Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas petunjuk dan hidayah-nyalah makalah Hukum Administrasi Negara berjudul
“Tinjauan Desentralisasi dan Dekonsentrasi dalam Otonomi Daerah di Indonesia:
Pembahasan dan Penerapan” dapat terlaksana dengan cukup baik dan tepat waktu.
Belakangan ini, isu otonomi daerah menjadi isu yang hangat diperbincangkan.Hal ini
dikarenakan keberadaan otonomi daerah dirasa menjadi sangat penting agar terciptanya
perimbangan antara pemerintah pusat yang berkedudukan di Ibukota Jakarta dengan
pemerintah daerah yang berkedudukan di daerah.Hal ini juga untuk melepaskan stigma
Jakarta-Sentris yang amat kental pada masa orde baru dan mewujudkan adanya good-
governance dengan partisipasi masyarakat umum yang lebih aktif, terutama masyarakat
umum di daerah.
Beberapa hal yang menjadi ujung tombak dari pelaksanaan konsep otonomi
daerah adalah adanya desentralisasi dan dekonsentrasi. Antara desentralisasi dengan
dekonsentrasi serta pula pemerintah daerah adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lainnya. Dengan adanya desentralisasi dan dekonsentrasi, maka konsep
otonomi daerah menjadi benar-benar terlaksana.
Dalam karya tulis ini penulis mencoba memadukan beberapa teori dari
Desentralisasi dan Dekonsentrasi denganaplikasinya dalam otonomi daerah. Penulis
telahberusaha memberikan penjelasan yang cukup komprehensif,namun seperti kata
pepatah, “Tak ada gading yang tak retak”, sehingga penulis menyadari masihterdapat
banyak kekurangan mulai dari sistematika penulisan hingga materi dari penulisan ini,
maka dari itu itu saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan
oleh penulis.Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara, sebagai salah satu prasyarat kelulusan
dan juga “karcis utama” untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.
Akhir kata, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah . Semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua dan makalah ini dapat
bermanfaat bagi FHUI , UI dan Indonesia. Depok, 10 Desember 2013
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................1
DAFTAR ISI ....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A Latar belakang .....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................3
D. Metode Penulisan ................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. Pengertian dan TeoriDesentralisasi................................................................5
2. Pengertian dan Teori Dekonsentrasi..............................................................10
3 Istilah dan Pengertian Otonomi Daerah.........................................................16
4. Sejarah Desentralisasi dan Dekonsentrasi......................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................36
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
The World Bank, 2008, Independent Evaluation Group.Decentralization in Client Countries – An Evaluation of
1
Salah satu contohnya adalah penerapan hukum positif yang berlaku saat ini
yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 , faktanya dalam menjalankan aktivitas
pemerintahan sehari-hari masih banyak pejabat yang tidak mengenal dan
menggunakan paradigma yang berlaku di dalam UU ini. Sebagai contoh, masih
banyak pemerintah kabupaten yang membuat peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa,yang isinya menyatakan
bahwa kepala desa bertanggung jawab kepada bupati. Padahal sebenarnya UU
Nomor 32 Tahun 2004 maupun PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa tidak
menyatakan demikian.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
Lihat misalnya buku “Federalisme Untuk Indonesia”, oleh Adnan Buyung Nasution yang disunting
oleh penyunting St. Sularto, T. Jakob Koekerits, Penerbit Kompas, Jakarta, 2000
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini agar penulis lebih mengetahui
secara mendalam bahwa Desentralisasi dan Dekonsentrasi memiliki peranan penting
dalam pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia dalam upaya menciptakan dan
meningkatkan pembangunan suatu Bangsa.
Adapun tujuan khusus disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara, sebagai salah satu prasyarat
kelulusan dan juga “karcis utama” untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan. Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan Studi
Kepustakaan, yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku dan
literatur serta informasi lainnya baik media online ataupun media cetak yang
berhubungan dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pengertian dan Teori Desentralisasi
3
Nick Devas, Indonesia: What do we mean by decentralisation? Public Administration and Development, Jurnal
vol. 17 , hal 351-36..
4
Soenobo Wirjosoegito, Proses & Perencanaan Peraturan Perundangan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal
5
Litvack, Jennie, Junaidi Achmad, and Richard Bird, Rethinking Decentralization inDeveloping Countries, The World Bank
Washington D.C, USA,1999, hal 2
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
b. Efektivitas
Dengan desentralisasi, ujung tombak pemerintahan yaitu aparat didaerah akan
lebih cepat mengetahui situasi dan masalah sehingga dapat mencarikan jawaban bagi
pemecahan masalah yang ada. Hal ini artinya harus dibarengi dengan penerapan
manajemen partisipasi, yaitu selalu melibatkan aparat tersebut dalam pemecahan
masalah.
6Dr.Ir.H.
Fadel Muhammad, REINVENTING LOCAL GOVERNMENT, PENGALAMAN DARI DAERAH, Kompas
Gramedia,Jakarta ,2008, hal
7Bambang Yudoyono. Desentralisasi dan Pengembangan SDM aparatur pemda dan anggota DPRD,Pustaka Sinar
Przeworski and Stokes 1999), tingkat akuntabilitas ditingkat lokal akan menjadi lebih
baik karena lebih mudah mempertanggungjawabkan kinerja pemerintah daerah
terhadap dewan perwakilan setempat (Peterson, 1997), manajemen fiskal menjadi lebih
baik (Meinzen-Dick, Knox and Gregorio 1999), dan tingkat pertumbuhan ekonomi dan
jaminan pasar akan menjadi lebih baik (Wibbels 2000). Pendek kata, cukup banyak
literatur sangat optimis bahwa tingkat efisiensi menjadi lebih baik, tingkat korupsi juga
akan berkurang (Fisman, dkk. 2002), dan akan terjadi peningkatan demokratisasi dan
partisipasi (Crook and Manor 1998).9
9
Op.cit
10
Rondinelli, D.A, Decentralisation, Territorial Power and the State: A CriticalResponse,Development and
Change, 1990 Vol. 21 , hal 491-500.
(ii) Desentralisasi pasar, umumnya digunakan oleh para ekonom untuk menganalisis
dan melakukan promosi barang dan jasa yang diproduksi melalui mekanisme
pasar yang sensitif terhadap keinginan dan melalui desentralisasi pasar barang-
barang dan pelayanan publik diproduksi oleh perusahaan kecil dan menengah,
kelompok masyarakat, koperasi, dan asosiasi swasta sukarela. desentralisasi
ekonomi, bertujuan lebih memberikan tanggungjawab yang berkaitan sektor
publik ke sektor swasta.
(iii) Desentralisasi administratif, memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum dan
pakar administrasi publik untuk menggambarkan hierarki dan distribusi
kewenangan serta fungsi-fungsi di antara unit pemerintah pusat dengan unit
pemerintah non pusat (sub-national government). Desentralisasi administratif,
memiliki tiga bentuk utama yaitu dekonsentrasi, delegasi dan devolusi, bertujuan
agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif dan efisien
11
Ragawino, Bewa. Makalah : Desentralisasi dalam Kerangka Otonomi Daerah diIndonesia, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pajajaran,Bandung, 2003, hal 3
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 11
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
Menurut Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink Dekonsentrasi adalah suatu attribrutie /
penyerahan kewenangan menurut hukum publik kepada pejabat-pejabat
departemen.Dari pengertian tersebut, beliau menyimpulkan bahwasanya saripati dari
pengertian tersebut adalah perwakilan dari badan-badan yang didesentralisasikan
terdiri dari pejabat-pejabat departemen. Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan
bahwasanya badan-badan yang dapat didekonsentrasikan sendiri antara lain adalah
badan-badan yang termasuk dalam kelompok badan propinsi, kotamadya, badan
perairan (waterschap) demikian pula lichamen / badan-badan yang dibentuk menurut
Bab V dan VI Undang-Undang Dasar 1945.13
12
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Desentralisasi dan Tugas Perbantuan
13
Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink, 2006, Pemahaman Tentang Dekonsentrasi terjemahan Prof. Dr. Ateng
Syarifudin, S.H., Bandung: Refika Aditama, hal.29
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 12
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
14
Prof. Ramlan Surbakti, M.A., PhD, 1992, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, hal.221
15
Presentasi Implementasi Fungsi Dekonsentrasi Dalam Kerangka Sistem Negara Kesatuan Yang
Terdesentralisasi, dalam Seminar Proposal Program Pasca Sarjana Pendidikan Doktor (S3) Administrasi
Publik Universitas Gadjah Mada, Oleh Tri Widodo W. Utomo,
http://www.slideshare.net/triwidodowutomo/dekonsentrasi-dlm-kerangka-negara-kesatuan-yg-
terdesentralisasi, diakses 1 Desember 2013
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 13
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
yang lebih singkat, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan
Tugas Perbantuan dijelaskan secara lebih rinci bahwasanya selain kepada Gubernur dan
Instansi vertikal di wilayah tertentu, dekonsentrasi dapat pula diberikan kepada pejabat
pemerintahan di daerah.
Selain itu pula, dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan pula bahwasanya Prinsip
dari penyelenggaraan dekonsentrasi adalah melalui pelimpahan sebagian urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan kementerian dan lembaga. Dalam hal
pendanaan dari dekonsentrasi, menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah daerah bahwasanya Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada
Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan,
hal ini dapat disebut pula dengan dana dekonsentrasi. Dana dekonsentrasi ini berasal
dari Anggaran Pendapat Belanja Negara. Asal dana dekonsentrasi yang berasal dari
Anggaran Pendapat Belanja Negara ini didasarkan atas fakta bahwasanya urusan
pemerintah yang dibiayai dari dana ini adalah urusan yang pada dasarnya adalah urusan
pemerintah pusat, namun dilimpahkan kepada pihak yang didekonsentrasikan. Hal ini
berbeda dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang membiayai urusan
pemerintah yang sudah diserahkan menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Yang juga perlu diingat adalah urusan pemerintahan yang dapat dikonsetrasikan
tidak terbatas pada 6 (enam) urusan pemerintahan tersebut.Selain 6 (enam) urusan
pemerintahan tersebut, urusan pemerintahan di luar 6 (enam) urusan pemerintahan,
pemerintah pusat dapat men-dekonsentrasikan-nya kepada wakil pemerintah pusat di
daerah ataupun gubernur selaku wakil pemerintah pusat.16
Urusan pemerintah tersebut didekonsentrasikan oleh instansi vertikal di
daerah.Sementara urusan pemerintah lainnya yang didekonsentrasikan kepada
perangkat pusat di daerah, diselenggarakan sendiri oleh instansi vertikal tertentu yang
berada di daerah.Sementara itu Gubernur sebagai pihak yang didekonsentrasikan
berwenang dalam sebagian urusan pemerintah. 17 Dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah, gubernur sebagai wakil Pemerintah
melakukan:
16
Artikel Pembagian Urusan Pemenrintah dalam Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Sie. Analisis
Keuangan Daerah Ditama Binbangkum Badan Pemeriksa Keuangan RI, jdih.bpk.go.id/wp-
content/.../UrusanDekonTP.pdf, diakses 4 Desember 2013
17
Artikel Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Bangda Kementerian Dalam Negeri,
http://bangda.kemendagri.go.id/berita.php?p=profil&id=dk-tp, diakses 1 Desember 2013.
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 16
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
18
Penjelasan Pemerintah di dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
19
Suwandi, Menggagas Otonomi Daerah di Masa Depan, Samitra Media Utama,Jakarta,2005, hal 17
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 17
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
Pada tanggal 11 September 1943 kekuasaan pemerintah berada pada satu tangan,
yaitu tangan Saikosikikan yang berkedudukan sebagai Gubernur Jenderal. Dibawah
Saikosikikan segala sesuatu dilakukan oleh Kepala Staf (Gunseikan) yang sekaligus
sebagai kepala staf angkatan perangnya. Aturan yang dikeluarkan oleh Saikosikikan
disebut Osamuseirei dan yang dikeluarkan oleh kepala staf disebut Osamukanrei.
Osamuseirei nomor 3 yang dkeluarkan oleh saikosikikan mengatur pemberian
wewenang kepada Walikota yang semula hanya berhak untuk mengatur rumah tangga,
selanjutnya diwajibkan juga untuk menjalankan urusan Pemerintahan Umum.21
20
Wijoyo Kusumo, Sejarah Desentralisasi di Indonesia, diakses pada
http://wijoyokusumo.wordpress.com/2010/08/11/sejarah-desentralisasi-di-indonesia/ , 10 Desember
2013, pukul 22.48
21
Ibid, Pukul, 22 : 58
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 20
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
22
Karen Evieta Putri, Desentralisasi dan Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia, diakses padahttp://alsaindonesia.org/site/desentralisasi-dan-otonomi-daerah-dalam-negara-
kesatuan-republik-indonesia/ , 10 Desember 2013, Pukul 22.56
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 22
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
Setiap bupati dan walikota memiliki kewenangan penuh untuk mengelola daerah
kekuasaannya. Keleluasaan atas kekuasaan yang diberikan kepada bupati/walikota
dibarengi dengan mekanisme kontrol (checks and balances) yang memadai antara
eksekutif dan legislatif. Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik
riil yang baru. Lembaga legislatif ini secara merdeka dapat melakukan sendiri
pemilihan gubernur dan bupati/walikota tanpa intervensi kepentingan dan pengaruh
politik pemerintah pusat. Kebijakan di daerah juga dapat ditentukan sendiri di tingkat
daerah atas kesepakatan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
(DPRD). Undang-undang yang baru juga mengatur bahwa setiap peraturan daerah
dapat langsung dinyatakan berlaku setelah disepakati sejauh tidak bertentangan dengan
peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini kontras berbeda dengan
ketentuan sebelumnya yang mensyaratkan adanya persetujuan dari penguasa
pemerintahan yang lebih tinggi bagi setiap perda yang akan diberlakukan.
Namun, praktik-praktik politik yang menyusul setelah itu masih belum sepenuhnya
memperlihatkan adanya otonomi yang demokratis.
Hubungan pusat dan daerah juga masih menyimpan ancaman sekaligus harapan.
Menjadi sebuah ancaman karena berbagai tuntutan yang mengarah kepada disintegrasi
bangsa semakin besar. Bermula dari kemerdekaan Timor Timur (atau Timor Leste)
pada tanggal 30 Agustus 1999 melalui referendum. Berbagai gelombang tuntutan
disintegrasi juga terjadi di beberapa daerah seperti di Aceh, Papua, Riau dan
Kalimantan. Meskipun ada sejumlah kalangan yang menganggap bahwa kemerdekaan
Timor Timur sudah seharusnya diberikan karena perbedaan sejarah dengan bangsa
Indonesia dan merupakan aneksasi rezim Orde Baru, tetapi efek domino yang
timbulkannya masih sangat dirasakan, bahkan dalam MoU Helsinki yang menghasilkan
UU Pemerintahan Aceh.Gejolak terus berlanjut hingga, Aceh dan Papua akhirnya
diberi otonomi khusus.
No. 25/1999 tersebut. UU No. 32 Tahun 2004 ini sempat mengalami perubahan
berdasarkan UU No. 8 tahun 2005 dan UU No. 12 tahun 2008.
23
Ade Suerani, Sejarah Desentralisasi di Indonesia (Selesai), diakses
padahttp://hukum.kompasiana.com/2010/07/26/sejarah-desentralisasi-di-indonesia-selesai-205206.html
, 11 Desember 2013, 21.54
24
Penjelasan di dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah BAB III Pembagian Urusan
Pemerintahan pasal 10 ayat 3
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 25
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
otonom tidak boleh melepaskan diri dari Negara Kesatuan RI. Betapa pun luasnya
cakupan otonomi, desentralisasi yang mengemban pemerintahan daerah tidaklah boleh
meretak-retakkan bingkai Negara Kesatuan RI.
Secara formal normatif, arah desentralisasi sudah cukup baik. Namun, dalam
tataran empiris komitmen pemerintah pusat tidak konsisten. Praktek-praktek monopoli
dan penguasaan urusan-urusan strategis yang menyangkut pemanfaatan sumber daya
alam termasuk perizinan di daerah, dikuasai pusat.
25
Bagir Manan, Pemerintahan Daerah bagian I, penerbit UGM, Yogyakarta, 1989, hal
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 26
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berkenaan dengan
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, yakni;
Berdasarkan dua nilai dasar tersebut, prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang
dianut di Indonesia adalah:
• nyata, bahwa otonomi daerah secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan
kondisi obyektif di daerah;
• bertanggung jawab, bahwa pemberian otonomi daerah harus
diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok
tanah air;
• dinamis, bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah selalu menjadi sarana dan
dorongan untuk lebih baik dan lebih maju.
26
Presentasi Mata Kuliah Kewarganegaraan Jurusan MKU Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Jakarta oleh Tukina, http://www.slideshare.net/jayamartha/kewarganegaraan-15-otonomidaerah,
diakses 4 Desember 2013
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 27
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
27
Ibid
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 28
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
baru Sehingga daerah otonom menjadi sebanyak 530 unit (propinsi, kabupaten,
kota)28Selengkapnya pada Tabel 2.
Hasil evaluasi efektifitas pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa
pelaksanaan otonomi daerah belum mencapai tujuan yang hakiki dari otonomi daerah
yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.Kesimpulan ini merupakan hasil kajian
Direktorat Otonomi Daerah Bappenas pada tahun 201129.
Jumlah provinsi 26 7 33
jumlah kota 59 39 98
.
(*) Angka ini tidak termasuk 1 Kabupaten dan 5 Kota di Provinsi DKI Jakarta adalah
daerah administratif dan bukan daerah otonom
28
Daftar Jumlah Provinsi, Kabupaten atau Kota seluruh Indonesia, diakses pada
http://www.otda.kemendagri.go.id/otdaii/otda-iia.pdf, 13 Desember 2013, pukul 11.58
29
http://otda.bappenas.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=121%3Alaporan-
kegiatan-direktorat-otonomi-daerah-bappenas&catid=1%3Alatest-news&lang=in , diakses pada 12
Desember 2013 Pukul 09.53
Dimas Ramadhansyah dan Rafli Fadilah Achmad Page 29
Makalah Hukum
Maka
Administrasi Negara , Desentralisasi dan Dekonsentrasi 2013
Di sisi lain, dampak negatif juga terjadi diantaranya (i) banyak kebocoran
(korupsi) dan penggunaan anggaran yang tidak efisien dan efektif; (ii) terbukanya
potensi kegaduhan yang disebabkan oleh ketidaksiapan daerah dan ketidaklengkapan
desain regulasi untuk mengimplementasikan proses desentralisasi, berupa
desentralisasi KKN dan duplikasi Perda yang justru berlawanan dengan spirit otonomi
daerah. Jika sebelumnya watak KKN lebih bersifat vertikal dengan institusi di atas
mengambil bagian yang paling besar, maka sejak era otonomi watak KKN lebih bersifat
horizontal dengan setiap lini penyelenggara pemerintah (daerah) mengambil bagian
yang sama. Contoh lainnya, pemerintah daerah mencoba meningkatkan penerimaan
daerah akibat orientasi kepada PAD yang berlebihan.Masalahnya adalah, peningkatan
PAD tersebut dibarengi dengan kebijakan-kebijakan duplikatif sehingga sangat
memberatkan masyarakat dan pelaku ekonomi pada khususnya30. Sebagian besar
Perda-perda tersebut dianggap menjadi penyebab munculnya high cost economy
(ekonomi biaya tinggi) sehingga tidak mendukung upaya peningkatan iklim usaha di
Indonesia, baik dalam bentuk pajak, retribusi, maupun non-pungutan.
30
Menteri Keuangan pada tahun 2003 telah merekomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk
mencabut 206 Perda di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Perda yang bermasalah pada level
kabupaten pada tahun 2006 bahkan mencapai 65,63% dari seluruh total Perda yang diproduksi,
sedangkan pada level propinsi dan kota di bawah 22%. (Jatmiko, 2010)
Temuan lain juga mengemukakan bahwa kebijakan desentralisasi tak luput dari
serangkaian permasalahan seperti munculnya pembengkakan organisasi daerah,
terjadinya oligarki politik oleh elit lokal maupun gejala pembangkangan daerah
terhadap pemerintah pusat.
dengan Program Legislasi Nasional (Proglenas) 2010, UU Nomor 32 Tahun 2004 akan
direvisi menjadi tiga Rancangan Undang-Undang (RUU): RUU tentang Pemerintahan
Daerah, RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah, dan RUU tentang Desa.
Untuk itu, menurut Mochtar (2012), setidaknya terdapat 22 isu strategis yang
dirumuskan dalam RUU Pemerintahan Daerah antara lain: (1) pembentukan daerah
otonom; (2) pembagian urusan pemerintahan; (3) daerah berciri kepulauan; (4)
pemilihan kepala daerah; (5) peran gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di
Daerah; (6) Muspida; (7) perangkat daerah; (8) kecamatan; (9) aparatur daerah; (10)
peraturan daerah; (11) pembangunan daerah; (12) keuangan daerah; (13) pelayanan
publik; (14) partisipasi masyarakat; (15) kawasan perkotaan; (16) kawasan khusus; (17)
kerjasama antardaerah; (18) desa; (19) pembinaan dan pengawasan; (20) tindakan
hukum terhadap aparatur Pemda; (21) inovasi daerah; (22) dan Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah (DPOD).
Selama ini proses desentralisasi dan otonomi daerah terlalu fokus pada aspek
kepemerintahan, dengan melupakan bahwa filosofi otonomi daerah diantaranya adalah
keterlibatan aktif masyarakat dalam proses ini. Akibatnya masyarakat hanya menjadi
obyek.Untuk itu, dibutuhkan upaya bertahap untuk mulai melibatkan masyarakat
dimulai dengan melakukan sosialisasi secara intensif, menyelenggarakan dengan
pendapat publik, melibatkan masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi secara
partisipatif. Dengan demikian diharapkan dukungan masyarakat akan membantu
meningkatkan kualitas otonomi daerah.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
pemerintah daerah dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan Negara tersebut tunduk
dan bertanggung jawab penuh kepada pemerintah pusat. Dari segi pembiayaan sendiri,
Asal dana dekonsentrasi berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara ini
didasarkan atas fakta bahwasanya urusan pemerintah yang dibiayai dari dana ini adalah
urusan yang pada dasarnya adalah urusan pemerintah pusat, namun dilimpahkan
kepada pihak yang didekonsentrasikan. Maka dari itu, wajar jika sumber dananya
berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.Dalam hal bentuknya, dekonsentrasi
tidak seperti desentralisasi yang berbentuk delegasi, dekonsentrasi berbentuk atribusi
berupa penyerahan kewenangan.Pelaksanaan dari dekonsentrasi, dilakukan oleh suatu
Satuan Kerja Pelaksana Daerah seperti Gubernur dan instansi vertikal pemerintah pusat
yang berkedudukan di daerah. Sementara itu, dalam hal urusan pemerintah yang
didekonsentrasikan, dalam dekonsentrasi meliputi antara lain bidang politik luar negari,
pertahanan, keamanan, yustisi, agama, serta moneter dan fiskal nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Regulasi
1. Undang Undang Dasar 1945
Buku
1. Buyung, Adnan.2000.Federalisme Untuk Indonesia. Jakarta: Kompas, 2000
3. Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink diterjemahkan oleh Prof. Dr. Ateng Syarifudin,
S.H., 2006, Pemahaman Tentang Dekonsentrasi Bandung: Refika Aditama
Website
UGM,http://www.slideshare.net/triwidodowutomo/dekonsentrasi-dlm-
kerangka-negara-kesatuan-yg-terdesentralisasi, diakses pada 1 Desember 2013,
pukul 13.50
7. Daftar Jumlah Provinsi, Kabupaten atau Kota seluruh Indonesia, diakses pada
http://www.otda.kemendagri.go.id/otdaii/otda-iia.pdf, 13 Desember 2013,
pukul 11.58
10. Artikel Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Bangda Kementerian Dalam
Negeri, http://bangda.kemendagri.go.id/berita.php?p=profil&id=dk-tp, diakses
1 Desember 2013.