Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FILSAFAT PADA ZAMAN PERTENGAHAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Filsafat Ilmu”

Yang Dibina Oleh :

Dr. H. Ahmad Junaidi, M.Ag.

Dr. Wildan Hefni, MA.

Disusun Oleh :

Muhammad Sirajul Munir, S.H.

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Filsafat pada Zaman
Pertengahan” dengan tepat waktu.

Penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas Mata Kuliah “Filsafat Ilmu”.
Selain itu juga memiliki tujuan untuk mengetahui Filsafat pada Zaman Pertengahan.

Penyusun sangat menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, oleh karena itulah penyusun membuka tangan selebar-lebarnya untuk
menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya, dengan harapan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan bagi diri penyusun khususnya.

Dan tak lupa ucapan terima kasih yang tiada batas untuk segenap pihak yang
telah membantu dan memberi dukungan moril pada penyusun, semoga amal baik dari
beliau semua mendapat balasan dari Allah SWT.

Bondowoso, 14 Oktober 2021.

Penyusun.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

1.4 Filsafat pada Zaman Pertengahan ......................................................... 2

A. Periode Patristik ............................................................................ 2


B. Periode Skolastik........................................................................... 4

BAB III : PENUTUP............................................................................................... 7

A. Kesimpulan ............................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 8

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat dalam bahasa inggris disebut dengan Philosophy, dan Falsafah (‫)فلسفة‬
dalam bahasa arabnya. Secara garis besar filsafat dilahirkan di eropa (Yunani), oleh
karena itu kata filsafat terambil dari bahasa Yunani “Philosophia” yakni Philos
bermakna suka, cinta, dan senang akan sesuatu dan Sophia bermakna kebijaksanaan,
kearifan, atau pengetahuan. Dengan kata lain dapat diartikan bahwa filsafat adalah
cinta kebijaksanaan, cinta pengetahuan ataupun cinta kearifan (love of wisdom).1

Kita ketahui bersama para tokoh filsafat banyak yang telah memahami bahwa
filsafat itu adalah alat untuk mendalami hakikat suatu pengetahuan dan sesuatu yang
ada. Hal tersebut juga tidak jauh dari latar belakang rasa keingintahuan akan sesuatu
yang terus menerus tumbuh dan mendorong mereka untuk tetap berfikir dari waktu ke
waktu demi menemukan jalan keluar yang dicari.

Sebagai titik awal berkembangnya disiplin-disiplin ilmu lainnya, filsafat telah


banyak menorehkan cacatan panjang sejarahnya dimata dunia. Dimulai dari periode
zaman klasik, zaman pertengahan, dan zaman modern sampai saat ini.

Namun yang akan dipaparkan oleh penulis terfokus pada filsafat pada zaman
pertengahan. Bagaimana keadaan filsafat pada zaman pertengahan? Itulah yang akan
penulis uraikan dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Menguraikan beberapa rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam


makalah ini, yakni:

1. Filsafat pada Zaman Pertengahan

1.3 Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan pembahasan pada makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui Filsafat pada Zaman Pertengahan

1
Duski Ibrahim, Filsafat Ilmu Lengkap Dari Penumpang Asing Untuk Para Tamu, Cet 1 (Palembang: NoerFikri Offset,
2017), hal 1
BAB II. PEMBAHASAN

1.4 Filsafat pada Zaman Pertengahan

Pada Zaman Pertengahan memiliki khilaf atau beberapa perbedaan yang


begitu mencolok dibandingkan dengan zaman sebelum zaman pertengahan.
Perbedaan mencolok tersebut terletak pada dominasi agama di masa itu. Munculnya
agama (Kristen) yang dibawa oleh Nabi Isa al-Masih pada permulaan abad masehi
membawa dampak perubahan yang sangat signifikan bagi kepercayaan terhadap
agama. Yang mulanya tidak sama sekali memiliki kepercayaan keagamaan.
Agama Kristen telah menjadi masalah kefilsafatan, sebab memberikan
pemahaman bahwa wahyu Tuhanlah yang memiliki otoritas kebenaran sejati.
Berbalik keyakinan dengan padangan kaum Yunani Kuno yang mengatakan bahwa
kebenaran bisa tercapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenali apa itu
wahyu.2
Disimpulkan mengenai sikap masyarakat terhadap pemikiran atau filsafat
Yunani diwaktu itu ada 2 corak, yakni:
A. Pertama, golongan penolak keras filsafat Yunani. Sebab mereka beranggapan
filsafat Yunani merupakan hasil dari pemikiran orang kafir,yang sama sekali
tidak mengikuti wahyu.
B. Kedua, golongan penerima filsafat Yunani. Golongan ini beranggapan bahwa
jika manusia adalah ciptaan Tuhan maka dengan kata lain kebijaksanaan yang
dilakukan mereka juga datang dari Tuhan. Mungkin saja akal manusia tak bisa
menghasilkan kebenaran hakiki, namun hal tersebut juga dapat terbantu oleh
datangnya wahyu. 3
Secara garis besar pada periode zaman petengahan ini terbagi menjadi dua,
yakni;
A. Periode Patristik
Sejalan dengan berkembangnya Kristenisasi di barat, pemikiran filsafat
hanya terfokus pada ajaran dan dogma dari agama kristen sendiri mengenai
Tuhan, yang karenanya disebut dengan Teosentris. Kebebasan berpikir orang
Yunani semakin melemah bermula pada masa ini. Orang hanya dibolehkan
berpikir asal mengikuti ketentuan ang ditetapkan oleh para pemimpin gereja,
dalam artian filsafat harus mendukung secara penuh dogma-dogma gereja. Dan
implikasinya adalah banyak orang yang menguasai filsafat yang sesuai dengan
ajaran dan ketentuan yang telah ditetapkan tersebut; bapa-bapa gereja.
Kata Patristik sendiri berasal dari kata Latin Patres yang bermakna bapa-
bapa gereja, yang dimaksud adalah para ahli agama Kristen di zaman ataupun
pada abad petengahan.4 Pada masa ini pengetahuan dan filsafat memiliki tujuan
hanya sebagai instrumen untuk mengabdikan diri kepada pemikir-pemikir
Kristen, dengan cara dogma-dogma yang dianut gereja itu mereka pertahankan.

2
Fauzia Rozani Syafei, Sejarah Pemikiran Modern, Cet.1 (Padang: CV. Berkah Prima, 2018), hal 8.
3
Fauzia Rozani Syafei, Ibid, hal 9.
4
Duski Ibrahim, Filsafat Ilmu Lengkap Dari Penumpang Asing Untuk Para Tamu, Cet 1 (Palembang: NoerFikri Offset,
2017), hal 56-57.

2
Para filosof yang dalam hal ini merupakan pimpinan gereja di masa itu pada
umumnya meyakini bahwasanya kebenaran sejati hanya ada dalam kitab Injil.
Pada masa ini pula muncul usaha beberapa pembelaan bagi agama
Kristen, yakni para apologis (pembela iman Kristen). Pembelaan ini dilakukan
atas dasar kesadaran mereka (para apologis) demi melindungi dari serangan
filsafat Yunani. Para apologis yang dimaksud adalah Justinus Martir, Irenaeus,
Klemens, Origenes, Gregorius, Nissa, Tertuallianus, Diosios arepagos, Au-
relius Augustinus.5
Berikut beberapa pendapat apologis diatas, diantaranya:
1. Justinus Martir (103-165)
Berpendapat agama Kristen bukan merupakan agama
yang baru, karena agama Kristen lebih tua daripada filsafat
Yunani sendiri, dan Justinus menganggap Nabi Musa-lah sebagai
tanda awal kedatangan agama Kristen, padahal Musa hidup
sebelum hidupnya Socrates dan Plato.
Orang Yunani dahulu banyak terpengaruh Demon
(setan) yang dapat merubah pengetahuan yang nyata benar
berubah menjadi palsu (salah).
Oleh karena itu menurut Justinus Martir lebih membela
agama Kristen yang lebih berbobot jika dibandingkan dengan
filsafat Yunani.
2. Klemens (150-215)
Berikut beberapa intisari pendapat-pendapat Klemens
terambil dari pembelaannya pada agama Kristen, diantaranya:
a) Menyuguhkan batasan-batasan kepada ajaran Kristen
untuk dijadikan tameng pengokohan diri dari otoritas
filsafat Yunani.
b) Memberantas dengan cara memerangi orang-orang non-
Kristen ataupun yang anti pada Kristen menggunakan
filsafat Yunani.
c) Orang Kristen menjadikan filsafat sebagai instrumen
membela keimanan agamanya dan digunakan pula untuk
berfikir secara mendalam akan makna tersirat di agama
mereka.
3. Tertullianus (160-222)
Menurut Tertullianus wahyu Tuhan sudah sangat cukup.
Tidak ada korelasi antara teologi dengan fisafat, maupun antara
Yerussalem (sebagai pusat agama) dan Yunani (pusat filsafat).
Pernah juga ia sampaikan bahwa jika dibandingkan dengan
cahaya Kristen semua yang disampaikan oleh para filsuf Yunani
tak ada gunanya. Tertualinus begitu kuatnya berpegang teguh
pada dogma agama Kristen dan sempat mengeluarkan sebuah

5
Eka Fitrotul Khoiriah, Makalah Sejarah Perkembangan Ilmu Pada Abad Pertengahan. (diakses pada 10 Oktober 2021),
hal 1.

3
pernyataan : “Credo qua absurdum est” artinya: “Saya percaya
karena tidak masuk akal.” Pernyatannya in ia keluarkan sebagai
pembelaan terhadap dogma Trinitas yang sangat ia pegang kuat
dan sulit ia pahami. 6
Namun seiring berjalannya waktu, pada akhirnya
Tertullianus dapat menerima filsafat sebagai alat untuk berfikir
logis atau rasional karena ia sadar bahwa berfikir logis juga
sangat dibutuhkan.
4. Augustinus (354-430)
Dijuluki sebagai guru skolastik sejati lantaran pengakuan
orang-orang atas dasar keberhasilannya dapat membentuk filsafat
Kristen yang begitu berpengaruh besar terhadap filsafat di abad
pertengahan. Yang ajarannya sampai bertahan dalam kurun
waktu 10 abad dan dapat mempengaruhi pemikiran eropa barat.
Bertahannya ajaran Augustinus dalam kurun waktu 10
abad bukan tanpa alasan. Hal itu terjadi karena ajarannya lebih
cenderung bersifat sebagai metode daripada bersifat sistem,
sehingga mampu diserap hingga masa skolastik sendiri.

B. Periode Skolastik
Skolastik terambil dari kata sifat school, yang bermakna ajaran atau
sekolah. Jadi skolastik adalah aliran maupun suatu hal yang memiliki
keterkaitan dengan sekolah.
Pada masa ini pengaruh filsafat Aristoteles sebagai seorang filsuf
Yunani sangat laris dikalangan masyarakat jika dibandingkan dengan fisafat
bawaan Plato yang juga masih dianut oleh sebagian orang. Para
cendekiawan tokoh merekapun turut mempelajari peran akal manusia
menggunakan filsafat Plato dan mempelajari filsafat Aristoteles mengenai
kesatuan nature (alam) dengan reason (akal).7
Dalam priode skolastik ini, ada tiga masa yang terbagi menurut
sejarah pertumbuhannya:
1. Masa Skolastik Awal (800 - 1200)
Menjadi awal dari masa kebangkitan pemikiran abad
pertengahan setelah terjadinya kemerosotan pengetahuan karena
besarnya pengaruh filsafat abad pertengahan dimobilisasi oleh
golongan gereja Kristen. Di masa itu muncullah sekolah yang
menerapkan kerikulum berbasis ilmu pengetahuan meliputi studi
duniawi, contohnya: tata bahasa, retorika, seni berdiskusi
(dialektika), ilmu hitung (matemathic), ilmu ukur, ilmu
perbintangan dan ilmu musik. 8
Persoalan pemikiran yang sangat mencolok pada awal
masa skolastik ini adalah persoalan hubungan antara akal dengan

6
Duski Ibrahim, Filsafat Ilmu Lengkap Dari Penumpang Asing Untuk Para Tamu, Cet 1(Palembang: NoerFikri Offset,
2017), hal 56.
7
Duski Ibrahim, Ibid, hal 59-60.
8
Ahmad Syadali, Filsafat Umum, Cet. I (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hal 91.

4
wahyu, rasio dengan agama (ad-Din) dan pikir (nalar) dengan
dzikir.
Anselmus (1033 – 1109 M) berpendapat bahwa akal
harus bisa dipergunakan dalam bidang keagamaan dan sudah
sepantasnya akal dipergunakan dalam bidang keagamaan. Credo
ut intelligam (percaya agar memahami) adalah rumusan
Anselmus yang memiliki keterkaitan hubungan antara akal
dengan agama. 9 Dalam artian apabila seseorang telah memiliki
rasa kepercayaan terhadap agama maka ia akan dapat memahami
seluk beluk daripada agama tersebut. Jadi menurut Anselmus jika
boleh diambil kesimpulan agama dihadapannya lebih tinggi
dibanding akal (rasio), namun dengan catatan Anselmus juga
tidak menafikan kemampuan penggunaan akal.
Juga dapat disederhanakan dari rumusan diatas bahwa
percayalah terlebih dahulu untuk bisa mengerti. Anselmus
mengatakan sebelum memulai untuk berpikir, wahyu harus
sudah lebih dulu diterima oleh akal. 10 Dengan kata lain akal
menjadi penopang dari wahyu.
Untuk membuktikan keberadaan Tuhan, Anselmus
sangat sering memberikan pernyataan “saya tidak perlu tahu
tentang Tuhan, karena saya telah beriman kepada-Nya.”11
Ada pula salah satu tokoh bernama Peter Abaelardus
(1079 – 1180 M), tokoh yang selalu bertolak belakang dengan
tiap ahli pikir dan cendekiawan gereja tak terkecuali dengan
Anselmus, ia mengatakan bahwa iman wajib menerima apabila
didahului oleh akal. Karena yang wajib dipercaya ialah apa-apa
yang logis (dapat disetujui dan diterima akal). 12 Dari pernyataan
tersebut dapat ditarik benang merah bahwa menurut Peter
Abaelardus akan merupakan tolak ukur segalanya termasuk
wahyu Tuhan sekalipun jika tidak logis, maka hal tersebut tidak
dapat diterima kebenarannya.
Tokoh-tokoh di masa Skolastik awal: Aquinas (735-
805), Johannes Scotes Eriugena (815-870), Peter Lombard
(1100-1160), Jhon Salisbury (1115-1180), dan Peter Abaelardus
(1079-1180).
2. Masa Skolastik Jaya (sejak 1200 – 1300 M)
Masa kejayaan, keemasan dan puncak masa skolastik
ada pada masa ini. Dan disebut juga dengan masa berbunga atau
mekar.
Dibalik keberjayaan masa ini ada beberapa hal yang
mempengaruhinya:
a. Sejak abad 12 - 13 banyak dipengaruhi oleh pola
pikir Aristoteles, Averoes (Ibnu Rusyd), dan
Avicenna (Ibnu Sina).
b. Berdirinya Universitas Almamater di Prancis
pada tahun 1200 M.
9
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai James, Cet.4 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1994), hal 83.
10
Frederick Mayer, A History of Anciens and Medieval Philosophy, (New York: American Book Company), hal 384.
11
Frederick Mayer, Ibid, hal 385.
12
Ahmad Syadali, Filsafat Umum, Cet. I (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hal 93.

5
c. Berdirinya ordo-ordo yang merupakan imbas
dari banyaknya antusiame yang diberikan
terhadap ilmu pengetahuan.13
Tokoh cendekiawan yang memiliki peranan penting
pada masa ini seperti:
a. Albertus Magnus (1203-1280 M) terkenal
dengan sebutan doktor universalis atau doktor
Magnus.
b. Thomas Aquinas (1225-1274 M) menjadi pakar
ahli ilmu teolog, ia mengemukakan lima
pendapat demi memberikan bukti bahwa Tuhan
dapat diketahui dengan akal; alam yang
memiliki sifat selalu bergerak tanpa henti
(rotasi), sebab yang dapat mencukupi, adanya
sesuatu yang mungkin dan harus, menyaksikan
adanya tingkatan alam dan keteraturan alam
tersebut.
3. Masa Skolastik Akhir (1300-1450 M)
Keberakhiran masa skolastik ini diperlihatkan dengan
semakin terpuruknya kemauan untuk berpikir (filsafat).
Kemalasan untuk berpikir menyebabkan stagnan (jalan ditempat)
dalam berfilsafat. Dan menandai bahwa agama kembali
mengambil alih peradabannya.
Beberapa tokoh yang muncul pada masa ini:
a. William Ockham (1285-1349 M)
Berpendapat bahwa pola pikir manusia terbatas pada
pengetahuan tentang kejadian dan barang yang
bersifat pribadi.
b. Nicolous Cisanus (1401-1464 M)
Dikenal dengan tokoh penyatu, penyambung
(komparasi) antara filsafat zaman pertengahan
(teologis) dengan pengetahuan zaman modern
(eksperimen). Nicolous juga merupakan tokoh
penutup pada zaman ini (paling akhir).
Ada tiga cara yang ia tawarkan untuk memahami
sebuah pengertian, wawasan maupun pelajaran:
indera, rasio (akal/pemikiran) dan naluri/insting
(intuisi).14

13
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal 71.
14
Ahmad Syadali, Filsafat Umum, Cet. I (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hal 99.

6
BAB III. PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Zaman pertengahan merupakan zaman keterpurukan bagi perkembangan


filsafat. Sebab saat itu karakteristik yang dimiliki oleh tokoh-tokohnya tersusupi oleh
dogma maupun ajaran agama Kristen yang tak lain dibawa oleh cendekiawan gereja.
Tak sampai disitu pengekangan mendalami ilmu pengetahuan yang lain juga mereka
gencarkan demi tujuan utamanya yakni menjadikan pola hidup masyarakat lebih
terarah pada kesholehan. Namun yang tak mereka sadari adalah dengan cara
sedemikian rupa menjadikan masyarakatnya minim terhadap pengetahuan dan
stagnasi kian menyelimuti pola pikir yang ingin mereka kembangkan. Sehingga
semua kebijakan dan norma-norma yang mereka terapkan berimbas pada sebutan
“zaman kegelapan” bagi zaman pertengahan ini.

7
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi Asmoro, 1995, Filsafat Umum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ibrahim Duski, 2017, Filsafat Ilmu Lengkap Dari Penumpang Asing Untuk Para Tamu,
Cet I, Palembang: NoerFikri Offset.

Khoiriah Eka Fitrotul, 2021, Makalah Sejarah Perkembangan Ilmu Pada Abad
Pertengahan..

Mayer Frederick, t.t, A History of Anciens and Medieval Philosophy, New York:
American Book Company.

Syadali Ahmad, 1997, Filsafat Umum, Cet. I, Bandung: CV. Pustaka Setia,

Syafei Fauzia Rozani, 2018, Sejarah Pemikiran Modern, Cet.I, Padang: CV. Berkah
Prima.

Tafsir Ahmad, 1994, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai James, Cet.4,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai