Anda di halaman 1dari 13

ESENSI DAN URGENSI FILSAFAT PANCASILA

SERTA DINAMIKA DAN TANTANGANNYA

Dosen Pengampu:

Rama Saputra, S. H. , M. H

Mata Kuliah: Pancasila

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2

1. ILHAM AZHAR FIKRI (2201062095)


2. ROMI (2301062061)
3. MAHA RANI (2301061021)
4. NASYWA ADLLAH (2301063021)
5. WULAN NOFITA N. (2301061056)
6. TARISA AMIMI (2301061049)
7. RISMA (2301062059)
8. MARCELLA DEANI PUTRI (2301062033)
9. RIVA NURUL HASANAH (2301063051)
10. HARIEFAN SAPUTRA (2301061016)

PRODI ADMINISTRASI BISNIS


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI PADANG

TA. 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Esensi dan Urgrensi Filsafat Pancasila Serta Dinamika Dan Tantangannya”.
Tidak lupa shalawat serta salam kita hadiahkan kepada Baginda Agung Rasulullah
SAW yang syafaatnya akan kita nantikan kelak.

Dalam penulisan makalah ini penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu penulis demi terselesaikannya pembuatan makalah ini
terutama penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Rama Saputra, S. H. , M. H
selaku dosen mata kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini kepada
penulis.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bukan hanya


untuk penulis tapi juga untuk para pembaca. Semoga makalah ini dapat dipahami,
meskipun masih jauh dari kata sempurna. Penulis mohon maaf apabila ada
kesalahan kata dalam penulisan, dan juga penulis memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Padang, 17 October
2023

1
Penulis Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
1.1 Latar Belakang............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................4

BAB IIPEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat................................4
B. Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.......................6
C.Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat................................................7
D. Penerapan Filsafat Pancasila Dalam Kehidupan Sehari- hari.....................8

BAB III....................................................................................................................9
1. KESIMPULAN............................................................................................9
2. SARAN.........................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pancasila sebagai sistem filsafat, karena merupakan satu kesatuan utuh yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Artinya, sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan
utuh yang saling terkait dan saling berhubungan secara koheren. Berdasarkan
pengertian tersebut, Pancasila yang berisi lima sila, yaitu Sila Ketuhanan yang
Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia,
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, saling berhubungan membentuk satu kesatuan sistem yang dalam
proses bekerjanya saling melengkapi dalam mencapai tujuan. Meskipun setiap sila
pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, memiliki fungsi sendiri-sendiri,
namun memiliki tujuan tertentu yang sama, yaitu mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila. Selain itu, Pancasila dapat dipahami sebagai
sistem filsafat yang mengandung pemikiran tentang manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan masyarakat
sebagai sebuah bangsa. Beragam hubungan ini, secara teoretik dimiliki Pancasila.
Oleh sebab itu, sebagai sistem filsafat, Pancasila memiliki ciri khas yang berbeda
dengan sistem-sistem filsafat lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

I. Apa yang dimaksud dengan esensi filsafat pancasila ?

II. Apa yang dimaksud dengan urgensi pancasila sebagai sistem filsafat?

III. Bagaimana dianamika dan tantangan pancasila sebagai sistem filsafat?

IV. Cara penerapan penerapan filsafat pancasila dalam kehidupan sehari-hari

4
1.3 Tujuan Penulisan

 Memahami tentang esensi dan urgensi filsafat pancasila


 Memahami tentang urgensi pancasila sebagai sistem filsafat
 Memahami tentang dianamika dan tantangan pancasila sebagai sistem fisafat
 Memahami tetang penerapan filsafat pancasila dalam kehidupan sehari-hari

5
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat secara umum adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat
segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran hakiki, karena filsafat telah
mengalami perkembangan yang cukup lama tentu dipengaruhi oleh berbagai
faktor, misalnya ruang, waktu, keadaan dan orangnya. Itulah sebabnya maka
timbul berbagai pendapat mengenai pengertian filsafat yang mempunyai
kekhususannya masing-masing, antara lain:
1. Berfilsafat secara Rationalisme yang mengagungkan akal
2. Berfilsafat secara Materialisme yang mengagungkan materi
3. Berfilsafat secara Individualisme yang mengagungkan individualitas
4. Berfilsafat secara Hedonisme yang mengagungkan kesenangan

A. Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

a. Esensi (hakikat) Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Hakikat (esensi) pancasila sebagai sistem filsafat terletak pada hal-hal
sebagai berikut.
Pertama: hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa
Indonesia bahwa Tuhan sebagai prinsip utama dalam kehidupan semua
makhluk. Artinya, setiap mahluk hidup termasuk warga negara harus
memiliki kesadaran yang otonom (kebebasan, kemandirian) di satu pihak, dan
berkesadaran sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang akan dimintai
pertanggung jawaban atas semua tindakan yang dilakukan. Artinya,
kebebasan selalu dihadapkan pada tanggung jawab, dan tanggung jawab
tertinggi adalah kepada Sang Pencipta.
Kedua: hakikat sila kemanusiaan adalah manusia monopluralis, yang
terdiri atas 3 monodualis, yaitu susunan kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat
(makhluk individu, sosial), kedudukan kodrat (makhluk pribadi yang otonom
dan makhluk Tuhan).

6
Ketiga: hakikat sila persatuan terkait dengan semangat kebangsaan.
Rasa kebangsaan terwujud dalam bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke
dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal, dan tanah air mental.
Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan,
bersukaadalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan, bersuka, dan
berduka, yang dialami secara fisik sehari-hari.
Keempat: hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah.
Artinya, keputusan yang diambil lebih didasarkan atas semangat musyawarah
untuk mufakat, bukan membenarkan begitu saja pendapat mayoritas tanpa
peduli pendapat minoritas.
Kelima: hakikat sila keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu
keadilan distributif, legal, dan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan
bersifat membagi dari negara kepada warga negara. Keadilan legal adalah
kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan keadilan bertaat.
Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga negara .

b. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Urgensi Pancasila sebagai Sistem Filsafat

1) Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menciptakan dan membangun alam


pemikiran bangsa Indonesia yang memiliki akar nilai dan jati diri budaya bangsa
Indonesia sehingga Pancasila sebagai ideologi bangsa memiliki karakteristik yang
berbeda dengan ideologi lainnya.

2) Pancasila sebagai sistem filsafat secara mendasar diletakkan dalam jiwa bangsa
Indonesia agar dapat memajukan harga diri dan martabat bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang merdeka baik secara materiil maupun spiritual.

3) Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi dasar acuan menghadapi


tantangan dan dinamika globalisasi serta revolusi industri yang dapat melunturkan
semangat kebangsaan, cinta tanah air, nasionalisme, dan nilai- nilai luhur ideologi.

7
4) Pancasila sebagai sistem filsafat dapat menjadi penopang yang kuat sebagai
way of life untuk menjadi pedoman hidup yang mengatur tata cara berpikir dan
bertingkahlaku secara seimbang dan harmonis, hal ini berperan untuk menangkal
tingkah laku amoral dan lemahnya mental seseorang.

B. Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai sistem filsafat mengalami dinamika sebagai berikut.


Pada era pemerintahan Soekarno, Pancasila sebagai sistem filsafat dikenal
dengan istilah “Philosofische Grondslag”. Gagasan tersebut merupakan
perenungan filosofis Soekarno atas rencananya berdirinya negara Indonesia
merdeka. Ide tersebut dimaksudkan sebagai dasar kerohanian bagi
penyelenggaraan kehidupan bernegara. Ide tersebut ternyata mendapat
sambutan yang positif dari berbagai kalangan, terutama dalam sidang
BPUPKI pertama, persisnya pada 1 Juni 1945. Namun, ide tentang
Philosofische Grondslag belum diuraikan secara rinci, lebih merupakan
adagium politik untuk menarik perhatian anggota sidang, dan bersifat teoritis.
Pada masa itu, Soekarno lebih menekankan bahwa Pancasila merupakan
filsafat asli Indonesia yang diangkat dari akulturasi budaya bangsa Indonesia.

Pada era Soeharto, kedudukan Pancasila sebagai sistem filsafat


berkembang ke arah yang lebih praktis (dalam hal ini istilah yang lebih tepat
adalah weltanschauung). Artinya, filsafat Pancasila tidak hanya bertujuan
mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tetapi juga digunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari. Atas dasar inilah, Soeharto mengembangkan
sistem filsafat

Pancasila menjadi penataran P-4. Pada era reformasi, Pancasila sebagai


sistem filsafat kurang terdengar resonansinya. Namun, Pancasila sebagai
sistem filsafat bergema dalam wacana akademik, termasuk kritik dan
renungan yang dilontarkan oleh Habibie dalam pidato 1 Juni 2011. Habibie
menyatakan bahwa:

8
“Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu
yang tidak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi.
Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa Indonesia. Pancasila
semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks
kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila

seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan


bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan
berpolitik” (Habibie, 2011: 1--2).

C. Tantangan Pancasila sebagai Sistem Filsafat

Beberapa bentuk tantangan terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat muncul


dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:

Pertama, kapitalisme, yaitu aliran yang meyakini bahwa kebebasan


individual pemilik modal untuk mengembangkan usahanya dalam rangka meraih
keuntungan sebesar-besarnya merupakan upaya untuk menyejahterakan
masyarakat. Salah satu bentuk tantangan kapitalisme terhadap Pancasila sebagai
sistem filsafat ialah meletakkan kebebasan individual secara berlebihan sehingga
dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti monopoli, gaya hidup
konsumerisme, dan lain-lain.

Kedua, komunisme adalah sebuah paham yang muncul sebagai reaksi atas
perkembangan kapitalisme sebagai produk masyarakat liberal. Komunisme
merupakan aliran yang meyakini bahwa kepemilikan modal dikuasai oleh negara
untuk kemakmuran rakyat secara merata. Salah satu bentuk tantangan komunisme
terhadap Pancasila sebagai sistem filsafat ialah dominasi negara yang berlebihan
sehingga dapat menghilangkan peran rakyat dalam kehidupan bernegara.

9
D. Penerapan Filsafat Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari

Tentu, berikut adalah beberapa contoh konkret penerapan Filsafat Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari:

1. Toleransi dan Penghargaan Terhadap Keragaman: Menghormati dan


bersikap ramah terhadap tetangga dari berbagai latar belakang budaya,
suku, dan agama adalah contoh konkret dari prinsip Bhinneka Tunggal
Ika.
2. Partisipasi dalam Musyawarah: Saat mengambil keputusan keluarga,
melibatkan seluruh anggota keluarga dalam diskusi untuk mencapai
keputusan yang disepakati bersama adalah penerapan prinsip musyawarah.
3. Gotong Royong dalam Masyarakat: Bergabung dalam kegiatan
membersihkan lingkungan, mengadakan kegiatan amal bersama, atau
membantu tetangga yang membutuhkan adalah contoh gotong royong dan
kepedulian sosial.
4. Menghargai Pilihan Agama Lain: Menghormati ibadah dan tradisi
keagamaan yang berbeda dari agama sendiri adalah contoh penerapan nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa dan toleransi beragama.
5. Menghormati Orang Tua dan Orang Lanjut Usia: Memberikan perhatian
dan penghormatan kepada orang tua, serta terlibat dalam kegiatan sosial
yang memperhatikan orang lanjut usia, adalah wujud penerapan nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Setiap tindakan baik yang mencerminkan nilai-nilai seperti toleransi, keadilan,


kerja sama, dan penghargaan terhadap keberagaman merupakan contoh nyata dari
penerapan Filsafat Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

10
BAB III

PENUTUPAN
1. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa berfilsafat


adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila
sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain
untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.

2. SARAN
Dalam makalah ini kami membersi saran kepada pembaca agar dapat
mengetahui tentang filsafat pancasila dan tantangan pancasila sebagai filsafat
pancasil serta penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Smoga dengan makalah ini
para pembaca dapat menambang ilmu pengetahuan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji, 1996, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Fukuyama, F. 1989, The End of History, dalam National Interest, No. 16 (1989), dikutip
dari Modernity and Its Future, H. 48, Polity Press, Cambridge.

Kaelan, 2005, Filsafat Pancasila sebagai Filasfat Bangsa Negara Indonesia, Makalah
pada Kursus Calon Dosen Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta.

Notonagoro, 1971, Pengertian Dasar bagi Implementasi Pancasila untuk ABRI,


Departemen Pertahanan dan Keamanan, Jakarta

12

Anda mungkin juga menyukai