Segala puji dan syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat
menyelesaikan rangkaian makalah tugas dengan judul “Urgensi Pancasila Sebagai Sistem
Filsafat” dengan baik. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok yang telah diberikan oleh dosen pengampu pada
matakuliah Pancasila dalam kelas sarjana terapan kebidanan berlanjut profesi semester dua,
Poltekkes Kemenkes Surakarta.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun menjumpai berbagai hambatan. Namun, berkat
dukungan dari berbagai pihak, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Melalui kesempatan
ini penyusun menyampaikan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing dan kerjasama yang
baik antara teman-teman satu kelompok yang telah membantu serta mendukung terselesaikannya
tugas ini. Sejatinya makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, oleh karena itu kami selaku
penyusun mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi
perbaikan dan evaluasi untuk tugas saat ini dan selanjutnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................................5
A. Kesimpulan............................................................................................
B. Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
C. TUJUAN
1. Mendeskripsikan konsep dan urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat
2. Mendeskripsikan Kajian pencasila sebagai sistem filsafat
3. Mendeskripsikan Menggali sumber historis, sosiologis, politis tantangPancasila sebagai
sistemfilsafat
4. Mendeskripsikan Argumen tentang dinamika dan tantangan Pancasilasebagai sistem
filsafat
5. Mendeskripsikan Esensi dan urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti proses dan filsafat
dalam arti produk.
a. Filsafat dalam arti proses : Filsafat di artikan dalam bentuk suatu aktivitas
berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan
suatu cara dan metode tertentu yang sesual objeknya.
b. Filsafat dalam arti produk : Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi
manusia. Sehingga manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan
yang bersumber dari akal manusia, dan sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep,
dan pemikiran dari para filsuf misalnya rasionalisme, materialisme, pragmatisme.
3. Obyek Filsafat
Obyek Material Filsafat : obyek pembahasan yang mencakup keseluruhan baik yang
bersifat material kongkrit seperti alam, manusia, benda, hewan, dil, maupun yang
bersifat abstrak spiritual seperti, nilai-nilal, Ide, ideologi, moral, pandangan hidup, dll.
Obyek Formal Filsafat : cara pandang filsuf terhadap obyek material tersebut.
4. Cabang-cabang Filsafat
Metafisik : membahas hal-hal yang bereksistensi dibalik fisls, yang meliputi bidang-
bidang ontology (membicarakan teori sifat dasar dan ragam kenyataan), kosmologi
(membicarakan tentang teori umum mengenal proses kenyataan) dan anthropologi.
Epistemologi : membahas persoalan hakikat pengetahuan.
Metodologi : membahas persoalan hakikat metode dalam limu pengetahuan.
Logika : membahas persoalan filsafat berpikir, yaitu rumus-rumus dan dalil-dalil
berfikir yang benar.
Etika : berkaitan dengan moralitas, tingkah laku manusia.
Estetika berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.
5. Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Filsafat :
Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri dari
lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang
sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di Indonesia. Juga
sebagai dasar negara kita merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di
negara indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa indonesia dapat
mempersatukan kita, serta memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan lahir dan bathin dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.
Filsafat Pancasila adalah filsafat yang mempunyai obyek Pancasila, yaitu obyek
Pancasila yang benar dan sah sebagaimana tercantum didalam pembukaan UUD 1945
alenia ke-4.
6. Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan cara
deduktif dan Induktif.
1) Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
2) Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat,
merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.
7. Fungsi Filsafat Pancasila :
1) Memberi jawaban atas pertanyaan yang bersifat fundamental/mendasar dalam
kehidupan bernegara, Misalnya: susunan politik, sistem politik, bentuk negara,
susunan perekonomian dan dasar-dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini
harus dapat dikembangkan oleh filsafat.
2) Mencari kebenaran yang bersifat substansi tentang hakikat negara, ide, negara atau
tujuan negara, kelima sila pancasila merupakan kesatuan yang utuh, tidak
terpisahkan.
3) Berusaha menempatkan dan menjadi bernegara, sehingga fungsi filsafat akan terlihat
jelas kalau negara itu sudah terbentuk keteraturan kehidupan bernegara.
8. Bukti Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang utuh, sistem lazimnya memiliki ciri-ciri suatu
kesatuan bagian-bagian, bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri, saling
berhubungan dan ketergantungan, keseluruhannya dimaksud untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (tujuan sistem), dan terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks. Pancasila
menjadi landasan dan falsafah dasar negara telah membuktikan dirinya sebagai wadah
yang dapat menyatukan bangsa. Dengan Pancasila bangsa Indonesia diikat oleh
kesadaran sebagai satu bangsa dan satu negara
9. Filsafat Pancasila sebagal Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus
Genetivus Objectivus Artinya nilai-nilai Pancasila dijadikan sebagal objek yang dicari
landasan filosofisnya berdasarkan sistem-sistem dan cabang-cabang filsafat yang
berkembang di Barat. Misalnya, Notonagoro menganalisis nilai-nilai Pancasila
berdasarkan pendekatan substansialistik filsafat Aristoteles sebagaimana yang terdapat
dalam karyanya yang berjudul Pancasila limsan Populer. Adapun Drijarkara menyoroti
nilai-nilai Pancasila dari pendekatan eksistensialisme religious sebagaimana yang
diungkapkannya dalam tulisan yang berjudul Pancasila dan Religi.
Genetivus Subjectivus, artinya nilai-nilai Pancasila dipergunakan untuk mengkritisi
berbagai aliran filsafat yang berkembang, baik untuk menemukan hal-hal yang sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila maupun untuk melihat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Selain itu, nilai-nilai Pancasila tidak hanya dipakai dasar bagi
pembuatan peraturan perundang-undangan, tetapi juga nilai-nilai Pancasila harus mampu
menjadi orientasi pelaksanaan sistem politik dan dasar bagi pembangunan nasional.
Misalnya, Sastrapratedja (2001: 2) mengatakan bahwa Pancasila adalah dasar politik,
yaitu prinsip prinsip dasar dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat.
Adapun Soerjanto (1991:57-58) mengatakan bahwa fungsi Pancasila untuk memberikan
orientasi ke depan mengharuskan bangsa Indonesia selalu menyadari situasi kehidupan
yang sedang dihadapinya. Genetivus Subjectivus memerlukan landasan pijak filosofis
yang kuat yang mencakup tiga dimensi, yaitu :
a) Landasan Ontologis Filsafat Pancasila
Ontologi menurut Aritoteles merupakan cabang filsafat yang membahas tentang hakikat
segala yang ada secara umum sehingga dapat dibedakan dengan disiplin ilmu-ilmu yang
membahas sesuatu secara khusus. Membahas tentang hakikat yang paling dalam dari
sesuatu yang ada, yaitu unsur yang paling umum dan bersifat abstrak, disebut juga
dengan istilah substansi. Inti persoalan ontologi adalah menganalisis tentang substansi
(Taylor, 1955: 42). Substansi menurut Kamus Latin - Indonesia, berasal dari bahasa Latin
"substare" artinya serentak ada, bertahan, ada dalam kenyataan. Substantialitas artinya
sesuatu yang berdiri sendiri, hal berada, wujud, hal wujud (Verhoeven dan Carvallo,
1969: 1256).
Landasan ontologis Pancasila: pemikiran filosofis atas hakikat dan raison d'etre sila-sila
Pancasila sebagai dasar filosofis negara. pemahaman atas hakikat sila-sila Pancasila itu
diperlukan sebagai bentuk pengakuan atas modus eksistensi bangsa Indonesia.
b) Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat pengetahuan yang membahas tentang sifat
dasar pengetahuan, kemungkinan, lingkup, dan dasar umum pengetahuan (Bahm,
1995:5). Epistemologi terkait dengan pengetahuan yang bersifat sui generis,
berhubungan dengan sesuatu yang paling sederhana dan paling mendasar
(Hardono Hadi, 1994: 23). Littlejohn and Foss menyatakan bahwa epistemologi
merupakan cabang filosofi yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana orang-
orang dapat mengetahui tentang sesuatu atau apa-apa yang mereka ketahui.
Mereka mengemukakan beberapa persoalan paling umum dalam epistemologi
sebagai berikut:
(1) pada tingkatan apa pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman?
(2) pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang pasti? (Littlejohn
and Foss, 2008: 24).
Problem pertama ada dua pendapat, kaum rasionalis berpandangan bahwa akal
merupakan satu-satunya sarana dan sumber dalam memperoleh pengetahuan,
kaum empirisisme berpandangan bahwa pengalaman inderawi merupakan sarana
dan sumber pengetahuan. Pancasila sebagaimana yang sering dikatakan Soekarno,
merupakan pengetahuan yang sudah tertanam dalam pengalaman kehidupan
rakyat Indonesia sehingga Soekarno hanya menggali dari bumi pertiwi Indonesia.
Namun, pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman, dalam kehidupan
bangsa Indonesia, yakni ketika menetapkan Pancasila sebagai dasar negara untuk
mengatasi pluralitas etnis, religi, dan budaya. Sehingga Pengetahuan adalah
prioritas.
Problem dua muncul dua pandangan, yaitu pengetahuan yang mutlak dan
pengetahuan yang relatif. Pancasila dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang
mutlak karena sifat universal yang terkandung dalam hakikat sila-silanya, yaitu
Tuhan, manusia, satu (solidaritas, nasionalisme), rakyat, dan adil dapat berlaku di
mana saja dan bagi siapa saja. Pancasila abstrak-umum universal. Sifat relatif
pengetahuan tentang Pancasila sebagal bentuk pengamalan dalam kehidupan
individu rakyat Indonesia memungkinkan pemahaman yang beragam, meskipun
semangat universalitasnya tetap ada. Pancasila umum kolektif dan singular
konkrit. (Bakry, 1994:45).
Nilai-nilai Pancasila digali dari pengalaman (empiris) bangsa Indonesia,
kemudian disintesiskan menjadi sebuah pandangan yang komprehensif tentang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
c) Landasan Akslologis Pancasila
Istilah "aksiologis" terkait dengan masalah nilai (value). Pure axiology is the
study of values of all types. (Hunnex, 1986:22). Frondizi (2001:7) menegaskan
bahwa nilai itu merupakan kualitas yang tidak real karena nilai itu tidak ada untuk
dirinyasendiri, ia membutuhkan pengemban untuk berada. Littlejohn and Foss
mengatakan bahwa aksiologi merupakan cabang filosofi yang berhubungan
dengan penelitian tentang nilai-nilai. Salah satu masalah penting dalam aksiologi
yang ditengaral Littlejohn and Foss, yaitu: dapatkah teori bebas dari nilai?
(Littlejohn and Foss, 2008: 27-28). Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai
atau kualitas yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Sila pertama mengandung
kualitas monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral. Sila kemanusiaan
mengandung nilai martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung jawab. Sila
persatuan mengandung nilal solidaritas dan kesetiakawanan. Sila keempat
mengandung nilai demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar. Sila
keadilan mengandung nilai kepedulian dan gotong royong.