Anda di halaman 1dari 150

PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI HUTAN MANGROVE PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN BAITUSSALAM TAHUN

2008

TESIS

Oleh BAHAGIA 067004005/PSL

K O L A
H

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

PA

A S A R JA

PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI HUTAN MANGROVE PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN BAITUSSALAM TAHUN 2008

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh BAHAGIA 067004005/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Judul Tesis

PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI HUTAN MANGROVE PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN BAITUSSALAM TAHUN 2008 Bahagia 067004005 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: : :

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc) Ketua

(Dr. Delvian, SP, M.Si) Anggota

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

Direktur

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S)

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. M.Sc)

Tanggal lulus : 14 Oktober 2009

Telah diuji pada Tanggal 14 Oktober 2009

PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua Anggota : Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc : 1. Dr. Delvian, SP, M.Si 2. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si 3. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc 4. Prof. Dr. Ramli, MS

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui peran pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove pascatsunami di Kecamatan Baitussalam. Penelitian dilakukan melalui perangkat kuisioner dan observasi lapangan. Diperoleh data masyarakat pada Kecamatan Baitusalam, bahwa peranan pemerintah pada program rehabilitasi hutan mangrove sebagai upaya penanggulangan bencana alam gempa dan tsunami yang lebih besar didukung oleh lembaga donor yang mengalokasikan dana di wilayah penelitian. Partisipasi masyarakat pada Kecamatan Baitussalam dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami sangat tinggi dengan adanya trauma mendalam pada bencana alam gempa dan tsunami yang menimpa wilayah penelitian. Dari perhitungan analisis regresi, adanya hubungan sosial ekonomi dan pemahaman terhadap partisipasi masyarakat yang signifikan. Perolehan nilai R2 sebesar 0.34, artinya korelasi kedua variabel (sosio ekonomi dan pemahaman) memiliki korelasi yang rendah terhadap besarnya partisipasi masyarakat. Hal ini mengisyaratkan bahwa besarnya tingkat partisipasi masyarakat untuk program rehabilitasi hutan mangrove di Kecamatan Baitussalam disebabkan oleh kebutuhan yang mendasar terhadap penanggulangan kerusakan hutan mangrove akibat bencana alam gempa dan tsunami.

Kata Kunci: Peran Pemerintah, Partisipasi Masyarakat, Rehabilitasi Hutan Mangrove, Pasca Tsunami.

ABSTRACT

This research is intented to know the region of government act and the participation of society in rehabilitation mangrove forest pasca tsunami at Baitussalam Subdistrict. Research is done by set of quistioner and field of observation. Society data is gotten at Baitusalam Subdistrict the government act at the rehabilitation mangrove forest program as prevention effort of earthquake disaster and tsunami is more carried on by the donor institute which allocates the fund in research area. The society participation at Baitussalam Subdistrict in doing the activity of rehabilitation mangrove forest pasca tsunami is high with deeply traumatic at the earthquake disaster and tsunami with befell in research area. From the analisis regression has relationship social economic and understanding to society participation which significant. The value gotten R2 = 0.34, its means the second correlation variable (sosio economy and understanding) have a low correlation to the big of society participation. In the case to sign the higher level of society participation is caused the need of basic as the prevention effort of earthquake and tsunami.

Keywords: The Government Act, Participation of Society, Rehabilitation of Mangrove Forest Rehabilitation, Pasca Tsunami.

KATA PENGANTAR

Dengan ucapan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya yang telah dilimpahkan kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar sebagai wilayah pesisir yang telah dilaksanakannya program rehabilitasi hutan mangrove. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Ketua Program S2 PSL yang membimbing dan memberikan motivasi selama penulis menyelesaikan perkuliahan. 2. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penulisan dan penyempurnaan tesis. 3. Dr. Delvian, SP, M.Si, selaku Pembimbing Kedua yang membimbing penulis dalam penyempurnaan tesis. 4. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Pembimbing Ketiga yang membimbing penulis dalam penyempurnaan tesis dan selalu memberikan motivasi untuk penyelesaian perkuliahan. 5. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Dosen Penguji yang memberikan masukan kepada penulis untuk perbaikan tesis dan selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian perkuliahan.

6. Prof. Dr. Ramli, MS, selaku Dosen Penguji yang memberikan masukan kepada penulis untuk penyempurnaan tesis. 7. Orangtuaku Alm. Idris dan Ibunda Almh. Maimunnah yang telah membimbing dan membesarkan penulis. 8. Mertuaku Alm. Abdurrahman dan Almh Halimah yang telah memberikan doa yang tulus kepada penulis. 9. Istriku tercinta Nurfaridah, SP serta ananda tersayang Arinal Rifki, Arissa Sabilla, Arreza Giffari dan Adinda Sabrina yang dengan sabar memberi dorongan dan doa yang dipanjatkan kehadirat Allah SWT serta mendampingi selama pendidikan demi keberhasilan penulis. 10. Kakanda Darma, Rohanna, Amir S. Sos, Jamilah, Lukman, SE serta ipar dan keponakan-keponakan yang telah mendorong dan mendoakan penulis dalam penyelesaian studi. 11. Drh. Asnawi M. Yusuf, sebagai Ketua STPP NAD yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana USU. 12. Kepala Dinas Kehutanan Tk. II Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 13. Camat Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 14. Kepala Desa se Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 15. Ketua kelompok tani mangrove di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

16. Rekan-rekan di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan angkatan 2006.

Medan, Oktober 2009

Penulis

RIWAYAT HIDUP

BAHAGIA, lahir di Juli Bireun, pada tanggal 8 Januari 1966 anak ke 6 (enam) dari 6 (enam) bersaudara, putra dari Alm Idris dan Almh Maimunnah. Pada tahun 1996 Penulis menikah dengan Nurfaridah, SP dan dikaruniai 4 (empat) orang anak yaitu 2 orang putra dan 2 orang putri yang bernama Arinal Rifki, Arissa Sabilla, Arreza Giffari dan Adinda Sabrina, saat ini bertempat tinggal di Kompleks STPP Aceh Jl. Banda Aceh Medan KM &70 Saree Aceh Besar. Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Negeri tamat Juli tahun 1980, tahun 1984 tamat SMP Juli, tahun 1987 tamat SMA Negeri 1 Bireun. Penulis menamatkan studi di Perguruan Tinggi UNIMA Fakultas Pertanian pada tahun 1995 dan tahun 2006 mengikuti S-2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Universitas Sumatera Utara.

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT .................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................... RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 1.4.1. Manfaat Umum ............................................................... 1.4.2. Manfaat Khusus ................................................................ 1.5 Keaslian Penelitian ..................................................................... 1.6 Kerangka Berpikir ...................................................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2.1. Peran Pemerintah Daerah........................................................... 2.2. Pengertian Partisipasi Masyarakat ............................................ 2.2.1. Pentingnya Partisipasi .................................................... 2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi .............. 2.3. Hutan Mangrove ........................................................................ 2.3.1. Dampak Tsunami dan Gempa terhadap Mangrove ........ 2.3.2. Rehabilitasi Hutan Mangrove ........................................ 2.4. Dampak Tsunami dan Gempa terhadap Hutan Mangrove di Aceh ....................................................................................... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN................................................... 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 3.2. Populasi dan Sampel .................................................................. 3.3. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 3.4. Instrumen Penelitian ................................................................... 3.5. Definisi Operasionalisasi Variabel Penelitian ............................ 3.6. Analisa Data ............................................................................... i ii iii vi vii ix xii xiii 1 1 4 5 5 5 5 6 8 11 11 13 16 17 19 22 23 25 28 28 28 31 32 33 34

BAB IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN...................................... 4.1. Kondisi Geografis ................................................................... 4.2. Penduduk ................................................................................ 4.3. Penggunaan Lahan .................................................................. 4.4. Pendidikan .............................................................................. 4.5. Sarana Kesehatan .................................................................... 4.6. Keadaan Iklim ......................................................................... 4.7. Hidrologi ................................................................................. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 5.1. Hutan Mangrove ..................................................................... 5.1.1. Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Baitussalam . 5.1.2. Rehabilitasi Hutan Mangrove Kecamatan Baitussalam 5.2. Peran Pemerintah dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove ........ 5.2.1. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator Kepada NGO .... 5.2.2. Peran Pemerintah dalam Pemetaan Lokasi Penanaman 5.2.3. Peran Pemerintah dalam Pendanaan ............................ 5.2.4. Peran Pemerintah dalam Penyuluhan ........................... 5.2.5. Peran Pemerintah dalam Kegiatan Monitoring, Control dan Evaluation ................................................ 5.3. Karakteristik Responden Penelitian ....................................... 5.3.1. Data Pribadi Responden ............................................... 5.3.2. Sosio Ekonomi ............................................................. 5.3.3. Pemahaman Responden terhadap Rehabilitasi Hutan Mangrove ............................................... ...................... 5.3.4. Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove ..................................................................... 5.5. Evaluasi Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove Kecamatan Baitussalam ......... BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 6.1. Kesimpulan ............................................................................. 6.2. Saran ........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

36 36 38 41 42 43 44 46 47 47 47 49 50 51 53 54 59 61 64 64 66 73 79 98 106 106 108 110

DAFTAR TABEL

Nomor 1.1. 2.1. 3.1. 3.2. 3.3. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5.

Judul Penelitian Terdahulu ........................................................................

Halaman 6 27 29 31 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 52 65 66 67 68

Kecamatan-kecamatan yang Telah Dilakukan Rehabilitasi Hutan Mangrove di Kabupaten Aceh Besar ................................ Jumlah Kepala Keluarga yang Diambil Menjadi Populasi .............. Jumlah Sampel Penelitian ................................................................ Batasan Skor Muatan untuk Analisis Persentase ............................. Luas Desa Dirinci Menurut Mukim di Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 ....................................................................................... Geografis Desa/Kelurahan dan Tinggi di Atas Permukaan Laut Dirinci Per Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 ......... Jumlah Penduduk dan Rata-Rata Penduduk Per Rumah Tangga Dirinci Per Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 ......... Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Dirinci Per Desa Berdasarkan Luas Wilayah Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 ... Perkembangan Penduduk Dirinci Menurut Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2004-2007 ...................................... Jenis Penggunaan Lahan .................................................................. Jumlah Keluarga Menurut Status Pendidikan Kepala Keluarga Dirinci Per Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 ......... Jumlah Sarana Kesehatan di Masing-Masing Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 ............................................... Rata-Rata Curah Hujan dan Hari Hujan Kecamatan Baitussalam ... Rata-Rata Kecepatan Angin di Wilayah Pesisir Kecamatan Baitussalam ...................................................................................... Lembaga Pendukung Rehabilitasi Hutan Mangrove di Kecamatan Baitussalam ...................................................................................... Distribusi Responden Menurut Umur .............................................. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ................................. Distribusi Responden Menurut Pendidikan ..................................... Distribusi Responden Menurut Lama Menetap atau Bermukim ......

5.6. 5.7. 5.8. 5.9. 5.10. 5.11. 5.12. 5.13. 5.14. 5.15. 5.16. 5.17. 5.18. 5.19. 5.20. 5.21. 5.22. 5.23. 5.24.

Distribusi Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga ............. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan ........................................ Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan ........................ Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove ............................................................................... Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove ............................................................. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Penyebab Terjadinya Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove ........................................... Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Sebelum Tsunami ............................... Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Program Rehabilitasi Hutan Mangrove yang Dicanangkan Pemerintah ......... Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Daerah Pelaksanakan Rehabilitasi Hutan Mangrove .................................... Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Pelaksanaan Survei Lokasi ............................................................................................... Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Lembaga Non Pemerintah yang Membantu Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Distribusi Responden Menurut Aktivitas yang Pernah Dilakukan di Wilayah Penelitian ....................................................................... Distribusi Responden Menurut Dasar Kegiatan Dilakukan ............. Distribusi Responden Menurut Harapan pada Kondisi Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove ............................................................... Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove ........................................................... Distribusi Responden Menurut Keterlibatan dalam Penyusunan Rancangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove ........................ Distribusi Responden Menurut Peranan Penyusunan Rancangan Anggaran Biaya Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove ................ Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Survey Lokasi Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Mangrove .......................... Distribusi Responden Menurut Peranan Keterlibatan dalam Menentukan Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove ..........

69 71 72 73 74 75 76 76 77 78 79 80 80 82 83 84 85 86 87

5.25. 5.26.

Distribusi Responden Menurut Peranan Pelepasan Kepemilikan Lahan Menjadi Lokasi Penanaman Mangrove ................................. Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Memberikan Dukungan terhadap LSM atau Lembaga Donor pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove ........................................................... Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Penyuluhan dan Sosialisasi Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove ............................................................................... Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Sosial dan Gotong Royong Menunjang Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove ............................................................................... Distribusi Responden Menurut Keterlibatan Menanam Mangrove atas Swadaya Sendiri ........................................................................ Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Monitoring, Control dan Evaluation pada Pelaksanaan Program Rehabilitasi Hutan Mangrove ........................................................... Distribusi Responden Menurut Pelaksanaan Musyawarah Berdasarkan Hasil Kegiatan Monitoring, Control dan Evaluation .. Distribusi Responden Menurut Peranan Kegiatan Pemeliharaan Hutan Mangrove yang Direhabilitasi ............................................... Distribusi Responden Menurut Respon terhadap Pemeliharaan Hutan Mangrove di Daerah yang Sudah Direhabilitasi ................... Ringkasan Hasil Perhitungan Korelasi Antarvariabel ...................... Ringkasan Hasil Perhitungan Korelasi Analisis Regresi Prediksi Partisipasi Masyarakat dari Sosial Ekonomi dan Pemahaman Pelaksanaan Rehabilitasi Mangrove ................................................. Tingkat Partisipasi Masyarakat ........................................................

88

89

5.27.

90

5.28.

91 92

5.29. 5.30.

93 94 96 97 103

5.31. 5.32. 5.33. 5.34. 5.35.

104 105

5.36.

DAFTAR GAMBAR

Nomor 1.1. 2.1.

Judul

Halaman 10 20

Kerangka Berpikir ............................................................................ Enam Tipe Komunitas Mangrove ....................................................

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor 1. 2. 3. 4. 5.

Judul

Halaman 115 117 124 128 130

Wawancara untuk Pemerintah Daerah ............................................... Kuisioner untuk Masyarakat .............................................................. Rekapitulasi Hasil Angket Penelitian ................................................ Peta Lokasi Penelitian ....................................................................... Foto Lokasi Penelitian .......................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Hutan mangrove juga dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang

tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Anonimous, 2005). Luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 8,6 juta ha yang terdiri atas 3,8 juta ha terdapat di kawasan hutan dan 4,8 juta ha terdapat di luar kawasan hutan. Sementara itu, berdasarkan kondisi diperkirakan bahwa 1,7 juta ha (44.73 %) hutan mangrove di dalam kawasan hutan dan 4,2 juta ha (87.50 %) hutan mangrove di luar kawasan hutan dalam keadaan rusak (Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2002). Kerusakan hutan mangrove di antaranya disebabkan oleh tekanan dan pertambahan penduduk yang demikian cepat terutama di daerah pantai,

mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan, akibatnya hutan mangrove dengan cepat menipis dan rusak. Selain itu, meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu menyebabkan

eksploitasi berlebihan terhadap hutan mangrove. Kegiatan lain adalah pembukaan tambak-tambak untuk budidaya perikanan yang memberikan kontribusi terbesar bagi kerusakan hutan mangrove dalam situasi seperti ini, habitat dasar dan fungsinya menjadi hilang dan kehilangan ini jauh lebih besar dari nilai penggantinya. Menurut Kusmana (1994), ada tiga faktor utama penyebab kerusakan hutan mangrove, yaitu: (1) Pencemaran, yang meliputi pencemaran minyak dan pencemaran logam berat, (2) Konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan, meliputi: budidaya perikanan, pertanian, jalan raya, industri serta jalur dan pembangkit listrik, produksi garam, perkotaan, pertambangan dan penggalian pasir, (3) Penebangan yang berlebihan. Aksesibilitas ke lahan mangrove yang mudah dengan tersedianya prasarana dan sarana transportasi telah meningkatkan tekanan terhadap konversi hutan mangrove. Rencana pengelolaan yang tidak jelas seperti kebijakan pengelolaan yang tumpang tindih dan konflik kepentingan antar instansi sering membuat hutan mangrove terbengkalai. Undang-undang dan peraturan-peraturan yang tidak jelas (sanksinya) juga turut mempercepat kerusakan hutan mangrove. Peraturan silvikultur pohon induk atau tebang jalur, dalam prakteknya dilakukan tebang habis dan kewajiban penanaman setelah penebangan kebanyakan tidak dilaksanakan,

merupakan sebagian dari ketiadaan penegakan hukum tersebut. Kurangnya kesadaran pada masyarakat (lokal), pengelola dan pembuat kebijakan dalam menjalankan perannya juga merupakan penyebab terjadinya kerusakan hutan mangrove (Anonimous, 2005).

Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, gelombang Tsunami yang terjadi tanggal 26 Desember 2004 dengan ketinggian rata-rata 10 s/d 15 meter telah menghancurkan hutan mangrove dalam hitungan detik. Kerusakan hutan mangrove karena hantaman gelombang Tsunami terjadi hampir di seluruh pesisir barat dan sebagian pesisir timur Aceh (Wibisono, et al, 2006). Berdasarkan kondisi hutan mangrove tersebut, perlu dilaksanakan suatu upaya rehabilitasi hutan mangrove oleh Pemerintah Daerah yang didukung dengan partisipasi masyarakat. Keberhasilan maupun kegagalan dalam rehabilitasi hutan mangrove tidak terlepas dari peran Pemerintah khususnya di daerah melalui instansi yang berwenang, lebih dominan baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove. Partisipasi masyarakat di sekitar hutan mangrove mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya bagi kelestarian hutan mangrove. Partisipasi tersebut dapat secara individual maupun kelompok masyarakat. Hal ini sesuai dengan UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 23/1997) Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Dalam penjelasannya ditegaskan bahwa hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik terhadap perencanaan maupun tahap-tahap perencanaan dan penilaian.

Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di Kecamatan Baitussalam sudah pernah dilaksanakan pada tahun 2005 setelah terjadi musibah Tsunami, banyak lembaga Pemerintah dan lembaga swasta (NGO/LSM) yang melaksanakan kegiatan tersebut. Salah satunya dilaksanakan di Kecamatan Baitussalam dengan luas 100 ha, kegiatan yang dilakukan berupa penanaman dan pengayaan di dalam kawasan pesisir dengan anakan bakau (Rhizophora spp.) setelah penanaman, dilanjutkan dengan tahap pemeliharaan. Demi keberhasilan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove tersebut, maka peran Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat sangat diharapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan analisis terhadap peran Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove di sepanjang pesisir Kecamatan Baitussalam yang kondisinya rusak parah akibat hantaman gelombang Tsunami. Sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu pedoman bagi Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam upaya mewujudkan tema Moratorium Logging di Aceh yaitu Hutan Lestari Rakyat Aceh Sejahtera.

1.2.

Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana peran Pemerintah Daerah dalam rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami di Kecamatan Baitussalam?

2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami di Kecamatan Baitussalam?

1.3.

Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui peran Pemerintah Daerah dalam rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami di Kecamatan Baitussalam. 2. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami di Kecamatan Baitussalam.

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Umum Sebagai bahan masukan dan bahan kajian dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang rehabilitasi hutan mangrove. 1.4.2. Manfaat Khusus i. Sebagai bahan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah, dan instansi terkait dalam mengambil kebijakan rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya dan Indonesia pada umumnya. ii. Memberi informasi dan wawasan pada masyarakat akan pentingnya eksistensi hutan mangrove dalam mengurangi dampak gelombang Tsunami.

1.5.

Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul Peran Pemerintah Daerah dan Partisipasi

Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove Pasca tsunami di Kecamatan Baitussalam Tahun 2008 belum pernah diteliti sehingga peneliti berkeyakinan bahwa penelitian ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai perbandingan, peneliti mengutarakan beberapa penelitian yang berhubungan dengan peran Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove, terdapat pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu
No 1. Nama, Tahun, Judul Penelitian Martha Amba, 1998, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove Tujuan & Metode Penelitian Tujuan Penelitian adalah 1. Mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. 3. Hubungan antara karakteristik individu (faktor internal) dengan tingkat partisipasi. 4. Hubungan antara karakteristik di luar individu (faktor eksternal) dengan tingkat partisipasi. Metode yang digunakan adalah metode survei yang bersifat diskriptif korelasional. Hasil yang Diperoleh 1. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove tergolong dalam kategori tinggi. 2. Faktor internal mempunyai hubungan yang nyata dan sangat nyata terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. 3. Faktor eksternal mempunyai hubungan nyata dan sangat nyata terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove.

Lanjutan Tabel 1.1


No 2. Nama, Tahun, Judul Penelitian Amrani S. Suhaeb, 2000, Analisis Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove di Teluk Kendari Tujuan & Metode Penelitian Tujuan penelitiannya adalah 1. Mengidentifikasi penyebab dari perambahan kawasan jalur hijau serta mengkaji persoalan/aspek dalam pengelolaan kawasan jalur hijau tersebut. 2. Mengidentifikasi berbagai kebijakan lembaga yang ada dalam pengelolaan hutan mangrove serta menganalisis skenario model pemanfaatan optimal yang mungkin dapat diterapkan pada masa depan dalam pengelolaan hutan mangrove di kawasan pesisir Teluk Kendari. 3. Menentukan kebijakan yang dianggap penting dan strategis untuk mendukung upaya pengelolaan yang optimal. 4. Menganalisis fungsi dan kewenangan dari setiap lembaga yang terkait. Metode yang digunakan adalah analisa spasial, perencanaan ke depan, perencanaan balik, analisis konflik dan analisis fungsi dan wewenang. Tujuan laporan penelitian adalah mengkaji perbedaan antara kelompok dan antara wilayah mengenai: 1. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelaksanaan dan manfaat penghijauan. 2. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penghijauan dan program penghijauan. 3. Tingkat peran serta Hasil yang Diperoleh 1. Telah terjadi perubahan penggunaan lahan pada kawasan konservasi jalur hijau sebesar 83,8%. 2. Kegiatan pembukaan lahan secara drastis diawali oleh kebijakan Pemerintah yang membangun infrastruktur jalan membelah kawasan tersebut sebagai jalan pintas penghubung bagi kota. 3. Penyimpangan penggunaan peruntukan lahan telah berlangsung secara sistematis diakibatkan lemahnya fungsi koordinasi bersama dengan lemahnya penegakan hukum.

3.

Su Ritohardoyo, 2002, Laporan Penelitian Partisipasi Masyarakat dalam Penghijauan

1. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelaksanaan dan manfaat penghijauan termasuk dalam kategori tinggi. 2. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penghijauan dan program penghijauan termasuk kategori cukup tinggi. 3. Tingkat partisipasi masyarakat dalam penghijauan termasuk

Lanjutan Tabel 1.1


No Nama, Tahun, Judul Penelitian Tujuan & Metode Penelitian masyarakat dalam penghijauan. 4. Pengaruh tingkat pengetahuan dan tingkat persepsi masyarakat terhadap tingkat peran serta masyarakat dalam penghijauan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kuantitatif dengan tabulasi silang dan uji statistik. 4. Fitriadi, 2004, Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove (Kasus di Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat) Tujuan penelitian adalah 1. Mengetahui peran Pemerintah dalam rehabilitasi hutan mangrove Tanjung Bila. 2. Mengetahui partisipasi masyarakat dan faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove Tanjung Bila. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode diskriptif kuantitatif dengan tabulasi frekuensi dan diskriptif kualitatif. 1. Peran Pemerintah dalam rehabilitasi hutan mangrove adalah rendah. 2. Tingkat partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove adalah rendah. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah kurang dilibatkannya masyarakat dalam proses perencanaan, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya pendapatan/penghasilan dan tidak adanya kesempatan untuk berpartisipasi. Hasil yang Diperoleh kategori tinggi. 4. Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh pengetahuan dan persepsi masyarakat.

1.6.

Kerangka Berpikir Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya

kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan di antara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).

Hutan mangrove sering kali disebut dengan hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Bakau sebenarnya hanya salah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu jenis Rhizophora spp. Dengan demikian, pemberian istilah hutan bakau dinilai kurang tepat. Oleh sebab itu, ditetapkanlah istilah hutan mangrove sebagai nama baku untuk mangrove forest (Dahuri, 2003). Dilaksanakannya rehabilitasi hutan mangrove disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Degradasi hutan mangrove, 2. Gempa bumi, 3. Pencemaran, 4. Konversi hutan mangrove, 5. Penebangan yang berlebihan dan lain-lain. Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah dan partisipasi masyarakat sangat diharapkan, dalam penelitian ini peran Pemerintah Daerah yang akan diteliti adalah: 1. Inventarisasi dan identifikasi lahan hutan mangrove, 2. Penyiapan dana rehabilitasi, 3. Melakukan penyuluhan. 4. Melakukan monitoring, controlling dan evaluating terhadap rehabilitasi hutan mangrove. Sedangkan partisipasi masyarakat yang akan diteliti meliputi: 1. Mengizinkan lahannya untuk kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. 2. Partisipasi dalam penanaman, pengayaan dan pemeliharaan. 3. Tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak ekosistem hutan mangrove.

4. Membentuk kelompok tani dan nelayan yang peduli terhadap kelestarian hutan mangrove. Kesemuanya diharapkan dapat mencapai tujuan yaitu terciptanya ekosistem hutan yang lestari. Kerangka berpikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1, berikut ini.

TSUNAMI

Kerusakan Hutan Mangrove

Rehabilitasi Hutan Mangrove

Peran Pemerintah Daerah

Partisipasi Masyarakat

Terwujudnya Ekosistem Hutan Mangrove yang Lestari

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Peran Pemerintah Daerah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peran berarti seperangkat tingkah

laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, dan dalam kata jadinya (peranan) berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa (Amba, 1998). Selanjutnya Amba (1998) Peranan adalah suatu konsep yang dipakai sosiologi untuk mengetahui pola tingkah laku yang teratur dan relatif bebas dari orang-orang tertentu yang kebetulan menduduki berbagai posisi dan menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan peranan yang dilakukannya. Levinson dalam Soekanto (1981), menyatakan bahwa peranan mencakup paling sedikit 3 (tiga) hal, yaitu: 1. Peranan adalah norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti menempatkan rangkaian peraturan yang mendukung seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting dalam struktur sosial.

Menurut Glasbergen dalam Baiquni (2002), kebijakan pembangunan dan lingkungan sering kali terjadi kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dan hasil yang terjadi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa persoalan fisik (obyek) semata tetapi ada dimensi kepentingan (subyek) yang perlu diperhitungkan. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Peranan Pemerintah Daerah dalam mendukung suatu kebijakan pembangunan bersifat partisipatif adalah sangat penting. Ini karena Pemerintah Daerah adalah instansi pemerintah yang paling mengenal potensi daerah dan juga mengenal kebutuhan rakyat setempat (Soetrisno, 1995). Dalam program konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove, Pemerintah lebih berperan sebagai mediator dan fasilisator (mengalokasikan dana melalui mekanisme yang ditetapkan), sementara masyarakat sebagai pelaksana diharapkan mampu mengambil inisiatif (Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2002). Mekanisme pengusulan dana reboisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi (PP No. 35/2002) menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kepada Pemerintah Daerah Provinsi. Kemudian Pemerintah Daerah Provinsi mengkoordinasikan pengusulan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dari Kabupaten /Kota kepada Menteri untuk mendapatkan alokasi dana reboisasi. Selanjutnya

Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa dana reboisasi digunakan hanya untuk membiayai kegiatan reboisasi dan rehabilitasi serta kegiatan pendukungnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (UU No. 33/2004), penggunaan dana reboisasi sebesar 40 % dialokasikan kepada daerah penghasil untuk kegiatan reboisasi penghijauan dan sebesar 60 % dikelola oleh Pemerintah Pusat untuk kegiatan reboisasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (PP No. 104/2000), bahwa dana reboisasi sebesar 40 % dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil (Kabupaten/ Kota), termasuk rehabilitasi hutan mangrove.

2.2.

Pengertian Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat secara umum merupakan suatu proses yang melibatkan

masyarakat. Canter dalam Arimbi (1993), mendefinisikan peran serta masyarakat sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok atau sebagai proses di mana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab. Secara sederhana didefinisikannya sebagai feed forward information (komunikasi dari Pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feed back information (komunikasi dari masyarakat ke Pemerintah atas kebijakan). Menurut Arimbi (1993), partisipasi masyarakat merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu (a means to an end), di mana tujuan dimaksudkan adalah

dikaitkan dengan keputusan atau tindakan yang lebih baik yang menentukan kesejahteraan manusia. Keterlibatan secara aktif dari masyarakat atau sering disebut partisipasi adalah sangat menentukan dalam rangka keberhasilan mencapai tujuan pembangunan termasuk rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini senada dengan Tjokroamidjojo (1996), bahwa berhasilnya pencapaian tujuan-tujuan pembangunan memerlukan keterlibatan aktif dari masyarakat pada umumnya. Tidak saja dari pengambilan kebijakan tertinggi, para perencana, pegawai pelaksana operasional, tetapi juga dari petanipetani, nelayan, buruh, pedagang kecil, pengusaha, dan lain-lain, keterlibatan aktif ini disebut partisipasi. Menurut Soetrisno (1995), partisipasi rakyat dalam pembangunan bukanlah mobilisasi rakyat dalam pembangunan. Partisipasi rakyat dalam pembangunan adalah kerja sama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan dan membiayai pembangunan. Cohen dan Uphoff dalam Sagrim (1997), menyatakan bahwa ada 9 (sembilan) tipe partisipasi yang dapat terjadi dalam pembangunan di daerah. Kesembilan tipe partisipasi itu adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. Partisipasi tipe sukarela dengan inisiatif dari bawah. Partisipasi dengan imbalan yang inisiatifnya datang dari bawah. Partisipasi desakan atau paksaan (enforced) dengan inisiatif dari bawah. Partisipasi sukarela (volutered) dengan inisiatif dari atas. Partisipasi imbalan (rewaded) dengan inisiatif dari atas.

f. g. h. i.

Partisipasi paksaan dengan inisiatif dari atas. Partisipasi sukarela dengan inisiatif bersama (through shared initiative). Partisipasi imbalan dengan inisiatif bersama, dan Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama (dari atas dan dari bawah). Peran masyarakat dalam pengendalian dampak lingkungan berarti adanya

tindakan nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya pengendalian dampak lingkungan. Peran masyarakat dalam pengendalian dampak lingkungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 23/1997 berbunyi: setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tahap perencanaan maupun tahaptahap pelaksanaan dan penilaian. Selanjutnya Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa peran serta masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yakni: i. ii. iii. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial. iv. v. Memberikan saran dan pendapat, dan Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

Tjokroamidjojo masyarakat, yaitu: 1. 2. 3.

(1996),

mengemukakan

(tiga)

bentuk

partisipasi

Partisipasi dalam perencanaan, Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, dan Partisipasi dalam pemanfaatan hasil.

2.2.1. Pentingnya Partisipasi Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan, sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi dalam semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep pembangunan dari bawah yang melibatkan peran serta masyarakat (bottom up) untuk mengimbangi modus konsep pembangunan dari atas (top down) (Zulkarnain dan Dodo, 1989). Partisipasi masyarakat memiliki arti yang penting dan strategis dalam perencanaan pembangunan. Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting, artinya dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut: 1. Berupaya memadukan atau mengawinkan model top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat diterima sepenuh hati. 2. Memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa meluhandarbeni terhadap hasil pembangunan. Kesadaran dalam berpartisipasi ini sangat penting artinya, terutama bila dikaitkan dengan perawatan atau pengelolaan hasil pembangunan. Betapa pentingnya partisipasi dari seluruh masyarakat dapat dilihat: pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program

pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Sentosa dalam Atmanto (1995), mengemukakan beberapa unsur penting dari partisipasi sebagai berikut: 1. 2. Komunitas yang menumbuhkan pengertian yang efektif. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran. 3. 4. Kesadaran yang didasarkan atas perhitungan dan pertimbangan. Enthousiasme atau spontanitas, yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain, dan 5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang akan mempengaruhi besar kecilnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sastropoetro (1988), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat: 1. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri.

2. 3.

Faktor lain adalah penginterpretasian yang dangkal terhadap agama. Kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah pada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya di beberapa negara.

4. 5.

Tersedianya kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan, dan Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan. Selain itu Tjokroamidjojo (1996), mengungkapkan faktor-faktor yang perlu

mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah: a. Faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan adanya pimpinan dan kualitas. b. Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan dan rencana-rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat. c. Faktor pendidikan, dengan tingkat pendidikan yang memadai, individu/ masyarakat akan dapat memberikan partisipasi yang diharapkan. Hubeis et al, (1990), mengatakan bahwa bentuk peran serta masyarakat akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang masyarakat, mencakup karakteristik sosial ekonomi, dan lingkungan budaya di mana masyarakat bertempat tinggal. Semua ini erat pula kaitannya dengan tipe dan jenis proyek pembangunan yang akan diintroduksikan kepada masyarakat.

2.3.

Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas,

tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak di jumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. Mangrove sulit tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur yang diperlukan sebagai substrat bagi pertumbuhannya (Dahuri, 2003). Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan di antara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 (delapan) famili, dan terdiri atas 12 (dua belas) genera tumbuhan berbunga yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhyzophora, bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera,

Languncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2002). Lugo dan Snedaker dalam Day, et al, (1989), mengklasifikasikan hutan mangrove menjadi 6 (enam) tipe komunitas hutan mangrove berdasarkan pada bentuk hutan dan kaitannya dengan proses geologi serta hidrologi di Florida, USA, yang

disajikan pada Gambar 2.1, yaitu 1) hutan delta (over wash forest); 2) hutan tepi pantai (fringe forest); 3) hutan tepi sungai (riverin forest); 4) hutan daratan (basin forest); 5) hammock forest; dan 6) hutan semak (scrub forest). Namun Soemodihardjo, et al, (1986) mengklasifikasikan hutan mangrove Indonesia menjadi 4 (empat) kelas, yaitu 1) delta, terbentuk di muara sungai yang berkisaran pasang surut rendah, 2) dataran lumpur, terletak di pinggiran pantai, 3) dataran pulau, berbentuk sebuah pulau kecil yang pada waktu surut rendah muncul di atas permukaan air, dan 4) dataran pantai, habitat mangrove yang merupakan jalur sempit memanjang sejajar garis pantai.

Sumber: Lugo dan Snedaker dalam Day et.al, 1989 dan Tomascik et.al. 1997 dalam Dahuri, 2003.

Gambar 2.1. Enam Tipe Komunitas Mangrove Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energi gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik (Jening and Bird dalam Idawaty, 1999). Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Bengen (2002), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk:

1.

Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah, menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas: a. Bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya: Avecennia spp, Xylocarpus, dan Sonerratia spp) untuk mengambil oksigen dari udara. b. Bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhyzophora spp).

2.

Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi: a. Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. b. Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. c. Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.

3.

Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Di samping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sediment. Kestabilan dan kelestarian ekosistem hutan mangrove sangat bergantung pada

beberapa faktor lingkungan. Menurut Sukardjo (1993), menyatakan bahwa ada empat faktor yang dibutuhkan hutan mangrove yaitu temperatur, curah hujan, tinggi tempat, dan tanah. Selanjutnya Dahuri, (2003), menyatakan bahwa parameter lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah suplai air tawar, salinitas, pasokan nutrient dan stabilitas substrat.

Bengen (2002), menyatakan bahwa penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia: 1. Daerah yang paling dekat dengan laut dengan subtrak agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik. 2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguziera spp. 3. 4. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguziera spp, dan Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypafrutican, dan beberapa spesies palem lainnya. 2.3.1. Dampak Tsunami dan Gempa terhadap Mangrove Gelombang tsunami setinggi 10-15 m dengan kecepatan lebih dari 40 km perjam yang menghantam pesisir Aceh telah menimbulkan kerusakan yang sangat parah. Kerusakan paling parah melanda sepanjang pesisir barat Aceh termasuk Kecamatan Baitussalam (Wibisono et al, 2006). Wibisono et al, (2006) menyatakan bahwa kerusakan ekosistem pesisir yang ditimbulkan oleh tsunami setidaknya terjadi melalui dua mekanisme, yaitu: (a). Mekanisme pertama yaitu energi gelombang tsunami secara langsung menghantam pesisir sehingga menghancurkan hutan mangrove, tegakan cemara, kebun kelapa dan berbagai vegetasi lainnya. Dalam hal ini, kerusakan sebagai

hantaman gelombang tsunami berjalan sangat cepat. Tanaman yang rusak karena hantaman energi gelombang umumnya dalam keadaan rusak atau telah tidak utuh lagi. Bahkan di lokasi yang hantamannya sangat kuat, banyak sekali pohon bakau yang tercabut dari substaratnya. (b). Mekanisme kedua yaitu genangan air laut yang terbawa oleh gelombang tsunami. Genangan air laut yang salinitasnya tinggi membuat vegetasi yang ada dipesisir stres, kering dan mati. Kematian tanaman yang diakibatkan oleh genangan air asin selalu terjadi secara perlahan-lahan. Berbeda dengan kerusakan karena hantaman ombak yang dalam kondisi hancur, tanaman yang mati karena genangan umumnya dalam kondisi utuh namun mati berdiri. 2.3.2. Rehabilitasi Hutan Mangrove Rehabilitasi hutan mangrove adalah penanaman kembali hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan. Agar rehabilitasi dapat berjalan secara efektif dan efisien perlu didahului survei untuk menetapkan kawasan yang potensial untuk rehabilitasi berdasarkan penilaian kondisi fisik dan vegetasinya. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan berdasarkan pada Pasal 41 UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU No. 41/1999) menyatakan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan: 1. 2. 3. 4. Reboisasi, Penghijauan, Pemeliharaan, Pengayaan tanaman, atau

5.

Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Selanjutnya Pasal 24 ayat (2) menyatakan bahwa penyelenggaraan rehabilitasi

hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Model pengembangan rehabilitasi hutan mangrove disusun dengan

pendekatan Participatory Rural Apprasial (PRA), pendekatan ini memberikan porsi yang lebih besar kepada masyarakat sebagai pelaku pembangunan untuk berperan aktif dalam pembangunan. Proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi selalu melibatkan masyarakat (Rawana, 2002). Kegiatan rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah rusak agar ekosistem mangrove dapat menjalankan kembali fungsinya dengan baik. Upaya rehabilitasi harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang berhubungan dengan kawasan mangrove. Rehabilitasi kawasan mangrove dilakukan sesuai dengan manfaat dan fungsi yang seharusnya berkembang, serta aspirasi masyarakat (Anonimous, 2005). Rencana rehabilitasi disusun dengan mempertimbangkan zonasi kawasan, manfaat dan fungsi, serta aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan dalam menyusun rencana rehabilitasi adalah pendekatan fisik, pendekatan biologi, dan pendekatan sosial. Pendekatan fisik dimaksudkan sebagai upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan kawasan mangrove dengan membangun bangunan fisik (alat pemecah ombak, cerucuk, dan

sebagainya) untuk mengurangi energi gelombang laut yang mengenai bibir pantai. Pendekatan biologi merupakan upaya vegetatif (penanaman pohon mangrove) untuk memperkuat bibir pantai dan mencegah terjadinya erosi. Sedangkan pendekatan sosial merupakan upaya meningkatkan dan

menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan di kawasan pantai (Anonimous, 2005).

2.4.

Dampak Tsunami dan Gempa terhadap Hutan Mangrove di Aceh Gelombang Tsunami setinggi 10-15 m dengan kecepatan lebih dari 40

km/jam yang menghantam pesisir Aceh telah menimbulkan kerusakan yang sangat parah. Kerusakan paling parah sepanjang pesisir barat Aceh (meliputi Aceh Barat dan Nagan Raya), Kabupaten Banda Aceh, Aceh Jaya dan Aceh Besar (Wibisono, et al, 2006). Dari analisis yang dilakukan LAPAN, dari 21 kabupaten/kota di Provinsi NAD sekurang-kurangnya 15 kabupaten/kota yang wilayahnya terpengaruh bencana gempa dan Tsunami. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa total luas wilayah yang terkena pengaruh seluas 649.582 ha, diantaranya sawah seluas 131.810 ha, rawa seluas 9448.5 ha dan hutan mangrove/pantai seluas 32.004 ha. (Wibisono, et al, 2006). Kerusakan ekosistem pesisir yang ditimbulkan oleh Tsunami setidaknya terjadi melalui 2 (dua) mekanisme, yaitu:

1.

Energi gelombang Tsunami secara langsung menghantam pesisir sehingga menghancurkan hutan mangrove, tegakan cemara, kebun kelapa dan berbagai vegetasi lainnya. Dalam hal ini, kerusakan sebagai akibat hantaman gelombang Tsunami berjalan sangat cepat. Tanaman yang rusak karena hantaman energi gelombang umumnya dalam keadaan rusak atau telah tidak utuh lagi. Bahkan di lokasi yang hantamannya sangat kuat, banyak sekali pohon bakau yang tercabut dari substratnya.

2.

Genangan air laut yang terbawa oleh gelombang Tsunami. Genangan air laut yang salinitasnya tinggi membuat vegetasi yang ada di pesisir menjadi stres, kering dan mati. Kematian tanaman yang diakibatkan oleh genangan air asin selalu terjadi secara perlahan-lahan. Berbeda dengan kerusakan karena hantaman ombak yang dalam kondisi hancur, tanaman yang mati karena genangan umumnya dalam kondisi utuh namun mati berdiri (Wibisono, et al, 2006). Hampir seluruh formasi dan tipe vegetasi yang berada di pesisir Aceh

mengalami kerusakan parah. Lebih dari 60.000 ha areal persawahan rusak total karena tergenang oleh air laut. Hingga saat ini, hanya 21,6 % dari total persawahan yang direhabilitasi, sementara sebagian besar sisanya dibiarkan dalam kondisi terlantar. Hutan mangrove, hutan pantai, pantai cemara, rawa dan tipe vegetasi lain di kawasan pesisir tidak luput dari kerusakan ini. Selain karena hantaman gelombang Tsunami, kerusakan hutan mangrove juga dapat disebabkan oleh terangkatnya substrat sehingga hutan mangrove tidak

tergenangi lagi oleh pasang surut air laut. Fenomena ini banyak sekali di jumpai di Pulau Simeulue dan sebagian pesisir Pulau Nias (Wibisono, et al, 2006). Kabupaten Aceh Besar memiliki kawasan hutan mangrove seluas 16.000 ha (Peta BP DAS, 2005) akan tetapi luas kawasan hutan mangrove yang telah dilakukan rehabilitasi di beberapa kecamatan pada Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1. Kecamatan-kecamatan yang Telah Dilakukan Rehabilitasi Hutan Mangrove di Kabupaten Aceh Besar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kecamatan Luas (ha)

Baitussalam 303,00 Lhoong 179,51 Lhoknga 28,00 Leupung 53,00 Mesjid Raya 204,00 Peukan Bada 175,00 Pulo Aceh 100,00 Jumlah 1.042,51 Sumber: BPS, Kabupaten Aceh Besar dalam Angka, 2007 Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, dapat dilihat bahwa pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami di Kabupaten Aceh Besar baru mencapai 15,35 %, di mana Kecamatan Baitussalam telah dilakukan rehabilitasi paling luas dibandingkan dengan kecamatan yang lain di Kabupaten Aceh Besar, dikarenakan Kecamatan Baitussalam mengalami kerusakan hutan mangrove pasca tsunami yang paling parah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ditetapkan pada 4 (empat) Desa yang memiliki hutan

mangrove di Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar yang memperoleh bantuan dari pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat melalui fasilitator pemerintah. Penetapan Kecamatan Baitussalam sebagai lokasi penelitian berdasarkan pada pertimbangan bahwa Kecamatan Baitussalam telah pernah dilakukan rehabilitasi hutan mangrove oleh Pemerintah Daerah dan LSM pasca tsunami, akan tetapi kondisinya pada saat sekarang ini sangat memprihatinkan. Adapun lokasi Desa di Kecamatan Baitussalam yang menjadi objek penelitian adalah: Desa Lam Ujong, Desa Lambada Lhok, Desa Cot paya dan Desa Kajhu. Penelitian ini dilakukan mulai dari persiapan penelitian pada bulan Agustus s/d Nopember 2008 yang dilanjutkan dengan tahap pengerjaan tesis sampai bulan Mei 2009 sambil melengkapi data lapangan yang masih kurang untuk dijadikan bahan penulisan.

3.2.

Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini terbagi atas dua kelompok, kelompok pertama

merupakan aparat pemerintahan yang terbagi atas seluruh Kepala Desa pada lokasi

penelitian dan aparat pemerintahan dari Kecamatan Baitussalam. Kelompok kedua adalah seluruh kepala keluarga di 4 (empat) desa yang memiliki pantai atau hutan mangrove pada Kecamatan Baitussalam, yaitu sebanyak 4.001 kepala keluarga, dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini: Tabel 3.1. Jumlah Kepala Keluarga yang Diambil Menjadi Populasi Nama Desa 1. 2. 3. 4. (1) Lam Ujong Lambada Lhok Cot Paya Kajhu Jumlah 2. Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah proportional stratified random sampling. Jumlah sampel penelitian untuk kelompok pemerintahan dengan menetapkan masing-masing kepala desa di desa penelitian sebanyak 4 orang dan 10 orang aparat pemerintahan yang dianggap proporsional sebagai sampel untuk pemerintahan. Untuk kelompok masyarakat ditentukan dengan menggunakan pendekatan statistik untuk tingkat kesalahan 10% dari populasi (Sarwono, 2006) dengan formula sebagai berikut:
n N N(d ) 2 1

Jumlah Penduduk (Jiwa) (2) 394 760 368 4.502 6.124

Jumlah Kepala Keluarga (KK) (3) 117 309 125 3.450 4.001

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar, Baitussalam dalam Angka 2007 (olahan)

Keterangan: n = sampel N = Populasi

d = derajat kebebasan (10% = 0,1) dengan perhitungan sampel sebagai berikut:


n 4001 4001(0,1) 2 1

n = 98 maka sampel setiap desa adalah: 1. Desa Lam Ujong


n1 117 X 98 4001

n1 = 3 2. Desa Lambada Lhok


n2 309 X 98 4001

n2 = 8 3. Desa Chot Paya


n3 125 X 98 4001

n3 = 3 4. Desa Kajhu
n4 3.450 X 98 4001

n4 = 84

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2. Jumlah Sampel Penelitian Nama Desa 1. 2. 3. 4. (1) Lam Ujong Lambada Lhok Cot Paya Kajhu Jumlah Jumlah Kepala Keluarga (KK) (2) 117 309 125 3.450 4.001 Jumlah Responden (KK) (3) 3 8 3 84 98

3.3.

Metode Pengumpulan Data 1. Observasi Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung ke lokasi penelitian

dengan mengunjungi daerah-daerah menjadi obyek penelitian dan meninjau langsung kondisi alam serta melakukan pertemuan dengan masyarakat setempat. Observasi juga dilakukan secara langsung ke lokasi rehabilitasi hutan mangrove pada keempat Desa yang diteliti untuk mengetahui kondisi wilayah dengan melakukan dokumentasi lahan yang telah direhabilitasi. 2. Kuisioner Untuk memudahkan perolehan data, selanjutnya disebarkan kuisioner atau angket kepada responden untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap program rehabilitasi hutan mangrove. Penyebaran kuisioner akan dilakukan secara langsung kepada masyarakat dengan menentukan secara langsung responden yang akan diteliti.

3. Wawancara Selain observasi dan kuisioner, dilakukan wawancara mendalam (depth interview) yang dilakukan dengan cara bertatap muka langsung dengan pemerintah daerah setempat.

3.4.

Instrumen Penelitian Untuk mendapatkan data penelitian, peneliti menggunakan instrumen yang

ditujukan kepada responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua kelompok, yaitu kelompok pertama dilakukan kepada aparat pemerintah dengan menggunakan teknik wawancara. Untuk memperkuat data penelitian yang dilakukan pemerintah, maka isi dari wawancara yang dilakukan menyangkut peranan pemerintah terhadap kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Instrumen kedua digunakan kepada responden yang terdiri masyarakat melalui pengisian kuisioner yang diberikan kepada responden. Adapun isi dari kuisioner yang diberikan kepada responden terdiri dari 3 bagian, yaitu sosial ekonomi, pemahaman dan partisipasi responden. Tiap butir instrumen disediakan lima alternatif jawaban dengan membuat simbol angka pada pilihan jawaban responden bersifat positif memiliki urutan skor a = 1, b = 2, c = 3, d = 4 dan e =5. Selanjutnya pilihan jawaban pada sosial ekonomi, pemahaman responden dan partisipasi masyarakat mengisyaratkan nilai skor a = dinyatakan sangat tidak baik, skor b = tidak baik, c = cukup, d = baik dan e = sangat baik. Selanjutnya untuk

menilai partisipasi masyarakat. Penilaian ini digunakan untuk melihat bagaimana besar kecilnya ukuran baik tidaknya ketiga varibel tersebut.

3.5.

Definisi Operasionalisasi Variabel Penelitian Adapun definisi operasionalisasi variabel penelitian pada penelitian ini terdiri

dari: a. Peran adalah tingkah laku yang penting dalam struktur sosial atau tindakan yang dilakukan dalam suatu peristiwa. b. Pemerintah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah sebagai badan eksekutif daerah. c. Partisipasi adalah peran serta atau keterlibatan individu ataupun kelompok. d. Masyarakat adalah kumpulan orang atau penduduk yang mendiami suatu wilayah. e. Rehabilitasi adalah usaha untuk memperbaiki kembali suatu kondisi ke arah yang lebih baik. f. Hutan mangrove adalah sekumpulan tumbuhan yang hidup disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah wawancara dengan memberikan pertanyaan yang menyangkut terhadap: (a) peran sebagai fasilitator lembaga donor untuk mendukung program rehabilitasi hutan mangrove, (b) peranan untuk persiapan rehabilitasi dengan pelaksanaan pemetaan lokasi penanaman, (c) peran dalam perencanaan dan pengelolaan dana rehabilitasi hutan mangove, (d) peran dalam

pelaksanaan penyuluhan dan (e) peran dalam kegiatan monitoring, control dan evaluation. Pada penelitian ini, partisipasi masyarakat dikaitkan dengan sosial ekonomi dan pemahaman masyarakat mengenai program rehabilitasi hutan mangrove. Penelitian ini menjelaskan adanya hubungan partisipasi dengan sosial ekonomi dan pemahaman tersebut. Penelitian yang dilakukan untuk melihat partisipasi masyarakat dalam bentuk angket atau kuisioner yang berisikan: (a) kegiatan yang pernah dilakukan menyangkut program rehabilitasi hutan mangrove, (b) harapan terhadap pengelolaan hutan mangrove, (c) keikutsertaan dalam kegiatan rehabiltiasi hutan mangrove, (d) peranan dalam perencanaan program rehabilitasi hutan mangove, (e) partisipasi dalam pelaksanaan program rehabilitasi hutan mangove, (f) partisipasi pada monitoring, control dan evaluation dan (g) partisipasi pada pemeliharaan hutan mangrove. Definisi rehabilitasi hutan mangrove adalah kegiatan pembibitan dan penanaman kembali hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan setelah terjadinya gempa dan tsunami di wilayah Kecamatan Baitussalam.

3.6.

Analisa Data Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian untuk menggambarkan secara

sistematis fakta dan karakteristik dari suatu populasi atau daerah tertentu secara nyata dan tepat.

Untuk melihat besarnya hubungan sosial ekonomi dan pemahaman masyarakat terhadap partisipasi masyarakat melalui analisis regresi ganda (Sugiyono, 2001). Sedangkan analisa data juga dilakukan melalui analisis persentase. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut: Tabel 3.3. Batasan Skor Muatan untuk Analisis Persentase Skor Muatan < 20 21 40 40 60 60 80 80 100 Validitas Konstruk Sangat rendah Rendah Cukup Baik Sangat baik

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

4.1.

Kondisi Geografis Kecamatan Baitussalam merupakan salah satu kecamatan yang terdapat pada

Kabupaten Aceh Besar Provinsi NAD. Ibukota Kecamatan Baitussalam adalah Lambada Lhok, dengan luas kecamatan 36,52 Km2. Kecamatan Baitussalam terdiri dari 2 (dua) kemukiman dan 13 (tiga belas) desa. Tabel 4.1. Luas Desa Dirinci Menurut Mukim di Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 Mukim (1) Silang Cadek Nama Desa (2) 01. Blang Krueng 02. Baet 03. Cadek 04. Kajhu Jumlah 01. Miruek Lam Reudeup 02. Cot Paya 03. Klieng Cot Aron 04. Lambada Lhok 05. Klieng Meuria 06. Lam Asan 07. Lampineung 08. L a b u i 09. Lam Ujong Jumlah Luas Desa (Km2) (3) 1,80 2,34 1,00 6,00 11,14 3,34 1,90 1,80 2,12 1,50 1,76 1,56 5,00 6,40 25,38

Klieng

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar, Baitussalam dalam Angka 2007 (olahan)

Secara administrasi pemerintahan Kecamatan Baitussalam memiliki wilayah berbatasan dengan:

Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur

: Kecamatan Mesjid Raya : Kecamatan Darussalam : Kota Banda Aceh & Selat Malaka : Kecamatan Darussalam

Tabel 4.2. Geografis Desa/Kelurahan dan Tinggi di Atas Permukaan Laut Dirinci Per Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 Nama Desa (1) 1. Lam Ujong 2. Lima a b u i 3. Lam Asan 4. Lampineung 5. Klieng Meuria 6. Miruek Lam Reudeup 7. Klieng Cot Aron 8. Lambada Lhok 9. Cot Paya 10. K a j h u 11. Blang Krueng 12. B a e t 13. C a d e k Jumlah Geografis Letak di atas Permukaan Laut Pantai Bukan Pantai <500 m 500-700 m >700 m (2) (3) (4) (5) (6) 6 7 13 0 0

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar, Baitussalam dalam Angka 2007 (olahan)

Berdasarkan data BPS 2007, secara geografis Desa Lam Ujong, Desa Lambada Lhok, Desa Cot Paya dan Desa Kajhu merupakan daerah pantai dengan ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukaan laut (Tabel 4.2).

4.2.

Penduduk Jumlah penduduk, kepala keluarga dan rata-rata penduduk per kepala keluarga

dirinci per desa dalam Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3. Jumlah Penduduk dan Rata-Rata Penduduk Per Rumah Tangga Dirinci Per Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 Jumlah Penduduk (Jiwa) (2) 394 383 420 411 447 1.039 615 760 368 4.502 1.585 1.338 356 12.618 Rata-rata Jumlah Jumlah Kepala Penduduk/ Keluarga (Jiwa) Rumah Tangga (Jiwa/RT) (3) (4) 117 3,37 132 2,90 110 3,82 135 3,04 151 2,96 232 4,48 282 2,18 309 2,46 125 2,94 3.450 1,3 435 3,64 548 2,44 132 2,7 6.158 2,05

Nama desa (1) Lam Ujong Labui Lam Asan Lampineung Klieng Meuria Miruek Lam Reudeup Klieng Cot Aron Lambada Lhok Cot Paya Kajhu Blang Krueng Baet Cadek Jumlah

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar, Baitussalam dalam Angka 2007 (olahan)

Berdasarkan hasil Tabel 4.3 bahwa jumlah penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga terbanyak terdapat pada Desa Kajhu, tetapi memiliki rata-rata jumlah jiwa dalam keluarga memiliki jumlah pembanding yang paling kecil dari lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada Desa Kajhu terdapat banyak anggota keluarga dari Kepala Keluarga yang ada menjadi korban tsunami, sehingga cenderung anggota keluarga

dari keluarga yang ditinggal menjadi kepala keluarga bahkan dalam satu keluarga terdapat hanya 1 (satu) anggota keluarga di dalamnya yang sekaligus menjadi kepala keluarga. Sedangkan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk dirinci per desa berdasarkan luas wilayah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Dirinci Per Desa Berdasarkan Luas Wilayah Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 Nama Desa (1) 1. Lam Ujong 2. L a b u i 3. Lam Asan 4. Lampineung 5. Klieng Meuria 6. Miruek Lam Reudeup 7. Klieng Cot Aron 8. Lambada Lhok 9. Cot Paya 10. K a j h u 11. Blang Krueng 12. B a e t 13. C a d e k Jumlah Luas Desa (Km2) (2) 6,40 5,00 1,76 1,56 1,50 3,34 1,80 2,12 1,90 6,00 1,80 2,34 1,00 36,52 Jumlah Penduduk (Jiwa) (3) 394 383 420 411 447 1.039 615 760 368 4.502 1.585 1.338 356 12.618 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) (4) 61,56 76,6 238,64 263,46 298 311,08 341,67 358,49 193,68 750,33 880,56 571,79 356 345,51

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar, Baitussalam dalam Angka 2007 (olahan)

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kepadatan penduduk yang paling tinggi setiap Km2 adalah Kecamatan Blang Krueng sedangkan pada daerah penelitian jumlah penduduk yang terpadat terdapat di Desa Kajhu.

Tabel 4.5. Perkembangan Penduduk Dirinci Menurut Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2004-2007 Nama Desa (1) 1. Lam Ujong 2. L a b u i 3. Lam Asan 4. Lampineung 5. Klieng Meuria 6. Miruek Lam Reudeup 7. Klieng Cot Aron 8. Lambada Lhok 9. Cot Paya 10. K a j h u 11. Blang Krueng 12. B a e t 13. C a d e k Jumlah Jumlah Penduduk 2005 2006 (3) (4) 411 479 501 515 345 345 409 573 562 562 1.035 1035 653 653 645 670 374 535 3.311 4265 1.425 1425 1.326 1326 468 468 11.465 12.851

2004 (2) 357 368 336 251 348 851 595 389 230 2.687 871 1.160 463 8.906

2007 (5) 394 383 420 411 447 1.039 615 760 368 4.502 1.585 1.338 356 12.618

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar, Baitussalam dalam Angka 2007 (olahan)

Perkembangan jumlah penduduk per desa dalam Kecamatan Baitussalam dari tahun 2004 s/d 2007 pada Tabel 4.5 diperoleh data bahwa pada tahun 2007 terdapat rata-rata penurunan angka jumlah penduduk dari tahun 2006. Berdasarkan perolehan hasil di lapangan, bahwa penurunan ini disebabkan adanya migrasi penduduk keluar daerah lainnya seperti ke Ibukota Provinsi untuk mencari pekerjaan baru oleh karena telah berkembangnya kembali Ibukota Provinsi hasil rekonstruksi fisik dari berbagai bantuan pemerintah pusat dan Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional dan Nasional sehingga membuka lapangan kerja baru.

4.3.

Penggunaan Lahan Penggunaan lahan pada masyarakat di Kecamatan Baitussalam lebih banyak

diperuntukkan

untuk

ladang

masyarakat,

selanjutnya

diperuntukkan

untuk

perkebunan seperti kopi, kelapa dan lain sebagainya. Untuk penggunaan lahan di Kecamatan Baitussalam dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6. Jenis Penggunaan Lahan Jenis Penggunaan Lahan (Ha) Perumahan Nama Desa Sawah Ladang Perkebunan /Pemukima n (1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Lam Ujong Labui Lam Asan Lampineung Klieng Meuria Miruek Lam Reudeup Klieng Cot Aron Lambada Lhok Cot Paya Kajhu Blang Krueng Baet Cadek Jumlah (2) 30 10 3,2 2 2 10,7 14,8 3 1,5 123 74 5 0 279,2 (3) 305 138 5 5 3 42 4 90 5 85 13 52 23 770 (4) 40 22 11,8 2,1 5 108 4,8 25 1,5 154 54 96 12,5 536,7 (5) 6,78 52,4 4,7 8,5 13,72 22,78 29,92 77 17 92,14 38,7 56 45 464,64 (6) 258,22 277,6 151,3 138,4 126,28 150,52 126,48 17 165 145,86 0,3 25 19,5 1601,46 Lainnya Luas Desa (Ha) (7) 640 500 176 156 150 334 180 212 190 600 180 234 100 3.652

Sumber: Diolah (Perencanaan Desa USAID, Keuchik Desa, Pemerintahan dan PPL Kecamatan Baitussalam)

Berdasarkan perolehan data pada Tabel 4.6 Luas desa paling luas terdapat pada Desa Lam Ujong dengan luas Desa 640 Ha, sedangkan luasan kedua terdapat pada Desa Kajhu dengan luas 600 Ha. Peruntukan terluas pada Desa Lam Ujong untuk kegiatan persawahan sedangkan pada Desa Kajhu diperuntukkan untuk perkebunan. 4.4. Pendidikan Pendidikan kepala keluarga pada Kecamatan Baitussalam tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut: Tabel 4.7. Jumlah Keluarga Menurut Status Pendidikan Kepala Keluarga Dirinci Per Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 Status Pendidikan Kepala Keluarga Tidak Tamat SD Tamat SLTA Sekolah SLTP ke atas (2) (3) (4) 37 55 25 16 69 47 19 57 34 13 56 66 11 96 44 59 139 34 9 82 191 25 223 61 26 99 72 1619 1759 131 162 142 5 187 356 2 44 86 399 2815 2944

Nama Desa (1) Lam Ujong Labui Lam Asan Lampineung Klieng Meuria Miruek Lam Reudeup Klieng Cot Aron Lambada Lhok Cot Paya Kajhu Blang Krueng Baet Cadek Jumlah

Jumlah (5) 117 132 110 135 151 232 282 309 125 3450 435 548 132 6158

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Sumber: PPLKB dan Kecamatan Baitussalam (Diolah)

Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa kepala keluarga yang mengenyam sekolah lebih tinggi dibandingkan kepala keluarga yang tidak sekolah. Pada Desa Cot Paya yang merupakan salah satu daerah penelitian, kepala keluarganya tidak ada yang tidak sekolah dan memiliki pendidikan tamatan SMA keatas lebih tinggi jumlahnya dibandingkan tamatan SD-SMP.

4.5.

Sarana Kesehatan Tingkat produktivitas penduduk selain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

yang dimiliki, juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan. Banyaknya sarana kesehatan pada Kecamatan Baitussalam tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut: Tabel 4.8. Jumlah Sarana Kesehatan di Masing-masing Desa dalam Kecamatan Baitussalam Tahun 2007 Nama Desa Poliklinik Puskesmas *Pustu (3) 1 1 (4) 1 1 1 3 RS Polindes Pos KB Bersalin (5) (6) (7) 1 1 1 1 4 -

(1) (2) 1. Lam Ujong 2. L a b u i 3. Lam Asan 4. Lampineung 5. Klieng Meuria 6. Miruek Lam Reudeup 7. Klieng Cot Aron 8. Lambada Lhok 9. Cot Paya 10. K a j h u 11. Blang Krueng 12. B a e t 13. C a d e k Jumlah *Pustu=Puskesmas Pembantu

Sumber: Puskesmas Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam, 2007

4.6.

Keadaan Iklim Sebagaimana halnya dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Kecamatan

Baitussalam mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim penghujan. Musim penghujan terjadi bulan Oktober hingga Mei, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Juni hingga September. Pada daerah ini mempunyai suhu rata-rata 270C. Tabel 4.9. Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan Kecamatan Baitussalam No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-rata Curah Hujan (mm) 119.6 107.3 175.6 145.5 250.6 417.0 280.0 380.0 206.0 218.0 204.7 143.0 2.577,3 214,8 Hari Hujan 6 5 6 6 8 10 6 9 8 7 5 6 82 6,8

Sumber: Data Monografi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Tahun 2005

Berdasarkan karakteristik curah hujan bulanan menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson, yang mendasarkan perhitungan pada perbandingan bulan kering (<60 mm/bulan) dan bulan basah (>100 mm/bulan) dikalikan 100 %, maka tipe iklim di wilayah pesisir Kecamatan Baitussalam termasuk ke dalam Tipe C (agak basah) dengan nilai Q = 55 %. Curah hujan per hari yang terjadi di daerah Kecamatan Baitussalam sebesar 214,8 mm. Distribusi hari hujan disajikan pada Tabel 4.9.

Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konservasi hutan mangrove. Menurut Hartono dalam Fitriadi (2004), bahwa iklim yang mempunyai pengaruh terhadap konservasi mangrove yaitu curah hujan tahunan, jumlah bulan kering, jumlah hari hujan per tahun, rerata temperatur tahunan dan fluktuasi temperatur tahunan. Hal ini mengindikasi bahwa daerah ini digolongkan sesuai dengan konservasi hutan mangrove. Tabel 4.10. Rata-rata Kecepatan Angin di Wilayah Pesisir Kecamatan Baitussalam
Bulan September November 9 90 20 5 240 16 5 120 10 5 110 12

Februari

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kecepatan rata-rata (knot) Arah Kecepatan terbesar (knot) Kecepatan rata-rata (knot) Arah Kecepatan terbesar (knot) Kecepatan rata-rata (knot) Arah Kecepatan terbesar (knot) Kecepatan rata-rata (knot) Arah Kecepatan terbesar (knot)

8.5 240 20 6 120 12 7 290 13 5 360 12

8 290 23 8.1 290 12 6 110 8 -

7 90 12 8.5 190 18 8 240 10 6 340 18

10.2 240 18 6 270 15 4.5 70 10 5 350 12

7.4 190 20 6 210 15 5 240 8 5 290 15

7.21 120 16 5 170 25 5 200 10

15 110 25 4 160 12 -

8.2 300 25 7 220 15 6 150 15 5 220 15

9 240 20 6 90 8 5 140 12 5 120 10

8.5 110 19 8.1 170 18 6 186 12 5.1 90 10

Oktober

Agustus

Januari

No

Variabel

8.7 180 25 8.5 300 25 7 80 19 5 145 18

Sumber: Data Monografi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Tahun 2005

Angin dan badai dapat berpengaruh terhadap hutan mangrove. Pada daerah yang mudah terkena badai hebat, tajuk pohon hutan di sepanjang pantai biasanya patah dan struktur pepohonan di daerah tersebut lebih pendek. Mangrove memainkan peranan penting dalam mengurangi pengaruh badai pantai pada wilayah yang berada diantara darat dan laut. Keadaan angin di wilayah pesisir Kecamatan Baitussalam dan

Desember

Maret

April

Juni

Mei

Juli

sekitarnya, menunjukkan kecepatan angin rata-rata antara 5-10 knots, seperti terlihat pada Tabel 4.10.

4.7.

Hidrologi Konservasi hutan mangrove dipengaruhi kualitas air suatu daerah Hartono

dalam Fitriadi (2004). Perairan di sepanjang pesisir NAD, merupakan hutan mangrove hal mana terjadi pertemuan muara asin dari Selat Malaka dan Lautan Hindia dengan air tawar dari beberapa sungai di sepanjang muara tersebut. Mangrove tersebut tumbuh di tempat air tenang muara sungai yang merupakan pertemuan arus laut dan sungai menyebabkan endapan lumpur di sekitar muara sungai yang mengakibatkan pendangkalan sungai serta kemungkinan terbentuknya gosongangosong baru. Perairan payau tersebut salinitas airnya dapat berubah-ubah tergantung pada banyaknya pencampuran antara air asin dan air tawar, temperatur dan penguapan. Pasang surut menggenangi hutan payau dengan radius 300 500 meter masuk ke arah daratan dan arah pantai, hal ini terjadi apabila air sedang pasang. Dengan demikian intrusi air laut yang menyebabkan salinitas air payau meningkat, tidak terpengaruh terhadap penebangan pohon-pohon di hutan mangrove dan pembentukan areal pertambakan.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.

Hutan Mangrove

5.1.1. Kondisi Hutan Mangrove di Kecamatan Baitussalam Hutan mangrove di Aceh telah mengalami puncak alih fungsi menjadi tambak sejak merebaknya bisnis udang di Indonesia pada Tahun 1980-an. Tapi untuk lokasi tertentu, alih fungsi ini bahkan telah berlangsung jauh lebih awal misalnya di Desa Lam Ujong Kecamatan Baitussalam telah berlangsung sejak tahun 1960-an. Kondisi demikian telah menyebabkan lanskap kawasan pesisir di wilayah tersebut menjadi rentan terhadap bencana dan hal ini diperlihatkan saat terjadinya tsunami pada bulan Desember 2004 yaitu banyak tanggul/pematang tambak rusak/hancur terancam gelombang tsunami dan kolam tambaknya terisi oleh endapan lumpur. Seandainya keberadaan hutan mangrove di kawasan tersebut dan di wilayah pesisir pantai di NAD masih memadai, diduga hantaman gelombang tsunami yang terjadi tidak meluas hantamannya kedaratan. Dari hasil interpretasi terhadap foto-foto pesisir yang sempat terekam oleh relawan serta informasi yang ada, diperkirakan tingkat kerusakan mangrove akibat hantaman gelombang tsunami sebesar 100 %. Kerusakan yang terjadi di hutan mangrove tidak hanya berkaitan dengan hilangnya beberapa jenis tumbuhan mangrove saja, melainkan hancurnya habitat hutan mangrove itu sendiri. Hilangnya tegakan mangrove secara otomatis berarti hilangnya pohon induk penghasil benih.

Sementara hancurnya sebahagian besar habitat mangrove berarti menurunnya luasan areal yang sesuai untuk ditanami mangrove kembali. Berdasarkan kajian peta sistem lahan pada kawasan pesisir/pantai di Provinsi NAD, luas areal yang berpotensi ditumbuhi vegetasi mangrove di Kabupaten Aceh Besar sekitar 17.254 hektar yang tersebar. Luas dan penyebaran mangrove menurut jenis penutupan lahan di Kecamatan Baitussalam dalam kategori mangrove campuran 3.315 hektar dan kategori areal tidak bervegetasi mangrove sebesar 294 hektar dengan jumlah keseluruhannya sebesar 3.609 hektar. Lokasi penanaman lahan mangrove dilakukan pada kawasan sempadan pantai dan pematang-pematang tambak. Jenis tanaman mangrove yang ditanam terdiri atas: Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera cylindrica, Avicennia marina dan Sonneratia alba (Wibisono, et al, 2006). Ketahanan tanah terhadap abrasi yang dapat diidentifikasi dari Peta land System yang dibagi dalam tiga kategori yaitu: a) Skor 3 : Jenis tanah tidak peka erosi (tekstur lempung). b) Skor 2 : Jenis tanah peka erosi (tekstur campuran). c) Skor 1 : Jenis tanah sangat peka erosi (tekstur pasir). Wilayah pesisir Kecamatan Baitussalam diklasifikasikan pada jenis tanah lempung 2.267 Ha dan jenis tanah pasir sebanyak 1.342 Ha. Sehingga dari hasil di lapangan diperoleh bahwa kondisi tanah mengalami abrasi.

Berdasarkan tingkat kerusakan mangrove di wilayah Kecamatan Baitussalam tahun 2006, luas lahan pada tingkat kerusakan dengan kategori rusak berat sebanyak 1,342 Ha dan kategori rusak sebanyak 2.267 Ha, sedangkan kondisi lahan pada kategori tidak rusak tidak ditemui (BP DAS Krueng Aceh, 2007). 5.1.2. Rehabilitasi Hutan Mangrove Kecamatan Baitussalam Kegiatan rehabilitasi harus selalu memperhatikan daya dukung lahan. Kesalahan dalam memilih lokasi sangat beresiko terhadap kegagalan yang berarti hilangnya uang, tenaga dan waktu. Kegiatan penanaman harus selalu diawali dengan penilaian (assement) terhadap lokasi yang akan ditanami. Apabila daya dukung di suatu lokasi di nilai rendah dan tidak sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan bibit maka sebaiknya dilakukan pencarian lahan pelaksanaan program rehabilitasi yang lebih mendukung. Areal yang terkena dampak tsunami tidak seluruhnya memiliki daya dukung yang sesuai untuk direhabilitasi. Sebagian diantaranya telah rusak berat sehingga tidak sesuai lagi bagi tumbuhan yang pernah hidup sebelumnya. Namun, banyak sekali areal yang daya dukungnya sesuai untuk direhabilitasi. Berdasarkan kondisi lahan Kecamatan Baitussalam terdiri atas tanah lempung dan pasir sehingga yang baik untuk jenis tanaman mangrove adalah Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba dan Bruguiera spp. (Wibisono, dkk, 2006).

Rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan di Kecamatan Baitussalam telah dilakukan sejak diberlakukannya penanggulangan bencana tsunami pada wilayah NAD. Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove ini tidak saja dilakukan pemerintah daerah secara mandiri, melainkan pemerintah bekerjasama dengan NGO yang memberikan bantuan pada pelaksanaan program rehabilitasi hutan mangrove. Penanaman mangrove dilakukan diberbagai lokasi pesisir pantai terutama di areal tambak, bekas habitat mangrove yang telah rusak baik akibat aktivitas manusia maupun yang diakibatkan gelombang tsunami di sepanjang tepi sungai yang bermuara ke laut. Rehabilitasi ini dilakukan untuk menghijaukan kembali kawasan mangrove yang telah rusak dan memperkecil intrusi air laut kedaratan serta memperkecil terjadinya abrasi pantai.

5.2.

Peran Pemerintah dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dimaksudkan untuk meningkatkan

kelestarian ekosistem dan pengendalian kerusakan lingkungan pantai dan lautan serta meningkatkan kemampuan masyarakat pantai dalam mengelola kawasan pantai. Dalam konteks ini, pemerintah pada umumnya menjalankan kegiatan rehabilitasi dengan pendekatan proyek sebagaimana dilakukan sebelum tsunami. Di mana kemampuan pemerintah sebagai perencana sekaligus pelaksana sangatlah terbatas. Oleh karenanya, pemerintah masih membutuhkan pihak-pihak lain untuk mendukung kegiatannya misalnya dalam hal pemenuhan kebutuhan bibit serta tenaga kerja di lapangan (perusahaan swasta) atau kelompok tani penyedia bibit. Sedangkan dalam

pelaksanaan kegiatan teknis di lapangan (misalnya penyiapan lahan, penanaman, dll) pemerintah umumnya merangkul pihak swasta atau masyarakat sebagai tenaga kerja. Kondisi di Kecamatan Baitussalam, rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan pemerintah melalui program kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional dan Nasional (NGO). Dalam hal ini, lembaga LSM nasional yang terdapat di wilayah penelitian bukan hanya LSM yang berkedudukan di Aceh saja, melainkan juga LSM-LSM lain yang berkedudukan di daerah lain di Indonesia namun memiliki kegiatan baru (setelah tsunami) atau kegiatan lama (sebelum tsunami) di Aceh. Umumnya, LSM lokal telah memiliki hubungan dengan beberapa LSM Internasional bahkan langsung kepada lembaga donor. Melalui link tersebut, beberapa LSM lokal berhasil mendapatkan kepercayaan dari LSM Internasional atau lembaga donor untuk mengelola pelaksanaan kegiatan rehabilitasi di Aceh dengan pertimbangan antara lain memahami kondisi lapangan di Aceh, memiliki akses yang lebih kepada pemerintah daerah dan beberapa instansi terkait lainnya. Melalui akses tersebut pemerintah memiliki peranan sebagai fasilitator pelaksanaan kegiatan di wilayah kedudukan pemerintahan lokal. 5.2.1. Peran Pemerintah Sebagai Fasilitator Kepada NGO Kegiatan penanaman mangrove pada awalnya diinisiasi oleh beberapa NGO Internasional secara swadaya melalui program cash for work sejak April 2005 dibeberapa lokasi di Kabupaten Aceh besar melalui program penanaman beberapa kelompok masyarakat yang difasilitasi oleh Caere International-Indonesia yang bekerjasama dengan Wetlands International (sejak Juni 2005).

Penanaman mangrove umumnya dilakukan di beberapa lokasi, terutama di daerah tambak, bekas habitat mangrove yang telah rusak dan sepanjang tepi sungai. Namun demikian, dijumpai pula penanaman mangrove yang dilakukan di lokasi yang tidak tepat yaitu di pantai berpasir tebal dan kering. Dari kedua kegiatan yang berbeda tersebut, tingkat keberhasilan penanaman yang dilakukan di areal berlumpur (tambak dan tepi sungai) jauh lebih tinggi dibandingkan penanaman di pantai berpasir. Hampir seluruh penanaman mangrove yang dilakukan di areal berpasir gagal total. Hal ini dikarenakan memang jenis tanaman mangrove tidak sesuai ditanam di daerah kering dan berpasir. Kenyataan ini sesuai dengan teknik rehabilitasi mangrove (Anonimous, 2005) yang menyatakan bahwa tanah mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari pantai dan erosi hulu sungai di mana mangrove terutama tumbuh pada tanah lumpur. Tabel 5.1. Lembaga Pendukung Rehabilitasi Hutan Mangrove di Kecamatan Baitussalam No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pelaksana Kegiatan OXFAM BPDAS Kelompok Masyarakat Dusun Junglong Kelompok Masyarakat Dusun Deungah Yayasan Leuser Indonesia OXFAM Yayasan Hijau Semesta (YHS) BPDAS Dinas Kehutanan OXFAM Pemerintah Desa Kahju Yayasan Lahan Ekosistem Basah Jumlah Desa Lam Ujong Lam Ujong Lam Ujong Lam Ujong Lambada Lhok Cot Paya Cot Paya Kajhu Kajhu Kajhu Kajhu Kajhu Luas (Ha) 54 300 15 15 3 9 2 200 40.5 39 6 10 693.5

Sumber: BP DAS Krueng Aceh, 2007

Tabel 5.1 menunjukkan jumlah luasan hektar lahan hutan mangrove yang direhabilitasi kembali sejak terjadinya tsunami pada tahun 2004 sampai tahun 2007 sebanyak 693.5 Ha. Berdasarkan data tersebut diperoleh data yang paling banyak memperoleh bantuan rehabilitasi hutan mangrove terdapat pada Desa Lam Ujong. Hal ini disebabkan Desa Lam Ujong merupakan wilayah hutan mangrove yang terluas kerusakannya. Peranan pemerintah yang mendukung lembaga swadaya masyarakat nasional atau NGO Internasional yang memberikan bantuan kepada daerah terhadap upaya rehabilitasi hutan mangrove melalui pendampingan pelaksanaan proyek yang dilakukan untuk sampai ke wilayah yang direhabilitasi. 5.2.2. Peran Pemerintah dalam Pemetaan Lokasi Penanaman Sebelum pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lahan, dibutuhkan perencanaan awal terhadap identifikasi lahan yang akan direhabilitasi. Pemerintah dalam melakukan rehabilitasi hutan mangrove di Kecamatan Baitussalam terlebih dahulu melakukan inventarisasi dan identifikasi lahan. Umumnya, lahan yang direhabilitasi di Kecamatan Baitussalam merupakan bekas lahan pertambakan intensif sebelum terjadinya tsunami. Karena terjadinya tsunami masyarakat pemilik tambak tersebut banyak yang menjadi korban tsunami, sehingga banyak lahan yang terlantar dan tidak terurus. Lahan bekas pertambakan tersebut kembali dinventarisasi kepemilikannya oleh pemerintah dan para NGO melalui fasilitator pemerintah untuk melihat data fisik lahan untuk memulai kegiatan rehabilitasi. Inventarisasi kepemilikan ini juga bermanfaat untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat pemilik dengan bibit

mangrove yang akan ditanam setiap bibitnya dengan ukuran penanaman antara 1 x 2 meter dengan 1 x 3 meter. Rancangan yang dilakukan pemerintah dalam memetakan lahan yang akan direhabilitasi berdasarkan tata letak penanaman antara lain: luas dan letak calon lokasi penanaman, pembagian petak tanaman, luas dan letak calon lokasi persemaian, luas dan letak calon lokasi base camp dan letak saluran air. Pemetaan lokasi ini sangat penting untuk menunjang kegiatan rehabilitasi dilakukan, di samping untuk menghindari konflik di masyarakat oleh penggunaan lahan yang digunakan untuk persiapan sampai selesainya kegiatan rehabilitasi, juga dilakukan untuk

menginformasikan lahan-lahan yang telah direhabilitasi. Hal ini telah disesuaikan dengan panduan IPB (2005) yang menyatakan bahwa pemetaan lokasi dengan melakukan inventarisasi dan identifikasi lahan merupakan tahap awal yang dilakukan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove sebelum dilakukannya rancangan teknis kegiatan. 5.2.3. Peran Pemerintah dalam Pendanaan Berdasarkan jumlah pendanaan yang digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di daerah penelitian, tidak ditemukan jumlah pasti berupa angka nominal yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Pada saat penelitian berlangsung, NGO internasional dan lembaga nasional yang telah memberikan bantuan rehabilitasi hutan mangrove tidak lagi beroperasi di NAD, hal ini dikarenakan kondisi NAD yang sudah membaik dan masa tugas NGO internasional dan nasional sudah berakhir di NAD. Sedangkan jumlah dana pemerintah yang sudah dialokasikan untuk rehabilitasi hutan mangrove pada wilayah penelitian tidak dapat

diinformasikan termasuk dana bantuan NGO terhadap rehabilitasi hutan mangrove yang merupakan kerjasama NGO dengan pemerintah pada pelaksanaan sebelumnya. Padahal informasi penggunaan dana sangat penting terhadap pengukuran peranan pemerintah dalam pengalokasian dana untuk rehabilitasi hutan mangrove. Berdasarkan wawancara dengan responden dari salah satu instansi pemerintahan, biasanya bentuk pendanaan yang dilakukan pemerintah adalah dengan melibatkan masyarakat dalam pengadaan bibit dengan hitungan nilai uangnya dalam satuan bibit. Jumlah harga satuan bibit tidak dapat disamakan pada setiap proyek yang dijalankan. Biaya tersebut tergantung jumlah dana yang ada dan kondisi lahan yang dikerjakan. Jika dana yang ada dalam jumlah besar, maka bibit mangrove tersebut akan dilakukan melalui program tender kepada pengusaha. Namun jika sebaliknya, maka pengadaan bibit dari masyarakat akan dihitung persatuannya. Demikian juga dengan NGO, pendanaan untuk rehabilitasi diberikan langsung kepada masyarakat sebagai pekerja dengan upah harian bervariasi antara Rp. 25.000 sampai dengan Rp. 40.000,- perhari dengan cakupan kerja antara lain pengisian polibag, penyemaian bibit, pembuatan lubang tanaman, pengangkutan bibit dan penanaman. Keterlibatan pemerintah dalam pendanaan ini, bukanlah sepenuhnya bersumber dari pemerintah. Dana untuk rehabilitasi ini, berasal dari bantuan LSM yang memiliki program rehabilitasi hutan mangrove dan bersama pemerintah mengorganisir dan merealisasikan dana rehabilitasi dengan keterlibatan masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Isd:

Dalam hal pengusulan dana, pemerintah dan kelompok petani mangrove tidak pernah mengusulkan dana. Namun kegiatan rehabilitasi yang sedang berjalan ini merupakan kesadaran dari pihak LSM pemerhati lingkungan yang mengalokasikan dananya untuk rehabilitasi hutan mangrove melalui dukungan pemerintah dalam memenuhi kelengkapan administrasinya dan sampai saat ini pengalokasian dana sudah sangat baik dan tepat sasaran dilakukan (Wawancara, 20 Agustus, 2008). Pernyataan di atas juga dipertegas oleh Drwn: Alokasi dana dari pemerintah tidak dapat memenuhi sepenuhnya untuk aktivitas rehabilitasi hutan mangrove oleh karena kerusakan yang terjadi sangat membutuhkan dana yang sangat besar. Untuk menanggulangi ini, pemerintah melakukan kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO) yang dapat mengalokasikan dananya untuk rehabilitasi hutan mangrove, sehingga pelaksanaan rehabilitasi tersebut dilakukan sampai kesemua wilayah yang rusak. Sampai saat ini, upaya rehabilitasi telah menyebar ke penjuru Desa (Wawancara, 23 Agustus, 2008). Pada awal kegiatan rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami, pengadaan bibit oleh NGO dilakukan melalui pemesanan dari pengusaha pembibitan mangrove di luar wilayah NAD, misalnya Sumatera Utara. Hal ini dilakukan mengingat kondisi alam dan sumberdaya manusia wilayah NAD pasca tsunami tidak memungkinkan untuk pengadaan bibit, sehingga pendanaan yang dilakukan di wilayah penelitian dikelompokkan pada kegiatan penanaman dan pemeliharaan. Hasil temuan di lapangan, pemerintah dan NGO melakukan program rehabilitasi hutan mangrove dengan pendekatan pendanaan proyek dengan prinsip 30 persen dana diberikan kepada kelompok masyarakat pada saat kesepakatan jumlah bibit mangrove yang akan dikelola disetujui dan 40 persen dana diberikan kemudian saat berlangsungnya kegiatan pembibitan dilaksanakan dan 30 persen sisa dana dari 100 persen diberikan setelah selesainya program rehabilitasi yang disepakati. Hal ini

mengisyaratkan bahwa pelaksanaan rehabilitasi tersebut merupakan aktivitas proyek mencari keuntungan semata. Pada akhirnya setelah proyek selesai dan dana yang dialokasikan untuk kesepakatan rehabilitasi tersebut telah habis, maka proyek dinyatakan telah selesai tanpa memperhatikan kelanjutan keberhasilan proyek beberapa waktu kemudian oleh karena pendanaan telah habis. Pendanaan rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan oleh pemerintah dan NGO dengan pendekatan proyek dipertegas oleh Bdn saat wawancara yang dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2008 yaitu: Dana rehabilitasi hutan mangrove dengan melibatkan partisipasi masyarakat, melalui kelompok tani dengan membuat kesepakatan terlebih dahulu pada awal mufakat akan dilakukan rehabilitasi hutan mangrove, perjanjian tersebut adalah 30 % dana diberikan pada awal kesepakatan jumlah bibit mangrove yang dikelola, 40 % pada saat pelaksanaan telah berlangsung 50 persen pengerjaan dan sisanya 30 % diberikan setelah pelaksanaan penanaman bibit mangrove selesai. Pembiayaan program atau proyek rehabilitasi hutan dan lahan mangrove yang dilakukan sepenuhnya diketahui pelaksana kegiatan tidaklah bersifat perencanaan dari bawah atau bottom up. Pendanaan ini diperoleh berdasarkan anggaran yang disusun NGO dan Pemerintah yang didasarkan atas kesanggupan lembaga donor, bukan dari bagaimana kebutuhan perencanaan rehabilitasi yang bersumber dari rancangan masyarakat atau bottom up melainkan bersumber dari keputusan sepihak yang bersifat top down, di mana pendanaannya sesuai kesanggupan donor. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasim (1993) bahwa pendekatan perencanaan pembangunan dikenal dengan top down dan bottom up, pada kenyataannya top down masih berperan pada beberapa wilayah, perencanaan top

down jauh lebih dominan diberlakukan karena keputusan alokasi anggaran dilakukan tanpa melalui proses negosiasi yang optimal sehingga tidak sempat diperhitungkan kebutuhan dan prioritas yang diusulkan dari bawah. Hal ini disebabkan besarnya dan tergantung dari jumlah dana yang disediakan lembaga donor untuk kepentingan rehabilitasi, sedangkan jumlah tersebut berdasarkan hitungan matematis lembaga donor sepihak. Selanjutnya, pengorganisasian dana dirancang oleh Ism lokal, pemerintah dan masyarakat yang terlibat langsung pada program rehabilitasi tersebut. Kesanggupan donor atau LSM yang memiliki dana untuk rehabilitasi hutan mangrove, akan direalisasi sesuai dengan kebutuhan daerah yang telah disurvey. Pemerintah dan LSM biasanya mencari alternatif pengorganisasian dana untuk pelaksanaan rehabilitasi yang didukung oleh kegiatan lainnya sehingga tujuan rehabilitasi dapat lebih maksimal. Hal ini seperti diungkapkan oleh Ekl: Alokasi dana digunakan untuk membuat pembibitan mangrove, melakukan penanaman, perawatan dan pengembangan usaha ekonomi kelompok tani. Adapun pengalokasian anggaran dana kegiatan 40 % untuk rehabilitasi mangrove, 30 % untuk usaha ekonomi dan 30 % untuk manajemen kelompok tani. Kerjasama pemerintah dalam rehabilitasi mangrove dan kegiatan pendukung rehabilitasi tersebut, lebih banyak dilakukan pada muatan kerjasama berupa dukungan pemerintah kepada NGO yang akan melakukan rehabilitasi hutan mangrove di wilayah penelitian serta pemerintah mengetahui di atas kertas melalui MoU bentuk kegiatan NGO yang melakukan aktivitas rehabilitasi hutan mangrove, sedangkan untuk masalah pendanaan pemerintah tidak ikut campur dalam operasional pencairan dana tunai. NGO dominan melakukan sendiri pencairan dana tunai untuk

rehabilitasi hutan mangrove langsung melalui keterlibatan masyarakat dengan tata cara dan mekanisme yang telah diatur sendiri oleh NGO tersebut. Oleh karena anggaran dana yang dipergunakan untuk rehabilitasi hutan mangrove tidak diketahui secara detail jumlahnya, tidak dapat diukur secara finansial keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove dengan penyesuaian jumlah dana yang telah terpakai untuk program tersebut. Pengukuran keberhasilan pendanaan yang dipergunakan dapat dilakukan bila ada jumlah angka yang valid terhadap upaya rehabilitasi tersebut. 5.2.4. Peran Pemerintah dalam Penyuluhan Penyuluhan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan penjelasan dan pengertian kepada masyarakat mengenai pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove yang diprogramkan. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan penjelasan sekaligus pengertian dan pemahaman kepada masyarakat, sehingga dapat menimbulkan persepsi yang baik dan dapat mendukung kelancaran program rehabilitasi hutan mangrove tersebut melalui partisipasi yang positif. Berdasarkan pantauan berkas administrasi kegiatan pemerintah, penyuluhan dilakukan pada saat akan dimulainya program rehabilitasi hutan mangrove baik yang dilaksanakan pemerintah sendiri maupun NGO. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Drwn pada tanggal 2 September 2008 yang menyatakan bahwa: Sebelum kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dimulai atau dilaksanakan, terlebih dahulu masyarakat kelompok tani diberikan penyuluhan dan beberapa pelatihan teknik budidaya tanaman mangrove.

Selanjutnya penyuluhan ini diberikan secara berkala selama program rehabilitasi berlangsung atau sampai pada tahap pemeliharaan bibit mangrove yang telah ditanam. Biasanya, penyuluhan ini dilaksanakan oleh NGO yang memiliki dana rehabilitasi dengan bantuan fasilitator pemerintah begitu juga pemerintah mengadakan penyuluhan dengan adanya dukungan dari pihak NGO. Penyuluhan ini dilakukan baik secara formal maupun tidak formal. Penyuluhan yang dilakukan secara formal dengan mengundang masyarakat melalui surat resmi dan penyelenggaraannya diatur pada tempat tertentu dan melibatkan masyarakat yang banyak. Penyuluhan formal ini umumnya telah ditentukan topik yang akan dibicarakan, seperti metode pembibitan, metode penanaman atau penyampaian format laporan pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove kepada kelompok masyarakat yang memperoleh dana bantuan program rehabilitasi tersebut. Penyuluhan tidak formal dengan melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat yang menjalankan program rehabilitasi hutan mangrove dimulai dari aktivitas pembibitan, penanaman sampai kepada pemeliharaan baik secara kelompok maupun perseorangan di wilayah kerja pelaku kegiatan. Penyuluhan ini dilakukan saat petugas proyek mendatangi lokasi rehabilitasi hutan mangrove akan diselingi dengan penyampaian teknik pembibitan yang sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Dari hasil pantauan di lapangan, dengan berkurangnya NGO yang beroperasi di wilayah penelitian, volume kegiatan penyuluhan yang dilakukan tidak lagi dilakukan secara berkala dan teratur. Penyuluhan yang berlangsung sekarang

tergantung dari program pemerintah dan terdapat pengalokasian pendanaan untuk pelaksanaannya. Hal ini karena keterbatasan anggaran yang ada pada instansi pemerintah, sehingga pengadaan penyuluhan tidak dapat dilakukan secara kontiniu berkelanjutan secara teratur. Penyuluhan dilakukan berkali-kali karena pemahaman masyarakat tidak dapat dicapai hanya dengan waktu singkat dan membutuhkan waktu yang panjang secara berulang-ulang, sehingga penyuluhan yang dilakukan dapat memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat untuk melakukan rehabilitasi mangrove secara swadaya. Seiring pendapat Ritohardoyo (2002) yang menyatakan bahwa sikap terhadap perilaku yang terbentuk merupakan refleksi seseorang akibat perilaku yang ada, bila interpretasi ataupun kesan yang terbentuk positif. Demikian pula sebaliknya, bila kesan yang terjadi adalah negatif, maka akan terbentuk sikap yang negatif pula. 5.2.5. Peran Pemerintah dalam Kegiatan Monitoring, Control dan Evaluation Hingga saat ini, tingkat keberhasilan rehabilitasi masih belum diketahui secara pasti karena terbatasnya data dan informasi mengenai persentase jumlah tanaman yang hidup. Hanya sebahagian kecil diantara pelaksana saja yang memiliki data tentang kemajuan kegiatan rehabilitasi, termasuk persentase hidup di lapangan. Sementara, sebagian besar pelaksana kegiatan tidak melakukan kegiatan monitoring, control dan evaluation yang menyebabkan data pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove yang telah dilakukan tidak diketahui. Hal ini dipertegas oleh Wibisono dan Suryadiputra (2006) bahwa kondisi ini merupakan salah satu dampak dari kegiatan

yang terfragmentasi (sepotong-sepotong). Di mana kegiatan rehabilitasi dianggap selesai setelah bibit ditanam. Pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove dilakukan seyogyanya dengan adanya proses monitoring, control dan evaluation. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan. Sebagaimana dinyatakan Departemen Kelautan dan Perikanan (2004) bahwa pengelolaan ekosistem mangrove mengikuti proses berulang melalui kegiatan monitoring, control dan evaluation untuk tercapainya suatu keberhasilan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petugas instansi pemerintah, menyatakan bahwa pelaksanaan monitoring, control dan evaluation dilakukan masing-masing lembaga pelaksana program kegiatan untuk setiap wilayahnya. Pihak donor atau NGO dan pemerintah langsung turun ke lapangan untuk melihat proses kegiatan rehabilitasi yang dilakukan langsung oleh masyarakat. Kegiatan monitoring, control dan evaluation ini dilakukan sebagai dasar pertanggungjawaban

pengalokasian dana yang digunakan untuk rehabilitasi tersebut yang pada akhirnya dapat dinilai tingkat keberhasilannya. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Drwn yang menyatakan: Pelaksanaan monitoring, control dan evaluation dilakukan untuk mencapai hasil rehabilitasi hutan mangrove yang baik. Proses monitoring dilakukan setiap awal bulan, proses control dilakukan dengan pengamatan langsung dilapangan yakni mengamati tingkat persentase tumbuh tanaman sedangkan proses evaluation dilakuakn pada akhir kegiatan (Wawancara tanggal 5 September 2008). Lembaga Swadaya Masyarakat menjalankan aktivitas monitoring, control dan evaluation sebagai suatu kewajiban dalam penyelesaian pertanggungjawabannya

terhadap hasil kegiatan rehabilitasi kepada donor, sehingga pelaksanaannya harus dilakukan. Hal ini disebabkan adanya perjanjian atau kesepakatan kepada donor untuk penggunaan dana sampai pada keberhasilan. Demikian juga pemerintah, kegiatan monitoring, control dan evaluation dilakukan untuk

mempertanggungjawabkan pengalokasian dana yang dipergunakan untuk program rehabilitasi hutan mangrove dari pemerintah pusat dan sebagai tim penilai keberhasilan kerja NGO yang telah menjadi fasilitator dan pendukung program NGO sebelumnya. Setelah beberapa lembaga donor dan NGO pelaksana program rehabilitasi hutan mangrove sudah keluar dari lokasi NAD dan tidak lagi memperpanjang program kerjanya di wilayah NAD termasuk Kecamatan Baitussalam, kegiatan monitoring, control dan evaluation tidak lagi berjalan seperti sedia kala. Hal ini disebabkan sebagian besar pelaksana kegiatan, terutama yang datang beberapa saat setelah bencana tsunami, umumnya terkait dengan penanganan tanggap darurat yang diikuti dengan beberapa kegiatan pembangunan fasilitas. Hal ini diperkuat pernyataan Wibisono dan Suryadiputra (2006) yang menyatakan bahwa sebahagian lembaga menganggap kegiatan rehabilitasi sebagai kegiatan sampingan (bukan prioritas). Sebagai konsekuensinya atas status bukan merupakan prioritas maka kegiatan rehabilitasi hutan mangrove tidak didukung pendanaan yang memadai. Berdasarkan pengamatan di lapangan, pendanaan umumnya hanya terbatas pada kegiatan pengadaan bibit dan penanaman, namun tidak ada pendanaan untuk perawatan

tanaman serta dana monitoring, control dan evaluation yang seharusnya dilakukan secara berkesinambungan sampai saatnya proses rehabilitasi hutan mangrove dinyatakan sudah layak mandiri. Hasil temuan di wilayah penelitian, pelaksanaan monitoring, control dan evaluation tidak dilakukan oleh semua lembaga karena tidak didukungnya persiapan yang cukup. Hal ini disebabkan beberapa NGO Internasional seringkali mengambil langkah instant dengan cara mengontrakkan kegiatan penanaman tersebut kepada pihak lain, misalnya kepada NGO lokal yang mana NGO lokal tersebut tidak melaksanakan kegiatan monitoring, control dan evaluation setelah proyek selesai dilaksanakan. Tingkah laku seperti ini menurut Wibisono dan Suryadiputra (2006) tidak dapat disalahkan, karena para NGO Internasional dikejar bukti nyata hasil kegiatannya oleh penyumbang di negara di mana NGO tersebut berasal. Hal ini tidak akan terjadi, jika adanya pendelegasian tugas yang bijaksana dan adanya kerjasama pemerintah sebagai fasilitator kepada pelaksanaan program rehabilitasi.

5.3.

Karakterisik Responden Penelitian

5.3.1. Data Pribadi Responden (1) Umur Umur penduduk Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar yang diwakili dari 4 desa sebagai perwakilan responden berkisar antar kurang dari 30 tahun sampai dengan lebih dari 51 tahun. Umur responden diklasifikasikan dalam empat

kategori yaitu kategori pertama berada di bawah atau sama dengan umur 30 tahun, kategori kedua antara umur 31 sampai 40 tahun, kategori ketiga antara umur 41 sampai 50 tahun dan kategori keempat berumur di atas 51 tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini. Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Umur No 1 2 3 4 Usia < 30 31-40 41-50 > 51 Jumlah Jumlah 7 22 23 46 98 Persentase (%) 7.14 22.45 23.47 46.94 100.00

Sumber: Analisis data primer

Responden di bawah 30 tahun memiliki persentase terendah (7.14 %), responden dengan umur 31 sampai dengan 40 tahun memiliki persentase 22.45 % dan responden yang berumur 41-50 tahun memiliki persentase 23.47 %. Sedangkan persentase tertinggi adalah responden yag memiliki umur di atas 51 tahun sebesar 46.94%. Hal ini menyatakan bahwa responden yang merupakan perwakilan kepala keluarga pada penelitian ini yang berumur produktif lebih rendah dari pada usia tidak produktif. Hal ini disebabkan banyaknya usia produktif memilih melakukan migrasi ke daerah lain termasuk keluar Provinsi NAD oleh karena trauma yang besar terhadap bencana yang terjadi dan mencari peluang kerja di luar daerah. (2) Jenis kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dari 4 desa wilayah penelitian pada Tabel 5.3 terdapat perbedaan jumlah yang sangat besar antara laki-laki (90.82

%) dengan perempuan (9.18 %). Pada saat penelitan berlangsung, responden laki-laki lebih banyak dijumpai dari pada wanita. Hal ini disebabkan kepala keluarga pada daerah penelitian lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan. Kondisi ini juga diakibatkan banyaknya kaum perempuan (termasuk penduduk usia belia) yang menjadi korban pada gempa tsunami yang terjadi di wilayah penelitian. Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin No. 1 2 Usia Laki Perempuan Jumlah Jumlah 89 9 98 Persentase (%) 90.82 9.18 100.00

Sumber: Analisis data primer

Komposisi ini juga berhubungan dengan umur responden yang dijumpai di lapangan, bahwa lebih banyak responden berjenis kelamin laki-laki dengan umur yang tidak produktif (tua) dijumpai di wilayah penelitian dibandingkan dengan responden laki-laki yang memiliki umur produktif. 5.3.2. Sosio Ekonomi (1) Pendidikan Pendidikan responden pada 4 desa wilayah penelitian diklasifikasikan dalam 5 kategori menurut pendidikan formal, di mana kategori pertama yaitu tidak sekolah, kategori kedua tamat SD, kategori ketiga tamat SMP, kategori keempat tamat SMA dan kategori kelima tamatan Perguruan Tinggi.

Tabel 5.4. Distribusi Responden Menurut Pendidikan No. 1 2 3 4 5 Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah Jumlah 1 4 34 51 8 98 Persentase (%) 1.02 4.08 34.69 52.04 8.16 100.00

Sumber: Analisis data primer

Tabel 5.4 menunjukkan jumlah responden yang tamat SMA lebih tinggi (52.04 %) sedangkan responden yang tidak sekolah memiliki persentase terendah (1.02 %). Hal ini menunjukkan penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tamatan SMA lebih banyak dibandingkan penduduk yang tidak sekolah dan mengenyam pendidikan dasar. Pendidikan masyarakat di daerah penelitian tidak menjadi hambatan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola hutan mangrove disebabkan sebagian besar penduduk memiliki tingkat pendidikan tamat SMA, sehingga lebih mudah menerapkan perilaku yang baik dan bersikap lebih arif dalam mengelola lingkungan terutama hutan mangrove sesuai dengan pendidikan yang dienyam. Pendidikan menghasilkan potensi partisipasi yang baik untuk mengelola dan memanfaatkan serta mengorganisir kawasan hutan mangrove. Pendidikan yang baik akan menghasilkan pola pemikiran yang baik dalam hal keterlibatan ataupun partisipasi yang dilakukan. Jika keterlibatan partisipasi yang dilakukan pada taraf pemikiran yang tinggi, tentu saja keberhasilan dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan penyangga di wilayah penelitianpun sangat besar.

(2) Lama menetap/bermukim Lama menetap atau bermukim ditentukan dari lamanya responden menetap pada wilayah penelitian dilokasi Kecamatan Baitussalam. Kategori yang digunakan ditentukan dalam 5 kategori yaitu kategori pertama menetap di bawah atau sama dengan 5 tahun, kategori kedua menetap antara 6 sampai 10 tahun, kategori ketiga menetap antara 11 sampai 15 tahun dan kategori keempat menetap di atas 15 sampai 20 tahun dan kategori kelima di atas 20 tahun. Tabel 5.5. Distribusi Responden Menurut Lama Menetap atau Bermukim No. 1 2 3 4 5 Lama Menetap 0 5tahun 6 10 tahun 11 15 tahun 16 20 tahun 20 tahun Jumlah Jumlah 6 2 2 18 70 98 Persentase (%) 6.12 2.04 2.04 18.37 71.43 100.00

Sumber: Analisis data primer

Berkaitan dengan Tabel 5.5, jumlah responden yang menetap pada wilayah penelitan persentase tertinggi pada kategori keempat yaitu di atas 20 tahun (71,43 %). Jumlah ini melebihi anggka 50 %. Hal ini menyatakan bahwa penduduk di wilayah penelitian lebih banyak penduduk yang sudah lama menetap atau dari kecil dan sejak lahir telah tinggal pada wilayah tersebut. Lama menetap yang dilakukan penduduk pada wilayah penelitian merupakan domisili yang sejak lahir telah berada di daerah tersebut dan hal ini dapat diartikan sebagai masyarakat adat yang mendiami suatu wilayah. Hal ini diperkuat oleh

pendapat Manulang (1999) yang menyatakan bahwa masyarakat yang berdomisili lama atau sejak lahir menetap di suatu wilayah telah turun-temurun menjalankan kehidupan tradisional yang dicirikan dengan eratnya hubungan mereka dengan alam sekitar. (3) Jumlah anggota keluarga Jumlah anggota keluarga responden pada 4 desa wilayah penelitian dibagi dalam 5 kategori yaitu kategori pertama kurang dan sama dengan 2 orang, kategori kedua 3 orang, kategori ketiga 4 orang, kategori keempat 5 orang dan kategori kelima lebih dari 5 orang. Tabel 5.6. Distribusi Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga No 1 2 3 4 5 Jumlah anggota 2 orang 3 orang 4 orang 5 orang 5 orang Jumlah Jumlah 55 24 10 6 3 98 Persentase (%) 56.12 24.49 10.20 6.12 3.06 100.00

Sumber: Analisis data primer

Dari hasil penelitian pada Tabel 5.6, diperoleh data responden berdasarkan jumlah anggota keluarga yang memiliki persentase tertinggi pada kategori pertama ( 2 orang) sebanyak 56.12 %. Untuk jumlah anggota keluarga 5 orang sebanyak 3.06 % merupakan jumlah terendah yang menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini memiliki sedikit anggota keluarga. Hal ini disebabkan banyaknya anggota keluarga yang telah menjadi korban bencana tsunami, sehingga dalam satu keluarga

banyak dijumpai satu orang kepala keluarga tanpa adanya anggota keluarga di dalamnya. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa responden memiliki waktu luang dan kesempatan untuk terlibat dalam mengikuti kegiatan rehabilitasi hutan mangrove, sesuai dengan pendapat Slamet dalam Amba (1998) yang mengemukakan bahwa untuk timbul suatu partisipasi sangat ditentukan 3 faktor, yang salah satunya adalah kesempatan. Kesempatan erat kaitannya dengan jumlah anggota keluarga, semakin sedikit/kecil jumlah anggota keluarga akan cenderung mempunyai waktu luang dan kesempatan yang lebih besar yang pada akhirnya menentukan tingkat partisipasi, dibandingkan jumlah anggota keluarga yang lebih besar. (4) Pekerjaan Pekerjaan responden pada 4 desa wilayah penelitian dikategorikan dalam 5 kategori yaitu kategori pertama responden yang memiliki pekerjaan sebagai PNS/pegawai swasta atau tenaga honorer lainnya di perkantoran, kategori kedua responden yang memiliki pekerjaan berdagang, kategori ketiga responden yang memiliki pekerjaan berternak, kategori keempat memiliki pekerjaan bertani dan kategori kelima bekerja sebagai nelayan.

Tabel 5.7. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan No 1 2 3 4 5 Pendapatan PNS/pegawai swasta/tenaga honorer Berdagang Berternak Bertani Nelayan Jumlah Jumlah 11 16 3 22 46 98 Persentase (%) 11.22 16.33 3.06 22.45 46.94 100.00

Sumber: Analisis data primer

Dari kelima kategori pekerjaan responden pada kategori kelima dengan pekerjaan nelayan terdapat 46 responden yang merupakan jumlah terbanyak mencapai 46.94 % dari keseluruhan responden. Sedangkan responden dengan pekerjaan berternak memiliki jumlah persentase terkecil sebesar 3.06 % (Tabel 5.7). Hal tersebut disebabkan oleh wilayah penelitian berbatasan langsung dengan kawasan pantai timur Sumatera sehingga aktivitas pendukung mata pencahariannya dominan yang berhubungan dengan laut ataupun pantai. (5) Tingkat pendapatan Pendapatan responden pada 4 desa wilayah penelitian terbagi atas kategori pertama kurang dari Rp. 500.000, kategori kedua Rp. 500.000 Rp. 1.000.000, kategori ketiga Rp. 1.000.000 Rp. 1.500.000, kategori keempat Rp. 1.500.000 Rp. 2.000.000 dan kategori kelima lebih dari Rp. 2.000.000. Distribusi tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan No 1 2 3 4 5 Pendapatan Rp. 500.000,Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000, Rp. 2.000.000,Jumlah Jumlah 0 6 53 33 6 98 Persentase (%) 0.00 6.12 54.08 33.67 6.12 100.00

Sumber: Analisis data primer

Tingkat pendapatan berkaitan erat dengan sumbangsih mengenai partisipasi dalam rehabilitasi mangrove. Semakin tinggi tingkat penghasilan semakin besar kemungkinan partisipasi dalam rehabilitasi hutan mangrove. Berdasarkan perolehan data pada Tabel 5.8, jumlah responden yang memiliki pendapatan diantara Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- yang lebih dominan diantara jumlah pendapatan lainnya. Nilai dari pendapatan ini dinyatakan dalam kelas cukup, hal ini dikaitkan dengan OMR provinsi pada saat ini sebesar Rp. 1.000.000,- saat ini. Kondisi ini tidak mengurangi partisipasi responden dalam rehabilitasi hutan mangrove di daerahnya yang memberikan manfaat ekologis dan ekonomis bagi responden oleh adanya insentif yang diberikan oleh lembaga donor dan pemerintah daerah dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saharudin (1987) dalam Amba (1998) yang menyatakan bahwa bila suatu program mempunyai sangkut paut dengan jenis pekerjaan dan kebutuhan/manfaat bagi masyarakat akan terjadi partisipasi yang lebih tinggi.

5.3.3. Pemahaman Responden terhadap Rehabilitasi Hutan Mangrove (1) Fungsi dan manfaat hutan mangrove Pengetahuan respenden terhadap fungsi dan manfaat hutan mangrove merupakan salah satu kunci keberhasilan dilakukan upaya rehabilitasi hutan mangrove. Distribusi responden menurut pengetahuan fungsi dan manfaat hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
No 1 2 3 4 5 Pengetahuan Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Sangat tidak tahu Tidak tahu Ragu-ragu Mengetahui Sangat mengetahui Jumlah Jumlah 0 0 0 21 77 98 Persentase (%) 0.00 0.00 0.00 21.43 78.57 100.00

Sumber: Analisis data primer

Responden yang sangat mengetahui fungsi dan manfaat hutan mangrove pada Tabel 5.9 menunjukkan persentase tertinggi mencapai 78.57 % (77 responden) selebihnya sebanyak 21 responden (21.43 %) menyatakan mengetahui. Pemahaman ini diperoleh masyarakat melalui pembelajaran terjadinya bencana tsunami pada daerah penelitian, di mana rusaknya ekosistem hutan mangrove di wilayah penelitian sebelum tsunami terjadi menyebabkan kurangnya penghalang gelombang tsunami yang masuk kedaratan dan menghancurkan segala fasilitas yang ada di daratan dan berbagai perangkat aktivitas manusia. Pemahaman ini juga didukung dengan adanya penyuluhan ataupun penyampaian informasi dan pembelajaran dari pemerintah/ lembaga donor sebagai aksi dari kegiatan rehabilitasi yang dihubungkan dengan

tragedi gempa dan tsunami yang terjadi di NAD dan Nias. Seiring dengan pendapat Saenger, et al, (1983) yang menyatakan fungsi fisik hutan mangrove menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut dan intrusi air laut ke daratan. (2) Terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove Pengetahuan responden terhadap terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut: Tabel 5.10. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Pengetahuan terhadap Terjadinya Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Sangat tidak tahu Tidak tahu Ragu-ragu Mengetahui Sangat mengetahui Jumlah Jumlah 0 1 2 27 68 98 Persentase (%) 0.00 1.02 2.04 27.55 69.39 100.00

Sumber: Analisis data primer

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data responden yang sangat mengetahui terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove sebanyak 68 responden (69.39 %) merupakan persentase tertinggi dari pilihan lainnya dan tidak ditemukannya responden yang menyatakan sangat tidak tahu terhadap pengetahuan terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove di wilayah penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa responden memahami bahwa di wilayah penelitian terjadi kerusakan ekosistem hutan mangrove sebelum dilakukannya kegiatan rehabilitasi.

(3) Penyebab terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove Pengetahuan responden terhadap penyebab terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut: Tabel 5.11. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Penyebab Terjadinya Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Pengetahuan Penyebab Terjadinya Kerusakan Habitat Hutan Mangrove Dibawa gelombang air laut sedikit demi sedikit kedalam laut Hanya dikarenakan terjadinya tsunami Pengambilan kayu Pembukaan pertambakan Pengalihan fungsi hutan mangrove keberbagai kegiatan eksploitasi Jumlah Jumlah 0 3 0 4 91 98 Persentase (%) 0.00 3.06 0.00 4.08 91.86 100.00

Sumber: Analisis data primer

Responden yang memilih kerusakan hutan mangrove hanya disebabkan terjadinya pengalihan fungsi hutan mangrove ke berbagai kegiatan eksploitasi sebanyak 91 responden (91.86 %) merupakan persentase tertinggi dari yang lainnya. Pada kenyataannya, kerusakan mangrove sebenarnya sudah terjadi sebelum terjadinya bencana tsunami oleh aktivitas pembukaan pertambakan intensif oleh nelayan di daerah penelitian (Wibisono, et al, 2006). Kerusakan ini ditambah dengan adanya gelombang tsunami yang menghancurkan hingga 100 % lahan mangrove di daerah tersebut. Pengetahuan mengenai salah satu penyebab terjadinya gelombang tsunami masuk bebas ke wilayah penelitian dikarenakan telah rusaknya ekosistem hutan mangrove sebahagian besar oleh masyarakat sebelum terjadinya bencana tsunami, dapat dilihat pada Tabel 5.12 berikut:

Tabel 5.12. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Sebelum Tsunami
No. 1 2 3 4 5 Pengetahuan tentang Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove Sebelum Terjadi Tsunami Sangat tidak tahu Tidak tahu Ragu-ragu Mengetahui Sangat mengetahui Jumlah Jumlah 0 1 4 22 71 98 Persentase (%) 0.00 1.02 4.08 22.45 72.45 100.00

Sumber: Analisis data primer

Responden yang sangat mengetahui bahwa kerusakan terjadi sebelum bencana gelombang tsunami di wilayah penelitian sebanyak 71 responden (72.45 %) merupakan jumlah persentase tertinggi dibandingkan yang lainnya, sedangkan tidak ditemui responden yang menyatakan sangat tidak tahu terhadap kerusakan ekosistem hutan mangrove sebelum terjadinya tsunami. (4) Pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove Pengetahuan mengenai pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove di wilayah penelitian pasca tsunami yang dicanangkan oleh pemerintah dapat dilihat pada Tabel 5.13 berikut ini: Tabel 5.13. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Program Rehabilitasi Hutan Mangrove yang Dicanangkan Pemerintah
No. 1 2 3 4 5 Pengetahuan tentang Program Rehabilitasi Hutan Mangrove yang Dicanangkan Pemerintah Sangat tidak tahu Tidak tahu Ragu-ragu Mengetahui Sangat mengetahui Jumlah
Sumber: Analisis data primer

Jumlah 0 0 0 16 82 98

Persentase (%) 0.00 0.00 0.00 16.33 83.67 100.00

Berdasarkan Tabel 5.13 responden yang sangat mengetahui adanya program rehabilitasi hutan mangrove di wilayah penelitian sebanyak 83.67 % (82 responden) yang mendominasi dari pilihan lainnya, sedangkan responden yang tidak mengetahui adanya program rehabilitasi tidak dijumpai. Data ini menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di wilayah penelitian dilakukan dengan sistem terbuka kepada masyarakat. Selanjutnya responden dalam penelitian ini juga mengetahui daerah yang dilakukan rehabilitasi hutan mangrove di wilayah penelitian seperti yang tertera pada Tabel 5.14 berikut: Tabel 5.14. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Daerah Pelaksanakan Rehabilitasi Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Pengetahuan tentang Daerah Pelaksanakan Rehabilitasi Hutan Mangrove Sangat tidak tahu Tidak tahu Ragu-ragu Mengetahui Sangat mengetahui Jumlah Jumlah 0 0 1 38 59 98 Persentase (%) 0.00 0.00 1.02 38.78 60.20 100.00

Sumber: Analisis data primer

Dari hasil perolehan data pada Tabel 5.13 responden yang sangat mengetahui wilayah penelitian merupakan daerah pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 59 responden (60.20 %) yang merupakan jumlah terbanyak dari pilihan lainnya. Hal ini mengungkapkan bahwa program rehabilitasi hutan mangrove tersebut telah disosialisasikan kepada masyarakat.

Selanjutnya, dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove di wilayah penelitian dilakukan serangkaian persiapan oleh pemerintah dan lembaga donor sebelum dilakukan rehabilitasi hutan mangrove. Kegunaannya untuk mengetahui karakteristik kondisi fisik lahan termasuk mengondisikan lahan siap pakai agar tidak terjadi konflik pada saat program berjalan. Perlakuan ini dilakukan banyaknya rehabilitasi hutan mangrove dilakukan pada daerah bekas pertambakan milik masyarakat pengusaha tambak Tabel 5.15. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Pelaksanaan Survei Lokasi
No. 1 2 3 4 5 Pengetahuan Pelaksanaannya Survei Lokasi Sangat tidak tahu Tidak tahu Ragu-ragu Mengetahui Sangat mengetahui Jumlah Jumlah 0 0 6 29 63 98 Persentase (%) 0.00 0.00 6.12 29.59 64.29 100.00

Sumber: Analisis data primer

Tabel 5.15 menunjukkan responden memilih jawaban sangat mengetahui pelaksanaan survey lokasi sebanyak 63 responden (64.29 %) yang merupakan jumlah terbanyak dibandingkan yang lainnya. Hasil ini menyatakan bahwa adanya sosialisasi pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove dilakukan melalui adanya kegiatan survey lokasi sebelum pelaksanaan rehabilitasi. Dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove, pemerintah tidak bekerja sendiri. Kondisi NAD yang mengalami bencana tsunami yang merupakan bencana terbesar oleh karena menelan jiwa yang sangat banyak dan menghancurkan

infrastruktur wilayah yang sangat besar pula, sehingga banyak bantuan donor dari dalam dan luar negeri yang diterima pemerintah daerah dalam merehabilitasi daerah disegala aspek pembangunan termasuk rehabilitasi hutan mangrove. Tabel 5.16. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Lembaga Non Pemerintah yang Membantu Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Pengetahuan Responden terhadap Lembaga Non Pemerintah yang Membantu Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Sangat tidak tahu Tidak tahu Ragu-ragu Mengetahui Sangat mengetahui Jumlah Jumlah 0 0 3 23 72 98 Persentase (%) 0.00 0.00 3.06 23.47 73.47 100.00

Sumber: Analisis data primer

Tabel 5.16 menunjukkan jumlah yang menyatakan sangat mengetahui adanya lembaga non pemerintahan (NGO) membantu pemerintah dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 72 orang (73.47 %), yang mendominasi daripada pilihan lainnya. Artinya bahwa adanya bantuan lembaga non pemerintahan yang difasilitasi pemerintahan dalam pelaksanaan kegiatannya diketahui langsung oleh masyarakat. 5.3.4. Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove (1) Kegiatan yang dilakukan responden Kegiatan yang pernah dilakukan responden di wilayah penelitian sebagai kawasan pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove setelah terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami merupakan bentuk dari partisipasi langsung. Aktivitas yang pernah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.17 berikut:

Tabel 5.17. Distribusi Responden Menurut Aktivitas yang Pernah Dilakukan di Wilayah Penelitian
No. 1 2 3 4 5 Kegiatan apa yang Pernah Dilakukan Pembukaan lahan mangrove untuk pengembangan usaha Pengalihan hutan mangrove menjadi kawasan tempat tinggal baru Ragu membentuk kelompok kecil peduli hutan mangrove Melakukan penyuluhan tentang manfaat dan fungsi hutan mangrove Melakukan penanaman mangrove kembali pada kawasan yang rusak (reboisasi) Jumlah Jumlah 0 Persentase (%) 0.00 1.02 11.22 9.18 78.58 100.00

1
11 9 77

98

Sumber: Analisis data primer

Responden yang melakukan penanam kembali hutan mangrove yang telah rusak sebanyak 77 responden (78.58 %) merupakan persentase terbesar dari pilihan lainnya, sedangkan pilihan terhadap pembukaan lahan mangrove untuk

pengembangan usaha tidak ada satupun responden yang memilihnya. Hal ini menyatakan bahwa tingginya partisipasi responden melakukan upaya rehabilitasi hutan mangrove dengan kegiatan reboisasi. Berdasarkan dasar kegiatan yang dilakukan responden terhadap upaya rehabilitasi hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 5.18 berikut: Tabel 5.18. Distribusi Responden Menurut Dasar Kegiatan Dilakukan
No. 1 2 3 4 5 Dasar Kegiatan Dilakukan Tidak memiliki alasan Kewajiban menjalankan program daerah yang dicanangkan bersama Perintah dari pimpinan daerah Program dari pemerintah dan LSM Pengelolaan daerah dari bencana alam untuk kepentingan bersama Jumlah Jumlah 0 8 0 5 85 98 Persentase (%) 0.00 8.16 0.00 5.10 86.74 100.00

Sumber: Analisis data primer

Berdasarkan perolehan data pada Tabel 5.18 yang menyatakan bahwa dasar kegiatan reboisasi dilakukan sebagai upaya pengelolaan daerah dari bencana alam untuk kepentingan bersama sebanyak 85 responden (86.74 %) merupakan persentase terbanyak dibandingkan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya partisipasi masyarakat terhadap kegiatan reboisasi dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove didukung trauma yang disebabkan gempa dan tsunami yang terjadi sehingga menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian ekosistem pantai. Hal ini tentunya memberikan keuntungan ekologi, di samping keutungan ekonomi lainnya dalam hal pemanfaatan ekosistem pantai untuk pemenuhan kebutuhan hidup. (2) Harapan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove Harapan masyarakat erat kaitannya dengan kondisi yang sedang dialami dalam kehidupan sehari-hari dan mendukung bentuk partisipasi yang dilakukan untuk mewujudkan harapan. Kondisi lingkungan dan sumberdaya alam yang tidak baik menghadirkan harapan yang sangat besar untuk mengubahnya menjadi baik. Demikian pula yang dapat dilihat pada wilayah penelitian, kondisi alam yang memburuk menghadirkan harapan untuk membangun kondisi tersebut lebih membaik.

Tabel 5.19. Distribusi Responden Menurut Harapan pada Kondisi Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Harapan pada Kondisi Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove yang Dilakukan Tidak mau tahu Tidak ada harapan Ragu-ragu Ada harapan Sangat berharap Jumlah Jumlah 0 2 3 12 81 98 Persentase (%) 0 2.04 3.06 12.24 82.66 100.00

Sumber: Analisis data primer

Tabel 5.19 menunjukkan bahwa responden uang menyatakan sangat berharap pada upaya pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan sebanyak 82.66 %. Hal ini menyatakan bahwa harapan yang dimiliki oleh responden akan mendukung partisipasi yang dilakukan terhadap kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Hal ini seperti yang diungkapkan Tro: Pengelolaan hutan mangrove yang telah didukung oleh LSM dan pemerintah memberikan harapan yang sangat besar kepada kami untuk menjadikan hutan mangrove kembali sehingga nantinya secara tidak langsung akan memberikan kontribusi yang baik untuk perekonomian nelayan (Wawancara 4 September 2009).

Memperhatikan ungkapan responden tersebut, harapan responden dapat memberikan pandangan positif dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Bila pandangan positif dapat dipertahankan pada kehidupan masyarakat, tentu akan membangun perilaku yang bijaksana dalam hidupnya. (3) Keikutsertaan dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove Keikutsertaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterlibatan responden dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove baik dalam kegiatan

pembibitan ataupun persemaiannya sampai pada tahap penanaman dan perawatannya. Keterlibatan responden dalam kegiatan rehabilitasi tersebut berkaitan terhadap besarnya kontribusi ataupun bentuk partisipasi yang dilakukan. Tabel 5.20. Distribusi Responden Menurut Rehabilitasi Hutan Mangrove Peranan dalam Kegiatan

No. 1 2 3 4 5

Peranan dalam Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Tidak mau berperan Tidak pernah diikutsertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut berperan Jumlah

Jumlah 0 0 10 7 81 98

Persentase (%) 0.00 0.00 10.20 7.14 82.66 100.00

Sumber: Analisis data primer

Berdasarkan hasil perolehan data pada Tabel 5.20 responden yang menyatakan selalu turut berperan dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di wilayah penelitian sebanyak 82.66 % merupakan persentase tertinggi dari pernyataan lainnya. Pernyataan ini mengindikasi bahwa adanya partisipasi masyarakat dengan diwujudkannya dalam keterlibatan pada kegiatan rehabilitasi hutan mangrove walaupun pelaksanaan dilakukan tidak setiap waktu, oleh karena adanya aktivitas masyarakat yang mengarah terhadap pemenuhan kebutuhan hidup lebih menuntut. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, peranan langsung masyarakat pada kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan, setelah kegiatan pemenuhan perekonomian masyarakat telah terpenuhi oleh responden. Artinya, program rehabilitasi hutan mangrove bukan merupakan mata pencaharian utama masyarakat.

(4) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan rehabilitasi hutan mangrove Partisipasi dalam perencanaan rehabilitasi hutan mangrove diperoleh dari pertanyaan yang diajukan berkisar keterlibatan dalam penyusunan rancangan kegiatan dan rancangan anggaran kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Untuk melihat partisipasi masyarakat dalam penyusunan rancangan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 5.21 berikut: Tabel 5.21. Distribusi Responden Menurut Keterlibatan dalam Penyusunan Rancangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Peranan dalam Penyusunan Rancangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Jumlah 2 0 11 8 77 98 Persentase (%) 2.04 0.00 11.22 8.16 78.58 100.00

Tidak mau berperan Tidak pernah diikutsertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut berperan Jumlah Sumber: Analisis data primer

Responden yang menyatakan selalu turut berperan dalam penyusunan rancangan kegiatan sebanyak 77 responden (78.58 %) merupakan persentase tertinggi dari lainnya. Rancangan ini dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan kelompok tani pada wilayah rehabilitasi yang menjadi penanggung jawab pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove di wilayah yang telah ditentukan. Keterlibatkan masyarakat dalam penyusunan rancangan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove menjadi satu kunci keberhasilan dari program rehabilitasi, oleh karena itu pelaksana program tersebut dititik beratkan kepada masyarakat yang berbatasan

langsung dengan lokasi kegiatan yang tentu saja akan secara ekologis akan memberikan dampak langsung pada kehidupan masyarakat sekitar hutan Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan akan menciptakan hasil yang lebih baik, sehingga rasa tanggung jawab bersama akan terbina yang nantinya menghasilkan kerja yang terbaik. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dapat dijadikan suatu bagian dari proses program, sehingga pelaporan pelaksanaan program akan menjadi suatu laporan yang sangat dan program yang dilaksanakan dapat dipercaya oleh berbagai pihak. Tabel 5.22. Distribusi Responden Menurut Peranan Penyusunan Rancangan Anggaran Biaya Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Peranan Penyusunan Rancangan Anggaran Biaya Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Tidak mau berperan Tidak pernah diikutsertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut berperan Jumlah Jumlah 0 1 8 13 76 98 Persentase (%) 0.00 1.02 8.16 13.27 77.56 100.00

Sumber: Analisis data primer

Berdasarkan penyusunan rancangan anggaran biaya kegiatan rehabilitasi hutan mangrove, responden yang menyatakan selalu turut berperan jika sebanyak 76 responden atau sebesar 77.56 %. Angka ini merupakan persentase tertinggi dibandingkan pilihan responden lainnya dan pernyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat yang biasanya diwakili oleh kelompok tani yang terlibat langsung dalam pelaksanaan diikutsertakan program dalam rehabilitasi penyusunan mangrove rancangan di wilayah penelitian selalu

biaya

kebutuhan

operasional

pelaksanaan rehabilitasi. Hasil informasi narasumber dari LSM, Anggaran biaya untuk pelaksanaan program rehabilitasi yang dicantumkan dalam proposal berdasarkan hasil survey lapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat untuk memperkirakan biaya maksimum dan minimum yang dibutuhkan pada pelaksanaan program. Anggaran biaya yang dikelola oleh masyarakat dan disusun kembali pengelompokan penggunaannya adalah anggaran yang telah disetujui oleh lembaga donor dihibahkan dalam pelaksanaan program dan dirumuskan bersama dengan masyarakat atau kelompok tani yang dibentuk sebagai pelaksana kegiatan rehabiltiasi hutan mangrove. Terlepas dalam kondisi tanggap darurat dalam program rehabilitasi hutan mangrove, namun peranan masyarakat dalam proses perencanaan akan baik jika dilibatkan. Seiring dengan pendapat Conyers (1991) yang menyatakan bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek jika mereka dilibatkan dalam proses perencanaan disebabkan masyarakat akan lebih memiliki rasa memiliki yang tinggi terhadap proyek yang akan dijalankan. Tabel 5.23. Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Survey Lokasi Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Mangrove No. 1 2 3 4 5 Peranan dalam Kegiatan Survey Lokasi Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Mangrove
Tidak mau berperan Tidak pernah diikut sertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut berperan

Jumlah
1 0 7 5 85 98

Persentase (%)
1.02 0.00 7.14 5.10 86.74 100.00

Jumlah
Sumber: Analisis data primer

Peranan terhadap keterlibatan dalam kegiatan survey lokasi pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove pada Tabel 5.23, diperoleh data responden yang menyatakan selalu terlibat dalam kegiatan survey lokasi sebesar 86.74 %. Hal ini mengisyaratkan partisipasi masyarakat dalam proses penyiapan pelaksanaan program rehabilitasi tinggi. Keterlibatan ini didukung oleh kepentingan penetapan lahan yang akan direhabilitasi kembali. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.24, keterlibatan responden dalam menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang direncanakan berikut ini: Tabel 5.24. Distribusi Responden Menurut Peranan Keterlibatan dalam Menentukan Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Peranan Keterlibatan dalam Menentukan Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Tidak mau berperan Tidak pernah diikutsertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut berperan Jumlah Jumlah 2 1 9 7 79 98 Persentase (%) 2.04 1.02 9.18 7.14 80.62 100.00

Sumber: Analisis data primer

Berdasarkan data pada Tabel 5.24, responden yang menyatakan selalu turut berperan dalam penentuan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 80.62 %. Lokasi kegiatan yang akan direhabilitasi pada wilayah penelitian berkaitan juga dengan jumlah anggaran dana yang dimiliki oleh lembaga, sehingga lahan yang akan direhabilitasi tidak dilakukan secara keseluruhan pada lahan yang telah rusak.

Tabel 5.25. Distribusi Responden Menurut Peranan Pelepasan Kepemilikan Lahan Menjadi Lokasi Penanaman Mangrove No. 1 2 3 4 5 Peranan Pelepasan Kepemilikan Lahan Menjadi Lokasi Penanaman Mangrove Sangat tidak bersedia Tidak bersedia Ragu-ragu Bersedia Sangat bersedia Jumlah Jumlah
0 1 10 5 82

Persentase (%)
0.00 1.02 10.20 5.10 83.68

98

100.00

Sumber: Analisis data primer

Partisipasi responden terhadap penetapan lokasi perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove berkaitan dengan peranan responden melakukan partisipasi dalam melepaskan lahan yang dimiliki menjadi lokasi penanaman mangrove. Dari perolehan data pada Tabel 5.25, responden yang menyatakan sangat bersedia melepaskan lahan yang dimiliki dilokasi pantai untuk dijadikan sebagai lokasi rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 83.68%. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa partisipasi masyarakat untuk melepaskan lahannya menjadi lokasi rehabilitasi hutan mangrove sangat baik. (5) Partisipasi pada pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove Pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan akan dapat berjalan dengan baik jika adanya peranan masyarakat dalam mendukung bantuan yang diberikan oleh donor untuk program rehabilitasi tersebut. Untuk melihat peranan responden terhadap dukungan kepada LSM atau lembaga donor dapat dilihat pada Tabel 5.26.

Tabel 5.26. Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Memberikan Dukungan terhadap LSM atau Lembaga Donor pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Peranan dalam Memberikan Dukungan terhadap LSM atau Lembaga Donor pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Tidak mau tahu Tidak pernah memberi dukungan Ragu-ragu Memberi dukungan Sangat memberi dukungan Jumlah Jumlah 0 1 0 10 87 98 Persentase (%) 0.00 1.02 0.00 10.20 88.78 100.00

Sumber: Analisis data primer

Responden yang menyatakan sangat memberi dukungan pada LSM dan lembaga donor pada Tabel 5.26 sebanyak 88.78 %. Hal ini mengisyaratkan bahwa masyarakat menyambut baik bantuan yang diberikan lembaga donor atau LSM terhadap kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Hal ini mengisyaratkan bahwa dukungan diberikan merupakan wujud dari hasil positif yang diterima oleh masyarakat terhadap bantuan yang diberikan. Melalui dukungan masyarakat maka lembaga NGO dan lembaga donor akan lebih mudah melakukan program kerjanya. Pada saat pelaksanaan program rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan, kegiatan penyuluhan menjadi salah satu pendukung keberhasilan pelaksanaan program. Untuk melihat peranan responden terhadap kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 5.27.

Tabel

5.27.

Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Penyuluhan dan Sosialisasi Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove
Jumlah 0 1 14 16 67 98 Persentase (%) 0.00 1.02 14.29 16.33 68.37 100.00

No. 1 2 3 4 5

Peranan dalam Kegiatan Penyuluhan dan Sosialisasi Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Tidak mau berperan Tidak pernah diikut sertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut berperan Jumlah

Sumber: Analisis data primer

Pada Tabel 5.27, responden yang selalu turut berperan dalam kegiatan penyuluhan sebanyak 68. 37 % yang merupakan persentase terbanyak dari yang lainnya. Peranan ini mendukung upaya rehabilitasi hutan mangrove dapat terlaksana sesuai dengan program kerja lembaga pelaksana program rehabilitasi hutan mangrove. Penyuluhan tersebut lebih dititik beratkan kepada panduan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi pada saat program rehabilitasi dicanangkan. Penyuluhan ini cenderung dilaksanakan pada saat pencangan program rehabilitasi, setelah program selesai keberlanjutan penyuluhan tidak lagi dilakukan seefektif sebelumnya. Peranan responden dalam kegatan sosial dan gotong royong dalam peksanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 5.28 berikut ini:

Tabel 5.28. Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Sosial dan Gotong Royong Menunjang Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Peranan dalam Kegiatan Sosial dan Gotong Royong Menunjang Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Tidak mau berperan Tidak pernah diikutsertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut berperan Jumlah Jumlah 0 0 4 11 83 98 Persentase (%) 0.00 0.00 4.08 11.22 84.70 100.00

Sumber: Analisis data primer

Tabel 5.28 menunjukkan responden yang menyatakan selalu turut berperan dalam kegiatan sosial dan gotong royong sebesar 84.70 %. Hal ini menunjukkan keeratan sosial dan gotong royong masyarakat masih sangat tinggi. Kekuatan dalam perbaikan konstruksi di wilayah masyarakat, salah satunya melalui kontribusi pelaksanaan gotong royong dan rasa sosial yang tinggi. Peranan masyarakat dalam mendukung program rehabilitasi hutan mangrove dapat dilakukan melalui kontribusi masyarakat dalam melakukan penanaman mangrove dengan cara swadaya. Tabel 5.29 menunjukkan distribusi responden menurut keterlibatan dalam kegiatan penanaman mangrove secara swadaya.

Tabel 5.29. Distribusi Responden Menurut Keterlibatan Menanam Mangrove atas Swadaya Sendiri No. 1 2 3 4 5 Keterlibatan Menanam Mangrove Atas Swadaya Sendiri Sangat tidak pernah Tidak pernah Ragu-ragu Pernah Sangat sering Jumlah Jumlah
1 2 6 18 71 Persentase (%) 1.02 2.04 6.12 18.37 72.45

98

100.00

Sumber: Analisis data primer

Pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove di Kecamatan Baitussalam semenjak dilakukannya program penanggulangan bencana tsunami, menggunakan sistem pembayaran atau pemberian upah terhadap kegiatan pembibitan penanaman mangrove yang dilakukan masyarakat pada program-program rehabilitasi yang dikelola lembaga pemerintahan ataupun non pemerintahan. Namun, tidak jarang bertumbuhnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya mangrove maka penanaman mangrove dilakukan juga secara swadaya. Hal ini disebabkan trauma bencana tsunami yang menghancurkan daratan di wilayah penelitian didukung oleh rusaknya lahan mangrove di sekitar pantai. Responden yang menyatakan sangat sering melakukan penanaman secara swadaya sebanyak 72.45 % menjadi gambaran adanya partisipasi masyarakat untuk mendukung program rehabilitasi hutan mangrove. (6) Monitoring, control dan evalution kegiatan rehabilitasi hutan mangrove Saat pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove diikuti dengan kegiatan monitoring, control dan evaluation. Kegiatan ini dilakukan sebagai pelengkap

kegiatan rehabilitasi, sehingga kegiatan rehabilitasi dapat dinyatakan berhasil atau tidak. Distribusi responden menurut peranan dalam kegiatan monitoring, control dan evaluation dapat dilihat pada Tabel 5.30 berikut: Tabel 5.30. Distribusi Responden Menurut Peranan dalam Kegiatan Monitoring, Control dan Evaluation pada Pelaksanaan Program Rehabilitasi Hutan Mangrove
No. 1 2 3 4 5 Peranan dalam Kegiatan Monitoring, Control dan Evaluation pada Pelaksanaan Program Rehabilitasi Hutan Mangrove Tidak mau berperan Tidak pernah diikutsertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut berperan Jumlah Jumlah 0 0 3 19 76 98 Persentase (%) 0.00 0.00 3.06 19.39 77.55 100.00

Sumber: Analisis data primer

Tabel 5.30 menunjukkan bahwa responden yang menyatakan selalu turut serta dalam kegiatan monitoring, control dan evaluation sebanyak 77.55 % dari hasil penjumlahan responden yang menyatakan sesekali turut serta dan selalu turut serta. Pernyataan ini melebihi angka 50 % yang mengisyaratkan bahwa masyarakat berpartisipasi pada kegiatan monitoring, control dan evaluation diprogramkan lembaga pada pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove. Namun, berdasarkan wawancara dengan beberapa responden, pelaksanaan kegiatan ini dilakukan pada saat proyek rehabilitasi hutan mangrove masih dalam proses pelaksanaan dan menjadi tanggung jawab lembaga untuk penyelesaian program. Setelah selesai dilakukannya program rehabilitasi, kegiatan monitoring, control dan evaluation tidak lagi dilakukan seefisien saat pelaksanaan, disebabkan proyek dinyatakan telah selesai dan laporan akhir kegiatan telah selesai dilaporkan.

Pada saat pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove dilakukan, hasil kegiatan monitoring, control dan evaluation menjadi suatu bahan dalam diskusi atau musyawarah pada kelompok masyarakat ataupun pimpinan daerah. Hasil kegiatan monitoring, control dan evaluation menjadi bahan musyawarah di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.31. Tabel 5.31. Distribusi Responden Menurut Pelaksanaan Musyawarah Berdasarkan Hasil Kegiatan Monitoring, Control dan Evaluation
Jumlah 0 0 5 7 86 98 Persentase (%) 0.00 0.00 5.10 7.14 87.76 100.00

No. 1 2 3 4 5

Pelaksanaan Musyawarah Hasil Kegiatan

Monitoring, Control dan Evaluation


Tidak mau tahu Tidak tahu Ragu-ragu Pernah dimusyawarahkan Selalu dimusyarahkan Jumlah

Sumber: Analisis data primer

Tabel 5.31 menunjukkan bahwa 87.76 % (86 reponden) merupakan persentase tertinggi yang menyatakan selalu dilakukannya musyawarah. Hasil kegiatan monitoring, control dan evaluation di musyawarahkan oleh masyarakat. artinya bahwa adanya partisipasi masyarakat untuk melakukan musyawarah yang membahas hasil dari kegiatan monitoring, control dan evaluation sehingga dapat menjadi suatu pemahaman bersama di masyarakat hasil yang ditemui di lapangan. Hal ini menunjukkan, partisipasi masyarakat dalam kegiatan monitoring, control dan evaluation dapat terlaksana dengan baik oleh adanya pendampingan dan pemberdayaan masyarakat yang baik dilakukan oleh lembaga penyelenggara program rehabilitasi yang pada akhirnya keberlangsungan hasil rehabilitasi dapat terjaga sampai pada tahap mandiri atau sudah mampu dilepaskan pertumbuhannya. Sesuai

dengan pendapat Sudarmadji (2001) yang menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam kegiatan monitoring, control dan evaluation merupakan wujud pendampingan nyata yang telah dilakukan sehingga terbentuk rasa kepemilikan yang tinggi dari masyarakat tersebut. (7) Partisipasi pada pemeliharaan hutan mangrove Penanaman mangrove yang dilakukan masyarakat melalui program

rehabilitasi di wilayah penelitian merupakan program pemerintah yang sebagian besar difasilitasi oleh lembaga donor atau NGO sebagai upaya rehabilitasi lahan pasca gempa dan tsunami yang melanda NAD. Pelaksanaan rehabilitasi dinyatakan baik, ketika pemeliharaan pada mangrove yang telah ditanam berjalan dengan baik. Saat penelitian dilakukan, pada areal penanaman yang pernah dilakukan terdapat beberapa areal bekas penanaman yang telah mati, artinya penanaman yang telah dilakukan tidak berhasil. Hal ini disebabkan adanya gangguan eksternal terhadap penanaman seperti bibit yang ditanam dimakan oleh hewan, saat penanaman dilakukan saat terjadinya pasang besar sehingga bibit yang ditanam dibawa oleh arus serta kurang baiknya bibit yang dipilih untuk ditanam dan lain sebagainya. Hal ini dinyatakan oleh Slm: Jumlah bibit-bibit mangrove yang rusak setelah dilakukannya kegiatan penanaman sebenarnya sedikit saja. Sepengetahuan kami, ini disebabkan pada saat proyek berlangsung, ada beberapa bibit mangrove pada saat ditanam bibitnya sudah agak layu, oleh karena saat itu bibit yang ditanam dalam jumlah besar sehingga kurang terkoordinir perlakuan dan pengawasan pemilihan bibit (Wawancara 15 September 2008).

Selanjutnya Isy mengungkapkan: Kerusakan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam tidak banyak, kerusakan yang terjadi disebabkan gangguan hewan peliharaan penduduk seperti kambing atau bebek yang berkeliaran. Ini dikarenakan hewan-hewan di sini tidak semuanya memiliki kandang yang baik untuk hewan peliharaannya (Wawancara 15 September 2008). Ungkapan narasumber di atas menjelaskan bahwa masyarakat kurang melakukan pengawasan terhadap keberhasilan penanaman hutan mangrove setelah dilakukannya upaya rehabilitasi. Upaya rehabilitasi yang dilakukan memerlukan pemeliharaan yang bijaksana dari masyarakat sebagai penghargaan terhadap jumlah biaya, tenaga dan jasa lainnya dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang telah dilaksanakan. Selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.32 persentase responden terhadap kegiatan pemeliharaan. Tabel 5.32. Distribusi Responden Menurut Peranan Kegiatan Pemeliharaan Hutan Mangrove yang Direhabilitasi
No. 1 2 3 4 5

Peranan Kegiatan Pemeliharaan Hutan Mangrove yang Direhabilitasi


Tidak mau berperan Tidak pernah diikutsertakan Turut berperan jika ada himbauan Turut serta jika tidak berhalangan Selalu turut serta Jumlah

Jumlah 1 0 3 5 89 98

Persentase (%) 1.02 0.00 3.06 5.10 90.82 100.00

Sumber: Analisis data primer

Tabel 5.32 menunjukkan bahwa 90.82 % atau 89 responden yang menyatakan bahwa selalu turut serta melakukan pemeliharaan hutan mangrove. Hal ini disebabkan oleh karena wilayah tempat tingal penduduk berbatasan langsung dengan lokasi hutan mangrove yang direhabilitasi dan batasan langsung tersebut menimbulkan dampak

langsung pada kehidupan masyarakat, pernyataan ini dikuatkan oleh Fitriadi (2004) bahwa upaya rehabilitasi mangrove dapat berlangsung dengan baik bila adanya dukungan masyarakat dengan tidak mementingkan ekonomi sesaat tetapi memandang penanaman mangrove sebagai sumber ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena upya rehabilitasi hutan mangrove sebagai suatu upaya memperkecil bencana alam langsung yang terjadi di sekitar ekosistem pantai. Tabel. 5.33. Distribusi Responden Menurut Respon terhadap Pemeliharaan Hutan Mangrove yang Telah Direhabilitasi Distribusi Responden Menurut Respon terhadap Pemeliharaan Hutan Mangrove yang Telah Direhabilitasi
Tidak mau tahu Tidak tahu Tidak baik Baik Sangat baik Jumlah
Sumber: Analisis data primer

No. 1 2 3 4 5

Jumlah 2 1 1 17 77 98

Persentase (%) 2.04 1.02 1.02 17.35 78.57 100.00

Tabel 5.33 menunjukkan responden yang menilai pelaksanaan kegiatan pemeliharaan sangat baik sebanyak 78.57 % (77 responden), jumlah ini merupakan persentase tertinggi dari yang lainnya. Hal ini disebabkan lahan yang direhabilitasi cenderung lahan kosong milik masyarakat sendiri yang diberi izin untuk ditanami bibit mangrove dan penilaian ini menjadi sangat baik, dipengaruhi juga oleh lamanya waktu tinggal masyarakat di daerah penelitian serta telah merasakan dampak langsung bencana alam yang salah satunya sebagai akibat rusaknya hutan mangrove, sehingga rasa tanggung jawab dan memiliki lebih besar. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Fitriadi (2004) yang menyatakan partisipasi masyarakat untuk turut

memelihara penanaman mangrove yang telah dilaksanakan cenderung disebabkan lahan yang direhabilitasi merupakan kepemilikan sendiri dan lama waktu tinggal masyarakat pada daerah tersebut.

5.5.

Evaluasi Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat Rehabilitasi Hutan Mangrove Kecamatan Baitussalam

dalam

Berdasarkan tinjauan lapangan, pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove yang telah dilakukan dapat dikatakan berhasil, walaupun masih terdapat banyak kekurangan. Faktor kekurangan ini dapat diabaikan oleh karena konsep awal pelaksanaan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan pada Provinsi NAD termasuk di Kabupaten Aceh Besar Kecamatan Baitussalam merupakan tanggap darurat terhadap bencana alam gelombang tsunami. Pada tahun awal terjadinya bencana gelombang tsunami di Provinsi NAD, banyak program rehabilitasi yang dilakuakan pemerintah dan NGO serta lembaga donor lainnya secara serentak pelaksanaannya termasuk program rehabilitasi hutan mangrove. Untuk mendukung program rehabilitasi hutan mangrove sangatlah dibutuhkan peran pemerintah dan partisipasi masyarakat. Partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi sangatlah diharapkan baik dalam proses perencanaan maupun dalam pelaksanaan. Kenyataan di lapangan pada saat dilakukannya peninjauan dan wawancara kepada responden dari pemerintah, memberikan pernyataan bahwa dalam proses penyusunan rancangan kegiatan dan anggaran biaya yang dipergunakan pada program rehabilitasi hutan

mangrove dominan dilakukan oleh lembaga pemerintahan dan NGO/lembaga donor sebagai penggagas program. Walaupun pada saatnya nanti hal itu akan dipaparkan kepada masyarakat pada saat anggaran dana telah disetujui dan dirumuskan kembali pembagian dana yang ada dengan kebutuhan di lapangan. Hal ini disebabkan pemerintah dan LSM yang membuat penganggaran dana tidak menginginkan adanya impian masyarakat terhadap dana yang akan diajukan, oleh karena anggaran dana tersebut belum pasti untuk dikeluarkan lembaga donor atau pemerintah pusat. Namun, anggaran dana akan disosialisasikan kepada masyarakat sebagai pendukung pelaksanaan program rehabilitasi hutan mangrove bila pendanaan telah disetujui. Penyusunan rencana kegiatan yang disajikan oleh pemerintah dan LSM kepada masyarakat telah dalam bentuk rencana kerja yang telah diajukan terlebih dahulu pada proposal pengajuan dana kepada lembaga donor, perencanaan yang telah disetujui lembaga donor tersebut diberikan kepada masyarakat dan kelompok tani untuk implementasi di lapangan. Kondisi ini untuk memperkecil resiko kegagalan pelaksanaan rehabilitasi. Peranan pemerintah dan NGO/lembaga donor dalam hal pendanaan yang dialokasikan untuk program rehabilitasi hutan mangrove pada penelitian ini dinyatakan sangat tidak terbuka, hal ini dianggap bukan menjadi konsumsi publik. Seharusnya dalam pelaksanaan sebuah pembangunan dibutuhkan kerjasama yang erat dan saling keterbukaan sehingga kinerja suatu usaha pembangunan dapat berjalan maksimal. Perencanaan jumlah pendanaan dan jumlah realisasi dana yang akan/telah dialokasikan pada program rehabilitasi hutan mangrove di Kecamatan Baitussalam

merupakan laporan intern pemerintah dan NGO/lembaga donor. Sedangkan partisipasi masyarakat untuk kapasitas pendanaan yang telah dipublikasi kepada masyarakat dan menjadi tanggung jawab bersama dalam pelaksanaan program sudah baik dengan melihat Tabel 5.22 yang menyatakan bahwa masyarakat yang berpartisipasi dalam penyusunan perencanaan anggaran dana yang digunakan untuk rehabilitasi sebesar 77.5 %. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dirasakan sudah baik. Partisipasi ini didukung oleh pembelajaran dari terjadinya bencana gempa dan gelombang tsunami pada daerah ini. Kerusakan ekosistem hutan mangrove sebelum terjadinya bencana menyebabkan efek bencana semakin besar yang pada akhirnya kerusakan hutan mangrove semakin besar pula karena hutan mangrove yang masih tersisa tidak mampu memperkecil dampak buruk yang diakibatkan bencana gempa dan tsunami. Partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam pelaksanaan program

rehabilitasi hutan mangrove oleh adanya keuntungan secara ekologis dan ekonomis yang diperoleh masyarakat. Peran aktif masyarakat untuk melakukan rehabilitasi mendapat upah secara finansial dari penggagas baik pemerintah maupun NGO/lembaga donor. Hal ini dilakukan untuk pencapaian target penyelesaian rehabilitasi dan penyiapan laporan akhir lembaga. Pelaksanaan kegiatan monitoring, control dan evaluation oleh pemerintah sebenarnya suatu kegiatan yang penting namun yang menjadi persoalan lembagalembaga donor yang datang ke wilayah NAD pasca bencana dan membantu program

rehabilitasi tidak bertahan lama di wilayah penelitian. Hal ini disebabkan dana lembaga untuk membantu program tidak dimiliki dalam jangka waktu lama, umumnya dana yang ada pada lembaga donor sebagai dana pemulihan awal pada lokasi-lokasi yang mengalami bencana alam. Mayoritas pelaksanaan program rehabilitasi hutan mangrove hanya sampai kegiatan penanaman mangrove, padahal dengan adanya kegiatan monitoring, control dan evaluation yang diprogramkan pasca penanaman mangrove akan memberikan peluang besar terpeliharanya mangrove yang telah ditanam. Lembaga donor atau LSM lokal yang mensuport pemerintah untuk kegiatan mangrove lebih menitikberatkan pada jumlah mangrove dan luasan yang direhabilitasi. Selanjutnya masyarakat yang telah dibina dan diajak untuk turut serta dalam program rehabilitasi yang diharapkan untuk melakukan kegiatan monitoring, control dan evaluation sebagai bentuk partisipasi lanjutan, oleh karena program rehabilitasi tersebut sepenuhnya dilakukan di sekitar wilayah pemukiman masyarakat dan melibatkan masyarakat secara langsung untuk pelaksanaannya. Hal ini menyebabkan kelompok tani ataupun masyarakat yang berada di wilayah penelitian termotivasi melakukan kegiatan monitoring, control dan evaluation secara mandiri seperti data yang dilihat pada Tabel 5.30 dan 5.31 bahwa masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dan melakukan musyawarah selanjutnya. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan monitoring, control dan evaluation secara mandiri dilakukan tidak terlepas dari penyuluhan yang rutin dilakukan oleh pemerintah pada saat program rehabilitasi dilakukan. Penyuluhan ini merupakan bentuk awwareness kepada masyarakat sebagai suatu bentuk penyadaran terhadap arti

pentingnya ekosistem mangrove untuk kehidupan manusia dan makhluk hidup. Berdasarkan hasil wawancara, pemerintah didukung oleh lembaga donor atau LSM lokal secara kontiniu melaksanakan dengan baik kegiatan penyuluhan ini. Demikian halnya partisipasi masyarakat, pada Tabel 5.27 dinyatakan masyarakat yang selalu berperan pada penyuluhan program rehabilitasi hutan mangrove sebanyak 68.37 % melebihi angka 50 % dari jumlah responden. Program pemerintah terhadap rehabilitasi hutan mangrove yang dilaksanakan sekarang tidak segencar pada saat pasca bencana gempa dan tsunami di Aceh, namun masyarakat memahami sekali bahwa pelaksanaan rehabilitasi dapat dilaksanakan secara mandiri tanpa ketergantungan dari lembaga donor. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.29 yang menyatakan bahwa 72.45 % responden yang menyatakan sangat sering melakukan penanaman mangrove secara swadaya. Perilaku bijaksana masyarakat tersebut disebabkan ketergantungan perekonomian masyarakat di wilayah penelitian berasal dari sumberdaya alam wilayah pesisir yang tentu saja dipengaruhi oleh ekosistem mangrove sebagai benteng pertahananannya. Partisipasi masyarakat dalam penelitian ini juga berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi dan pemahaman masyarakat hal ini dikuatkan oleh pendapat Lelenoh (1994) mengemukakan bahwa kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat tergantung pada beberapa faktor antara lain: umur, pekerjaan, pendapatan, pendidikan atau pemahaman, lama bertempat tinggal dan sebagainya. Untuk melihat hasil perhitungan korelasi sosial ekonomi dan pemahaman terhadap

partisipasi masyarakat untuk melaksanakan rehabilitasi mangrove dapat pada Tabel 5.34. Tabel 5.34. Ringkasan Hasil Perhitungan Korelasi Antarvariabel Sosial Ekonomi (X1) 1,00 Partisipasi Masyarakat (Y) 0.15 0.33 1,00

No

Variabel

1 Sosial ekomoni 2 Pemahaman 3 Partisipasi masyarakat

Pemahaman (X2) 0.17 1,00

Dari Tabel 5.34 diperoleh data bahwa pengaruh sosial ekonomi dan pemahaman terhadap besarnya partisipasi masyarakat untuk program rehabilitasi mangrove memiliki pengaruh yang positif. Hal ini menggambarkan bahwa pentingnya pelaksanaan program rehabilitasi mangrove pada wilayah penelitian. Berdasarkan perhitungan garis regresi untuk 2 (dua) variabel yang merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah: = 0.48X1 2.749X2 + 2.749 Selanjutnya untuk melihat perhitungan korelasi ganda untuk 2 prediktor (sosio ekonomi dan pemahaman partisipasi masyarakat adalah Ry = 0.118 dengan R2 = 0.344 atau 34 % sehingga dapat disimpulkan korelasinya rendah. Hal ini disebabkan partisipasi masyarakat di lokasi penelitian disebabkan oleh faktor bencana alam yang mengharuskan program rehabilitasi mangrove harus dilaksanakan sebagai upaya penanggulangan bencana, sehingga pendapat Lelenoh (1994) besar kecilnya partisipasi masyarakat tidak hanya tergantung dari sosial ekonomi dan pemahaman

melainkan oleh adanya kebutuhan yang mendesak partisipasi masyarakat dibutuhkan demi keseimbangan hidup di muka bumi. Hasil perhitungan analisis regresi prediksi partisipasi masyarakat dari sosial ekonomi dan pemahaman dapat dilihat pada Tabel 5.35 berikut ini: Tabel 5.35. Ringkasan Hasil Perhitungan Korelasi Analisis Regresi Prediksi Partisipasi Masyarakat dari Sosial Ekonomi dan Pemahaman Pelaksanaan Rehabilitasi Mangrove Sumber Variasi Regeresi (reg) Residu (res) Total Jumlah Kuadrat (JK) 1.072 8.095 9.167 Rata-rata Hitung Kuadrat 0.536 0.85 F Observasi (F reg) 6.289 F Teoritis (Ft) 3.09** 4.82**

Db 2 95 97

Tabel nilai-nilai kritis F pada db 2 lawan 95 pada taraf signifikansi 5% dan 1% masing-masing sebesar 3.09 dan 4.82. Dengan demikian nilai F yang diperoleh signifikan. Hal ini berarti bawa adanya partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh sosial ekonomi dan pemahaman masyarakat tersebut. Hasil persentase yang diperoleh dari masyarakat sebagai responden pada penelitian ini dikelompokkan pada kriteria persentase yang dikemukakan oleh Sarwono (2006) dengan mengelompokkan hasil persentase hasil perhitungan data terbagi atas: (a). 0 % < 20 % : Persentase sangat kecil (b). 20 % 40 % : Persentase kecil (c). 40 % 60 % : Persentase sedang (d). 60 % 80 % : Persentase tinggi

(e). 80 % - 100 % : Persentase sangat tinggi Untuk melihat perhitungan rata-rata persentase tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat pada Tabel 5.36. Tabel 5.38. Tingkat Partisipasi Masyarakat No. 1 2 3 4 5 A B C D E Jumlah Pilihan Responden Keterangan Sangat tidak baik Tidak baik Cukup Baik Sangat baik Jumlah Rata-rata 0.53 1.12 6.18 10.24 79.93 98.00 Persentase Rata-rata 0.54 1.14 6.31 10.45 81.56 100

Tabel 5.36 menunjukkan bahwa rata-rata persentase yang menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat pada kriteria partisipasi sangat baik dikelompokkan pada persentase sangat tinggi. Hal ini menunjukkan partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat sebagai responden merupakan suatu kebutuhan hidup. Sejalan dengan pendapat Awang (1999) bahwa partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di sekitar hutan merupakan aktivitas yang saling terkait satu sama lainnya yang tidak terlepas untuk pemenuhan kebutuhan individu maupun sosial.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. 1.

Kesimpulan Peranan pemerintah dalam rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami di Kecamatan Baitussalam sebagai berikut: a. Pemerintah dalam menjalankan program rehabilitasi hutan mangrove didukung oleh bantuan NGO/lembaga donor, di mana dalam pelaksanaan proyek NGO/lembaga donor difasilitasi oleh pemerintah daerah. b. Perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dilakukan pemerintah melalui prosedur pemetaan lokasi terlebih dahulu sebagai data acuan wilayah yang akan direhabilitasi. c. Pendanaan pada kegiatan rehabilitasi mangrove di Kecamatan Baitussalam bukanlah sepenuhnya berasal dari pemerintah, melainkan dari lembaga donor yang turut serta melakukan program penanggulangan bencana di NAD. d. Pemerintah melakukan kegiatan penyuluhan baik secara formal maupun non formal kepada masyarakat sebagai upaya peningkatan pemahaman masyarakat terhadap pelestarian mangrove. e. Berdasarkan hasil wawancara, pelaksanaan kegiatan monitoring, control dan evaluation terhadap program rehabilitasi hutan mangrove yang telah

dilaksanakan, saat ini berjalan seefisien pada saat program dalam proses pelaksanaan. Hal ini berkaitan dengan lembaga donor atau LSM lokal yang menangani program rehabilitasi mangrove telah meninggalkan wilayah penelitian disebabkan keterbatasan dana program lembaga. 2. Partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove pasca tsunami di Kecamatan Baitussalam sebagai berikut: a. Adanya pengaruh sosial ekonomi dan pemahaman terhadap partisipasi masyarakat yang signifikan. Namun, memiliki korelasi yang rendah, disebabkan terbentuknya partisipasi masyarakat terhadap rehabilitasi mangrove di Kecamatan Baitussalam merupakan suatu kebutuhan dalam pemulihan wilayah pesisir dari bencana alam dan tsunami yang terjadi Bulan Desember 2004. b. Rata-rata tingkat partisipasi masyarakat dominan berada pada tingkat partisipasi yang sangat baik (81.57 %) dalam pelaksanaan program rehabilitasi mangrove. Hal ini diakibatkan adanya pembelajaran dari kejadian bencana alam gempa dan tsunami yang berdampak buruk pada wilayah pesisir Kecamatan Baitussalam. c. Partisipasi masyarakat dalam menjalankan program rehabilitasi mangrove didukung oleh bantuan secara materi dan non materi dari NGO/lembaga donor yang memiliki konsentrasi dana pada program rehabilitasi mangrove pasca gempa dan tsunami di Kecamatan Baitussalam.

d. Dalam pelaksanaan program rehabilitasi hutan mangrove partisipasi masyarakat pada kegiatan monitoring, control dan evaluation berjalan dengan baik. Rasa memiliki dan trauma atas bencana yang terjadi menyebabkan kegiatan monitoring, control dan evaluation secara mandiri dilakukan masyarakat Kecamatan Baitussalam. e. Masyarakat berpartisipasi memelihara hutan mangrove yang telah direhabilitasi dan memiliki kemauan melakukan penanaman secara mandiri dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove.

6.2. 1.

Saran Melihat peranan pemerintah yang didukung oleh lembaga donor dalam pelaksanaan program rehabilitasi hutan mangrove di Kecamatan Baitussalam sebagai kegiatan penanggulangan bencana pasca gempa dan tsunami, disarankan untuk membangun program yang berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat sebagai upaya peningkatan pelestarian ekosistem mangrove yang telah direhabilitasi.

2.

Untuk dapat mengukur keberhasilan program telah berjalan dengan baik atau tidak, maka disarankan kegiatan monitoring, control dan evaluation dilakukan secara berkala dengan adanya mekanisme kerja yang dipandu oleh pemerintah dan melibatkan masyarakat di sekitar ekosistem hutan mangrove yang direhabilitasi, sehingga pelaporan keberhasilan rehabilitasi mangrove dapat

dinilai secara berkala sampai kondisi hutan yang direhabilitasi pada tahap mandiri. 3. Sebagai upaya terjaganya kelestarian ekosistem hutan mangrove yang telah direhabilitasi, disarankan perlu dibentuk peraturan daerah mengenai upaya pelestarian hutan mangrove yang mengikat antar masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan mangrove di Kecamatan Baitussalam dan mencegah pengrusakan mangrove dari pihak luar.

DAFTAR PUSTAKA

_________. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN. Bangkok. Thailand. Amba. 1998. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove (Studi Kasus di Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kotamadya Ambon, Maluku). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arimbi. 1993. Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan. Walhi. Jakarta. Atmanto. 1995. Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Hutan Kota: Studi Kasus di Kelurahan Krobokan Kecamatan Semarang Barat, Kotamadya Semarang. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Baiquini. 2002. Pembangunan yang Tidak Berkelanjutan. Transmedia Global Wacana. Yogyakarta. Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. BPDAS Krueng Aceh. 2007. Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove. Departemen Kehutanan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. Cochran, S. 1997. Technic Sampling. Congman. New York. Conyers. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga Suatu Pengantar (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Dahuri, HR, J.Rais, S.P Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri, Rohmin. 2003. Keanekaragaman Hayati: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Day, J.W., Hall, C.A.S, W.M. Kemp, and A. Yanez-Arancibia. 1989. Estuarine Ecology. John Willey & Sons. New York. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktorat Bina Pesisir. 2003. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Jakarta. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. 2002. Kebijakan Departemen Kehutanan dalam Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove. Fungsi dan Manfaatnya untuk Kesejahteraan Masyarakat. Workhsop Rehabilitasi Mangrove Nasional Diselenggarakan oleh INSTIPER. Yogyakarta. Fitriadi. 2004. Peran Pemerintah dan Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan Mangrove (Kasus di Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Jogiyanto. HM. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi: Pedoman dan Contoh Melakukan Penelitian di Bidang Sistem Teknologi Informasi. Penerbit Andi. Yogyakarta. Hubeis, Syafri, Aida dan Vitayala. 1990. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan. Makalah Disampaikan pada Sarasehan Lahan Kering di Gunung Walad Sukabumi. 15 17 Juni. Sukabumi. Idawaty. 1999. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Lansekap Hutan Mangrove di Muara Sungai Cisadane, Kecamatan Teluk Naga, Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Isaac, S. 1997. Handbook in Research and Evolution. Edith Publisher. San Diego. California. Kantor Camat Baitussalam dalam Angka 2002. Kusmana, C. 1994. Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia. Laboratorium Ekologi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lelenoh, T. 1994. Hubungan Persepsi Penghuni Pemukiman Kumuh tentang Pelayanan Rehabilitasi Sosial Pemukiman Kumuh dengan Partisipasi Mereka

dalam Kegiatan Pelayanan Rehabilitasi Sosial pemukiman Kumuh di Kodya Bandung. Tesis. PPS-IPB. Bogor. Manulang, S. 1999. Kesepakatan Konservasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Rawana. 2002. Problematika Rehabilitasi Mangrove Berkelanjutan. Workshop Rehabilitasi Mangrove Nasional Diselenggarakan oleh INSTIPER. Yogyakarta. Ritohardoyo. 2002. Bahan Ajar Ekologi Manusia. Program Magister Pengelolaan Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Saenger. 1983. Global Status ol Mangrove. Ecosystem, IUCN Commossion on Eccology Papers. No. 3. 1983. Sagrim. 1997. Peran Birokrasi dalam Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Kabupaten Dati II Sorong. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sastropoerto, R. 1988. Partisipasi Komunikasi Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Nasional. Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta. Soekanto. 1981. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soetrisno. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Penerbit Karnisius. Yogyakarta. Soemodihardjo, S., O.S.R. Ongkosongo dan Abdullah. 1986. Pemikiran Awal Kriteria Penentuan Jalur Hijau Hutan Mangrove. Dalam Diskusi Panel Dayaguna dan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove (I. Soerianaga, S. Hardjowigeno, N. Naamin, M. Sudomo dan Abdullah, Eds). LIPI Panitia Program MAB Indonesia. Sudarmadji. 2001. Rehabilitasi Hutan Mangrove dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 2 No.2. 68 -71.

Sugiyono. 2001. Statistik Non Parametrika. Gramedia. Jakarta. _______. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Penerbit Alfabeta. Bandung. Suhaeb, Amrani, S. 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Hutan Mangrove di Teluk Kendari. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sukardjo. 1993. Penelitian Ekosistem Mangrove dan Usaha Konservasi di Indonesia. Makalah dalam Proseding Seminar Nasional Rehabilitasi Kawasan Mangrove. Instiper. Yogyakarta. TIM Penyusunan Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Balai Pustaka. Jakarta. Tjokroamidjodjo. 1996. Perencanaan Pembangunan. Gunung Agung. Jakarta. Usman dan Purnomo. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta. Wibisono, Cahyo dan Suryadiputra. 2006. Hasil Pembelajaran atas Upaya-Upaya Restorasi Ekosistem Pesisir Sejak Peristiwa Tsunami di Aceh dan Nias. Wetlands International Indonesia Programme dan UNEP. Bogor. Zulkarnain dan Dodo, S. 1989. Pembangunan Berorientasi Kerakyatan, Sebuah Model Radiasi LSM. Makalah dalam Pembangunan Masyarakat Pedesaan UGM. Yogyakarta.

Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi.

Lampiran 1. Wawancara untuk Pemerintah Daerah

PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI HUTAN MANGROVE PASCATSUNAMI DI KECAMATAN BAITUSSALAM TAHUN 2008
DATA PRIBADI Nama Umur Jenis Kelamin Dinas Pekerjaan Jabatan : .................................................................................... : ............ Tahun : L/P : : (Lingkari)

Penjelasan : a. Jawablah pertanyaan dibawah ini b. Jawaban yang sebenarnya akan sangat kami hargai karena ini data ini hanya digunakan sebagai bahan untuk melengkapi tugas akhir pada Sekolah Pascasarjana USU. c. Atas kerjasama yang baik sebelumnya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PERTANYAAN 1. Apakah menurut Bapak/Ibu/Sadara/i pelaksanaan program rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini sesuai dengan rancangan kerja pemerintah pusat dan daerah ataupun lembaga donor? 2. Bantuan dari mana sajakah yang membantu pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove Kecamatan Baitussalam? 3. Adakah pemetaan lokasi penanaman mangrove yang dilakukan pemerintah dan lembaga donor lengkap dengan kepemilikan lahan masyarakat mendukung pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove Kecamatan Baitussalam? (dirincikan)

4. Bagaimanakah penyaluran bantuan donor untuk masyarakat pada pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove Kecamatan Baitussalam? (dirincikan) 5. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Sdra/I mengenai penempatan alokasi dana anggaran rehabilitasi hutan mangrove? 6. Bagaimana rincinan anggaran penanaman dan pemeliharan rehabilitasi hutan mangrove untuk Kecamatan Baitussalam? (dirincikan) 7. Bagaimanakah pelaksanaan penyuluhan untuk pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove Kecamatan Baitussalam dilakukan? (dirincikan) 8. Bagaimanakah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan pemerintah untuk pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove Kecamatan Baitussalam? (dirincikan)
9. Bagaimana proses monitoring, control dan evaluation yang dilakukan pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini ? (dirincikan) 10. Bagaimanakah pelaksanaan pemeliharaan hutan mangrove yang telah ditanam di

Kecamatan Baitussalam? (dirincikan)

KRITIK DAN SARAN .. Terima kasih atas waktu yang anda berikan

Lampiran 2. Kuisioner untuk Masyarakat

PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REHABILITASI HUTAN MANGROVE PASCATSUNAMI DI KECAMATAN BAITUSSALAM TAHUN 2008
DATA PRIBADI Nama Umur Jenis Kelamin : .................................................................................... : ............ Tahun : L/P (Lingkari)

Penjelasan : d. Lingkari (0) atau silang (X) jawaban yang menurut anda benar e. Jawaban yang sebenarnya akan sangat kami hargai karena ini data ini hanya digunakan sebagai bahan untuk melengkapi tugas akhir pada Sekolah Pascasarjana USU. f. Atas kerjasama yang baik sebelumnya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PERTANYAAN Sosio Ekonomi


1. Pendidikan terakhir Bapak/Ibu/Sdra/i ? a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMA e. Perguruan Tinggi 2. Sudah berapa lama menetap didaerah ini ? a. 0 5 tahun b. 6 10 tahun c. 11 15 tahun d. 16 20 tahun e. 20 tahun

3. Berapakah orang jumlah tanggungan (istri, anak, orangtua) saat ini ? a. 2 orang b. 3 orang c. 4 orang d. 5 orang e. 5 orang 4. Apakah pekerjaan utama Bapak/Ibu/Sdr/i ? a. PNS/Pegawai swasta/Tenaga honorer b. Berdagang c. Berternak d. Bertani e. Nelayan 5. Jika ada berapakah pendapatan Bapak/Ibu/Sdr/i saat ini dirata-ratakan perbulan ? a. Rp 500.000 b. Rp 500.000 Rp 1.000.000 c. Rp. 1.000.000 Rp. 1.500.000 d. Rp. 1.500.000 Rp. 2.000.000 e. Rp. 2..500.000

PEMAHAMAN MASYARAKAT
6. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui fungsi dan manfaat dilakukannya rehabilitas hutan mangrove ? a. Sangat tidak tahu b. Tidak tahu c. Ragu-ragu d. Mengetahui e. Sangat mengetahui 7. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui mengapa terjadi kerusakan habitat mangrove didaerah ini ? a. Sangat tidak tahu b. Tidak tahu c. Ragu-ragu d. Mengetahui e. Sangat mengetahui 8. Menurut Bapak/Ibu/Sdr/i terjadinya kerusakan habitat mangrove didaerah didaerah ini sebelum dilakukannya rehabilitasi hutan mangrove? a. Di bawa gelombang air laut sedikit-demi sedikit kedalam laut b. Hanya dikarenakan terjadinya tsunami c. Pengambilan kayu d. Pembukaan pertambakan e. Pengalihan fungsi hutan mangrove keberbagai kegiatan eksploitasi

9. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui terjadi kerusakan habitat mangrove sebelumnya didaerah ini menjadi salah satu faktor masuknya gelombang tsunami yang sangat besar? a. Sangat tidak tahu b. Tidak tahu c. Ragu-ragu d. Mengetahui e. Sangat mengetahui 10. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui adanya program rehabilitasi hutan mangrove yang dicanangkan pemerintah daerah ? a. Sangat tidak tahu b. Tidak tahu c. Ragu-ragu d. Mengetahui e. Sangat mengetahui 11. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui daerah mana saja yang dilaksanakan program rehabilitasi hutan mangrove? a. Sangat tidak tahu b. Tidak tahu c. Ragu-ragu d. Mengetahui e. Sangat mengetahui 12. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui sebelum dilakukannya program rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakannya survey lokasi ? a. Sangat tidak tahu b. Tidak tahu c. Ragu-ragu d. Mengetahui e. Sangat mengetahui 13. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i mengetahui lembaga non pemerintah yang membantu pemerintah dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini ? a. Sangat tidak tahu b. Tidak tahu c. Ragu-ragu d. Mengetahui e. Sangat mengetahui

PARTISIPASI MASYARAKAT
14. Kegiatan apa yang pernah Bapak/Ibu/Sdr/i lakukan didaerah ini ? a. Pembukaan lahan mangrove untuk pengembangan usaha b. Pengalihan hutan mangrove menjadi kawasan tempat tinggal baru c. Membentuk kelompok kecil peduli hutan mangrove d. Melakukan penyuluhan tentang manfaat dan fungsi hutan mangrove e. Melakukan penanaman kembali pada kawasan yang rusak (reboisasi) 15. Atas dasar apakah kegiatan tersebut dilakukan? a. Tidak memiliki alasan b. Proyek dari Pemerintah dan LSM c. Perintah dari Pimpinan Daerah d. Kewajiban menjalankan program daerah yang dicanangkan bersama e. Pengelolaan daerah daeri bencana alam untuk kepentingan bersama 16. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i memiliki harapan pada kondisi peneggelolaan kawasan hutan mangrove yang dilakukan didaerah ini ? a. Tidak mau tahu b. Tidak ada harapan c. Ragu-ragu d. Ada harapan e. Sangat berharap 17. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i berperan dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang dilaksanakan pada daerah ini ? a. Tidak mau berperan b. Tidak pernah diikutsertakan c. Tururt berperan jika ada himbauan d. Turut serta jika tidak berhalangan e. Selalu turut berperan 18. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i turut serta dalam menyusun rancangan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan didaerah ini ? a. Tidak mau berperan b. Tidak pernah diikutsertakan c. Tururt berperan jika ada himbauan d. Turut serta jika tidak berhalangan e. Selalu turut berperan 19. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i turut serta dalam menyusun rancangan anggaran biaya kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang dilakukan didaerah ini ? a. Tidak mau berperan b. Tidak pernah diikutsertakan c. Tururt berperan jika ada himbauan d. Turut serta jika tidak berhalangan e. Selalu turut berperan

20. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i turut serta dalam kegiatan survey lokasi sebelum dilakukannya pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini ? a. Tidak mau berperan b. Tidak pernah diikutsertakan c. Tururt berperan jika ada himbauan d. Turut serta jika tidak berhalangan e. Selalu turut berperan 21. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i turut serta terlibat dalam menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini ? a. Tidak mau berperan b. Tidak pernah diikutsertakan c. Tururt berperan jika ada himbauan d. Turut serta jika tidak berhalangan e. Selalu turut berperan 22. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i turut bersedia melepaskan lahannya menjadi lokasi penanaman mangerove ? a. Sangat tidak bersedia b. Tidak bersedia c. Ragu-ragu d. Bersedia e. Sangat bersedia 23. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i memberikan dukungan terhadap peranan LSM atau lemabaga donor yang bukan pemerintah membantu masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini ? a. Tidak mau tahu b. Tidak pernah memberi dukungan c. Ragu-ragu d. Memberi dukungan e. Sangat memberi dukungan 24. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i berperan dalam kegiatan penyuluhan dan sosialisasi pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini ? a. Tidak mau tahu b. Tidak mau turut c. Tidak pernah diikutsertakan d. Sesekali mau turut serta e. Selalu turut berperan

25. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i berperan dalam kegiatan sosial dan gotong royong menunjang pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini ? a. Tidak mau berperan b. Tidak pernah diikutsertakan c. Tururt berperan jika ada himbauan d. Turut serta jika tidak berhalangan e. Selalu turut berperan 26. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i pernah melakukan penanaman mangrove atas swadaya sendiri a. Sangat tidak pernah b. Tidak pernah c. Ragu-ragu d. Pernah e. Sangat sering 27. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i berperan melakukan kegiatan monitoring, control dan evaluation dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove didaerah ini ? a. Tidak mau berperan b. Tidak pernah diikutsertakan c. Tururt berperan jika ada himbauan d. Turut serta jika tidak berhalangan e. Selalu turut berperan 28. Apakah hasil kegiatan monitoring, control dan evaluation pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove didaerah Bapak/Ibu/Sdr/i dimusyawarahkan pada pertemuan kelompok tani dan pimpinan daerah ? a. Tidak mau tahu b. Tidak tahu c. Ragu-ragu d. Pernah dimusyarahkan e. Selalu dimusyarahkan 29. Apakah Bapak/Ibu/Sdr/i berperan melakukan kegiatan pemeliharaan hutan mangrove yang direhabilitasi ? a. Tidak mau berperan b. Tidak pernah diikutsertakan c. Tururt berperan jika ada himbauan d. Turut serta jika tidak berhalangan e. Selalu turut berperan 30. Apakah kegiatan pemeliharaan hutan mangrove didaerah ini sudah dilaksanakan dengan sangat baik ? a. Tidak mau tahu b. Tidak tahu c. Tidak baik d. Baik e. Sangat baik

KRITIK DAN SARAN .. Terima kasih atas waktu yang anda berikan

Lampiran 4 : Peta Lokasi Penelitian

PETA ADMINISTRASI NANGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)

PETA ADMINISTRASI KECAMATAN DARUSSALAM, KAB. ACEH BESAR

Lampiran 5 : Foto Lokasi Penelitian

DESA LAM UJONG

Penulis melakukan wawancara dengan ketua kelompok mangrove di Desa Lam ujong

Mangrove yang ditanam di lokasi Desa Lam Ujong sepanjang aliran sungai berumur 3 tahun

Lahan kosong yang belum ditanami mangrove di Desa Lam Ujong

Pohon mangrove yang bertahan setelah hantaman tsunami di Desa Lam Ujong

DESA KAJHU

Bersama ketua kelompok mangrove pada lokasi penanaman di Desa Kajhu

Latar belakang Desa Kajhu yang dikelilingi oleh pohon mangrove

Mangrove di Desa Kajhu yang ditanam di lahan tambak berumur 2 tahun

Anggota kelompok tani mangrove sedang menanam mangrove

DESA LAMBADA LHOK

Bibit mangrove yang akan ditanam di Desa Lambada Lhok dengan latar belakang lahan kosong

Lahan kosong yang akan ditanam mangrove di Desa Lambada Lhok

Sebagian lahan yang sudah ditanami di Desa Lambada Lhok

Lahan mangrove yang direboisasi di Desa Lambada Lhok

DESA COT PAYA

Lahan kritis yang akan ditanami di Desa Cot Paya

Mangrove yang ditanam di Desa Cot Paya berumur 3 tahun

Lahan kritis yang perlu ditanami di Desa Cot Paya

Lahan kritis di Desa Cot Paya

Anda mungkin juga menyukai