Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT ILMU EPISTEMOLOGI

Dosen Pengampu: Rohim Habibi, M.Pd.

Disusun oleh:

Lilis Dwi Puspitadewi (233121077)

Isna Muhaiminul Firdaus (233121080)

Fatimah Marthalia Putri (233121085)

Faza Abdi Salam Al Jawawi (233121103)

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS ILMU TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia-Nya, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“MAKALAH FILSAFAT ILMU EPISTEMOLOGI” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Konsep Dasar Filsafat Ilmu dengan dosen pengampu Rohim Habibi, M.Pd. Tak lupa,
kamiucapkan terimakasih kepada segala pihak yang telah membantu dan terlibat dalam
penyusunan makalah ini.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Surakarta, 23 September 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 2

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 2

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 2

BAB II ....................................................................................................................................... 3

2.1 Sejarah Perkembangan Pengetahuan ..................................................................... 3

2.2 Pengetahuan Epistemologi ....................................................................................... 5

2.3 Metode Ilmiah ............................................................................................................ 7

2.4 Struktur Pengetahuan Ilmiah .................................................................................. 9

BAB III.................................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja, akan tetapimanusia juga
memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungansekitar mereka. Dalam
upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkalimelakukan komunikasi ataupun
cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satuinformasi yang didapat dari komunikasi
adalah pengetahuan. Pengetahuansangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat
memberikan manfaatyang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak
jarangmanusia harus mempelajari Epistemologi.
Epistemologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan mengenaisumber-
sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan. Epistemologiseringkali disebut
dengan teori pengetahuan atau filsafat pengetahuan, karenayang dibicarakan dalam
epistimologi ini berkenaan dengan hal-hal yang yangada sangkut pautnya dengan masalah
pengetahuan. Misalnya, Apakah pengetahuan itu? Dari mana Asalnya? Apakah sumber-
sumber pengetahuan?Bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan? Dari mana
pengetahuan yang benar? Apa yang menjadi karakteristik pengetahuan? Apakah
pengetahuan itutergolong benar atau keliru, dan sebagainya. Beberapa pertanyaan innilah
yangkemuadian disebut dengan persoalan epistimologi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Sejarah Epistemologi Ilmu


2. Pengertian Pengetahuan
3. Memahami Macam-Macam Metode Ilmiah
4. Struktur Pengetahuan Ilmiah

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui Sejarah perkembangan ilmu


2. Megetahui pengertian pengetahuan
3. Dapat menggunakan metode ilmiah dalam berfikir
4. Mengerti struktur pengetahuan Ilmiah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Pengetahuan

Zaman Yunani Kuno (6 SM- 6 M)

Kelahiran pemikiran filsafat diawali pada abad ke-6 SM yang ditandai oleh
runtuhnya mitos-mitos yang selama ini menjadi pembenaran setiap gejala alam. Filsafat
Yunani yang telah berhasil mematahkan berbagai mitos tentang kejadian dan asal usul alam
semesta, dan itu berarti dimulainya tahap rasionalisasi pemikiran manusia tentang alam
semesta.. Filsuf yang mengembangkan filasfat pada zaman Yunani yang begitu ramai
dipersoalkan sepanjang sejarah yaitu Socrates. Setelah itu, Plato meneruskan keaktifan
Socrates dengan mengarang dialog-dialog seperti gurunya. Pemikiran filsafat Yunani Kuno
mencapai puncaknya pada masa Aristoteles (384 SM-322 SM).

Zaman Yunani ditandai oleh runtuhnya mitos-mitos yang selama ini menjadi
pembenaran setiap gejala alam. Dan di zaman ini banyak bermunculan filsuf terkenal seperti
Socrates, Plato, dan Aristoteles.*

Zaman Pertengahan (6 M- 16 M)
Pada masa pertengahan ini, terdapat periode yang membuat perkembangan filsafat
tidak berlanjut, yaitu pada masa skolastik Kristen (abad kegelapan).Hal ini dikarenakan pihak
gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak
bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan
kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para
gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat samapai pada
hukuman mati.
Abad pertengahan lebih berpusat pada timur tengah dengan terbentuknya
kekhalifahan Abbasiyah. Banyak filsuf dan ilmuan yang muncul seperti Al-Kindi, Al-Farabi,

3
Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan lain-lain. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar
bagi perkembangan ilmu disaat eropa sedang dilanda abad kegelapan.1

Zaman pertengahan, eropa sedang dilanda masa skolastik Kristen (abad kegelapan).
Pusat perkembangan ilmu pengetahuan berada di timur tengah dengan berdirinya
kekhalifahan Abbasiyah dengan munculnya banyak ilmuan seperti Ibnu Sina dan Al-
Ghazali.*

Zaman Renaisans (14 M-16 M)


Renaisans adalah suatu zaman yang sangat menaruh perhatian dalam bidang seni
lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Zaman
renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berpikir.
Renainssans dianggap sebagai masa peralihan dari Abad Pertengahan ke zaman
Modern. Dengan demikian, ia memiliki unsur-unsur abad pertengahan dan modern, unsur-
unsur keagamaan dan profance, otoriter dan individualistis. Tetapi ini semua tak berarti
pengingkaran bahwa Renaisans umumnya dianggap sebagai suatu titik peralihan di dalam
sejarah kebudayaan barat.2
Zaman Rennaisance merupakan kebangkitan para filsuf yang bebas berfikir tanpa
adanya pengaruh ajaran dan tekanan dari agama setelah dilanda masa skolastik Kristen.*

Zaman Modern (17 M- 20 M)


Di zaman ini terdapat peristiwa penting, yaitu revolusi di Inggris dan Perancis. Orang-
orang yang hidup di zaman ini memiliki keyakinan bahwa mereka mempunyai masa depan
yang cerah dan bercahaya berkat rasio mereka sendiri.
Dengan runtuhnya otoritas gereja dan berkembang pesatnya pengetahuan di benua
eropa terutama pada bidang kebudayaan, teknologi, dan ekonomi manusia menjadi belomba
lomba menemukan hal-hal baru.*
Zaman modern ditandai dengan ilmu pengetahuan yang telah maju, ilmu fisika yang
menempati kedudukan paling tinggi dan yang paling banyak dibicarakan para filsuf.
Ilmuwan.*

1
Decequeen, Keyra. n.d. “Masa Kejayaan Islam.” Accessed September 16, 2023.
https://doc.lalacomputer.com/makalah-masa-kejayaan-islam/#5-Ibnu-Sina-980-1037-M.
2
“Sejarah Singkat Perkembangan Filsafat.” 2020. 2020. https://www.darus.id/2020/06/sejarah-
perkembangan-filsafat-dari-yunani-hingga-modern.html.

4
2.2 Pengetahuan Epistemologi

Sejarah Pengetahuan Epistemologi **


Perkembangan epistemologi pertama kali muncul di Yunani yang didorong, di samping
hal-hal lain, oleh sebuah pertemuan yang disebut Skeptis. Individu tertentu dengan sengaja
menyalahkan segalanya. Terlebih lagi, kelompok Shopis adalah kelompok yang umumnya
bertanggung jawab atas pertanyaan itu. Pranarka (2015) mengungkapkan bahwa latar
belakang sejarah epistemologi dimulai di Yunani kuno, ketika individu-individu mulai
dengan sengaja menyikapi informasi dan merasa bahwa informasi merupakan faktor penting
yang dapat menentukan keberadaan dan kehidupan manusia. Dari satu perspektif, agama
mengatakan bahwa informasi manusia harus berpuncak pada informasi yang fides, sedangkan
orang-orang ilmiah berpendapat bahwa kepercayaan itu omong kosong jika tidak ditunjukkan
dengan alasan. Keadaan saat ini mengarah pada sebuah sekolah pendidikan yang memberikan
banyak pertimbangan terhadap masalah epistemologis. Sejak mencoba untuk membuat
perpaduan yang tepat dari informasi surgawi dan pelajaran dari satu perspektif, dengan
informasi dan pelajaran manusia normal ilmiah di sisi lain. Pada tahap inilah terjadi
perkumpulan sekaligus pertempuran antara helenisme dan semitisme. Kekuatan ketat yang
berkembang selama paruh baya Eropa tampaknya telah mendorong kualitas Semit yang tak
tertandingi atas gagasan Yunani. Kemudian lagi, individu merasa bahwa mereka dapat
bergabung dengan helenisme yang mengakomodasi secara mental dengan pelajaran ketat
yang bersifat surgawi dunia lain. Dari sinilah berkembang logika, induksi, idelisme, dan
positivisme yang kesemuanya memberikan pertimbangan luar biasa pada persoalan
informasi.
Pengertian Epistemologi **
Epistemologi berarti melihat secara mendasar praanggapan dan kondisi cerdas yang
mendasari peluang informasi dan berusaha memberikan catatan yang masuk akal untuk kasus
kebenaran dan objektivitas. Sejalan dengan itu, epistemologi adalah ilmu yang membicarakan
tentang informasi dan cara mendapatkannya. Sebagaimana ditunjukkan oleh pandangan
Simon Blackburn dalam cara berpikir referensi kata, ditegaskan bahwa epistemologi, dari
bahasa Yunani episteme (informasi) dan logos (kata/bicara/ilmu) adalah bagian dari
penalaran yang pengaturan dengan awal, sifat, karakter. dan macam informasi. Pokok ini
merupakan salah satu tema yang paling banyak dibahas dan diteliti dalam bidang teori,
misalnya mengenai apa itu informasi, hal apa saja atributnya, jenisnya, dan hubungannya

5
dengan kebenaran dan keyakinan (Blackburn, 2013). Blackburn lebih lanjut menjelaskan
bahwa epistemologi atau hipotesis informasi diidentifikasikan dengan gagasan sains,
praduga, dasar, dan kewajibannya mengenai artikulasi tentang informasi yang dikendalikan
oleh setiap orang. Informasi ini diperoleh orang melalui akal dengan teknik yang berbeda,
termasuk; strategi induktif, strategi deduktif, strategi positivisme, strategi penelitian dan
teknik argumentatif.
Cara Kerja Epistemologi **
Metode kerja atau strategi pendekatan dalam epistemologi menggambarkan bagaimana
atribut cara filosofis menghadapi keajaiban informasi. Atribut cara filosofis menghadapi
objek kajian dapat dilihat dari jenis pertanyaan yang diajukan dan tanggapan yang tepat yang
diberikan.
Macam-macam Epistemologi **
Pertama, epistemologi aficionado adalah metode tradisional dalam mengelola
epistemology.
Kedua, epistemologi dasar. Hal ini dikemukakan oleh Rene Descartes, yaitu dilakukan
penukaran epistemologi sepihak dengan menanyakan apa yang dapat kita ketahui sebelum
mengklarifikasi. Pertanyakan pertama-tama secara fundamental dan kemudian percayalah.
Ketiga, epistemologi logos. Pertanyaan utama dari epistemologi ini adalah apa yang
benar-benar kita ketahui dan bagaimana kita mengetahuinya? Epistemologi ini tidak
mempermasalahkan apakah batu di depan mata kita itu penampakan atau bukan, yang
membedakan adalah ada batu di depan mata kita dan kita teliti secara eksplisit.
Aliran-aliran Epistemologi **
Pertama, kemajuan Investigasi melihat bahwa individu memperoleh data melalui
pertemuan lima identifikasi mereka. Kedua, perbaikan rasionalitas. Aliran ini mengungkap
alasan itu adalah alasan konfirmasi data. Data Unik diperoleh dan dinilai dengan alasan.
Ketiga, kemajuan positivisme. Sesuai percobaan, sekolah ini berpegang teguh pada
penerimaan, namun ada pengembangan di dalamnya, bahwa tenaga kerja sangat penting
dalam memperoleh data, namun harus diasah dengan instrumen dan diperkuat dengan tes.
Keempat, adalah kemajuan intuisionisme. Menurut aliran ini, tenaga kerja tidak hanya
terbatas, alasannya juga terbatas, artikel yang kita lihat adalah objek yang terus berubah,
sehingga data tentang mereka hanya sesekali disesuaikan. Ketajaman mungkin memiliki opsi
untuk melihat sesuatu ketika memusatkan dirinya di sekitar item itu. Dalam kasus seperti itu,
orang-orang hampir tidak tahu apa-apa tentang keseluruhannya, juga tidak diatur untuk
memahami sifat-sifat yang layak dari artikel tersebut.

6
2.3 Metode Ilmiah

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua
pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara
mendapatkannya harus memenuhii syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi
agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan
metode ilmiah.***
Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikir.***Dengan cara
bekerja ini pengetahuan mempunyai karakteristik-karakteristik bersifat rasional dan teruji
serta dapat menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh
pengetahuan. Secara sistematik dan komulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi
setahap dengan menyusun argumentasi berdasarkan pengatahuan yang telah ada.***
Teori korespondesi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar
sekiranya materi yang terkandung dalam pernyataan itu bersesuai dengan obyek faktual yang
dituju oleh pernyataan tersebut dengan fakta-fakta empirisempiris. Seperti "Pegunungan itu
sangat dingin" pernyataan seperti ini betul tentu sekiranya kenyataan mendukung pernyataan
tersebut.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder,*** dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu Manusia menghadapi masalah bahkan menyadari adanya masalah dan bermaksud
untuk memecahkannya, disinilah manusia memberikan reaksi dengan perkembangan cara
berpikir yang berbeda-beda. Berdasarkan sikap manusia menghadapi masalah ini maka Van
Peursn*** membagi perkembangan menjadi tiga tahap yaitu tahap mistis, ontologis dan
fungsional. Yang dimaksud mistiis adalah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung
oleh kekuatan-kekuatan di sekitarnya. Yang dimaksud ontologis adalah sikap manusia yang
tidak lagi merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib dan bersikap mengambil
jarak dari obyek di sekitarnya serta memulai melakukan penelaahan-penelaahan terhadap
obyek tersebut. Yang dimaksud fungsional adalah sikap manusia yang merasa telah terbebas
dari kepungan kekuatan ghaib dan mempunyai pengetahuan tentang penelaahan terhadap
obyek-obyek di sekitar kehidupannya.
Ilmu mulai berkembang dari tahap ontologis, manusia mulai berpendapat dan
mengambil jarak dari obyek disekitarnya, maka tahap antologis manusia mulai menentukan
batas-batas eksistensi masalah untuk kemudian ditelaah dan dicari pemecahan jawabannya.
Dalam usaha untuk memecahkan masalah maka ilmu tidak tidak berpaling kepada perasaan

7
melainkan kepada pikiran yang berdasarkan penalaran. Secara ontologis ilmu membatasi
masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan
pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempermasalahkan hari kemudian surga atau neraka
yang jelas berada di luar pengalaman manusia. Hal ini harus kita sadari, karena hal ini yang
memisahkan antara daerah ilmu dan agama. Perbedaan ini harus diketahui dengan benar
untuk dapat menempatkan ilmu dan agama dalam prespektif yang sesungguhnya. Tanpa
mengetahui hal ini maka mudah sekali kita terjatuh dalam kebingungan, padahal dengan
memahami hakikat ilmu dan agama secara baik justru akan bersifat saling melengkapi.
Agama adalah landasan moral bagi eksiologi keilmuan, sedangkan ilmu akan memperdalam
keyakinan beragama.
Masalah ilmu yang dihadapi ialah masalah nyata maka mencari teori jawabannya pada
dunia nyata pula. Teori merupakan suatu ababstraksi intelektual dimana pendekatan secara
rasional digabungkan dengan pengalaman empiris, langkah ini disebut metode ilmiah. Maka
hal ini berarti metode ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni (1) harus konsisten
dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori
keilmuan secara keseluruhan dan (2) harus cocok dengan fakta-fakta empiris. Maka sebelum
teruji kebenarannya secara semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah
bersifat sementara. Penjelasan sementara ini disebut hipotesis.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif denga mengambil premis-premis
dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumny yang bersifat sementara. Dengan
adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis maka metode ilmiah sering dikenal sebagai
proses logico-hypothetico-verifkasi; atau menurut Tyndall sebagai "perkawinan yang
berkesinambungan antara deduksi dan induksi".*** Penyusunan hipotesis dilakukan dalam
kerangka permasalahan yang bereksintesi secara empiris dengan pengamatan kita yang mau
tidak mau turut mempengaruhi proses berpikir dektutif. Sesudah penyusunan hipotesis adalah
menguji hipotesis tersebut dengan mengkonfrotasikannya dengan dunia fisik yang nyata.
Kesimpulannya metode ilmiah dimulai dari percaya dengan ragu-ragu diakhiri percaya atau
tidak percaya.
Alur berpikir ilmiah yang berintikan proses logika-hypothetico-verifikasi pada
dasarnya terdiri dari langkah-langlah sebagai berikut: (1) perumusan permasalahan (2)
penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis (3) perumusan hipotesis (4)
pengujian hipotesis (5) penarikan kesimpulan. Keseluruhan langkah ini harus di tempuh agar
suatu penelaahan dapat disebut ilmiah.***

8
2.4 Struktur Pengetahuan Ilmiah

Pengatahuan ilmiah atau ilmu adalah pengetahuan yang diproses menurut metode
ilmiah dan memenuhi syarat-syarat keilmuan. Pengetahuan ilmiah diproses lewat serangkaian
langkah- langkah tertentu yang dilakukan dengan penuh kedisiplinan, karakteristik inilah
membuat ilmu dikonotasikan sebagai disiplin. Disiplin ilmu berkembang relatif lebih cepat
bila dibandingkan dengan pengatahuan- pengatahuan lainnya.3
Pengatahuan ilmiah yang baru akan lahir dan memperkaya khasanah ilmu yang ada,
jika telah melakukan hipotesis secara formal dan teruji kebenarannya. Jika sebuah
pengetahuan ilmiah yang baru tersebut benar, maka pernyataan yang terkandung dalam
pengetahuan ini dapat dipergunakan sebagai premis baru dalam kerangka pemikiran yang
menghasilkan pengetahuan- pengetahuan ilmiah baru pula. Pada dasarnya ilmu dibangun
secara bertahap dan sedikit demi sedikit sesuai kemampuan para ilmuan memberikan
sumbangan ilmunya. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan
berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk
menguasai gejala tersebut bedasarkan penjelasan yang ada. Secara garis besar terdapat 4
(empat) jenis pola penjelasan: (1) Deduktif, (2) Probabilistik, (3) Funsional/teologis, dan (4)
Genetik.4
Penjelasan keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan
berdasarkan ramalan tersebut kita bisa melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan
tersebut menjadi kenyataan atau tidak. Jadi pengetahuan ilmiah pada hakikatnya mempunyai
tiga fungsi, yakni menjelaskan, meramalkan dan mengontrol.****
Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu
faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Tujuan akhir dari tiap disiplin keilmuan adalah
mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten. Sebuah teori
biasanya terdiri dari hukum- hukum. Secara mudah maka kita dapat mengatakan bahwa teori
adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang “mengapa” suatu gejala-
gejala terjadi sedangkan hukum memberikan kemampuan kepada kita untuk meramalkan
tentang “apa” yang mungkin terjadi. Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum ini
merupakan “alat” yang dapat kita pergunakan untuk mengontrol gejala alam.

3
Jujun S Suriasumantri. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. 2009. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal.
141
4
Jujun S Suriasumantri. Loc. Cit,hal 142.

9
Pengertian teoritis dikaitkan dengan gejala fisik yang dijelaskan oleh konsep yang
dimaksud; artinya makin teoritis sebuah konsep maka makin jauh pernyataan yang
dikandungnya bila dikaitkan dengan gejala fisik yang tampak nyata. Makin tinggi keumuman
sebuah konsep maka makin “teoritis” konsep tersebut.
Prinsip diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok
gejala- gejala tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi, umpamanya saja
hukum sebab akibat sebuah gejala. Dalam fisika kita mengenal prinsip kekekalan energi.
Dengan mengetahui prinsip yang mendasarinya, maka tidak sukar bagi mereka yag
mempelajari teknik- teknik tersebut yang bernaung dalam payung konsep sistem, untuk
memahami bukan saja penjelasan teknis namun sekaligus pengkajian filsafati. Kebenaran
ilmiah pada hakikatnya harus disahkan lewat sebuah proses yang disebut metode keilmuan.
Postulat, berbeda dengan asumsi, asumsi harus ditetapkan dalam sebuah argumentasi
ilmiah.5 Asumsi harus merupakan pernyataan yang kebenarannya secara empiris dapat diuji.
Dalam khasanah pengetahuan ilmiah ada beberapa macam teori yang tersedia. Kita harus
memilih teori yang terbaik dari sejumlah teori- teori yang ada berdasarkan kecocokan asumsi
yang dipergunakan. Itulah sebabnya dalam pengkajia ilmiah seperti penelitian dituntut untuk
menyatakan secara tersurat postulat, asumsi, prinsip serta dasar- dasar pemikirah lainnya
yang dipergunakan dalam mengembangkan argumentasi.
Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya
belum pernah diketahui dinamakan penelitian murni atau penelitian dasar. Sedangkan
penelitian yang bertujuan untuk mempergunakan pengetahuan ilmiah yang telah diketahui
untuk memecahkan masalah kehidupan yang praktis dinamakan penelitian terapan. Dengan
menguasai pengetahuan ini maka manusia mengembangkan teknologi atau peralatan yang
berfungsi sebagai sarana yang memberi kem udahan dalam kehidupannya.
Diperlukan waktu yang cukup lama untuk dapat menerapkan penemuan-penemuan
ilmiah yang baru kepada pemanfaatan yang berguna.terdapat selang waktu selama 250 tahun
antara percobaan yang pertama tentang magnet oleh William Gilbert dengan
dikembangkannya teori elektro magnetic oleh Clerk Maxwell sekitar 1870.6 Terdapat selang
beberapa waktu yang makin lama makin pendek antara penemuan suatu teori ilmiah dengan
penerapannya kepada masalah-masalah yang bersifat praktis.

5
Jujun S Suriasumantri. Loc. Cit,hal 155.
6
Gerrard Beekman dan RA.Rifai”Filsafat Para Filsuf Berfilsafat”(Jakarta: Penerbit Erlangga,1973)hal.73.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Epistemologi berarti melihat secara mendasar praanggapan dan kondisi cerdas yang
mendasari peluang informasi dan berusaha memberikan catatan yang masuk akal untuk
kasus kebenaran dan objektivitas. Sejalan dengan itu, epistemologi adalah ilmu yang
membicarakan tentang informasi dan cara mendapatkannya. Sebagaimana ditunjukkan
oleh pandangan Simon Blackburn dalam cara berpikir referensi kata, ditegaskan bahwa
epistemologi, dari bahasa Yunani episteme (informasi) dan logos (kata/bicara/ilmu)
adalah bagian dari penalaran yang pengaturan dengan awal, sifat, karakter. dan macam
informasi
Ilmu pengetahuan telah berkembang sejak abad 6 sebelum masehi di era yunani
dimana para pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles mulai merasionalkan
fenomena-fenomena alam yang sebelumnya dihubungkan dengan mitos-mitos atau
mitologi tertentu menjadi sesuatu yang bisa dirasionalkan oleh otak manusia.
Alur berpikir ilmiah yang berintikan proses logika-hypothetico-verifikasi pada
dasarnya terdiri dari langkah-langlah sebagai (1) Perumusan masalah merupakan
pertanyaan yang mengenai obyek empiris yang jelas ada batas-batasnya. (2) Penyusunan
kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang
menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling
mengkait dan membentuk kontelasi permasalahan. (3) Perumusan hipotesis yang
merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pernyataan yang diajukan. (4)
Pengujian hipotesis yang merupakan yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang
relevan dengan hipotesis. (5) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah
sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
Pengetahuan ilmiah memiliki struktur yang khas yang membantu dalam memahami
ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu. Struktur ini terdiri dari beberapa unsur, yaitu:
Objek sebenarnya, bentuk pernyataan, ragam proposisi, ciri pokok, pembagian sistematis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Decequeen, Keyra. n.d. “Masa Kejayaan Islam.” Accessed September 16, 2023.
https://doc.lalacomputer.com/makalah-masa-kejayaan-islam/#5-Ibnu-Sina-980-1037-M.
“Sejarah Singkat Perkembangan Filsafat.” 2020. 2020.
https://www.darus.id/2020/06/sejarah-perkembangan-filsafat-dari-yunani-hingga-
modern.html.
Jujun S. Suriasumanti,”filsafat ilmu sebuah pengantar populer”.(Jakarta Pustaka Sinar
Harapan,1982)
Peter R. Senn, Socials and Its Methonds (Boston:Holdrook,1971),hlm.4.

T. H. Huxley, "The Method of Scientific Investigation", Science:Menthod and Meaning, ed


Samuel Rapport dan Helen Wright (New York: Washington Square Press, 1964), hlm. 2.

Morris Kline, "The Meaning of Mathematics", Adventures of the Mind (New York:Vintage,
1961), hlm, 83

Ritche Calder, “Scine in Our Life” (New York:New American Library, 1933) hlm. 107.

C.A Van Peursen, “Strategi Kebutaan”, terjemah Dick Hartoko (Jakarta:BPK Gunung Mulia
&Kanisius, 1976)

Harold A. Larrabe, “Reliable Knowledge” (Buston:Houghton Mifflin, 1765).hlm.125.

Gerrard Beekman dan RA.Rifai”Filsafat Para Filsuf Berfilsafat”(Jakarta: Penerbit


Erlangga,1973)hal.73.

Fatimah Marthalia Putri*, Lilis Dwi Puspitadewi**, Faza Abdi Salam Al Jawawi***, Isna
Muhaiminul Firdaus****

12

Anda mungkin juga menyukai