OLEH:
MUHAMMAD ALFARIZI (2102030037)
M. ALWIY
FAKULTAS SYARI’AH
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOMBOK TIMUR
2021/2022
DAFTAR ISI
A. Latar belakang.................................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................... 2
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 10
B. Saran.................................................................................................................. 10
II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis
sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Hsyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999) h. 9.
2
Muhammad Baqir As-Shadr, Falsaftuna terj. Nur Mufid bin Ali (Bandung : Mizan, 1991) h.31.
1
pemikran untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan.3Wahyu adalah
petunjuk yang di turunkan oleh Allah kepada umat manusia untuk membimbingnya
menuju jalan kebenaran.Pengetahuan yang di bawa oleh wahyu adalah diyakini
absolut dan mutlak benar.
Sedangkan akal sendiri adalah kemampuan berpikir dan sekaligus sebagai
anugrah dari Allah kepada manusia, dimana dengan akal tersebut kita mampu
danbisa untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.Selain itu, akal juga
merupakan pertanda atau bukti kesempurnaan manusia dibandingkan dengan
makhluk lain.Kemampuan lebih yang di miliki manusia itu adalah kemampuan
akalnya, ia sering di sebut dengan istilah animal rationale, al-hayawan an-
natiq.Melalui kegiatan akalnya, manusia berusaha memahami dirinya dan alam
sekitarnya.4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
3
Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam (Jakarta : UI-Press, 1986 ), h. 1.
4
Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Islam (Yoyakarta : LESFI, 1992), h.1
2
BAB II
PEMBAHASAN
______________________
3 The Liang Gie. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Liberty, Cetakan ke 5, 2400, hal 29
4 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1996, hal 3.
3
Diantara defenisi-defensisi tersebut adalah (1) Thales (640-546 s.M.), filsafat
adalah suatu penela’ahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya,
unsur-unsurnya, dan kaidah-kaidahnya. (2) Socrates (469-369 s.M.) mengatakan
bahwa filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan
terhadap asas-asas kehidupan yang adil dan bahagia. (3) Plato (427-347 s.M.)
berpendapat bahwa pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap
pandangan tentang seluruh kebenaran. (4)Aristoteles (348-322 s.M.)
mendefenisikan filsafat sebagai ilmu tentang asas-asas pertama atau suatu ilmu yang
menyelidikan terhadap sesuatu yang ada sebagai yang ada dan ciri-ciri yang
tergotong pada objek itu berdasarkan sifat alaminya sendiri.5
______________________
5 The Liang Gie, op-cit, hal, 31-3 3
Para ahli tampaknya sepakat, bahwa pemikiran ilmiah. yang merupakan titik awat
kemunculan filsafat, merupakan penemuanYunani. Namun pemikiran ilmiah tidak
muncul dan berkembang tanpa ada faktor-faktor yang mendahuluinya.
4
Sebelum lahirnya pemikiran ilmiah manusia menggunakan mitos dalam
menjawab segala pertanyaan tentang alam yang mengitarinya. Mitologi menjawab
pertanyaan tentang alam semesta ini dengan jawaban dalam bentuk mite yang
terlepas sama sekali dari kegiatan rasio.6 Namun lama kelamaan manusia tidak lagi
puas dengan jawaban mitotogi tersebut dan mencoba mencari jawaban yang
rasional dari pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta. Dari usaha mencari
jawaban rasional7 terhadap pertanyaan tentang alam semesta itulah munculnya
filsafat8
1. Thales (640-556 s.M.). la merupakan seorang filosof yang mendirikan aliran filsafat
alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Filsafat kosmos atau yang
kemudian dikenat dengan kosmolagi mempertanyakan tentang unsur tunggal apa
5
yang menjadi dasar perubahan atau membentuk alam semesta. Terhadap
pertanyaan filosofis aliran ini didapatkan jawaban yang bermacam--macam, yaitu
air, api, tanah atau udara.
2. Pythagoras (572-497 s.M). la adalah pendiri filsafat Pythagorianisme. Aliran filsafat ini
mengemukakan sebuah ajaran metafisis, bahwa bilangan merupakan intisari dari semua
benda maupun dasar pokok sifat- sifat benda. Segenap gejala alam menurut alran ini
merupakan pengungkapan inderawi dari perbandingan- perbandingan matematika.
Filsafat ini dan mazhab Pythagorianisme dipadatkan menjadi sebuah dalil yang
berbunyi “Bilangan memerintah jagad raya” (Number rules the universe).
3. Socrates (469-349 s.M). Seorang filosof bidang moral terkemuka setelah Thales
pada zaman Yunani kuno adalah Socrates. la mengajarkan terhadap khalayak ramai
terutama kaum muda, bahwa pengetahuan adalah kebajikan, dan kebajikan adalah
kebahagiaan.
4. Plato (427-347 s.M.). Dia adalah seorang filosof Yunani yang sangat besar pengaruhnya
terhadap filsafat Islam. Melalui banyak karya tulisnya Umat Islam di masa Daulah
Abbasiah begitu tergerak untuk mengadakan kegiatan ilmiah. Plato adalah seorang
filosof yang telah mengubah pengertian kearifan (sophia) yang semula berkaitan
dengan soal-soal praktis dalam kehidupan menjadi pemahaman intelektaal. Dalam
karyanya berjudul “Republic”, Plato menegaskan bahwa para fi1suf adalah pencinta
pandangan tentang kebenaran ( vision of truth). Dalam pencarian kebenaran itu,
hanyalah filosof yang bisa menemukan dan menangkap pengetahuan tentang ide yang
abadi dan tak berubah.
5. Aristoteles (348-322 s.M.). Sebagaimana halnya Plato, Aristoteles juga merupakan
salah seorang filosof Yunani yang pemikirannya sangat mempengaruhi filsafat Islam.
la adalah murid Plato yang paling terkemuka. Menurutriya sophia (kearifan)
merupakan kebajikan intelekktual tertinggi, sedang philosophia merupakan padanan
kata episteme, dalam arti suatu kumpulan teratur pengetahuan rasional mengenai
sesuatu abjek yang sesuai.
_________________________________
9 ibid
10
Sebagai contoh dari hal tersebut adalah apa yang dialami Plato. Ia hidup dalam suatu periode
gelap kehidupan politik Athena
11
Ahmad Hanafi, op-cit, hal 21.
6
Pada abad ke 18, dunia Islam jatuh ke jurang keruntuhan terdalam1.
Tidak ada lagi keproduktifitasan umat Islam dalam bidang politik, ekonomi,
ilmu, seni, dan lain sebagainya layaknya 14 abad masa kejayaannya silam.
Kritisme umat Islam atas modernisasi Barat (modernisme) tumbuh dengan
pesat dalam bentuk yang beragam, baik berupa gerakan intelektual maupun
gerakan social politik. Keberagaman ini menyebabkan sulitnya mencari istilah
yang tepat yangmencakup semua gejala itu. Istilah yang dipakai Barat sebagi
penggelinding pertama bola kebangkitan Islam antara lain adalah revivalisme
(faham untukmendapatkan kebangkitan kembali), aktivisme (ajaran politik yang
menganjurkan tidakan kekerasan untuk mencapai tujuan politik),
milienarisme, militansi Islam ( kegiatan yang terpancar dari ketinggian
semangat berjuang, kegagah beranian di kalangan umat Islam), meseanisme,
resurgence (kemunculan kembali, kebangkitan kembali dengan jumlah yang
lebih banyak dari sebelumnya), dan reassertion (penegakan kembali)2
______________________
1
Lothorp Stoddard, Dunia Baru Islam, terj Muljadi Djojomartono, (Jakarta: Panitia Penerbit
Menko kesejahteraan, 1966), hal 29
2
Skrpisi Lilik Umi Hanik, Perspektif Neo Modernisme dan Neotradisionalisme atas Kebangkitan
Islam ; Studi Perbandingan antara pemikiran Fazlur Rahman dan Hossein Nashr, Surabaya:
SKI,1996, hal 16
7
Menurut Amien Ra’is, istilah-istilah tersebut di atas, yang digunakan
oleh Barat untuk menunjukkan adanya usaha umat dalam merelevansikan dan
mengoperasikan agama mereka, tidaklah tepat sama sekali. Sebab istilah-istilah
tersebut mempunyai konotasi seolah-olah Islam sudah tidur atau bahkan
terkubur kemudian bangkit lagi. Islam tidak pernah mengalami enkapsulasi
(pembungkusan atau pengemasan dalam kapsul) yang menjadikannya pasif-
reaktif terhadap perubahan-perubahan social, politik, ekonomi, dan budaya3.
Sementara itu, Chandra Muzaffar yang menganalisis dari sudut
sosiologi memandang bahwa ressurgence (kebangkitan) merupakan istilah
yang tepat. Baginya, kebangkitan yang didefinisikan sebagai ‘tindakan
membangkitkan kembali’ mempunyai pengertian-pengertian yang jelas.
Pertama, pandangan dari kaum muslim sendiri bahwa Islam menjadi penting
kembali, mendapatkan kembali prestise dan harga dirinya. Kedua, Islam
dikaitkan dengan kebenaran masa lalu, jalan yang ditempuh Nabi Muhammad
SAW dan para sahabat di masa lalu itu mempengaruhi pemikiran umat Islam
sekarang. Ketiga, Islam dipandang sebagai alternative dan oleh karena itu
dipandang sebagai ancaman bagi pandangan hidup atau idiologi lain yang
sudah mapan, khusunya idiologi Barat.Di antara istilah lain, demikian lanjut
Chandra Muzaffar, yang mendekati pengertian ‘ressurgence’ di atas adalah
istilah “reassertion” dan revivalisme4.
3
Ibid
4
Ibid, hal 1
8
Dalam khazanah Islam sendiri, sikap kritis terhadap modernisasi ini
lebih sering disebut tajdid dan ishlah 5 . Tajdid secara etimologi berasal dari kata
jaddada yujaddidu yang berarti menjadikan sesuatu baru. Tajdid menurut
asalusul artinya secara bahasa menimbulkan persepsi yang menghimpun tiga
pengertian yang tidak mungkin dipisahkan, masing-masing terikat satu sama
lain, yaitu: Pertama, Bagian yang telah diperbaharui pada mulanya telah ada.
Kedua, Barang itu dilanda zaman sehingga menjadi usang dan kuno. Ketiga,
Barang itu dikembalikan lagi kepada keadaan sebelum usang dan kreasi kuno6.
Dari segi terminologi, Muhammad Jindar Tamimi mengatakan bahwa
tajdid terbagi dua karena sasarannya, yaitu: Pertama, Berarti pembaharuan
dalam arti mengembalikan kepada keaslian dan kemurniannya, ialah bila tajdid
sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap atau tidak
berubah-ubah. Kedua, Berarti pembaharuan dalam arti modernisasi ialah bila
tajdid sasarannya mengenai masalah, seperti metode, sistem, teknik, dan
strategi perjuangan yang sifatnya berubah-ubah disesuaikan dengan situasi dan
kondisi7.
Tajdid menurut Yusuf Abdullah Puar adalah kembali pada ajaran Islam
yang asli murni, seperti yang diwahyukan Allah swt (al Qur’an) dan yang
disampaikan Nabi Muhammad SAW serta yang dikerjakan oleh para sahabat
dan ulama salaf yang sesuai dengan ajaran al Qur’an dan al Hadits, dengan
5
John L. Esposito, Dinamika Kebangunan Islam Watak, Proses, dan Tantangan, terj Bakri
Siregar,(Jakarta: PT. Rajawali, 1987), hal 22
6
Skripsi M. Audad AZ, Tajdid Menurut Pandangan Muhammadiyah, Surabaya: SKI, 1994
7
Skripsi M. Audad AZ, Tajdid,,,,,,,,,,,hal 6.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transformasi filsafat Yunani ke dalam dunia Islam yang jalur utamanya
adalah penerjeman buku-buku turats Yunani kebahasa umat Islam (bahasaArab)
menyebabkan munculnya dan berkembangnya filsafat Islam, yang telah
mengantarkan umat Islam kepintu gerbang peradabannya gemilang yang
pernah menjadi kiblat dan mercusuar peradaban dunia.
Dalam gerakan kebangkitan itu terlihat pula kemajuan pembangunan
ekonomi yang sedikit demi sedikit menanjak maju di negara-negara Islam.
Bangsa-bangsa Arab di kawasan Timur Tengah dengan kekayaan minyaknya
semakin memperlihatkan getaran-getaran kemajuan. Negara-negara Arab ini
sempat mampu membuat resah negara-negara industri Barat dengan politik
“embargo minyak” ketika terjadi perang Arab-Israil di tahun 1970.
B. Saran
Dalam pengumpulan materi pembahasan diatas tentunya kami banyak
mengalami kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca
memberikan tanggapan dan tambahan terhadap makalah kami. Sebelumnya kami
haturkan terimakasih.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdu al-Rahim Khan, Muhammad, Sumbangan Umat Islam Terhadap Ilm Pengetahuan
dan Peradaban,
terjemahanAdang Affandi, Bandung, Remaja Rosdakarya Offset,
cetakan ke 3, 1993.
Abdu al-Raziq, Mushthofa, Tamhid li Tarikhi al-Falsafah al-Islamiyah, Cairo, Lajnah
al-ta’lif, Cetakan ke-2. 1959
Al-Faruqi, Isma’i1 R & Lamya al-Faruqi, Lois, Atlas Budaya Islam: Menjelajah khazanah
PeradabanGemilang,
terjemahan Ilyas Hasan, Bandung, Mizan. 1998.
Amin, Ahmad, Fajru al-Islam, Cairo, Al-Nahdhah, Cetakan ke II, 1975. Baiquni, Ahmad, Al-
Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta, PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
Chanafiah al-Jauhari, Imam, Hermeuneutika Islam: Membanguan peradaban Tuhan di Pentas
Global, Yogyakarta, Ittaqa Press, 1999.
Durant, Wil, Qadhiyyatu al-Hadharah, Terjemahan Muhammad Badran, tt, Dar Al-JiI. Ji1id II,
1998.
Fuad Al-Ahwani, Ahmad, Filsafat Islam, terjemahan team Pustaka Firdaus, Jakarta, Pustaka
Firdaus, cetakan ke 8,
11
2