Disusun oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. Atas berkat segala
limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pancasila sebagai Sistem Filsafat”. Tak lupa sholawat serta salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw., yang telah
menuntun kita menuju jalan yang terang benderang, yakni agama Islam.
Kami berharap, makalah yang telah kami susun ini dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca dalam memahami sistem filsafat Pancasila.
Terlepas dari itu semua, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca agar kami dapat memperbaiki kesalahan kami pada tulisan kami
selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................... 1
A. Kesimpulan ......................................................................................... 10
B. Daftar Pustaka..................................................................................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai sistem filsafat dapat kita ketahui dari nilai-nilai
yang dikandungnya. Nilai-nilai tersebut digali dan disusun dari budaya
bangsa Indonesia sebagai kekayaan yang luhur sejak bangsa Indonesia
ada. Dalam karya sastra Negara Kertagama (Empu Prapanca) terdapat
muatan kata Pancasila yang menunjukkan nilai-nilai luhur yang dimiliki
bangsa Indonesia, yaitu, “…, yatnanggewani Pantjasilla kertacangsara
bhiseka krama ...,” dan dalam kitab Sutasoma (Empu Tantular) yang
memuat kehidupan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika memberikan makna bangsa Indonesia telah memiliki nilai
filosofis sebagai wujud sistem filsafat bangsa. Nilai-nilai yang diajarkan
dalam konteks agama Buddha disublimasikan ke dalam nilai-nilai humanis
ke dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia yang berbentuk tuntunan
dan pedoman hidup dalam sebuah nilai filosofis bangsa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari filsafat?
2. Mengapa Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat?
3. Bagaimanakah Pancasila sebagai sistem filsafat?
4. Apa dasar ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari sila-sila
Pancasila?
5. Apa kaitan Pancasila dengan antropologi dan psikologi?
C. Tujuan
1. Menggali pemahaman lebih dalam mengenai Pancasila sebagai sistem
filsafat.
2. Mengetahui eksistensi filsafat dalam Pancasila.
3. Memahami dasar sila-sila Pancasila dari sudut pandang filsafat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Filsafat secara etimologi berarti cinta akan kebijaksanaan atau
kebenaran yang hakiki. Akar katanya berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari dua kata, yaitu philos yang berarti cinta dan shophia yang
berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, dan
intelegensi.
Secara sederhana, filsafat dapat didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang refleksi rasional atas
keseluruhan realitas dan segala apa yang dapat dipikirkan. Menyangkut
fenomena manusia, alam, dan Tuhan secara kritis untuk mencapai sebuah
hakikat (kebenaran) dan memperoleh hikmah (kebijaksanaan) dari
berbagai fenomena tersebut.
2
truth) dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai
ide yang abadi dan tak berubah.
2. Dua Cakupan dari Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat lebih lanjut yaitu filsafat dalam arti proses
dan filsafat dalam arti produk. Filsafat dalam arti proses diartikan
pada suatu aktivitas berfilsafat, yaitu dalam proses pemecahan
suatu permasalahan dengan menggunakan cara dan metode tertentu
yang sesuai dengan objeknya. Dalam arti produk filsafat
merupakan suatu jenis problema yang dihadapi manusia. Sehingga
manusia terdorong untuk mencari kebenaran yang timbul dari
persoalan yang dihadapi, yang mana kebenaran tersebut bersumber
dari pemikiran akal manusia, ilmu pengetahuan, konsep, dan dari
pemikiran para filsuf.
3
2. Rumusan sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem yang organis,
bulat, dan utuh.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan satu
kesatuan majemuk yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat
berdiri sendiri-sendiri.
3. Susunan sila-sila Pancasila bersifat hierarkis dan piramidal.
Pancasila bersifat hierarkis dan piramidal, yang artinya sila
dalam Pancasila memiliki tingkatan dan tiap-tiap tingkatannya
mengerucut.
4. Rumusan sila-sila Pancasila saling mengisi dan mengualifikasi.
Yaitu dalam setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya
atau setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.
4
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan inilah, maka secara
hierarkis, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan
menjiwai keempat sila-sila pancasila yang lainnya.
1. Sila pertama : Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu;
Tuhan adalah mutlak, sempurna, dan kuasa, tidak berubah, tidak
terbatas pula sebagai pengatur tata tertib alam.
2. Sila kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena negara
adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan pula oleh manusia.
3. Sila ketiga : Persatuan indonesia. Persatuan adalah sebagai akibat
adanya manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Adapun
hasil persatuan adalah rakyat sehingga rakyat adalah unsur pokok
negara.
4. Sila keempat : Pokok sila keempat ialah kerakyatan yaitu
kesesuaiannya dengan hakikat rakyat.
5. Sila kelima : Logikanya, keadilan sosial didasari dan dijiwai oleh
sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
5
4. sila keempat dijiwai dan didasari oleh sila pertama, kedua, dan
ketiga, serta mendasari sila ke lima, dan,
5. sila ke lima dijiwai dan didasari oleh sila pertama, kedua, ketiga,
dan keempat.
6
pada hakikatnya juga merupakan satu kesatuan. Aksiologi Pancasila
mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
Pancasila secara aksiologi memiliki 3 dimensi nilai. Ketiga nilai
tersebut, yang pertama adalah nilai dasar, yaitu nilai-nilai dasar dari
Pancasila yang tidak dapat dibantahkan lagi, yang meliputi nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai
keadilan. Kemudian dimensi nilai kedua adalah nilai instrumental, yaitu
nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya
akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga
negara. Dimensi nilai ketiga adalah nilai praksis, yaitu nilai yang
sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan, sekaligus sebagai batu
ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam
masyarakat.
Pancasila secara aksiologis juga memiliki pandangan bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai. Ia harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius. Hal tersebut
dilakukan dalam usaha mendapatkan pengetahuan yang mutlak
sebagaimana yang terus diupayakan dalam keseluruhan aktifitas manusia
hingga hari ini.
Ditinjau dari sifat dasarnya, nilai Pancasila itu mengandung
kebenaran berjenjang, yang urutannya sebagai berikut:
1. Nilai religiusitas.
2. Nilai eudaeministik.
3. Nilai utilitaristik.
4. Nilai hedonistik.
5. Nilai pragmatik.
7
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan, dan berkeadilan sosial. Pengakuan, penerimaan, dan
penghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap, tingkah
laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Masih terkait dengan nilai atau
aksiologi, maka Pancasila dipandang dalam konstelasi historisnya sebagai
sebuah prinsip yang menggunakan model pendekatan filsafat jalan tengah
(Sutono, 2017). Filsafat jalan tengah adalah salah satu penegasan bahwa
kebenaran akhir tidak terletak pada kebenaran-kebenaran yang dikandung
dalam sebuah ekstremitas melainkan dalam kedua ekstremitas itu
kebenaran dapat ditemukan.
Nilai dan implikasi aksiologi terbentuk atas dasar pertimbangan-
pertimbangan cipta, rasa, karsa, dan keyakinan seseorang atau kelompok
masyarakat atau bangsa. Norma kaidah adalah petunjuk tingkah laku yang
harus dilakukan dan tidak boleh dalam kehidupan sehari-hari dengan
disertai sanksi. Sanksi adalah ancaman atau akibat yang diterima apabila
norma (kaidah) tidak dilakukan.
Dari hubungan nilai ini, timbullah macam-macam norma dan
sanksinya, antara lain:
1. Norma agama dengan sanksi agama.
2. Norma kesusilaan dengan sanksi susila.
3. Norma sopan santun dengan sanksi sosial dari masyarakat.
4. Norma hukum dengan sanksi hukum dari pemerintah.
8
Konsepsi psikologi Pancasila ini dibangun dan dirancang untuk
mengembangkan pemikiran Pancasila dari aspek psikologi. Aspek
psikologi yang dimaksud ialah meletakkan prinsip dan dimensi nilai-nilai
yang ada di dalam kehidupan manusia. Dimensi nilai yang dilihat ialah
aspek psikologi sosial, psikologi politik, psikologi pendidikan, dan
psikologi komunikasi.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah kami pelajari dan kami diskusikan,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan atau kebenaran yang
hakiki.
2. Pancasila merupakan suatu nilai yang telah ada dan berkembang
serta merupakan jati diri bangsa Indonesia sehingga Pancasila
merupakan landasan filosofis bangsa Indonesia.
3. Filsafat ontologi dan antropologi Pancasila dapat diartikan sebagai
sistem hakikat mengenai manusia yang selalu mencari cara untuk
mendapatkan hikmah.
4. Epistemologi Pancasila adalah objek kajian pengetahuan yang
meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan
pengetahuan Pancasila.
5. Filsafat aksiologi Pancasila adalah hakikat dan manfaat yang
terdapat dalam sila-sila Pancasila.
6. Psikologi dalam konsepsi Pancasila merupakan pendekatan
interdisipliner untuk menjabarkan dan merumuskan Pancasila dari
aspek dan karakteristik psikis manusia.
10
B. Daftar Pustaka
11