Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MEMAHAMI PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

DISUSUN OLEH:
CHEEQA MARDEVI SEPTIA (224210569)
MUTIARA PUTRI GUSFAR (224210581)
SECTIA MAHARANI (224210593)

DOSEN PENGAMPU :
ALI RAHMAN, SH, MH

POLTEKKES KEMENKES PADANG


D-III KEBIDANAN BUKITTINGGI
2022/2023

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini berisi tentang
Pancasila sebagai sistem Filsafat. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan yang membangun guna memperbaiki makalah yang akan kami buat di
masa mendatang. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi para pembaca
maupun penulis. Dan juga semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kedepannya bagi
kita semua. Sebelumnya kami mohon maaf sebesar-besarnya jika ada keselahan dalam
penyusunan kata. Tak ada yang yang sempurna di dunia ini terkecuali sang Maha
Pencipta.

Bukittingi, 13 September

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................II
DAFTAR ISI..............................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG..................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
1.3. TUJUAN.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................2
2.1. SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS DAN POLITIS PANCASILA SEBAGAI
SISTEM FILSAFAT.....................................................................................3
2.2. DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM
FILSAFAT....................................................................................................6
2.3. ESENSI DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT................8

BAB II PENUTUP.....................................................................................................11
3.1. KESIMPULAN.............................................................................................11
3.2. SARAN.........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pada umumnya di dunia ini terdapat berbagai macam dasar negara yang
menyokong negara itu sendiri agar tetap berdiri kokoh, teguh, serta agar tidak
terombang ambing oleh persoalan yang muncul pada masa kini. Pada hakikatnya
ideologi merupakan hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan
distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka terdapat sesuatu yang bersifat
dialektis antara ideologi dengan masyarat negara. Di suatu pihak membuat
ideologi semakin realistis dan pihak yang lain mendorong masyarakat mendekati
bentuk yang ideal. Idologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa
maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya.
Indonesia pun tak terlepas dari hal itu, dimana Indonesia memiliki dasar negara
yang sering kita sebut Pancasila.
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang terlahir dari
kebudayaan dan sejarah masyarakat Indonesia yang telah ada jauh sebelum
bangsa Indonesia merdeka. Para pendiri bangsa berhasil menggali nilai-nilai
luhur dan kemudian merumuskan menjadi sebuah pedoman atau ideologi yakni
Pancasila. Pancasila dilatarbelakangi oleh hasil dari sidang BPUPKI pertama
yang beragendakan menyusun dasar negara Indonesia. Karena setelah sidang
berakhir belum mencapai kesepakatan mengenai sila-sila dalam Pancasila,
akhirnya disempurnakanlah oleh Panitia Sembilan.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa
Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwijudkan dalam pergaulan hidup
sehari-hariuntuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermatabat dan
berbudaya tinggi. Melalui makalah ini diharapkan dapat membantu kita dalam
berpikir lebih kritis mengenai arti Pancasila.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1) Apa saja Sumber Historis , Sosiologis dan Politis Pancasila Sebagai
Sistem Filsafat?

1
2) Apa saja Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat?
3) Apa saja Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Filsafat?
1.3. TUJUAN
1) Mengetahui Sumber Historis , Sosiologis dan Politis Pancasila Sebagai
Sistem Filsafat
2) Mengetahui Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
3) Mengetahui Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Filsafat

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS DAN POLITIS PANCASILA


SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

1) Sumber historis Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat dapat ditelusuri
dalam sejarah masyarakat Indonesia sebagai berikut.
a) Sila ke-1 : masih berlangsungnya sistem penyembahan dari berbagai
kepercayaan dalam agama-agama yang hidup di Indonesia.
b) Sila ke-2 : Kemanjuran konsepsi internasionalisme yang berwawasan
kemanusiaan yang adil dan beradab menemukan ruang pembuktiannya segera
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. 
c) Sila ke-3 : Indonesia adalah bangsa majemuk paripurna yang menakjubkan
karena kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial dapat menyatu dalam suatu
komunitas politik kebangsaan Indonesia. 
d) d. Sila ke-4 : Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat memang merupakan fenomena baru di Indonesia, yang
muncul sebagai ikutan formasi negara republik Indonesia merdeka.
e) e. Sila ke-5 : Sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia dahulunya adalah
bangsa yang hidup dalam keadilan dan kemakmuran, keadaan ini kemudian
dirampas oleh kolonialisme (Yudi-Latif, 2011: 493--494).

2) Sumber sosiologis Pancasila sebagai Sistem Filsafat


    - Kelompok pertama, masyarakat awam yang memahami Pancasila sebagai
sistem filsafat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dalam bentuk pandangan
hidup, Way of life yang terdapat dalam agama, adat istiadat, dan budaya berbagai
suku bangsa di Indonesia. 
    - Kelompok kedua, masyarakat ilmiah-akademis yang memahami Pancasila
sebagai sistem filsafat dengan teori-teori yang bersifat akademis.
Pancasila sebagai sistem filsafat, menurut Notonagoro merupakan satu

3
1) kesatuan utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, sila-sila Pancasila
merupakan suatu
2) kesatuan utuh yang yang saling terkait dan saling berhubungan secara koheren. 
Pembahasan sila-sila Pancasila sebagai sistem filsafat dapat ditelusuri dalam sejarah
masyarakat Indonesia sebagai berikut:

a) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Nilai keagamaan telah melekat dalam ruang publik nusantara sejak sebelum zaman
penjajahan hingga pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia dan terus
berlangsung hingga saat ini. Hal ini dibuktikan dengan masih berlangsungnya
sistem penyembahan dari berbagai kepercayaan dalam agama-agama yang hidup di
Indonesia.

b) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila kedua ini dibuktikan melalui proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bebasnya


bangsa Indonesia dari penjajahan menghadirkan suatu bangsa yang memiliki
wawasan global dengan kearifan local, memiliki komitmen pada penertiban dunia
berdasarkan perdamaian, kemerdekaan, dan keadilan sosial serta pada pemuliaan
hak-hak asasi manusia dalam suasana kekeluargaan bangsa Indonesia.

c) Sila Persatuan Indonesia

Bangsa Indonesia merupakan cerminan dari suatu kesatuan dalam keberagaman.


Kemajemukan sosial, kultural, dan territorial dapat menyatu dalam suatu komunitas
politik kebangsaan Indonesia.

d) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan

Perkembangan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat masih menjadi fenomena baru di Indonesia. Sejarah menunjukkan
bahwa kerajaan-kerajaan pra-Indonesia adalah kerajaan feodal yang dikuasai oleh
raja-raja yang memiliki kekuasaan mutlak. Meskipun demikian, nilai-nilai

4
demokrasi dalam taraf tertentu telah berkembang dalam budaya Nusantara, dan
dipraktikkan setidaknya dalam unit politik kecil, seperti desa di Jawa, nagari di
Sumatera Barat, banjar di Bali, dan lain sebagainya.

e) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Tercapainya keadilan dan kemakmuran untuk bangsa Indonesia merupakan tujuan


atau impian yang ingin diwujudkan sejak ratusan tahun lamanya dalam dada
keyakinan bangsa Indonesia. Demi impian masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera itu, para pejuang bangsa telah rela berkorban untuk mewujudkannya.
Berdasarkan sejarah, sebelum adanya.

3) Sumber politis Pancasila sebagai Sistem Filsafat


    - Kelompok pertama meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem
filsafat pada sidang BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun
1958 dan 1959, tentang pembahasan sila-sila Pancasila secara filosofis.
     - Kelompok kedua, mencakup berbagai argumen politis tentang Pancasila
sebagai sistem filsafat yang disuarakan kembali di era reformasi dalam pidato
politik Habibie 1 Juni 2011.
Inti dari pembahasan Soekarno tentang sila-sila Pancasila pada kuliah umum yang
diadakan antara tahun 1958 dan 1959, adalah sebagai berikut:

a) Sila Kesatu
Sila pertama merupakan konsep yang dapat diterima semua golongan agama di
Indonesia, sehingga elemen ini memegang peranan penting dalam
mempersatukan batin segenap rakyat sebagai bangsa Indonesia.
b) Sila Kedua
Soekarno menjelaskan bahwa sila kedua merupakan upaya untuk menegaskan
pentingnya perikemanusiaan dan mencegah timbulnya semangat nasionalisme
yang berlebihan sehigga terjebak dalam rasialisme .
c) Sila Ketiga

5
Kesimpulan yang diambil oleh Soekarno dari teori Ernest Renan dan pendapat
Otto Bauter, adalah bahwa bangsa itu hidup dalam suatu kesatuan yang kuat
dalam sebuah negara dengan tujuan untuk mempersatukan.
d) Sila Keempat
Soekarno mengatakan bahwa demokrasi yang harus dijalankan adalah deokrasi
Indonesia, yang membawa kepribadian Indonesia sendiri .Wacana politis tentang
Pancasila sebagai sistem filsafat mengemuka ketika Soekarno melontarkan konsep
Philosofische Grondslag, dasar filsafat negara. Artinya, kedudukan Pancasila diletakkan
sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaran kehidupan bernegara di Indonesia. 
e) Sila Kelima
Keadilan sosial bagi bangsa Indonesia merupakan suatu keharusan karena hal itu
merupakan amanat dari para leluhur bangsa Indonesia yang menderita pada
masa penjajahan, dan para pejuang yang telah gugur dalam memperjuangkan
kemerdekaan

2.2. DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM


FILSAFAT
1) Dinamika pancasila sebagai filsafat

Pada era pemerintahan Soekarno,Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal


dengan istilah “Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan perenungan
filosofis Soekarno atas rencananya berdirinya negara Indonesia merdeka. Ide
tersebut dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi penyelenggaraan kehidupan
bernegara. Ide tersebut ternyata mendapat sambutan yang positif dari berbagai
kalangan, terutama dalam sidang BPUPKI pertama, persisnya pada 1 Juni 1945.
Namun, ide tentang Philosofische Grondslag belum diuraikan secara rinci, lebih
merupakan adagium politik untuk menarik perhatian anggota sidang, dan bersifat
teoritis. Pada masa itu, Soekarno lebih menekankan bahwa Pancasila merupakan
filsafat asli Indonesia yang diangkat dari akulturasi budaya bangsa Indonesia.
Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat berkembang ke arah
yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih tepat adalah weltanschauung).
Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan

6
kebijaksanaan, tetapi juga digunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari. Atas dasar
inilah, Soeharto mengembangkan sistem filsafat Pancasila menjadi penataran P-4.
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem filsafat kurang terdengar resonansinya.
Namun, Pancasila sebagai sistem filsafat bergema dalam wacana akademik,
termasuk kritik dan renungan yang dilontarkan oleh Habibie dalam pidato 1 Juni
2011. Habibie menyatakan bahwa:
“Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tidak lagi
relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari
memori kolektif bangsa Indonesia. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan
dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun
kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah
denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi
dan kebebasan berpolitik” (Habibie,2011: 1--2).

2) Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat muncul dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut:
Pertama, kapitalisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan individual
pemilik modal untuk mengembangkan usahanya dalam rangka meraih keuntungan
sebesar-besarnya merupakan upaya untuk menyejahterakan masyarakat. Salah satu
bentuk tantangan kapitalisme terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat ialah
meletakkan kebebasan individual secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan
berbagai dampak negatif, seperti monopoli, gaya hidup konsumerisme, dan lain-lain.
Kedua, komunisme adalah sebuah paham yang muncul sebagai reaksi atas
perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal. Komunisme
merupakan aliran yang meyakini bahwa kepemilikan modal dikuasai oleh negara
untuk kemakmuran rakyat secara merata. Salah satu bentuk tantangan komunisme
terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat ialah dominasi negara yang berlebihan
sehingga dapat menghilangkan peran rakyat dalam kehidupan bernegara.

7
2.3. ESENSI DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT
1) Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat
terletak pada hal-hal sebagai berikut. Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak
pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam
kehidupan semua makhluk. Artinya,setiap mahluk hidup, termasuk warga negara
harus memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan, kemandirian) di satu pihak,
dan berkesadaran sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan dimintai
pertanggungjawaban atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya,kebebasan
selalu dihadapkan pada tanggung jawab, dan tanggung jawab tertinggi adalah
kepada Sang Pencipta. Kedua, hakikat sila kemanusiaan adalah manusia
monopluralis, yang terdiri atas 3 monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga),
sifat kodrat (makhluk individu, sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang
otonom dan makhluk Tuhan). Ketiga,hakikat sila persatuan terkait dengan
semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air,
yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal, dan tanah
air mental. Tanah air realadalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan,
bersukaadalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka,dan
berduka, yang dialami secara fisik sehari-hari. Keempat,hakikat sila kerakyatan
terletak pada prinsip musyawarah.Artinya,keputusan yang diambil lebih
didasarkan atas semangat musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan
begitu saja pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas. Kelima, hakikat
sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal, dan
komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara
kepada warga negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap
negara atau dinamakan keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan
antara sesama warga negara.

2) b. Urgensi Pancasila sebagai

Sistem Filsafat Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan pancasila
sebagai sistem filsafat meliputi hal- hal sebagai berikut :
Pertama,meletakkan pancasila sebagai sistem filsafat dapat memulihkan harga diri
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dalam politik, yuridis, dan juga

8
merdeka dalam mengemukakan ide-ide pemikirannya untuk kemajuan bangsa, baik
secara materiil maupun spiritual. Kedua,pancasila sebagai sistem filsafat
membangun alam pemikiran yang berakar dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia
sendirisehingga mampu dalam menghadapi berbagai ideologi dunia.
Ketiga,pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar pijakan untuk
menghadapi tantangan globalisasi yang dapat melunturkan semangat kebangsaan
dan melemahkan sendi-sendi perekonomian yang berorientasi pada kesejahteraan
rakyat banyak. Keempat,pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi way of life
sekaligus way of thinking bangsa Indonesia untuk menjaga keseimbangan dan
konsistensi antara tindakan dan pemikiran. Bahaya yang ditimbulkan kehidupan
modern dewasa ini adalah ketidak seimbangan antara cara bertindak dan cara
berpikirsehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan mental dari suatu bangsa.
1. Karakteristik Sistem Filsafat Pancasila Sebagai filsafat, Pancasila memiliki
karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat lainnya, yaitu
antara lain :
a) Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai
suatutotalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu
sila dengan silalainnya terpisah-pisah, maka itu bukan Pancasila.
b) Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh
c) Penjelasannya adalah bahwa Pancasila sebagai suatu substansi,artinya unsur
asli/permanen/primer. Pancasila sebagai suatu yang ada mandiri, yang unsur-
unsurnya berasal dari dirinya sendiri. Pancasila sebagai suatu realita , artinya
ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya,sebagai suatu
kenyataan hidup bangsa, yang tumbuh,hidup dan berkembang dalam
kehidupan sehari-hari.

2. Prinsip-prinsip Filsafat Pancasila Pancasila ditinjau dari kausal Aristoteles dapat


dijelaskan sebagai berikut :
a) Kausa Materialis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan materi/bahan,
dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam
bangsa Indonesia sendiri.

9
b) Kausa Formalis, maksudnya sebab yang berhubungan dengan bentuknya,
Pancasila yang ada dalam pembukaan UUD ’45 memenuhi syarat formal
(kebenaran formal)
c) Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan
merumuskan Pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka.
3. Kausa Finalis, maksudnya berhubungan dengan tujuannya, tujuandiusulkannya
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Inti atau esensi sila-sila
Pancasila meliputi :
1) Tuhan,yaitu sebagai kausa prima
2) Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
3) Satu, yaitu kesatuan memilikikepribadian sendiri
4) Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerjasama dan gotong royong
5) Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang
menjadihaknya.

10
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa berfilsafat adalah
berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila sebagai
sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa
inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.

3.2. SARAN

Dalam makalah ini kami berkeinginan memberikan saran kepada pembaca


agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana kita mempelajari tentang filsafat,
filsafat pancasila, dan pancasila sebagai sistem filsafat. Semoga dengan makalah ini
para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji, 1996, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.
Fukuyama, F. 1989, The End of History, dalam National Interest, No. 16 (1989), dikutip
dari Modernity and Its Future, H. 48, Polity Press, Cambridge.
Kaelan, 2005, Filsafat Pancasila sebagai Filasfat Bangsa Negara Indonesia, Makalah
Pada Kursus Calon Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta.
Notonagoro, 1971, Pengertian Dasar bagi Implementasi Pancasila untuk ABRI,
Departemen Pertahanan dan Keamanan, Jakarta.
Poespowardoyo, Soeryanto, 1989, Filsafat Pancasila, Gramedia, Jakarta.
Pranarka, A.W.M., 1985, Sejarah Pemikiran tantang Pancasila, CSIS, Jakarta.
Suseno, Franz, Magnis, 1987, Etika Politik : Prinsip-prinsip Moral Dasar Modern, PT
Gramedia, Jakarta.
Titus Harold, and Marilyn S., Smith, Richard T. Nolan, 1984, Living Issues Philosophy,
Penerbit Bulan Bintang, Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai