Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah Pendidikan Pancasila.

Makalah tentang Pancasila Sebagai Filsafat ini disusun untuk melengkapi tugas
Pendidikan Pancasila. Pengembangan dan penyusunan materi diberikan secara
urut. Penyajian materi didesain untuk memperkuat pemahaman konsep tentang
Pancasila Sebagai Filsafat dengan penjelasan yang cukup panjang.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penyusun hadapi. Namun penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala tersebut dapat teratasi.

Penyusunan makalah ini disesuaikan dengan referensi yang didapat dari buku
maupun internet. Segala kritik dan saran yang membangun senantiasa diharapkan
penyusun demi penyempurnaan tugas makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada
pembaca dan bermanfaat bagi pendidik serta rekan-rekan dalam mengembangkan ilmu
pendidikan pancasila

Meulaboh, 18 September 2023


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2

A. Cara Berpikir Filsafat.......................................................................................2

1. Pengertian dan Cara Berpikir Filsafat.......................................................2

2. Sistem Filsafat...........................................................................................4

B. Pengertian Pancasila Secara Filsafat..............................................................4

1. Pancasila Sebagai Filsafat.......................................................................4

2. Aspek-aspek Pancasila Sebagai Filsafat.................................................5

3. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat...................6

BAB III PENUTUP.............................................................................................................9

A. Kesimpulan....................................................................................................9

B. Saran...............................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap negara atau bangsa di dunia ini mempunyai sistem nilai (filsafat) tertentu
yang menjadi pegangan bagi anggota masyarakat dalam menjalankan kehidupan
dan pemerintahannya. Filsafat negara merupakan pandangan hidup bangsa yang
diyakini kebenarannnya dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat yang mendiami
negara tersebut. Pandangan hidup bangsa merupakan nilai-nilai yang dimiliki oleh
setiap bangsa. Nilai-nilai tersebut akan mempengaruhi segala aspek suatu bangsa. Nilai
adalah suatu konsepsi yang secara eksplisit maupun implisit menjadi milik atau ciri
khas seseorang atau masyarakat. Pada konsep tersembunyi bahwa pilihan nilai
merupakan suatu ukuran atau standar yang memiliki kelestarian yang secara umum
digunakan untuk mengorganisasikan sistem tingkah laku suatu masyarakat.
Sistem nilai (filsafat) yang dianut suatu bangsa merupakan filsafat masyarakat
budaya bangsa. Bagi suatu bangsa, filsafat merupakan sumber dari segala sumber
hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu,
filsafat berfungsi dalam menentukan pandangan hidup suatu masyarakat dalam
menghadapi suatu masalah, hakikat dan sifat hidup, hakikat kerja, hakikat kedudukan
manusia, etika dan tata krama pergaulan dalam ruang dan waktu, serta hakikat
hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Indonesia adalah salah satu negara yang juga memiliki filsafat seperti bangsa-
bangsa lain. Filsafat ini tak lain adalah yang kita kenal dengan nama Pancasila
yang terdiri dari lima sila. Pancasila merupakan filsafat hidup bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan yang dimaksud dengan cara berfikir filsafat!


2. Jelaskan pengertian pancasila secara filsafat!
3. Jelaskan nilai-nilai pancasila menjadi dasar dan arah keseimbangan antara
hak dan kewajiban asasi manusia

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara Berpikir Filsafat
1. Pengertian dan Cara Berpikir Filsafat

Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philo-
shopia. Istilah ini merupakan bentukan dari kata asal philo (philein) yang berarti cinta,
dan sophos yang artinya hikmah/kebijaksanaan. Jadi, filsafat artinya mencintai hal-hal
yang sifatnya bijaksana. Filsafat merupakan ilmu pengetahuan mengenai hakekat dari
segala sesuatu yang mencari sebab-sebabnya yang terdalam dengan menggunakan
rasio/akal budi manusia.

Menurut D. Runes, filsafat berarti ilmu yang paling umum yang mengandung
usaha mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan. Filsafat tidak hanya menyelidiki
struktur obyeknya sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, melainkan selalu
menyelidiki hakekat obyeknya, mencari inti hakekatnya, dengan berpikir yang sedalam-
dalamnya secara mendasar sampai pada akar-akarnya yang terakhir.

Filsafat bukan agama, karena dalam agama manusia bertitik tolak dari wahyu
Ilahi, dari ungkapan Tuhan kepada hamba-Nya. Filsafat sama sekali tidak bertitik
tolak dari wahyu Ilahi, melainkan senantiasa tetap mempergunakan rasio/akal budi
murninya.

Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu :

1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal
dan filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk menyelidiki.
2. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia yang akan
menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna untuk menemukan titik pangkal
yang kemudian tidak disangsikan lagi.
3. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa
dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila dibandingkan dengan alam
sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa di luar yang
terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas

2
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa objek kajian filsafat meliputi :
1. Objek Material, yaitu kajian filsafat yang meliputi sesuatu baik berupa material
konkret seperti manusia, alam, benda, binatang, dan sebagainya, maupun sesuatu
yang bersifat abstrak seperti, nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral, pandangan hidup
dan sebagainya.

2. Objek Formal, yaitu cara pandang seseorang terhadap objek material tersebut.
Misalnya dari sudut pandang nilai (bidang aksiologi), dari sudut pandang
pengetahuan (bidang epistemologi), dari sudut pandang keberadaan (bidang
ontologi), dari sudut pandang tingkah laku baik dan buruk (bidang etika), dari
sudut pandang keindahan (bidang estetika) dan sebagainya. Filsafat khusus
misalnya filsafat sosial, filsafat hukum, filsafat pancasila, filsafat bahasa dan
lainnya yang membicarakan hal-hal yang sifatnya khusus.

Dari pengertian tentang filsafat di atas dapat diketahui cara berpikir filsafat,
antara lain :

1. Kritis, yaitu selalu mempertanyakan segala sesuatu, problema-problema, dan hal-


hal yang dihadapi manusia.
2. Radikal, yaitu bukan hanya sampai pada fakta-fakta yang sifatnya khusus dan
empiris belaka, namun sampai pada intinya yang terdalam yaitu hakekat dari
sesuatu objek. (radix : akar-akarnya)
3. Konseptual, yaitu tidak hanya sampai pada persepsi manusia saja, tapi merupakan
kegiatan akal budi dan mental manusia yang berusaha menyusun konsep-konsep
yang berasal dari generalisasi serta abstraksi dari hal-hal yang sifatnya khusus.
4. Koheren (runtut), yaitu berfikir secara sistematis, runtut, unsur-unsurnya tidak
saling terpisah, tidak saling bertentangan, tidak acak-acakan, kacau dan
fragmentaris.
5. Rasional, yaitu pemikiran-pemikirannya dapat diterima oleh akal sehat manusia
(logis).
6. Komprehensif (menyeluruh), yaitu kesimpulan diambil berdasarkan banyak
pertimbangan dari berbagai sudut pandang, berbeda dengan ilmu pengetahuan

3
2. Sistem Filsafat
Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh yang menjadikan manusia
sebagai subyek. Perbedaan latar belakang tata nilai dan alam kehidupan, cita-cita
dan keyakinan yang mendasari tokoh filsafat itu melahirkan perbedaan-perbedaan
mendasar antar ajaran filsafat. Setiap jalan pikiran atau penalaran tersusun atas
pernyataan-pernyataan yang dapat diselidiki benar tidaknya. Pernyataan-
pernyataan serupa itu juga disebut putusan atau proposisi.
Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi
kehidupan yang mendasar. Suatu sistem filsafat sedikitnya mengajarkan
tentang sumber dan hakikat realitas, filsafat hidup dan tata nilai (etika), termasuk
teori terjadinya pengetahuan dan logika. Sebaliknya, filsafat yang mengajarkan
hanya sebagian kehidupan tak dapat disebut sistem filsafat, melainkan hanya ajaran
filosofis seorang ahli filsafat.

B. Pengertian Pancasila Secara Filsafat


C. Pancasila Sebagai Filsafat
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai dan pemikiran yang
dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi pancasila. Secara ringkas
filsafat pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang pancasila
sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh. Filsafat
pancasila juga mengungkap konsep-konsep yang bukan saja ditujukan pada
bangsa Indonesia melainkan juga manusia pada umumnya. Pancasila sebagai
filsafat bangsa Indonesia ditetapkan menjadi ideologi bangsa Indonesia pada tanggal
18 Agustus 1945.
Pembahasan filsafat pancasila dapat dilakukan secara deduktif dan induktif.
Secara deduktif dilakukan dengan mencari hakikat pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
Secara induktif yakni dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat,
merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.

4
D. Aspek-aspek Pancasila Sebagai Filsafat
1) Aspek Ontologi
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya keberadaan atau
eksistensi. Sementara menurut Aristoteles sebagai filsafat pertama,
ontologi adalah ilmu yang menyelidiki hakekat sesuatu dan disamakan artinya
dengan metafisika.
Jadi, ontologi adalah bidang atau cabang filsafat yang menyelidiki
makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada, dan
hakekat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan alam semesta atau
kosmologi. Bidang ontologi meliputi ; penyelidikan tentang keberadaan
manusia, benda, alam semesta. Artinya ontologi adalah menjangkau
adanya tuhan dan alam ghaib seperti rohani dan kehidupan sesudah
kematian (alam dibalik dunia, alam metafisika)
Dalam konteks ontologi, pancasila “ada” dalam realitas/kenyataan,
sebab “ada” nya Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil, yang menjadi
landasan sila-sila Pancasila itu “ada” dalam realitas/kenyataan. Nilai-nilai
Pancasila yang terdapat dalam adat istiadat, budaya, dan religi, “ada” pada
bangsa Indonesia sejak dahulu kala, dan masih tetap “ada” sampai sekarang
Hubungan :
Sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha
Esa” mengakui adanya kekuatan gaib yang di luar manusia menjadi pencipta,
pengatur serta penguasa alam semesta.

2) Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat,
susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti
sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, serta batas
dan validitas ilmu pengetahuan. Yang termasuk cabang epistemologi
adalah matematika, logika, sematik, dan teori ilmu.
Dilihat dari aspek epistemologi, Pancasila merupakan pengetahuan
ilmiah dan filsafati, dan bisa diteliti dan diuji kebenarannya.

5
Hubungan :
Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat tujuan Negara Indonesia yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara, dan UUD sendiri berlandaskan
pada Pancasila.

3) Aspek Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki makna nilai, sumber
nilai, jenis dan tingkatan nilai dan hakekat nilai.
Dalam konteks aksiologi, Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung
nilai manfaat yaitu untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang beraneka
ragam suku bangsa ini, dan mengandung nilai manfaat sebagai acuan moral
bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diangkat dari kehidupan
bangsa Indonesia yang diyakini sebagai sesuatu hal yang baik, benar dan
indah.
Hubungan
Dalam menyelidiki makna nilai dari suatu terdapat norma-norma
masyarakat yang sudah mendarah daging dalam beretika yang merupakan
Way Of Life dan ciri khas Bangsa Indonesia yang , Pancasila sendiri adalah
cerminan dari Bangsa Indonesia sendiri. Adapun kepercayaan pada Tuhan
termasuk cangkupan nilai di axiologi, sejak dahulu leluhur kita sudah
menciptakan banyak karya yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa sesuai
kepercayaannya.

E. Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat


Meskipun Pancasila terdiri dari lima sila, tetapi kelimanya merupakan satu
kesatuan yang bulat dan utuh. Masing-masing sila tidak dapat berdiri sendiri,
maksudnya sila yang satu terlepas dari sila yang lain. Sila-sila Pancasila
mempunyai hubungan yang erat antara yang satu dengan lainnya. Kelima sila itu
bersama-sama menyusun pengertian yang satu, bulat dan utuh.
Sebagai sistem filsafat, Pancasila telah memenuhi persyaratan di antaranya
sebagai berikut :

6
a. Sebagai satu kesatuan yang utuh, berarti kelima sila dari sila I s.d. V
merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Memisahkan satu sila
berarti menghilangkan arti Pancasila.
b. Bersifat konsisten dan koheren, berarti lima sila Pancasila itu urut-urutan sila
I s.d. V bersifat runtut tidak kontradiktif, dan nilai yang lebih esensial
didahulukan. Esensi pokok sila I s.d. V : Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan
adil. Tuhan menciptakan manusia, manusia butuh interaksi dengan manusia
lain (persatuan), setelah bersatu mencapai tujuan bersama (keadilan) dan
perlu musyawarah terlebih dahulu.
c. Ada hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lain, berarti sila I s.d.
V ada hubungan keterkaitan dan ketergantungan yang menjadi lima sila
tersebut bulat dan utuh.
d. Ada kerjasama, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah pendukung Pancasila
itu yang melakukan kerjasama yaitu bangsa Indonesia sendiri
e. Semua mengabdi pada satu tujuan yaitu tujuan bersama, maksudnya adalah
semua pendukung Pancasila (bangsa Indonesia) harus bekerjasama untuk
tujuan bersama seperti yang dimaksud dalam UUD 1945 yaitu kesejahteraan
bersama.

Konsekuensi dari sistem tersebut menyebabkan Pancasila memiliki susunan


hirarkis dan bentuk piramidal. Hirarkis artinya bertingkat, sedangkan piramidal
dipergunakan menggambarkan hubungan yang bertingkat dari sila-sila
Pancasila dalam urutan luas cakupan (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya
(kualitas).

Jika dilihat dari segi esensinya, urut-urutan lima sila ini menunjukan
rangkaian tingkat dalam “luas cakupan” dan “isi sifatnya.” Artinya sila yang
dibelakang sila lainnya lebih sempit/kecil cakupannya atau merupakan
pengkhususan atau bentuk penjelmaan dari sila-sila yang mendahuluinya. Dengan
adanya urut-urutan dari kelima sila Pancasila yang mempunyai hubungan
mengikat satu sama lain, sehingga Pancasila merupakan satu kesatuan yang
bulat dan utuh. Hal ini menjadikan setiap sila dari Pancasila didalamnya
terkandung sila-sila lainnya, ini berarti :

7
1. KeTuhanan Yang Maha Esa, adalah KeTuhanan yang berperikemanusiaan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah Kemanusiaan yang
berkeTuhanan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial.
3. Persatuan Indonesia, adalah persatuan yang berkeTuhanan, berkemanusiaan,
berkerakyatan, dan berkeadilan sosial.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang berkeTuhanan,
berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkeadilan sosial.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah keadilan yang
berkeTuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, dan berkerakyatan.

Konsekuensi logis dari hirarkis piramidal sila-sila Pancasila tersebut,


maka sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa menjadi puncak dari sila di bawahnya, yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

8
BAB III
PENUTUP
F. Kesimpulan
Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan
Negara atau dengan kata lain pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur
penyelenggaraan Negara. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum,
pancasila merupakan kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara
Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah serta
pemerintah Negara

G. Saran
sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai,
menghormati, menghargai, menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang
telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa filsafat
Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara Indonesia

9
DAFTAR PUSTAKA

Syamsudin, M., dkk. 2009. Pendidikan Pancasila; Menempatkan Pancasila dalam


Konteks
Keislaman dan Keindonesiaan. Yogyakarta: Total Media.
https://arvyndilawijaya.wordpress.com/2013/03/24/pancasila-sebagai-filsafat/
http://ratni_itp.staff.ipb.ac.id/2012/06/11/pancasila-sebagai-filsafat/

10

Anda mungkin juga menyukai