Oleh:
Kelas : B1 Malam
BAB I Pendahuluan.
C. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Defini Filsafat................................................................................................. 3
A. Simpulan .......................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak
langsung mengakibatkan perubahan besar pada berbagai bangsa di dunia. Gelombang besar
kekuatan internasional dan transnasional melalui globalisasi telah mengancam, bahkan
menguasai eksistensi negara-negara kebangsaan, termasuk Indonesia. Akibat yang langsung
terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya
perbenturan.
Dengan pemahaman demikian, maka pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia saat
ini mengalami ancaman dengan munculnya nilai nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai
yang terjadi secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat suatu bangsa, senantiasa
memiliki suatu pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbeda dengan
bangsa lain didunia. Inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreatifitas lokal)
dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan local) bangsa. Dengan demikian, bangsa
Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan
bangsa lain.
Ketika para pendiri Negara Indonesia menyiapkan berdirinya Negara Indonesia
merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental “di
atas dasar apakah Negara Indonesia merdeka ini didirikan?” jawaban atas pertanyaan
mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolak ukur utama bangsa ini meng-Indonesia.
Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu bertolak ukur pada nilai-nilai pancasila sebagai
filsafat bangsa. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistim
filsafat. Pemahaman demikian memerlukan pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek
ontology, epistemology, dan aksiologi dari kelima sila pancasila.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat perumusan
masalah sebagai berikut;
C. Tujuan
D. Pembatasan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini kami hanya membahas tentang Pancasila Sebagai
Sistem Filsafat dan kami tidak membahas yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Filsafat
Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani, yakni “philein” yang artunya
“cinta” dan “Sophos” yang artinya “hikmah”, “kebijaksanaan” atau “wisdom”. Jadi secara
harfiah “filsafat” mengandung makna cinta kebijaksanaan. Dan nampaknya hal ini sesuai
dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan yang sebelumnya dibawah naungan filsafat.
Namun demikian jika kita membahasa pengertian filsafat dalam hubungannya dengan
lingkup bahasannya maka mencakup banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia,
alam, pengetahuan, etika, logika dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, maka muncul pula filsafat yang berkaitan dengan bidang-bidang ilmu tertentu
antara lain filsafat politik, social, hukum, bahasa, ilmu pengetahuan, agam dan bidang-bidang
ilmu lainnya.
Kata filsafat untukpertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 - 496 SM). Dia
adalah seorang ahli piker dan pelopor matematika yang menganggap bahwa intisari dan
hakikat dari semesta ini adalah bilangan. Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat
sebagaimana yang diketahui sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada
tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu:
a. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran merupakan asal
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat dalam arti proses dan
filsafat dalam arti produk. Selain itu ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan
filsafat sebagai pandangan hidup. Di samping itu, dikenal pula filsafat dalam arti teoritis dan
filsafat dalam arti praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai
pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti Pancasila mempunyai fungsi
dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
kehidupan seharihari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi
bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
1. Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak terikat langsung
dengan suatu obyek). yang mendalam dan daya pikir subyek manusia dalam memahami
segala sesuatu untuk mencari kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah
potensi dan fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran yang
sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki). Filsafat
sebagai hasil pemikiran pemikir (filsuf) rnerupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik
berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut suatu
masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat dernikian, telah tumbuh dan berkembang
menjadi suatu tata nilai yang melernbaga sebagai suatu paham (isme) seperti kapitalisme,
komunisrne, fasisrne dan sebagainya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan
negara modem. Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek yang tidak
terbatas yang ditinjau dari dari sudut isi atau substansinya dapat dibedakan menjadi:
a. Obyek material filsafat: yaitu obyek pembahasan filsafat yang mencakup segala sesuatu
baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alarn, benda. Binatang dan lain-lain,
maupun sesuatu yang bersifat abstrak spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide, ideologi, moral,
pandangan hidup dan lain sebagainya.
b. Obyek formal filsafat: cara memandang seorang peneliti terhadap objek material tersebut.
Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Oleh
karena itu, terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang
filsafat. Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah:
a. Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis yang meliputi
bidang: ontologi (membicarakan teori sifat dasar dan ragam kenyataan), kosmologi
(membicarakan tentang teori umum mengenai proses kenyataan, dan antropologi
e. Etika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku manusia tentang baik-
buruk.
2. Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagai berikut:
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas kesemestaan, termasuk
mahluk hidup dan manusia ialah materi. Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya
benda ekonomi, makanan) dan terika pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat (hukum
kausalitas) yang bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme. Aliran ini mengajarkan bahwa ide dan spirit manusia yang
menentuka hidup dan pengertian manusia. Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan
kesemestaan karena ada akal budi dan kesadaran rohani manusia yang tidak sadar atau mati
sarna sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi hakikat diri dan
kenyataan kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit).
c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran di atas adalah
bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Sesungguhnya, realitas
kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda (materi) sernata-mata. Kehidupan seperti
tampak pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia mereka hidup berkembang biak,
kemudian tua dan akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada sekadar materi.
Oleh karenanya, realitas adalah panduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non
materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah).Khusus pada manusia tampak dalam gejala daya pikir,
cipta, dan budi. Jadi menurut aliran ini, realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-
rohaniah, materi dan nonmateri.
Sebagai Suatu Sistem Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yaitu saling
berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada
hakekatnya merupakan suatu azas sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan Dasar Filsafat
negara berdasarkan lima sila yang masing-masing merupakan suatu azas kehidupan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filosofis
bersumber pada hakikat dasar antologis manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari silasila
Pancasila yaitu hakikat manusia “monopluralis” yang memiliki unsur-unsur, susunan kodrat
jasmani dan rohani, “sifat kodrat” individu-makhluk sosial, dan “kedudukan kodrat” sebagai
pribadi berdiri sendiri-makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem
pengetahuan. Sebagai suatu ideologi maka Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat
menarik loyalitas dari pendukungnya yaitu: 1) Logos yaitu rasionalitas atau penalaran, 2)
Pathos yaitu penghayatan, dan 3) Ethos yaitu kesusilaan. Dasar epitemologis Pancasila pada
hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai ideologi
bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila. Oleh karena itu dasar
epistemologi tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau
manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila maka dengan demikian mempunyai
implikasi terhadap bangunan epistemologi , yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan
dalam bangunan filsafat manusia.
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu
kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik
tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan
hirarkinya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi
adalah nilai material, kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai tertinggi adalah nilai
kenikmatan. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan
pada kedua macam sudut pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan
subjek pemberian nilai yaitu manusia. Hal ini bersifat subjektif namun juga terdapat
pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendiri memang bernilai,
ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakikat Pancasila
yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila, sebagai pedoman
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang bersifat umum
kolektif serta realisasi pengalaman Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit. Nilai-nilai
yang terkandung dalam sila satu sampai dengan lingkungan merupakan cita-cita harapan dan
dambaan bangssa Indonesia yang akan diwujudkannya. Sejak dahulu cita-cita tersebut telah
didambakan oleh bangssa Indonesia agar terwujud dalam suatu masyarakat yang gemah rifah
loh junawi, tentram karta raharja. Dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap
tingkah laku dan perbuatan setiap manusia.
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan konteksnya, misalnya
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi
Pancasila itu bukanlah berdiri secara sendiri-sendiri namun bilamana dikelompokan maka
akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar filsafat negara
dan pandangan hidup bangsa Indonesia.Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value
system) yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang
sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara
keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari
proses terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa materialisme
karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin
dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad
bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya.
Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam
mencapai tujuannya. Dari pandangan inilah maka dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai
bangsa, gagasan kejiwaan apa saja yang akan coba diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari
sepenuhnya oleh para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas dasar apakah
Negara Indonesia didirikan” ketika mereka bersidang untuk pertama kali di lembaga
BPUPKI. Mereka menyadari bahwa makna hidup bagi bangsa Indonesia harusditemukan
dalam budaya dan peradaban bangsa Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan
pengejawantahan nilainilai yang dimiliki, diyakini dan dihayati kebenarannya oleh
masyarakat sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak
lahirnya. Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan dasar bangsa
Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Mereka menciptakan tata nilai yang
mendukung tata kehidupan sosial dan tata kehidupan kerohanian bangsa yang memberi corak,
watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat
dan bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian itu merupakan suatu kenyataan objektif yang
merupakan jatidiri bangsa Indonesia. Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan
dirumuskan dari sumber nilai utama yaitu :
a. Nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan abadi dari Tuhan Yang Maha
Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaranajaran agama dalam kitab suci
b. Nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan intisari dari nilai-nilai yang
luhur budaya masyarkat (inti kesatuan adat istiadat yang baik) yang tersebar di seluruh
nusantara.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat.
Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan
yang utuh. Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas sendirisendiri, fungsi sendiri-
sendiri namun demikian secara keseluruhan adalah suatu kesatuan yang sistematis dengan
tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan peradaban, dalam
arti, setiap sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Oleh karena
itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat setiap sila
tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya. Di samping itu, di antara sila
satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Kesatuan si;a-sila yang bersifat organis tersebut
pada hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai
pendukungdari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang
memiliki unsur-unsur susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-mahluk sosial, dan
kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Unsur-
unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis harmonis.
5. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling Mengisi Dan Saling
Mengkualifikasi
Filsafat seabagai induk ilmu pengetahuan. Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu,
kepastian pancasila sebagai system filsafat. Pancasila sebagai system filsafat adalah
pengungkapan. Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai pandangan hidup
hakikat pancasila sebagai suatu system pengetahuan. Pancasila sebagai system filsafat pada
syarat-syarat filsafat sebagai ilmu adalah pengetahuan hidup “atau filsafat Negara republic
Indonesia yang berdasarkan uud-45 dan pancasila. Filsafat ilmu adalah dua kata yang saling
terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat, sebaiknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di
Yunani menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya
lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan. Perubahan dari pola pikir mite-mite
kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam dengan segala gejalanya, yang selama itu
ditakuti kemudian didekati dan bahkan bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang
terjadi, baik alam semesta maupun pada manusia sendiri. Filsafat mengambil peran penting
karena dalam filsafat kita bias menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja
(kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta
gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir,
2005). Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata scienceberasal dari kata latin,
scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta mengetahui
dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi
atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga
berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari 11 observasi, kajian, dan percobaan-
percobaan yang dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji.
Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui.
Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire.
Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Filsafat ilmu
adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistimologi. Epistimologi
berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos
yang berarti teori. Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang
membuat dua cabang filsafat yakni epistemology dan ontology, ontology.
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia adalah kristalisasi dari
nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan
tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya menjadi negara yang sejahtera (Wellfare State).
Sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila pancasila merupakan suatu sistem
nilai. Oleh karena itu sila-sila pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan.
Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu
dengan lainnya, namun kesemuanya itu tidak lain merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
Oleh karena itu meskipun dalam uraian berikut ini menjelaskan nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap sila, namun kesemuanya itu tidak dapat di lepaskan keterkaitannya dengan yang
lainnya. Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap sila adalah sebagai berikut:
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis di dasari dan di jiwai oleh
sila ketuhanan yang maha esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila
kemanusia sebagai dasasr fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan
kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa
hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan
makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sediri dan sebagai makhluk tuhan
yang maha esa.
3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila persatuan Indonesia tidak dapat di pisahkan dengan
keempat sila yang lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat
sistematis. Sila persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila ketuhan yang maha esa dan
kemanusiaan yang adil dan beradab serra mendasari dan di jiwai sila kerak Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan keadilan
social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa
Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk
individu dan makhluk social. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama
diantara elemen-elemen yang membentuk Negara yang berupa, suku, ras, kelompok,
golongan maupun kelompok agama. Oleh karena itu perbedaan merupakan kodrat manusia
dan juga merupakan ciri khas elemenelemen yang membentuk Negara. Konsekuensinya
Negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu kesatuan yang di
lukiskan dalam suatu sloka Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk diruncingan
menjadi konflik dan permusuhan melainkan di arahkan pada suatu sintesa yang saling
menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan
bersama. Nilai persatuan Indonesia di dasari dan di jiwai oleh sila ketuhan yang maha esa dan
kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini terkandung nilai bahwa nasionalisme Indonesia
adalah nasionalisme religious. Yaitu nasionalisme yang bermodal ketuhanan yang maha esa,
nasionalisme yang humanistik yang menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk tuhan. Oleh karena itu nilai-nilai nasionalisme ini harus tercermin dalam segala
aspek penyelenggaraan Negara termasuk dalam era reformasi dewasa ini. Proses reformasi
tanpa mendasarkan pada moral ketuhanan, kemanusiaan dan memegang teguh persatuan dan
kesatuan, maka bukan tidak mungkin akan membawa kehancuran bagi bangsa Indonesia
sepeti halnya telah terbukti pada bangsa lain misalnya Yugoslavia, Srilanka dan lain
sebagainya.
Nilai yang terkandung dalam sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab serta Persatuan Indonsia, dan mendasari serta
menjiwai sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indoneisa. Nilai filosopis yang
terkandung di dalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kudrot
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social. Hakikat rakyat adalah merupakan
sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang bersatu dan bertujuan
mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah Negara. Negara adalah dari
oleh dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan Negara.
Sehingga dalam sila kerakyatan tekandung nilai demokrasi yang secara mutlak harus
dilaksanakan dalam hidup Negara.
Nilai yang terkandung dalam Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia di dasari
dan di jiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan