Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PANCASILA OTONOMI DAERAH

Dosen Pengampu :
Bapak Sri Haryanto, S.Pd.

Disusun Oleh :
Nama : Ghina Nurzanah
Nim : 211030690073
Kelas : 02RKMP002/2B RMIK

PROGRAM STUDI REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segenap rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas tambahan mata kuliah Pendidikan
Pancasila Pertemuan dengan tepat waktu sesuai dengan waktu yang telah diberikan.
Dengan dibuatnya makalah ini, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman pembaca untuk memperdalam ilmu Pendidikan
Pancasila.
Rangkuman makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan
Pancasila yang diberikan oleh Bapak Sri Haryanto, S.Pd. Semoga rangkuman makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis sadar bahwa terdapat kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis meminta kepada pembaca untuk memberikan masukan
yang bermanfaat yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini agar dapat
diperbaiki sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik.

Tangerang, 20 Mei 2022

Penyusun

Ghina Nurzanah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………..….….……....i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………….………………...………….....iii
1.1 LATAR BELAKANG……………….….………………………..……2
2.1 RUMUSAN MASALAH………….…….……………………..………6
3.1 TUJUAN……………………………..………………………..……….6
4.1 POKOK PERMASALAHAN………………………………………..6
BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………..…….………..7
2.1 PEMERINTAH DAERAH…………………………………………………………7
2.2 OTONOMI DAERAH……………………………………………………………...9
2.3 DASAR HUKUM OTONOMI DAERAH…………………………………………14
2.4 PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH INDONESIA………………………….16
2.5 PEMBANGUNAN DAERAH……………………………………………………..18
2.6 SUMBER PENDAPATAN………………………………………………………...19
2.7 PEMBANGUNAN REGIONAL…………………………………………………...20

BAB 3 PENUTUP……………………………………………………………...………21
KESIMPULAN………………………………………………………………..……….21
SARAN…………………………………………………………………..………….….22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..……………...23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagaimana yang diatur dalam sistematika penulisan karya ilmiah makalah akan
didahului dengan latar belakang masalah. Masalah otonomi daerah dapat dijabarkan secara
fakta dengan jelas dan singkat. Adapun cara menguraikan singkat latar belakang masalah
pada makalah otonomi daerah adalah lihat contoh berikut ini
Secara hukum setiap daerah memiliki hak dan diperbolehkan melakukan otonomi
daerah. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan perkembangan dan kemajuan suatu daerah
dan juga untuk meminimalisir kekuatan pemerintah untuk mengurus semua daerah yang
terdapat di Indonesia ini. Hal ini juga diatur secara hukum nomor 32 tahun 2004 yang
berbunyi antara lain bahwa disebabkan kesibukkan pemerintah dalam mengatur pemerintah
maka tiap-tiap daerah dapat mengatur urusan ke pemerintahan daerah nya sendiri atau kata
lain yang mengatur otonomi daerah.
Selain alasan itu secara fakta daerah yang dapat mengatur sistem pengurusan daerahnya
akan lebih baik. Karena lebih tepat guna dan sasaran. Aparatur daerah tertentu lebih
memahami wilayah dan kebutuhan wilayahnya sehingga lebih hemat dan sesuai kebutuhan
anggaran daerah tertentu.
Namun yang menjadi permasalahan kurangnya tenaga pemerintahan yang belum mampu
mengelola daerah tertentu. Masih berharap adanya peran serta pejabat pusat yang harus
menangani permasalahan daerah tersebut. Hal ini seharusnya menjadi perhatian para
pemerintah agar menempatkan aparatur sipil negara dengan merata dan sesuai dengan
kebutuhan daerah tertentu.
Ada banyak permasalahan dan potensi yang bisa dikembangkan. Pembangunan yang
merata di daerah tertentu harus dapat dirasakan oleh semua rakyatnya. Namun kendala
pembangunan yang tidak merata membuat sebagian masyarakat belum dapat merasakan
pembangunan.
Pada masa sebelum 1998, kekuasaan Pemerintah Pusat negara Republik Indonesia
sangat sentralistik dan semua daerah di republik ini menjadi perpanjangan tangan kekuasaan
Jakarta (pemerintah pusat). Dengan kata lain, rezim Orde Baru mewujudkan kekuasaan
sentripetal, yakni berat sebelah memihak pusat bukan pinggiran (daerah).Daerah yang kaya
akan sumber daya alam, ditarik keuntungan produksinya dan dibagi-bagi di antara elite
Jakarta, alih-alih diinvestasikan untuk pembangunan daerah. Akibatnya, pembangunan antara
di daerah dengan di Jakarta menjadi timpang.
B.J. Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai presiden pasca-Orde Baru membuat
kebijakan politik baru yang mengubah hubungan kekuasaan pusat dan daerah dengan
menerbitkan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah
atau yang biasa disebut desentralisasi. Dengan terbitnya undangundang ini, daerah tidak
lagisepenuhnya bergantung pada Jakarta dan tidak lagi mau didikte oleh pusat. Bahkan,
beberapa daerah, seperti Aceh, Riau dan Papua menuntut merdeka dan ingin berpisah dari
Republik Indonesia.
Pada masa awal reformasi, selain adanya keinginan provinsi memisahkan dari republik,
juga bermuncukan aspirasi dari berbagai daerah yang menginginkan dilakukannya pemekaran
provinsi atau kabupaten. Dalam upaya pembentukan provinsi dan kabupaten baru ini, tarik-
menarik antara kelompok yang setuju dan tidak setuju terhadap pemekaran daerah sebagai
akibat dari otonomi daerah meningkatkan suhu politik lokal. Indikasi ini tercermin dari
munculnya ancaman dari masing-masing kelompok yang pro dan kontra terhadap
terbentuknya
daerah baru, mobilisasi massa dengan sentimen kesukuan, bahkan sampai ancaman
pembunuhan.
Berangsur-angsur, pemekaran wilayah pun direalisasikan dengan pengesahannya oleh
Presiden Republik Indonesia melalui undang-undang. Sampai dengan tanggal 25 Oktober
2002, terhitung empat provinsi baru lahir di negara ini, yaitu Banten, Bangka Belitung,
Gorontalo, dan Kepulauan Riau. Pulau Papua yang sebelumnya merupakan sebuah provinsi
pun saat ini telah mengalami pemekaran, begitu pula dengan Kepulauan Maluku. Terakhir,
pada 4 Desember 2005 sejumlah tokoh dari 11 kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam
mendeklarasikan pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara dan Provinsi Aceh Barat
Selatan.Aceh Leuser Antara terdiri dari lima kabupaten, yakni Aceh Tengah, Aceh Tenggara,
Aceh Singkil, Gayo Lues, dan Bener Meriah.
Sedangkan Aceh Barat Selatan meliputi Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat Daya,
Aceh Jaya, Semeulue, dan Nagan Raya. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan
kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola daerahnya. Sebagai adminisrator
penuh, masing-masing daerah harus bertindak efektif dan efisien agar pengelolaan daerahnya
lebih terfokus dan mencapai sasaran yang telah ditentukan. Kesalahan persepsi yang
menjadikan sumber daya alam sebagai sandaran utama sumber pendapatan daerah harus
segera diubah karena suatu saat kekayaan alam akan habis. Pemerintah daerah harus mulai
mencari sumber lain yang ada di wilayahnya untuk diandalkan sebagai tulang punggung
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan otonomi secara utuh kepada
daerah untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi
masyarakatnya. Sekarang daerah sudah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk
merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan-
kebijakan daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara
proposional. Pelimpahan tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah.
Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan lebih mengerti dan memenuhi aspirasi
masyarakat di daerahnya, agar dapat mendorong timbulnya prakarsa dan pelaksanaan
pembangunan yang merupakan prasyarat keberhasilan pelaksanaan
pemerintahan.Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 20 Tahun 2011
tentang penjabaran tugas pokok dan fungsi dinas kebudayaan dan pariwisata daerah
Kabupaten Gunungkidul maka pengertian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata adalah unsur
pemerintahan daerah dibidang kebudayaan dan kepariwisataan. Dinas Kebudayaan dan
Kepariwisataan dipimpin oleh seorang
Kepala dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui
sekretaris daerah.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dituntut untuk menerjemahkan segala urusan yang
menjadi urusan rumah tangganya ke dalam suatu bentuk usaha atau karya nyata yang mampu
menunjang pembangunan daerah terutama mengenai segala masalah yang berurusan dengan
kebudayaan dan pariwisata. Sumber-sumber pendapatan asli daerah di Kabupaten
Gunungkidul telah sepenuhnya mendukung terselenggaranya pembangunan daerah, yang
disebabkan oleh kenyataan bahwa sumber dana yang berasal dari pemerintah pusat relatif
lebih kecil proporsinya dari total pendapatan daerah terhadap pembiayaan tugas-tugas
pemerintah maupun pembangunan dibandingkan dengan potensi yang dapat digali dari
pendapatan asli daerah.
Kondisi tersebut menarik untuk diadakannya penelitian mengenai bagaimana
organisasi dan tata kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tersebut melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya. Dengan kriteria penting dalam implementasi otonomi daerah, yaitu
adanya kesepadanan antara sumber penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat dengan
pendapatan asli daerah.
1.2 Pokok Permasalahan

Yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah


sebagai berikut :
a. Bagaimanakah perangkat hukum di Indonesia mengatur mengenai permasalahan
otonomi daerah dan pemekaran wilayah?
b. Dampak apakah yang timbul dari pemberlakuan sistem otonomi daerah?
c. Apakah yang menjadi faktor penyebab terjadinya pemekaran wilayah di negara
Republik Indonesia?

1.3 Rumusan Masalah

Makalah otonomi daerah ini akan dibahas berdasarkan masalah yang dirumuskan
menjadi permasalahan tertentu. Rumusan ini yang akan nantinya dibahas dalam bagain-
bagain tertentu di makalah ini.
Dan adapun rumusan masalah untuk makalah ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan undang-undang dan peraturan otonomi daerah?


2. Bagaimana Pengelolaan dan pengurusan potensi aset dan pemerataan
pembangunansuatu daerah tertentu?
3. Bagaimana proses pembangunan ekonomi regional dalam daerah?

1.4 Tujuan Makalah Otonomi Daerah

Jika rumusan masalah telah dirangkum dan diklasifikasikan maka fokus tujuan makalah
akan diarahkan kepada untuk memahami masalah yang di bahas.
Oleh sebab itu maka tujuan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui tentang ketetapan undang-undang dan peraturan tentang otonomi
daerah?
2. Dengan makalah ini maka dapat memberikan pengetahuan tentang pengelolaan dan
pengurusan potensi aset dan pemerataan pembangunan suatu daerah tertentu
3. Serta dapat mengetahui tentang proses pembangunan ekonomi regional dalam daerah

BAB2
PEMBAHASAN

2.1 PEMERINTAH DAERAH

Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah


dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantauan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pemerintahan daerah
sebagai pelaksana pengelola dari pendapatan daerah mendapatkan kontrol dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah serta kepala daerah sebagai pemimpin daerah wajib
menyampaikan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwaakilan Rakyat Daerah pada setiap
akhir anggaran, sehinggga pelaksana dari pendapatan yang dihasilkan oleh suatu daerah dapat
terkontrol dan diarahkan ke tujuan pembangunan.
Arti penting kemampuan keuangan suatu daerah karena hal tersebut berkaitan dan
berdampak dengan keragaan (perfomance) Pemerintah Daerah secara keseluruhan. Dengan
demikian, relatif semakin rendahnya kemampuan keuangan daerah akan sering menimbulkan
siklus efek negatif yaitu rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan
mengundang campur tangan pusat, atau bahkan dalam bentuk yang ekstrim menyebabkan
dialihkannya sebagian fungsi-fungsi Pemerintah Daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih
atas ataupun kelembagaan lain.
Oleh karena itu Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat meningkatkan kapasitas
keuangannya melalui berbagai inisiatif Langkah-langkah konkrit terobosan dan strategi
pengembangan yang tertuang bentuk kebijakan daerah. Langkah-langkah pengembangan
tersebt, sudah barang tentu dengan memperhatikan pada keadaan sumberdaya alam
(resources endowment), Pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantauan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan daerah sebagai pelaksana pengelola dari pendapatan daerah mendapatkan
kontrol dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta kepala daerah sebagai pemimpin daerah
wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwaakilan Rakyat Daerah pada
setiap akhir anggaran, sehinggga pelaksana dari pendapatan yang dihasilkan oleh suatu
daerah dapat terkontrol dan diarahkan ke tujuan pembangunan.
Arti penting kemampuan keuangan suatu daerah karena hal tersebut berkaitan dan
berdampak dengan keragaan (perfomance) Pemerintah Daerah secara keseluruhan. Dengan
demikian, relatif semakin rendahnya kemampuan keuangan daerah akan sering menimbulkan
siklus efek negatif yaitu rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan
mengundang campur tangan pusat, atau bahkan dalam bentuk yang ekstrim menyebabkan
dialihkannya sebagian fungsi-fungsi Pemerintah Daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih
atas ataupun kelembagaan lain. Oleh karena itu Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat
meningkatkan kapasitas keuangannya melalui berbagai inisiatif Langkah-langkah konkrit
terobosan dan strategi pengembangan yang tertuang bentuk kebijakan daerah. Langkah-
langkah pengembangan tersebt, sudah barang tentu dengan memperhatikan pada keadaan
sumberdaya alam (resources endowment), prasarana dan sarana (life supporting system),
modal yang tersedia serta kemampuan sumberdaya manusia. Keempat sumberdaya tersebut
harus cukup tersedia dan diharapkan mampu mewujudkan peningkatan kapasitas keuangan
daerah dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakatnya.
Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana memanfaatkan potensi sumberdaya
tersebut, menciptakan insentif bagi peningkatan keterlibatan stakeholders, serta meletakkan
dan mengarahkan program pembangunan daerah sesuai dengan potensi dan daya dukungnya
seiring dengan dinamika tuntutan masyarakat dan kecenderungan regional dan global yang
terjadi. Dalam tataran praktisi permasalahan tersebut belum sepenuhnya dapat diantisipasi.
Hal tersebut dapat terjadi, karena salah satu kelemahan dan persoalan yang dihadapi
oleh
daerah adanya kesenjangan antara apa yang dibuat oleh pengambil keputusan yang tercemin
dalam berbagai policy atau kebijakan, dengan kenyataan pelaksanaannya di lapangan.
Fenomena reformasi yang bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan
kenegaraan. Pemberian otonomi kepada daerah, yaitu untuk memungkinkan daerah yang
bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna pelaksanaan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat
dan pelaksanaan pembangunan.
Otonomi daerah tidak lain adalah perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung
jawab serta mempunyai hubungan yang erat dengan desentralisasi, dimana desentralisasi
merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus daerah mulai dari kebijakan, perencanaan sampai pada implementasi
dan pembiayaan dalam rangka demokrasi. Pengertian otonomi adalah wewenang yang
dimiliki
oleh daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka
desentralisasi. Suatu daerah dapat dikatakan mampu melaksanakan otonomi apabila telah
memiliki kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kempuan dan
kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan membiayai keuangan
sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan tingkat kepada bantuan pusat yang
rendah.
Susunan organisasi pemerintahan daerah merupakan salah satu aspek yang dapat
mempengaruhi hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.Pemerintah daerah
dapat terselenggara karena adanya dukungan dari berbagai faktor sumber daya yang mampu
menggerakkan jalannya roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan.
Faktor keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial bagi
pembiayaan penyelenggaraan roda pemerintahan di daerah.

2.2 OTONOMI DAERAH

Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti Undang-undang atau aturan. Otonomi bermakna membuat perundang-undangan
sendiri (zelfwetgeving), namun dalam perkembangannya, konsepsi otonomi daerah selain
mengandung arti zelfwetgeving (membuat Perda-perda), juga utamanya mencakup
zelfberstuur (pemerintahan sendiri). C.W. van der Pot memahami konsep otonomi daerah
sebagai eigen huishouding (menjalankan rumah tangganya sendiri).
Otonomi adalah tatanan yang bersangkutan dengan cara-cara yang membagi wewenang,
tugas dan tanggung jawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan
daerah. Salah satu penjelmaan pembagian tersebut yaitu, daerah-daerah akan memiliki
sejumlah urusan pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan ataupun yang
dibiarkan sebagai urusan rumah tangga daerah.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan
pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta
kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk
melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas.
Untuk memungkinkan penyelenggaraan kebebasan tersebut dan sekaligus
mencerminkan otonomi sebagai satuan demokratis, maka otonomi senantiasa memerlukan
kemandirian dan keleluasaan. Bahkan tidak berlebihan apabila dikatakan hakikat otonomi
adalah kemandirian, walaupun bukan suatu bentuk kebebasan sebuah satuan yang merdeka
(zelfstandigheid bukan onafhankelijkheid).
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 32 Tahun
2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
 Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan
sendiri.
 Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
 Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
 Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasaranannya.

Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada
prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
 Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
 Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di
atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
 Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai pelimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan
pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan,
pembiayaan serta perangkat pelaksanaannya. Sedangkan kewajiban harus mendorong
pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya
kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri,
perencanaan sendiri serta
mengelola keuangan sendiri.
Otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu
adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua
bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang
lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Di samping itu, keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam
penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan
evaluasi. Otonomi daerah dan daerah otonom, biasa rancu dipahami oleh masyarakat. Padahal
sebagaimana pengertian otonomi daerah di atas, jelas bahwa untuk menerapkan otonomi
daerah harus memiliki wilayah dengan batas administrasi pemerintahan yang jelas.
Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai
efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Otonomi adalah sebuah tatanan ketatanegaraan
(staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan administrasi negara (administratiefrechtelijk). Sebagai
tatanan kenegaraan otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi
negara.Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang
dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan
demikian jenjang daerah otonom ada dua bagian, walau titik berat pelaksanaan otonomi
daerah dilimpahkan pada pemerintah kabupaten/kota. Adapun daerah provinsi, berotonomi
secara terbatas yakni menyangkut koordinasi antar/lintas kabupaten/kota, serta kewenangan
kabupaten/kota yang belum mampu dilaksanakan maka diambil alih oleh provinsi.
Secara konsepsional, jika dicermati berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun
2001, dengan tidak adanya perubahan struktur daerah otonom, maka memang masih lebih
banyak ingin mengatur pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Disisi lain,
pemerintah kabupaten/kota yang daerah otonomnya terbentuk hanya berdasarkan
kesejahteraan pemerintahan, maka akan sulit untuk berotonomi secara nyata dan
bertanggungjawab di masa mendatang.
Atas dasar pemikiran di atas, maka prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah adalah sebagai
berikut :
 Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman Daerah yang
terbatas.
 Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung
jawab.
 Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten
dan daerah Kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
 Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontribusi negara sehingga tetap
terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
 Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom,
dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah Kota tidak ada lagi wilayah
administrasi.
 Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan
legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan pemerintah daerah.
 Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya
sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah
 Pelaksanaan azas tugas pembantauan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah
kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai
dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskannya.

Dari prinsip-prinsip ini tampak bahwa sendi otonomi telah terpenuhi. Sendi-sendi otonomi
yang dimaksud adalah :
(1) Sharing of power (pembagian kekuasaan),
(2) distribution of income (pembagian pendapatan),
(3) empowering (kemandirian administrasi Pemerintah Daerah). Hipotesisnya, semakin kuat
sendi-sendi tersebut, semakin sehat pelaksanaan otonomi daerah, dan sebaliknya.
Berdasarkan catatan kritis perjalanan otonomi daerah, khususnya selama pemberlakuan
UU No. 5 Tahun 1974 tersebut, maka MPR melalui Ketetapan MPR no. XV/MPR/1998
mengamanatkan kepada Presiden untuk menyelenggarakan otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab.Kewenangan otonomi yang luas adalah kelaluasaan daerah untuk
menyelesaikan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter
dan fiskal, agama serta kewenangan di bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Disamping itu keleluasaan otonomi daerah mencakup pula kewenangan yang utuh dan
bulat dalam penyelenggaraan mulai dari pelaksanaan sampai evaluasi. Adapun yang
dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada, di perlukan, tumbuh dan
berkembang di daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab
adalah berupa perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi yang harus dipikul oleh
daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan,
dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta
antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan
masyarakat.

Pelaksanaan otonomi daerah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan terutama


yang berkaitan dengan pemerintah daerah. Berbagai peraturan tersebut, sebagai berikut :

1. Pasal 18 ayat 1 sampai 7 UUD 1945

2. Ketetapan MPR Nomor XV/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah.


3. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan UU
No. 32 Tahun 2004

4. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang telah diubah dengan UU No. 33 Tahun 2004

2.3 Dasar Hukum Otonomi Daerah

Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua
tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk
mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan
permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B.
Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut
oleh undang-undang.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.”Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam
UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun
dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri
mengesahkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun
2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut :
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.”

UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut. :

“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara itu, tugas
pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. Sebagai konsekuensi
pemberlakuan sistem otonomi daerah, dibentuk pula perangkat peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 25 Tahun 1999) yang kemudian diganti dengan
UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004). Selain itu, amanat UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa,“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” direalisasikan
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
(PP Nomor 6 Tahun 2005).
2.3 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Pelaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa
perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai stempel
karet dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi
lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.
Pemberlakuan otonomi daerah beserta akibatnya memang amat perlu dicermati. Tidak
saja memindahkan potensi korupsi dari Jakarta ke daerah, otonomi daerah juga memunculkan
raja-raja kecil yang mempersubur korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di samping itu, dengan
adanya otonomi daerah, arogansi DPRD semakin tidak terkendali karena mereka merupakan
representasi elite lokal yang berpengaruh. Karena perannya itu, di tengah suasana demokrasi
yang belum terbangun di tingkat lokal, DPRD akan menjadi kekuatan politik baru yang
sangat rentan terhadap korupsi.
Sebagaimana diamanatkan UU Nomor 32 Tahun 2004, publik seharusnya dilibatkan
dalam pembuatan kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang sudah mengadopsi sistem
otonomi daerah, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan. Pengambilan keputusa
belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal provinsi dan
kabupaten/kota. Belum terlibatnya publik dalam pembuatan kebijakan itu tercermin dari
pembuatan peraturan daerah (perda).
Sebagai contoh dari kenyataan tersebut, sejak pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang, Sumatera Utara, telah membuat 43 perda. Dari 43 perda
itu, sebagian berkaitan dengan peningkatan pendapatan daerah, yaitu perda tentang retribusi
dan pajak. Pembuatan perda semuanya berasal dari eksekutif, kemudian dibawa untuk
dibahas di DPRD. Biasanya, DPRD tinggal mengesahkannya saja. Setelah dilakukan
pengesahan, perda-perda itu baru disosialisasikan ke publik. Meskipun Pemkab Deli Serdang
cukup produktif dalam mengeluarkan peraturan, tidak demikian dengan pelayanan publik
yang mereka berikan.
Walaupun pelaksanaan otonomi daerah lebih memikirkan peningkatan pendapatan
daerah, seperti yang ditunjukkan dari ringkasan penelitian tentang desentralisasi di 13
kabupaten/kota di Indonesia, implementasi otonomi daerah selain telah mendekatkan
pemerintah setempat dengan masyarakat, juga mendorong bangkitnya partisipasi warga.
Otonomi daerah, di lain pihak, memperkenalkan kecenderungan baru, yaitu banyaknya
lembaga sosial masyarakat baru yang bertujuan untuk mengatasi konflik, perbedaan etnis,
dan masalah sosial-ekonomi dengan bantuan minimal dari pemerintah lokal. Pemerintah lokal
juga mencoba mengadopsikan peran aktif mengasimilasi kepentingan golongan minoritas.
Untuk mengatasi masalah asimilasi, pada awal 1970-an, Presiden Soeharto membentuk
Badan Kesatuan Bangsa dan Pembaruan Masyarakat (BKBPM), dan setelah reformasi,
mengubah namanya menjadi Badan Kesatuan Bangsa (BKB).
Badan ini memberikan dana kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
bertujuan untuk menjalankan program asimilasi dan membangkitkan sensitif suku, agama,
ras, dan antargolongan (SARA) dan saling pengertian antarkelompok minoritas. Program
BKB juga menggunakan LSM dan aparat pemerintah dalam membangun program asimilasi
kebudayaan dan kelompok etnis plural.Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan
kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi
masalah yang berada di
daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan
melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat.
Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta
membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.

2.4 Pembangunan Daerah berdasarkan Pemasukan Daerah Otonomi


Secara umum memang tidaklah mudah menjalankan sistem otonomi daerah tertentu.
Hal ini karena berkaitan dengan penganggaran APBD atau SKPD tertentu. Apalagi tentunya
perbedaan APBD harus dapat disertai dengan alasan yang berbeda dan alasan yang tepat.
Selain itu sistem otonomi daerah juga akan menunjukkan adanya daerah yang unggul
dan daerah yang tertinggal. Fenomena ini pasti akan terlihat karena potensi tiap daerah itu
berbeda. Begitu juga dengan kebutuhan anggaran belanja nya juga berbeda. Pembangunan
daerah otonom tertentunya tidaklah mudah karena berkaitan dengan sistem politik di
Indonesia yang masih menganut sistem desentralisasi. Namun tetap ada peraturan yang
membolehkan adanya otonomi daerah. Adapun landasan hukum yang mengatur sistem
otonomi daerah adalah sebagai berikut: Undang undang dasar Negara RI tahun 1945 terdapat
pada pasal 18 A dan 18 B, kemudian ketetapan MPR RI, UU tentang Pemerintah daerah no
32 tahun 2004 dan tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Sebagaimana yang diketahui tentang desentralisasi adalah sebuah kebijakan dan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat untuk
mengurus urusan dan pemerintahnya sendiri. Sedangkan untuk dekonstrasi adalah sebuah
pelimpahan wewenang pusat kepada pemerintah daerah atau divisi-divisi tertentu untuk
mengurusi urusan tertentu.
Oleh sebab itu ditegaskan dalam makalah ini bahwa otonomi daerah harus dapat
disikapi dan dilaksanakan sebaik mungkin agar pembangunan ekonomi di suatu daerah dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan kita sebagai masyarakat harus dapat menjadi
bagian yang turut mensukseskan program dan kebijakan ini salah satunya menjaga aset
daerah, membayar pajak dan retribusi yang telah ditentukan.

2.5 Sumber Pendapatan Atau Potensi Income Daerah


Dalam undang-undang sumber pendapatan daerah tertentu hal ini sesuai dengan pasal
157 undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang mengandung bulir yaitu tentang hasil pajak
daerah, hasil retribusi, pengelolaan hasil kekayaan yang dipisahkan, dan sumber lain yang
berstatus sah menjadi hasil asli daerah tertentu.

 Untuk hasil pajak daerah biasanya yang masuk dalam daftar pembayaran pajak resmi
yang berhasil dipungut dari daerah swatantra, apakah itu proinsi, kotpraja, maupun
kabupaten.
 Dan unutk retribusi sebagaimana diketahui akan didapatkan melalui jasa pekerjaan,
usaha milik daerah seluruh jasa yang dimanfaatkan dari layanan yang disediakan oleh
daerah.
 Dan untuk pengelolaan hasil kekayaan ynag dipisahkan seperti hasil laba ynag
dihasilkan oleh sebuah perusahaan dalam daerah otonom tertentu.
 Dan yang terakhir hasil asli pendapatan daerah berupa jasa giro, pendapatan bunga,
keuntungan selisih mata uang asing terhadap mata uang indonesia juga menjadi
pemasukan daerah.

2.6 Pembangunan Regional


Dalam makalah ini juga kita akan membahas tentang pembangunan regional. Tidak
semua dapat diselesaikan dengan sistem otonomi daerah. Oleh sebab itu mengetahui
pembangunan regional sangat penting. Selain menjalankan sistem otonomi daerah pemerintah
daerah setempat juga harus menjalankan sistem pembangunan regional.
Pembangunan regional ini sendiri adalah upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan lingkungan untuk kepentingan bangsa dan dengan jangkauan yang luas.
Pembangunan regional juga merupakan strategi dan upaya pemerintah nasional untuk
mengembang tiap tiap daerah.
Pembangunan otonomi daerah dan regional seharusnya dapat sejalan dan saling
menguntungkan. Bisa saja program otonomi daerah untuk mencapai pembangunan regional.
Dengan demikian maka pemerintah tidak perlu sulit lagi dalam membangun ekonomi
regional.
Dalam makalah otonomi daerah ini akan dibahas juga tentang pembangunan regional
yang juga merupakan pengembangan dari otonomi daerah tersebut. Tidak dapat dipungkiri
bahwa otonomi daerah dapat menguntungkan dan merugikan daerah tertentu.
Menguntungkan jika pendapatan daerahnya besar dan cukup untuk digunakan kepada
anggaran daerah. Sebaliknya akan menjadi rugi jika pendapatan rendah namun kebutuhan
pengembanganya banyak.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam undang-undang diatas dapat disimpulkan bahwa
otonomi daerah itu adalah kewenangan dan kewajiban otonom untuk membuat sistem
pengaturan dan harus dapat mengurus pemerintahan dan permasalahan kepentingan
masyarakatnya sendiri sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang.

Untuk dapat membangun dan mengurus daerah otonom maka APBD akan disesuaikan
dengan pendapatan pemerintah setempat. Pembangunan daerah otonom akan lebih cepat
perkembangannya. Hal ini karena dalam setiap kebijakan tertentu dapat mengunakan
kebijakan pemerintah daerah otonom setempat tanpa menunggu kebijakan pusat yang sangat
membutuhkan waktu yang lama.

Pembangunan regional juga dipastikan akan berjalan seiring dengan pelaksanaan otonomi
daerah. Hal ini juga karena disebabkan adanya kebutuhan akan campur tangan pemerintah
dalam menentukan arah pembangunan dalam suatu daerah tertentu.
Jadi otonomi daerah saat ini belum sampai kepada target maksimal hal ini karena sistem
politik di Indonesia memang belum mengatur dengan baik tentang ketentuan-ketentuan yang
sifatnya permanen. Terkadang hukum disesuaikan degan kontekstual yang terjadi dalam
waktu tertentu.

3.2 SARAN

Pemerintah pusat tetap harus mengatur dan menjalankan urusan di beberapa sektor di
tingkat kabupaten dan menjamin bahwa pemerintah lokal punya kapasitas dan mekanisme
bagi pengaturan hukum tambahan atas bidang-bidang tertentu dan penyelesaian perselisihan.
Selain itu, pemerintah pusat juga harus menguji kembali dan memperketat kriteria pemekaran
wilayah dengan lebih mengutamakan kelangsungan hidup ekonomi kedua kawasan yang
bertikai, demikian pula tentang pertimbangan keamanan.
pemerintah daerah dapat menjalankan sistem otonomi daerah dengan jujur dan merata
serta transparan tentunya. Hal ini dalam rangka mencegah adanya penyelewengan yang kerap
dilakukan pejabat pemerintah.Kekayaan daerah tertentu akan lebih baik jika digunakan
kembali untuk pengembangan daerah tertentu. Namun sayangnya minimnya SDM di daerah
membuat pembangunan terasa masih berjalan ditempat.
Itulah penjelasan tentang makalah otonomi daerah. Penjelasan tentang otonomi daerah
dijadikan sebuah makalah dan karya ilmiah yang menyampaikan informasi penting berkaitan
degan otonomi daerah.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.pinhome.id/blog/makalah-otonomi-daerah/
http://jdih.sumselprov.go.id/userfiles/makalah/Makalah%20Otonomi%20Daerah%20dan
%20Pemekaran%20Wilayah.pdf.pdf
https://www.academia.edu/39218566/MAKALAH_OTONOMI_DAERAH
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/4713/05.1%20bab%201.pdf?
sequence=5&isAllowed=y
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/16693/05.1%20bab%201.pdf?
sequence=5&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai