai alat untuk dapat mempelajari
berbagai buku kedokteran yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa tersebut danbtersebar
8
di Jundi Sabur.Ilmu pengetahuan di bidang itu pada umumnya di kuasai oleh orang-orang
Suryani sendiri.
Demikianlah cuplikan sejarah awal mula para filosof islam mengadakan kontak
dengan para filosof Yunani, yang merupakan latar belakang lahirnya Filsafat Islam.
FILSUF MUSLIM
1. AL-KINDI
Al-Kindi menpunyai nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq al- Kindi. Ia berasal dari
keluarga bangsawan Arab dari Kindah di Arabia Selatan, dialah satu satunya filsuf islam yang
berasal dari keturunan Arab, dan karenanya ia disebut Failasauf al-A’rab (Filsuf Orang Arab).
Ia bukan hanya seorang filsuf, tetapi ia juga seorang ilmuwan yang menguasai ilmu-ilmu
pengetahuan lain yang ada pada zamannya. Hal ini di buktikan dengan buku buku yang
ditinggalkannya seperti matematika, geometri, astronomi, farmakologi, ilmu jiwa, dan lain
sebagainya.
Alam bagi al-kindi bukan kekal di zaman lampau (qadim), tetapi meempunyai permulaan.
Karena itu, ia lebih dekat dengan hal ini pada filsafat platinus yang mengatakan yang maha
satu adalah sumber dari alamini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah alam
emanasi dari yang maha satu tetapi paham emanasi ini kelihatannyatidak jelas dalam filsafat
al-Kindi
Menurut al-Kindi, bahwaa anrtara filsafat dan agama tidak ada pertentangan, ilmu tauhid
Atau teologi adalah cabang termulia dari filsafat.Filsafat membahas tentang kebenaran atau
hakikat sesuatu.kalau ada hakikat-hakikat meski ada hakikat yang pertama (Al-haqq al-
Awwal).Hakikat yang pertama itu adalah tuhan. Dengan demikian, pemikiran filsafat sejalan
dengan agama yang juga membicarakan tentang tuhan
Menurut al-Kindi, bahwa jiwa manusia mempunyai tiga daya yaitu daya bernafsu yang
berpusat di perut, daya berani yang berpusat di dada, dan daya berpikir yang berpusat di
kepala.Daya berpikir inilah yang selanjutnya disebut akal. Dalam pemikirannya ini, aal-kindi
banyak dipengaruhu oleh Aristoteles, Platon dan Plotinus[13]
2. IBNU BAJJAH
Ibnu Bajjah adalah seorang filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah
kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ibnu Yahya Ibnu Al-Sha’igh,
yang lebih terkenal dengan nama ibnu bajjah. Menurut beberapa literatur, Ibnu Bajjah
bukan hanya seorang filosof, tetapi ia juga seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin
ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, astronomi, fisika, musikus, dan matematika.
10
Beliau juga membuat beberapa karya tulis yang terpenting dalam bidang filsafat yaitu:
1. Kitab tadbir al- mutawwahid, ini adalah kitab yang paling popular dan panting dari seluruh
karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhan
diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara yang disebutnya
sebagai insan muwahhid (manusia penyiendiri).
2. Risalat al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam, dan
kedokteran.
3. Risalat al-ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal Fa’al.
a) Akal
Ibnu Bajjah menempatkan akal dalam posisiyang sangat penting, dengan perantataraan
akal, manusia dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan
dan masalah Ilahiyat, Akal, menurut Ibnu Bajjah terdiri dari dua jenis.
a. Akal teoritis
Akal ini diperoleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang konkret atau
abstrak
b. Akal praktis
b) Jiwa
Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai satu jiwa.Jiwa ini tidak
mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia, jiwa
digerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat
jasmaniah diantaranya ada berupa buatan dan ada pula yang berupa alamiah, seperti kaki
dan tangan.Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan, yang disebut juga oleh Ibnu
Bajjah dengan pendorong naluri atau roh insting.Ia terdapat pada setiap makhluk yang
berdarah.[15]
c) Akhlak
11
kebutuhan dan keinginan hawa nafsu, sementara itu perbuatan manusiawi adalah
perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur.
[16]
3. AL-FARABI
Hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran filsafatnya adalah sebagai berikut: Al-Farabi
bernama lengkap Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzlagh al-
Farabi.Di masa kecilnya al-farabi belajar tentang agama, Bahasa Arab, Turki, dan Persia.
Sewaktu muda ia tinggal di Baghdad yang merupakan pusat ilmu pengetahuan dan filsafat.
Di sana ia belajar filsafat, logika, matematika, metafisika, etika, ilmu politik, music, dan lain
sebagainya. Al-Farabi pun menulis sejumlah buku antara lain berkaitan dengan logika , ilmu
politik, etika, fisika, ilmu jiwa, metafisika dan lain sebagainya. Selain al-Kindi al-Farabi pun
mempunyai gelar yaitu al-Muallim al-Tsani (Guru Kedua).Adapun guru pertamanya adalah
Aristoteles. Di dunia Latin ia di kenal dengan nama Alpharabius.[17]
a) Jiwa
jiwa adalah jauhar rohani sebagai form dari jasad. Kesatuan keduanya merupakan kesatuan
secara accident, artinya masing-masing keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan
binasanya jasad tidak membawa binasa bagi jiwa.Jiwa manusia berasal dari ilahi, sedangkan
jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan
tatkala jasad siap menerimanya[18]
b) Rekonsiliasi Al-Farabi
Al-Farabi telah berhasil merekonsiliasi beberapa ajaran filsafat sebelumnya, seprti Plato
dan Aristoteles dan juga antara agama dan filsafat. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai filosof
sinkretisme yang mempercayai kesatuan filsafat. Al-Farabi =berkeyakinan bahwa aliran
filsafat yang bermacam-macam itu hakikatnya hanya satu, karena tujuan filsafat ialah
memikirkan kebenaran, sedangkan kebenaran itu hanya satu macam dan serupa pada
hakikatnya. Jutru itu semua aliran filsafat pada prinsipnya tidak ada perbedaan kalau pun
beda hanya pada lahirnya[19].
Di antara persoalan yang dibahas oleh para filsuf Islam adalah soal akal, wahyu, politik,
penciptaan alam, akhlak, teologi, hukum islam, dan tasawuf. Berbagai masalah tersebut
termasuk hal-hal yang penting dalam kajian akademik dan kehidupan manusia. Dalam hal ini
12
akan dibahas masalah tentang akal dan wahyu, timbulnya yang banyak dari yang Mahasatu
(Tuhan) atau kejadian alam, soal roh, dan kelanjutan hidup sesudah roh terlepas dari badan.
Sedangkan Ibn Rusyd menjelaskan hubungan filsafat dan wahyu mengatakan, bahwa
filsafat ialah tidak lain dari berpikir tentang wujud untuk mengatahui semua yang ada ini. Al-
Quran sebagaimana dapat dilihat dari ayat-ayat yang mengandung kata-kata afalaa
yandzurun (mengapa mereka tidak memperhatikan/berpikir), afalla yatadabbarun (mengapa
mereka tidak merenungkan), laayatin li ulil al-bab (sebagai tanda bagi orang-orang yang
berpikir, dan sebagainya, menyuruh agar manusia berpikir tentang wujud dan alam
sekitarnya untuk mengetahui Tuhan. Dengan demikian.Tuhan sebenarnya menyuruh
manusia agar berfilsafat. Oleh karena itu, ia berpendapat, bahwa berfilsafat hukumnya
wajib, atau sekurang-kurangnya sunah. Selanjutnya Ibn Rusyd menambahkan jika pendapat
akal bertentangan dengan wahyu maka teks wahyu harus diberi interpretasi sedemikian
rupa, sehingga sesuai dengan pendapat akal. Menurutnya, bahwa ayat-ayat Al-Qur’an
disamping mengandung arti lahir, juga megandung arti batin. Umpamanya surga, dalam arti
lahir, berbentuk jasmani.Adapun dalam arti batin, yang dimaksud surga ialah kesenangan
spiritual atau intelektual.[22]
13
Dalam membahas Tuhan, para filsuf itu ingin menjelaskan keesaan mutlak
Tuhan.Menurut al-Kindi, misalnya bahwa Tuhan adalah unik, tidakmengandung arti juz’i
(particular) dan tidak pula mengandung arti kulli (universal).Ia adalah semata-mata satu.
Hanya ialah yang satu, selain-Nya mengandung arti banyak.
Akal pertama selanjutnya berpikir tentang dirinya dan dari pemikiran kedua inilah
timbul langit pertama. Akal-akal lainnya juga berpikir tentang dirinya masing-masing, dan
dari pemikiran ini timbullah bintang-bintang, Saturnus, Jupiter, Mars, Matahari, Venus,
Mercurius, bulan, dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Dengan demiian Tuhan Yang
Maha Esa tidak mempunyai hubungan langsung malahan jauh dari alam materi yang
mengandung arti banyak ini.Demikianlah pendapat al-Farabi.
Ibn Sina mempunyai filsafat emanasi yang sama dengan al-Farabi. Bagi Ibn Sina akal-
akal itu ialah malaikat, dan Akal Kesepuluh yang mengatur Bumi adalah Jibril.Menurut
mereka kejadian alam adalah kejadian dalam bentuk pancaran yang tidak mempunyai
permulaan waktu.Dapat dipahami bahwa materi asal yang menjadi dasar alam bagi mereka
bersifatqodim, dalam arti tidak mempunyai permulaan dalam waktu.[23]
Menurut al-Kindi, bahwa roh bersifat sederhana, substansinya berasal dari substansi
Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Roh
adalah lain dari badan, dan mempunyai wujud tersendiri. Dengan perantara rohlah manusia
memperoleh pengetahuan pancaindra dan pengetahuan akal. Pengetahuan pancaindra
hanya mengenai yang lahir saja dan dalam hal ini manusia dan binatang sama. Pengetahuan
akal[24]menggambarkan hakikat, dan hanya dapat diperoleh manusia, dengan syarat ia
harus melepaskan dirinya terlebih dahulu dari sifat kebinatangan yang terdapat dalam
tubuhnya.
14
Jika roh telah meninggalkan keinginan badan, bersih dari segala noda kematerian
dan senantiasa berpikir tentang hakikat wujud, ia akan menjadi suci dan ketika itu dapatlah
ia menangkap gambaran segala hakikat. Adapun fungsi roh tak ubahnya seperti cermin yang
dapat menangkap gambaran dari benda-benda yang ada di depannya.Karena roh adalah
cahaya dari Tuhan, roh dapat menangkap ilmu-ilmu yang ada pada Tuhan. Tetapi kalau roh
kotor, maka sebagai cermin yang kotor, ia tak dapat menerima pengetahuan yang
dipancarkaan Tuhan itu.
Keberadaan roh bersifat kekal dan tidak akan hancur dnegan hancurnya bdan. Ia
tidak hancur karena substansinya berasal dari sbstansi Tuhan. Selama roh berada dalam
badan, ia tidak memperoleh kesenangan dan pengetahuan yang sebenarnya. Kesennagan ini
hanya diperoleh setelah roh bercerai dengan badan. Setelah terlepas dari ikatan badan, roh
akan pergi ke Alam al-Haqq (dunia kebenaran) atau Alam Al’Aql (Alam akal) di atas bintang-
bintang di dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan dan dapapt melihat Tuhan.
Disinilah terletak kesenangan abadi dari roh.
Gambaran tentang pembagian roh secara lebih terang dan lebih baik ke dalm
beberapa bagian tentang daya yang ada padanya, diberikan oleh Ibn Sina sebagai berikut:
a. Roh tumbuh-tumuhan yang memiliki daya makan (al-ghaziyah), tumbuh (al-munmiyah), dan
berkembang (al-muwalidah).
b. Roh binatang (al-hayawanat) yang memiliki daya gerak (al-muharrikah), dan menangkap
yang terbagi dua, yaitu:
a. Indra bersama (al-hiss al-musyatarak) yang menerima segala apa yang ditangkap oleh
pancaindra.
b. Representasi (al-khayal) yang menyimpan segala apa yang diterima indra bersama.
d. Estimasi (al-wahmiyah) yang dapat menangkap hal-hal yang abstrak yang terlepas dari
materinya, umpamnaya keharusan lari bagi kambing yang melihat serigala; dan
e. Rekoleksi (al-hafidzah) yang menyimpan hal-hal abstrak yang disusun oleh estimasi.
b. Teoritis (al-alamiah atau al –nadzariyah) yang hubungannya dengan hal-hal yang abstrak.
15
d. Daya ini mempunyai tingkatan-tingkatan:
a. Akal materiil (al-‘aqal al-hayulaniy) yang baru mempunyai potensialitas untuk berpikir dan
belum dilatih walaupun sedikit;
b. Intellectus in habitu (al-‘aql bi al-malakah) yang telah mulai dilatih untuk berpikirtentang
hal-hal yang abstrak;
c. Akal actual (al-‘aql bi al-fi’l) yang telah dapat berpikir tentang hal-hal abstrak; dan
d. Acquired intellect (al-mustafad) yang telah sanggup berpiir tentang hal-hal abstrak dengan
tak perlu lagi pada adanya upaya.[25]
Akal dalam tingkatan ini telah dilatih begitu rupa sheingga hal-hal ynag abstrak selamanya
terdapat di dalamnya; akal dalam tingkatan inilah yang dapat menerima limpahan ilmu
pengetahuan dari akal-akal (al-aql al-Fa’al) yang berada diluar diri manusia.[26]
Selanjutnya Ibn Sina menambahkan, bahwa sifat seseorang amat bergantung pada
roh mana dari ketiga bagian tersebut yang berpengaruh pada dirinya.Jika roh tumbuh-
tumbuhan dan roh binatang yang berkuasa pada dirinya, maka orang itu dekat menyerupai
binatang.Tetapi jika roh manusia yang berpengaruh, maka orang itu dekat menyerupai
malekat dan dekat pada kesempurnaan.[27]
Sikap terbuka dan toleransi sangat diperlukan dalam menyikapi perbedaan pendapat
para ahli filsafat mengenai filsafat Islam agar masing-masing diantaranya tidak merasa yang
paling benar.Karena kebenaran itu hanya milik Allah.Para ulama yang menyampaikan
pendapatnya masih memposisikan pendapat mereka di bawah Al-Qur’an.Hal ini membuat
perbedaan tidak menjadi suatu masalah untuk perpecahan.Meskipun mereka memiliki
pendapat yang berbeda, lantas tidak membuat kita tidak memahami dan menyikapi
perbedaan secara Islami.Bahkan pendapat mereka bersifat relativitas atau fleksibel yang
tergantung dengan situasi dan kondisi pada waktu itu.Sikap ini perlu kita teladani dalam
menjalani kehidupan agar perbedaan menjadikan kita menjadi lebih dekat dan mawas diri.
Manfaat
16
1. Filsafat akan mengajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi dimensi
Ilmu ini akan membantu kita untuk menilai dan memahami segala sesuatu tidak hanya dari
permukaannya saja, dan tidak hanya dari sesuatu yang terlihat oleh mata saja, tapi jauh
lebih dalam dan lebih luas.
2. Filsafat mengajarkan kepada kita untuk mengerti tentang diri sendiri dandunia
Manfaat belajar filsafat akan membantu memahami diri dan sekeliling dengan pertanyaan-
pertanyaan mendasar.
3. Filsafat mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang
berkembang
Hal ini akan membuat kita tidak begitu saja menerima segala sesuatu tanpa terlebih dahulu
mengetahui maksud dari pemberian yang kita terima.
Penalaran ini akan membedakan argumen, menyampaikan pendapat baik lisan maupun
tertulis, melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang lebih luas dan berbeda.
Kita akan semakin tahu betapa besarnya filsafat dalam mempengaruhi perkembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, karya seni, pemerintahan, serta bidang-bidang yang lain.
Ide-ide yang lebih kreatif dalam memecahkan setiap persoalan, lewat penalaran secara
logis, dan pemikiran yang koheren, juga penilaian argumen dan asumsi secara kritis.
Membangun cara berpikir yang luas dan mendalam, dengan integral dan koheren, serta
dengan sistematis, metodis, kritis, analitis, dan logis
Lewat cara berpikir yang sistematis, holistik dan radikal yang diajarkan tanpa terpengaruh
oleh pendapat dan pandangan umum.
17
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
18
Filsafat Islam artinya berpikir dengan bebas dan radikal namun tetap berada pada
makna, yang mempunyai sifat, corak, serta karakter yang menyelamatkaan dan memberi
kedamaian hati yang tetap berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunah.Perbedaan filsafat
Islam dengan filsafat Barat adalah filsafat Barat memiliki paham sekularisme yang
memisahkan antara agama dengan filsafat sedangankan filsafat Islam bersifat universal
namun berlandaskan agama.
Latar belakang lahirnya filsafat islam adalah karena pada abad ke 16 umat islam
menjalankan ibadah hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Tokoh-tokoh dalam filsafat
Islam diantaranya, al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Bajjah.Pokok-pkok masalah yang dibahas
dalam filsafat Islam adalah hubungan filsafat (akal) dan agama, tentang kejadian alam, dan
tentang roh serta kelangsungan hidup.
Cara menyikapi perbedaan pendapat para filosof mengenai filsafat islam adalah dengan
cara sikap terbuka dan toleransi. Dengan mempelajari filsafat islam kita dapat melihat
segala sesuatu tidak hanya di permukaannya saja tetapi lebih jauh dalam dan luas. Selain itu
manfaat mempelajai filsafat membuat kita memahami diri dan sekeliling dengan
pertanyaan-pertanyaan mendasar.Filsafat mengasah pikiran untuk lebih kritis.Hal ini
membuat kita tidak begitu saja menerima sesuatu tanpa mengetahui maksudnya.
2. Saran
Diharapkan perkembangan ilmu yang pesat di zaman modern ini tidak luput dari nilai-
nilai agama dan agama dapat dijadikan arah dalam menentukan perkembangan ilmu
selanjutnya.Tanpa adanya bimbingan terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan ilmu dan
teknologi tidak semakin menyejahterakan manusia, tetapi justru merusak bahkan
menghancurkan kehidupan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
19
Zaprulkhan.2014. Filsafat Islam SebuahKajianTematik. Jakarta:PT.RAJAGRAFINDO
PERSADA
Siswanto, Joko. 1998. Sistem-Sistem Metafisika Barat : dari Aristoteles sampai Derid. Surakarta:
CV.PUSTAKA PELAJAR
Kartanegara, Mulyadi, 2002. Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: PT.LENTERA
HATI
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II (Jakarta: UI Press, 1978)
20