Anda di halaman 1dari 12

PENDIDIKAN PANCASILA

KELAS B
JURUSAN MATEMATIKA

Disusun oleh :

1. Febi Siti Sutria Ningsih (1817031078)


2. Habibah Dellafitriana Jayanegara (1817031072)
3. M. Farhan SY (1817031060)
4. Wahyu Dwi Amansyah (1817031044)

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya yang begitu besar kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan harapan dapat
bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan kita terhadap kehidupan manusia.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila,
adapun tema makalah ini adalah “Pancasila sebagai sistem filsafat”. Dalam membuat
makalah ini, dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki, kami berusaha mencari
sumber data dari berbagai sumber informasi, terutama dari media internet dan beberapa
sumber lainnya.
Kami mengucapkan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini. Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kami berharap akan adanya masukan yang
membangun sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun para
pembaca.

Bandar Lampung, 9 September 2018

Kelompok 2

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I : Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
Bab II : Pembahasan
a. Pengertian pengetahuan, ilmu, dan filsafat
b. Ciri-ciri/karakteristik berpikir secara ilmiah filsafati
c. Pancasila sebagai hasil pikir secara ilmiah filsafati
d. Bentuk dan susunan pancasila
e. Pancasila sebagai sistem filsafat
f. Bentuk dan susunan pancasila yang bersifat hierarkis piramidal dan saling
mengkualifikasi
Bab III : Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan
untuk satu tujuan tertentu dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang
lainnya. Jadi, pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama
lain dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila sebagai
kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari
sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan obyektif yang ada dan
terletak pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan
berbeda dalam sistem-sistem filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat
secara obyektif. Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita
perlu mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang membedakan antara ilmu, pengetahuan, dan filsafat?


2. Bagaimana ciri-ciri seseorang berpikir ilmiah filsafati?
3. Bagaimana Pancasila sebagai hasil berpikir secara ilmiah filsafati?
4. Bagaimana bentuk dan susunan Pancasila?
5. Apa saja hakikat sila-sila Pancasila sebagai kesatuan sistem?
6. Bagamaina bentuk dan susunan Pancasila yang bersifat hierarkis piramidal dan saling
mengkualifikasi?

C. Tujuan

1. Membedakan antara ilmu, pengetahuan dan filsafat.


2. Mengetahui ciri-ciri berpikir secara ilmiah filsafati.
3. Dapat menganalisis Pancasila sebagai hasil berpikir secara ilmiah filsafati.
4. Dapat mengetahui bentuk dan susunan Pancasila.
5. Mengsintesakan hakikat sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat.
6. Dapat mengetahui bentuk dan susunan Pancasila yang bersifat hierarkis piramidal dan
saling mengkualifikasi.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pengetahuan, ilmu, dan filsafat


a. Ilmu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) mendefinisikan ilmu sebagai
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-
metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu ialah susunan berbagai pengetahuan
secara berstruktur untuk satu bidang tertentu. Ilmu (science) mengorganisasikan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah (konsep, prinsip, hukum, prosedur, dan teori) ke
dalam struktur yang logis dan sistematis.
b. Pengetahuan
Pengetahuan sesungguhnya adalah hasil tahu, serta pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui. Nasution (1988) menyatakan bahwa pengetahuan sebagai
hasil naluri ingin tahu. Keingintahuan manusia tidak terpuaskan ketika manusia
sekedar memperoleh pengetahuan, melainkan lebih jauh ingin memiliki pengetahuan
yang benar. Hal ini menyebabkan lahirnya pemikiran tentang kriteria kebenaran
pengetahuan dan bagaimana mencapai kebenaran yang hakiki. Terdapat dua jenis
pengetahuan, yakni pengetahuan khusus dan pengetahuan umum (Poedjawijatna,
1991). Pengetahuan khusus ialah berkenaan dengan satu fakta, misalnya logam
tembaga menghantarkan panas, yang berlaku hanya untuk tembaga. Sementara itu
terdapat pengetahuan yang berlaku umum sebagai kesimpulan dari sejumlah faka,
misalnya logam menghantar panas, yang berlaku untuk semua logam tidak
mempersoalkan jenis logam apa.
c. Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan
jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam
kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa
Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Secara
etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa
Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa
dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari
kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Filsafat menurut para filusuf
disebut sebagai induk ilmu.Karena dari filsafatlah ilmu-ilmu modern dan kontemporer
berkembang.

2. Ciri-Ciri/Karakteristik Berpikir secara Ilmiah Filsafati


 Ada beberapa ciri berfikir secara kefilsafatan, yaitu :

a. Berfikir secara radikal. Artinya berfikir sampai ke akar-akarnya. Radikal berasal dari
kata Yunani radix yang berarti akar. Maksud dari berfikir sampai ke akar-akarnya
adalah berfikir sampai pada hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang
dipikirkan.
b. Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah berfikir tentang
hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang dituju oleh seorang filsuf
adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang bersifat khusus yang ada dalam
kenyataan.
c. Berfikir secara konseptual. Yaitu mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari
pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfikir secara kefilsafatan
tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatan bebas yang
dilakukan oleh orang-orang tertentu sebagaimana yang biasa dipelajari oleh seorang
psikolog, melainkan bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan itu”?
d. Berfikir secara koheren dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan kaidah-kaidah
berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan dengan berfikir
secara runtut.
e. Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah,
para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat.
Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung
maksud dan tujuan tertentu.
f. Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat berusaha untuk
menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
g. Berfikir secara bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural
ataupun religius. Berfikir dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka hati,
atau anarkhi, sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara terikat . akan
tetapi ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari disiplin fikiran itu sendiri.
Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas, namun dari dalam sangatlah terikat.
h. Berfikir atau pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang pertama
adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan
untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah
bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada
orang lain serta dipertanggungjawabkan.

3. Pancasila sebagai Hasil Pikir secara Ilmiah Filsafati

Pancasila itu dapat kita sebut sebagai pengetahuan yang bersifat ilmiah jika
memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni berobjek, bermetode, bersistem, dan bersifat
universal.

a. Berobjek

Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian
Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa
material (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek material pembahasan Pancasila adalah
bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara.
Obyek material empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah
dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek material non empiris
meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam
kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.

Sedangkan objek formal adalah titik perhatian tertentu (focus of interest, point of view)
merupakan titik pusat perhatian pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu
yang bersangkutan.Obyek formal  Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam
pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral
(moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat
Pancasila), dsb.
b. Bermetode

Bermetode atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat pendekatan sesuai


dengan aturan-aturan yang logis dimana metode itu sendiri merupakan cara bertindak
menurut aturan tertentu. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada
karakteristik obyek formal dan material Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico
syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila
banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan
metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek,
demikian juga metode “koherensi historis”   serta metode “pemahaman penafsiran” dan
interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam
suatu penarikan kesimpulan.

c. Bersistem

Bersifat sistematis bermakna memiliki kebulatan dan keutuhan yang bagian-bagiannya


merupakan satu kesatuan yang yang saling berhubungan dan tidak berkontradiksi sehingga
membentuk kesatuan keseluruhan. Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang
bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan
antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi  saling hubungan maupun
interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus
merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan,
inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.

d. Bersifat universal

Bersifat universal atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa penelusuran
kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang, setuju atau tidak
setuju, melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal.. Kebenaran suatu pengetahuan
ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan,
situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain
intisari,esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat
universal.

Berdasarkan berbagai ciri-ciri pengetahuan ilmiah tersebut maka dapat kita ketahui
bahwa Pancasila telah memiliki dan memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah
sehingga dapat dipelajari secara ilmiah.

4. Bentuk dan Susunan Pancasila


Bentuk Pancasila
a. Merupakan kesatuan yang utuh
Masing-masing sila dalam Pancasila membentuk pengertian yang baru. Kelima sila
tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Walaupun masing-masing sila berdiri sendiri
tetapi hubungan antar sila merupakan hubungan yang organis.
b. Setiap unsur pembentuk Pancasila merupakan unsur mutlak yang membentuk
kesatuan, bukan unsur yang komplementer. Artinya, salah satu unsur (sila)
kedudukannya tidak lebih rendah dari yang lain. Walaupun sila Ketuhanan merupakan
sila yang berkaitan dengan Tuhan sebagai causa prima, tetapi tidak berarti sila lain
hanya sebagai pelengkap.
c. Sebagai satu kesatuan yang mutlak, tidak dapat ditambah atau dikurangi. Oleh
karena itu Pancasila tidak dapat diperas menjadi trisila yang meliputi sosio-
nasionalisme, sosio-demokrasi, ketuhanan, atau eka sila yaitu gotong royong
sebagaimana dikemukakan oleh Ir.Soekarno.

Susunan Pancasila
Pancasila disusun berdasarkan urutan logis. Oleh sebab itu, sila
pertama“KetuhananYang Maha Esa” diletakkan pada urutan teratas, karena bangsa
Indonesia meyakini bahwa segala sesuatu datangnya dari Tuhan dan akan kembali
pula kepada-Nya. Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
diletakkan setelah Ketuhanan. Sebab, yang akan mencapai tujuan (nilai)  yang
diinginkan adalah manusia sebagai pendukung serta pengemban dari nilai-nilai
tersebut.
  Hal selanjutnya yang perlu dibentuk adalah adanya persatuan “Persatuan
Indonesia” atau nasionalisme yang terbentuk bukan atas dasar persmaan suku bangsa,
agama, bahasa. Akan tetapi, dilatarbelakangi  oleh historis dan etis. Historis adalah
adanya persamaan sejarah/masa lalu, senasib sepenanggungan akibat penjajahan. Etis
artinya berdasarkan kehendak sang luhur untuk mencapai cita-cita moral sebagai
bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Persatuan Indonesia
adalah sesuatu yang harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan diupayakan
secara terus-menerus.Sila keempat berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, ialah cara yang harus ditempuh
ketika suatu negara ingin mengambil kebijakan. Kekuasaan negara diperoleh langsung
dari rakyat, sehingga rakyatlah yang berdaulat. Sila kelima “Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia” diletakkan pada urutan terbawah. Sebab pada sila ini
terdapat tujuan dari negara Indonesia yang merdeka.
Oleh karena itu masing-masing sila mempunyai makna dan peran sendiri-
sendiri. Semua sila berada dalam keseimbangan dan memiliki peran dengan bobot
yang sama. Akan tetapi, masing-masing unsur memiliki hubungan yang organis,maka
sila yang  berada di atas menjiwai sila yang berada di bawahnya.

5. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar
epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang
lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain-
lain paham filsafat di dunia.

I. Dasar Antologis Sila-sila Pancasila


Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek
pokok pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia.
II. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem pengetahuan. Kalau manusia
merupakan basis ontologi Pancasila maka dengan demikian mempunyai implikasi
terhadap bangunan epistemologis dari Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar
dalam epistemologis, yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang
teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia.
Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya
tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta
moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang
mutlak dalam hidup manusia.

III. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila


Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Menurut Notonegoro, nilai-nilai
tersebut dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Nilai Material : segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
b. Nilai Vital : segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu
aktivitas atau kegiatan.
c. Nilai Kerohanian : segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat
dibedakan atas empat tingkatan sebagai berikut :
– Nilai kebenaran : nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta
manusia.
– Nilai keindahan/estetis : nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
– Nilai kebaikan/moral : nilai yang bersumber pada unsur kehendak (will,wollen,karsa)
manusia
– Nilai religius : nilai kerohanian tertinggi dan bersifat mutlak yang berhubungan dengan
kepercayaan dan keyakinan manusia serta bersumber pada wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
6. Bentuk dan Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis Piramidal dan Saling
Mengkualifikasi
Bentuk dan susunan Pancasila hierarkhis-piramidal. Hierarkhis berarti tingkat,
sedangkan piramidal dipergunakan untuk menggambarkan hubungan bertingkat dari sila-
sila Pancasila dalam urutan luas cakupan juga isi pengertian. Rumusan Pancasila yang
hierarkhis-piramidal yaitu:
1. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah meliputi serta menjiwai sila kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2.     Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah diliputi atau dijiwai sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, meliputi serta menjiwai sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
3.     Sila ketiga: Persatuan Indonesia, adalah diliputi atau dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, meliputi serta menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
4.  Sila keempat:Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah diliputi atau dijiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, meliputi serta menjiwai sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.     Sila kelima        : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah diliputi atau dijiwai
oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan (Kaelan, 2008:60).
     Pancasila sebagai satu kesatuan sistem nilai, juga membawa implikasi bahwa antara
sila satu dengan sila yang lain saling mengkualifikasi. Hal ini berarti bahwa antara sila satu
dengan sila yang lain, saling memberi kualitas, memberi bobot isi (Rukiyati, 2008:31 ).
Rumusan sila-sila Pancasila yang saling mengisi dan mengkualifikasi:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan
Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berpersatuan
Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.  Sila Persatuan Indonesia, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil
dan beradab, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.  Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (Notonagoro, 1975:43)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi
bangsa Indonesia.

2.   Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a)  Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
b)  Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
c)  Pancasila sebagai sumber hukum dasar bangsa Indonesia

B.       Saran

Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di


negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini
atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala
hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah
Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang
terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia ini.

DAFTAR PUSTAKA
http://edukonten.blogspot.com/2010/11/ciri-ciri-berfikir-filsafat.html
http://inspirasikubersama.blogspot.com/2015/04/ciri-ciri-berpikir-ilmiah-bentuk-dan.html
https://stmikblogger4.wordpress.com/materi-materi/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/
http://dewiistikhomah.blogspot.com/2014/01/bentuk-dan-susunan-pancasila.html

Anda mungkin juga menyukai