Anda di halaman 1dari 22

Makalah

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

DOSEN PENGAMPU :
Teguh Yunianto, M. Pd.

Mata kuliah : Kewarganegaraan

Disusun Oleh :
Muhammad Akmaluddin (22011049)
Hafidz Ramadhan (22011051)
Abiyu Jihad Deka (…………)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH ( STIT )
DARUL FATTAH BANDAR LAMPUNG
2023 M / 1443

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim,
Segala puji bagi Allah atas semua nikmat Nya yang banyak yang telah
diberikan kepada kami (peneliti) sehingga kami mampu untuk menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Pancasila Sebagai Sistem Filsafat”.
Sholawat dan salam kita limpahkan kepada nabi yang mulia yakni Nabi
Muhammad SAW Dia-lah yang telah mengeluarkan manusia dari kegelapan sampai
terang benderang.
Kami menyadari bahwa sesungguhnya makalah ini sangat lah jauh dari
kesempurnaan dan banyak sekali kesalahan karena keterbatasan ilmu yang kami
miliki, oleh karena itu kami berharap saran dan kritik yang bersifat membangun
bagi kami dan pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan Allah jadikan ini sebagai amal shaleh.
Amin.

Bandar Lampung, 17 Agustus 2023


Peneliti

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3


A. Definisi Filsafat ........................................................................................ 3
B. Rumusan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem ................................... 6
C. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ............................................................. 8
D. Inti Sila-sila Pancasila ............................................................................ 14

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 18


A. Kesimpulan ............................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung
ataupun tidak langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di
dunia. Gelombang besar kekuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi
telah mengancam, bahkan menguasai eksistensi negara-negara kebangsaan, termasuk
Indonesia. Akibat yang langsung terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai
dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan.
Kepentingan antara nasionalisme dan internasionalisme. Permasalahan
kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia menjadi semakin kompleks dan rumit
manakala ancaman internasional yang terjadi di satu sisi, pada sisi yang lain muncul
masalah internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara objektif mengalami
suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan keadilan social Paradoks antara
kekuasaan global dengan kekuasaan nasional ditambahkomplik internal seperti
gambaran di atas, mengakibatkan suatu tarik menarik kepentingan yang secara
langsung mengancam jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuk, baik secara sujektif
maupun objektif, serta terjadinya pergeseran nilai di tengah masyarakat yang pada
akhirnya mengancam-prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia. Prinsip
dasar yang telah ditemukan oleh peletak dasar (The founding fathers) Negara
Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat
bernegara, itulah pancasila Dengan pemahaman demikian, maka pancasila sebagai
filsafat hidup bangsa Indonesia saat ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai
nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi secara ilmiah harus disadari
bahwa suatu masyarakat suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu pandangan hidup
atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain didunia. Inilah
yang disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreatifitas lokal) dan sekaligus sebagai
local wisdom (kearifan local) bangsa. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak
mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain.
Ketika para pendiri Negara Indonesia menyiapkan berdirinya Negara
Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang
fundamental “di atas dasar apakah Negara Indonesia merdeka ini didirikan?” jawaban
atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolak ukur utama bangsa
ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu bertolak ukur pada nilai-
nilai pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada

1
hakikatnya merupakan sistim filsafat. Pemahaman demikian memerlukan pengkajian
lebih lanjut menyangkut aspek ontology, epistemology, dan aksiologi dari kelima sila
pancasila

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat
dibuat perumusan masalah sebagai berikut :
a. Apa pengertian filsafat?
b. Bagaimana rumusan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem?
c. Bagaimana pancasila sebagai sestem filsafat?
d. Bagaimana intisari sila-sila pancasila?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:
a. Mengetahui pengertian pancasila.
b. Mengetahui rumusan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem.
c. Mengetahui pancasila sebagai sestem filsafat.
d. Mengetahui intisari sila-sila pancasila.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni “philein” yang
artunya “cinta” dan “Sophos” yang artinya “hikmah”, “kebijaksanaan” atau
“wisdom”. Jadi secara harfiah “filsafat” mengandung makna cinta
kebijaksanaan. Dan nampaknya hal ini sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu
pengetahuan yang sebelumnya dibawah naungan filsafat. Namun demikian jika
kita membahasa pengertian filsafat dalam hubungannya dengan lingkup
bahasannya maka mencakup banyak bidang bahasan antara lain tentang
manusia, alam, pengetahuan, etika, logika dan lain sebagainya. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, maka muncul pula filsafat yang berkaitan
dengan bidang-bidang ilmu tertentu antara lain filsafat politik, social, hukum,
bahasa, ilmu pengetahuan, agam dan bidang-bidang ilmu lainnya.
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap
sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari
hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang paling umum yang
mengandung us aha mencari kebijaksanaan dan cinta akan kebijakan. Kata
filsafat untukpertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 - 496 SM). Dia
adalah seorang ahli piker dan pelopor matematika yang menganggap bahwa
intisari dan hakikat dari semesta ini adalah bilangan. Namun demikian,
banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui sekarang ini adalah
sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada tiga hal yang mendorong manusia
untuk berfilsafat, yaitu:
a. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk
menyelidiki.
b. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan
menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untukmenemukan titik
pangkal yang kemudian tidak disangsikan lagi.
c. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari
bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan

3
alam sekelilingnya, kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa
di luar yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti
proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu ada pengertian lain, yaitu filsafat
sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Di samping itu, dikenal pula
filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis. Pancasila dapat
digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan
hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti Pancasila mempunyai fungsi
dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam kehidupan seharihari dan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
1. Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak
terikat langsung dengan suatu obyek). yang mendalam dan daya pikir subyek
manusia dalam memahami segala sesuatu untuk mencari kebenaran. Berpikir
aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia.
Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang
kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil
pemikiran pemikir (filsuf) rnerupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik
berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut
suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat dernikian, telah tumbuh dan
berkembang menjadi suatu tata nilai yang melernbaga sebagai suatu paham
(isme) sepertikapitalisme, komunisrne, fasisrne dan sebagainya yang cukup
mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara modem. Filsafat sebagai kegiatan
olah pikir manusia menyelidik obyek yang tidak terbatas yang ditinjau dari dari
sudut isi atau substansinya dapat dibedakan menjadi:
a. Obyek material filsafat: yaitu obyek pembahasan filsafat yang mencakup
segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alarn,
benda. Binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang bersifat abstrak spiritual
seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup dan lain
sebagainya.

4
b. Obyek formal filsafat: cara memandang seorang peneliti terhadap objek
material tersebut.
Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang
yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat
yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun cabang-cabang filsafat yang
pokok adalah:
a. Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis
yang meliputi bidang: ontologi (membicarakan teori sifat dasar dan ragam
kenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori umum mengenai proses
kenyataan, dan antropologi
b. Epistemologi, adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan atau
kebenaran.
c. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk memperoleh
pengetahuan.
d. Logika, adalah membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dapat
mengambil kesimpulan yang benar.
e. Etika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia
tentang baik-buruk.
f. Estetika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hakikat keindahan-
kejelekan.
2. Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang adalah
sebagai berikut:
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas
kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah materi. Semua
realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi, makanan) dan
terika pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas) yang
bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme. Aliran ini mengajarkan bahwa ide dan spirit
manusia yang menentuka hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia
sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan karena ada akal budi dan
kesadaran rohani manusia yang tidak sadar atau mati sarna sekali tidak

5
menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi hakikat diri dan
kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit).
c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran di atas
adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis).
Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda
(materi) sernata-mata. Kehidupan seperti tampak pada tumbuhtumbuhan,
hewan, dan manusia mereka hidup berkembang biak, kemudian tua dan
akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada sekadar materi. Oleh
karenanya, realitas adalah panduan benda (materi dan jasmaniah) dengan
yang non materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah).Khusus pada manusia tampak
dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi menurut aliran ini, realitas
merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dan nonmateri.
3. Manfaat Mempelajari Filsafat
a. Memperoleh kebenaran yang hakiki.
b. Melatih kemampuan berfikir logis.
c. Melatih berpikir dan bertindak bijaksana.
d. Melatih berpikir rasional dan komprehensif.
e. Menyeimbangkan antara pertimbangan dan tindakan sehingga diperoleh
keselarasan hidup.
f. Menghasilkan tindakan yang bijaksana

B. Rumusan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yaitu
saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Suatu kesatuan bagian-bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
4. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yag kompleks.

6
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap
sila pada hakekatnya merupakan suatu azas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1. Susunan sila-sila pancasila yang bersifat organis.
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
Dasar Filsafat negara berdasarkan lima sila yang masing-masing merupakan
suatu azas kehidupan. Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis
tersebut pada hakikatnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar
antologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari silasila Pancasila
yaitu hakikat manusia “monopluralis” yang memiliki unsurunsur, susunan
kodrat jasmani dan rohani, “sifat kodrat” individu-makhluk sosial, dan
“kedudukan kodrat” sebagai pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Dasar epistemologi sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga
merupakan suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu ideologi maka
Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari
pendukungnya yaitu:
1) Logos yaitu rasionalitas atau penalaran.
2) Pathos yaitu penghayatan.
3) Ethos yaitu kesusilaan.
Dasar epitemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai ideologi bersumber pada
nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila. Oleh karena itu dasar
epistemologi tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang
hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila
maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan
epistemologi , yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam
bangunan filsafat manusia.
3. Dasar aksiologis sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan
dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila

7
pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam
teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut
pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan
hirarkinya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai
yang tertinggi adalah nilai material, kalangan hedonis berpandangan bahwa
nilai tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun dari berbagai macam
pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada kedua macam sudut
pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek
pemberian nilai yaitu manusia. Hal ini bersifat subjektif namun juga terdapat
pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendiri
memang bernilai, ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
4. Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem. Isi arti sila-sila Pancasila pada
hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat Pancasila yang umum universal
yang merupakan substansi sila-sila Pancasila, sebagai pedoman pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum
kolektif serta realisasi pengalaman Pancasila yang bersifat khusus dan
konkrit. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu sampai dengan
lingkungan merupakan cita-cita harapan dan dambaan bangssa Indonesia
yang akan diwujudkannya. Sejak dahulu cita-cita tersebut telah didambakan
oleh bangssa Indonesia agar terwujud dalam suatu masyarakat yang gemah
rifah loh junawi, tentram karta raharja. Dengan penuh harapan diupayakan
terealisasi dalam sikap tingkah laku dan perbuatan setiap manusia.

C. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


1. Pancasila Sebagai Jati diri Bangsa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan
konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia,
sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa
dan negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu bukanlah
berdiri secara sendiri-sendiri namun bilamana dikelompokan maka akan
kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar
filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.Pancasila pada

8
hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang merupakan kristalisasi
nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang
berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara
keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu bisa
dilihat dari proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang
disebut kausa materialisme karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada dan
hidup sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad bagi bangsa
Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku serta
perbuatannya. Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi
tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya. Dari pandangan inilah
maka dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan kejiwaan
apa saja yang akan coba diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari
sepenuhnya oleh para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas
dasar apakah Negara Indonesia didirikan” ketika mereka bersidang untuk
pertama kali di lembaga BPUPKI. Mereka menyadari bahwa makna hidup
bagi bangsa Indonesia harusditemukan dalam budaya dan peradaban bangsa
Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan pengejawantahan nilai-
nilai yang dimiliki, diyakini dan dihayati kebenarannya oleh masyarakat
sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak
lahirnya.
Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan
dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Mereka
menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata
kehidupan kerohanian bangsa yang memberi corak, watak dan ciri
masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat
dan bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian itu merupakan suatu
kenyataan objektif yang merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari sumber
nilai utama yaitu :

9
a. Nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi dari
Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaranajaran
agama dalam kitab suci.
b. Nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari
nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat (inti kesatuan adatistiadat yang
baik) yang tersebar di seluruh Nusantara.

2. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila


Sebagai Suatu Sistem Pancasila yang terdiri atas lima sila pada
hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu
kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk
satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh. Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Suatu kesatuan bagian-bagia.
b. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
c. Saling berhubungan dan saling ketergantungan.
d. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama
(tujuan sistem).
e. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas
sendirisendiri, fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara keseluruhan
adalah suatu kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

3. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis


Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari
kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan
yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-
sendiri terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan
lainnya tidak saling bertentangan. Kesatuan si;a-sila yang bersifat organis
tersebut pada hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat dasar

10
ontologis manusia sebagai pendukungdari inti, isi dari sila-sila Pancasila
yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang memiliki unsur-unsur susunan
kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-mahluk sosial, dan kedudukan
kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-
unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis harmonis.

4. Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarkhis Dan Berbentuk Piramida


Hirarkhis dan piramida mempunyai pengertian yang sangat matematis
yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam
hal urut-urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan sila-
sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi sifatnya
dari silasila sebelumnya atau diatasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan
yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila
merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada
landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu,
hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat negara Indonesia.
Dengan demikian maka, Sila pertama adalah sifat dan keadaaan negara harus
sesuai dengan hakikat Tuhan. Sila kedua adalah sifat dan keadaan negara
harus sesuai dengan hakikat manusia. Sila ketiga adalah sifat dan keadaan
negara harus satu. Sila keempat adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai
dengan hakikat rakyat. Sila kelima adalah sifat dan keadaan negara harus
sesuai dengan hakikat adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis
dan berbentuk pyramida adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan-perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

11
5. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan
Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkhis
pyramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal
itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya,
dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa dikualifikasi oleh
keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-sila Pancasila yang
mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut : sila Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan
Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilansosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

6. Pancasila Sebagai Ilmu


Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan. Pengetahuan dimulai dari rasa
ingin tahu, kepastian pancasila sebagai system filsafat. Pancasila sebagai
system filsafat adalah pengungkapan. Filsafat sebagai ilmu atau metode dan
filsafat sebagai pandangan hidup hakikat pancasila sebagai suatu system
pengetahuan. Pancasila sebagai system filsafat pada syarat-syarat filsafat
sebagai ilmu adalah pengetahuan hidup “atau filsafat Negara republic
Indonesia yang berdasarkan uud-45 dan pancasila.
Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,
sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran
filsafat di Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari
pandangan mitologi akhirnya lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang
dominan.
Perubahan dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang
tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti
kemudian didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar
adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang

12
menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta maupun pada
manusia sendiri.
Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bias
menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas,
mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta
gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
intelektual (Bagir, 2005). Menurut kamus Webster New World Dictionary,
kata scienceberasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara
bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil
dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau
kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan
makna sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari 11
observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk
menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa
Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu
secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata
scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science
(sains).
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga
disebut epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc
yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini
pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua
cabang filsafat yakni epistemology dan ontology.

7. Fungsi Utama Filsafat Pancasila


Bagi Bangsa dan Negara Indonesia Keberadaan Pancasila telah terbukti
mampu mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari
perpecahan. Dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila menjadi nilai
rujukan kebersamaan atas beragam budaya dan etnis dari Sabang sampai
Merauke. Dari kenyataan inilah maka fungsi dan peranan Pancasila meliputi:
a. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.
b. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia.

13
c. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
d. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
e. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia.
f. Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa
Indonesia.
g. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia h. Pancasila
sebagai moral Pembangunan.
h. Pembangunan nasional sebagai pengamalan.
Pancasila Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri,
yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk
mewujudkannya menjadi negara yang sejahtera (Wellfare State).

D. Inti Sila-Sila Pancasila


Sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila pancasila merupakan
suatu sistem nilai. Oleh karena itu sila-sila pancasila itu pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai
yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya, namun kesemuanya itu
tidak lain merupakan suatu kesatuan yang sistematis. Oleh karena itu meskipun
dalam uraian berikut ini menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
sila, namun kesemuanya itu tidak dapat di lepaskan keterkaitannya dengan yang
lainnya.
Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap sila adalah sebagai
berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai
keempat sila yang lainnya. Dalam sila Ketuhana Yang Maha Esa terkadung
nilai bahwa Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan
manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena itu segala hal
yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaran Negara bahkan
moral Negara, moral penyelenggaraan Negara, politik Negara, pemerintahan

14
Negara, hukum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan
hak asasi warga Negara harus di jiwai nilai-nilai ketuhanan yang maha esa.
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis di dasari dan
di jiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa, serta mendasari dan menjiwai
ketiga sila berikutnya. Sila kemanusia sebagai dasasr fundamental dalam
kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan
ini bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia
adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan
makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sediri dan sebagai
makhluk tuhan yang maha esa.
3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila persatuan Indonesia tidak dapat di
pisahkan dengan keempat sila yang lainnya karena seluruh sila merupakan
suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila persatuan Indonesia didasari dan
dijiwai oleh sila ketuhan yang maha esa dan kemanusiaan yang adil dan
beradab serra mendasari dan di jiwai sila kerak Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila persatuan
Indonesia terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat
kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk
social. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara
elemen-elemen yang membentuk Negara yang berupa, suku, ras, kelompok,
golongan maupun kelompok agama.
Oleh karena itu perbedaan merupakan kodrat manusia dan juga
merupakan ciri khas elemenelemen yang membentuk Negara.
Konsekuensinya Negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri
dalam suatu kesatuan yang di lukiskan dalam suatu sloka Bhinneka Tunggal
Ika. Perbedaan bukannya untuk diruncingan menjadi konflik dan
permusuhan melainkan di arahkan pada suatu sintesa yang saling
menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk

15
mewujudkan tujuan bersama. Nilai persatuan Indonesia di dasari dan di jiwai
oleh sila ketuhan yang maha esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Hal ini terkandung nilai bahwa nasionalisme Indonesia adalah
nasionalisme religious. Yaitu nasionalisme yang bermodal ketuhanan yang
maha esa, nasionalisme yang humanistik yang menjungjung tinggi harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan. Oleh karena itu nilai-nilai
nasionalisme ini harus tercermin dalam segala aspek penyelenggaraan
Negara termasuk dalam era reformasi dewasa ini. Proses reformasi tanpa
mendasarkan pada moral ketuhanan, kemanusiaan dan memegang teguh
persatuan dan kesatuan, maka bukan tidak mungkin akan membawa
kehancuran bagi bangsa Indonesia sepeti halnya telah terbukti pada bangsa
lain misalnya Yugoslavia, Srilanka dan lain sebagainya.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan didasari oleh
sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab serta
Persatuan Indonsia, dan mendasari serta menjiwai sila Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indoneisa.
Nilai filosopis yang terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat
Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kudrot manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk social. Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang bersatu dan
bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah
Negara. Negara adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat
adalah merupakan asal mula kekuasaan Negara. Sehingga dalam sila
kerakyatan tekandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus
dilaksanakan dalam hidup Negara.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia di dasari dan di jiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan

16
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.

17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Berfilsafat
adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila
sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain
untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.

18
DAFTAR PUSTAKA

Notonagoro. 1974. Pancasila Dasar Filsafat Negara. Jakarta: Cetakan Ke-4,


Pantjuran Tudjuh.
Poespowardoyo, Soenaryo. 1989. Filsafat Pancasila. Jakarta: Gramedia
Darmodiharjo, Darji. 1978. Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: PT.
Gramedia.
Kartohadiprojo, Soediman. 1970. Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, Bandung;
Alumni.
Sulaiman, Asep, 2014, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bandung;
Fadillah Press

19

Anda mungkin juga menyukai