Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MENGAPA PANCASILA MERUPAKAN SISTEM FILSAFAT?

Dosen Pengampu:
SANDI SETIADI, S.E.,M.M

Disusun Oleh:
Abdullathif Assidiq (0222117)
Mela Kamelia (0222103)
Mia Adila Herdianti (0222104)
Muhammad Reza Juliansyah (0222111)
Salma Ramadani (0222114)

PRODI MANAJEMEN
STIE PGRI SUKABUMI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah Swt, Karena berkat
rahmat dan karunia serta Ridha-Nya sehingga makalah dengan berjudul
‘Mengapa Pancasila Merupakan Sistem Filsafat?’ dapat selesai. Makalah ini
dibuat dengan tujuan memenuhi tugas Pendidikan Pancasila.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sandi Setiawan selaku


dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan kami selaku penulis. Kami juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak


kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu kami memohon maaf atas
kesalahan dan ketidak sempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini.
Untuk itu kritik serta saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana
mestinya, Demikian kami ucapkan terimakasih.

Sukabumi, 02 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..........................................................................2
1.3 TUJUAN...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 MENELUSURI KONSEP DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI
SISTEM FILSAFAT............................................................................................3
2.2 MENANYA ALASAN DIPERLUKANNYA KAJIAN PANCASILA
SEBAGAI SISTEM FILSAFAT..........................................................................4
2.3 MENGGALI SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIS
TENTANG PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT..............................9
2.4 MEMBANGUN ARGUMEN TENTANG DINAMIKA DAN
TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT......................14
2.5 MENDESKRIPSIKAN ESENSI DAN URGENSI PANCASILA
SEBAGAI SISTEM FILSAFAT........................................................................15
2.6 RANGKUMAN TENTANG PENGERTIAN DAN PENTINGNYA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT................................................17
BAB III PENUTUP...............................................................................................18
KESIMPULAN..................................................................................................18
SARAN..............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHUALAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi dasar


pedoman dalam segala pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan
Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan. Pancasila adalah
cerminan bangsa Indonesia dalam berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya menjadi
tolak ukur bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan negara. Karena
konsekuensi dari hal itu bahwa penyelenggaraan bernegara tidak boleh
menyimpang dari nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan.
Di dalam Pancasila terkandung banyak nilai dimana dari
keseluruhan nilai tersebut terkandung lima garis besar kehidupan
berbangsa dan bernegara. Perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan
pun tidak lepas dari nilai Pancasila. Tanpa manusia sadari sejak zaman
kolonialisme sampai saat ini, kita selalu menjunjung tinggi nilai-nilai
Pancasila tersebut.
Indonesia hidup di antara keberagaman, baik itu agama, bangsa,
suku, dan budaya. Dari semua hal itu, Indonesia berdiri dalam satu
kesatuan. Menjadi utuh dan bersatu dalam persatuan yang kokoh di bawah
naungan Pancasila. Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan bersatu
di dalam keberagaman budaya. Selain itu, Pancasila dijadikan dasar
kebudayaan yang menyatukan budaya dengan yang lain. Karena hal itulah,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sangat berguna dan
bermanfaat.

iv
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan sistem filsafat?


2. Apa alasan manusia memerlukan filsafat?
3. Mengapa Pancasila sebagai sistem filsafat penting bagi pengembangan
negara?
4. Apa saja tantangan Pancasila sebagai sistem filsafat?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian sistem filsafat


2. Mengetahui alasan manusia memerlukan filsafat
3. Mengetahui alasan Pancasila sebagai sistem filsafat penting bagi
pengembangan negara
4. Mengetahui tantangan Pancasila sebagai sistem filsafat

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MENELUSURI KONSEP DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI


SISTEM FILSAFAT

2.1.1 Konsep Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Menurut KBBI, filsafat adalah pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal, dan hukumnya. Selain itu, ada beberapa pengertian
filsafat berdasarkan watak dan fungsinya sebagaimana
dikemukakan oleh Titus, Smith, dan Noland, yaitu sebagai berikut:

a. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap


kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak
kritis.
b. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap
kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi.
c. Filsafat adalah analisa logis dari analisa serta penjelasan
tentang arti kata dan konsep.
d. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran
keseluruhan..
e. Filsafat adalah sekumpulan problematik yang langsung
mendapat perhatian manusia dan dicarikan jawabannya oleh
ahli-ahli filsafat.

2.1.2 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pentingnya sistem filsafat bagi manusia tidak hanya


dibutuhkan di zaman Yunani, tetapi di zaman modern ini pun,
manusia memerlukan filsafat karena beberapa alasan. Pertama,

vi
manusia telah mengembangkan teknik untuk memperoleh
ketentraman dan kenikmatan. Akan tetapi, pada waktu yang sama,
manusia merasa gelisah dan cemas karena mereka tidak mengerti
secara pasti apa arti hidup dan arah mana yang harus mereka ambil.
Kedua, melalui kerja sama dengan displin ilmu lain, filsafat
memainkan peran yang sangat penting dalam membimbing
manusia mencapai keinginan dan aspirasinya. Dengan demikian,
manusia dapat memahami pentingnya peran filsafat dalam
kehidupan bermasyarakat.

Beberapa manfaat filsafat yang perlu diketahui dan


dipahami adalah: Pertama, keuntungan terbesar dari filsafat adalah
untuk mengeksplorisasi kemungkinan solusi masalah dalam
kehidupan manusia. Kedua, filsafat adalah bagian dari keyakinan
yang mendasari perilaku manusia. Ketiga, filsafat adalah
kemampuan untuk memperluas alam kesadaran manusia sehingga
menjadi lebih hidup, kritis, dan cerdas.

Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat menandakan


refleksi filosofis tentang Pancasila sebagai dasar negara. Menurut
Sastrapratedja, perlakuan filosofis Pancasila sebagai dasar negara
bertujuan untuk menjamin adanya pertanggungjawaban yang wajar
dan mendasar atas ketentuan Pancasila sebagai asas politik.

2.2 MENANYA ALASAN DIPERLUKANNYA KAJIAN PANCASILA


SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

2.1.1 Filsafat Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus


Subjectivus
Pancasila sebagai genetivus-objectivus, yaitu nilai Pancasila
dijadikan objek yang dicari landasan filosofisnya berdasarkan
sistem dan cabang filsafat yang berkembang di Barat. Sebagaimana

vii
terdapat dalam karya Notonagoro yang berjudul Pancasila Ilmiah
Populer, beliau menganalisis nilai-nilai Pancasila berdasarkan
pendekatan substansialistik filsafat Aristoteles.

Pancasila sebagai genetivus-subjectivus, yaitu nilai-nilai


Pancasila dipergunakan untuk mengkritisi berbagai aliran filsafat
yang berkembang untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila maupun nilai-nilai yang tidak sesuai.
Selanjutnya, nilai-nilai Pancasila tidak hanya harus dijadikan
sebagai dasar pembentukan peraturan perundang-undangan, tetapi
nilai-nilai Pancasila juga harus menjadi pedoman pelaksanaan
lembaga dan landasan politik pembangunan nasional. Sebagai
contoh, Sastrapratedja menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar
politik, asas dasar dalam kehidupan bernegara, dan bermasyarakat.

2.2.2 Landasan Ontologis Filsafat Pancasila

Pancasila sebagai genetivus-subjectivus membutuhkan


landasan filosofis yang kuat yang meliputi tiga dimensi, yaitu
landasan ontologis, landasan epistemologis, dan landasan
aksiomatik. Menurut Aristoteles, ontologi adalah cabang filsafat
yang membahas tentang hakikat segala sesuatu secara umum
sehingga dapat dibedakan dengan cabang ilmu yang membahas
hal-hal khusus. Ontologi membahas sifat terdalam dari apa yang
ada, yaitu unsur paling umum dan abstrak, disebut juga dengan
substansi (Taylor, 1995:42). Substansi menurut Bahasa Latin
“substare” artinya serentak ada, bertahan, ada dalam kenyataan.

Ontologi menurut pandangan Bakker adalah ilmu yang


paling universal karena objeknya mencakup semua bagiannya
(ekstensif) dan semua aspeknya (intensif). Selanjutnya, Bakker
mengaitkan dimensi ontologi ke dalam Pancasila. Menurutnya,
kelima sila Pancasila menunjukkan dan mengasumsikan

viii
kemandirian masing-masing, tetapi dengan menekankan kesatuan
yang mendasar dan ketertarikan dalam relasi-relasi. Sedangkan
menurut Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss dalam Theories
of Human Communication, berpendapat bahwa ontologi adalah
filsafat tentang sifat makhluk hidup.

Landasan ontologis artinya gagasan filosofis tentang


hakikat dan raison d’etre sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis
negara Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman tentang sila-sila
Pancasila diperlukan sebagai bentuk pengakuan atas keberadaan
negara Indonesia.

2.2.3 Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila


Istilah epistemologi terkait dengan sarana dan sumber
pengetahuan (knowledge). Menurut Bahm, epistemologi adalah
cabang filsafat yang berhubungan dengan sifat pengetahuan,
kemungkinan, dan dasar umum pengetahuan. Sedangkan menurut
Hardono Hadi, epistemologi terkait dengan pengetahuan yang
bersifat sui generis, sederhana, dan paling mendasar. Littlejohn dan
Foss menyatakan bahwa epistomologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari pengetahuan, cara orang mengetahui, dan apa yang
mereka ketahui tentang sesuatu. Mereka mengajukan beberapa
pertanyaan paling umum dalam epistemologi, yaitu:

a. Pada tingkatan apa pengetahuan dapat muncul sebelum


pengalaman?
b. Pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang
pasti?

Mengenai pertanyaan pertama, ada dua pendapat yang


saling bertentangan, yaitu rasionalisme dan empirisme. Kaum
rasionalis percaya bahwa akal adalah satu-satunya cara dan sumber
untuk memperoleh pengetahuan sehingga pengetahuan bersifat a

ix
priori. Sedangkan kaum empirisme menyatakan bahwa
pengalaman inderawi adalah sarana dan sumber pengetahuan,
dengan demikian pengetahuan bersifat a posteriori. Sebagaimana
yang sering dikatakan Soekarno, Pancasila merupakan
pengetahuan yang sudah tertanam dalam pengalaman kehidupan
rakyat Indonesia sehingga Soekarno hanya menggali dari bumi
pertiwi Indonesia. Namun, pengetahuan dapat muncul sebelum
pengalaman, yakni ketika menetapkan Pancasila sebagai dasar
negara untuk mengatasi keberagaman. Sehingga, hal ini
mencerminkan tingkatan pengetahuan yang disebut a priori.

Masalah kedua adalah “pada tingkatan apa pengetahuan


dapat menjadi sesuatu yang pasti?” berkembang menjadi dua
perspektif, yaitu pengetahuan mutlak dan pengetahuan relatif.
Pancasila dapat dikatakan mutlak karena bersifat universal, yaitu
Tuhan, manusia, satu solidaritas dan nasionalisme, serta bersifat
adil. Notonagoro menyebutnya dengan istilah Pancasila abstrak-
umum universal. Di sisi lain, sifat relatif pengetahuan Pancasila
sebagai bentuk pengalaman dalam kehidupan individu masyarakat
Indonesia memungkinkan adanya pemahaman yang berbeda-beda,
meskipun semangat universalitasnya tetap ada. Notonagoro
menamakannya dengan pelaksanaan Pancasila umum kolektif dan
singular konkrit.

Landasan epistemologis Pancasila mengandung makna


bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari pengalaman (experience)
bangsa Indonesia dan diintegrasikan ke dalam pandangan
menyeluruh tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Penjabaran sila-sila Pancasila secara epistemologis
dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Sila kesatu yang bersumber dari pengalaman hidup beragama


masyarakat Indonesia sejak dahulu sampai sekarang.

x
b. Sila kedua berasal dari pengalaman sadar mereka yang telah
ditindas selama berabad-abad oleh kolonialisme.
c. Sila kedua bermula dari pengalaman atas kesadaran bahwa
pembagian yang dilakukan oleh penjajah Belanda melalui
kebijakan Devide at Impera menimbulkan konflik diantara
masyarakat Indonesia.
d. Sila keempat berasal dari budaya masyarakat Indonesia yang
telah mengenal secara turun-temurun dalam mengambil
keputusan berdasarkan semangat musyawarah.
e. Sila kelima bersumber dari prinsip-prinsip yang berkembang
dalam masyarakat Indonesia dan tercermin dalam sikap gotong
royong.

2.2.4 Landasan Aksiologis Pancasila

Istilah aksiologis terkait dengan masalah nilai (value).


Istilah nilai yang dimaksud bukan mengacu pada makna nilai
dalam arti angka, harga, atau skor, melainkan lebih mengacu pada
arti filosofis. Nilai (value) mengacu pada kualitas yang bersifat
abstrak yang melekat pada suatu objek.

Menurut Littlejohn dan Foss, aksiologi adalah cabang


filosofi yang berhubungan dengan penelitian mengenai nilai-nilai.
Salah satu masalah krusial yang ditengarai oleh Littlejohn dan
Foss, yaitu “dapatkah teori bebas berdasarkan nilai?”. Problem
apakah teori itu dapat bebas dari nilai, memiliki pengikut yang kuat
pada kubu positivisme. Pengikut positivis meyakini bahwa teori
dan ilmu harus bebas untuk menjaga semangat objektivitas ilmiah.

Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas


yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Sila pertama
mengandung kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral.
Sila kedua mengandung nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan

xi
tanggung jawab. Sila ketiga mengandung nilai solidaritas dan
kesetiakawanan. Sila keempat mengandung nilai demokrasi,
musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar. Sila kelima mengandung
nilai kepedulian dan gotong royong.

2.3 MENGGALI SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIS


TENTANG PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

2.3.1 Sumber Historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pada tanggal 12 Agustus 1928, Soekarno pernah menulis di


Suluh Indonesia bahwa nasionalisme adalah nasionalisme yang
menjadikan manusia sebagai alat Tuhan dan membuat manusia
hidup dalam roh.

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sejak zaman purbakala sampai pintu gerbang


kemerdekaan negara Indonesia, warga Nusantara sudah
melewati ribuan tahun pengaruh kepercayaan-kepercayaan
lokal, yaitu kurang lebih 14 abad pengaruh Hindu dan Budha, 7
abad pengaruh Islam, dan 4 abad pengaruh Kristen. Pada
semua sistem religi-politik tradisional di muka bumi, termasuk
di Indonesia, kepercayaan mempunyai peranan sentral pada
pendefinisian institusi-institusi sosial.

b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sejak dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa


maritim yang telah menjelajah ke penjuru negeri, bahkan dunia.
Hasil penjelajahan itu kemudian membentuk karakter bangsa
Indonesia yang kemudian oleh Soekarno disebut dengan istilah
internasionalisme atau perikemanusiaan. Hal ini dibuktikan
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu hadirnya
bangsa yang memiliki wawasan global dengan kearifan lokal,

xii
komitmen terhadap penertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial serta pemuliaan
hak-hak asasi manusia dalam suasana kekeluargaan kebangsaan
Indonesia.

c. Sila Persatuan Indonesia

Indonesia adalah bangsa yang memiliki keberagaman


sosial, kultural, dan teritoria yang dapat bersatu dalam suatu
komunitas politik kebangsaan Indonesia. Indonesia merupakan
bangsa yang memiliki warisan peradaban Nusantara dan
kerajaan-kerajaan terbesar di muka bumi.

d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan


Dalam Permusyawaratan Perwakilan

Sejarah menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan


sebelum Indonesia merdeka merupakan kerajaan feodal yang
dikuasai raja-raja autokrat. Meskipun demikian, nilai-nilai
demokrasi dalam taraf tertentu telah berkembang dalam
budaya Nusantara. Tan Malaka mengatakan bahwa paham
kedaulatan rakyat sebenarnya sudah tumbuh di alam
kebudayaan Minangkabau, dimana kekuasaan raja dibatasi
oleh ketundukannya pada keadilan.

e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Masyarakat adil dan makmur adalah mimpi


kebahagiaan bagi rakyat Indonesia yang telah berkobar selama
ratusan tahun lamanya. Demi mimpi itu, para pejuang bangsa
rela mengorbankan dirinya untuk mencapai cita-cita tersebut.
Sejarah mencatat bahwa Indonesia dahulunya adalah bangsa
yang hidup dalam keadilan dan kemakmuran, keadaan itu
kemudian dirampas oleh kolonialisme.

xiii
2.3.2 Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat


diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama,
memahami sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat
dalam pandangan hidup atau kearifan lokal yang memperlihatkan
unsur-unsur filosofis Pancasila. Dalam konteks agama, masyarakat
Indonesia dikenal dengan sosok religious karena perkembangan
kepercayaan yang sudah ada sejak animisme, dinamisme,
politeistis, hingga monoeistis.

Pancasila sebagai sistem filsafat, menurut Notonagoro


merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Notonagoro menggambarkan kesatuan dan hubungan sila-sila
Pancasila dalam bentuk hirearkis piramidal dan kesatuan hubungan
yang saling mengisi atau saling mengkualifikasi.

2.3.3 Sumber Politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat


diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama,
meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat
pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno
antara tahun 1958 sampai 1959, tentang pembahasan sila-sila
Pancasila secara filosofis. Kelompok kedua, mencakup berbagai
argumen politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat yang
disuarakan Kembali di era reformasi dalam pidato politik Habibie
1 juni 2011.

Wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat


mengemuka ketika Soekarno melontarkan konsep Philosofische
Grondslag, dasar filsafat negara. Artinya, kedudukan Pancasila
diletakkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggara kehidupan
bernegara di Indonesia. Soekarno dalam kuliah umum di istana

xiv
negara pada 22 Mei 1958 menegaskan tentang kedudukan
Pancasila sebagai Weltanschauung dapat mempersatukan bangsa
Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari disintegrasi
bangsa. Selanjutnya, pada kuliah umum Soekarno membahas sila-
sila Pancasila sebagai berikut:

a. Sila kesatu, pada garis besarnya masyarakat Indonesia


percaya kepada Tuhan. Ketuhanan Yang Maha Esa
merupakan konsep yang dapat diterima semua golongan
agama di Indonesia sehingga apabila elemen ini dibuang,
maka akan kehilangan sesuatu yang mempersatukan
segenap rakyat Indonesia.
b. Sila kedua, merupakan upaya untuk mencegah timbulnya
semangat nasionalisme yang berlebihan sehingga terjebak
ke dalam chauvinisme atau rasialisme yang tidak
berperikemanusiaan.
c. Sila ketiga, Soekarno bertitik tolak dari berbagai pengertian
tentang bangsa yang diambilnya dari berbagai pemikiran.
Berdasarkan beberapa pemikiran tersebut, Soekarno
menyimpulkan bahwa bangsa itu hidup dalam suatu
kesatuan yang kuat dalam sebuah negara dengan tujuan
untuk mempersatukan.
d. Sila keempat, Soekarno mengatakan bahwa demokrasi yang
harus dijalankan adalah demokrasi Indonesia, yang
membawa kepribadian Indonesia itu sendiri. Demokrasi
yang dimaksud bukanlah sekadar alat teknis, melainkan
suatu alam jiwa pemikiran dan perasaan bangsa Indonesia.
e. Sila kelima, Soekarno menguraikan arti sila kelima, yaitu
keadilan sosial bagi bangsa Indonesia merupakan suatu
keharusan karena hal itu merupakan amanat dari para
leluhur bangsa Indonesia yang menderita pada masa

xv
penjajahan, dan para pejuang yang telah gugur dalam
memperjuangkan kemerdekaan.

Kelompok kedua, diwakili oleh Habibie dalam pidato 1


Juni 2011 yang menyuarakan kembali pentingnya Pancasila bagi
kehidupan bangsa Indonesia setelah dilupakan dalam rentang
waktu yang cukup panjang. Pidato Habibie dapat diuaraikan
sebagai berikut:

a. Pertama, pernyataan Habibie tentang kedudukan Pancasila


sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia dalam dinamika
sejarah sistem politik sejak orde lama hingga era reformasi.
b. Kedua, pernyataan Habibie tentang factor-faktor perubahan
yang menimbulkan pergeseran nilai dalam kehidupan
bangsa Indonesia sehingga diperlukan reaktualisasi
Pancasila.
c. Ketiga, penegasan Habibie tentang makna penting
rektualisasi Pancasila.
d. Keempat, perlunya implementasi nilai-nilai Pancasila
dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat juga


berlaku atas kesepakatan penggunaan simbol dalam kehidupan
bernegara. Garuda Pancasila merupakan salah satu symbol dalam
kehidupan bernegara. Bendera merah putih, Bahasa Indonesia,
Garuda Pancasila, dan lagu Indonesia Raya, merupakan simbol
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan


objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Makna
suatu simbol ditentukan oleh suatu persetujuan bersama atau sudah
diterima oleh umum sebagai suatu kebenaran. Demikian pula

xvi
halnya dengan Burung Garuda, diterima sebagai simbol oleh
bangsa Indonesia melalui proses panjang.

2.4 MEMBANGUN ARGUMEN TENTANG DINAMIKA DAN


TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

2.4.1 Dinamika Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Pada era pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem


filsafat dikenal dengan istilah Philosofische Grandslag. Gagasan
tersebut merupakan renungan filosofis Soekarno atas rencana
berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide tentang Philosofische
Grandslag dimaksudkan untuk menarik perhatian anggota sidang
BPUPKI dan bersifat teoritis. Namun, ide ini belum diuraikan
secara rinci. Pada masa itu, Soekarno lebih menekankan bahwa
Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diangkat dari
akulturasi budaya bangsa Indonesia.

Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem


filsafat berkembang ke arah yang lebih praktis. Dengan kata lain,
filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan untuk mencari kebenaran
dan kebijaksanaan, tetapi juga digunakan untuk pedoman hidup
sehari-hari. Atas dasar inilah, Soeharto mengembangkan sistem
filsafat Pancasila menjadi penataran P-4.

Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem reformasi


tidak terdengar resonansinya. Namun, Pancasila sebagai sistem
filsafat bergema dalam wacana akademik, termasuk keritik dan
renungan yang dilontarkan oleh Habibie pada pidato 1 Juni 2011.

2.4.2 Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Bentuk-bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem


filasafat, yaitu sebagai berikut:

xvii
a. Pertama, kapitalisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa
kebebasan pemilik modal untuk mengembangkan usahanya
dengan tujuan meraih keuntungan sebesar-besarnya
merupakan upaya untuk menyejahterakan masyarakat.
Salah satu bentuk tantangannya, yaitu meletakkan
kebebasan individual secara berlebihan sehingga dapat
menimbulkan dampak positif, seperti monopoli, gaya hidup
konsumerisme, dan lain-lain.
b. Kedua, komunisme adalah sebuah paham yang munncul
sebagai reaksi atas perkembangan kapitalisme sebagai
produk masyarakat liberal. Komunisme merupakan aliran
yang meyakini bahwa kepemilikan modal dikuasai negara
untuk kemakmuran rakyat secara merata. Salah satu bentuk
tantangannya ialah dominasi negara yang berlebihan
sehingga dapat menghilangkan peran rakyat dalam
kehidupan bernegara.

2.5 MENDESKRIPSIKAN ESENSI DAN URGENSI PANCASILA


SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

2.5.1 Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Hakikat (esensi) Pancasila sebagai sistem filsafat terdapat


pada hal-hal sebagai berikut:

a. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa


Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam
kehidupan semua makhluk hidup. Dalam artian setiap
makhluk hidup, termasuk warga negara harus memiliki
kesadaran yang otonom (kebebasan dan kemandirian)
disatu pihak, dan berkesadaran sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa.

xviii
b. Hakikat sila kemanusiaa adalah manusia monopluralis,
yang terdiri dari 3 monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa
dan raga), sifat kodrat (makhluk individu dan sosial),
kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom dan
makhluk Tuhan Yang Maha Esa).
c. Hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan.
d. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah.
Dalam artian keputusan yang diambil dalam semangat
musyawarah dan mufakat.
e. Hakikat sila keadilan meletakkan Pancasila sebagai aliran
atau objek yang distributif, legal, dan komutatif. Keadilan
distributife adalah keadilan bersifat dikaji oleh aliran-aliran
filsafat lainnya. Keadilan legal adalah kewajiban Pancasila
sebagai subjek yang mengkaji aliran-aliran filsafat lainnya.
Keadilan komutatif adalah keadilan antara ector warga
negara.

2.5.2 Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Hal-hal yang sangat penting bagi pengembangan Pancasila


sebagai sistem filsafat terbagi menjadi:

a. Pertama, meletakkan Pancasila sebagai sistem filsafat dapat


memulihkan harga diri bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang merdeka dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya,
serta merdeka dalam politik dan yuridis.
b. Kedua, Pancasila sebagai sistem filsafat membangun alam
pemikiran yang berakar dari nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia sendiri sehingga mampu menghadapi berbagai
ideologi dunia.
c. Ketiga, Pancasila sebagai filsafat dapat menjadi dasar
pijakan untuk menghadapi tantangan globalisasi yang dapat

xix
melunturkan semangat kebangsaan dan melemahkan sektor
perekonomian.
d. Keempat, Pancasila sebagai filsafat dapat menjadi way of
life sekaligus way of thinking bangsa Indonesia untuk
menjaga keseimbangan dan konsistensi antara Tindakan
dan pikiran.

2.6 RANGKUMAN TENTANG PENGERTIAN DAN PENTINGNYA


PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Pancasila sebagai sistem filsafat sudah dikenal sejak masalah dasar


filosofis negara. Filsafat Pancasila merupakan istilah yang mengemuka
dalam dunia akademis. Terdapat dua pendekatan yang berkembang dalam
pengertian filsafat Pancasila, yaitu genetivus objectivus dan genetivus
subjectivus. Kedua pendekatan tersebut saling melengkapi karena yang
pertama meletakkan Pancasila sebagai objek yang dikaji oleh aliran filsafat
lainnya, sedangkan yang kedua meletakkan Pancasila sebagai subjek yang
dikaji oleh filsafat lainnya.

Pentingnya Pancasila sebagai sistem filsafat adalah untuk diberikan


pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-sila Pancasila
sebagai prinsip politik, yaitu:

a. Pertama, agar dapat dijabarkan lebih lanjut sehingga menjadi


operasional dalam penyelenggaraan negara.
b. Kedua, agar dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif
baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c. Ketiga, agar dapat menjadi kerangka evaluasi terhadap segala
kegiatan yang bersangkutan dengan kehidupan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat.

xx
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang menjadi dasar kehidupan


berbangsa, bernegara, dan bermusyawarah. Pancasila sebagai filsafat diperlukan
untuk perenungan jiwa bangsa dan negara. Hal itu dikarenakan Pancasila sebagai
sistem filsafat memiliki nilai yang paling adil dan paling tepat untuk menyatukan
seluruh rakyat Indonesia.

SARAN

Diharapkan agar semua masyarakat dapat menerapkan nilai-nilai yang


terkandung dalam Pancasila tidak hanya sekedar mengetahui saja namun
melaksanakannya dalam kehidupan.dan penerapan pendidikan karakter harus
ditanamkan sejak dini agar kelak nilai Pancasila akan melekat dalam karakter dan
kepribadian tiap individu dalam bermasyarakat agar senan tiasa tercipta bangsa
Indonesia yang damai.

xxi
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016. Pendidikan


Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Tanpa kota: Direktorat Jenderal Pembelajaran
dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Dimarta, A. (2020). Nilai-Nilai Pancasila. (Universitas Persada Indonesia YAI,


2020). Diakses dari https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://staff.universitaspahlawan.ac.id/upload/
pengabdian/125-pengabdian.pdf&ved=2ahUKEwjlv660kY37AhWrcWwGHf3sC-
UQFnoECBUQAQ&usg=AOvVaw1cXhCoPJ5RVMMwNbLCTGk0

xxii

Anda mungkin juga menyukai