Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

DOSEN PEMBIMBING : Bapak WAHYUDI,M.Pd

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2

- M.FAJAR GUMILANG (401190001)

- SONIA PUTRI TETONIK (401190012)

PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

2019/2020
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT dan semoga sholawat serta
salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW serta keluarganya,
para sahabatnya dan penerus risalahnya.

Kami bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi kesempatan kepada
kami untuk dapat memyelesaikan makalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
tentang “Pancasila sebagai Sistem Filsafat” ini. Meskipun makalah ini jauh dari kata
sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik atau saran dari kalian semua.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Untuk
itu sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

i
Daftar Isi

KataPengantar ................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................... ii

Bab 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 1

Bab II PEMBAHASAN....................................................................................... 2

A. Pengertian Filsafat ................................................................................... 2


B. Pengertian Pancasila secara Historis......................................................... 3
C. Pancasila sebagai Sistem Filsafat.............................................................. 4
D. Susunan Isi Arti Pancasila......................................................................... 5

Bab III PENUTUP................................................................................................ 12

A. Kesimpulan ............................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................... 12

Daftar Pustaka ................................................................................................... 13

ii
Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pancasila selain sebagai dasar Negara, juga merupakan filsafat hidup bangsa
Indonesia. Dimana sejak dahulu nilai-nilai filsafat ini telah ada pada bangsa Imdonesia
sebelum Negara ini didirikan dan telah melekat pada rakyat Indonesia berupa nilai-nilai
adat istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius, kemudian nilai-nilai tersebut
dirumuskan secara formal oleh pendiri Negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat
Negara Indonesia.

Pancasila juga sebagai sistem etika yang dalam seumur hidup berbangsa
mengedepankan kejujuran, amanah, tanggungjawab, kehormatan, juga martabat diri
sebagai warga bangsa sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila,
yang digunakan sebagai pedoman dan acuan dalam perjalanan aktivitas dalam semua
bidang.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Filsafat Negara.


2. Pengertian Pancasila secara historis.
3. Pancasila sebagai sistem filsafat.
4. Nilai-nilai yang filsafat yang terkandung dalam Pancasila.

C. Tujuan Penulisan

1. Menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh dosen.


2. Untuk dapat memahami apa itu filsafat.
3. Untuk dapat memahami Pancasila sebagai sistem filsafat.
4. Untuk dapat mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

1
2

Bab II

Pembahasan

A. Pengertian Filsafat

Secara etimologi (cabang ilmu yang mempelajari asal-usul suatu kata) istilah
“filsafat” berasal dari bahasa yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “Sophos” yang
artinya “hikma” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Notonagoro, 1974: 43)1. Jadi,
secara harfia istilah filsafat mengandung makna cinta kebijaksanaan. Sedangkan dalam
wacana ilmu pengetahuan, pengertian filsafat sangat sederhana dan mudah difahami.
Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia.
Manusia dalam kehidupannya pasti memilih pandangan hidup yang di anggap paling
benar, paling baik, dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya. Pilihan
pandangan hidup itulah yang disebut filsafat. Negara komunisme dan liberlisme
meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu suatu konsep ideology tertentu,
misalnya komunisme mendasarkan ideologinya pada suatu konsep pemikiran Karl
Marx. Kemudian sebagai kajian teoritis, filsafat Pancasila bisa dipahami dengan lebih
mudah dengan cara melihat nilai-nilai yang terkandung dalam filsafat dan ideologi itu
sendiri. (Condra Antoni, 2010) 2

Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila


Pancasila bukan hanya merupakan suatu hasil konseptual (sesuatu yang disusun secara
terperinci terencana dengan matang, punya dasar teori yang kuat) seseorang saja
melainkan merupakan hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari
nilai-nilai kultural (kebudayaan/budaya) yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri
melalui proses refleksi filosofi pada pendiri Negara, seperti soekarno, M. Yamin, M
Hatta, Soepomo, serta para tokoh pendiri Negara lainnya.

Melalui perjalanan sejarah yang sangat panjang, hingga pada akhirnya bangsa
ini menjadikan pancasila sebagai dasar filsafat Negara yang secara resmi disahkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
tercantum dalam pembukaan UUD 1945, serta diundangkan dalam berita republik
1
Notonagoro. Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, Pantjuran Tudjuh , 1974, hlm. 43
2
Antoni, Condra. Filsafat Pancasila sebagai Basis Pergerakan Sosial dan Spirit Kewirausahaan. Batam,
Politeknik Negeri Batam, 2010
3

Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Sebelum
pancasila disahkan sebagi dasar Negara republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus
1945 oleh PPKI, nilai-nilai di dalamnya telah ada pada bangsa Indonesia sejah dahulu
kala sebelum bangsa ini mendirikan Negara, yang berupa nilai-nilai adat istiadat,
kebudayaan, serta nilai-nilai religius. Proses perumusan materi pancasila secara formal
tersebut dilakukan dalam bidang siding BPUPKI pertama, sidang panitia Sembilan,
siding BPUPKI kedua, dan akhirnya pancasila disyahkan secara yuridis (disahkan
secara resmi oleh pemerintah dan memiliki arti hukum) sebagai dasar filsafat Negara
republik Indonesia.

Ekstensi (makna yang mencakup semua objek) pancasila sebagai dasar filsafat
Negara republik indoneisa saat ini mengalami berbagai macam interprestasi
(pandangan/pendapat) dan manipulasi poitik (rekayasa politik) sesuai dengan
kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung di balik
legitimasi (kualitas hukum berbasis pada penerimaan putusan dalam peradilan ) falsafah
ideologi Negara, pancasila. Fakta tersebut bisa dicontohkan dengan banyaknya individu
yang berpandangan bahwa materi merupakan sumber kebenaran dalam kehiudpan, yang
menjadi mereka bersifat materialisme (paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa
hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi).

Sehubungan dengan itu, saat ini banyak orang berpandangan bahwa kenikmatan
merupakan nilai terpenting dan tertinggi dalam kehidupan. Maka dari itu, orang tersebut
berpandangan filsafat hendonisme (pandangan bahwa kesenangan / kenikmatan
merupakan tujuan hidup manusia). Demikian juga jika seseorang berpandangan bahwa
dalam kehidupan bermasyarakatan dan bernegara adalah kebebesan individu, maka
orang tersebut berfilsafat liberalisme (mencita-citakan masyarakat yang bebas), dan
masih banyak pandangan filsafat lainnya.(Rahayu Sri, Ani, 2017: 11-13)3

B. Pengertian Pancasila Secara Historis

Proses perumusan pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama, dr.
Radjiman Wedyodiningrat mengajukan suatu masalah yang akan dibahas pada sidang
tersebut. Masalah tersebut adalah tentang calon rumusan dasar Negara Indonesia yang

3
Ani Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila &Kewarganegaraan, Jakarta , Bumi Aksara, 2017, hlm. 11-13
4

akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara, yaitu
Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.

Pada tanggal 1 juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir.Soekarno berpidato secara
lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar Negara Indonesia. Kemudian untuk
memberi nama istilah dasar Negara tersebut Soekarno memberikan nama “Pancasila”
yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang
temannya. Pada 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya,
kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkanlah Undang-Undang
Dasar 1945 termasuk pembukaan UUD 1945 yang mana di dalamnya termuat rumusan
lima prinsip sebagai suatu dasar Negara yang diberi nama Pancasila.

Sejak saat itulah perkataan pancasila telah menjadi bahasa Indonesia dan
merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 tidak
termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia
adalah Pancasila. Hal ini didasarkan atas interprentasi historis terutama dalam rangka
pembentukan calon rumusan dasar Negara yang kemudian secara spontan diterima oleh
peserta siding secara bulat. (Chandrawinata)4

C. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Nilai-nilai esensial Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan
sistem filsafat. Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh. Sistem lazimnya memiliki ciri- ciri sebagai berikut:

1. Suatu kesatuan bagian-bagian


2. Saling berhubungan, saling ketergantungan
3. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
4. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Kattsoff, 2004: 22)5.

Susunan Pancasila adalah hierarkis (tingkatan yang menjadi satu kesatuan yang
saling erat kaitannya) dan mempunyai bentuk piramidal. Pengertian matematika
piramidal di gunakan untuk menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari pancasila
4
https://pancasila.weebly.com/pengertian-pancasila.html
5
Kattsoff, O. Louis, Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2004, hlm. 22
5

dalam urut-urutan luas (kuantitas) dan sifat-sifatnya (kualitas). Susunan hierarkis dan
piramidal tergambarkan pada sila pertama Pancasila, yaitu ketuhan yang maha Esa.
Dalam ketuhanan yang berkemanusiaan; membangun, memelihara, dan
mengembangkan perastuan Indonesia; berkerakyatan; dan berkeadilan social sehingga
tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.

Sila-sila Pancasila merupakan sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan


suatu kesatuan organisasi. Dengan ini maka pancasila pada hakikatnya merupakan
sistem,dalam pengertian bahwa bagian-bagian sila-silanya saling berhubungan secara
erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu
sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila,
yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan yang Maha Esa,
dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa yang nilai-
nilainya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.

D. Susunan Isi Arti Pancasila

Jika pancasila sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila Pancasila
merupakan suatu sistem nilai. Oleh karena itu, sila-sila Pancasila pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan.

Hal ini berdasarkan pada pengertian bahwa makna sila-sila Pancasila senantiasa
dalam hubungannya sebagai sistem filsafat. Lebih jelasnya, berikut susunan isi arti
dalam setiap sila Pancasila.

a) Ketuhanan Yang Maha Esa


Sila ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat
sila lainnya. Dalam sila Ketuhan yang Maha Esa terkandung nilai bahwa Negara
didirikan adalah sebagai pengejawantahan (perwujudan, penjelmaan) tujuan manusia
sebagai mahluk tuhan yang maha esa. Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara bahkan moral Negara, moral penyelenggara
Negara, politik Negara, pemerintahan Negara, hukum dan peraturan perundang-
undangan Negara, kebebasan dan hak asasi warga Negara harus di jiwai nilai-nilai
Ketuhanan yang Maha Esa.
6

b) Kemanusian yang Adil dan Beradab

Sila kemanusian yang adil dan beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh
sila ketuhanan yang maha esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya.
Nilai kemanusian ini bersumber pada dasar filosofi antropologis (hubungan individu
manusia dengan hubungan interpersonal/manusia lainnya) bahwa hakikatnya manusia
adalah susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial,
kedudukan kodrat makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Dalam sila kemanusian, terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus menjujung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu, dalam
kehidupan kenegaraan, terutama dalam peraturan perundang-undangan, Negara harus
mewujudkan terciptanya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak
hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan
perundang-undangan Negara. Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi
oleh moral kemanusiaan antara lain dalam kehidupuan pemerintahan Negara, politik
ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta dalam kehidupan
keagamaan. Oleh karena itu, kehidupan bersama dalam Negara harus dijiwai oleh
moral kemanusiaan untuk saling menghargai sekalipun terdapat suatu pebedaan karena
hal itu merupakan suatu kodrat anusia untuk saling menjaga keharmonisan dalam
kehidupan bersama. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang
rasa, tidak semena-mena terhadap sesama manusia, menjujung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan (Bakry, Noor Ms, 2009: 68)6.

c) Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila persatuan Indonesia tidak dipisahkan dengan
keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat
sistematis. Sila persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha
esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab, serta mendasari dan menjiwai sila
kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sila persatuan
Indonesia terkandung nilai bahwa Negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat
manusia monodualis, yaitu sebagai makkhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena

6
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta , Pustaka Pelajar, 2009, hlm. 68
7

itu, perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas
elemen-elemen yang membentuk Negara. Perbedaan-perbedaan ini mengikatkan diri
dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam Bhineka Tunggal Ika. Nilai persatuan
Indonesia didasari odan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa dan kemanusian
yang adil dan beradab. Hal ini mengandung nilai bahwa nasionalisme Indonesia adalah
nasionalisme religius. Yaitu nasionalisme yang bermoral ketuhanan yang maha esa,
nasionalisme yang humanistis (bersifat kemanusiaan) yang menjujung tinggi harkat dan
martabat manusia sebagai mahluk Tuhan. Proses reformasi tanpa mendasarkan pada
moral ketuhanan, kemanusiaan, dan memegang teguh persatuan dan kesatuan, maka
bukan tidak mungkin akan membawa kehancuran bagi bangsa Indonesia seperti halnya
telah terbukti pada bangsa lain, missal Yugoslavia dan Srilanka.
d) Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, dan persatuan Indonesia, serta mendasari
dan menjiwai sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai filosofis (prinsip
hidupyang terdapat dalam pandangan hidup seseorang/suatu Negara sebagai
pembentukan jati diri seseorang dalam bermasyarakat dan juga pembentukan Negara
berdasarkan atas nama hukum) yang terkandung dalamnya adalah bahwa hakikat
Negara adalah sebagai penjelmaan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Maka dari itu, nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila
keempat adalah :
a) Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik
terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral terhadap tuhan yang
maha esa;
b) Menjujung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan;
c) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama;
d) Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama, karena
perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia;
e) Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu,
kelompok, ras, suku, maupun agama;
8

f) Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama, kemanusiaan yang


beradab;
g) Menjujung tinggi asas musyawarah dan mendasrkan suatu keadilan dalam
kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama
e) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indoensia

Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagu seluruh rakyat Indonesia
didasari oleh sila ketuhan yang maha esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, serta kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang
merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka dari itu, dalam
sila kelima terkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama
(kehidupan sosial). Konsenkuensi nilai-nailai keadilan yang harus terwujud dalam hidup
bersama meliputi: (a) Keadilan distributive, yaitu suatu hubungan keadilan antara
Negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan
dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi, serta
kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban; (b) Keadilan
legal (keadilan bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap
Negara dan dalam masalah pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam
bentuk mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara; (c)
Keadailan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya
secara timbal balik. (Rahayu Sri, Ani, 2017: 15-20)7

Secara substansial (secara inti atau sesungguhnya), nilai-nilai dari kelima sila
dalam pancasila merupakan nilai yang bersifat universal dan berlaku juga hampir di
semua bangsa di dunia ini. Pancasila sebagai ideologi terbuka (ideologi yang mampu
mengikuti perkembangan zaman dan bersifat dinamis atau merupakan suatu sistem
pemikiran terbuka yang merupakan hasil konsensus dari masyarakat itu sendiri, nilai-
nilai dari cita-citanya tidak dipaksakan dari luar melainkan digali dan diambil dari suatu
kekayaan, rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri), dinamis (berubah dan
berkembang secara aktif atau semangat), dan reformatif (perubahan secara bertahap).
Mengandung berbagai nilai yang dapat dibedakan menjadi: Nilai Dasar, nilai

7
Ani Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila &Kewarganegaraan, Jakarta , Bumi Aksara, 2017, hlm. 15-20
9

instrumental, dan nilaii praksis. Nilai-nilai tersebut dalam pancasila meliputi sila-sila
dalam pancasila, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Nilai-nilai tersebut adalah ensensi dari sila-sila pancasila yang bersifat universal, bisa
berlaku dimana saja dan kapan saja. Nilai-nilai tersebut mengandung cita-cita tujuan
dan nilai-nilai yang kokoh, baik, dan benar untuk di perjuangakan dalam kehidupan
manusia didunia ini. Nilai-nilai instrumental merupakan arahan, kebijakan, strategi,
sasaran, dan lembaga pelaksanaan. Sedangakan nila-nilai praksi merupakan penjabaran
dari nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi penerapan yang bersifat nyata dan bisa
di terapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara,
baik dari individu maupun kelompok sosial (Sunarso, 2006: 8)8.

Nilai-nilai terkandung dalam Pancasila di jelaskan sebagai berikut.

1. Sila Ketuhanan yang Maha Esa

a) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadapan tuhan


yang maha esa.
b) Manusia Indonesia percaya dan takwa pada tuhan yang maha esa, sesuai dengan
kepercayaan agama masing-masing.

Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anata pemeluk agama


dan kepercayaan yang berbeda-beda terhadap ketuhan yang maha esa.

c) Membina kerukunan hidup antara sesama umat pemeluk agama dan kepercayaan
terhadap tuhan yang maha esa.
d) Agama dan kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa adalah masalah yang
mnyangkut terhadap kehidupan pribadi manusia dengan tuhan yang maha esa.
e) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
f) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

2. Sila Kemanusian yang Adil dan Beradab

a) Mengikuti dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya.

8
Sunarso, Pendidikan Kewarganegaraan: Buku Mahasiswa Paradigma Baru, Yogyakarta , UNY Press,
2006, hlm. 8
10

b) Mengakui sama derajat, hak, dan kewajiban asasi manusia tanpa membeda-
bedakan suku, keturunan, agama, dan sebagainya.
c) Mengembangkan sikap-sikap saling mencintai sesama manusia.
d) Mengembangkan sikap tenggang rasa.
e) Mengembangkan sikap tidak semena-mena sama orang lain.
f) Menjujung tinggi nilai-nilai kemanusian.
g) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

3. Sila Persatuan Indonesia

a) Mampu menempatkan satu dan kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan


bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama.
b) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa.
c) Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
d) Mengembangkan rasa kebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e) Memelihara ketertiban dunia yang bedasarkan kemerdekaan, perdamain abadi,
keadilan sosial.
f) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar bineka tunggal ika.
g) Mengajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat dan Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/Perwakilan

a) Sebagai warga Negara, setiap manusia indonesai mempunyai kedudukan, hak,


dan kewajiban yang sama.
b) Tidak boleh memaksakan kehendak orang lain.
c) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
utama.
d) Musyawarah untuk mencapai mufakat di liputi oleh semangat kekeluargaan.
e) Menghormati dan menjujung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
f) Dengan iktikat baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil musyawarah.
11

g) Di dalam musyawarah di utamakan kepentingan bersama di atas kepentingan


pribadi dan golongan.

5. Sila Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

a) Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana


kekeluargaan dan kegegotongroyongan.
b) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d) Menghormati hak orang lain.
e) Suka memberi pertolongan pada orang lain.
f) Tidak menggukan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
g) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha bersifat pemborosan dan
hidup mewah. (Rahayu Sri, Ani, 2017: 21-23)9

Bab III
9
Ani Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila &Kewarganegaraan, Jakarta , Bumi Aksara, 2017, hlm. 21-23
12

Penutup

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa filsafat adalah bidang ilmu
yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia pasti
memilih pandangan hidup yang dianggap paling benar, paling baik, dan membawa
kesejahteraan dalam kehidupannya. Setiap bangsa memiliki ciri khas serta pandangan
hidup yang berbeda dengan bangsa lain sehingga setiap Negara memilki filsafat nya
masing-masing begitu pula dengan Indonesia yang memiliki dasar filsafat yaitu
Pancasila. Sebelum Pancasila disahkan menjadi dasar filsafat Negara, nilai-nilai di
dalam Pancasila sudah melekat pada bangsa Indonesia berupa nilai-nilai adat istiadat,
kebudayaan, serta nilai-nilai religius.

B. Saran

Sebagai warga Negara Indonesia sudah selayaknya kita mengetahui dan


memahami nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam dasar filsafat Negara yaitu
Pancasila, serta menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari dengan
berpedoma pada Pancasila.
13

DAFTAR PUSTAKA

Bakry, N. M. (2009). Pendidikan Kewarganegaraan . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chandrawinata, A. (t.thn.). Pendidikan Pancasila. Diambil kembali dari Pengertian


Pancasila secara Etimologis, Historis & Terminologis:
https://pancasila.weebly.com/pengertian-pancasila.html

Condra, A. (2010). Filsafat Pancasila sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa,


Kehidupan Sosial dan Spirit Kewirausahaan. Batam: Politeknik Negeri Batam.

Kattsoff, L. O. (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Notonagoro. (1974). Pancasila Dasar Filsafat Negara. Jakarta: Pantjuran Tudjuh.

Rahayu, A. S. (2017). Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan . Jakarta: Bumi


Aksara.

Sunarso. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan: Buku Mahasiswa Paradigma Baru.


Yogyakarta: UNY Press.

Anda mungkin juga menyukai