Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah filsafat ilmu

Dosen pengampu:
Muhammad Dahlan, S.Ag. M.Hum.

DISUSUN OLEH:

Dito Surya Putra 11220110000163


Fathan Qorib 11220110000165
Muad Albar Akasah 11220110000178
Siti Afifah 11220110000183

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023 M/ 1445 H

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang saat ini masih
memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga penulis diberi kekuatan
dan kemudahan untuk menyelesaikan makalah tentang “SEJARAH
PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi
tugas mata kuliah filsafat ilmu.
Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya
kepada Bapak Muhammad Dahlan S.Ag. M.Hum selaku Dosen pengampu mata
kuliah Filsafat Ilmu dan setiap pihak yang telah mendukung serta membantu
penulisan selama proses penyelesaian tugas ini hingga selesainya makalah ini.
Pada makalh ini akan membahas Pengertian Filsafat, Ilmu Pengetahuan,
Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna, serta kesalahan yang penulis yakin diluar batas kemampuan
penulis, maka dari itu penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya,
dan juga penulis dengan senang hati, menerima kritik dan saran yang membangu
dari para pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.

Tangerang, 22 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ............................................................................... 4
DAFTAR ISI ....................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 5
BAB II ................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ................................................................................. 6
A. Pengertian Filsafat ........................................................................ 6
B. Ilmu Pengetahuan ......................................................................... 9
C. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu .......................................... 11
BAB III .............................................................................................. 23
PENUTUP ......................................................................................... 23
A. Kesimpulan ................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengetahui apa sesungguhnya ilmu, tidaklah melalui ilmu itu sendiri,
tetapi melalui filsafat ilmu. Melalui filsafat ilmulah segala penjelasan mengenai
ilmu diperoleh. Karena itu, filsafat ilmu demikian penting untuk didalami oleh
setiap ilmuan agar ia mengenal hakikat sesuatu yang dimilikinya, yaitu ilmu.
Ilmu pertama kali yang ada di yunani didasarkan oleh mitos yang terjadi
pada zaman tersebut. masyarakat memandang kejadian alam seperti gempa bumi
yang terjadi disebabkan oleh dewa yang sedang menggelengkan kepalanya.
Namun ketika faalsafat ini di perkenalkan fenomena alam tersebut tidak lagi
dianggap sebagai sebuah mitos lagi tetapi sebagai aktifitas alam yang terjadi
secara kausalitas. Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi
implikasinya tidak sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi
kemudian didekati bahkan dieksploitasi.
Dalam perkembangan nya dalam bidang ilmu, manusia telah dapat
membedakan mana hal yang benar benar nyata atau rill dan mana kejadian yang
hanya sebuah ilusi atau mitos. Setelah mereka mampu membedakan yang mana
yang rill dana yang mitos kemudian manusia mampu keluar dari kungkungan dan
mendapatkan ilmu ilmiah, dan inilah titik awal manusia menggunakan rasio
untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
Berangkat dari kegelisahan yang ada dalam setiap diri manusia, dimana kita
selalu dihadapkan pada problematis yang disajikan para Founding Father kita.
Mereka sering menyajikan goresan tintanya diatas kertas yang berbeda-beda dari
yang lainnya. Sehingga menuntut kita untuk bisa menfilter dan memilah. Bahkan
menerobos jauh sehingga dapat membedakan mana sejarah yang dibuat secara
subjektif dan sejarah secara obyektif yang terjadi dari zaman yunani sampai pada
zaman islam.

4
Pada zaman islam ilmu pengetahuan telah banyak menorehkan catatan
emas dalam peradaban dunia. Tercatat dalam sejarah bahwa dinasti Bani
Abbasiyah yang memerintah setelah Dinasti Bani Ummayah adalah Dinasti
terlama dalam sejarah peradaban islam, sekitar lebih dari 5 abad juga dinasti
ini pula yang mengantarkan peradaban islam pada masa golden age nya.
Dimana pada masa itu ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Seiring
dengan berjalannya waktu, kemudian ilmu pengetahuan islam diserap dan di
resains oleh bangsa bangsa Eropa, hal ini terjadi setelah sinar kejayaan islam
mengalami kemunduran.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Filsafat
2. Ilmu Pengetahuan
3. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai syarat penilaian mata
kuliah “Filsafat Ilmu” dan untuk mengetahui tentang Sejarah Perkembangan
Filsafat Ilmu, serta diharapkan dapat memberi manfaat dan dapat dipahami
oleh pembaca.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo”
berarti cinta dan ”sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut I.R.
Pudjawijatna, Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan
karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu. Sofia artinya
kebijaksanaan, bijaksana artinya pandai, mengerti dengan mendalam, jadi
menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan
mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.1
Harun Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafa
dengan wazan (timbangan) fa 'lala, fa'lalah dan fi'lål. Dengan demikian, menurut
Harun Nasution, kata benda dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf.
Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal
bukan berasal dari kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris
philosophy.Harun Nasution berpendapat bahwa istilah filsafat berasal dari bahasa
Arab karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa
Indonesia daripada orang dan bahasa Inggris. Oleh karena itu, dia konsisten
menggunakan kata falsafat, bukan filsafat. Buku-bukunya mengenai "filsafat
ditulis dengan falsafat, seperti Falsafat Agama dan Falsafat dan Mistisisme dalam
Islam.2

Kecintaan pada kebijaksanaan haruslah dipandang sebagai suatu bentuk


proses, artinya segala upaya pemikiran untuk selalu mencari hal-hal yang
bijaksana, bijaksana di dalamnya mengandung dua makna yaitu baik dan benar,
baik adalah sesuatu yang berdimensi etika, sedangkan benar adalah sesuatu yang
berdimensi rasional, jadi sesuatu yang bijaksana adalah sesuatu yang etis dan

1 Poedjawijatna, Pembimbing ke arah Alam Filsafat, Jakarta: PT Pembangunan, 1980, Hlm.1


2 Amsal Bachtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta : RAJAGRAFINDO PERSADA, 2011. Hal. 3

6
logis. Dengan demikian berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir guna
mencapai kebaikan dan kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang
berfikir namun berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu
meskipun berfilsafat mengandung kegiatan berfikir, tapi tidak setiap kegiatan
berfikir berarti filsafat atau berfilsafat. Sutan Takdir Alisjahbana menyatakan
bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir, dan hanya manusia yang telah tiba
di tingkat berfikir, yang berfilsafat. Guna lebih memahami mengenai makna
filsafat berikut ini akan dikemukakan definisi filsafat yang dikemukakan oleh
para ahli:3

1. Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 Sebelum
Masehi mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada,
serta pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (382 – 322 S.M) murid Plato, mendefinisikan filsafat sebagai
ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika (Retorika (berasal dari bahasa Yunani:
ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan
menggunakan persuasi untuk menghasilkan bujukan baik terhadap karakter
pembicara, emosional, atau argume).Aristoteles; Tomovska, Vesna (2018).
Retorika (Seni Berbicara). Diterjemahkan oleh Handayani, Dedeh Sri.
Yogyakarta: Basabasi. Hlm. 20. ISBN 9786026651983. etika, ekonomi,
politik dan estetika. Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu menyelidiki
sebab dan asas segala benda.
3. Al Farabi (870 – 950 M). seorang Filsuf Muslim mendefinisikan Filsafat
sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya yang
sebenarnya.
4. Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan
beberapa pengertian filsafat yaitu :
a. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap
terhadap kehidupan dan alam semesta).

3 Sutan Takdir Alisjahbana, Pembimbing ke Filsafat, Jakarta: Dian Rakyat, 1981, Hlm. 27.

7
b. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry
(Filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara
rasional)

c. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)

d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian


sistem berfikir

Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa ada ahli yang


menekankan pada subtansi dari apa yang difikirkan dalam berfilsafat seperti
pendapat Plato dan pendapat Al Farabi, Aristoteles lebih menekankan pada
cakupan apa yang difikirkan dalam filsafat Definisi yang nampaknya lebih
menyeluruh adalah yang dikemukakan oleh Titus, yang menekankan pada
dimensi-dimensi filsafat dari mulai sikap, metode berfikir, substansi masalah,
serta sistem berfikir.
Filsafat memiliki ciri-ciri yaitu menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Berikut
merupakan ciri berfilsafat.:

a. Menyeluruh, artinya pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri


dan tidak hanya ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran
kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dan ilmu
ilmu lainnya, hubungan ilmu dan moral, seni, serta tujuan hidup.

b. Mendasar, artinya pemikiran yang dalam sampai pada hasil yang


fundamental atau esensial objek yang dipelajarinya sehingga dapat
dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan, Filsafat tidak
hanya berhenti pada kulit-kulitnya (periferis) saja, tetapi sampai
menembus ke kedalamannya (hakikat).

c. Spekulatif, artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi


pemikiran selanjutnya. Hasil pemikiran berfilsafat selalu dimaksudkan
sebagai dasar untuk menelusuri bidang-bidang pengetahuan yang baru.
Namun demikian, tidaklah berarti hasil pemikiran kefilsafatan tersebut.4

8
Meskipun demikian, bila diperhatikan secara seksama,
nampak pengertian-pengertian tersebut lebih bersifat saling melengkapi,
sehingga dapat

4 Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, Bogor : IPB Press Printing,2016, hal. 18


dikatakan bahwa berfilsafat berarti penyeledikan tentang Apanya, Bagaimananya,
dan untuk apanya, dalam konteks ciri-ciri berfikir filsafat, yang bila dikaitkan
dengan terminologi filsafat tercakup dalam ontologi (apanya), epistemologi
(bagaimananya), dan axiologi (untuk apanya).

B. Ilmu Pengetahuan

Secara etimologi ilmu berasal dari Bahasa Arab ilm yang berarti memahami,
mengerti, atau mengetahui. Dalam Bahasa Inggris ilmu biasanya dipadankan
dengan kata science. Dalam bahasa Indonesia kata science (berasal dari bahasa
latin dari kata scio, scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering
juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu
pada makna yang sama5

Dari pengertian yang terdapat dalam KBBI ilmu dapat diartikan sebagai
sebuah pengetahuan yang disusun dengan metode tertentu.

Di dalam kehidupan sehari-hari pengetahuan ilmiah disepadankan dengan


ilmu. Ilmu memiliki sifat, yaitu: 6 (1) menjelejahi dunia emperik tanpa batas
sejauh dapat ditanghkap oleh panca indera, (2) tingkat kebenaran bersifat relatif,
(3) ilmu menemukan proposisi-proposisi yang teruji secara emprik.

5
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1998, Hlm. 39.

9
6
Sudjarwo, Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Mandar Maju, 2001, Hlm. 14.

Ilmu tidak hanya berfungsi sebagai sarana berfikir tetapi ilmu harus dapat
menjelaskan fakta dengan prosedur dan struktur ilmiah. Garna menjelaskan
struktur dan prosedur ilmu pengetahuan terlihat sebagai berikut: 4

Tahap Pengetahuan- Ilmu- Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu ------------------Analisis Prosedur,logika eksplanasi

Ilmu pengetahuan ----------------- Eksplanasi Data

Pengetahuan ----------------- Fakta, Pengalaman Hidup

Komponen-komponen dalam pembangunan ilmu adalah fakta, teori,


fenomena dan konsep. Fenomena adalah gejala atau kejadian yang ditangkap
indera manusia serta diabstraksikan dengan konsep-konsep. Konsep merupakan
penyederhanaan dari fenomena. Sedangkan fakta adalah data yang dapat
dibuktikan secara emperik. Teori merupakan seperangkat konsep, definisi dan
proposisi yang berhubungan satu sama lain sebagai jalinan dari keseluruhan
fakta. Teori berfungsi untuk meramalkan, mengarahkan, mengkonseptualisasikan
fenomena yang ditangkap oleh indera manusia. Teori berguna dalam memberikan
penjelasan menemukan fakta, sedangkan fakta memberi inspirasi untuk
mengubah, menolak, mengkonstruksi serta mengantikan teori yang sudah ada.
Proposisi merupakan hubungan sebab akibat yang bersifat umum, sebagai
ungkapan dari kaitan dua variabel/konsep atau lebih.

4 Judistira K Garna, Ilmu-ilmu Sosial Dasar-Konsep-Posisi. Bandung: Program Pascasarjana


Universitas Padjadjaran, 1996, Hlm. 4.

10
C. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
1. Pada Masa Yunani (abad 15 - 2 SM)
Di Yunani zaman kuno, para filsuf belajar dari legenda dan mitologi yang
sudah ada di Yunani. Mereka belajar juga dari kebudayaan lain yang pernah
dilihatnya, seperti Mesir dan Babilonia yang lebih tua dari pada kebudayaan
Yunani. Di Yunani muncul banyak filsuf karena suasana yang memberikan
kesempatan orang untuk berpikir, brtprndapat dan berdebat. Masyarakat yang
membrikan kebebasan anggotanya untuk berpendapat dan berdebat berarti
memberi kebebasan berpikir.
Bagi seorang filsuf ada alasan khusus untuk menaruh perhatian kepada
filsafat Yunani. Dipandang dalam sejarah filsafat sekuruhnya, maka filsafat
Yunani kuno mempunyai kedudukan istimewa, karena disini kita menemui
timbulnya filsafat sendiri. Memelajari Filsafat Yunani berarti menyaksikan
kelahiran filsafat. Dari sebab itu sebenarnya tidak ada pengantar filsafat yang
lebih ideal dari pada studi mengenai pertumbuhan pemikiran filsafat di negeri
Yunani. Seorang filsuf modern oernanh mengatakan mengenai Plato “All weatren
philosophy is but a series of footnotes to Plato” (Alfred Whitehead). Diterima
secara harfiah, turunan itu melebih-lebihnkan. Tetapi tidak sukar menangkap
kebenarannya. Pada Plato dan umumnya dalam seluruh filsafat Yunani kita
berjumpa dengan problem-problem filsafat yang masih dipersoalkan sampai pada
saat ini. Tema-tema filsafat Yunani, seperti “ada menjadi
“substansi”, “ruang”, “waktu”, “kebenaran”, “jiwa”, “pengenalan”, “Allah”,
“dunia”, merupakan tema-tema pula bagi filsafat seluruhnya. Dan daftar ini pasti
tidak lengkap. Filsuf-filsuf Yunani satu kali untuk selamanya menjuruskan
pemikiran filsafat selanjutnya, sehingga filsafat sekarang masih tetap bergumul
dengan pertanyan-pertanyaan yang untuk pertama kalinya dikemukakan dalam
kalangan mereka.
Dalam pada itu tidak boleh disembunyikan bahwa ilmu sejarah
mengalami kesulitan-kesulitan yang bukan main dalam menghadapi filsafat
Yunani kuno. Orang yang wataknya sedikit skeptis mungkin akan mengatakan

11
bahwa banjir publikasi-publikasi yang disebut diatas, sebetulnya tidak
mengherankan, karena justru dalam bidanga itu ketidakpastian begitu besar.

Sampai-sampai tentang periode sejarah filsafat ini sudah pernah dikataka, “The
early Greek period more a field for fancy than for fact”. Kesulitannya berasal dari
keadaan sumber-sumber, dimana pikiran filsuf-filsuf bersangkutan disamping
bagi kita. Ada filsuf Yunani yang tidak menulis satu barispun (Thales,
Phytagoras, Sokrates). Untuk menetapkan pikiran mereka, terpaksa kita harus
mempercayakan diri kepada kesaksian orang lain yang membicarakan ajaran
mereka. lalu ada filsuf yang memang menlis satu karangan atau lebih, tetapi
tulisan itu sudah hilang dan mau tidak mau kita harus merasa puas dengan
beberapa fragmen yang misalnya dikutip oleh pengarang lain atau dengan
kesaksian-kesaksian tentang ajaran mereka. tetapi disini persoalan muncul, atas
cara bagaimana kita sanggup menentukan bahwa kesaksian sedemikian itu dapat
dipercaya. Kesulitan mengenai sumber-sumber terutama terdapat pada filsuffilsuf
yang mendahului Sokrates dan karenanya dinamakan “filsuf-fisuf prasokratik”.
Berkenaan dengan masalah ini sarjana jerman yang bernama Diels (1848-1903)
mempunyai jasa besar sekali. Ia menulis dua karya yang sangat meringankan
tugas sejarawan dalam bidang filsufat Yunaani. Karya pertama berjudul Die
Fragmente der Vorsokratiker (berlin, 1903) dan mengumpulkan semua fragmen
tentang filsuf-filsuf pra-Sokratik. Karya kedua bernama Doxographi Graeci
(berlin, 1879) dan mempelajati secara kritis semua kesaksian yang ditemui pada
pengarang-pengarang kuno tentang ajaran filsuf-filsuf Yunani.
Untung sekali bahwa keadaan sumber-sumber jauh lebih memuaskan
untuk ketiga filsuf Yunani yang teebesar: Plato. Aristoteles dan Plotinos. Semua
karya yang ditulis oleh Plato dan Platinos masih kita miliki secara lengkap dan
utuh. Dari Aristoteles kita tidak lagi mempunyai beberapa kaya yang diterbitkan
pada masa mudanya. Tetapi karya-karya filsafat yang paling penting semuanya
tersimpan bagi kita

12
2. Pada Masa Pertengahan (Abad 2-14 M)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan tampilnya para teolog
di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini hampir semuanya para
teolog, sehingga aktivitas ilmiah berkaitan dengan aktivitas keagamaan. Kegiatan
ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Inti ajarannya bertema
pokok bahwa ada hubungan antara iman dengan akal.
Filsafat pertengahan ini juga disebut filsafat Zaman Patristick dan
Skolastik. Patristik berasal dari bahasa latin patres, yang berarti Bapa-Bapa
Gereja. Dengan demikian, corak filsafat pada zaman ini dikuasai oleh pemikiran
gereja. Patristik dibagi menjadi dua, yakni Patristik Yunani (Patristik Timur) dan
Patristik Latin (Patristik Barat). Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini antara lain
Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane
(330-390), Basilius (330-379), dan Dionis Areopagita (500). Sedangkan
tokohtokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-
397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). 5 Ajaran-ajaran dari para
Bapa Gereja ini adalah filsafat-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin
memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari
manusia.
Zaman Skolastik berasal dari kata scholasticus yang berarti sekolah atau
guru. Zaman ini ditandai dengan diajarkannya filsafat di sekolah atau universitas.
Pada periode ini filsafat diajarkan di sekolah-sekolah biara dan universitas.
Kurikulum filsafat yang dijarkan pun bersifat tetap dan berstandar internasional. 6
Perintis Skolatitisme (gerakan intelektual dari para Skolastik Eropa abad
pertengahan) adalah Santo Agustinus. Ia adalah penulis yang membahas masalah-
masalah teologi. Beberapa pokok pikiran yang penting dari Agustinus adalah;
pertama, filsafatnya murni, terutama teorinya tentang waktu; kedua, filsafatnya
tentang sejarah seperti yang diuraikan dalam karya berjudul The City of God
(Kota Tuhan); ketiga, teorinya tentang penebusan untuk

5 Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2005, Hlm. 80.
6 Lasiyo, Pengantar Ilmu Filsafat, Yogyakarta : Liberty, 1985, Hlm. 53.

13
menyanggah kaum Pelagian.7 Filsuf terkenal sepanjang era Skolastik lainnya
adalah Peter Abelardus (1079-1142), Santo Aselmus (1093-1109), Albertus
Magnus (1200-1280), Bonaventura (1217-1274), Thomas Aquinas (1225-1274),
Roger Bacon (1214-1294), Yohanes Duns Scotus (1266-1308), dan William
Occam (1290-1349). Diantara filsuf-filsuf tersebut Aquinas dapat dikatakan
sebagai yang terbesar pada masa Skolastik. Dalam semua institusi pendidikan
Katholik yang mengajarkan filsafat, sistem filsafat Aquinas diajarkan sebagai
satu-satunya sistem yang benar. Aquinas tidak hanya penting bagi sejarah filsafat
masa Skolastik,tetapi pengaruhnya terus hidup seperti halnya Plato, Aristoteles,
Kant, dan Hegel. Bahkan menurut Russell, pengaruh Aquinas dikatakan lebih
besar daripada Kant dan Hegel.8
Filsafat abad pertengahan diakhiri oleh Nicolaus Cusanus (1401 – 1464).
Nicolaus Cusanus membedakan tiga macam pengenalan, yaitu lewat indera, rasio,
dan intuisi. Dengan indera manusia mendapat pengetahuan tentang bendabenda
yang berjasad. Dengan rasio, manusia bisa mendapatkan bentuk yang abstrak
yang telah ditangkap oleh indera.. Dengan intuisi, manusia akan mendapatkan
pengetahuan yang lebih tinggi, yaitu mencapai segala sesuatu yang tidak dapat
dicapai oleh rasio, karena terdapat keterbatasan itu sendiri maka dengan intuisiah
diharapkan sampai pada kenyataan, yaitu Tuhan.9
3. Pada Masa Renaisance (14-17 M)
Renaisance merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan
perubahan yang menjadi jembatan antara abad pertengahan dan zaman modern
periode sekitar 1400-1700. Kata “Renaisance” berasal dari bahasa Perancis; re
(lagi atau kembali) dan naissance (kelahiran). Dalam bahasa latin juga dikenal
istilah nascentia (kelahiran, lahir, dilahirkan). Substansi dari kata renaisans

7 Bertrand Russell dalam Briyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta : Pustaka
Belajar, 2005, Hlm. 81.
8 Bertrand Russell dalam Briyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta : Pustaka
Belajar, 2005, Hlm. 82.
9 Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010,
Hlm. 86.

14
berarti gerakan yang meliputi suatu zaman di mana orang merasa dilahirkan
kembali dalam keadaban. Di dalam kelahiran itu orang-orang kembali pada
sumber-sumber yang murni terhadap pengetahuan. Dalam kurun ini istilah
renaisans bermakna “kelahiran dan kebangkitan kembali bagi Yunani dan
Romawi”10
Renaisans juga berarti zaman yang menekankan otonomi dan kedaulatan
manusia dalam berpikir, bereksplorasi, bereksperimen, mengembangkan seni,
sastra, dan ilmu pengetahuan di Eropa. Gagasan terpenting masa renaisans dalam
bidang filsafat adalah antroposentrisme. Dalam antroposentrisme ditekankan
bahwa pusat perhatian tidak lagi pada alam (seperti zaman Yunani Kuno) juga
tidak pada Tuhan (seperti masa abad pertengahan). Perhatian utama pada masa
renaisans adalah manusia. Manusia merupakan pusat dari alam semesta.
Sedangkan alam semesta menopang dan secara bertahap mendukung nilai-nilai
kemanusiaan. Perwujudan renains meliputi gerakan humanism yang berusaha
tidak menerjemahkan sumber dari Yunani dan Romawi, tetapi juga mencari nilai
aatau gaya hidup manusia yang terkandung di dalamnya. Pemikiran renaisans
juga terbuka dengan hadirnya ilmu-ilmu baru, berbeda dengan masa abad
pertengahan. Renaisans ditandai ketidakpuasan terhadap hukum gereja. Karena
itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa renaisans telah memicu munculnya
gerakan reformasi Protestan.11
Meski tidak melahirkan filsuf teoritis penting, masa renaisans melahirkan
salah satu pemikir besar dalam kancah filsafat politik. Ia adalah filsuf Italia,
Niccolo Machiavelli (1469-1527). Machiavelli berasal dari Florence dan pernah
menduduki jabatan terendah di pemerintahan Florence tahun 1498. Karyanya
yang paling terkenal adalah The Prince (1513) yang ditulis dengan harapan
mendapat kemurahan hati penguasa. Machiavelli sama sekali tidak memasukkan
aspek ketuhanan dalam pemikirannya. Fokus utamanya adalah kekuasaan politik.

10 Briyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005, Hlm. 85.
11 Lorens Bagus dalam Briyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2005, Hlm. 85-87.

15
Sebagaimana dikemukakan dalam The Prince, berusaha menyingkap
pemerintahan Italia abad XV.12
Pemikiran filsuf sekaligus pelopor gerakan Protestanisme, yaitu Martin
Luther (1483-1546) banyak merujuk pada William Occam dan Augustinus, meski
implikasinya sangat revolusioner. Menurut Luther, otoritas kitab suci harus lebih
tinggi dan unggul dari tradisi gereja. Luther juga mengemukakan bahwa takdir
manusia yang mengerikan hanya bisa diselamatkan oleh iman, bukan dengan
akal. Jadi semakin jelas bahwa filsafat masa renaisans, sebagaimana
dikemukakan oleh Russell, ditandai dua hal penting. Yakni semakin
berkurangnya otoritas gereja dan ilmu pengetahuan semakin menunjukkan
kekuatan. Ilmu pengetahuan inilah yang menandai era baru filsafat, terutama
dalam penalaran ilmiah.13
4. Pada Masa Modern (abad 17-19 M)
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan
manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan sehingga corak
pemikirannya antroposentris, yaitu pemikiran filsafat yang berdasarkan pada akal
piki dan pengalaman. Pada awal masa abad modern ini ditandai dengan
munculnya Renaissance dan Humanisme, dimana para filsuf menjadi pelopor
perkembangan filsafat. Pemikiran filsafat pada masa abad modern ini berusaha
meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan
lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia
agar dapat menguasai lingkungan alam menggunakan berbagai penemuan ilmiah
(Wattimena, 2008:32).
Oleh karena itu, semakin pesatnya orang yang menggunakan
metodemetode induksi atau eksperimental dalam berbagai penelitian ilmiah,
maka akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai tertinggal oleh

12 Will Durrent dalam Briyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2005, Hlm. 87.
13 Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2008, Hlm. 57-
58.

16
perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (natural science). Rene Descartes (1596-
1650) sebagai

bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu konsep dari perpaduan
antara metode ilmu alam dan ilmu pasti ke dalam pemikiran filsafat. Upaya ini
dimasukkan agar kebenaran dan kenyataan filsafat juga sebagai kebenaran dan
kenyataan yang jelas dan terang (Suaedi, 2016:4)
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah pada filsafat
ilmu pengetahuan, dimana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia,
bagaimana cara atau sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan
kenyataan. Sebagai tokohnya adalah George Barkeley (1685-1753), David Hume
(1711-1776) dan Rousseau (1722-1778). Di Jerman, muncul Christian Wolft
(1679-1754) dan Immanuel Kant (1724-1804) yang mengupayakan agar filsafat
menjadi ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk
pengertian-pengertian yang jelas dan bukti kuat (Amin, 1987:32).
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran
filsafat pada saat ini telah mapu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa
dengan pengertian dengan cara sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis dan
filsafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770-1831), Karl Marx (1818-
1883), Auguste Conte (1798-1857), J.S. Mill (1806-1873) dan John Dewwy
(1858-1952). Akhirnya, dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-
macam ini berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi.
Giliran selanjutnya lahirlah filsafat kontemporer14

5. Pada Masa Kontemporer


Perkembangan filsafat abad ke-20 ditandai dengan munculnya berbagai
aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran itu merupakan kelanjutan dari
aliranaliran filsafat yang telah berkembang pada abad modern, seperti pragmatise,
fenomenologi, dan eksistensialisme. Tokoh pertama yang berpengaruh pada abad

14 Perkembangan Filsafat Abad Modern,

17
ini adalah Edmund Husserl (1859-1938), selaku pendiri aliran fenomenologis ia
telah memengaruhi pemikiran filsafat abad ke-20.

Membuat deskripsi atau eksposisi tentang perkembangan ilmu di zaman


kontemporer berarti menggambarkan aplikasi ilmu dan teknologi dalam berbagai
sektor kehidupan manusia. Itulah salah satu karakteristik utama ilmu zaman
kontemporer. Adapun karakteristik filsafat di zaman kontemporer diantaranya
zaman kontemporer sangat kental dengan inovasi-inovasi teknologi di berbagai
bidang, filsafat pada zaman kontemporer tidak segan-segan melakukan
dekonstruksi (pembongkaran) dan peruntuhan terhadap teori-teori ilmu yang
yang pernah ada untuk kemudian menyodorkan pandangan-pandangan baru
dalam rekonstruksi ilmu yang mereka bangun. Ciri lain munculnya
perkembangan teknologi rekayasa genetika, teknologi informasi dan teori partikel
elementer.
a. Pragmatisme
Di Amerika Serikat aliran pragmatisme mendapat tempatnya yang terdiri
di dalam pemikiran filsafat. William James (1842-1920) adalah orang yang
memperkenalkan gagasan-gagasan pragmatisme kepada dunia. Pemikiran
James pada awalnya sederhana, karena James melihat bahwa telah terjadi
pertentangan antara ilmu pengetahuan dengan agama segingga tujuan
kebenaran orang Amerika terlalu teoritis, ia menginginkan hasil yang konkret,
untuk menemukan esensi tersebut maka harus diselidiki kosekuensi
praktisnya.
Pragmatisme kemudian dikembangkan oleh John Dewey (1859-1914).
Dalam pandangan Dewey, filsafat tidak boleh berada dalam pemikiran
metafisika yang tidak ada manfaatnya. Filsafat harus berdasarkan pada
pengalaman, kemudian mengadakan penyelidikan dan mengolahnya secara
kritis sehingga fisafat dapat memberikan sistem norma dan nilai-nilai. Secara
umum, aliran pragmatisme bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan
dirinya sebagai benar dalam perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat

18
secara praktis. Aliran ini menganggap benar apa yang akibat-akibatnya
bermanfaat secara praktis. Jadi patokan dari pragmatisme adalah bagaimana
dapat bermanfaat dalam kehidupan praktis. Dan pegangan pragmatisme
adalah logika pengamatan. Kebenaran mistis pun dapat diterima asalkan bisa
bermanfaat secara praktis, misalnya ada penyembuhan alternatif yang
menggunakan tenaga magis.
b. Fenomenologi
Kata “fenomenologi” berasal dari Yunani fenomenon, artinya sesuatu
yang tampak, terlihat karena bercahaya, (dalam bahasa Indonesia disebut
“gejala”). Jadi fenomenologi adalah salah satu aliran yang membicarakan
segala sesuatu selama hal itu tampak dan terlihat. Suatu fenomena tidak perlu
dapat diamati dengan indra, sebab fenomena dapat juga dilirik secara rohani
tanpa melewati indra. Diantara tokoh-tokoh aliran fenomenologi adalah
Edmund Husserl (1859-1938), Marx Secheler (1874-1928).
c. Eksistensialisme
Menurut Harun Hadiwijono, kata eksistensi”berasal dari kata eks” keluar
dan “sistensi” yang diturunkan dari kata kerja “sisto” (berdiri, menempatkan).
Jadi eksistensialisme dapat diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri
dengan keluar dari dirinya. Artinya, manusia sadar bahwa dirinya ada dan ia
meragukan segala sesuatu hal yang pasti, yaitu dirinya ada.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala gejala
berpangkal pada eksistensi. Eksistensi sendiri merupakan cara berada manusia di
dunia, dan cara ini berbeda dengan cara berada makhluk-makhluk lainnya. Benda
mati atau hewan tidak sadar akan keberadaannya, tetapi manusia menyadari
keberadaannya, manusia sadar bahwa dirinya sedang bereksistensi. Oleh sebab iu
segala sesuatu berarti selama menyangkut dengan manusia, kemudian manusia
memberikan arti pada segalanya, menentukan perbuatannya sendiri, serta
memahami diri sebagai pribadi yang bereksistensi. Tokoh-tokohnya aliran ini
adalah Karl Jaspers, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Gabriel Marcel dan
Marleau Ponty.15

15 Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu, Jakarta: Kencana, 2018, Hlm. 46.

19
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kehadiran filsafat abad modern
yang diawali oleh gerakan renaissance berusaha mengembalikan eksistensi
kemausian yang hilang dari tidur panjang 1000 tahun lebih. Abad modern ini

ditandai oleh penemuan-penemuan besar dalam bidang ilmu pengetahuan


sehingga abad modern menjadi abad kembalinya sebjektivitas dengan
memberikan penghargaan yang setinggi-tingganya pada peranan akal.
Munculnya aliran-aliran berbeda menunjukkan bahwa abad modern telah
memperbarui sudut pandang dogmatis manusia kepada pemahaman pluralis yang
didukung oleh data dan fakta rasional dan empiris. Adapun zaman kontemporer
ditandai dengan munculnya berbagai aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran
itu merupakan kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang telah berkembang pada
abad modern, seperti fenomenologi, ekstensialisme dan pragmatis. Filsafat pada
zaman kontemporer ini memfokuskan sorotannya pada berbagai perkembangan
ilmu terakhir yang terjadi hingga saat sekarang yang kita bisa rasakan langsung
dalam kehidupan.
6. Sejarah Filsafat Islam
a. Periode Sejarah Islam
Sejarah peradaban islam umumnya dibagi menjadi tiga periode, yakni: klasik
(650-1250), pertengahan (1250-1800), dan modern (1800 hingga kini).16 Periode
klasik digambarkan sebagai masa ekspansi, integritas, dan puncak kemajuan.
Dizaman klasik inilah wilayah Islam meluas hingga ke Andalusia (Spayol) dan
India. Pada periode klasik ini lahir pemikir-pemikir besar di bidang teologi,
filsafat, tasawuf, fikih, sains, kedokteran, serta seni dan arsitektur. Melihat masa
ke emasan tersebut, M. Talbi dalam Encyclopedia of Islam melukiskan periode
klasik Islam sebagai “Abad Mu’jizat Arab”, masa ditemukannya sebagai bidang
ilmu pengetahuan oleh ilmuwan muslim.17

16 Harun Nasution dalam Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015 Hlm. 96.
17 M. Talbi dalam Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015, Hlm. 97.

20
Sementara itu, abad pertengahan digambarkan sebagai abd kemunduran,
masa disintegrasi politik dan stagnasi pemikiran. Pada akhir periode pertengahan
ini terdapat tiga kerajaan besar yang melahirkan pembaruan pemikiran islam.
Tiga dinasti besar itu adalah Dinasti Utsmani di Turki, Dinasi Safawi di Persia

dan Dinasti Mughak di India. Bahkan tiga dinasti tersebut juga mampu
melahirkan peradaban Islam yang cukup membanggakan pada masanya. Namun
demikian, sepanjang abad abad pertengahan, dunia Islam dilanda krisis politik,
perbenturan ideologis Sunni dan Syi’ah, serta persaingan yang melibatkan
komunitas Arab dan Persia. Dampaknya, dunia Islam dilanda kemunduran di
berbagai bidang, termasuk intelektual. Para sarjana muslim ketika itu banyak
menjadi komentator karya-karya terdahulu.
Impresi bahwa abad pertengahan adalah masa kegelapan memang tidak
sepenuhnya tepat. Sebab, sepanjang abad pertengahan masih dapat ditemukan
dinamika intelektual Islam. Abad pertengahan yang disimbolkan dengan era
kegelapan itu pun masih melahirkan beberapa pemikir besar di dunia Islam. Hal
ini menunjukkan bahwa intensitas keilmuwan pada abad pertengahan masih
terjadi mesti skalanya tidak sehebat pada abad klasik Islam. Salah satu pemikir
besar yang muncul pada abad pertengahan adalah Ibn Khaldun (1332-1406).
Bahkan dapat dikatan bahwa Ibn Khaldun merupakan ilmuwan Muslim terbesar
sepanjang abad pertengahan. Karya fenomenalnya, Muqaddimah, telah
mengundang decak kagum dari para sarjana Muslim dan non-Muslim. Karena
itulah Kitab Muqaddimah kemudian diterjemahkan dalam banyak bahasa Eropa.
Sedangkan periode sejarah Islam modern dimulai dengan keprihatinan
terhadap kondisi dunia Islam yang secara politis memang berada dalam
kekuasaan kolonialisme dan imperialisme Barat. Sebagian dunia Islam kemudian
mulai bangkit untuk melawan penjajah hingga akhirnya merdeka. Periode ini
merupakan era kebangkitan dan pembaharuan setelah sempat mengalami
kemunduran pada abad pertengahan. Gerakan pembaharuan periode modern ini
muncul dalam dua hal. Pertama, timbulnya kesadaran di kalangan umat bahwa
banyak tradisi asing yang telah merasuk dalam ajaran Islam. Realitas ini jelas

21
bertentangan dengan semangat untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh
asing berupa takhayul, bid’ah, dan khurafat. Penyakit-penyakit ini dianggap telah
melemahkan umat. Akibatnya umat mengalami kemunduran di segala bidang.
Kedua, adanya kesadaran bahwa Barat telah begitu maju sehingga mendominasi
dunia terutama di bidang politik dan peradaban. Berkat adanya interaksi dengan
dunia Barat maka para pembaru pun semakin menyadari bahwa dunia Islam
sudah sangat terringgal dari Barat. Merekapu mengorbarkan api pembaruan untuk
meraih kemajuan seperti yang dicapai dunia Barat.18
Seakan menyadari ketertinggalan umat Islam dari Barat, maka tidak ada jalan
lain kecuali melakukan pembaharuan di segala bidang. Termasud pembaharuan
dalam Khazanah pemikiran Islam memiliki pengertian yang banyak. Harun
Nasution misalnya menganalogikan istilah pembaharuan dengan modernisme.
Menurut Harun, modernisme diartikan sebagai pikiran, aliran, gerakan, dan usaha
untuk mengubah paham, adat istiadat, dan institusi lama untuk disesuaikan
dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.19 Definisi ini menekankan makna pembaruan pada usaha mengubah
segala sesuatu yang dipandang lama untuk digantikan dengan yang baru yang
lebih maju.

18 Harun Nasution, dalam Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu keislaman, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015, Hlm. 100.
19 Harun Nasution dalam Biyanto, Filsafat Ilmu dan Ilmu keislaman, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015, Hlm. 100.

22
BAB III
PENUTUP

A. Keimpulan
1. Pengertian Filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata Filo
artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin
lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu. Sofia artinya
kebijaksanaan, bijaksana artinya pandai, mengerti dengan mendalam.
Jadi filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan mendalam atau
cinta dengan kebijaksanaan.
2. Ilmu Pengetahuan

a. Bahasa Arab: ilm yang berarti memahami, mengerti, atau


mengetahui.
b. Bahasa Inggris ilmu biasanya dipadankan dengan kata science.
c. Bahasa Indonesia kata science (berasal dari bahasa latin dari kata
scio, scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering
juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan.
d. Jika dalam KBBI ilmu dapat diartikan sebagai sebuah pengetahuan
yang disusun dengan metode tertentu.

3. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu


Sejarah ini terdiri dari enam masa yaitu:
a. Pada Masa Yunani (abad 15 - 2 SM)
b. Pada Masa Pertengahan (Abad 2-14 M)
c. Pada Masa Renaisance (14-17 M)
d. Pada Masa Modern (abad 17-19 M)
e. Pada Masa Kontemporer
f. Sejarah Filsafat Islam

23
DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1981. Pembimbing ke Filsafat. Jakarta: Dian Rakyat.

Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Bertens, Kees. 1995. Sejarah filsafat Yunani: dari Thales ke Aristoteles,

Yogyakarta: Karnisius..

Biyanto. 2005. Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Burhanuddin, Nunu. 2018 Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana.

Garna, Judistira K. 1996. Ilmu-ilmu Sosial Dasar-Konsep-Posisi. Bandung:

Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Lasiyo. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Liberty.

Poedjawijatna. 1980. Pembimbing ke arah Alam Filsafat. Jakarta: PT

Pembangunan.

Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press

Sudjarwo. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Mandar Maju.

Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Suriasumantri, Jujun S. 1998. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapann.

24

Anda mungkin juga menyukai