KELAS B
JURUSAN MATEMATIKA
Disusun oleh :
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-
Nya yang begitu besar kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan harapan dapat
bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan kita terhadap kehidupan manusia.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila,
adapun tema makalah ini adalah “Pancasila sebagai sistem filsafat”. Dalam membuat
makalah ini, dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki, kami berusaha mencari
sumber data dari berbagai sumber informasi, terutama dari media internet dan beberapa
sumber lainnya.
Kami mengucapkan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini. Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kami berharap akan adanya masukan yang
membangun sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun para
pembaca.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I : Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
Bab II : Pembahasan
a. Pengertian pengetahuan, ilmu, dan filsafat
b. Ciri-ciri/karakteristik berpikir secara ilmiah filsafati
c. Pancasila sebagai hasil pikir secara ilmiah filsafati
d. Bentuk dan susunan pancasila
e. Pancasila sebagai sistem filsafat
f. Bentuk dan susunan pancasila yang bersifat hierarkis piramidal dan saling
mengkualifikasi
Bab III : Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan yang saling berhubungan
untuk satu tujuan tertentu dan saling berkualifikasi yang tidak terpisahkan satu dengan yang
lainnya. Jadi, pancasila pada dasarnya satu bagian/unit-unit yang saling berkaitan satu sama
lain dan memiliki fungsi serta tugas masing-masing.
Pancasila sebagai sistem filsafat adalah merupakan kenyataan pancasila sebagai
kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada pancasila sendiri terlepas dari
sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan obyektif yang ada dan
terletak pada pancasila, sehingga pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan
berbeda dalam sistem-sistem filsafat yang lain. Hal ini secara ilmiah disebut sebagai filsafat
secara obyektif. Dan untuk mendapatkan makna yang lebih mendalam dan mendasar, kita
perlu mengkaji nilai-nilai pancasila dari kajian filsafat secara menyeluruh.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
a. Berfikir secara radikal. Artinya berfikir sampai ke akar-akarnya. Radikal berasal dari
kata Yunani radix yang berarti akar. Maksud dari berfikir sampai ke akar-akarnya
adalah berfikir sampai pada hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang
dipikirkan.
b. Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah berfikir tentang
hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang dituju oleh seorang filsuf
adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang bersifat khusus yang ada dalam
kenyataan.
c. Berfikir secara konseptual. Yaitu mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari
pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfikir secara kefilsafatan
tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatan bebas yang
dilakukan oleh orang-orang tertentu sebagaimana yang biasa dipelajari oleh seorang
psikolog, melainkan bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan itu”?
d. Berfikir secara koheren dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan kaidah-kaidah
berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan dengan berfikir
secara runtut.
e. Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah,
para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat.
Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung
maksud dan tujuan tertentu.
f. Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat berusaha untuk
menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
g. Berfikir secara bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural
ataupun religius. Berfikir dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka hati,
atau anarkhi, sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara terikat . akan
tetapi ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari disiplin fikiran itu sendiri.
Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas, namun dari dalam sangatlah terikat.
h. Berfikir atau pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang pertama
adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan
untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah
bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada
orang lain serta dipertanggungjawabkan.
Pancasila itu dapat kita sebut sebagai pengetahuan yang bersifat ilmiah jika
memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni berobjek, bermetode, bersistem, dan bersifat
universal.
a. Berobjek
Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian
Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa
material (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek material pembahasan Pancasila adalah
bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara.
Obyek material empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah
dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek material non empiris
meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam
kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.
Sedangkan objek formal adalah titik perhatian tertentu (focus of interest, point of view)
merupakan titik pusat perhatian pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu
yang bersangkutan.Obyek formal Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam
pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral
(moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat
Pancasila), dsb.
b. Bermetode
c. Bersistem
d. Bersifat universal
Bersifat universal atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa penelusuran
kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang, setuju atau tidak
setuju, melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal.. Kebenaran suatu pengetahuan
ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan,
situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain
intisari,esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat
universal.
Berdasarkan berbagai ciri-ciri pengetahuan ilmiah tersebut maka dapat kita ketahui
bahwa Pancasila telah memiliki dan memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah
sehingga dapat dipelajari secara ilmiah.
Susunan Pancasila
Pancasila disusun berdasarkan urutan logis. Oleh sebab itu, sila
pertama“KetuhananYang Maha Esa” diletakkan pada urutan teratas, karena bangsa
Indonesia meyakini bahwa segala sesuatu datangnya dari Tuhan dan akan kembali
pula kepada-Nya. Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”
diletakkan setelah Ketuhanan. Sebab, yang akan mencapai tujuan (nilai) yang
diinginkan adalah manusia sebagai pendukung serta pengemban dari nilai-nilai
tersebut.
Hal selanjutnya yang perlu dibentuk adalah adanya persatuan “Persatuan
Indonesia” atau nasionalisme yang terbentuk bukan atas dasar persmaan suku bangsa,
agama, bahasa. Akan tetapi, dilatarbelakangi oleh historis dan etis. Historis adalah
adanya persamaan sejarah/masa lalu, senasib sepenanggungan akibat penjajahan. Etis
artinya berdasarkan kehendak sang luhur untuk mencapai cita-cita moral sebagai
bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Persatuan Indonesia
adalah sesuatu yang harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan diupayakan
secara terus-menerus.Sila keempat berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, ialah cara yang harus ditempuh
ketika suatu negara ingin mengambil kebijakan. Kekuasaan negara diperoleh langsung
dari rakyat, sehingga rakyatlah yang berdaulat. Sila kelima “Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia” diletakkan pada urutan terbawah. Sebab pada sila ini
terdapat tujuan dari negara Indonesia yang merdeka.
Oleh karena itu masing-masing sila mempunyai makna dan peran sendiri-
sendiri. Semua sila berada dalam keseimbangan dan memiliki peran dengan bobot
yang sama. Akan tetapi, masing-masing unsur memiliki hubungan yang organis,maka
sila yang berada di atas menjiwai sila yang berada di bawahnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi
bangsa Indonesia.
2. Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
b) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
c) Pancasila sebagai sumber hukum dasar bangsa Indonesia
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://edukonten.blogspot.com/2010/11/ciri-ciri-berfikir-filsafat.html
http://inspirasikubersama.blogspot.com/2015/04/ciri-ciri-berpikir-ilmiah-bentuk-dan.html
https://stmikblogger4.wordpress.com/materi-materi/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/
http://dewiistikhomah.blogspot.com/2014/01/bentuk-dan-susunan-pancasila.html