Disusun oleh:
1. Dyah Setyowati
2. Fernanda Intan Saputri
3. Fira Syafitri
4. Harry Fitri Putranto
5. Ida Puji Rahayu
AKADEMI KEPERAWATAN
HERMINA MANGGALA HUSADA
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera bagi kita semua. Puji syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang mana berkat
tuntunan dan kemudahan dari-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Pancasila Sebagai
Dasar Pengembangan Nilai Ilmu” ini tanpa halangan yang berarti.
Penyusunan makalah ini didasarkan atas pemenuhan tanggung jawab tugas dan ditujukan sebagai
sarana penampungan informasi berdasarkan judul yang kami tinjau secara lugas. Makalah ini terinterpretasi
oleh usaha maksimal yang tidak luput dari kontibusi para anggota kelompok tiga, bantuan para teman, serta
bimbingan Dosen Mata Kuliah Pancasila. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah berperan dalam proses pembuatan makalah ini.
Terlepas dari hal tersebut, kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dari
berbagai segi. Kritik dan saran akan sangat kami perlukan agar makalah ini dapat disempurnakan.
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... 1
Daftar isi......................................................................................................... 2
BAB I
1) Latar Belakang..................................................................................... 3
2) Rumusan Masalah................................................................................ 3
3) Tujuan Pembahasan.............................................................................. 3
BAB II
BAB III
Penutup............................................................................................................. 23
Daftar Pustaka................................................................................................... 23
2
BAB I
1. Latar Belakang
Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak terpisahkan karena setiap sila
dalam pancasila mengandung empat sila lainnya dan kedudukan dari masing-masing sila tersebut tidak
dapat ditukar tempatnya atau dipindah-pindahkan. Hal ini sesuai dengan susunan sila yang bersifat
sistematis-hierarkis, yang berarti bahwa kelima sila pancasila menunjukan suatu rangkaian urut-urutan
yang bertingkat-tingkat, dimana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri di dalam rangkaian susunan itu
sehingga tidak dapat dipindahkan.
Bagi bangsa Indonesia hakikat yang sesungguhnya dari pancasila adalah sebagai pandangan hidup
bangsa dan sebagai dasar negara. Pengertian tersebut sudah selayaknya kita fahami akan hakikatnya. Selain
dari pengertian tersebut, pancasila memiliki beberapa sebutan berbeda, seperti : Pancasila sebagai dasar
nilai pengembangan ilmu.
Walaupun begitu, banyaknya sebutan untuk Pancasila bukanlah merupakan suatu kesalahan atau
pelanggaran melainkan dapat dijadikan sebagai suatu kekayaan akan makna dari Pancasila bagi bangsa
Indonesia. Karena hal yang terpenting adalah perbedaan penyebutan itu tidak mengaburkan hakikat
Pancasila yang sesungguhnya yaitu sebagai dasar negara. Tetapi pengertian Pancasila tidak dapat
ditafsirkan oleh sembarang orang karena akan dapat mengaturkan maknanya dan pada akhirnya
merongrong dasar negara, seperti yang pernah terjadi di masa lalu.
2. Rumusan Masalah
1. Ilmu dalam perspektifhistoris
2. Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuan
3. Pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan
4. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah
5. Masalah nilai dalam IPTEK
3. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui ilmu apa saja yang ada dalam perspektifhistoris
2. Mengetahui aspek penting dalam ilmu pengetahuan
3. Mengetahui pilar penyangga bagi eksistensi pengetahuan
4. Mengetahui apa saja prinsip berpikir ilmiah
5. Mengetahui masalah nilai dalam iptek
3
BAB II
4
Wells dalam karyanya The Outline of History (1951) mengatakan, “Jika orang Yunani adalah
Bapak metode ilmiah, maka orang muslim adalah Bapak angkatnya”.
Muncullah Abad Modern (abad ke-18-19 M) dengan dipelopori oleh gerakan Renaissance di
abad ke-15 dan dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18, melalui langkah-langkah
revolusionernya filsafat memasuki tahap baru atau modern. Kepeloporan revolusioner yang telah
dilakukan oleh anak-anak Renaissance dan Aufklaerung seperti: Copernicus, Galileo Galilei,
Kepler, Descartes dan Immanuel Kant, telah memberikan implikasi yang amat luas dan mendalam.
Di satu pihak otonomi beserta segala kebebasannya telah dimiliki kembali oleh umat manusia,
sedang di lain pihak manusia kemudian mengarahkan hidupnya ke dunia sekuler, yaitu suatu
kehidupan pembebasan dari kedudukannya yang semula merupakan koloni dan subkoloni agama
dan gereja. Agama yang semula menguasai dan manunggal dengan filsafat segera ditinggalkan oleh
filsafat. Masing-masing berdiri mandiri dan berkembang menurut dasar dan arah pemikiran sendiri
(Koento Wibisono, 1985)
Dalam perkembangan berikutnya filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu cabang yang dengan
metodologinya masingmasing mengembangkan spesialismenya sendiri-sendiri secara intens.
Lepasnya ilmu-ilmu cabang dari batang filsafatnya diawali oleh ilmu-ilmu alam atau fisika,
melalui tokoh-tokohnya:
1. Copernicus (1473-1543)
Dengan astronominya menyelediki putaran badan-badan angkasa. Karyanya De Revoutionibus
Orbium Caelistium yang kemudian dikembangkan oleh Galileo Galilei (1564-1642) dan
Johanes Kepler (1571-1630) ternayata telah menimbulkan revolusi tidak hanya dikawasan ilmu
pengetahuan saj, tetapi juga di masyarakat dengan implikasinya yang amat jauh dan mendalam.
2. Versalius (1514-1564)
Dengan karyanya De Humani Corporis Fabrica telah melahirkan pembaharuan persepsi dalam
bidang anatomi dan biologi.
3. Isaac Newtown (1642-1727)
4. Melalui Philosopie Naturalis Principia Mathematica telah menyumbangkan bentuk definitif bagi
mekanika klasik .
5
Perkembangan ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial dengan gaya semacam itu mencapai
bentuknya secara definitif melalui kehadiran Auguste Comte (1798- 1857) dengan Grand Theory-
nya yang digelar dalam karya utama Cours de Philosophie Positive yang mengajarkan bahwa cara
berfikir manusia dan juga masyarakat di mana pun akan mencapai puncaknya pada tahap positif,
setelah melampaui tahap teologik dan metafisik. Istilah positif diberi arti eksplisit dengan muatan
filsafati, yaitu untuk menerangkan bahwa yang benar dan yang nyata haruslah konkret, eksak,
akurat, dan memberi kemanfaatan (TimDosen Filsafat Ilmu UGM, 1997).
Metode observasi, eksperimentasi, dan komparasi yang dipelopori Francis Bacon (1651-1626)
telah semakin mendorong pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Semua itu memberi isyarat
bahwa dunia Barat telah berhasil melakukan tinggal landas untuk mengarungi dirgantara ilmu
pengetahuan yang tiada bertepi.
Battle cry-nya Francis Bacon yang menyerukan bahwa “knowledge is power” bukan sekedar
mitos, melainkan sudah menjadi etos, telah melahirkan corak dan sikap pandang manusia yang
meyakini kemampuan rasionalitasnya untuk menguasai dan meramalkan masa depan, dan dengan
optimismenya menguasai, berinovasi secara kreatif untuk membuka rahasia-rahasia alam.
Didukung oleh roh kebebasan Renaissance dan Aufklaerung, menjadikan masyarakat Barat sebagai
masyarakat yang tiada hari tanpa temuan-temuan baru, muncul secara historis kronologis berurutan
dan berdampingan sebagai alternatif.
Revolusi ilmu pengetahuan memasuki Abad Kontemporer (abad ke-20-sekarang) berkat teori
relativitas Einstein yang telah merombak filsafat Newton (semula sudah mapan) di samping teori
kuantumnya yang telah mengubah persepsi dunia ilmu tentang sifat-sifat dasar dan perilaku materi.
Sedemikian rupa sehingga para pakar dapat melanjutkan penelitian-penelitiannya, dan berhasil
mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti: astronomi, fisika, kimia, biologi molekuler, hasilnya
seperti yang dapat dinikmati oleh manusia sekarang ini (Sutardjo, 1982).
Optimisme bersamaan dengan pesimisme merupakan sikap manusia masa kini dalam
menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dengan penemuan-penemuan spektakulernya. Di satu
pihak telah meningkatkan fasilitas hidup yang berarti menambah kenikmatan. Namun di pihak lain
gejala-gejala adanya malapetaka, bencana alam (catastrophe) menjadi semakin meningkat dengan
akibatakibat yang cukup fatal.
6
Berdasarkan gejala yang dihadapi oleh masingmasing cabang ilmu, Auguste Comte dalam
sebuah Ensiklopedi menyusun hirarki ilmu pengetahuan dengan meletakkan matematika sebagai
dasar bagi semua cabang ilmu. Di atas matematika secara berurutan ditunjukkan ilmu astronomi,
fisika, kimia, biologi dan fisika sosial atau sosiologi. Ia menjelaskan bahwa sampai dengan ilmu
kimia, suatu tahapan positif telah dapat dicapai, sedangkan biologi dan fisika sosial masih sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai theologis dan metafisis.
Pemikiran Auguste Comte tersebut hingga kini menjadi semakin aktual dan relevan untuk
mendukung sikap pandang yang meyakini bahwa masyarakat industry sebagai tolok ukur bagi
tercapainya modernisasi, maka harus disiapkan melalui penguasaan basic science, yaitu
matematika, fisika, kimia, dan biologi dengan penyediaan dana dan fasilitas dalam skala prioritas
utama (Koento Wibisono, 1985).
Bersamaan dengan itu logico positivisme, yaitu sebuah model epistemologi yang dalam
langkah-langkah progresinya menempuh jalan : observasi, eksperimentasi, dan komparasi,
sebagaimana diterapkan dalam penelitian ilmu alam, mendapatkan apresiasi yang berlebihan
sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian-penelitian ilmu-ilmu sosial. Logico
positivisme merupakan model atau teknik penelitian yang menggunakan presisi, verifiabilitas,
konfirmasi, dan eksperimentasi dengan derajat optimal, bermaksud agar sejauh mungkin dapat
melakukan prediksi dengan derajat ketepatan optimal pula. Dengan demikian keberhasilan dan
kebenaran ilmiah diukur secara positivistik. Dalam arti yang benar dan yang nyata haruslah
konkret, eksak, akurat, dan memberi kemanfaatan.
Akibatnya adalah bahwa dimensi-dimensi kehidupan yang abstrak dan kualitatif yang justru
menjadi basis eksistensi kehidupan manusia menjadi terabaikan atau terlepas dari pengamatan.
Kebenaran dan kenyataan diukur serta dimanipulasikan secara positivistitik kuantitatif. Keresahan
dan penderitaan seseorang atau masyarakat tidak tersentuh. Masalah objektivitas menjadi tema-
tema unggulan dalam kehidupan keseharian manusia saat ini, dengan mengandalkan penjelasan
validitas kebenarannya secara matematis melalui angka-angka statistik. Langkah metodis semacam
ini sering penuh dengan rekayasa dan kuantifikasi yang dipaksakan sehingga tidak menjangkau
akar-akar permasalahannya Kritik dan koreksi terhadap positivisme banyak dilancarkan, karena
sifatnya yang naturalistik dan deterministik.
7
Manusia dipandang hanya sebagai dependent variable, dan bukan sebagai independent variable.
Manusia bukan lagi pelaku utama yang menentukan, tetapi objek yang diperlakukan oleh ilmu dan
teknologi.
Wilhelm Dilthey (1833-1911) mengajukan klasifikasi, membagi ilmu ke dalam
Natuurwissenchaft dan Geisteswissenchaft. Kelompok pertama sebagai Science of the World
menggunakan metode Erklaeren, sedangkan kelompok kedua adalah Science of Geist menggunakan
metode Verstehen. Kemudian Juergen Habermas, salah seorang tokoh mazhab Frankfrut (Jerman)
mengajukan klasifikasi lain lagi dengan the basic human interest sebagai dasar, dengan
mengemukakan klasifikasi ilmu-ilmu empiris-analitis, sosial-kritis dan historis-hermeneutik, yang
masing-masing menggunakan metode empiris, intelektual rasionalistik, dan hermeneutik (Van
Melsen, 1985).
Adanya faktor heuristik mendorong lahirnya cabangcabang ilmu yang baru seperti : ilmu
lingkungan, ilmu komputer, futurologi, sehingga berapapun jumlah pengklasifikasian pasti akan
kita jumpai, seperti yang kita lihat dalam kehidupan perguruan tinggi dengan munculnya berbagai
macam fakultas dan program studi yang baru.
Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya dewasa ini beserta anak-anak kandungnya, yaitu
teknologi bukan sekedar sarana bagi kehidupan umat manusia. Iptek kini telah menjadi sesuatu
yang substansial, bagian dari harga diri (prestige) dan mitos, yang akan menjamin survival suatu
bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk mencapai kemajuan (progress) dan kedigdayaan (power)
yang dibutuhkan dalam hubungan antar sesama bangsa. Dalam kedudukannya yang substansif
tersebut, Iptek telah menyentuh semua segi dan sendi kehidupan secara ekstensif, dan pada
gilirannya mengubah budaya manusia secara intensif. Fenomena perubahan tersebut tercermin
dalam masyarakat kita yang dewasa ini sedang mengalami masa transisi simultan, yaitu:
1. Masa transisi masyarakat berbudaya agraris-tradisional menuju masyarakat dengan budaya
industri modern.
Dalam masa transisi ini peran mitos mulai diambil alih oleh logos (akal pikir). Bukan lagi
melalui kekuatan kosmis yang secara mitologis dianggap sebagai penguasa alam sekitar,
melainkan sang akal pikir dengan kekuatan penalarannya yang handal dijadikan kerangka
acuan untuk meramalkan dan mengatur kehidupan. Pandangan mengenai ruang dan waktu,
etos kerja, kaidah-kaidah normatif yang semula menjadi panutan, bergeser mencari format
baru yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat yang berkembang menuju masyarakat
industri.
8
Filsafat “sesama bus kota tidak boleh saling mendahului” tidak berlaku lagi. Sekarang yang
dituntut adalah prestasi, siap pakai, keunggulan kompetitif, efisiensi dan produktif-inovatif-
kreatif.
Batas-batas sempit menjadi terbuka, eklektis, namun tetap mentoleransi adanya pluriformitas
sebagaimana digerakkan oleh paham post-modernism.
Implikasi globalisasi menunjukkan pula berkembangnya suatu standarisasi yang sama dalam
kehidupan di berbagai bidang. Negara atau pemerintahan di mana pun, terlepas dari sistem ideologi
atau system sosial yang dimiliknya. Dipertanyakan apakah hak-hak azasi dihormati, apakah
demokrasi dikembangkan, apakah kebebasan dan keadilan dimiliki oleh setiap warganya,
bagaimana lingkungan hidup dikelola.
Nyatalah bahwa implikasi globalisasi menjadi semakin kompleks, karena masyarakat hidup
dengan standar ganda. Di satu pihak sementara orang ingin mempertahankan nilai-nilai budaya
lama yang diimprovisasikan untuk melayani perkembangan baru yang kemudian disebut sebagai
lahirnya budaya sandingan (subculture), sedang di lain pihak muncul tindakan-tindakan yang
bersifat melawan terhadap perubahan-perubahan yang dirasakan sebagai penyebab kegerahan dan
keresahan dari mereka yang merasa dipinggirkan, tergeser dan tergusur dari tempat ke tempat, dari
waktu ke waktu, yang disebut sebagai budaya tandingan (counter-culture).
9
B. Beberapa Aspek Penting Dalam Ilmu Pengetahuan
Melalui kajian histori dapat di kontatasikan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dua
aspek, yaitu :
Ciri khas yang terkandung dlam ilmu pengetahuan adalah rasional, antroponsentri, dan cenderung sekuler
dengan suatu etos kebebasan (akademis dan mimbar akademis).
Dampak positif yang timbul dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan
manusia ke suatu kemajuan dengan teknologi dikembangkan.
Dampak negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya arogansi ilmiah
dengan menjauhi nilai-nilai agama, etika yang akibatnya dapat menghancurkan kehidupan manusia
sendiri.
Filsafat merupakan pondasi awal berdirinya ilmu pengetahuan. Karena sifat filsafat terus
berkembang sejak dahulu, maka semakin banyak pula ilmu-ilmu yang tumbuh dan berkembang.
Ada banyak pembagian cabang ilmu yang dikemukakan oleh para filsuf seperti Aristoteles,
Christian Wolff, dan lainnya tetapi penyataan mereka dapat kita generalisasikan menjadi tiga
bidang utama yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi
Cabang filsafat yang membahas atau membicarakan masalah “ada”/”realitas”
(Akhyar Lubis, 2014). Cabang ini berpusat kepada hal-hal yang dapat kita amati dan
konsep abstrak yang dimana objeknya dapat kita amati. Beberapa contoh pembahasan
cabang ini yaitu, apa itu matahari?; apa tujuan kita di muka bumi?; apakah kita bener-
benar ada dikehidupan ini ?; dan lainnya.
Epistimologi
Suatu cabang yang membahas tentang hakikat-hakikat pengetahuan seperti sumber
pengetahuan, ciri-ciri pengetahuan, batas-batas pengetahuan, menifestasi pengetahuan,
dan lainnya.
12
Aksiologi
Semua hal yang berkaitan dengan moral, etika, dan estetika dalam setiap ilmu
pengetahuan dibahas pada cabang aksiologi.
Seperti yang telah dipaparkan secara singkat di atas, esensi pancasila juga mengandung pilar-pilar
ilmu pengetahuan seperti ilmu pengetahuan itu sendiri. Ontologi yang terdapat pada pancasila merupakan
salah satu alasan mengapa pancasila itu didirikan dan dapat berdiri. Sifat ontologis yang terdapat di dalam
pancasila itu sendiri adalah hakekat manusia. Manusia memiliki hak-hak yang secara ideal tidak dapat
diganggu oleh siapapun. Hakekat-hakekat itu sebenernya telat dicantumkan kepada semua sila yang ada
pada pancasila karena itu, pancasila didirikan dan dapat berdiri.
Lalu aspek-aspek ideologi, filsafat, pandangan hidup, dan lainnya (pancasila) suatu bangsa dan
negara tidak akan terlepas dari sifat epistimologi. Tanpa adanya epistimologi dalam pancasila, suatu bangsa
dan negara akan kehilangan kestabilan karena epistimologi juga memiliki fungsi untuk menyusun suatu
sistem berbangsa dan bernegara. Sama halnya dengan pancasila yang sebagai landasan atau tolak ukue
peng-aplikasi-an suatu hal, ontologi juga memiliki fungsi yang sama.
Setelah itu, aspek aksiologi tidak kalah pentingnya di dalam pancasila. Suatu dasar negara yang
tidak ada nilai moral, etika, dan estetika di dalam dasar tersebut, negara tidak akan pernah berjalan dengan
ideal. Suatu hal akan ideal jika kita menggabungkan pikiran dan kemanusiaan di dalamnya. Karena itu,
pancasila mengandung nila-nilai moral, etika, dan estetika di dalamnya.
Ketiga pilar-pilar penyangga eksitensi ilmu pengetahuan sengatlah berkaitan dengan satu yang
lainnya sama juga seperti pancasila. Tanpa ada salah satu dari ketiga pilar-pilar tersebut, akan banyak
kecacatan dalam suatu tatanan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pancasila harus memiliki ketiga
pila-pilar itu dan seperti yang telah dijelaskan di atas, pancasila sudah memiliki ketiga esensi piar-pilar
penyangga eksistensi ilmu pengetahuan.
13
Konsep terbaru filsafat abad 20 didasarkan atas dasar fungsi berfikir, merasa, cipta dan kreatifitas.
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berfikir merupakan upaya
manusia dalam upaya memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah-
langkah metode ilmiah. Berfikir keilmuan bukanlah berfikir biasa , tetapi berfikir teratur, yang
berdisiplin, yang bermetode dan bersistem, dimana idea dan konsep yang sedang difikirkan tidak
dibiarkan berkelana tanpa arah dan tujuan.
Pembiasaan cara berfikir ilmiah merupakan cara yang terbaik untuk mempertajam rasio
(daya nalar). Cara berfikir seseorang yang terdidik dalam berfikir ilmiah adalah sangat berbeda
dengan cara berfikir orang-orang yang tidak tahu atau belum pernah sama sekali terlatih untuk itu.
Kesemua langkah-langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan
alat/sarana yang baik, sehingga diharapkan hasil dari befikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan
hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat bantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh.
LOGIKA
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan
sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat
dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang
secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada
dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.
Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak
kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.
Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam
bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep
mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur
penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan
pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah
dan tepat pula penalaran tersebut
14
Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika
dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang
menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang
dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama
ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal
yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan
sah. Logika deduktif karena berbicara tentang hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama
terlepas isi apa yang diuraikan karena logika deduktif disebut pula logika formal.
Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang
sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika
ini sering disebut juga logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip-prinsip penalaran yang
bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya hanyalah keboleh-
jadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan
itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti.
PENALARAN
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga
akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis
(antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
15
Metode induktif
Metode induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal
khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang
belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti
sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
METODE ILMIAH
Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis,
teratur dan terkontrol. Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi enam tahap, yaitu:
Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.
Mengumpulkan keterangan, yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada
pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.
Menyusun hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan
data atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.
Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.
Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan
kesimpulan. Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak dipengaruhi
subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja
akan memberikan hasil yang sama).
16
Menguji kesimpulan. Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu
dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu
bisa menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.
Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap
penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah :
1. Rasa ingin tahu
2. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)
3. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi)
4. Tekun (tidak putus asa)
5. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)
6. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain)
A. Pengertian Iptek
Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang diperoleh melalui
proses yang disebut metode ilmiah (scientific method) , Sedang Teknologi adalah pengetahuan
dan ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia
sehari-hari.jadi iptek adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala alam dengan dibantu atau di
dorong dengan perkembangan teknologi. Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langkah
dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.
IPTEK adalah hasil karya manusia. Karya tersebut pada dasarnya dipergunakan untuk
membantu keperluan manusia dalam menghadapi kehidupannya. IPTEK tersebut ada saja yang
memanfaatkannya untuk kepentingan tertentu baik yang berdampak positif maupun negatif.
17
b. Sumber daya manusia yang berkualitas
suatu ilmu pengetahuan dan teknologi memang haras berkembang tapi seiring dengan
perkembangan iptek haruslah di iringi dengan perkembangan sumber daya manusia yang
berkualitas karena jika tidak diiringi dengan perkembangan SDM maka akan sama saja atau
bahkan lebih buruknya lagi kita hanya menjadi penonton dan penikmat perkembangan iptek
saja tanpa ikut dalam mengembangkannya.
Contoh: bisa dilihat dari sifat masyarakat indonesia yang tak mau kalah dengan masyarakat
dari negara lain.
18
2. Kurangnya keseriusan pemerintah dalam mengembangkan iptek
Pemerintah di indonesia ternyata masih banyak mementingkan kepentingannya sendiri atau
golongannya dari pada kepentingan rakyatnya jadi ini akan memepengaruhi perkembangan iptek
di indonesia selain intu pemerintah di nilai tidak serius dalm memgembangkan iptek demi
kemajuan rakyatnya.
3. Minat yang kurang dari penduduk indonesia untuk lebih giat belajar
Permasalahan diindonesia selain didukung dengang ketidakseriusan pemerintah ternyata di
dukung pula dengan minat yang kurang dari penduduknya dan hal ini akan secara otomatis
mengakibatkan iptek di Indonesia sulit berkembang.
4. Perekonomian penduduk yang belum merata.
Perkembangan iptek di Indonesia akan sulit karena perekonomian yang belum merata yang
menyebabkan adanya jarak antara orang kaya dengan orang miskin yang menyebabkan
perkembangan iptek yang tidak merata pula.
5. Masyarakat Indonesia hanya sebagai pengikut bukan menjadi innovator.
Kebanyakan masyarakat indonesia hanya menjadi pengguna atau pengikut dari kemajuan
teknologi tanpa ikut menjadi innovator tau pencipta hal ini dapat di lihat dari semua peralatan
penunjang iptek yang ada di Indonesia kebanyakan impor dari negara lain.
20
21
Nilai Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Teknologi
Pancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun justru bersifat reformatif,
dinamis, dan antisipatif. Dengan demikian Pancasilan mampu menyesuaikan dengan perubahan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan dinamika
aspirasi masyarakat. Kemampuan ini bukan berarti Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar yang
terkandung, tetapi lebih menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan suatu nilai menjadi aktivitas
nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi (inovasi teknologi canggih). Karena syarat Sebuah ideologi
memiliki kekuatan dimensi reality,idealismedan fleksibelity adapun penjelasannya sebagai berikut:
Dimensi Reality.
Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil berakar dalam hidup
masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan
pengalaman sejarahnya.
Dimensi Idealisme.
Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa
depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama dengan berbagai
dimensinya.
Dimensi Fleksibility.
Yaitu bahwa dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki kekuasaan yang memungkinkan
dan merangsang perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan
tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya
22
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSAKA
https://afidburhanuddin-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/23/berfikir-
ilmiah/amp/?amp_js_v=a2&_gsa=1&usqp=mq331AQFKAGwASA
%3D#aoh=16003414532597&_ct=1600341659916&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&_tf=Dari %251%24s&share=https%3A%2F
%2Fafidburhanuddin.wordpress.com%2F2013%2F09%2F23%2Fberfikir-ilmiah%2F
https://www.coursehero.com/file/p5annbu/C-Beberapa-aspek-penting-dalam-ilmu-
pengetahuan-Melalui-kajian-historis/
http://catatanazaki.blogspot.com/2018/12/pilar-pilar-penyangga-bagi-eksistensi.html?m=