DISUSUN OLEH:
02RKMP002 ( 2B )
PROVINSI BANTEN
1
Kata Pengantar
Alhamdulillah, Puji dan Syukurkehadiran Allah SWT. yang telah memberi
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Pancasial sebagai Idiologi Nasional”.
Saya ucapkan terimakasih kepada dosen pebimbing Pak Sri Haryanto selaku
dosen pembimbing mata kuliah kewarganegaraan. Saya ucapkan juga terimakasih
kepada para pihak yang terlibat. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi teknik penilisan maupun segi materi. Oleh sebab itu,
saya berharap untuk tanggapan, kritik dan sarannya atas makalah yang saya
kerjakan.
Penyusun
Ghina Nurzanah
2
Daftar Isi
Cover ....................................................................................................................... 1
Kata Pengantar ........................................................................................................ 2
Daftar Isi.................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
2.1 Pengertian Asal Mula Pancasila ............................................................... 6
2.2 Lahirnya Pancasila: Sejarah Sebuah Ide Bangsa ...................................... 7
2.3 Sejarah dan Perkembangan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
11
2.4 Filsafat Pancasila .................................................................................... 14
2.5 Pancasila Sebagai Sumber Filsafat Bangsa Dan Negara Indonesia ....... 19
2.6 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bernegara ........................................ 21
2.7 Pancasila Sebagai Ideologi Negara ........................................................ 25
2.8 Pancasila sebagai Dasar Negara ............................................................. 29
2.9 Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa .......................................... 29
2.10 Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa .................................................. 29
2.11 Nilai-Nilai Keseimbangan Hukum Dalam Perspektif Pancasila ............ 29
2.12 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama .................... 34
2.13 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Baru ...................... 37
2.14 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Era Reformasi ......................... 42
2.15 Reformasi dengan Paradigma Pancasila ................................................. 46
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 48
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 48
3.2 Saran ....................................................................................................... 48
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 50
3
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945 ini resmi ditetapkan sebagai
dasar Negara Indonesia dan masih terus digunakan hingga saat ini. Penerapannya
berbeda sesuai dengan masa yang ada. Di setiap masa, Pancasila mengalami
perkembangan terutama dalam mengartikan Pancasila itu sendiri. Dalam masa-
masa tersebut, terdapat banyak hal yang belum relevan dalam penerapan nilai-
nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Banyak penyimpangan
yang terjadi.
Oleh karena itu, menarik rasanya untuk dibahas mengenai sejarah Pancasila
sebagai ideologi bangsa Indonesia serta perkembangan ideologi Pancasila pada
masa Orde Lama, pada masa Orde Baru, dan pada Era Reformasi
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian Asal Mula Pancasila
2. Lahirnya Pancasila Sejarah sebuah Ide Bangsa
3. Sejarah dan Perkembangan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
4. Pancasila sebagai Sumber Filsafat Bangsa dan Negara Indonesia
5. Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Bernegara
6. Pancasila sebagai Ideologi negara
7. Pancasila sebagai Dasar Negara
8. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
9. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa
10. Nillai-Nilai Keseimbangan Hukum Dalam Presfektif Pancasila
11. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama
12. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Baru
13. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Era Reformasi
14. Reformasi dengan Paradigma Pancasila
1.3 Tujuan
1. Agar dapat menegetahui ap aitu ideologi Pancasila
2. Agar tau isi dari ideologi Pancasila
3. Agar tahu ideologi itu bisa buat apa saja
1.4 Manfaat
1. Dapat diterapkan dalam hidup sehari hari
2. Dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Dapat diketahui oleh diri sendiri
5
BAB II
PEMBAHASAN
Oleh karena itu agar kita memiliki pengetahuan yang lengkap tentang proses
terjadinya pancasila , maka secara ilmiah harus ditinjau berdasrkan proses
kausalitas. Maka secara kausalitas asal mula pancasila dibagikan atas dua macam
yaitu : asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Adapun
pengertian asal mula tersebut adalah sebagai berikut:
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideology bangsa dan negara Indonesia
bukan terbentuk secara mendadak, namun melalui proses yang cukup panjang
dalam sejarah bangsa Indonesia. Secara kausalitas Pancasila sebelum disyahkan
menjadi dasar filsafat negara dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri, yang
berupa adapt istiadat, religius dan kebudayaan. Kemudian para pendiri negara
secara musyawarah, anatara lain sidang BPUPKI pertama, Piagam Jakarta.
Kemudian BPUPKI kedua, setelah kemerdekaan sebelum sidang PPKI sebagai
dasar filsafat negara RI. Asal mula Pancasila dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
asal mula yang langsung dan tidak langsung.
Asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara,
yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang Proklamasi kemerdekaan. Rincian
asal mula langsung Pancasila menurut notonagoro, yaitu :
6
Nilai-nilai yang merupakan unsur-unsur Pancasila digali dari Bangsa
Indonesia yang berupa adat-istiadat, religius. Dengan demikian pada bangsa
Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadiandan pandangan hidup.
Asal mula dengan menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi
dasar negara yang sah.
Adalah asal mula yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan
sehari-hari bangsa Indonesia perincian asal mula tidak langsung :
7
Istilah Pancasila sudah dikenal sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit dimana
nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila sudah diterapkan dalam kehidupan
kemasyarakatan maupun kenegaraan meskipun sila-silanya belum dirumuskan
secara konkrit. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit
sebagaimana tertulis dalam buku Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca dan
buku Sutasoma karangan Mpu Tantular. Dalam buku Sutasoma karangan Mpu
Tantular, istilah Pancasila mempunyai arti berbatu sendi yang lima, pelaksanaan
kesusilaan yang lima. Istilah Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu Panca berarti lima dan Sila berarti dasar atau asas.
8
Ada tiga tokoh yang mengemukakan pandangannya tentang dasar negara,
yaitu Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Sementara anggota BPUPK
yang lain merasa keberatan untuk menyampaikan pandangannya karena khawatir
bahwa pembicaraan akan menjadi debat filosofis yang tidak konkrit, dan hanya
menunda-nunda kenyataan Indonesia merdeka (Hatta, Pengertian Pancasila,
1977). Pidato Muhammad Yamin (tanggal 29 Mei 1945) yang berjudul Asas dan
Dasar Negara Kebangsaan Repulik Indonesia menjadi cukup penting.
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri kerakyatan; dan
5. Kesejahteraan rakyat.
1. Dasar kebangsaan
2. Dasar internasionalisme
3. Dasar mufakat, dasar perwakilan dan dasar permusyawaratan
9
4. Dasar kesejahteraan; dan
5. Dasar ketuhanan.
Dalam Piagam Jakarta tersebut dirumuskan pula dasar negara, yaitu Pancasila
yang meliputi:
Namun rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta yang diusulkan oleh Panitia
Sembilan mendapatkan penolakan dari utusan Indonesia bagian timur, yaitu
mengenai rumusan sila yang pertama. Penolakan tersebut disampaikan oleh
Mohammad Hatta disidang pleno PPKI yang kemudian dicoretnya delapan kata
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”
dibelakang kata ketuhanan. Dan diganti dengan kalimat “Yang Maha Esa”.
10
Dengan diterimanya preambul atau pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18
Agustus 1945, maka rumusan Pancasila dalam preambul menjadi
Dengan telah disahkannya UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, maka Pancasila juga telah secara sah dan resmi dijadikan sebagai dasar
negara.
11
Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan
sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret dan
operasional aplikatif, sehingga tidak hanya dijadikan slogan belaka. Dalam
Ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa Pancasila perlu diamalkan dalam
bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan bernegara.
12
negara kebangsaan Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila merupakan
common platform masyarakat Indonesia yang plural. Sudut pandang politik ini
teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini. Jadi, sebenarnya
perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan pandangan dunia yang khas tidak
menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.
Banyak para pihak yang sepakat bahwa Pancasila sebagai ideologi negara
merupakan kesepakatan bersama, common platform, dan nilai integratif bagi
bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa pancasila sebagai ideologi negara
inilah yang harus kita pertahankan dan ditumbuhkembangkan dalam kehidupan
bangsa yang plural ini.
13
menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai cita-cita bersama. Bangsa yang demikian
merupakan ciri dari masyarakat madani Indonesia. Sebagai suatu cita-cita, nilai-
nilai Pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai nilai-nilai ideal,
penyelenggaraan negara hendaknya berupaya bagaimana menjadikan kehidupan
bernegara Indonesia ini semakin dekat dengan nilai-nilai ideal tersebut.
Bangsa Indonesia mengenal kata filsafat dari bahasa Arab falsafah. Secara
Etimologis kata filsafat berasal dari bahasa yunani Philosophia dan philoso-Phos.
Philos/Philein (shabat/cinta) dan Sophia/sophos (pengetahuan yang bijaksana /
hikmah-kebijaksanaan.) Bertens, 2006. Menurut Burhanudin Salam (1983),
filsafat adalah sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang dipersoalkan sebagai
hasil dari pada berfikir secara radikal, sistematis, dan universal.
a. Landasan Etimologis
14
artinya lima dan Syila (huruf I pendek) artinya baru sendi, Jadi Pancasyila
berarti berbatu sendi yang bersendi lima. Kedua Panca artinya lima Syiila (huruf
I panjang) artinya perbuatan yang senonoh/ normatif Pancasyiila berarti lima
perbuatan yang senonoh/normatif, perilaku yang sesuai dengan norma
kesusilaan. (Saidus Syahar 1975)
b. Landasan historis
Secara historis Pancasila dikenal secara tertulis oleh bangsa Indonesia sejak
abad ke XIV pada zaman Majapahit yang tertulis pada 2 (dua) buku yaitu
Sutasoma dan Nagara Kertagama. Buku Sutasoma yang ditulis oleh Mpu
Tantular tercantum dalam Panca Syiila Krama yang merupakan 5 (lima)
pedoman yaitu:
Buku Negara Kertagama ditulis oleh Mpu Prapanca tercantum pada sarga
53 bait 2 (dua) sebagai berikut : Yatnag gegwani Pancasyiila kertasangkara
bhiseka karma. Selama berabad-abad bangsa Indonesia tidak mendengar lagi
kata Pancasila, baru pada tanggal 1 Juni 1945 pada rapat Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) I, yang berlangsung mulai
29 Mei – 1 Juni 1945 kata Pancasila digemakan kembali oleh Bung Krno untuk
memenuhi permintaan ketua BPUPKI dr. Rajiman Wedyodiningrat dasar
Negara Indonesia merdeka. Pancasila yang disampaikan Bung Karno sebagai
Berikut:
15
• Ketuhanan yang Berkebudayaan.
Pancasila menurut Bung Karno dapat diperas menjadi TRISILA, yaitu: Sila
Pertama dan kedua menjadi Sosio Nasionalisme. Sila ke tiga dan keempat
menjadi Sosio Demokrasi dan Ketuhanan. Trisila masih bisa diperas menjadi
EKASILA yaitu GOTONG ROYONG (Wedyodiningrat, 1947)
Piagam Jakarta ini dirumuskan dan ditanda tangani oleh 9 orang yaitu :
16
Pada waktu diundangkan UUD’45 tanggal 18 Agustus 1945 rumusan
Pancasila Berbeda dengan yang tercantum pada Piagam Jakarta. Rumusan
tersebut menjadi berikut:
17
Indonesia akan pentingya Pancasila sebagai norma dasar/fundamental
norm/grund norm bagi kokohnya NKRI.
c. Landasan Yuridis
d. Landasan Kultural
Pancasila yang bersumber dari nilai agama dan nilai budaya bangsa
Indonesia tercermin dari keyakinan akan Kemahakuasaan Tuhan YME dan
kehidupan budaya berbagai suku bangsa Indonesia yang saat kini masih
terpelihara, seperti : Tiap upacara selalu memohon perlindungan Tuhan YME,
gotong royong , asas Musyawarah mufakat.
Elmu tungtut, dunya siar, ibadah tetep lakonan (carilah ilmu, carilah rizki/
harta dan tetaplah beribadah pada Tuhan YME). Dalam azas musyawarah
mufakat/ demokrasi terungkap pada nilai tetap dikemukan dengan cara yang
santun tanpa orang kehilangan kehormatan dirinya (Win-win solution). Hal ini
tercermin dari prinsip sebagai berikut.
Hade ku omong goring ku omong (baik atau buruk katakanlah). Namun harus
Caina herang laukna beunang (airnya bersih ikannya tertangkap/win-win
solution)
18
2.5 Pancasila Sebagai Sumber Filsafat Bangsa Dan Negara Indonesia
Menurut Mohammad Hatta, Sila pertama dalam Pancasila; Ketuhanan Yang
Maha Esa merupakan prinsip pembimbing bagi cita-cita kenegaraan Indonesia.
Prinsip spiritual dan etik ini memberikan bimbingan kepada semua bagi rakyat
dan bangsa Indonesia. Sejelan dengan prinsip dasar ini, sila kedua, “Kemanusiaan
yang adil dan beradab”, adalah kelanjutan sila pertama dalam praktek. Begitu juga
sila ketiga dan keempat. Sedangkan sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”, menjadi tujuan akhir (ghoyah) dari ideologi Pancasila.
Sebagai dasar filsafat negara dan filsafat hidup bangsa, Pancasila adalah suatu
sistem nilai yang cukup sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar filsafat
maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hierarkis dan
terstruktur. Inilah yang disebut-sebut bahwa Pancasila adalah sebuah sistem
filsafat. Oleh Karena merupakan suatu sistem filsafat, maka kelima sila bukan
terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi
makna yang utuh.
19
Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan
bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan dalam hidup manusia (legal society)
atau masyarakat hukum.
Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat
bahwa manusia sebagai warga dari negara sebagai persekutuan hidup adalah
berkududukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(Abdullah) (hakikat sila pertama). Pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk
yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk terwujudnya suatu negara organisasi
hidup manusia maka harus membentuk persatuan ikatan hidup bersama sebagai
suatu bangsa (hakikat sila ketiga). Persatuan dan kesatuan dalam bernegara akan
bermuara pada kehidupan yang utuh dalam suatu wilayah tertentu. Untuk itu nilai
persatuan sebagaimana hakikat sila ketiga perlu ditekankan, bahwa keutuhan
rakyat dalam modal pokok keutuhan bangsa Indonesia. Maka merupakan suatu
keharusan bahwa negara harus bersifat demokratis, hak serta kekuasaan rakyat
harus dijamin baik secara individu maupun secara bersama (hakikat sila
keempat). Untuk mewujudkan tujuan negara sebagai tujuan bersama dari seluruh
warga negaranya maka dalam hidup kenegaraan harus mewujudkan jaminan
perlindungan bagi seluruh warganya. Dengan demikian demi terwujudnya tujuan
tersebut, prinsip keadilan harus menjadi jaminan bagi kehidupan bersama sesuai
dengan hakikat sila yang kelima, keadilan sosial. Nilai-nilai inilah yang
merupakan suatu nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan
kemasyarakatan.
20
ini meliputi beragam sisi. Pertama, secara matreal-substansial dan intrinsik nilai
Pancasila adalah filosofis; misal hakikat Kemanusiaan yang adil dan beradab,
apalagi Ketuhanan Yang Maha Esa adalah metafisik/filosofis. Kedua, secara
Praktis-fungsional, dalam tata budaya masyarakat Indonesia pra-kemerdekaan
nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan hidup yang
dipraktekkan. Ketiga, secara formalKonstitusional, bangsa Indonesia mengakui
Pancasila adalah dasar negara (filsafat negara) Republik Indonesia. Keempat,
secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat dengan
bangsa dan budaya manapun. Dengan demikian, wajar kiranya bangsa Indonesia
seperti bangsa-bangsa lain (Arab, India, Eropa, Cina) mewarisi sistem filsafat
yang lahir dari budayanya yaitu budaya Indonesia. Kemudian yang terakhir secara
Potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika budaya; Filsafat
Pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya konsepsional dan
kepustakaan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat Pancasila merupakan bagian
dari khasanah dan filsafat yang ada dalam kepustakaan dan peradaban modern
21
merubah makna hakiki atau nilai yang terkandungnya. Sifat keterbukaan inilah
yang cukup unik dalam menghadapi setiap perubahan masyarakat yang dinamis
dan juga perubahan modernitas yang tidak bisa dipungkiri kehadirannya.
Dari penjalasan itu, setidaknya terdapat tiga tingkatan nilai yang perlu
diperhatikan. Antara lain yaitu nilai tidak berubah atau nilai dasar, nilai
instrumental yang dapat berubah sesuai kondisi namun juga tetap bersandar pada
nilai dasar, dan nilai praktis yaitu berupa implementasi nilai-nilai yang
sesungguhnya. Sekalipun demikian, perwujudan ataupun pelaksanaan nilai- nilai
instrumental dan nilai-nilai prsksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya.
Seperti yang dikatakan oleh Jorge Larrain bahwa ideology as a set of beliefs
yang berarti setiap individu atau kelompok masyarakat memiliki suatu sIstem
kepercayaan mengenai sesuatu yang dipandang bernilai dan yang menjadi
kekuatan motivasional bagi perilaku individu atau kelompok. Nilai-nilai itu
dipandang sebagai cita-cita dan menjadi landasan bagi cara pandang, cara
berpikir dan cara bertindak seseorang atau suatu bangsa dalam memecahkan
setiap persoalan yang dihadapinya.
22
keseluruhan, bukan milik perseorangan atau golongan tertentu atau masyarakat
tertentu saja, namun milik bangsa Indonesia secara keseluruhan.
23
c. Dimensi normalitasartinya Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat
mengikat masyarakatnya yang berupa norma-norma atauran-aturan yang
harus dipatuhi atau ditaati yang sifatnya positif.
d. Dimensi Fleksilibelitas artinya ideologi Pancasila itu mengikuti
perkembangan jaman, dapat berinteraksi dengan perkembangan jaman,
dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, bersifat terbuka dan
demokratis.
4. Pancasila merupakan Ideologi terbuka
Pancasila dan kelima silanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh,
sehingga pemahaman dan pengalamannya harus mencakup semua nilai yang
terkandung di dalamnya.
24
kepercayaan terhadap Tuhan YME sehingga atheis tidak berhak hidup di bumi
Indonesia.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengandung nilai satu derajat,
sama hak dan kewajiban, serta bertoleransi dan saling mencintai.
New time call for new organizations, dengan tantangan yang berbeda
diperlukan bentuk organisasi yang berbeda, dengan ciri efisiensi yang tinggi.
Where do we go next; dengan berbagai perubahan yang terjadi, setiap organisasi-
termasuk organisasi negara-perlu merumuskan dengan tepat arah yang ingin
dituju. Peter Senge (1994) mengemukakan bahwa ke depan terjadi perubahan dari
detail complexity menjadidynamic complexitycosmopolitan, dan karenanya
setiap pelakunya, termasuk pelaku bisnis dan politik dituntut memiliki 4 C, yaitu
concept, competence, connection, dan confidence. yang membuat interpolasi
25
menjadi sulit. Perubahan-perubahan terjadi sangat mendadak dan tidak menentu.
Rossabeth Moss Kanter (1994) juga menyatakan bahwa masa depan akan
didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran
1. Peran Ideologi
Periode multipolar yang dimulai awal 1990-an yang kita alami selama
sekitar satu dekade, juga pada akhirnya disinyalir banyak pihak terutama para
pengamat politik internasional, telah berakhir setelah Amerika Serikat di bawah
pemerintahan Presiden George Bush memromosikan doktrin unilateralisme
dalam menangani masalah internasional sebagai wujud dari konsepsi dunia
unipolar yang ada di bawah pengaruhnya.
26
untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila
adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan
membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan
pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan warga bangsa
dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya.
2. Kesadaran Berbangsa
Patut disadari oleh semua warga bangsa bahwa keragaman bangsa ini adalah
berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, semangat Bhinneka
Tunggal Ika harus terus dikembangkan karena bangsa ini perlu hidup dalam
27
keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Sayangnya, belum semua warga bangsa
kita menerima keragaman sebagai berkah. Oleh karenanya, kita semua harus
menolak adanya konsepsi hegemoni mayoritas yang melindungi minoritas
karena konsep tersebut tidak sesuai dengan konsep Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Perlu disadari oleh semua pihak bahwa proses demokratisasi yang sedang
berlangsung ini memiliki koridor, yaitu untuk menjaga dan melindungi
keberlangsungan NKRI, yang menganut ideologi negara Pancasila yang
membina keberagaman, dan memantapkan kesetaraan. Oleh karenanya, tidak
semua hal dapat dilakukan dengan mengatasnamakan demokrasi.
28
dalam proses merevitalisasi ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karenanya, prestasi bangsa kita akan menentukan posisi
Pancasila di tengah percaturan ideologi dunia saat ini dan di masa mendatang
29
(Utility), dan teori legalistik tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan
kepastian hukum (legal certainty). Dalam perkembangannya lahir pula teori
prioritas baku yang menggabungkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian sebagai
tujuan hukum, serta disempurnakan oleh teori prioritas kasuistik yang
menambahkan dengan urutan prioritas, secara proposional, sesuai dengan kasus
yang dihadapi dan ingin dipecahkan.
30
kebijakan, maupun peraturan yang disusun tidak bertentangan dengan jiwa
bangsa.
Dalam defenisinya, para ahli medefenisiskan hukum itu secara luas. Tidak ada
batasan yang jelas dari istilah hukum. Pengertian hukum dapat dilihat dari
berbagai paham seperti paham sosiologis, realis, antropologis,historis, hukum
alam dan juga hukum positivis.
Indonesia saat ini mempunyai sistem hukum yang harus ditaati oleh setiap
individu tanpa terkecuali. Dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 disebutkan “Negara
Indonesia adalah Negara hukum” oleh karena itu setiap orang dijamin segala hak
yang melekat pada dirinya, baik dalam bentuk hukum tertulis maupun tidak
tertulis. Indonesia dominan dalam sistem hukum yang kita anut yaitu sistem eropa
kontienental bahwa yang menjadi sumber hukum utama adalah Undang –
Undang, yang mana disusun secara sistematis dan tertulis. Indonesia dalam
penjelasan di atas menyebutkan bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa,
pandangan hidup bangsa. Sehingga dalam pembentukan produk hukum kita selalu
berpedoman dan bersumber dari Pancasila. Pancasila mengandung dimensi
normalitas yaitu Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat mengikat
masyarakatnya yang berupa norma atau atuaran yang harus dipatuhi dan ditaati
yang sifatnya positip. Dalam hal ini norma yang dikhususkan dalam hal ini adalah
31
norma hukum. Tentu hukum yang di butuhkan adalah hukum positip, dalam
Negara Indonesia hukum positip dapat berupa UUD, UU, Perpu, Peraturan
Pemerintah, peraturan presiden dan juga Peraturan daerah. Kesemuanya ini
adalah hukum tertulis.
32
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ; ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia“
33
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen disebutkan “kedaulatan ditangan
rakyat dan dilaksanakan menurut undang – undang” dan pada ayat (3) disebutkan
“negara Indonesia adalah negara hukum” sehingga rakyat dalam hal ini rakyatlah
yang memiliki peran utama dalam pelaksanaan tujuan nasional akan tetapi
undang- undang mengatur dan mendasari bagaimana pelaksanaanya.
34
Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang
pada situasi dunia yang ketika itu diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-
budaya berada di dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah menjadi
masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa pencarian bentuk implementasi
Pancasila, terutama dalam sistem kenegaraan. Maka dari itu, Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda.
Pada periode tahun 1945 sampai dengan 1950, nilai persatuan dan kesatuan
rakyat Indonesia masih tinggi karena menghadapi Belanda yang masih ingin
mempertahankan daerah jajahannya di Indonesia. Namun, setelah penjajah dapat
diusir, bangsa Indonesia mulai mendapat tantangan dari dalam. Dalam kehidupan
politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat
dilaksanakan karena demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer.
Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan
dipegang oleh perdana menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas
pemerintahan.
Pada periode tahun 1950 sampai dengan 1955, penerapan Pancasila diarahkan
sebagai ideologi liberal, yang pada kenyataannya tidak dapat menjamin stabilitas
pemerintahan. Walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila
keempat tidak berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak.
Sistem pemerintahannya yang liberal lebih menekankan hak-hak individual. Pada
periode ini, persatuan dan kesatuan bangsa mendapat tantangan yang berat
dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh RMS,
PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
35
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya
pemilihan umum tahun 1955 yang dianggap sebagai pemilihan umum yang paling
demokratis. Akan tetapi, anggota Konstituante hasil pemilihan umum tidak dapat
menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan
krisis politik, ekonomi, dan keamanan.
Pada periode tahun 1956 sampai dengan 1965, dikenal sebagai demokrasi
terpimpin. Akan tetapi, demokrasi justru tidak berada pada kekuasaan rakyat yang
merupakan amanah nilai-nilai Pancasila, kepemimpinan berada pada kekuasaan
pribadi Presiden Soekarno melalui ‘Dekrit Presiden’. Oleh karena itu, terjadilah
berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.
Akibatnya, Presiden Soekarno menjadi presiden yang otoriter, mengangkat
dirinya menjadi presiden dengan masa jabatan seumur hidup. Selain itu,
terjadinya politik konfrontasi karena digabungkannya nasionalis, agama, dan
komunis, yang ternyata tidak cocok dengan konsep Negara Indonesia. Terbukti
bahwa pada masa ini adanya kemerosotan moral di masyarakat yang tidak lagi
hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, serta berusaha untuk menggantikan
Pancasila dengan ideologi lain.
36
Hal ini tampak jelas ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah bukan
merupakan titik pertemuan bagi semua ideologi sebagaimana yang dimaksud oleh
Soekarno dahulu. Pancasila telah dimanfaatkan sebagai senjata ideologis untuk
mendelegitimasi tuntutan Islam bagi pengakuan negara atas Islam. Bahkan,
secara terang-terangan pada tahun 1953 Presiden Soekarno mengungkapkan
kekhawatirannya tentang implikasi-implikasi negatif terhadap kesatuan nasional
jika kelompok Islam di Indonesia masih memaksakan tuntutan mereka untuk
sebuah negara Islam.
Pada masa ini juga, Presiden Soekarno membubarkan partai Islam terbesar di
Indonesia, Partai Masyumi, karena dituduh terlibat dalam pemberontakan
regional berideologi Islam.
37
penjara. Sementara PKI sejak tahun 1963 (ketika UU Darurat dicabut oleh
Soekarno) tidak lagi memilih jalan damai dalam berpolitik.
Surat perintah tersebut telah menjadi alat legitimasi yang sangat efektif bagi
Angkatan Darat untuk melangkah lebih jauh dalam panggung politik. Sehari
setelah surat perintah itu diterima, Soeharto membubarkan PKI, sesuatu yang
sudah lama dituntut oleh masyarakat melalui demonstrasi-demonstrasi. Presiden
Soekarno sendiri praktis kehilangan kekuasaannya setelah mengeluarkan
Supersemar, kendati secara resmi masih menjabat Presiden dalam status ‘Presiden
Konstitusional’.
Setelah dibersihkan dari unsur PKI dan pendukung Soekarno, DPR-GR dan
MPRS mulai mengadakan sidang-sidangnya sebagai lembaga negara. Pada tahun
1967, MPRS mencabut mandat Soekarno sebagai Presiden. Soekarno kehilangan
jabatannya berdasarkan TAP No. XXXIII/MPRS/1967, yang sekaligus
mendudukkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Setahun kemudian, melalui
TAP No. XLIII/MPRS/1968, Soeharto diangkat menjadi Presiden definitif.
38
Angkatan Darat. Ada landasan konstitusional mengenai masuknya militer ke
dalam politik, yakni Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan adanya
golongan ABRI dalam anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Satu model yang dianggap dapat menjelaskan realitas politik Orde Baru
adalah rezim otoriter birokratis, yang melenceng jauh dari nilai-nilai luhur
Pancasila. Dalam rezim seperti ini, keputusan dibuat melalui cara sederhana,
tepat, tidak bertele-tele, efisien, dan tidak memungkinkan adanya proses
bergaining yang lama. Munculnya rezim ini disebabkan adanya semacam
delayed-dependent development syndrome di kalangan elite politik, seperti
ketergantungan pada sistem internasional dan kericuhan-kericuhan politik dalam
negeri. Rezim ini didukung oleh kelompok-kelompok yang paling dapat
mendukung proses pembangunan yang efisien, yaitu militer, teknokrat sipil, dan
pemilik modal.
39
dari titik ekstrim otoriter pada zaman demokrasi terpimpin ke sistem demokrasi
liberal. Akan tetapi, kenyataannya langgam libertarian tidak berlangsung lama,
sebab di samping merupakan reaksi terhadap sistem otoriter yang hidup
sebelumnya, sistem ini hanya ditolerir selama pemerintah mencari format baru
politik Indonesia. Segera setelah format baru terbentuk, sistem liberal bergeser
lagi ke sistem otoriter.
Rezim Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada masa Orde Baru,
pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap Orde Lama yang
menyimpang dari Pancasila, melalui program P4 (Pedoman Pengahayatan dan
Pengamalan Pancasila).
40
Presiden Soeharto membolehkan rakyat untuk membentuk organisasi-organisasi
dengan syarat harus berasaskan Pancasila, atau yang disebut sebagai asas tunggal.
Ketiga, Presiden Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan yang dapat
menjatuhkan pemerintah dengan alasan stabilitas, karena Presiden Soeharto
beranggapan bahwa kritikan terhadap pemerintah menyebabkan ketidakstabilan
di dalam negeri. Oleh karena itu, untuk menjaga stabilitas negara, Presiden
Soeharto menggunakan kekuatan militer sehingga tidak ada pihak-pihak yang
berani untuk mengkritik pemerintah.
Puncaknya adalah saat terjadinya krisis ekonomi dan moneter di tahun 1997
yang menyebabkan perekonomian Indonesia anjlok sehingga memicu gerakan
besar-besaran untuk menggulingkan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto.
Selama rezim Orde Baru berkuasa, terdapat beberapa tindakan penguasa yang
melenceng dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain yaitu:
41
2. Terjadi penafsiran sepihak terhadap Pancasila melalui program P4.
3. Adanya penindasan ideologis sehingga orang-orang yang mempunyai
gagasan kreatif dan kritis menjadi takut bersuara.
4. Adanya penindasan secara fisik, seperti pembunuhan di Timor Timur, Aceh,
Irian Jaya, kasus di Tanjung Priok, kasus pengrusakan pada 27 Juli, dan lain
sebagainya.
5. Perlakuan diskriminasi oleh negara terhadap masyarakat non pribumi
(keturunan) dan golongan minoritas.
Untuk melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi, antara
lain yaitu:
42
1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-
nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk konstitusi dan
perundang-undangan yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita
seluruh rakyat.
3. Melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan, baik di bidang politik,
ekonomi, sosial-budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
4. Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam
masyarakat yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN,
kekuasaan yang otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan lainnya.
Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa
dan negara di masa lampau, mengoreksi segala kekurangannya, sambil merintis
pembaruan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara di masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang masih
perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.
Pada awal reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah,
sama dengan konfigurasi politik yang dihasilkan melalui pemilu 1997, yang tetap
didominasi oleh Golkar dan ABRI. Tetapi, karena adanya reformasi disertai
penggantian Presiden, maka merubah sifat lama anggota MPR dan DPR tersebut
dan mengikuti tuntutan reformasi, antara lain keterbukaan, demokratisasi,
peningkatan perlindungan HAM, pemeberantasan KKN, reformasi sistem politik
dan ketatanegaraan, termasuk amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945.
43
selain yang berasal dari DPR, yaitu melalui utusan daerah. Jumlah anggota DPR
pascapemilu 1999 sebanyak 500 orang, 462 orang duduk melalui pemilihan
umum sedangkan 38 orang merupakan pengangkatan wakil ABRI. Sedangkan,
anggota MPR berjumlah 700 orang, 500 orang dari anggota DPR, 125 orang
utusan daerah, dan 75 orang utusan golongan.
Dari konfigurasi politik yang demokratis tetapi tidak ada satu partai yang
menguasai mayoritas di parlemen (dalam DPR), seperti yang telah diuraikan di
atas, maka akan sulit bagi suatu fraksi untuk menggolkan programnya tanpa
berkoalisi dengan fraksi-fraksi lainnya sampai tercapai mayoritas di kedua
lembaga negara tersebut. Demikian juga halnya dengan eksekutif adalah sulit bagi
presiden untuk menggolkan rancangan undang-undang yang diajukan ke DPR.
Dan di sisi lain, demikian pula terjadi dalam setiap sidang tahunan MPR, presiden
harus dapat pula menampung aspirasi-aspirasi fraksi-fraksi di MPR agar ia tidak
kesulitan dalam meloloskan program dan pertanggungjawabannya.
Sesudah tahun 2002, presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR
seperti pada masa sebelumnya. Presiden dapat diberhentikan MPR hanya bila
melanggar hukum, bukan karena masalah politik.
Dengan konfigurasi politik seperti itu, peranan partai politik menguat kembali
seperti pada masa liberal dulu. DPR dan pemerintah telah menetapkan undang-
undang tentang pemilu dan susunan DPR, DPRD, DPD dan pemilu langsung
sebagaimana pada masa terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
Wakil Presiden M. Jusuf Kalla.Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber
nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai
alat legitimasi politik. Semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan
Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut sangat bertentangan
dengan Pancasila. Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya
ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh
mahasiswa, cendekiawan, dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang
menuntut adanya reformasi di segala bidang, terutama di bidang hukum, politik,
ekonomi, dan pembangunan.
44
Awal dari gerakan reformasi bangsa Indonesia yakni ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian
digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie.
45
dalam menginterpretasikannya harus relevan dan kontekstual, serta harus sinkron
atau sesuai dengan kenyataan pada zaman saat itu.
Pancasila pada Era Reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada
masa Orde Lama dan Orde Baru, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi.
Tantangan itu adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sampai hari
ini tidak ada habisnya. Pada masa ini, korupsi benar-benar merajalela. Para
pejabat negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru
merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan
melambaikan tangan serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal.
46
2. Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya,
gerakan reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya
penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat
manusia.
3. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan Indonesia. Artinya, gerakan
reformasi harus menjamin tetap tegaknya bangsa dan negara Indonesia
sebagai satu kesatuan.
4. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat
menempatkan rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan. Kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat Indonesia.
5. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu
demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
47
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada masa Orde Lama, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soekarno,
Pancasila mengalami ideologisasi. Artinya, Pancasila berusaha untuk dibangun,
dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. Kenyataannya,
Pancasila hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan dengan
diangkatnya presiden dengan masa jabatan seumur hidup.
Pada masa Orde Baru, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soeharto, bangsa
Indonesia kembali menjadikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai dasar negara. Kenyataannya, Pancasila lagi-lagi hanya dijadikan sebagai
alat untuk melanggengkan kekuasaan otoriter Presiden Soeharto yang berkuasa
selama lebih kurang 32 tahun.
3.2 Saran
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan
perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa sendiri yang diyakini
kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa yang sudah ada, tumbuh, dan
48
berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karena itu, bangsa Indonesia wajib
mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila karena Pancasila mencerminkan jiwa
dan kepribadian bangsa Indonesia.
49
Daftar Pustaka
https://osf.io/preprints/inarxiv/7y9wn/download
https://media.neliti.com/media/publications/240592-meneguhkan-pancasila-
sebagai-ideologi-be-fe05f315.pdf
https://repository.unikom.ac.id/37221/1/%28Pertemuan%20III%29%20Pancasila
%20sebagai%20Ideologi%20Nasional.pdf
50