KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
3.1 Alasan Otonomi Daerah tidak dapat diberikan di Provinsi Papua dan Papua
Barat .....................................................................................................................................17
3.4 Pengaruh Penerapan Otonomi Khusus di daerah Papua dan Papua Barat ...........21
BAB I
PENDAHULUAN
Ada beberapa wilayah yang diberikan otonomi khusus dikarenakan beberapa sebab. Adapun
daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus tersebut adalah :
1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Provinsi Aceh.
3. Provinsi Papua.
4. Papua Barat.
5. Daerah Istimewa Yogyakarta ( sebagai otonomi daerah istimewa)
Berdasarkan uraian di atas, Otomi khusus di Papua dan Papua barat sangat dibutuhkan bagi
daerah . Oleh karena itu, penulis membuat makalah berjudul berjudul “Otonomi Khusus di
Provinsi Papua dan papua barat”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengapa otonomi daerah tidak dapat diberikan di provinsi Papua dan Papua Barat?
2. Bagaimana kriteria pemberian otonomi khusus?
3. Bagaimana proses Papua menjadi daerah yang memiliki otonomi khusus? Hal-hal apa yang
melatarbelakangi proses tersebut?
4. Bagaimana pengaruh penerapan otonomi khusus di daerah Papua dan Papua Barat?
[Type the document title] 6
BAB II
TINJAUAN TEORI
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos.
Autos yang berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang-undang, sehingga dapat diartikan
kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus
rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah.
Pelaksanaan otonomi daerah berlandaskan pada hukum dan juga sebagai implementasi
tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang
lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan
menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.1
Agar otonomi daerah dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka harus disusun
peraturan dan perundang-undangan sebagai landasan atau dasar hukum. Undang-Undang Dasar
(UUD) dan Undang-Undang (UU) yang menjelaskan tentang otonomi daerah sebagai berikut
1
NN.”Otonomi Daerah”. 6 Novemerber 2018.https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah.
2
NN.”8 Dasar Hukum Otonomi Daerah dalam UUD 1945”.7 November 2018.https://guruppkn.com/dasar-hukum-
otonomi-daerah
[Type the document title] 7
Keadilan nasional.
Pemerataan wilayah daerah.
Pengembangan kehidupan demokrasi.
Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Secara konseptual dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi: tujuan politik, tujuan
administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam
pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai
politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perwujudan tujuan administratif yang
ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan
antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi
pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
3
Ubay.”Dasar Hukum Otonomi Daerah”. 7 November 2018.https://www.masterpendidikan.com/2014/08/dasar-
hukum-otonomi-daerah.html
[Type the document title] 8
Daerah istimewa adalah konsep-konsep yang muncul dalam undang-undang yang mengatur
pemerintahan daerah secara umum sebagai pelaksanaan pasal mengenai pemerintahan daerah
dalam konstitusi. Konsep ini disusun secara kronologis, meliputi UU 22/1948 (UUD 1945 asli),
UU 1/1957 (UUD Sementara 1950), UU 18/1965, UU 5/1974, UU 22/1999 (ketiganya UUD
1945 asli), dan UU 32/2004 (UUD 1945 amendemen).
Daerah-daerah istimewa di Indonesia adalah daerah maupun entitas hukum yang memiliki
status istimewa di wilayah Indonesia, baik karena hak asal-usulnya maupun sejarahnya, baik yang
dibentuk maupun hanya sekadar diakui, baik oleh Negara Indonesia maupun oleh Pemerintah
Kolonial Belanda. Daerah-daerah yang di berikan otonomi istimewa adalah
1. Berau (1953-1959)
2. Bulongan (1953-1959)
3. Kalimantan barat(1953-1959)
4. Kutai(1953-1959)
5. Surakarta(1945-1946)
6. Yogyakarta(1945-sekarang)5
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara mengakui
dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang. Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah
Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur
dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur
dalam undang-undang lain.
Istilah “otonomi” dalam Otonomi Khusus diartikan sebagai kebebasan bagi rakyat Papua
untuk mengatur dan mengurus diri sendiri, sekaligus berarti kebebasan untuk berpemerintahan
sendiri dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam Papua untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat Papua dengan tidak meninggalkan tanggung jawab untuk ikut serta mendukung
penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah-daerah lain di Indonesia yang memang
kekurangan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah kebebasan untuk menentukan strategi
pembangunan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sesuai dengan karakteristik dan kekhasan
sumberdaya manusia serta kondisi alam dan kebudayaan orang Papua.7
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan
6
Purwanti, Iga.”Otonomi Khusus”. 5 November 2018.http://igapurwanti-fh10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71524-
umum-Otonomi%20Khusus.html
7
NN.”Makalah Otonomi Khusus Papua”. 6 November 2018.
https://andhikafrancisco.wordpress.com/2013/01/15/makalah-otonomi-khusus-papua/
[Type the document title] 10
Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008
No. 57 dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-
kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. Untuk materi lengkap dapat
dilihat di dalam UU 21/2001. Selain hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU ini, Provinsi
Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum
bagi seluruh daerah di Indonesia.8
Pemerintahan Daerah Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP)
sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif. Dalam rangka
penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang
merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam
rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap
adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP. Jumlah anggota DPRP
adalah 1 1/4 (satu seperempat) kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh mudah, jika jatah anggota DPRD Provinsi
Papua menurut UU Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah 100 kursi maka jumlah kursi
DPRP adalah 125 kursi.
Eksekutif Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala
Eksekutif yang disebut Gubernur. Gubernur dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut Wakil
Gubernur. Tata cara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan dengan Perdasus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Provinsi-provinsi lain di Indonesia, yang
dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua memerlukan syarat khusus,
diantaranya adalah Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat:
8
NN.”Otonomi Khusus Papua”. 7 November
2018.https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_khusus_Papua#Penerbitan_Perpu_No._1_Tahun_2008
[Type the document title] 11
6. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi
Papua;
7. Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena
alasan-alasan politik; dan
8. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik.
A. Majelis Rakyat Papua (MRP)
MRP beranggotakan orang-orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil
agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota
MRP. Keanggotaan dan jumlah anggota MRP ditetapkan dengan Perdasus. Masa keanggotaan
MRP adalah 5 (lima) tahun. Pelantikan anggota MRP dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.
MRP mempunyai tugas dan wewenang, yang diatur dengan Perdasus, antara lain :
Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil
Gubernur yang diusulkan oleh DPRP; dan
Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan
oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur.
Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik. Rekrutmen politik oleh partai
politik di Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua. Partai politik
wajib meminta pertimbangan kepada MRP dalam hal seleksi dan rekrutmen politik partainya
masing-masing.
Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka
pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam UU 21/2001. Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP
bersama-sama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP. Peraturan Daerah Provinsi
(Perdasi) adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan
[Type the document title] 12
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perdasi dibuat dan ditetapkan oleh
DPRP bersama Gubernur.
Dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua (dan provinsi-provinsi hasil pemekarannya)
mendapat bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam sebagai berikut:
Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan Pertambangan minyak bumi dan
gas alam dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen)
untuk kesehatan dan perbaikan gizi
Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan
memberikan prioritas kepada Provinsi Papua. Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan
Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum
Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan yang berlaku
selama 20 (dua puluh) tahun. Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang
besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun
anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.
[Type the document title] 13
Dalam aspek penegakan hukum pada daerah khusus Papua ada perbedaan antara lain
sebagai berikut
A. Kepolisian
Tugas Kepolisian di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Papua
sebagai bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengangkatan Kepala Kepolisian
Daerah Provinsi Papua dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
persetujuan Gubernur Provinsi Papua. Seleksi untuk menjadi perwira, bintara, dan tamtama
Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah
Provinsi Papua dengan memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat, dan kebijakan
Gubernur Provinsi Papua. Pendidikan dasar dan pelatihan umum bagi bintara dan tamtama
Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua diberi kurikulum muatan lokal, dan
lulusannya diutamakan untuk penugasan di Provinsi Papua. Penempatan perwira, bintara dan
tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia dari luar Provinsi Papua dilaksanakan atas
Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan sistem hukum,
budaya dan adat istiadat di daerah penugasan.
B. Kejaksaan
Tugas Kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Kejaksaan
Republik Indonesia. Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh
Jaksa Agung Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur.
C. Peradilan
Kekuasaan kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Di samping kekuasaan kehakiman tersebut, diakui adanya
peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu. Peradilan adat adalah peradilan
perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang mempunyai kewenangan memeriksa dan
mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat
yang bersangkutan. Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat masyarakat hukum
adat yang bersangkutan.
[Type the document title] 14
Pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana
berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan adat tidak
berwenang memeriksa dan mengadili sengketa perdata dan perkara pidana yang salah satu pihak
yang bersengketa atau pelaku pidana bukan warga masyarakat hukum adatnya.
Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat,
mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi. Masyarakat Hukum Adat adalah
warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat
serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para
anggotanya.
Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara atau kurungan.
Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya tidak dimintakan pemeriksaan
ulang oleh pengadilan tingkat pertama, menjadi putusan akhir dan berkekuatan hukum tetap. 9
Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh
masyarakat adat setempat secara turun-temurun. Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui,
menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat adat adalah warga
masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu
dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak
perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak Ulayat adalah hak
persekutuan yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang
merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan,
dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyediaan tanah ulayat dan
tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui
9
Basan,Arya.”Perbedaan Otonomi Khusus Aceh dan Papua”. 5 November
2018.https://www.academia.edu/10118739/Perbedaan_OTONOMI_Khusus_Aceh_dan_Papua
[Type the document title] 15
musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh
kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya.
Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan
pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan
keahliannya. Dalam hal mendapatkan pekerjaan di bidang peradilan, orang asli Papua berhak
memperoleh keutamaan untuk diangkat menjadi Hakim atau Jaksa di Provinsi Papua. Orang asli
Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di
Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat
adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang
berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua
Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi Papua dibentuk
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah melakukan
klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.
Setiap penduduk Provinsi Papua memiliki hak dan kebebasan untuk memeluk agama dan
kepercayaannya masing-masing. Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban untuk menjamin:
[Type the document title] 16
2018.https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_khusus_Papua#Penerbitan_Perpu_No._1_Tahun_2008
[Type the document title] 17
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan uraian BAB I, maka pada bab ini akan disampaikan tentang 1) alasan otonomi
daerah tidak dapat diberikan di Provinsi Papua dan Papua Barat 2) kriteria pemberian otonomi
khusus 3) proses Papua menjadi daerah yang memiliki otonomi khusus dan hal-hal yang
melatarbelakanginya 4) pengaruh penerapan otonomi khusus di daerah Papua dan Papua Barat.
Paparan lebih lanjut sebagai berikut.
3.1 Alasan Otonomi Daerah tidak dapat diberikan di Provinsi Papua dan Papua Barat
Otonomi Khusus Papua dan Otonomi daerah tidak dapat diterapkan di daerah Papua, karena
di daerah Papua menerapkan otonomi khusus Papua yang berlandaskan Undang-undang Nomor
21 Tahun 2001 dan pada Otonomi daerah berlandaskan UU No 23 tahun 2004, pada UU No 21
tahun 2001 sebagai berikut
11
“kebijakan khusus dimaksud didasarkan pada niiai-nilai dasar yang mencakup
perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, Hak
Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak,
dan kewajiban sebagai warga negara”
“pengembalian nama Irian Jaya menjadi Papua sebagaimana tertuang dalam Keputusan
DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 7/DPRD/2000 tanggal 16 Agustus 2000 tentang
Pengembalian Nama Irian Jaya Menjadi Papua”
“wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus tetap dipertahankan dengan menghargai
kesetaraan dan keragaman kehidupan sosiai budaya masyarakat Papua, melalui penetapan
daerah Otonomi Khusus”
Dengan ini pada UU tersebut dipertegas bahwa Papua mendapatkan hak khusus berupa
kesetaraan kehidupan sosial dengan daerah lain atau persamaan kedudukan, pengembalian
nama Irian Jaya menjadi Papua, dan hal lainnya yang menyangkut Papua.
Permasalahan utama yang dialami Papua ialah adanya diskriminasi, perlakuan yang tidak
adil , tertinggalnya teknologi dan sebagainya yang dapat berdampak adanya tindakan
memisahkan diri dari NKRI. Oleh sebab itu, jika tetap menerapkan otonomi daerah maka
provinsi Papua tidak mendapatkan hak khusus tersebut.
12
Pemberian otonomi yang berbeda atas satu daerah atau wilayah dari beberapa
daerah merupakan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang cukup umum ditemui dalam
pengalaman pengaturan politik di banyak negara. Pengalaman ini berlangsung baik di dalam
bentuk negara kesatuan yang didesentralisasikan, maupun dalam format pengaturan
federatif. Pemberian otonomi khusus dikelompokan dalam beberapa bagian diantaranya:
1. Bidang Historis,
yakni mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena asal usul kesejarahan suatu daerah.
2. Bidang Politik
b. Mendapatkan pengakuan khusus dari negara agar daerah tidak memisahkan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dengan kata lain menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Bidang Sosial-Kultural
12
Zamril.”Otonomi Daerah dan otonomi Khusus”. 5 November 2018.
http://zamrilzd.blogspot.com/2015/06/otonomi-daerah-dan-otonomi-khusus.html
[Type the document title] 19
a. Mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena untuk menghargai budaya kental
dari suatu daerah, seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang sangat kental
kebudayaan islam dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bidang Ekonomi
5. Bidang Fungsional
Daerah DKI Jakarta mendapatkan pengakuan khusus dikarenakan DKI Jakarta ini
dalam kedudukannya sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai
daerah otonom yang memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun1945.
7. Kawasan Telekomunikasi
8. Kawasan Transportasi
Wilayah Papua yang dahulu dikenal dengan nama West New Guinea menjadi wilayah
sengketa Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda, yang diselesaikan melalui gencatan
senjata dan politik diplomasi serta perundingan sejak tahun 1962.13 Konflik berkepanjangan
tersebut berdampak buruk bagi Wilayah Papua, hingga menimbulkan gerakan separatismedari
warga Papua, atau dapat dikenal dengan OPM. Unuk mengatasi gerakan separatisme itu,
Pemerintah Indonesia memberlakukan DOM (Daerah Operasi Militer). Kebijakan atas sikap
Pemerintah Indonesia yang masih menggunakan tindakan militer dalam menangani dinamika
permasalahan Papua, seakan menjadikan pemberlakuan otonomi khusus sebuah formalitas yang
belum teresensikan secara sadar mengakui pemerintahan daerah Provinsi Papua dan Papua Barat
sesuai amanah UUD 1945 melalui UU Otsus. Setelah reformasi, Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status
Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya.
13
Anonim. 2016. Otonomi khusus Provinsi Papua dan Papua Barat, Peluang, Tantangan, dan Harapan. (Online),
(https://polkam.go.id/otonomi-khusus-provinsi-papua-dan-provinsi-papua-barat-peluang-tantangan-dan-
harapan/), diakses 6 November 2018.
[Type the document title] 21
Melalui kompromi politik tersebut pemerintah bersedia melakukan koreksi untuk tidak
mengulang lagi berbagai kebijakan dan bentuk pendekatan pembangunan dimasa lalu yang
umumnya tidak berpihak kepada orang Papua yang mengakibatkan keterpinggiran dan
ketertinggalan orang Papua di segala bidang pembangunan, sehinga berakumulasi pada
menguatnya keinginnan/aspirasi untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pada akhirnya diberlakuan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua
Barat (Otsus Papua) didasarkan pada UU No. 21 Tahun 2001 dan UU No. 35 Tahun 2008.14
3.4 Pengaruh Penerapan Otonomi Khusus di daerah Papua dan Papua Barat
Pada penerapan Otonomi Khusus di daerah Papua memiliki dampak baik , namun di sebagian
bidang tertentu dengan adanya Otonomi khusus ini belum memiliki pengaruh yang signifikan. Hal
tersebut sebagai berikut,
A. Bidang Politik
Pada bidang ini, setelah adanya Otonomi Khusus Papua berdasarkan UU No 21 tahun 2001
mampu meningkatkan keterlibatan orang asli Papua dalam pengambilan Keputusan Politik. Hal
ini karena setelah dibentuk UU tersebut, dibentuklah Majelis Rakyat Papua (MRP) yang berperan
serta dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan dalam perumusan kebijakan daerah. MRP
15
dibentuk sebagai lembaga representasi kultural (Salossa, 2006: 163). . Tugas dan wewenang
MRP diantaranya adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap pasangan bakal
calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRR serta terhadap Peraturan Daerah
Khusus, memperhatikan dan menyalurkan aspirasi pengaduan masyarakat adat, umat beragama,
kaum perempuan dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak orang asli Papua serta
memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya, memberikan pertimbangan kepada DPRP, Gubernur,
DPRD Kabupaten/Kota serta Bupati/Walikota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan
hak-hak orang asli Papua16. Secara tidak langsung dengan keberadaan MRP yang terdiri dari
orang-orang asli Papua mampu meningkatkan partisipasi masyarakat Papua dalam pengambilan
14
NN.”Otonomi Daerah”. 6 Novemerber 2018.https://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
15
Salossa, 2006: 163
16
mrp.go.id, 2005
[Type the document title] 22
keputusan politik sehingga tujuan dari otonomi khusus sebagai instrument untuk mengurangi
kesenjangan dapat tercapai.
B. Pendidikan
Pada bidang pendidikan hal yang berbeda ditemukan dalam bidang pendidikan, apabila
partisipasi masyarakat meningkat setelah terbentuk Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus),
kondisi pendidikan Papua hingga saat ini belum menunjukan perubahan yang signifikan. Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2001 Pasal 56 : 1-6, mengatur tentang hak setiap penduduk memperoleh
pendidikan bermutu pada semua jenjang, jalur dan jenis pendidikan dengan meminimalkan beban
masyarakat sekecil mungkin. Sehubungan dengan itu, Pemerintah Provinsi Papua dan
Kabupaten/Kota diharuskan memfasilitasi dalam bentuk bantuan/subsidi yang diatur lebih lanjut
di dalam Perdasi tentang pendidikan.
Terkait dengan regulasi di atas, maka bidang pendidikan menjadi bagian penting dalam
kerangka kebijakan dan strategi pembangunan di kabupaten/kota. Kebijakan pendidikan
kabupaten/kota (misalnya di Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten
Jayawijaya, dan Kabupaten Teluk Bintuni) diarahkan pada peningkatan pemerataan dan mutu
pelayanan pendidikan, terutama untuk suksesnya Wajar 9 tahun dengan memanfaatkan secara
optimal prasarana dan sarana fisik/nonfisik dan meningkatkan jumlah dan mutu pengajar. Dalam
implementasinya, dana otsus yang disediakan Pemerintah daerah untuk dikelola oleh dinas terkait,
tidak sesuai kebutuhan dan masih kurang transparan terhadap besaran alokasi dana17.
Selama implementasi otonomi khusus, pendidikan bermutu pada semua jenjang, jalur dan jenis
pendidikan umumnya hanya dapat dinikmati oleh masyarakat asli Papua yang tinggal di perkotaan
dan sekitarnya. Sedangkan mereka yang berada di kampung-kampung yang sulit diakses dari
ibukota kabupaten/kota belum memperoleh layanan pendidikan yang memadai. Hal ini diperkuat
oleh data dari sebuah yayasan lokal yang secara khusus didirikan untuk membangun pendidikan
di Pegunungan Tengah Papua yang mengatakan bahwa kondisi pendidikan di Papua, terutama di
daerah pedalaman di pegunungan Papua termasuk yang paling buruk di Indonesia (Gombo, 2013).
Hal lain yang terjadi yakni alokasi bantuan beasiswa juga menjadi sangat terbatas dan tidak lancar.
17
kemitraan.or.id, 2008.
[Type the document title] 23
Padahal undang-undang Otonomi khusus Pasal 56 ayat 3 dan penjelasannya telah mengamanatkan
perlunya alokasi pembiayaan seluruh atau sebagian biaya pendidikan bagi putra putri asli Papua
pada semua jenjang pendidikan.
C. Kesehatan
Amanat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001, agar Pemerintah provinsi wajib
menetapkan standar mutu dan memberikan pelayanan kesehatan dan gizi (Pasal 59 ayat 1), di mana
setiap penduduk asli Papua berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dengan beban
masyarakat serendah-rendahnya (Pasal 59 ayat 3), tampaknya belum dapat diwujudkan secara
maksimal. Pihak swasta dan lembaga sosial keagamaan yang diberi peran untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, masih memiliki keterbatasan sehingga seringkali harus
menerapkan pelayanan berbiaya mahal. Rendahnya mutu pelayanan kesehatan umumnya
disebabkan sulitnya akses penduduk ke pusat-pusat pelayanan kesehatan karena kendala geografis
dan transportasi. Alokasi dana otonomi khusus untuk pembangunan kesehatan sekitar 15% tidak
cukup signifikan untuk menolong perbaikan layanan kesehatan masyarakat Papua. Pelayanan
kesehatan dengan biaya rendah juga masih jauh dari harapan.
Hal ini terutama dirasakan oleh penduduk yang jauh dari perkotaan. Pelayanan kesehatan
di rumah sakit masih dirasakan mahal terutama pembelian obat-obatan. Pada kenyataannya,
keikutsertaan lembaga non pemerintah, terutama lembaga agama dalam pelayanan kesehatan telah
terlaksana selama ini, terutama terhadap penduduk di wilayah pedalaman dan terpencil. Ada juga
lembaga swadaya masyarakat yang terlibat dalam pelayanan kesehatan, namun jumlahnya masih
minim (kemitraan.or.id, 2008).
D. Infrastruktur
Secara umum terdapat kemajuan yang penting dalam bidang infrastruktur di Papua pasca
implementasi otsus, yaitu pada prasarana dan sarana transportasi darat, listrik, pos dan
telekomunikasi, tempat peribadatan, air bersih, prasarana pendidikan, dan prasarana kesehatan.
Peningkatan pertumbuhan jenis konstruksi jalan mengalami perkembangan dan peningkatan yang
cepat. Hal ini menunjukkan infrastruktur jalan merupakan prioritas perkerjaan pembangunan di
tanah Papua pada masa pelaksanaan otsus untuk membuka keterisolasian suatu desa atau kota.
[Type the document title] 24
Kemajuan ini masih dapat ditingkatkan lagi, karena pada tahun 2001-2006, total dana otsus untuk
pembangunan infrastruktur mencapai Rp 1,26 triliun, atau sekitar 13,62% dari total dana otsus
tahun 2002-2006 yang mencapai Rp 9,25 triliun (kemitraan.or.id, 2008).
Dari identifikasi masalah tersebut diatas, yang menjadi pokok masalah adalah penerapannya
Otsus hingga kini belum berjalan optimal. Berbagai kendala menghinggapi perjalanannya
diantaranya; distrubusi kewenangan dan aliran dana yang tidak jelas, inkonsistensi pemerintah
pusat dan Pemda Papua, hingga konflik kepentingan dan kekuasaan di antara elit 24ocal Papua,
yang akhirnya mengakibatan menurunnya kepercayaan masyarakat Papua dan tuntutan
kemerdekaan menjadi harapan anak papua.
[Type the document title] 25
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Otonomi Khusus Papua dan Otonomi daerah tidak dapat diterapkan di daerah Papua,
dikarenakan daerah Papua menerapkan otonomi khusus Papua yang berlandaskan Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2001 dan pada Otonomi daerah berlandaskan UU No 23 tahun 2004,
pada UU No 21 tahun 2001. Dalam UU tersebut dijelakan bahwa Papua mendapatkan hak
khusus berupa kesetaraan kehidupan sosial dengan daerah lain atau persamaan kedudukan,
pengembalian nama Irian Jaya menjadi Papua, dan hal lainnya yang menyangkut Papua. Hal
yang menjadi permasalahan utama diPapua adalah adanya diskriminasi, perlakuan yang tidak
adil , tertinggalnya teknologi dan sebagainya yang berdampak adanya tindakan ingin
memisahkan diri dari NKRI. Oleh sebab itu, jika tetap menerapkan otonomi daerah maka
provinsi Papua tidak mendapatkan hak khusus tersebut, dan akan terjadi beberapa pelanggaran
dan kesenjangan dari daerah lainnya.
2. Pemberian otonomi khusus merupakan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang cukup
umum ditemui dalam pengalaman pengaturan politik di banyak negara. Pengalaman ini
berlangsung baik di dalam bentuk negara kesatuan yang didesentralisasikan, maupun dalam
format pengaturan federatif.Pemberian otonomi khusus dikelompokan dalam beberapa bagian
diantaranya:
1. Bidang Historis
2. Bidang Politik
3. Bidang Sosial-kultural
4. Bidang Ekonomi
5. Bidang Fungsional
Adapun menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
kriteria dalam menetapkan kawasan khusus suatu daerah diantaranya:
1. Kawasan Cagar Budaya
2. Kawasan Taman Nasional
3. Kawasan Pengembangan Industri Strategis
[Type the document title] 26
Jadi secara umum pemerintah menerapkan daerah Papua sebagai daerah dengan otonomi
khusus dikarenakan oleh beberapa persoalan yang telah disebutkan diatas. Penerapan otonomi
[Type the document title] 27
daerah khusus tersebut sangat bermanfaat untuk warga ataupun pemerintah Papua dan atau
pemerintah dengan daerah otonomi khusus lainnya.
4.2 SARAN
Pelaksanaan otonomi khusus di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat sejak tahun 2001
telah memberikan dampak positif bagi warga Papua. Namun pada beberapa aspek belum terdapat
kemajuan yang baik. Seperti pada bidang pendidikan dan kesehatan. Permasalahan tersebut dapat
teratasi bila terdapat kerja sama yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Pusat harus lebih memperhatikan lagi dengan memberikan dana yang cukup untuk
kemajuan wilayah Papua. Sedangkan Pemerintah Daerah harus membuat Perdasus (Peraturan
Daerah Khusus) untuk menentukan alokasi dana diberbagai bidang, terutama di kedua bidang
tersebut.
Kemajuan wilayah Papua tentunya akan membuat wilayah ini semakin terintegrasi dengan
NKRI. Sehingga dapat menghilangkan gerakan-gerakan separatisme seperti OPM.
[Type the document title] 28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Otonomi khusus Provinsi Papua dan Papua Barat, Peluang, Tantangan, dan
Harapan. (Online), (https://polkam.go.id/otonomi-khusus-provinsi-papua-dan-
provinsi-papua-barat-peluang-tantangan-dan-harapan/), diakses 6 November 2018.
Djojosoekarto, Agung., Sumarwono, Radiarto., Suryaman, Cucu. (Eds). (2008). Kinerja Otonomi Khusus
Papua. Diakses dari
(http://www.kemitraan.or.id/uploads_file/20101104214232.Kinerja%20Otsus%20Papua.pdf),
diakses 6 November 2018.
NN.”8 Dasar Hukum Otonomi Daerah dalam UUD 1945”. 7 November 2018.
(https://guruppkn.com/dasar-hukum-otonomi-daerah)
Salossa, Previddya Jacobus. (2006). Otonomi Khusus: Mengangkat Martabat Rakyat Papua di dalam
NKRI. Jakarta: PT Pustaka Sinar Harapan.
Ubay.”Dasar Hukum Otonomi Daerah”. 7 November 2018. (https://www.masterpendi
dikan.com /2014/08/dasar-hukum-otonomi-daerah.html)
[Type the document title] 29