Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MATA KULIAH PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Dosen Pengampu :

Yulia Hanoselina,S.I.P,M.A.P

Disusun Oleh: Kelompok 10

Cindi Sandora 1810112166

Falah fauzi 2011211007

Machranda 2011211001

Miftahul Rizqia 2011211009

Valencia Khairani 2010512038

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia_Nya
kepada kita semua serta shalawat dan salam yang senantiasa tercurahkan kepada nabi
besar Muhammad SAW, sehingga makalah tentang Pancasila sebagai sistem filsafatini
dapat kami susun dengan lancar.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yulia Hanoselina, S.I.P, M.A.P.
selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas
kepada kami sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait Pancasila
sebagai sistem filsafat.

Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai
rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan serta pengalaman,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi dari laporan ini.

Terlepas dari semua itu, kami mengakui bahwa masih banyak kekurangan yang
terkandung di dalamnya. Kami berharap kepada pembaca untuk memberikan kritik dan
saran demi lebih memperbaiki makalah ini. Terima kasih.

Padang, 15 November 2020

Kelompok 10
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I................................................................................................................................1

PENDAHULUAN............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1

1.3 Tujuan...................................................................................................................1

BAB II...............................................................................................................................2

PEMBAHASAN...............................................................................................................2

2.1 Filsafat Sebagai Sistem Berpikir yang Benar.......................................................2

2.2 Pancasila Sebagai yang Diyakini Oleh Bangsa Indonesia...................................4

2.3 Pancasila Sebagai Nilai Kebenaran Hakiki..........................................................6

BAB III...........................................................................................................................12

PENUTUP......................................................................................................................12

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................12

3.2 Saran...................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pancasila adalah pilar ideologi negara Indonesia yang memiliki 5 sila. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia yang berarti setiap gerak gerik yang dilakukan harus sesuai dengan
nilai dan sila-sila dalam pancasila.

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang didalamnya mencakup etika, agama, berperilaku dan bertindak. guna
belajar filsafat adalah untuk bisa menganalisa dan mencari solusi dari permasalahan
yang ada sesuai dengan realita, serta solusi itu bisa direalisasikan. Pancasila sangat erat
hubungannya dengan filsafat dimana pancasila memuat nilai-nilai kebenaran, dari setiap
sila-sila pancasila yang mengatur kebenaran tentang etika, agama, berperilaku dan
bertindak dari segala aspek kehidupan yang dapat memecahkan segala persoalan yang
terjadi baik di masyarakat, bangsa maupun negara.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana filsafat sebagai sistem berpikir yang benar ?


1.2.2 Bagaimana keberadaan pancasila sebagai yang diyakini oleh bangsa
Indonesia?
1.2.3 Bagaimana keberadaan pancasila sebagai nilai kebenaran hakiki?

1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah tujuan dari makalah ini sebagai berikut :

1.3.1 Mengetahui filsafat sebagai sistem berpikir yang benar


1.3.2 Mengetahui keberadaan
1 pancasila sebagai yang diyakini oleh bangsa
Indonesia
1.3.3 Mengetahui keberadaan pancasila sebagai nilai kebenaran hakiki
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Filsafat Sebagai Sistem Berpikir yang Benar


A. Pengertian filsafat
Belajar filsafat berarti belajar tentang “kebijakan”. Atau setidaknya,
ketika Kita belajar Filsafat berarti kita belajar atau menjadi manusia yang
mencintai “kebijakan”. Lebih bagus lagi untuk menjadi orang yang bijak dalam
hal apa pun. Filsafat sebagai induknya ilmu, telah banyak berjasa dalam proses
kemajuan ilmu itu sendiri. Bahkan tidak sedikit di antara para tokoh atau
keimuan, juga disebut filosof, karena ilmunya mumpuni dan cara berpikirnya
sudah terpenuhi dalam kriteria berpikir filsafat.
Adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”.
Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa,
seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan
Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa
Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang
berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak
mendasar. Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara
etimologi dan secara terminologi.
Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah
atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia :
kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan.
Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam
arti hakikat.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf
merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran
kefilsafatan yang dimilikinya.
Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan )
2
tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Plato ( 428 -348 SM ) , memberikan definisi filsafat :Filsafat tidak lain
dari pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah
menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat
ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang
oleh filsafat dengan ilmu.
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup
empat persoalan.

(1).Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )

(2).Apakah yang seharusnya kita kerjakan ?(jawabannya Etika )

(3).Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )

(4). Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi ).

Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat


ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan
memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta
radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

B. Filsafat kerangka berpikir untuk bertindak


Berfilsafat itu berarti berpikir, tapi berpikir itu tidak berarti berfilsafat.
Hal ini disebabkan oleh berfilsafat berarti berpikir artinya dengan bermakna
dalam arti berpikir itu ada manfaat, makna, dan tujuannya, sehingga mudah
untuk direalisasikan dari berpikir itu karena sudah ada acuan dan tujuan yang
pasti/sudah ada planning dan contohnya, dan yang paling utama hasil dari
berpikir itu bermanfaat bagi orang banyak, tapi berpikir tidak berarti
berfilsafat, karena isi dari berpikir itu belum tentu bermakna atau mempunyai
tujuan yang jelas atau mungkin hanya khayalan saja.
3
Filsafat membawa kita berpikir secara mendalam, maksudnya untuk
mencari kebenaran substansial atau kebenaran yang sebenarnya dan
mempertimbangkan semua aspek, serta menuntun kita untuk mendapatkan
pemahaman yang lengkap. Berfikir secara filsafat dapat diartikan sebagai
berfikir secara mendalam sampai pemahaman secara hakikat, maka dari itu bisa
dikatakan filsafat adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang metode
berfikir secara komprehensif sehingga bisa disimpulkan bahwa guna belajar
filsafat adalah untuk bisa menganalisa dan mencari solusi dari permasalahan
yang ada sesuai dengan realita, serta solusi itu bisa direalisasikan. Filsafat juga
memiliki ciri pemikiran yang tidak boleh terlewatkan dalam melakukan
perenungan. Adapun ciri-ciri tersebut,
1. Pertama Logis adalah masuk akal, yang dimana segala sesuatu dapat
dibuktikan secara ilmiah.
2. Kedua Koheren adalah keruntutan dalam berfilsafat sangatlah diperlukan,
karena apabila kita berfilsafat secara koheren kita akan mendapat hasil
yang sangat maksimal.
3. Ketiga Korelasi adalah saling berhubungan.
4. Keempat Holistik merupakan menyeluruh, dalam memandang suatu
permasalahan, tidak bisa kita pandang hanya sebagian saja, karena kita
tidak akan mendapat penyelesaian yang tepat.
5. Kelima Radikal adalah ketika menyelesaikan suatu masalah, filsafat akan
menyelesaikan secara radikal yakni sampai pada akar-akarnya atau
mendasar, hingga menumukan sebuahpenyelesaian.

2.2 Pancasila sebagai yang diyakini oleh bangsa Indonesia

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pondasi Pancasila telah mengalami


pasang surut baik dalam pemahaman maupun pelaksanaannya. Setelah runtuhnya
Orde Baru, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah yang tidak lagi
relevan dengan kehidupan pasca reformasi. Bahkan banyak kalangan menyatakan
bahwa sebagian masyarakat Indonesia hampir melupakan jati dirinya, yang sejatinya
adalah Pancasila. Pancasila
4 nampak semakin terpinggirkan dari denyut nadi
kehidupan bangsa Indonesia yang diwarnai hiruk-pikuknya demokrasi dan kebebasan
berpolitik. Pancasila sebagai dasar negara kini nyaris kehilangan fungsi praksisnya,
seolah hanya tinggal kedudukan formalnya.

Pancasila dirumuskan dari nilai budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, masyarakat dan keadilan sosial. Ketuhanan
Yang Maha Esa, diwujudkan setiap orang seharusnya memeluk agama sesuai
keyakinannya, bertoleransi terhadap orang lain yang berbeda agama. Kemanusiaan
yang adil dan beradab, diwujudkan dalam bentuk perilaku saling menghargai harkat
dan martabat sesama, kesamaan dalam kemasyarakatan dan hukum, saling
mengasihi, dan menyayangi. Persatuan Indonesia, diwujudkan dengan tiadanya
diskriminasi individu dan antar golongan, kesediaan bekerja sama untuk kepentingan
bersama, bergotong royong, rela berkorban, senantiasa berupaya untuk menciptakan
kerukunan. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan diwujudkan ke dalam bentuk menyelesaikan masalah
dengan musyawarah, demokrasi substansial, dan tidak memaksakan kehendak.
Keadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia, diwujudkan dalam bentuk perilaku
menghargai hak orang lain, karya cipta orang lain, dan mengedepankan kewajiban
kemudian hak yang dilaksanakan secara seimbang.

Wilayah Indonesia yang sangat luas telah dihuni suku bangsa yang tersebarke
seluruh pelosok tanah air secara tidak merata, dari persebaran yang tidak merata
tersebut pulau Jawa yang paling padat penduduknya, dibandingkan dengan jumlah
pendudukdi pulau lainnya, pada dasarnya masing-masing suku bangsa memiliki
kebiasaan, tradisi, adat istiadat dan budaya yang salingmempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangannya. Adanya nilai persatuan inilah yang melatar belakangi rasa
toleransi yang tinggi terhadap perbedaan ras, budaya, dan agama yang ada di
Indonesia. Nilai Persatuan sangat di hormati dalam keanekaragaman yang ada di
Indonesia, sehingga masyarakatnya dapat hidup berdampingan dengan perbedaan
budaya dan terhindar dari diskriminasi.

Meskipun Pancasila terdiri dari lima sila berbeda tetapi semua saling melengkapi
dan menjadikan Pancasila5 sebagai satu kesatuan yang utuh untuk jadi pedoman
kehidupan Bersama di Indonesia. Alasan Pancasila sangat dibutuhkan karena kita
memiliki banyak sekali suku , budaya , agama dan juga secara demografis kondisi
wilayah Indonesia sangat besar dan terdiri dari pulau – pulau yang dipisahkan oleh
laut yang sangat luas, ini bisa membuat Indonesia sangat cepat berkembang tetapi
juga dapat membuat kehidupan di Indonesia menjadi banyak pandangan sehingga
dapat menimbulkan perpecahan.

Pancasila merupakan pedoman hidup bangsa Indonesia, oleh sebab itu


penanaman nilai-nilai persatuan dan kesatuan menjadi bagian penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan hanya untuk menghormati perbedaan
satu sama lain, namun realisasi pelaksanaanya memupuk rasa persatuan dankesatuan
di lingkungan masyarakat serta menciptakan kehidupan yang tentram dan damai,
dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan dan sila persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa
negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial dan selalu melakukan musyawarah untuk
mencapai mufakat. Hal tersebut sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia
yang heterogen, persatuan bagi seluruh agama, golongan, ras, dan suku bangsa
menjadi tuntutan untuk saling menjaga dan menghormati demi keutuhan negara
republik Indonesia.

Kita perlu sadar bahwa Pancasila, bahkan sebelum disahkan pun, nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, sudah ada dalam adat istiadat dan kebudayaan masyarakat
bangsa Indonesia, tentang gotong-royong, musyawarah, persatuan dalam
keberagaman, kemanusiaan, spiritualitas, dan juga keadilan. Maka dari itu, Pancasila
merupakan perwujudan nyata dari nilai-nilai yang dimiliki, yang seharusnya diyakini
kebenarannya oleh masyarakat dan dihayati tanpa rasa terpaksa, sepanjang masa
hidupnya.

2.3 Pancasila Sebagai Nilai Kebenaran Hakiki

A. Filsafat dan kebenaran


6
Dalam kajian kefilsafatan, persoalan kebenaran merupakan salah satu
tema penting yang cukup banyak dibicarakan. Tidak hanya dalam kaitannya
dengan ilmu pengetahuan dan ideologi, bahkan untuk mengakui adanya Tuhan,
Ada Absolut, Causa Prima, Demiourgos, pemahaman tentang apa itu kebenaran
menjadi sangat penting bagi setiap individu manusia. Karena itulah, sampai
sejauh ini kita telah mengenal cukup banyak mengenai teori-teori kebenaran.

Dalam filsafat Barat, misalnya, teori-teori tersebut meliputi teori:


kebenaran korespondensi; kebenaran koherensi; kebenaran pragmatik;
kebenaran identitas; kebenaran sematik; kebenaran prosentasional; dan
kebenaran deflasioner. Selain untuk mencapai kebenaran, dunia Barat juga
mengenal berbagai paham dan tradisi berfikir seperti: idealisme, rasionalisme,
empirisme, positivisme, materialisme, spritualisme, realisme, dan sebagainya.
Lahirnya sosialisme-komunisme dan liberalisme-kapitalisme pun telah turut
serta dalam dinamika kehidupan masyarakat Eropa dalam mencari makna
kebenaran. Tidak hanya berhenti disitu isme-isme sampai kini terus berkembang
dalam bentuk pos dan neo.

Di Timur, kita disuguhkan pada beberapa aliran kefilsafatan dalam


mencari kebenaran, seperti: Konfusianisme, Taoisme, kefilsafatan India, Islam
dan sebagainya. Aliran-aliran tentunya memiliki pendekatan-pendekatan
tersendiri yang membedakannya dengan Barat. Walaupun tidak sebanyak
pengkajian filsafat Barat, filsafat Timur tetap saja memilki daya tarik yang
cukup kuat. Bahkan dalam era globalisasi seperti saat ini, keduanya menjadi
formula kehidupan yang saling melengkapi satu sama lain.

Sehingga, dapat kita pahami bahwa persoalan makna kebenaran


merupakan persoalan universal yang dihadapi umat manusia di seluruh dunia.
Begitu juga dengan “masyarakat Indonesia”. Jika masyarakat Barat mencarinya
dalam pengagungan mereka terhadap ilmu pengetahuan dan ideologi-ideologi
sekuler, maka “masyarakat Indonesia” mencarinya dalam Pancasila sebagai
dasar falsafahnya.

7 dalam filsafat dapat dijelaskan sebagai berikut :


Nilai Kebenaran sendiri
 Kebenaran Koheresi: sebuah proposisi cenderung dianggap benar jika
proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proporsisi-
proposisi yang lain yang benar, atau benar jika berhubungan dengan
pengalaman kita.
 Kebenaran Korespondensi: sesuuatu dianggap benar apabila hal tersebut
sesuai dengan kenyataannya, pernyataan tersebut benar apabila hal
tersebut memang demikian. Ada kesesuaian antara pernyataan dengan
keadaan (correspondence).
 Kebenaran Pragmatisme: ukuran kebenaran terletak pada satu macam
konsekuensi pragmatis yang bermanfaat atau suatu proposisi dianggap
benar apabila mempunyai konsekuensi seperti yang terdapat dalam
proposisi tersebut (inhern)
 Kebenaran Semantik: proposisi dianggap benar dalam hubungannya
dengan segi “arti” atau “makna” yang dikandungnya.
 Kebenaran Konsensus: sesuatu dianggap benar apabila sesuai dengan
persetujuan (intersubjektif) dari forum yang rasional.

B. Pancasila dan upaya mencapai kebenaran

Pembahasan tentang apa itu kebanaran dalam konteks Pancasila, secara


tegas tidak banyak terungkap dalam literatur-literatur tekstual. Namun,
pengkajian Pancasila dalam wilayah keilmiahan bukanlah sesuatu yang baru.
Salah satu tokoh pemikir yang banyak mengkaji Pancasila, Notonagoro, telah
memberikan dasar-dasar pada kita dalam menafsirkan Pancasila secara ilmiah.
Ada tiga alasan yang menjadi landasan perlunya Pancasila ditelusuri secara
ilmiah.

Pertama, mengutip apa yang dikatakan oleh Menteri Roeslan Abdulgani


yang pada seminar Manipol di Bandung pada tanggal 28 Januari 1961
menyatakan bahwa Presiden Soekarno menghendaki penarikan ke atas
(perumusan teori Pancasila,
8
khususnya Filsafat Pancasila) dan penarikan ke
bawah ajaran Pancasila (tingkat penjabaran dan pelaksanaannya, yang boleh
disebut dengan sikap hidup).
Kedua, jawaban Presiden Soekarno dalam rapat DPA sebelum 28 Januari
1961 yang menegaskan bahwa Sosialisme Indonesia dan ajaran Pancasila
bersifat ilmiah dan religius. Ilmiah dalam arti: 1) suatu ajaran ilmiah, yang
bersifat khusus berlaku bagi waktu, tempat, keadaan, golongan manusia, atau
bangsa tertentu; 2) lebih tinggi tingkatnya daripada itu ialah suatu teori ilmiah
yang meliputi segala faktor tadi yang lebih luas; dan 3) tingkat yang lebih tinggi
lagi ialah sistem kefilsafatan yang terluas dalam segala faktornya, sampai dapat
mencapai tingkat dan luas yang abstrak, umum, dan universal.

Ketiga, ketetapan MPRS no. II/MPRS/1960/ yang menentukan tentang


pembangunan mental berdasarkan Pancasila yang menghendaki pula berfikir
secara abstrak,  secara ilmiah dan secara filsafati terhadap Pancasila. Filsafat
Pancasila, menurut Notonagoro, menjadi penting sebab “tidak ada bahan yang
resmi untuk mengetahui isi daripada lima asas yang dimaksudkan.”Berdasarkan
pada pendapat Notonagoro dan tiga alasan di atas, menjadikan setiap persolan
mengenai segala hal dalam ranah ilmiah yang kemudian dikaitkan dengan
Pancasila harus mengacu pada lima sila dalam Pancasila, termasuk mengenai
kebenaran.

C. Lima Dasar Kebenaran

1. Ke-Tuhanan

Menurut Notonagoro, sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa mengandung isi


arti mutlak, bahwa dalam Negara Republik Indonesia tidak ada tempat bagi
pertentangan dalam hal ke-Tuhanan atau keagamaan, bagi sikap dan perbuatan
anti-Ketuhanan atau anti keagamaan dan bagi paksaan agama. Pertentangan
dalam hal ke-Tuhanan pada dasarnya berasal dari dunia Barat yang bersumber
pada pengaruh hasil ilmu pengetahuan alam kodrat.

Berdasarkan tafsir Notonagoro ini, maka kebenaran dalam konteks


Pancasila dipahami 9 atau dimaknai sebagai tiadanya pertentangan dengan
Tuhan. Dalam makna yang lain, kebenaran adalah kesesuaian dengan nilai-
nilai ketuhanan. Hidup yang benar apabila kehidupan yang dijalani
mengandung harmonisasi dengan kehendak Tuhan. Hal ini tentu berbeda
dengan dunia ilmu pengetahuan di Barat yang seringkali mengabaikan
harmonisasi dengan kehendak dalam mencapai kebenaran. Makna kebenaran
ini sangat berbeda dengan yang berlaku di Barat. Teori kebenaran
korespondensi, misalnya, yang menyatakan bahwa kebenaran adalah
kesesuaian dengan fakta (fact).

Mengenai kebenaran akan adanya Tuhan, seperti Aristoteles, Pancasila


dalam tafsir Notonagoro memaknai Tuhan sebagai causa prima. Dia
mangatakan: ”Hakekat Tuhan adalah causa prima, dan unsur-unsur hakekat
yang terkandung dalam causa prima.”Namun tentunya, Pancasila tidak
mengandung dualisme materi dan bentuk dalam filsafat Aristoteles.

2. Kemanusiaan

Kebenaran adalah aktualisasi atau perwujudan dan terpenuhinya hakekat


manusia. Notonagoro menyatakan, sila kedua dari Pancasila mengandung cita-
cita kemanusiaan, yang lengkap sempurna memenuhi hakekat manusia.
Hakekat yang dimaksud dalam hal ini meliputi: bhinneka-tunggal dan
majemuk-tunggal atau monopluralis.

Hakekat bhinneka-tunggal menunjukkan bahwa pada manusia terdapat


gejala-gejala alam atau proses-proses fisis, gejala-gejala vegetatif, dan gejala-
gejala animal. Selain itu, berbeda dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan,
manusia memiliki kemampuan berpikir, berasa, dan berkehendak. Sedangkan
hakekat majemuk-tungal atau monopluralis menunjukkan bahwa hakekat
manusia itu adalah untuk melakukan perbuatan lahir dan batin atas dorongan
kehendak, berdasarkan atas putusan akal, selaras dengan rasa untuk memenuhi
hasrat-hasrat sebagai ketunggalan, yang ketubuhan, yang kejiwaan, yang
perseorangan, yang kemakhlukan sosial, yang berkepribadian berdiri sendiri,
yang kemakhlukan Tuhan.
10

Sesuatu hal dikatakan benar apabila sesuatu itu mendorong pada semakin
menguatnya nilai-nilai kemanusiaan. Segala upaya mencapai tujuan dengan
menghalalkan segala cara tidak mendapatkan tempat dalam Pancasila. Sebagai
refleksi, Niccolo Machiavelli. Baginya menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuan dapat dibenarkan.

3. Persatuan

Notonagoro menyatakan, sifat mutlak kesatuan bangsa, wilayah dan


Negara Indonesia yang terkandung dalam sila ketiga, dengan segala perbedaan
dan pertentangan di dalamnya, memenuhi sifat hakekat daripada satu, yaitu
mutlak tidak dapat dibagi. Segala perbedaan dan pertentangan adalah hal yang
biasa yang justru pasti dapat disalurkan untuk memelihara dan
mengembangkan kesatuan kebangsaan.

Berangkat dari pemahaman di atas tersebut, maka kebenaran adalah


suatu hal yang satu, tidak dapat dibagi-bagi. Namun, untuk mencapai
kebenaran tidak berarti menutup segala bentuk dinamika pemikiran.
Pertentangan dan perbedaaan adalah niscaya sebagai bagian dari proses menuju
yang satu, yang benar. Karena itulah, demokrasi memiliki tempat dalam
aktualisasi nilai-nilai pancasila.

4. Kerakyatan

Dalam dunia kefilsafatan Barat, kita mengenal pragmatisme yang


menganggap bahwa sesuatu itu benar apabila memiliki faedah atau bermanfaat
bagi sesuatu yang lain. Kebenaran adalah sesuai atau searah dengan
kemanfaatan. Nampaknya kebenaran dalam artian ini dapat kita temukan dalam
Pancasila sila keempat.

Menurut Notonagoro, sila keempat terdiri atas dua cita-cita kefilsafatan, yaitu:

a. Kerakyatan yang mengandung cita-cita bahwa negara adalah alat bagi


keperluan seluruh rakyat serta pula cita-cita demokrasi sosial-ekonomi;
11
b. Musyawarah atau demokrasi politik yang dijelmakan dalam asas politik
negara, ialah Negara Berkedaulatan Rakyat.
Kebenaran merupakan persoalan apakah sesuatu itu bermanfaat atau tidak.
Sesuatu akan bermanfaat apabila dirumuskan secara bersama-sama dengan
keterlibatan bersama dari subjek. Dalam hal ini setiap manusia adalah subjek
dan objek dari apa yang dianggap benar. Namun tidak seperti pragmatisme
yang berbicara kebenaran pada tataran antar individu, Pancasila berbicara pada
tataran massa (rakyat). Dengan kata lain, kebenaran adalah kemanfaatan untuk
semua pihak.

5. Keadilan

Kebenaran adalah terpenuhinya hakekat keadilan (adil). Inilah makna


kebenaran dalam Pancasila yang bersumber dari sila kelima. Hakekat daripada
adil menurut pengertian ilmiah, yaitu terpenuhinya segala sesuatu yang telah
merupakan suatu hak dalam hidup bersama sebagai sifat hubungan antara satu
dengan yang lain, mengakibatkan bahwa memenuhi tiap-tiap hak di dalam
hubungan antara satu dengan yang lain adalah wajib. Sehingga, kebenaran
dalam konteks Pancasila merupakan kebenaran yang memiliki keterkaitan
dengan moralitas.

Pemahaman Pancasila secara filosofis, akan mengingatkan kita semua


bahwa Pancasila bukanlah sekedar suatu konsensus politik, melainkan juga
sebagai suatu konsensus filosofis/moral yang mengandung suatu komitmen
transendental yang menjanjikan persatuan dan kesatuan sikap, serta pandangan
kita dalam menyambut masa depan gemilang yang kita cita-citakan bersama.
Sebagai filsafat atau pandangan hidup, Pancasila bermakna jauh lebih luas dan
lebih dalam daripada sekedar pragmatisme.

Namun, yang perlu kita sadari bahwa kritik pragmatisme sangat penting
bagi masa depan Pancasila. Bagi pragmatisme, Pancasila dalam pidato dan
upacara tidak berarti apa pun. Pragma berarti tindakan sehingga tuntutan-
tuntutan pragmatisme banyak  berada pada taraf perilaku yang harus
12
diterjemahkan dari nilai-nilai sebuah gagasan.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala


sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai
hakikat segala situasi tersebut.Berfikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berfikir
secara mendalam sampai pemahaman secara hakikat, maka dari itu bisa dikatakan
filsafat adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang metode berfikir secara
komprehensif sehingga bisa disimpulkan bahwa guna belajar filsafat adalah untuk bisa
menganalisa dan mencari solusi dari permasalahan yang ada sesuai dengan realita, serta
solusi itu bisa direalisasikan.nilai kebenaran dalam filsafat yaitu ada nilai kohesi,
korespondensi, pragmatisme, semantik, dan kondensus.pancasila memuat nilai-nilai
kebenaran dari setiap silanya yait nilai ke-tuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan
dan keadilan.

Pancasila dirumuskan dari nilai budaya bangsa Indonesia yang terdiri dari nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, masyarakat dan keadilan sosial.Meskipun Pancasila
terdiri dari lima sila berbeda tetapi semua saling melengkapi dan menjadikan Pancasila
sebagai satu kesatuan yang utuh untuk jadi pedoman kehidupan Bersama di
Indonesia.Pancasila merupakan perwujudan nyata dari nilai-nilai yang dimiliki, yang
seharusnya diyakini kebenarannya oleh masyarakat dan dihayati tanpa rasa terpaksa,
sepanjang masa hidupnya.

3.2. Saran

Filsafat yang merupakan ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan


segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh , serta radikal sehingga
13
mencapai hakikat segala sesuatunya dalam segala aspek kehidupan sebaiknya harus
berlandaskan pancasila agar setiap hal yang diselidiki dan pengetahuan yang didalami
tidak melenceng dari pancasila itu sendiri dan dalam pengambilan suatu keputusan atas
penyelidikan yang dilakukan berlandaskan lah kepada pancasila agar keputusan yang
diambil adalah keputusan yang benar sesuai sila ketuhanan,kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA

https://binus.ac.id/character-building/pancasila/pancasila-garis-final-perjalanan-
indonesia/

http://eprints.ums.ac.id/79226/3/BAB%20I.pdf

http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jsq/article/view/1459/1150

https://pancasila.filsafat.ugm.ac.id/2017/10/25/kebenaran-dalam-konteks-pancasila/

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/5c7448e8e62a1a07a1c346530
47716a2.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai