Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Desentralisasi

Desentralisasi pada dasarnya adalah pelimpahan atau penyerahan

kekuasaan atau wewenang di bidang tertentu secara vertikal dari

institusi/lembaga/pejabat yang lebih tinggi kepada institusi/lembaga/

fungsionaris bawahannya sehingga yang diserahi/dilimpahi kekuasaan

wewenang tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan

tertentu tersebut.

A. Simanjuntak (2001) menyatakan bahwa desentralisasi dapat

dibedakan menjadi 3 macam, yakni desentralisasi politik, desentralisasi

administrasi dan desentralisasi fiskal. Ketiga macam desentralisasi

tersebut saling berkaitan erat satu sama lain dan seyogyanya dilaksanakan

bersama-sama agar berbagai tujuan otonomi daerah seperti misalnya

peningkatan pelayanan publik dapat dilaksanakan.

Desentralisasi politik merupakan pemindahan kekuasaan

pengambilan keputusan pada pemerintah yang lebih rendah, untuk

mendorong warganegara dan perwakilan yang dipilih agar beradaptasi

dalam proses pembuatan keputusan.

Desentralisasi administrasi merupakan pelimpahan kewenangan

layanan publik kepada pihak lain dalam struktur kelembagaan negara.

Dalam desentralisasi administratif melibatkan desain organisasional,

13
14

identifikasi tugas-tugas administratif khusus yang diperlukan

untukmenjalankan peran tersebut. Beberapa peran administratif

diantaranya adalah dalam hal perencanaan, inovasi kebijakan, manajemen

keuangan, dan manajemen operasional.

Desentralisasi fiskal adalah dimaksudkan untuk memindahkan atau

menyerahkan sumber-sumber pendapatan dan faktor-faktor pengeluaran

ke daerah dengan mengurangi birokrasi pemerintahan. Dengan membawa

pemerintah lebih dekat ke masyarakat, desentralisasi fiskal diharapkan

dapat mendorong efisiensi sektor publik, juga akuntabilitas publik dan

transparansi dalam dalam penyediaan jasa publik serta pembuatan

keputusan yang transparan dan demokratis.

Berikut pengertian Desentralisasi menurut para ahli:

 Soenobo Wirjosoegito memberikan definisi sebagai berikut:

“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh badan-badan

umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih

rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan

kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan dan

pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari itu”.

 DWP. Ruiter mengungkapkan bahwa menurut pendapat umum

desentralisasi terjadi dalam 2 (dua) bentuk, yaitu desentralisasi

teritorial dan fungsional, yang dijabarkan sebagai berikut:

“Desentralisasi teritorial adalah memberi kepada kelompok yang

mempunyai batas-batas teritorial suatu organisasi tersendiri, dengan


15

demikian memberi kemungkinan suatu kebijakan sendiri dalam sistem

keseluruhan pemerintahan. Sedangkan desentralisasi fungsional adalah

memberi kepada suatu kelompok yang terpisah secara fungsional suatu

organisasi sendiri, dengan demikian memberi kemungkinan akan suatu

kebijakan sendiri dalam rangka sistem pemerintahan”.

 Rondinelli dan Cheema (1983), mendefinisikan desentralisasi sebagai

transfer perencanaan, pengambilan keputusan dan atau kewenangan

administrasi dari pemerintah pusat kepada organisasi pusat di daerah,

unit administrasi lokal, organisasi semi otonomi dan parastatal

(perusahaan), pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah.

Perbedaan konsep desentralisasi ditentukan terutama berdasarkan

tingkat kewenangan untuk perencanaan, memutuskan dan mengelola

kewenangan yang ditransfer oleh pemerintah pusat dan besaran

otonomi yang diterima untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut.

Selanjutnya, Rondinelli, Nellis dan Cheema (1983) mendefinisikan

dekonsentrasi adalah penyerahan sejumlah kewenangan dan tanggung

jawab administrasi kepada cabang departemen atau badan pemerintah

yang lebih rendah.

 Conyers (1983: 102), mengemukakan desentralisasi dapat dimengerti

dalam dua jenis yang berbeda yang mendasarkan pada berbagai

literatur berbahasa Inggris, yakni devolution yang menunjuk pada

kewenangan politik yang ditetapkan secara legal dan dipilih secara

lokal; dan deconcentration yang menunjuk pada kewenangan


16

administratif yang diberikan pada perwakilan badan-badan

pemerintah pusat.

 Menurut R. Tresna desentralisasi dapat dibedakan ke dalam:

a. Desentralisasi jabatan (dekonsentrasi), adalah pemberian atau

pemasrahan kekuasaan dari atas ke bawah dalam rangka

kepegawaian, guna kelancaran pekerjaan semata-mata.

b. Desentralisasi ketatanegaraan, merupakan pemberian kekuasaan

untuk mengatur bagi daerah di dalam lingkungannya guna

mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara.

Desentralisasi ketatanegaraan ini dibagi menjadi: Desentralisasi

teritorial dan desentralisasi fungsional.

 Pengertian desentralisasi diungkapkan oleh Cohen dan Peterson

(1999), yang mana jenis desentralisasi terbagi dalam deconcentration,

devolution, dan delegation (yang mencakup pula privatization). Lebih

jauh Cohen dan Peterson (1999) mendefinisikan dekonsentrasi: “The

transfer of authority over specified decision making, financial and

management functions by administrative means to different levels

under the jurisdictional authority of the central government.”

Berdasarkan sifatnya desentralisasi dapat dibagi menjadi 3 prinsip, yaitu:

1. Dekonsentrasi (deconcentration), yaitu pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hirarki

dengan pemerintah pusat di daerah;


17

2. Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat

pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas

pemerintahan dan pihak pemerintah daerah mendapat discretion yang

tidak dikontrol oleh pemerintah pusat, dalam hal tertentu dimana

pemerintah daerah belum sepenuhnya mampu melaksanakan

tugasnya, pemerintah pusat akan memberikan supervisi secara tidak

langsung atas pelaksanaan tugas tersebut. Dalam melaksanakan

tugasnya, pemerintah daerah memiliki wilayah administratif yang

jelas dan legal dan diberikan kewenangan sepenuhnya untuk

melaksanakan fungsi publik, menggali sumber-sumber penerimaan

serta mengatur pengunaannya. Dekonsentrasi dan devolusi dilihat dari

sudut konsepsi pemikiran hirarki organisasi dikenal sebagai

distributed institutional monopoly of administrative decentralization.

3. Pendelegasian (delegation or institutional pluralism) yaitu

pelimpahan wewenang untuk tugas tertentu kepada organisasi yang

berada di luar struktur birokrasi regular yang dikontrol secara tidak

langsung oleh pemerintah pusat. Pendelegasian wewenang ini

biasanya diatur dengan ketentuan perundang-undangan. Pihak yang

menerima wewenang mempunyai keleluasaan (discretion) dalam

penyelenggaraan pendelegasian tersebut, walaupun wewenang

terakhir tetap pada pihak pemberi wewenang (sovereign-authority)

Pada hakekatnya desentralisasi adalah otonomisasi suatu masyarakat yang

berada dalam teritori tertentu. Suatu masyarakat yang semula tidak


18

berstatus otonomi melalui desentralisasi menjadi berstatus otonomi

dengan menjelmakannya sebagai daerah otonom. Sebagai pancaran

paham kedaulatan rakyat, tentu otonomi diberikan oleh pemerintah

kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada daerah ataupun

Pemerintah Daerah.

Ketegasan pernyataan otonomi milik masyarakat dan masyarakat sebagai

subjek dan bukan objek. Pengejawantahan desentralisasi adalah otonomi

daerah dan daerah otonom. Baik dalam definisi daerah otonom maupun

otonomi daerah mengandung elemen wewenang mengatur dan mengurus.

Wewenang mengatur dan mengurus merupakan substansi otonomi daerah

yang diselenggarakan secara konseptual oleh Pemerintah Daerah.

Dalam banyak hal, desentralisasi dan otonomi adalah kata yang saling

bisa dipertukarkan. Otonomi berasal dari kata Yunani autos dan nomos.

Kata pertama berarti “sendiri”, dan kata kedua berarti “perintah”.

Otonomi bermakna “memerintah sendiri”. Dalam wacana administrasi

publik daerah otonomi sering disebut sebagai local self government.

Konsep desentralisasi menurut Webster (dalam Prakoso, 1984:77)

memberikan rumusan desentralisasi sebagai berikut: To decentralize

means to devide and distrubute, as governmental administration, to

withdraw from the center or concentration (Desentralisasi berarti

membagi dan mendistribusikan, misalnya administrasi pemerintahan,

mengeluarkan dari pusat atau tempat konsentrasi).


19

Kemudian pendapat lainnya Fortmann (dalam Bryant 1989:215)

menekankan bahwa: Desentralisasi juga merupakan salah satu cara untuk

mengembangkan kapasitas lokal. Kekuasaan dan pengaruh cenderung

bertumpu pada sumber daya. Jika suatu badan lokal diserahi tanggung

jawab dan sumber daya, kemampuannya untuk mengembangkan

otoritasnya akan meningkat. Jika pemerintah lokal semata-mata

ditugaskan untuk mengikuti kebijakan nasional, para pemuka dan warga

masyarakat akan mempunyai investasi kecil saja didalamnya.

Selanjutnya mengutip pendapat Riggs (dalam Sarunjang 2000:47)

menyatakan bahwa desentralisasi mempunyai dua makna:

a. Pelimpahan wewenang (delegation) yang mencakup penyerahan

tanggung jawab kepada bawahan untuk mengambil keputusan

berdasar kasus yang dihadapi, tetapi pengawasan tetap berada

ditangan pusat.

b. Pengalihan kekuasaan (devolution) yakni seluruh tanggung jawab

untuk kegiatan tertentu diserahkan penuh kepada penerima

wewenang.

Tujuan dilaksanakannya desentralisasi adalah untuk:

1. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang

masalah-masalah kecil pada tingkat lokal. Demikian pula memberikan

peluang untuk koordinasi pelaksanaan pada tingkat lokal.

2. Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam

kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada


20

tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan dari pada kontribusi

kegiatan mereka itu.

3. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada

tingkat lokal sehingga dapat lebih realistis.

4. Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya sendiri (self-

government).

5. Pembinaan kesatuan nasional.

Keunggulan desentralisasi, diantaranya :

1. Desentralisasi merupakan alat untuk mengurangi kelemahan

perencanaan terpusat. Dengan delegasi kepada aparat di tingkat lokal,

problema sentralisasi dapat lebih mudah dipecahkan.

2. Desentralisasi merupakan alat yang bisa mengurangi gejala red tape.

3. Dengan desentralisasi maka kepekaan dan pengetahuan tentang

kebutuhan masyarakat lokal dapat ditingkatkan.

4. Dengan desentralisasi lebih memungkinkan berbagai kelompok

kepentingan dan kelompok politik terwakili dalam proses

pengambilan keputusan, sehingga mereka mempunyai kesempatan

yang sama dalam memperoleh pelayanan pemerintah.

5. Struktur pemerintahan yang yang desentralistis sangat diperlukan

untuk melembagakan partisipasi warga negara dalam perencanaan dan

pengelolaan pembangunan.
21

6. Dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam masyarakat dan

pemerintahan, pengambilan keputusan yang sentralistis menjadi tidak

efisien, mahal dan sulit dilaksanakan.

2. Otonomi Daerah

Secara harfiah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang

berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan.

Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk

mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.

Beberapa pendapat ahli mengemukakan mengenai pengertian

otonomi:

1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi sebagai hak dan wewenang

untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.

2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai

makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan.

Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian

kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.

3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi adalah hak mengatur dan

memerintah daerah sendiri.

4. Menurut Benyamin Hoesein otonomi adalah Pemerintahan oleh dan

untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal

berada di luar pemerintah pusat.


22

5. Pengertian otonomi menurut Philip Mahwood, adalah Suatu

pemerintah yang memiliki kewenangan sendiri dimana

keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh

pemerintah guna mengalokasikan sumber material yang bersifat

substansial mengenai fungsi yang berbeda.

6. Menurut Mariun bahwa Kebebasan (kewenangan) yang dimiliki oleh

pemerintah yang memungkinkan mereka untuk membuat inisiatif

sendiri dalam rangka mengelola dan mengoptimalkan sumber daya

yang dimiliki oleh daerahnya sendiri. Otonomi merupakan kebebasan

untuk dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

7. Vincent Lemius berpendapat bahwa otonomi sebagai kebebasan

(kewenangan) untuk mengambil atau membuat suatu keputusan

politik maupun administasi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa otonomi pada prinsipnya

mempunyai tiga aspek, yaitu:

a. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri.

b. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari

pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka

pemerintahan nasional.
23

c. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya

sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga

terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.

Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah

adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga,

seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiayaan serta perangkat

pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan

pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah

adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri,

menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola

keuangan sendiri.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah diberikan gambaran dalam pelaksanaan otonomi

daerah secara luas, nyata, bertanggungjawab, dimana di dalamnya

disebutkan bahwa urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan

pemerintah pusat yang diserahkan pengaturannya kepada pemerintahan

daerah. Pemerintah Pusat melakukan identifikasi, pembahasan, dan

penetapan jenis-jenis kewenangan yang diserahkan pengaturannya kepada

pemerintah daerah, seperti kewenangan dibidang pertanian,

pertambangan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan

perdagangan, perkoperasian, ketenagakerjaan.

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua


24

bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri,

pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta

kewenagan bidang lainnya.

Disamping itu keluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang

utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Pengertian luas

dalam penyelenggaraan otonomi daerah merupakan keleluasaan daerah

untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup seluruh bidang

pemerintahan yang dikecualikan pada bidang politik luar negeri,

pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan agama,

serta kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain tersebut meliputi

kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan

nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi

negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan

sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi

tinggi yang strategis, konversi, dan standarisasi nasional.

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan

kewenangan pemerintahan dibidang tertentu yang secara nyata ada dan

diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang didaerah. Pemerintah

daerah selain berperan melindungi masyarakat dan menyerap aspirasi

masyarakat juga harus mampu mengelola berbagai kewenangan yang

diberikan oleh pemerintah pusat kepadanya. Dalam pengelolan

kewenangan yang luas tersebut tetap dibatasi rambu penting dalam


25

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini, otonomi

bukanlah semata-mata menggunakan pendekatan administratif atau

sekedar meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja saja, akan tetapi

sekaligus pendekatan dalam dimensi politik. Dengan demikian, makna

kewenangan dibidang pemerintahan yang berkaitan langsung dengan

kepentingan masyarakat sejauh mungkin harus dapat dilayani secara

dekat dan cepat.

Otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan

pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan

kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus

dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,

pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta

pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar

daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah adalah untuk menggantikan Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Undang-undang ini

ditetapkan antara lain untuk menyesuaikan perkembangan keadaan,

kondisi ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan

daerah disebabkan dinamika pemerintahan daerah. Selain itu

penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat


26

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing

daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah ini mengatur mengenai: 1) Pembagian Wilayah Negara; 2)

Kekuasaan Pemerintahan; 3) Urusan Pemerintahan; 4) Kewenangan

Daerah Provinsi di Laut dan Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan; 5)

Penataan Daerah; 6) Penyelenggara Pemerintahan Daerah; 7) Perangkat

Daerah; 8) Perda dan Perkada; 9) Pembangunan Daerah; 10) Keuangan

Daerah; 11) BUMD; 12) Pelayanan Publik; 13) Partisipasi Masyarakat;

14) Perkotaan; 15) Kawasan Khusus Dan Kawasan Perbatasan Negara;

16) Kerja Sama Daerah Dan Perselisihan; 17) Desa; 18) Pembinaan Dan

Pengawasan; 19) Tindakan Hukum Terhadap Aparatur Sipil Negara di

Instansi Daerah; 20) Inovasi Daerah; 21) Informasi Pemerintahan Daerah;

22) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah; dan 23) Ketentuan Pidana.

Mengenai keuangan daerah diatur bahwa penyerahan sumber

keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun

berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya

penyerahan urusan pemerintahan kepada Daerah yang diselenggarakan

berdasarkan Asas Otonomi. Untuk menjalankan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber


27

keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan

kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian sumber keuangan

kepada Daerah harus seimbang dengan beban atau Urusan Pemerintahan

yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini

merupakan jaminan terselenggaranya urusan pemerintahan yang

diserahkan kepada Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan

keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai urusan pemerintahan

dan khususnya urusan pemerintahan wajib yang terkait pelayanan dasar,

maka Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen Dana Alokasi

Khusus (DAK) untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional

yang ingin dicapai.

3. Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD)

Pengertian dan ruang lingkup dari Barang Milik Daerah (BMD)

yang meliputi pengertian dari BMD, pengelolaan BMD, Pejabat

Pengelola BMD,Wewenang dan Tanggungjawab pejabat pengelola BMD

serta Pemanfaatan BMD diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27

Tahun 2014.

Yang termasuk di dalam BMD meliputi barang yang dibeli atau

diperoleh atas beban APBD, barang yang berasal dari perolehan lainnya

yang sah yang meliputi hibah/sumbangan, sebagai pelaksanaan dari

perjanjian kontrak, sesuai dengan ketentuan undang-undang dan

berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan


28

hukum tetap. Asas fungsional, kepastian hukum, transparasi, efisiensi,

akuntabilitas dan kepastian nilai adalah dasar yang digunakan dalam

pengelolaan BMD.

Pengelolaan BMD meliputi perencanaan kebutuhan dan

penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan

pemeliharaan. Penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan

dan penatausahaan.

Pemegang kekuasaan pengelolaan BMD adalah

gubenur/bupati/walikota, dan pengelola BMD adalah sekretaris daerah,

serta pengguna BMD adalah kepala satuan kerja perangkat daerah

(SKPD).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, pengelolaan BMD meliputi

tahapan-tahapan:

a. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran

Perencanaan kebutuhan dan penganggaran BMD meliputi

perencanaan pengadaan, pemeliharaan, pemanfaatan,

pemindahtanganan dan penghapusan. Dimana perencanaan kebutuhan

kecuali untuk penghapusan berpedoman pada standar barang, standar

kebutuhan dan atau standar harga. Gubenur/bupati/walikota

menetapkan standar barang dan standar kebutuhan BMD. Sedangkan

standar harga ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.
29

b. Pengadaan

Prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil dan

akuntabel merupakan dasar yang digunakan untuk melaksanakan

pengadaan BMD.

c. Penggunaan

Gubenur/bupati/walikota menetapkan penggunaan BMD. Namun

penetapan status penggunaan tidak dilakukan terhadap BMD yang

berupa barang persediaan, konstruksi dalam pengerjaan atau barang

yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.

d. Pemanfaatan

Pengelola barang melaksanakan pemanfaatan BMD. Sewa, pinjam

pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah dan bangun serah

guna, kerjasama penyediaan infrastruktur dan tender merupakan

bentuk dari pemanfaatan BMD.

e. Pengamanan dan Pemeliharaan

Pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum

adalah bagian dari pengamanan BMD. Tanah harus disertifikatkan

atas nama Pemerintah Daerah yang bersangkutan untuk melakukan

pengamanan terhadap BMD yang berupa tanah. Sedangkan bukti

kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah yang bersangkutan harus

dilengkapi untuk pengamanan bagi BMD. Untuk barang BMD selain

tanah/bangunan,bukti kepemilikan atas nama pemerintah daerah yang


30

bersangkutan untuk BMD dimaksud harus dilengkapi untuk

pengamanan.

f. Penilaian

Penilaian dilakukan untuk penyusunan neraca daerah, pemanfaatan

atau pemindahtanganan kecuali untuk pemanfaatan dalam bentuk

pinjam pakai atau pemindahtanganan dalam bentuk hibah. Dan

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) digunakan sebagai pedoman

dalam penetapan nilai BMD.

g. Pemindahtanganan

Untuk BMD yang tidak diperlukan lagi bagi penyelenggaraan tugas

pemerintah daerah, maka pemerintah daerah dapat melakukan

pemindahtanganan. Pemindahtanganan BMD meliputi penjualan,

tukar menukar, hibah dan penyertaan modal daerah.

h. Pemusnahan

Apabila BMD tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan

dan/atau tidak dapat dipindahtangankan atau alasan lain sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan maka BMD dapat

dimusnahkan. Dimana pengguna BMD dapat melakukan pemusnahan

tersebut setelah mendapatkan persetujuan dari

gubenur/bupati/walikota.
31

i. Penghapusan

Jika BMD sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna barang

dan/atau kuasa pengguna barang maka BMD dapat dihapuskan dari

daftar barang pengguna dan/atau daftar barang kuasa pengguna.

j. Penatausahaan

Penatausahaan BMD daerah meliputi:

1. Pembukuan dimana pendaftaran dan pencatatan BMD ke dalam

daftar barang pengelola harus dilakukan oleh pengelola barang

dan pencatatan ke dalam daftar barang pengguna/daftar barang

kuasa pengguna juga harus dilakukan oleh pengguna/kuasa

pengguna barang.

2. Sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun dilakukan inventarisasi

terhadap BMD kecuali untuk persediaan dan kontruksi dalam

pengerjaan dilakukan inventarisasi setiap tahun.

3. Kuasa Pengguna melakukan pelaporan atas BMD dalam bentuk

laporan barang kuasa pengguna semesteran dan tahunan dan

pengelola barang juga melakukan pelaporan atas BMD dalam

bentuk laporan barang pengelola semesteran dan tahunan.

k. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian.

Menteri dalam negeri melakukan pembinaan terhadap barang milik

daerah. Sedangkan pengguna barang melakukan pengawasan dan

pengendalian BMD melalui pemantauan dan penertiban dan/atau

pengelola barang melalui pemantauan dan investigasi.


32

Wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki oleh

gubernur/bupati/walikota sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan

BMD adalah:

a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;

b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan

barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan;

c. menetapkan kebijakan pengamanan danpemeliharaan barang

milik daerah;

d. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang

milik daerah;

e. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang

memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah;

f. menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan

penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;

g. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah berupa

sebagian tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau

bangunan; dan

h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk

kerja sama penyediaan infrastruktur.

Sedangkan wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki oleh

sekretaris daerah sebagai pengelola barang milik daerah adalah

sebagai berikut :

a. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;


33

b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan

pemeliharaan/perawatanbarang milik daerah;

c. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang

milik daerah yangmemerlukan persetujuan

gubernur/bupati/walikota;

d. mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan,

dan penghapusan barang milik daerah;

e. mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah

yang telah disetujui oleh gubernur/bupati/walikota atau dewan

perwakilan rakyat daerah;

f. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang

milik daerah; dan

g. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan

barang milik daerah.

Untuk pengguna barang milik daerah adalah kepala satuan perangkat

daerah memiliki wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik

daerah bagi satuan kerja perangkatdaerah yang dipimpinnya;

b. mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang

milik daerah yang diperoleh dari beban anggaran pendapatan dan

belanja daerah dan perolehan lainnya yang sah;

c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah

yang berada dalam penguasaannya;


34

d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam

penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan

fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada

dalam penguasaannya;

f. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang

milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak

memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;

g. menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau

bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan

penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah

yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain,

kepada gubernur/bupati/walikota melalui pengelola barang;

h. mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik

daerah;

i. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas

penggunaan barang milik daerah yang berada dalam

penguasaannya; dan

j. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna

semesteran dan laporan barang penggunatahunan yang berada

dalam penguasaannya kepadapengelola barang.


35

Penggunaan BMD yang digunakan oleh badan layanan umum daerah

(BLUD) merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan untuk

menyelenggarakan kegiatan BLUD yang bersangkutan, dimana

pengelolaan BMD oleh BLUD mengikuti ketentuan yang diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan peraturan

pelaksanaannya, kecuali terhadap barang yang dikelola dan/atau

dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan

pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi BLUD, diatur

tersendiri dalam Peraturan Daerah tentang Badan Layanan Umum

Daerah.

Barang Milik Daerah (BMD) yang diperuntukkan sebagai tempat

tinggal atau hunian dan sarana pembinaan serta menunjang

pelaksanaan tugas pejabat daerah dan/atau pegawai negeri disebut

dengan rumah negara.Gubernur/bupati/walikota melaksanakan

pengelolaan barang milik daerah berupa rumah negara dengan

memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai

rumah negara.Peraturan Menteri Dalam Negeri mengatur rumah

negara yang merupakan BMD.

l. Tuntutan Ganti Rugi

Tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan

digunakan untuk menyelesaikan setiap kerugian daerah akibat

kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan

BMD. Sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan


36

ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan untuk

setiap pihak yang mengakibatkan kerugian daerah dikarenakan

kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan

BMD.

4. Klasifikasi Barang Milik Daerah (BMD)

Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang

meliputi bahan baku, barang setengah jadi, peralatan, yang spesifikasinya

ditetapkan oleh pengguna barang/jasa. Pengertian BMD menurut

Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman

Teknis Pengelolaan BMDadalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli

atau diperoleh atas bebanAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak

maupun tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang

merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau

ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan

surat-surat berharga lainnya.

Berdasarkan kepemilikan dan pengelola barang, BMD terdiri dari 2 (dua)

macam, yaitu:

1. Barang yang dimiliki oleh pemerintah daerah.

Barang ini merupakan barang yang penggunaanya/pemakaiannya

berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/instansi/lembaga


37

Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan;

2. Barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah (PERUSDA) atau

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Barang ini merupakan barang yang status barangnya dipisahkan.

BMD yang dipisahkan adalah barang yang pengelolaannya berada

pada Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya

yang anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau

Badan Usaha Milik Daerah lainnya.

BMD dikelompokkan kedalam 19 (sembilan belas) bidang, yaitu;

bidang tanah, bidang jalan dan jembatan, bidang bagunan air, bidang

instalasi, bidang jaringan, bidang bangunan gedung, bidang monumen,

bidang alat-alat besar, bidang alat-alat angkut, bidang alat bengkel,

bidang alat-alat pertanian, bidang alat-alat kantor dan rumah tangga,

bidang alat studio, bidang alat kedokteran, bidang alat laboraturium,

bidang buku/perpustakaan, bidang barang bercorak kesenian,

kebudayaan, bidang hewan/ternak dan tumbuh-tumbuhan, serta bidang

alat keamanan.

Selanjutnya disebutkan juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan BMD

tersebut bahwa yang dimaksud dengan barang inventaris adalah ”seluruh

barang yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah daerah yang


38

penggunaannya lebih dari satu tahun dan dicatat serta didaftarkan dalam

buku inventaris”.

Pengertian bahwa BMD meliputi juga barang yang berasal dari

perolehan lainnya yang sahmeliputi:

1. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan Undang-Undang; atau

4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

BMD yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaannya

berada pada Perusahaan Daerah (PERUSDA) atau Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD), yang anggarannya dibebankan pada anggaran

PERUSDA atau BUMD dimaksud.

Perolehan BMD melalui APBD dialokasikan ke dalam belanja

daerah. Menurut Undang–Undang nomor 17 tahun 2003, belanja daerah

dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Secara lebih rinci,

yaitu di dalam Permendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah 2 (dua) kali yang terakhir

dengan Permendagri 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah dikelompokkan dalam

urusan pemerintah daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok,

jenis, obyek dan rincian obyek belanja.


39

Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan Barang

Milik Daerah berwenang dan bertanggungjawab atas pembinaan dan

pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Daerah. Dalam melaksanakan

pengelolaan Barang Milik Daerah tersebut, Kepala Daerah dibantu oleh:

1. Sekretaris Daerah selaku pengelola;

2. Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola Barang

Milik Daerah selaku pembantu pengelola;

3. Kepala SKPD selaku pengguna;

4. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna;

5. Penyimpan barang milik daerah; dan

6. Pengurus barang milik daerah.

5. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh

pemerintah daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.Definisi tersebut dinyatakan

dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentangPerimbangan

Keuangan Antara Pusat dan Daerah.Dalam Undang-Undang tersebut

dijelaskan bahwa pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah

dalam mengelolakeuangannya memiliki maksud agar pemerintah daerah

mampu mengoptimalkan potensi yang ada di daerahnya.

Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dalam mengelola

keuangannya sendiri merupakan bentuk penerapan kebijakan


40

desentralisasi fiskal. Kebijakandesentralisasi fiskal bertujuan

meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam

melaksanakan otonomi daerah.Melalui desentralisasi fiskal, pemerintah

daerah diharapkan mampu mengelola aspek-aspek kegiatan di lingkungan

pemerintah daerah. Kebijakan desentralisasi memberikan keleluasaan

kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya yang ada di

daerah, sehingga setiap potensi yang ada di daerah dapat dieksplorasi

secara optimal.

Kebijakan pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dalam

mengelola keuangan yaitu menggali sumber-sumber pendapatan daerah

merupakan upaya dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah

(PAD). PAD tersebut merupakan sumber danauntuk melaksanakan

kegiatan operasional pemerintahan daerah dan diharapkan menjadi

sumber dana yang utama dalam pembangunan daerah. Kebijakan ini

bertujuan untuk memperkecil ketergantungan pemerintah daerah ke

pemerintah pusat di bidang pendanaan pembangunan daerah.

Jenis-jenis PAD berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan yang

sudah diubah 2 (kali) yang terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu:1) Pajak Daerah; 2) Retribusi


41

Daerah; 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan; dan 4)

Lain-lain PAD yang Sah.

Pajak Daerah terdiri dari: 1) Pajak Hotel; 2) Pajak Restoran; 3) Pajak

Hiburan; 4) Pajak Reklame; 5) Pajak Penerangan Jalan; 6) Pajak

Pengambilan Bahan Galian Golongan C; 7) Pajak Parkir; 8) Pajak Air

Bawah Tanah; 9) Pajak Sarang Burung Walet; dan 10) Pajak Lingkungan.

Retribusi Daerah terdiri dari: 1) Retribusi Jasa Umum; 2) Retribusi Jasa

Usaha; dan 3) Retribusi Perijinan Tertentu.

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan terdiri dari: 1)

Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada BUMD; 2) Bagian Laba atas

Penyertaan Modal pada BUMN; dan 3) Bagian Laba atas Penyertaan

Modal pada BUMS.

Sedangkan Lain-lain PAD yang Sah terdiri dari: 1) Hasil Penjualan Aset

Daerah yang Tidak Dipisahkan; 2) Penerimaan Jasa Giro; 3) Pendapatan

Bunga Deposito; 4) Tuntutan Ganti Kerugian Daerah; 5) Komisi,

Potongan dan Selisih Nilai Tukar Rupiah; 6) Pendapatan Denda atas

Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan; 7) Pendapatan Denda Pajak; 8)

Pendapatan Denda Retribusi; 9) Pendapatan Hasil Eksekusi atas Jaminan;

10) Pendapatan dari Pengembalian; 11) Fasilitas Sosial dan Fasilitas

Umum; dan 12) Pendapatan dari Penyelenggaraan Pendidikan dan

Pelatihan.
42

PAD yang terkait dengan pemanfaatan BMD yaitu Jenis Retribusi

Daerah Obyek Retribusi Jasa Usaha Rincian Obyek Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah. Jumlah nominal Retribusi Pemakaian Kekayaan

Daerah yang berhasil diraih pemerintah daerah menggambarkan jumlah

pendapatan daerah yang berhasil diperoleh melalui pemanfaatan BMD.

Proporsi atau Rasio Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah terhadap

PAD menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam melakukan

pemanfaatan BMD untuk mendukung perolehan PAD.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi dalam penyusunan

skripsi ini yaitu:

No Peneliti, Tahun Judul Hasil Studi

1. Agung Pengelolaan Aset 1. Pemerintah Kota Semarang dalam


Krisindarto Tanah Milik pelaksanaan dalam siklus
2012 Pemerintah Kota pengelolaan aset belum
Semarang dilaksanakan secara optimal.
2. Pemerintah Kota Semarang belum
memiliki dan menjalankan
strategi terkait optimalisasi aset.
2. Betta Sari Peranan Pajak 1. Penyelenggaraan otonomi daerah
Novalita Daerah Dalam dapat dilaksanakan dengan baik
Meningkatkan bila didukung dengan sumber-
Pendapatan Asli sumber pembiayaan yang
Daerah (PAD) memadai.
Kabupaten Bogor 2. Potensi ekonomi daerah
menentukan dalam
upayameningkatkankemampuan
keuangan daerah bagi
43

penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
3. Pemerintah daerah harus
memotivasi masyarakat dalam
membayar pajak dan memberikan
fasilitas yang memadai sebagai
kontraprestasi terhadap ketaatan
pembayaran pajak.

3. Keriahen Tarigan Pengaruh Otonomi 1. Pelaksanaan perimbangan keuangan


2007 Daerah Terhadap era otonomi daerah di Pemerintah
Pendapatan Asli Kota Medan telah sesuai peraturan
Daerah (PAD) dan perundang-undangan.
Sektor-Sektor 2. Variabel independen berpengaruh
Berpotensi yang signifikan secara statistik pada
dapat pengujian α = 5% terhadap
Dikembangkan di Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah Kota 3. Sektor berpotensi :
Medan a. Pajak daerah, Pajak penerangan
jalan
b. Retribusi daerah :
- Retribusi Rumah Sakit
Umum
- Retribusi pemakaian
kekayaan daerah
- Retribusi parkir
- Retribusi sampah

4. Md. Krisna Arta Analisis Pengaruh 1. Pajak Daerah berpengaruh positif


Anggar Kusuma Penerimaan Pajak terhadap peningkatan PA
dan Ni Gst. Putu Daerah dan 2. Retribusi Daerah berpengaruh
Wirawati Retribusi Daerah positif terhadap peningkatan PAD
2013 terhadap 3. Kontribusi pajak daerah terhadap
Peningkatan PAD PAD lebih dominan daripada
Kabupaten/Kota di kontribusi retribusi daerah
Provinsi Bali
44

5. Mohammad Kontribusi Pajak 1. Total kontribusi komponen pajak


Riduansyah Daerah dan daerah terhadap penerimaan
2003 Retribusi Daerah APBD dalam kurun waktu tahun
Terhadap anggaran 1993/1994--2000
Pendapatan Asli berkisar antara 7,07% -- 8,79%,
Daerah DAERAH dengan rata-rata kontribusi per
(PAD) dan APBD tahunnya sebesar 7,81% dengan
Guna Mendukung pertumbuhan per tahun 22,89%.
Pelaksanaan 2. Pajak hotel dan pajak restoran
Otonomi Daerah memberikan kontribusi pajak
(Stufi Kasus terbesar terhadap total
Pemerintah Kota penerimaan APBD.
Bogor) Pajak hotel dan restoran
memberikan rata-rata kontribusi
sebesar 3,06% per tahunnya dan
tumbuh rata-rata sebesar 32,64%
per tahun. Sedangkan pajak
hiburan, pada kurun waktu yang
sama memberikan rata-rata
kontribusi sebesar 1,96% per
tahun dan tumbuh rata-rata
sebesar 8,58% per tahunnya.
3. Kontribusi komponen retribusi
daerah terhadap total
penerimaanAPBD berkisar antara
8,36%-- 23,05%, dengan rata-rata
kontribusi per tahunnyasebesar
15,61 % dengan pertumbuhan per
tahun 5,08%.

4. Retribusi pasar dan retribusi


terminal memberikan kontribusi
retribusi terbesar terhadap total
penerimaan APBD.
Retribusi pasar memberikan rata-
rata kontribusi sebesar 3,25% per
tahunnya dan tumbuh rata-rata
45

sebesar 1,44% per tahun.


Sedangkan retribusi
terminalmemberikan rata-rata
kontribusi sebesar 2,93% per
tahun dan tumbuh rata-rata
sebesar 5,02% per tahunnya.
6. Olivia Vanda Intensifikasi Implementasi intensifikasi pemungutan
N.E, Ngadiman, Pemungutan Pajak pajak parkir di Kota Surakarta
Nurhasan Hamidi Parkir sebagai dilakukan melalui kegiatan pendataan
2014 Upaya wajib pajak baru , pemeriksaan wajib
Meningkatkan pajak dan pemungutan pajak parkir
Pendapatan Asli
Daerah pada Dinas
Pendapatan
Pengelolaan
Keuangan dan Aset
Kota Surakarta

7. Nyemas Hasfi, Pengelolaan Barang 1. Pengelolaan BMD di DPPKA


Martoyo, dan Dwi Milik Daerah Kabupaten Sintang belum
Haryono (Suatu Studi pada sepenuhnya terlaksana dengan
2013 Dinas Pendapatan, baik sesuai PP Nomor 6 Th 2006
Pengelolaan dan Peraturan Menteri Dalam
Keuangan dan Aset Negeri Nomor 17 Th 2007.
Kabupaten Sintang) 2. Terdapat kendala organisasi
terkait proses pengelolaan BMD
di DPPKA Kabupaten Sintang.
3. Terdapat kendala jumlah SDM
yang terbatas dan belum
mencukupi sesuai kebutuhan
pekerjaan, juga latar belakang
pendidikan yang beragam.
8. Regina Niken W Pengelolaan 1. Aset merupakan sumber daya
2013 Kekayaan dan Aset yang penting bagi pemerintah
Daerah daerah.
2. Dalam mengelola aset daerah,
pemerintah daerah harus
46

memperhatikan tahapan-tahapan
dalam pengelolaan aset daerah.
3. SKPD terkait memegang peran
penting dalam pengelolaan aset
Kabupaten Jember.
9. Ryan Ardhi Analisis 1. Retribusi pemakaian kekayaan
2011 Pengelolaan Aset daerah memiliki korelasi yang
Tanah dan signifikan dengan PAD
Bangunan Terhadap 2. Kontribusi retribusi pemakaian
Peningkatan PAD kekayaan daerah terhadap PAD
Kabupaten Madiun tergolong rendah.
Tahun Anggaran
2001-2010

C. Kerangka Pemikiran

Barang Milik Daerah (BMD) harus dikelola dengan baik dan benar.

Pengelolaan BMD dengan baik dan benar berarti bahwa dalam

pengelolaannya mentaati asas-asas pengelolaan BMD yaitu asas fungsional,

asas kepastian hukum, asas transparansi, asas keterbukaan, asas efisiensi, asas

akuntabiltas, dan asas kepastian nilai. Agar taat asas maka pengelolaan BMD

harus selaras dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terdapat sejumlah tahapan dalam pengelolaan BMD.Tahapan yang

sangat penting adalah tahapan pemanfaatan BMD karena berpengaruh

terhadap perolehan PAD yaitu retribusi pemakaian kekayaan

daerah.Pemanfaatan BMD secara optimal dapat meningkatkan perolehan

retribusi pemakaian kekayaan daerah yang berarti pula terjadi peningkatan

PAD. PAD yang jumlahnya relatif besar akan berdampak positif terhadap

kemandirian keuangan pemerintah daerah.


47

Uraian di muka agar lebih deskriptif disusun dalam bentuk alur

kerangka pemikiran seperti berikut:

PEMANFAATAN RETRIBUSI PEMAKAIAN


KEKAYAAN DAERAH
BMD

deskriptif kualitatif

PAD

analisis kuantitatif
Sewa

Pinjam Pakai

Kerja sama Pemanfaatan

Bangun Serah Guna atau Bangun Guna Serah

Gambar 2.1 Alur Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis Penelitian

Salah satu analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

analisis uji pengaruh. Dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh

Pemanfaatan Barang Milik Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah. Adapun

hipotesis yang diajukan yaitu:

H0 : diduga Pemanfaatan Barang Milik Daerah tidak berpengaruh


terhadap Pendapatan Asli Daerah
HA : diduga Pemanfaatan Barang Milik Daerah berpengaruh terhadap
PAD

Anda mungkin juga menyukai