Anda di halaman 1dari 17

PANCASILA SEBAGAI

SISTEM FILSAFAT NEGARA

Disusun Oleh:
KELOMPOK 4 Kelas I1 Pagi Manajemen
1. Muhammad Dimar Haman 2205160302
2. Tifhani Wahana Pane 2205160440
3. Ade Qhumairah Awallyah 2205160446
4. Nazwa Damayanti Nasution 2205160459
5. Siti Fatimah Izzatunnisa Marpaung 2205160460
6. Winna Oktavia 2205160462
7. Fitri Indah Sarweni 2205160479
8. Shinta Amalia 2205160481

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa, Alhamdulillah atas izin dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai
Filsafat Negara”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasuullah Saw, beserta
keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya sampai akhir zaman.

Terima kasih kepada Bapak Syukran Yamin Lubis S.H., CN., M.Kn yang telah
memberikan kesempatan dan kelonggaran waktu bagi kami untuk menyelesaikan
tugas makalah ini. Semoga makalah yang kami buat ini dapat memenuhi tugas
Pancasila yang telah diberikan.

Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari adanya bantuan berbagai


sumber seperti buku, jurnal serta web yang tersedia di internet. Dan juga peran
kelompok empat yang membantu untuk menyelesaikan makalah ini. Semoga Allah
memberiksn balasan yang berlipat ganda. Aamiin.

Sadar sedalam-dalamnya bahwa makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan.


Kami sadar makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik, saran dan
masukan yang membangun sangat diharapkan dari semua pihak. Terima kasih.

Medan, 21 Desember 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................3
A. Definisi Filsafat...........................................................................................3
B. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat................................................................5
C. Dasar Ontologis Sila-Sila Pancasila............................................................7
D. Dasar Epistemologi Sila-Sila Pancasila.......................................................8
E. Dasar Aksiologis Sila-Sila Pancasila...........................................................11
BAB III PENUTUP.......................................................................................13
A. Kesimpulan..................................................................................................13
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pancasila adalah dasar dari falsafah Negara Indonesia, sebagaimana tercantum
dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia wajib
untuk mempelajari, menghayati, mendalami dan menerapkan nilai-nilai pancasila
dalam bidang kehidupan.

Keterkaitan antara Pancasila dengan berbagai elemen kehidupan telah


membentuk suatu sistem yang menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan tertentu.
Lahirnya nilai-nilai filosofi dijadikan sebagai bahan perenungan oleh para pendiri
negara untuk mencari identitas bangsa Indonesia. Kadar kebenaran dari nilai-nilai
yang ada digali hingga mencapai akar hakikatnya. Hal ini memunculkan sifat
spekulatif dalam memberikan sistem filsafat dari Pancasila. Selain itu, setiap bagian
kebenaran dan pernyataan yang berhubungan secara menyeluruh dijadikan sebagai
inti mutlak tata kehidupan masyrakat Indonesia.

Dalam sejarah perkembangannya Pancasila dikatakan sebagai filsafat negara


Republik Indonesia sudah mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi
politik yang dimanfaatkan untuk kepentingan setiap penguasa demi kokohnya sebuah
kekuasaan. Hal inilah yang membuat nilai-nilai Pancasila seringkali berubah dan
disalah artikan khususnya bagi masyarakat awam.

Seiring dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat secara langsung


maupun tidak langsung telah memunculkan masalah baru yang lebih kompleks.
Dalam hal ini, berbagai macam bentuk prinsip, karakteristik, dan objek pada sistem
filsafat mulai dimunculkan. Tujuannya tidak lain untuk membuktikan kebenaran dari
nilai-nilai filosofi yang dikaitkan dengan perkembangan zaman yang ada. Upaya
pendekatan terhadap nilai-nilai tersebut bisa dijadikan sebagai pandangan awal untuk
memahami sistem filsafat yang terkandung di dalam Pancasila.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pancasila sebagai sistem filsafat?
2. Bagaimana karakteristik, prinsip-prinsip serta hakikat Pancasila sebagai
filsafat?
3. Bagaimana konsep dasar filsafat Pancasila?
4. Bagaimana Pancasila melalui pendekatan ontologis, epistemologis, dan
aksiologis?

C. TUJUAN
1. Memahami Pancasila sebagai sistem filsafat
2. Memahami karakteristik, prinsip-prinsip serta hakikat Pancasila sebagai
filsafat
3. Memahami konsep dasar Filsafat Pancasila
4. Memahami Pancasila melalui pendekatan ontologis, epistemologis, dan
aksiologis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI FILSAFAT
Secara etimologis istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani Philo-shophia.
Istilah ini merupakan bentuk dari kata asal philos (cinta) atau philein (persahabatan,
tertarik kepada), dan sophos (hikmah/bijaksana) atau Sophia (kebijaksanaan/kearifan).
Ada dua arti secara etimologi dari filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila
istilah filsafat mengacu pada asal kata philein dan sophos, maka artinya mencintai hal-
hal yang bersifat bijaksana (bijaksana dimaksud sebagai kata sifat). Kedua, apabila
filsafat mengacu pada asal kata philos dan Sophia, maka artinya adalah teman
kebijaksanaan (kebijaksanaan dimaksudkan sebagai kata benda). Kebijaksanaan
artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Dalam hal ini filsafat
berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati. Orang
yang berfilsafat memiliki hasrat yang besar dan sungguh-sungguh terhadap
kebijaksanaan. Jadi filsafat artinya mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana. Filsafat
merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakekat dari segala sesuatu yang mencari
sebab terdalam dengan menggunakan rasio/akal budi manusia. Orangnya disebut
sebagai filsuf.

Filsafat menurut Effendy (1995: 1) dapat diartikam sebagai aktivitas berpikir


secara murni atau sebagai kegiatan akal manusia dalam usahanya untuk mengetahui
segala sesuatu yang dilihat atau dihadapinya.

Filsafat bermakna juga sebagai pemikiran fundamental dan monumental


manusia untuk mencari kebenara hakiki (hikmat, kebijaksanaan) karenanya kebenaran
ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan hidup (filsafat
hidup, Weltanschauung).

Secara umum, filsafat merupakan hasil pemikiran manusia yang kritis dan
radikal, mendalam, sampai pada intinya, yang membahas secara menyeluruh sampau
pada “hakikatnya” untuk mencapai kebenaran yang sesuai dengan kenyataan. Hakikat

3
adalah sesuatu hal yang adanya terlepas dari hal yang lain, adanya menurut dirinya
sendiri, tidak terikat oleh ruang waktu, keadaan serta difatnya tetap tidak berubah.

Secara praktis, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Sehingga
berfilsafat berarti berpikir secara mendalam dengan sungguh-sungguh, atau berpikir
secara ilmiah sampai pada hakikatnya.

Filsafat tidak menyelidiki strutur objeknya dan sebagaimana ilmu pengetahuan


pada umumnya, melainkan selalu menyelidiki hakekat objeknya, mencari inti
hakekatnya, dengan berpikir yang sedalam-dalamnya secara mendasar sampai pada
akar terakhirnya.

Keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah tersebut dapat


dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
1. Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian
a. Filsafat sebagai jenis pengetahaun, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran
daripada para filsuf pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan
suatu aliran atau sistem filsafat tertentu, misalnya rasionalisme,
materialisme, pragmatisme dan lain sebagainya
b. Filsafat sebagai suatu jenis problem yang dihadapi oleh manusia
sebagai hasil dari suatu aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari
suatu kebenaran yang muncul dari persoalan yang bersumber pada akal
manusia.
2. Filsafat sebagai suatu proses
Filsafat sebagai suatu proses diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat,
dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara
dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya. Dalam pengertian ini,
filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis.

Filsafat dalam pengertian sebagai ilmu filsafat adalah suatu ilmu yang
membahas atau menyelidiki objek kajiannya secara mendalam sampai
diperolehnya esensi (hakikat) untuk memperoleh kebenaran. Filsafat sebagai
ilmu memiliki beberapa cabang pokok sebagai berikut.

4
a. Etafisika, membahas tentang hal-hal di balik segala sesuatu yang fasis,
yang meliputi bidang ontologis (tentang yang ada atau being),
kosmologis (tentang alam), dan antropologis (tentang manusia).
b. Epistimologi, membahas tentang hakikat pengetahuan, berkaitan
dengan kebenaran pengetahuan, sumber pengetahuan, teori kebenaran,
dan sifat kebenaran pengetahuan.
c. Metodologis, berkaitan dengan metode-metode yang dipergunakan
dalam ilmu pengetahuan.
d. Logika, terkait dengan penalaran atau pengujian validitas suatu
pernyataan.
e. Aksiologis, berkaitan dengan masalah nilai, yang meliputi etika (nilai
baik-buruk), estetika berkaitan dengan nilai keindahan.

B. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


Pancasila diangkat dari pandangan hidup yang berkembang dalam kehidupan
bangsa Indonesia yang kemudian pandangan hidup ini dirumuskan secara cerdas oleh
para pendiri bangsa dan diangkat sebagai dasar kehidupan bernegara. Pancasila
memuat prinsip-prinsip dasar bagi negara, berarti bahwa Pancasila sebagai dasar
filsafat negara yang memuat ajaran-ajaran atau prinsip-prinsip dasar saja, sedangkan
ajaran-ajaran lain (sistem ekonomi, politik, dan sebagainya) dapat dideviasikan dari
prinsip dasar tersebut. Deviasi dari prinsip dasar tersebut tertuang dalam empat pokok
pikiran yang terjabar dalam UUD 1945. Pemikiran mendalam tentang Pancasila
sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan bertitik tolak dari ajaran dasar
Pancasila atau landasan ontologis Pancasila, yaitu dari konsep tentang manusia.
Pancasila sebagai sistem filsafat dirumuskan atas dasar inti mutlak dari tata kehidupan
manusia menghadapi diri sendiri, sesama dan menghadapi Tuhan. Pancasila sebagai
dasar filsafat negara merupakan landasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dengan berdasarkan pada nilai Ketuhanan dan kemanusiaan dalam
wadah negara persatuan Indonesia dengan sistem (cara kerakyatan/demokrasi) untuk
mewujudkan keadilan sosial.

5
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan
untuk satu tujuan tertentu, dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu
dengan yang lainnya. Pada dasarnya pancasila ialah satu bagian atau unit-unit yang
saling berkaitan satu sama lain, dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan, yang bagian dan unsurnya saling
berkaitan dan saling berhubungan serta saling bekerjasama satu sama lain untuk satu
tujuan tertentu dan merupakan keseluruhan yang utuh.

Pancasila sebagai sistem filsafat mempunyai konsep dasar yang menjadi


landasan bagi segala ajarannya. Konsep dasar itu adalah pandangan tentang manusia
yang mempunyai peran sentral dalam filsafat Pancasila, manusia sebagai subjek
maupun objek. Hakikat manusia adalah sebagai monopluralis (majemuk tangga).

Objek kajian filsafat adalah seluruh realitas, sedangkan objek material ilmu
pengetahuan lainnya senantiasa khusus dan terbatas. Ilmu-ilmu pengetahuan lainnya
senantiasa menyelidiki bagaimana struktur objeknya, sedangkan selalu mencari sebab-
sebab yang terdalam dan mencari hakikat yang realita.

Muh.yamin menegaskan bahwa Pancasila tersusun secara harmonis dalam suatu


sistem filsafat. Ajaran Pancasila adalah suatu sistem filsafat sesuai dengan dialetik
Neo Helegian. Soedirman Kartohadiprojo menegaskan Pancasila sebagai filsafat
bangsa Indonesia berdasarkan perkataan Soekarno, yaitu Pancasila adalah isi jiwa
bangsa Indonesia. Pendapat ini senada dengan pendapat Driyarkara, serta Roeslan
Abdulgani yang membenarkan Pancasila sebagai sistem filsafat.

Sistem dapat diartikan sebagai satu keseluruhan yang terdiri dari aneka bagian
yang bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Tiap-tiap bagian merupakan
tata rakit yang teratur, dan tata rakit itu sesuai selaras dengan tata rakit keseluruhan.
Tiap-tiap bagian mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dengan bagian yang lain,
namun demikian tugas dan fungsi itu demi kemajuan, memperkuat keseluruhan.

Suatu sistem harus memenuhi lima persyaratan seperti berikut ini:


1. Merupakan satu kesatuan utuh dari unsure-unsurnya
2. Bersifat konsisten dan koheren, tidak mengandung kontradiktif

6
3. Ada hubungan antara bagian satu dengan yang lainnya
4. Ada keseimbangan dalam kerja sama
5. Semuanya mengabdi pada tujuan yang satu yaitu tujuan bersama (Sri
Soeprapto Wirodiningrat 1980:94)

Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian sila yang telah disahkan secara formal
di dalam Pembukaan UUD 1945 itu telah memenuhi syarat sebagai sistem filsafat.
Setiap silanya pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri,
namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis dan satu
kesatuan yang utuh.

Untuk itu, secara folosofis makna Pnacasila sebagai suatu satu kesatuan sistem
filsafat memiliki dasar secara ontologis, dasar epistimologi dan dasar aksilogis sendiri
yang berbeda dengan sistem filsafat, seperti materialisme, liberalisme, pragmatisme,
komunisme, idealisme dan lain-lain.

C. DASAR ONTOLOGIS SILA-SILA PANCASILA


Ontologi berasal dari kata dasar “ontos”, yang artinya “ada”, “logoi” yang
artinya ilmu, sehingga Ontologi merupakan salah satu cabang filsafat yang
berkhidmat menelaah hal ihwal ‘ada’ atau ‘being” pada umumnya. Filsafat ontologi
atau filsafat metafisika dalam jajaran cabang-cabang filsafat lainnya menempati posisi
yang sangat sentral dan menentukan. Ontologi menurut Aristoteles adalah ilmu yang
menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan
disamakan artinya dengan metafisika.

Pendekatan Ontologis, nilai-nilai Pancasila mengandung sifat intrinsic dan


ekstrinsik. Bersifat intrinsik, nilai-nilai Pancasila berwujud filsafati, keseluruhan nilai-
nilai dasarnya sistematis dan rasional. Berupa sistem pemikiran, yang dijadikan dasar
bagi manusia dalam mengkonsepsikan realitas alam semesta, sang pencipta, manusia,
makna kehidupan, masyarakat, bangsa dan negara. Bersifat ekstrinsik (praktis) karena
berupa pandangan hidup di dalamnya mengandung sistem nilai, kebenaran yang
diyakini, merupakan kebulatan ajaran tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat
bangsa Indonesia. Ajaran filsafat itu sedemikian kuat mempengaruhi alam pikiran

7
manusia Indonesia, berupa cara pandangnya mengenai arti hidup dan kehidupan
masyarakat dan negara.

Dengan demikian, secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila-sila


Pancasila adalah manusia. Untuk hal ini, Notanagaro lebih lanjut mengemukakan
bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis
memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, serta
jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai makhluk individu dan sosial, serta kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama mendasari dan menjiwai keempat sila-
sila Pancasila (Kaelan, 2005).

Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia


memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan, serta
mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis,
sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial. Disamping itu,
kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri, sekaligus sebagai
makhluk Tuhan. Konsekuensinya, segala aspek dalam penyelenggaraan negara
diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang
memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis
tersebut.

Kemudian seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa
bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan
negara harus dijabarka dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila. Seperti bentuk
negara, sifat negara, tujuan negara, tugas/kewajiban negara dan warga negara, sistem
hukum negara, moral negara, serta segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.

D. DASAR EPISTEMOLOGI SILA-SILA PANCASILA


Epistemologi berasal dari kata “episteme” artinya pengetahuan, dan “logos”
artinya ilmu. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, proses,
batas, validitas dan hakikat pengetahuan. Epistemologi meliputi berbagai sarana dan

8
tata cara menggunakan sumber pengetahuan untuk mencapai keberadaan atau
kenyataan (Subandi, 2006:40)

Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk


mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu
pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar epsitemologis Pancasila
sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.

Menurut Titus (1984) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam


epistemologi, yaitu:
a. Tentang sumber pengetahuan manusia
b. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia; serta
c. Tentang watak pengetahuan manusia

Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada hakikatnya


meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila.
Adapun tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama,
adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia itu sendiri. Merujuk pada pemikiran
filsafat Aristoteles, bahwa nilai-nilai tersebut sebagai kuasa material Pancasila.

Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka


Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-
sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila
Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk pyramidal, yaitu:
a. Sila pertama Pancasila menjiwai dan meliputi sila kedua, ketiga,
keempat dan kelima.
b. Sila kedua dijiwai dan diliputi oleh sila pertama. Menjiwai dan
meliputi sila ketiga, keempat dan kelima.
c. Sila ketiga dijiwai dan diliputi oleh sila pertama dan sila kedua.
Menjiwai dan meliputi sila keempat dan kelima.
d. Sila keempat dijiwai dan diliputi oleh sila pertama, kedua dan ketiga.
Menjiwai dan meliputi sila kelima.

9
e. Sila kelima dijiwai dan diliputi oleh sila pertama, kedua, ketiga dan
keempat.

Dalam susunan demikian, menurut Effendi (1995: 106-107) maka sila yang ada
di belakangnya merupakan pengkhususan dari sila yang ada di mukanya dan oleh
karena itu pelaksanaannya tergantungpada pelaksanaan sila yang ada di mukanya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa:
1. Sila kelima merupakan pengkhususan dari sila keempat dan pelaksanaannya
tergantung pada pelaksanaan sila keempat.
2. Sila keempat merupakan pengkhususan dari sila ketiga dan pelaksanaannya
tergantung pada pelaksanaan sila ketiga.
3. Sila ketiga merupakan pengkhususan dari sila kedua dan pelaksanaannya
tergantung pada pelaksanaan sila kedua.
4. Sila kedua merupakan pengkhususaan dari sila pertama dan pelaksanaannya
tergantung pada pelaksanaan sila pertama.

Demikianlah susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut


kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut
kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis Pancasila juga
menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi.
Sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemology Pancasila juga mengakui
kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang
tertinggi. Selain itu, dalam sila ketiga, keempat dan kelima, epistemology Pancasila
mengakui kebenaran consensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham
estimologi, Pancasila memandang bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak
bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta
moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan
dalam hidup manusia. Itulah sebabnya Pancasila serta epistemologi harus menjadi
dasar moralitas bangsa dalam membangun perkembangan sain dan teknologi.

10
E. DASAR AKSIOLOGIS SILA-SILA PANCASILA
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki nilai. Pembahasan
problem nilai melahirkan cabang filsafat aksiologi atau theory of value. Aksiologi
meliputi nilai-nilai normative, parameter bagi apa yang disebut kebenaran atau
kenyataan dalam konteks dunia material atau non material, dunia simbolik dan
sebagainya (Subandi, 2006:40).

Pendekatan aksiologis memberikan dasar-dasar pertimbangan normatif tentang


keberadaan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara. Undang-undang Negara
Republik Indonesia 1945 memuat landasan yuridis Pancasila sebagai Norma
fundamental negara yang merupakan cita hukun Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pancasila sebagai cita hokum dijabarkan dan dirumuskan kedalam pasal-
pasal batang tubuh UUD 1945. Pancasila sebagai cita hukum membawa konsekuensi
Pancasila menjadi sumber tertib hukum atau sumber dari segala sumber hukum dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Keseluruhan produk hukum di Indonesia
tidak boleh bertentangan dengan nilai Pancasila. Pancasila harus dijadikan sumber
orientasi bagi pengembangan hukum di Indonesia.

Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai


praktis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai
yang terkangdung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.

Notonagoro memerinci tentang nilai, ada yang bersifat material dan non
material. Dalam hubungan ini, manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda
bergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang
mendasarkan pada orientasi nilai material, tetapi ada pula yang sebaliknya, yaitu
berorientasi pada nilai yang non material. Nilai material relatif lebih mudah diukur
menggunakan panca indra ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang bersifat
rohaniah sulit diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani mausia sebagai
alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia (Kaelan,
2005).

11
Menurut Notanagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian, tetapi
nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian
niai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai
lain secara lengkap dan harmonis, seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran,
nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau moral ataupun nilai kesucian yang
secara keseluruhan bersifat sistematik-hierarkis.

Pengakuan, penghargaan dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang


bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan bangsa
Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu telah menggejala
dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia, maka
bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah
laku dan perbuatan manusia Indonesia.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis,
fundamental dan menyeluruh. Untuk itu, sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai-
nilai yang bersifat bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Dalam pengertian inilah,
sila-sila Pancasila merpakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila tidak
terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri, tetapi memiliki esensi serta makna yang
utuh.

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung


makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyrakatan dan kenegaraan
harus berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari pandangan bahwa negara adalah
merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyrakatan yang
merupakan masyrakat hukum.

Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan


Yang Maha Esa pada hakikatnya bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua).
Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi hidup, manusia harus
membentuk suatu ikatan sebagai suatu bangsa (hakikat sila ketiga). Terwujudnya
persatuan dan kesatuan akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup
dalam suatu wilayah negara tertentu.

B. SARAN
Pemahaman Pancasila sebagai sistem filsafat diharapkan mampu memberikan
gambaran bagi masyarakat untuk lebih berpikir kritis, sistematis dan mendasar
terhadap sistem filsafat yang terkait dengan pancasila. Dengan adanya makalah ini
diharapkan dapat membantu untuk semakin memahami bagaimana pancasila sebagai
sistem filsafat negara.

13
DAFTAR PUSTAKA

Taniredja, Tukiran, Muhammaf Affandi dan Efi Miftah Faridli, 2015. “Paradigma
Baru PENDIDIKAN PANCASILA untuk mahasiswa”. Bandung: Alfabeta.

Charda, Ujang, 2018 “PENDIDIKAN PANCASILA Untuk Pendidikan Tinggi”.


Depok: Rajawali Pers.

Syamsudin, Muhammad, Munthoha, Kartini Pramono, Muzhoffar Akhwan dan Budi


Rohiatudin, 2009. “Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila Dalam Konteks
Keislaman dan Keindonesiaan”. Yogyakarta: Total Media.

Usiono, 2022 “POTRET BARU PENDIDIKAN PANCASILA Membangun Karakter


Generasi Zaman Now”. Medan: Perdana Publishing.

http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/36630/bab-03-
pancasila-sebagai-sistem-filsafat.pdf

http://journal.upgris.ac.id/index.php/civis/article/download/4678/2717

14

Anda mungkin juga menyukai