DOSEN PENGAMPU :
Drs.H. IMAM SUHARTO, MM
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul "Pancasila sebagai Ideologi
Bangsa". Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mempelajari nilai-nilai Pancasila
sebagai ideologi yang mendasari negara Kesatuan Republik Indonesia. Penulisan makalah ini
dilakukan dengan upaya mendalam dalam menggali dan menganalisis sumber-sumber yang
relevan guna memberikan pemahaman yang komprehensif kepada pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan dalam proses penulisan makalah ini. Kami juga mengucapkan rasa
hormat dan penghargaan kepada para tokoh pendiri bangsa dan para pemikir yang telah berjuang
untuk merumuskan dan mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara.
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan
pengembangan penulisan makalah ini di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih
baik tentang Pancasila sebagai ideologi bangsa. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan menjadi sumbangsih dalam menguatkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2 Metodologi........................................................................................................... 1
Bab IV Penutup.............................................................................................25
4.1 Kesimpulan...........................................................................................................25
4.2 Saran.....................................................................................................................26
Daftar Pustaka...............................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Metodologi
Penulisan makalah ini didasarkan pada penelitian terhadap sumber-sumber primer dan
sekunder yang relevan. Sumber primer meliputi Undang-Undang Dasar 1945, pidato dan
tulisan para tokoh pendiri bangsa, serta dokumen-dokumen resmi terkait Pancasila. Sumber
sekunder meliputi buku, jurnal, dan artikel yang membahas mengenai Pancasila sebagai
ideologi bangsa.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah analisis
deskriptif. Data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut dianalisis secara sistematis
untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai Pancasila sebagai ideologi
bangsa.
iv
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
v
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
Ideologi dalam arti sempit dapat dipahami sebagai seperangkat gagasan yang memuat
penjelasan terhadap realistis, cita-cita, nilai yang ingin dicapai, dan cara mencapai cita-cita
tersebut yang menjadi pedoman bagi suatu komunitas untuk bertindak, yang diakui dan
dinyatakan secara tersurat oleh komunitas tersebut. Ideologi dalam arti luas mengandung
pengertian sama, hanya tidak dinyatakan secara tersurat sebagai “ideologi” (sastrapradetdja,
2001:45).
Moh. Yamin menyampaikan usulan dasar negara secara tertulis pada ketua sidang dan
secara lisan.
vi
Usulan lisan:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
5. Kesejahteraan Rakyat
Usulan tertulis:
1. Persatuan (Unitarisme)
2. Kekeluargaan
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
vii
Soepomo turut menegaskan bahwa negara Indonesia merdeka bukan negara yang
menyatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat serta tidak menyatukan
dirinya dengan golongan paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat).
Moh. Yamin menyampaikan usulan dasar negara secara tertulis pada ketua sidang dan
secara lisan.
Usulan lisan:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
5. Kesejahteraan Rakyat
Usulan tertulis:
viii
Soekarno menyatakan usulan dasar negara dengan sebutan Panca Dharma. Lalu, dengan
anjuran para ahli bahasa, rumusan dasar negara yang diusulkan Soekarno ini dinamakan
Pancasila.
1. Kebangsaan Indonesia
Pancasila terdiri dari lima prinsip dasar yang menjadi landasan dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip tersebut adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Penulisan makalah ini akan menjelaskan secara detail tentang
masing-masing prinsip Pancasila dan relevansinya dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada sidang pengesahan UUD 1945.
Pada sidang ini, PPKI mengesahkan UUD 1945 di mana terdapat rumusan Pancasila
sebagai dasar negara pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
ix
3.5 Nilai Dalam Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa
Nilai-nilai dasar Pancasila dapat diperkaya dan dikembangkan agar sesuai dengan
dinamika kehidupan masyarakat Indonesia dan tuntutan zaman yang terus berubah. Sebagai
dasar negara Indonesia, Pancasila adalah pandangan hidup dalam setiap proses
pembangunan berbagai bidang kehidupan bangsa dan negara. Seluruh warga negara harus
berpartisipasi aktif didalamnya dengan menjiwai nilai-nilai pancasila.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011,
Pancasila sebagai dasar negara merupkan sebuah sumber dari segala sumber hukum negara.
Setiap muatan materi peraturan perundang-undangan hendaknya sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila. Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, nilai-nilai Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia sesungguhnya sudah terwujud dalam kehidupan
bermasyarakat sejak sebelum dirumuskannya Pancasila sebagai dasar negara dalam satu
sistem nilai. Sebagai ideologi terbuka, Pancasila mengandung tiga jenis nilai, yaitu nilai
dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.
1. Nilai Dasar
Nilai Dasar Pancasila adalah prinsip-prinsip yang diterima sebagai landasan yang
mutlak, nilai dasar dianggap benar dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar
dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai dasar ini merupakan inti dari sila-sila Pancasila yang
universal, sehingga mengandung cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai yang baik dan benar.
Cita-cita dan tujuan negara diuraikan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar atau
UUD 1945. Nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dianggap sebagai
hukum tertinggi, sumber hukum positif, dan sebagai prinsip dasar negara yang
fundamental. Merubah pembukaan UUD 1945 yang memuat nilai dasar ideologi
Pancasila sama dengan membubarkan negara. Dalam pembukaan dijelaskan dalam pasal-
pasal UUD 1945 yang mengatur tentang lembaga negara, hubungan antarlembaga, serta
tugas dan wewenang penyelenggara negara. Nilai dasar merupakan esensi dari sila-sila
Pancasila yang sifatnya universal. Oleh sebab itu, nilai dasar dalam Pancasila bersifat
tetap sehingga tidak bisa diubah karena terkandung cita-cita, tujuan, dan nilai yang baik
dan benar. Selain itu, tertuang juga Pembukaan UUD 1945 dalam nilai dasar karena
x
pembukaan UUD 1945 berperan sebagai norma dasar yang wajib diterapkan pada bangsa
Indonesia. Nilai dasar inilah yang dijadikan sebagai landasan dasar dalam berkehidupan
berbangsa dan bernegara guna menghadapi zaman yang terus berkembang.
2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah sebuah arahan, kebijakan, sasaran dan lembaga-lembaga
pelaksanaanya. Nilai instrumental dalam ideologi pancasila merupakan penjabaran lebih
dari nilai-nilai dasar. Penjabaran nilai pancasila ini dimasukan ke dalam UUD 1945,
Ketetapan MPR dan peraturan perundang-undangan. Penjabaran ini merupakan
penyesuaian dalam pelaksanaan ideologi Pancasila. Contohnya, GBHN yang selalu
disesuaikan dalam rentang lima tahun sekali. Begitu juga aspirasi masyarakat, undang-
undang dan lembaga-lembaga pelaksana. Nilai instrumental merujuk pada nilai-nilai yang
berhubungan dengan pelaksanaan nilai dasar. Biasanya, nilai-nilai instrumental ini
berbentuk norma sosial dan hukum yang diwujudkan dalam bentuk peraturan dan
mekanisme lembaga negara. Nilai instrumental dapat berubah seiring dengan
perkembangan dan implementasi nilai-nilai dasar dalam kehidupan nyata, namun
perubahan tersebut tidak boleh melanggar prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan.
Karakteristik dinamis dan inovatif nilai instrumental memungkinkan Pancasila untuk
tetap relevan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa mengorbankan nilai-
nilai dasarnya.
3. Nilai Praktis
Nilai praksis adalah sebuah bentuk realisasi dari nilai-nilai instrumental dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam realisasi nilai praksis ini, penjabaran
nilai-nilai Pancasila akan selalu berkembang dan bisa dilakukan untuk perubahan bahkan
perbaikan sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang tumbuh
dalam masyarakat.Nilai praksis Pancasila merujuk pada nilai-nilai yang benar-benar
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ini terkait dengan etika atau
moralitas. Nilai praksis Pancasila diwujudkan melalui interaksi antara nilai instrumental
dengan situasi konkret di tempat dan situasi tertentu.
Kaelan (2013) memukakan suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang
bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap
baik juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan
xi
dalam kehidupan praktis yang merupakan suatu pengalaman nyata. Oleh karena itu
Pancasila sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka memiliki tiga dimensi yaitu :
1) Dimensi Idealistik
Dimensi idealistik memiliki maksud bahwa di dalam Pancasila ada
nilai-nilai dasar sebagai pedoman hidup dan cita-cita. Cita-cita tersebut
diwujudkan untuk mencapai masa depan negara yang lebih baik. Dimensi ini
menyangkut nilai-nilai dasar Pancasila yang terkandung dalam pancasila yang
bersifat sistematis dan rasional yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung
dalam lima sila pancasila seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan, maka dimensi idealistis pancasila bersumber pada
nilai-nilai filosofis yaitu filsafat pancasila. Oleh karena itu, dalam setiap
ideologi bersumber pandangan hidup nilai-nilai filosofis (Pespowardoyo,
1991:50). Selain itu, Koento Wibisono dalam Pancasila sebagai Ideologi
Terbuka menjelaskan bahwa dimensi idealistik Pancasila mampu memberikan
harapan, optimisme, dan memotivasi masyarakat sesuai dengan cita-cita
bangsa. Idealisme yang ada dalam dimensi Pancasila bisa memberikan
harapan, semangat dan motivasi untuk masyarakat sehingga bisa mewujudkan
cita-cita bersama. Dimensi pancasila yang idealis membuat ideologi sebuah
bangsa menjadi kuat dan tangguh dalam perannya sebagai bentuk negara.
2) Dimensi Normatif
Dimensi normatif memiliki maksud bahwa nilai-nilai dasar di dalam
Pancasila diajarkan dalam norma yang merupakan norma dari kenegaraan.
Pancasila ada di dalam pembukaan UUD 1945, hal ini merupakan norma
tertib hukum yang paling tinggi di negara Indonesia. Dimensi ini nilai-nilai
yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma,
sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang memiliki
kedudukan tertinggi dalam tertib hukum Indonesia. Dalam pengertian ini
maka pembukaan yang di dalamnya memuat pancasila dalam alinea IV,
berkedudukan sebagai ‘staatsfundamentalnorm’ (pokok kaidah negara yang
fundamental), agar mampu dijabarkan ke dalam langkah operasional perlu
memiliki norma yang jelas (Poepowardoyo, 1991). Nilai dasar Pancasila
xii
harus diperjelas dengan aturan atau sistem norma negara. Menurut Soeryanto,
dimensi normatif Pancasila mengatur pelaksanaannya melalui norma yang
dibuat atau diubah.
3) Dimensi Realistik
Dimensi realistik memiliki maksud bahwa nilai-nilai yang ada di dalam
Pancasila berakar dari masyarakat dan juga hidup di dalam masyarakat itu
sendiri. Selain dimensi-dimensi yang ada di atas, Pancasila harus bisa
dijabarkan dalam masyarakat secara konkrit atau nyata. Pancasila harus
dijabarkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.Pancasila mampu hidup
dalam segala keadaan yang terjadi di Indonesia. Dimensi realistik Pancasila
memungkinkan realitas yang ada di Indonesia dapat diselesaikan dengan
keterbukaan ideologi negara. Contohnya nilai praksis adalah membantu
teman yang kesulitan, ikut kerja bakti, beribadah sesuai dengan agama yang
dianut, tidak melakukan diskriminasi, dan mematuhi aturan negara.
Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) mengandung nilai yang luhur dalam
kaitannya dengan ketuhanan, keagamaan, keadilan dan kenegaraan. Penerapan
dalam sila pertama Pancasila dapat dilakukan dengan menghormati setiap
perbedaan, yaitu: perbedaan keyakinan yang beragam antar masyarakat, membina
kerukunan hidup antar masyarakat yang memiliki perbedaan agama dan keyakinan,
tidak memaksakan suatu keyakinan atau agama kepada orang lain, dan
menumbuhkan sikap saling toleransi antar umat beragama.
xiii
Sila Kedua (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab) mengandung makna
mengenai penghormatan terhadap orang lain walaupun setiap masyarakat memiliki
perbedaanyang beragam. Pengimplementasian dari sila kedua ini adalah dengan
cara: menanamkan dan menerapkan rasa toleransi kepada orang lain, menghargai
dan menghormati antar masyarakat, selalu bersikap adil terhadap setiap orang tanpa
membeda-bedakannya, menghormati perbedaan antar masyarakat, menghormati
harkat dan derajat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, menanamkan rasa
nasionalisme dan komitmen pada eksistensi bangsa, dan yang terakhir adalah
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila Ketiga (Persatuan Indonesia). Masyarakat Indonesia diharapkan dapat
menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara di atas golongan atau pribadi. Menempatkan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi berarti rela dan sanggup berkorban demi bangsa dan negara
yang dilandasi oleh rasa cinta tanah air dan semangat membangun rasa
nasionalisme. Selalu menempatkan kepentingan bangsa dan negara lebih dari
apapun. Untuk bisa menumbuhkan perilaku tersebut maka kembangkanlah rasa
kebanggaan untuk bertanah air Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sila
ketiga ini dapat di implementasikan dengan cara menghidupkan segala perbedaan
yang ada sehingga perbedaan tersebut dapat mengarah kepada kesatuan
sebagaimana semboyan negara Indonesia, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti
walaupun berbeda-beda tapi tetap satu tujuan. Ciptakan suasana saling tolong
menolong dibalik segala perbedaan yang beragam sehingga akan terciptanya
kehidupan yang rukun antar masyarakat Indonesia. Sila ketiga Pancasila
memberikan kesempatan secara leluasa dalam mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia.
Sila Keempat (Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan). Kerakyatan Indonesia adalah demokrasi yang di
pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan mufakat. Kerakyatan timbul karena adanya
kesadaran bahwa manusia memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama
xiv
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sila keempat Pancasila ini
masyarakat Indonesia dapat mengimplementasikannya dengan cara: memuliakan,
menghargai dan menghormati orang lain tanpa membedakannya sedikitpun, selalu
bersikap jujur saat adanya pemilu, dan tidak saling menghina antar warga negara.
Sila Kelima (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia). Masyarakat
Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa manusia memiliki hak dan kewajiban yang
sama di mata hukum. Untuk menciptakan keadilan sosial untuk seluruh rakyat
Indonesia maka dalam hal ini perlu adanya kesadaran dan perkembangan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong royong untuk segenap masyarakat Indonesia.
Untuk itu, perlu adanya kesadaran sikap yang adil antar sesama dan menjaga antara
hak dan kewajiban serta menghormati harkat dan martabat orang lain.
Implementasi Sila Kelima Pancasila : menanamkan sikap tolong menolong
sehingga dapat terwujud kehidupan yang rukun dan damai. kerja keras juga
diperlukan dalam implementasi sila kelima ini untuk mencapai kesejahteraan
bersama.
Pancasila sebagai ideologi bangsa tidak lepas dari tantangan yang dihadapi dalam
menjaga dan mempertahankannya. Dalam bab ini, akan dianalisis tantangan yang dihadapi
dalam mempertahankan Pancasila, seperti ancaman radikalisme, konflik sosial,
ketidakadilan, korupsi, dan globalisasi. Penulisan makalah ini juga akan membahas upaya
yang telah dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut.
xv
Pertama, Pancasila merupakan tata nilai yang ideal. Mengacu tema yang
menghendaki praktikalitas tindakan, tentu saja dibutuhkan jembatan penghubung,
pemeran kunci, motor penggerak, dan teladan berperilaku yang secara kesisteman
dipandu hukum pertanggungjawaban kinerja. hal itu melekat pada pemerintah.
Kedua, berdasarkan prinsip pemerintahan yang baik (good governance principle),
pada keadaan khusus seperti Covid-19 ini, pemerintah memang harus mengambil peran
dan tanggung jawab lebih besar dan nyata. Tak bisa dikesampingkan norma bahwa
pemerintah adalah pelayan publik. Lagi pula, tema peringatannya kan menuju Indonesia
maju.
Kalau disadari bahwa semua orang berisiko terkena Covid-19, maka itu berarti
setiap orang harus lebih bertanggung jawab. Pemerintah perlu berjalan di depan demi
tanggung jawab dimaksud, karena pemerintah pulalah yang memegang kewenangan
penerapan dan pertanggungjawaban kebijakan publik. Wajah keindonesiaan di ranah
internasional pun, sangat bergantung pada desain kebijakan publik yang tangguh, unggul
dan sanggup memenuhi ekspektasi masyarakat.
RES Fobia mengatakan, untuk dan atas nama tindakan aktualisasi nilai-nilai
Pancasila, maka harus ada desain sadar yang berorientasi tindakan efektif dan
bertanggung jawab.
Dalam hal ini, keteladanan struktural pemerintahan, akan sangat berpengaruh kuat
dan berdampak luas. Mengacu pada hakekat berpikir positif, maka hal ini perlu dipahami
sebagai salah satu momen terbaik dalam mengartikulasi Pancasila, khususnya tentang
hubungan antara pemerintah dan rakyat.
xvi
Dalam upaya mempertahankan ideologi Pancasila, pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan beberapa kebijakan dan peraturan. Pada tahun 2017, Presiden RI Joko
Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 54 tentang Pembinaan Ideologi
Pancasila. Selain itu, pada tahun 1966 dan 1999, pemerintah Indonesia melalui Ketetapan
MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dan UU No. 27 Tahun 1999 secara tegas melarang
komunisme (Marxisme dan Leninisme) karena komunisme merupakan ancaman laten
terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
Idealnya, Pancasila harus menjadi the living ideology atau ideologi yang hidup di
tengah-tengah masyarakat. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan cara-cara baru yang
relevan dengan kondisi saat ini. Selain menjadi the living ideology, Pancasila juga harus
menjadi the working ideology, Syarat Pancasila menjadi the working ideology adalah
diakui kebenarannya oleh seluruh komponen bangsa, dimengerti, dipahami, dan dihayati,
serta dipraktikkan dalam kehidupan.
Pancasila adalah ideologi negara Indonesia yang terdiri dari lima sila. Pancasila
menjadi dasar bagi masyarakat untuk berbangsa dan bernegara. Salah satu peran
organisasi atau masyarakat dalam membumikan Pancasila yaitu dengan cara menjadikan
xvii
Pancasila sebagai asas kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya asas
dalam berorganisasi
Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni lalu menjadi momentum untuk menegaskan
kembali bahwa Pancasila merupakan falsafah dasar dan ideologi negara Republik
Indonesia. Pancasila sebagai satu kerangka berpikir hasil rumusan para pendiri bangsa
harus menjadi sebuah landasan, pijakan, serta pengarah bagi seluruh warga negara dalam
melaksanakan aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegaranya.
Saat ini, dunia termasuk Indonesia dihadapkan pada kemajuan teknologi dan era
disrupsi yang mengarah pada seluruh asfek kehidupan. Disrupsi yang diwarnai dengan
bermacam inovasi teknologi, persaingan kehidupan tanpa batas, radikalisme, dan
intoleransi berpotensi mengguncang ideologi negara dan nilai-nilai budaya bangsa.
Oleh karena itu, menjadi tugas bersama untuk membumikan kembali Pancasila
sebagai satu-satunya asas aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi tujuan utama dari seluruh perilaku warga
negara Indonesia. Jika Pancasila sudah menjadi pedoman dan penuntun bagi seluruh
pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan, maka berbagai permasalahan, kerterpurukan,
penderitaan, dan ancaman perpecahan akan dapat teratasi dengan baik.
Enam karakteristik Pelajar Pancasila yang telah disebut sebagai bagian dari
membumikan nilai-nilai Pancasila di kalangan pelajar yang bertujuan untuk mewujudkan
generasi bangsa agar mampu untuk bersaing dan tangguh dalam menghadapi
perkembangan zaman. Enam karakteristik Pelajar Pancasila juga tentunya akan terwujud
apabila telah terbangun sinergitas antara lembaga pendidikan, peserta didik, pendidik,
keluarga, masyarakat, serta industri/institusi pemberi kerja untuk saling mendukung
xviii
dalam mewujudkan dan menciptakan kemajuan potensi dan kualitas pendidikan maupun
kebudayaan bangsa Indonesia.
Salah satu peran masyarakat dalam membumikan Pancasila yaitu dengan cara
menjadikan Pancasila sebagai asas kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di
dalamnya asas dalam berorganisasi. Hal inilah yang pernah dilakukan oleh salah satu
organisasi masyarakat keagamaan di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama yang dihasilkan
dalam kegiatan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) di
Situbondo pada tahun 1983 dengan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal
berorganisasi tanpa mendegradasi nilai fundamental agama Islam.
Bagi Nahdlatul Ulama, Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik
Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantkan agama dan tidak dapat
dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. Sementara, Sila Ketuhanan YME
sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945 yang menjiwai sila-sila yang lain mencerminkan tauhid menurut pengertian
keimanan dalam Islam. Bagi NU juga, penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan
perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia dalam menjalankan syariat agamanya.
xix
Perjuangan yang sangat panjang dan melelahkan, yang mereka sebut sebagai
“perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia” itu telah mengantarkan rakyat Indonesia,
dengan tak kurang sesuatu apapun, ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia
yang dicita-citakan bersama, yaitu Negara Indonesia yang merdeka bersatu, berdaulat, adil,
dan makmur. Oleh karena itulah kemudian “atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha
Kuasa” dengan motivasi yang tinggi supaya berkehidupan kebangsaan yang merdeka maka
kemerdekaan Indonesia pada tanggal tersebut diproklamasikan oleh Wakil Bangsa
Indonesia, Soekarno dan Hatta, pada pukul 10 waktu Jakarta. Hal tersebut terekam dalam
Naskah Proklamasi sebagai berikut:
Naskah Proklamasi:
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang
mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara saksama dan dalam
tempoh jang sesingkat-singkatnja”.
Setelah perjuangan panjang dan melelahkan dengan motivasi yang tinggi untuk
merdeka serta atas berkah serta rahmat Allah Yang Maha Kuasa telah mengantarkan
proklamasi kemerdekaan maka langkan berikutnya adalah membentuk Pemerintah Negara
Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan perlindungan, kesejahteraan, kecerdasan bagi
bangsa Indonesia, dan berpartisipasi dalam mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.
Bentuk dan susunan negara yang dipilihnya adalah negara kesatuan (unitary state), yang
berpemerintahan (regeringsform) republik dan berkedaulatan rakyat (democratic state).
Untuk itu maka kerangka kerja (frame work) bernegara sesuai dengan cita negara tersebut
disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar (written constitution) berdasarkan ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan Indonesia, dan kerakyatan, serta keadilan sosial, yang kemudian
disebut Pancasila. Hal demikian terrekam dalam Pembukaan UUD 1945 yang selengkapnya
menyatakan,
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
xx
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Keadilan yang bertujuan untuk mewujudkan hal-hal terkait dengan kemanusiaan dan
keadilan, yang dalam elaborasinya adalah perlindungan, kesejahteraan, kecerdasan, dan
berpartisipasi dalam mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia. Untuk mewujudkan
tujuan tersebut dipilih pula dasar yang tidak jauh dari kemanusiaan dan keadilan, yang
kemudian disebut Pancasila. Dengan demikian maka kemanusiaan dan keadilan merupakan
benang merah bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang secara
konsisten terdapat dalam setiap tahap pembentukan negara, yaitu dalam tahap latar
belakang, dalam tahap penetapan tujuan , dan dalam tahap penentuan pilihan dasar dalam
berbangsa dan bernegara.
Hukum dalam konsepnya adalah hukum yang terjadi secara alamiah di dalam
masyarakat, yang merupakan kristalisasi dari pergaulan antar manusia dalam masyarakat
sebagai subjek hukum, yang disebut sebagai hukum adat, hukum yang bersumber dari
xxi
wahyu Tuhan, Allah swt, baik secara langsung maupun melalui para nabi dan rasul-Nya,
yang disebut sebagai hukum agama, seperti Islam dengan hukum Islamnya, hukum yang
dibentuk dengan sengaja oleh negara sebagai organisasi kekuasaan yang salah satu
fungsinya adalah mengenai bidang perundang-undangan atau putusan pengadilan,
sehingga hukum yang terakhir ini disebut sebagai hukum yang dibentuk enacted law^5
Hukum dalam konsepnya yang pertama, yaitu hukum kebiasaan atau hukum adat dilihat
dari proses terbentuknya bersifat dari bawah ke atas (bottom-up). Hukum dalam
konsepnya yang kedua dan yang ketiga, yaitu hukum agama, khususnya agama Islam
dengan hukum Islamnya dan hukum dalam konsepnya sebagai hukum yang dibentuk atau
diundangkan proses terbentuknya bersifat dari atas ke bawah (top-down). Hanya bedanya,
untuk hukum Islam pembentuknya bersumber dari Tuhan, Allah SWT, sedangkan untuk
hukum perundang-undangan pembentuknya adalah suatu lembaga negara yang fungsi
utamanya sebagai pembentuk hukum (legislative power) atau oleh pengadilan (judicial
power).
Persoalan hukum dan keadilan mencuat ketika hukum menjadi urusan negara. Hal
demikian terjadi karena hukum menjadi sesuatu yang sengaja dibentuk (by design) oleh
kekuasaan negara, sehingga hukum merupakan substansi buatan yang artifisial. Ketika
itulah terjadi polarisasi antara negara dengan hukumnya dan masyarakat dengan
keadilannya. Hukum sendiri, keadilan sendiri, sehingga mencuatlah pertanyaan, apakah
hukum itu telah menggantikan keadilan. Dengan demikian masihkah relevan mengajukan
permasalahan mengenai keduanya. Atau sekiranya masih relevan untuk mengajukan
pertanyaan mengenai keduanya, apa kait mengait antara keduanya. Untuk menjawab
pertanyaan sebagaimana dikemukakan tersebut, berikut teori-teori mengenai hukum dan
keadilan.
Kapan, mengapa dan bagaimana hukum menjadi urusan negara. Suatu contoh,
ketika manusia sampai pada tahap tertentu dalam sejarah perkembanganya, renaisance,
manusia melihat dirinya sebagai “individu- individu yang memiliki kebebasan”. Ketika
itu muncul pertanyaan mendasar, bagaimana mewujudkan ketertiban dan keamanan bagi
dirinya supaya setiap individu dengan kebebasannya itu dapat terjamin dan tidak
xxii
mengancam keamanannya. Ketika itulah manusia menemukan jawabannya, yaitu
“menyerahkan hak kebebasan itu kepada suatu kekuasaan yang berdaulat, negara, melalui
kontrak sosial” supaya dengan kekuasaan itu negara membuat hukum yang menjamin
ketertiban dan keamanannya. Hukum sebagai jawaban atas kebutuhan manusia sebagai
“individu yang bebas” tersebut masih tetap relevan ketika manusia memasuki tahap
berikutnya dalam perjalanan
Sejarahnya. Ketika itu manusia melihat dirinya selain sebagai “individu yang
bebas”, juga melihat sebagai manusia yang rasional, yang dengan rasionalitasnya itu
“manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya”, sehingga
muncullah “persyaratan” bagi hukum yang diserahkan pembentukannya kepada negara
tersebut harus: (i) rasional dan objektif; (ii) mencerminkan aspirasi rakyat.
UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis, kini, terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar tertulis, terutama pembukaan, memuat rekaman
sejarah perjuangan rakyat untuk menjadi bangsa yang kemudian membentuk negara,
kosmologi yang dimilikinya yang memberi arah dalam terbentuknya cita, fungsi, dasar
dan tujuan bernegara. Hal-hal yang termuat di dalam pembukaan tersebut kemudian
dirinci dalam bentuk hukum konstitusi yang menentukan lebih lanjut, antara lain,
bagaimana mencapai tujuan bernegara dengan membentuk beberapa lembaga negara,
menetapkan fungsi yang diembannya, menetapkan arah bagaimana fungsi dilaksanakan,
dan bagaimana hubungan antarlembaga negara tersebut serta antara lembaga negara
tersebut dengan rakyat.
xxiii
validitas hukum dan pembentukan hukum di bawahnya di dalam suatu negara, baik
peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan.
xxiv
konkret pasal-pasal peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh, bagaimana
memasukkan nilai-nilai Pancasila ke dalam norma-norma pasal ketentuan mengenai
aturan paten, kandungan produk impor, dan sebagainya.
Kesulitan lain adalah terbatasnya forum internalisasi dan advokasi nilai-nilai
Pancasila ke dalam rumusan peraturan perundang-undangan. Selama ini forum yang
dapat disebutkan adalah forum harmonisasi dalam proses penetapan suatu rancangan
perundang-undangan. Proses inipun masih perlu dimaksimalkan efektivitasnya untuk
mendapatkan peraturan perundang-undangan yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
Kesulitan selanjutnya adalah mendapatkan sumber daya manusia yang memahami
nilai-nilai Pancasila, mengetahui ikhwal kebijakan publik pemerintah, dan sekaligus
memahami penyusunan peraturan perundang-undangan.
Penegakan Hukum Untuk Menciptakan Keadilan Sosial
Meskipun Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum memiliki rumah
hukum baik melalui TAP MPR maupun UU No. 10 Tahun 2004 yang kemudian
diganti dengan UU No. 12 Tahun 2011 tetap saja tidak menjamin kedudukan
Pancasila dalam sistem hukum nasional Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan
beberapa upaya agar Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum tidak hanya
sebatas memiliki rumah hukum tetapi dapat diterapkan dalam sistem hukum. Terdapat
dua upaya untuk itu, yaitu: menjadikan Pancasila sebagai suatu aliran hukum positif
dan mendudukan Pancasila sebagai puncak peraturan perundang- undangan.
1. Menjadikan Pancasila sebagai suatu aliran hukum
Jika dicermati dalam literasi-literasi hukum yang membahas tentang aliran
hukum, maka dapat ditemukan suatu pola dinamis terkait terbentuk dan eksisnya
suatu aliran hukum. Terbentuknya suatu aliran hukum berawal dari adanya suatu
pemikiran tentang hukum ideal yang dikemukakan oleh seseorang ataupun
beberapa orang ahli hukum berdasarkan realitas dan kebutuhan sosial
masyarakat dalam suatu waktu dan wilayah tertentu. Misalnya, pemikiran
tentang kepastian hukum atau positivisme hukum berawal dari John, seorang
ahli hukum Inggris. Menurut Austin, hukum terlepas dari soal keadilan dan dari
soal baik dan buruk. Karena itu, ilmu hukum tugasnya hanyalah menganalisis
unsur-unsur yang secara nyata ada dalam sistem hukum modern. Ilmu hukum
xxv
hanya berurusan dengan hukum positif yaitu hukum yang diterima tanpa
memperhatikan kebaikan dan keburukannya. Hukum adalah perintah dari
kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu negara.24 Jadi, pemikiran Austin
mengidealkan hukum sebagai perintah penguasa.
Pemikiran yang melegitimasi kekuasaan absolut penguasa tersebut
kemudian disempurnakan menurut kebutuhan dan perkembangan masyarakat
dan zaman. Pemikiran kepastian Austin yang meletakan kepastian hukum pada
perintah penguasa tersebut disempurnakan (dikembangkan) oleh Hans Kelsen
menjadi kepastian hukum terdapat pada segala peraturan tertulis atau legisme.
Meskipun telah disempurnakan, harus diingat bahwa keberadaan suatu aliran
hukum senantiasa ditentukan oleh relevansinya. Artinya, suatu aliran hukum
akan tetap benar apabila sesuai dengan ruang dan waktu tertentu. Contohnya,
aliran positivisme hukum akan tetap dianggap benar dan ideal untuk diterapkan
di Indonesia asalkan masih relevan dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat Indonesia.
Berdasarkan terbentuknya suatu aliran hukum di atas maka Pancasila layak
sebagai aliran hukum. Secara rangkaian proses terbentuknya, Pancasila
dikemukakan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945 kemudian disempurnakan oleh
Panitia Sembilan yang menghasilkan Mukadimmah/Genlement.
xxvi
tata urutan peraturan perundang-undangan dari atas ke bawah menjadi sebagai
berikut:
a) Pancasila,
b) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
c) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,
d) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
e) Peraturan Pemerintah,
f) Peraturan Presiden,
g) Peraturan Daerah Provinsi; dan
h) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kedudukan Pancasila sebagai puncak hirarki peraturan perundang-
undangan bukan bermaksud mengurangi keberadaan Pancasila sebagai
pandangan hidup dan dasar negara melainkan sebagai upaya untuk menghindari
penyimpangan-penyimpangan peraturan perundang-undangan. Pancasila sebagai
sumber tertib hukum atau sumber segala sumber hukum dalam tatanan hukum
Indonesia telah menjadi sesuatu yang bermakna formalitas belaka. Fakta telah
membuktikan, begitu banyaknya peraturan perundangan-undangan yang telah
menyimpang dari Pancasila. Pembatalan terhadap 139 perda oleh Mendagri
merupakan bukti adanya penyimpangan terhadap Pancasila dalam peraturan
perundang-undangan.
penyimpangan tersebut tentu saja akan tetap berpotensi terulang kembali
jika Pancasila tidak termasuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, Pancasila sebagai norma dasar harus dimasukkan dalam
hirarki peraturan perundang-undangan agar memiliki daya mengikat bagi segala
peraturan perundang-undangan.
xxvii
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam bab ini, akan dijelaskan poin-poin penting yang telah diuraikan dalam
makalah ini, termasuk pentingnya Pancasila dalam menjaga persatuan, kesatuan, dan
keadilan sosial di Indonesia.
1. Pancasila adalah ideologi bangsa Indonesia yang menjadi dasar negara dan
pandangan hidup bangsa. Ditetapkan pada tanggal 1 Juni 1945 dalam Piagam Jakarta.
2. Pancasila terdiri dari lima sila yang saling melengkapi dan memperkuat satu sama
lain, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
3. Pancasila mengandung nilai-nilai universal yang relevan untuk kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai tersebut meliputi keadilan,
persatuan, demokrasi, toleransi, dan kesejahteraan sosial.
4. Pancasila mengakui dan menghormati keberagaman dalam masyarakat Indonesia,
baik dari segi suku, agama, ras, dan budaya. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang
berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu" menjadi dasar untuk menghormati perbedaan
tersebut.
5. Pancasila menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai fundamental, yang
mengakui adanya Tuhan dan menghormati keberagaman agama. Namun, Pancasila
juga menjunjung tinggi prinsip kebebasan beragama dan menjaga hubungan yang
harmonis antarumat beragama.
6. Pancasila memberikan landasan bagi penyelenggaraan negara yang demokratis, di
mana kekuasaan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan melalui perwakilan yang
dipilih secara demokratis.
7. Pancasila juga memberikan arah dan pedoman dalam pembangunan sosial dan
ekonomi, dengan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini
xxviii
mencakup upaya untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan
kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.
8. Pancasila sebagai ideologi bangsa memainkan peran penting dalam memupuk rasa
persatuan, memperkuat kebhinekaan, dan menciptakan kerangka nilai yang saling
menghormati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4.2 Saran
Dalam bagian ini, dapat diberikan beberapa saran untuk menjaga keutuhan dan
keberlanjutan Pancasila sebagai ideologi bangsa, seperti meningkatkan pendidikan Pancasila,
menguatkan penegakan hukum, dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam membumikan
Pancasila.
Dengan demikian, makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang Pancasila sebagai ideologi bangsa, serta pentingnya menjaga dan
mempromosikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
xxix
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, A. G. (2016). Pancasila dan Tata Negara: Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
https://pasla.jambiprov.go.id/pengertian-pancasila-sebagai-ideologi-terbuka/
#:~:text=Nilai%2Dnilai%20dasar%20dari%20Pancasila,nilai%20kerakyatan%2C%20dan
%20nilai%20keadilan.
https://www.gramedia.com/literasi/dimensi-pancasila/#:~:text=Nilai%20Dimensi
%20Pancasila%20sebagai%20Ideologi,yang%20berkembang%20di%20kehidupan
xxx
%20masyarakat.
https://www.kompasiana.com/amp/astiwlndr/6140bc9d53f9cd13556aaed3/relevansi-
pancasila-sebagai-ideologi-bangsa-dan-negara-di-masa-kini
xxxi