Anda di halaman 1dari 66

PEMETAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KONDISI

SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DALAM


KAWASAN HUTAN DI DAERAH TANGKAPAN AIR
DAM BILI-BILI DAS JENEBERANG

ANUGRAHANDINI NASIR
M 111 08 008

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pemetaan Penggunaan Lahan dan Kondisi


Sosial Ekonomi Masyarakat dalam Kawasan
Hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-Bili
DAS Jeneberang

Nama : Anugrahandini Nasir


NIM : M 111 08 008
Jurusan : Kehutanan

Skripsi ini disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Kehutanan
pada
Program Studi Kehutanan
Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Roland A. Barkey Andang Suryana Soma,S.Hut., MP


NIP. 19540614198103 1 007 NIP.19780325200812 1 002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Kehutanan


Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin

Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc


NIP. 19540418197903 1 001

Tanggal Pengesahan, Maret 2013

ii
ABSTRAK

Anugrahandini Nasir (M111 08008). Pemetaan Penggunaan Lahan dan


Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat dalam Kawasan Hutan di Daerah
Tangkapan Air dan Bili-bili DAS Jeneberang di bawah bimbingan Roland A.
Barkey dan Andang Suryana Soma.

Penelitian ini dilakukan pada kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air


Dam Bili-bili DAS Jeneberang dengan tujuan untuk mengetahui pemanfaatan
kawasan hutan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Alasannya sebagaimana
diketahui Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili merupakan DAS yang sangat
penting dalam mensuplai kebutuhan air di Makassar, Gowa, dan Takalar.
Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili, DAS
Jeneberang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, dan dilakukan selama dua bulan,
yaitu bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2012. Data dalam penelitian
ini dianalisis dengan menggunakan analisis spasial kehutanan melalui analisis
citra. Analisis citra tersebut menghasilkan peta penggunaan lahan. Kemudian
dilanjutkan dengan observasi lapangan dengan metode wawancara. Untuk
mengetahui karasteristik sosial ekonomi masyarakat (umur, tingkat pendidikan,
jumlah tanggungan keluarga dan pekerjaan, pendapatan rumah tangga, hasil
produksi, dll), serta alasan memanfaatkan kawasan hutan. Hasil penelitian
menunjukkan pemanfaatan kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili
DAS Jeneberang berupa sawah tadah hujan, kebun kopi, ladang/tegalan
(penanaman jagung untuk pakan ternak). Selain itu pemungutan hasil hutan bukan
kayu seperti rotan dan bambu dan pengambilan getah pinus. Untuk karakteristik
kondisi sosial ekonomi, masyarakat memanfaatkan kawasan hutan pada umumnya
bermata pencaharian sebagai petani. Rata-rata pendapatan yang diperoleh dari
pemanfaatan kawasan tersebut berkisar Rp. 1.000.000,- hingga Rp. 2.000.000,-
dengan luas areal kelola 0,5-1 ha.

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul
“Pemetaan Penggunaan Lahan dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
dalam Kawasan Hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS
Jeneberang”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis memberikan penghargaan
setinggi-tingginnya yang tidak bisa diukur dengan apapun, kepada (kedua
orangtua) Ayahanda Drs. H. Muh. Nasir dan Ibunda Dra. Hj. Mariati, M.Si
atas doa, kasih sayang dan hingga hari ini masih tetap ikhlas, sabar, dalam
mendidik, mengasuh dan membesarkan penulis, serta adikku Muh. Ilham Nasir
dan Ria Magfirah Nasir atas dukungan dan doanya. Serta Keluarga besar
Almarhum Kakek Abd. Rahman Cagga, doaku selalu menyertaimu, Amin.
Penulis sadar bahwa selama proses pembuatan skripsi ini banyak pihak
yang telah membantu baik itu materi maupun moril hingga skripsi ini
terselesaikan. Maka selayaknnyalah pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Roland A. Barkey, dan Bapak Andang Suryana Soma,
S.Hut., MP, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan
tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran mulai dari
rencana awal penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Daud Malamassam, M.Agr, Bapak Prof. Dr. Ir. H.
Muh. Restu, M.P dan Ibu Sahriyanti Saad, S.Hut., M.Si selaku penguji
yang telah banyak memberikan saran, bantuan, koreksi dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Wakil Dekan I Fakultas Kehutanan Bapak Prof. Dr. Ir. Musrizal Muin,
M.Sc, Wakil Dekan III Bapak Prof. Dr. Ir. Supratman, M.P, Ketua Jurusan
Kehutanan Bapak Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc dan Sekretaris Jurusan Bapak
Dr. Suhasman, S.Hut., M.Si serta Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf
Administrasi Fakultas Kehutanan terkhusus Kak Andi Tri Lestari, S.Hut

iv
terima kasih atas bantuannya selama penulis berada di Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin.
4. Masyarakat pada wilayah Hulu DAS Jeneberang atas kerjasamanya dalam
proses pengumpulan data di lapangan.
5. Keluarga kecil Laboratorium Perencanaan dan Sistem Informasi Kehutanan,
Bapak Syamsu Rijal S.Hut., M.Si, Kak Agussalim B. Talebe S.Hut, Kak
Kartini Laode Unga ST. M.Si, Kak Umy Rahmy Idrus ST. M.Si, Kak
Muhammad Nur Iman, S.Hut, Kak Novita Rani S.Hut, Kak Valentinus
Sitorus S.Hut, Kak Septian Perdana Putra, Kak Muh. Faisal S.Hut, Kak
A. Mega Mustika S.Hut, Kak Mirdayanti S.Hut, Munajat Nursaputra,
Rusman Apra, Andi Nurul Mukhlisa, Haslinda S.Hut, Reiny Rezkyani,
Inal Karizal, Musnadil, Alamsyah, Sugiarti, dan Adelia Dika terima kasih
atas bantuan, perhatian, kebersamaan, dan dukungannya selama menempuh
studi di Universitas Hasanuddin.
6. Teman-teman di BEM Kehutanan Sylva Indonesia (PC.) UNHAS khususnya
periode pengurus 2011-2012, teruslah berjuang.
7. Biro Khusus Belantara Kreatif dan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat
Kehutanan, terima kasih atas dukungannya.
8. Tim Layanan Kehutanan Masyarakat Unhas terkhusus buat dosen sekaligus
kawan diskusi Bapak Muh. Alif. K.S, S.Hut, M.Si, Kak Naufal Achmad,
S.Hut, Kak Achsan Firmansyah, Kak Erwin Darma, S.Hut, Kak
Haeruddin, S.Hut, Kak Khairil, S.Hut, Kak La Ode Ifrisal, S.Hut, Muliadi
Makmur, S.Hut, Kak Faisal Hidayat, S.Hut, Ismet Tarunata, S.Hut,
Ahmad Afif, S.Hut, Laode Muh. Ikbal, Ridwan, Sabaruddin, dan Kak
Sainuddin, S.Hut, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
9. Teman-teman Angkatan 07, 09, 10, 11 terkhusus untuk angkatan “08”
Kehutanan, terima kasih atas bantuan, perhatian, dan dukungannya selama
menempuh studi di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin.
10. Kawan-kawanku di Komune Rumah Pelangi (UKPM-UH) terima kasih
telah mengajarkan tentang dunia yang lebih adil dan beradab.
11. Kawan sekaligus musuh Asri Abdullah, S.Hut, terima atas transformasi ilmu
pengetahuannya anak muda, karena kita harus terus belajar dan belajar.

v
Serta semua pihak yang telah membantu penulis dan tak sempat sebutkan
namanya satu-persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari
kekurangan baik dalam hal isi hingga penyajiannya. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi
ini. Terakhir penulis berharap kiranya penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak baik yang membacanya maupun yang membutuhkan informasi
yang berkaitan dengan penelitian ini.

Makassar, Maret 2013

Anugrahandini Nasir

vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan ................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Hutan dan Fungsinya ................................................................... 4
B. Ekosistem DAS ............................................................................ 6
C. Pemanfaatan Kawasan Hutan ..................................................... 11
D. Penggunaan Lahan ....................................................................... 13
E. Sistem Informasi Geografis ......................................................... 15
F. Sistem Informasi Geografis (SIG) .............................................. 17

III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat ...................................................................... 14
B. Alat dan Bahan ............................................................................ 14
C. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 15
D. Populasi dan Sampel .................................................................... 16
E. Jenis data ...................................................................................... 16
F. Analisis Data ............................................................................... 17

vii
IV. KONDISI UMUM LOKASI
A. Lokasi Fisik Wilayah ................................................................. 18
B. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat .......................................... 23

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil ........................................................................................... 26
B. Pembahasan ................................................................................. 23

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................. 43
B. Saran ........................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 44

viii
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Data Kawasan Hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili


DAS Jeneberang 19

2. Data Kemiringan Lereng Pada Kawasan Hutan di Daerah


Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang 20

3. Rata-rata curah hujan bulanan, hari hujan, dan maksimum


tahun 2002-2011 kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air
Dam Bili-bili DAS Jeneberang Data stasiun curah hujan 21

4. Data jumlah bulan kering, bulan lembab dan bulan basah


tahun 2002-2011 kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air
Dam Bili-bili DAS Jeneberang 21

5. Data klasifikasi Iklim di Indonesia Menurut Schmidt dan Ferguson 22

6. Data jumlah penduduk perdesa berdasarkan jenis kelamin


pada wilayah kawasan hutan Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili
DAS Jeneberang 24

7. Data jumlah sarana pendidikan pada kawasan hutan di Daerah


Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang 25

8. Data luas dan persentase penggunaan lahan dan kawasan hutan


di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang 29

9. Data kepadatan penduduk pada Daerah Tangkapan Air


Dam Bili-bili DAS Jenerberang 30

10. Data Sosial ekonomi masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan


di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang 31

ix
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

1. Peta Kawasan Hutan pada Sub DAS Malino dan Sub DAS
Lengkese Hulu DAS Jeneberang ................................................ 27

2. Peta Penggunaan Lahan pada Sub DAS Malino dan Sub DAS
Lengkese Hulu DAS Jeneberang ................................................. 28

3. Peta Kepadatan Penduduk Sub DAS Malino dan Sub DAS


Lengkese Hulu DAS Jeneberang ................................................ 32

4. Peta Sosial Ekonomi Masyarakat berdasarkan


Tingkat Pendapatan ..................................................................... 33

x
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1. Daftar Pertanyaan Responden........................................................... 46


2. Analisis Data Kondisi Sosial Ekonomi Responden ......................... 48
3. Peta Citra Landsat tahun 2012 ......................................................... 51
4. Dokumentasi Penelitian ................................................................... 54

xi
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk dan laju pembangunan yang semakin pesat

mengakibatkan kebutuhan manusia terhadap sumberdaya lahan juga semakin

meningkat. Tindakan ekspoitasi terhadap sumberdaya lahan menyebabkan

berbagai bentuk pemanfaatan lahan yang dilakukan dalam kawasan hutan

khususnya di daerah aliran sungai (DAS) menimbulkan dampak negatif tindakan

tersebut. Bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat

dalam kawasan hutan seperti perladangan berpindah, berkebun, konversi hutan

alam menjadi penggunaan lahan lainnya.

Keberadaan kawasan hutan perlu dipertahankan sesuai daya dukung lahan,

efisiensi dan optimalisasi dengan tetap memperhatikan aspek konservasi dan

pelestarian lingkungan. Namun dalam proses pengurusannya banyak dijumpai

adanya pemanfaatan kawasan oleh masyarakat berupa pemukiman maupun

kegiatan pertanian/perladangan. Pemanfaatan lahan dalam kawasan hutan yang

tidak terkendali dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem dan ketidakpastian

dalam pengelolaan hutan.

BPDAS Jeneberang-Walanae (2003) dalam Londongsalu (2008)

menjelaskan Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang merupakan salah satu DAS

prioritas Nasional sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan bersama

Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19

tahun 1984, No. 059/Kpts-II/1985 dan No. 124/Kpts/1984 yang dalam

pengelolaannya perlu mendapat perhatian khusus. Daerah Aliran Sungai ini

1
merupakan Daerah Tangkapan Air untuk Dam serbaguna Bili-bili yang dibangun

untuk memenuhi kepentingan penyediaan air minum bagi penduduk Kota

Makassar, Gowa dan Takalar. Selain itu digunakan untuk keperluan irigasi sawah

di daerah bagian hilir seluas ±30.000 ha, pembangkit tenaga listrik dan sarana

rekreasi.

Pemanfaatan lahan yang dilakukan masyarakat berupa sawah, kebun,

pemukiman dan lain sebagainya terutama pada kawasan hutan mesti melihat

aspek-aspek fungsi pokok hutan. Usaha pertanian menjadi salah satu aspek

adanya penggunaan lahan yang dilakukan dalam kawasan hutan pada areal dengan

kemiringan lereng yang besar tanpa memperhatikan upaya konservasi (Dassir,

2000). Pertimbangan lainnya yakni pola penggunaan lahan dan pemanfaatan lahan

yang tidak mempertimbangkan atau tidak disesuaikan dengan kemampuan

lahannya akan menyebabkan kerusakan tanah dan lingkungan yang lebih parah

lagi.

Hubungannya mengenai sosial ekonomi masyarakat, sumberdaya alam

sebagai aset produksi dalam usahatani sebagai peningkatan peranan masyarakat.

Dimensi sosial ekonomi perlu ditekankan kearah usaha mengatasi kemiskinan,

keseimbangan produksi dan konsumsi, keseimbangan demografi, kesehatan

masyarakat, penataan hunian yang manusiawi, dan keseimbangan lingkungan dan

pembangunan. Pemberdayaan masyarakat mencakup pemanfaatan pengetahuan

dan teknologi maupun kearifan lokal.

Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan pada kajian tentang pemetaan

penggunaan lahan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Daerah Tangkapan

2
Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang yang merupakan DAS yang sangat penting

dalam mensuplai kebutuhan air di Makassar dan sekitarnya. Aspek sosial dan

ekonomi masyarakat menjadi salah satu bahan pertimbangan terutama yang

berhubungan dengan mata pencaharian, tingkat pendidikan, dan pendapatan

masyarakat. Penelitan ini diharapkan menjadi bahan informasi dalam pengelolaan

Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang sehingga memberikan nilai

manfaat masyarakat sekitar hutan.

B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pemanfaatan kawasan

hutan dan mengetahui karakteristik sosial ekonomi masyarakat di Daerah

Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang.

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah memberikan infomasi

mengenai penggunaan lahan dalam kawasan hutan dalam rangka pola

pengembangan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Hutan dan Fungsinya

Kawasan hutan menurut Rahmawaty (2004) dijabarkan dalam Keputusan

Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/2001 tentang penetapan kawasan hutan, yaitu

wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk

dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Definisi dan penjelasan tentang

kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi:

a. Suatu wilayah tertentu

b. Terdapat hutan atau tidak tidak terdapat hutan

c. Ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan

d. Didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat.

Adapun unsur pokok yang terkandung dalam definisi kawasan hutan,

dijadikan dasar pertimbangan ditetapkannya wilayah-wilayah tertentu sebagai

kawasan hutan. Kemudian, untuk menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-

besarnya dari hutan dan berdasarkan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat serta

berbagai faktor pertimbangan fisik, hidrologi dan ekosistem, maka luas wilayah

yang minimal harus dipertahankan sebagai kawasan hutan adalah 30% dari luas

daratan (Rahmawaty, 2004).

Berdasarkan kriteria pertimbangan pentingnya kawasan hutan, maka

sesuai dengan peruntukannya menteri menetapkan kawasan hutan menjadi:

a. Wilayah yang berhutan yang perlu dipertahankan sebagai hutan tetap

b. Wilayah tidak berhutan yang perlu dihutankan kembali dan dipertahankan

sebagai hutan tetap.

4
Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya dengan kriteria

dan pertimbangan tertentu, ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 34

tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,

Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 5 ayat (2), sebagai

berikut:

a. Kawasan hutan konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam

dan suaka margasatwa), kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman

hutan raya, dan taman wisata alam), dan taman buru.

b. Hutan lindung

c. Hutan produksi

Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 pasal 6 ayat (2) menyebutkan

bahwa hutan memiliki tiga fungsi pokok diantaranya:

1. Fungsi konservasi yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang

mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan

satwa serta ekosistemnya, yang terbagi atas 3 bagian yaitu kawasan hutan

suaka alam, pelestarian alam, dan taman buru.

2. Fungsi lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi, mencegah intuisi air laut serta memelihara

kesuburan tanah.

3. Fungsi produksi yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

memproduksi hasil hutan.

5
Kawasan hutan adalah wilayah-wilayah tertentu yang oleh menteri

kehutanan ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan tetap. Penunjukkan

kawasan hutan merupakan penetapan awal peruntukan suatu wilayah tertentu

sebagai wilayah hutan dengan keputusan Menteri Kehutanan (Departemen

kehutanan, 1999).

B. Ekosistem DAS

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-

komponen yang paling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan. Sistem

tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen

yang menyusunnya. Besar kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan

dan batas yang diberikan pada ekosistem tersebut. Sehingga Daerah Aliran Sungai

(DAS) dapat dianggap sebagai suatu ekosistem (Odum, 1969).

Pengertian Daerah Aliran Sungai DAS atau adalah suatu wilayah daratan

yang menerima, menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkan ke laut atau danau melalui satu sungai utama. Suatu DAS akan

dipisahkan dari wilayah DAS lain di sekitarnya oleh batas alam (topografi) berupa

punggung bukit atau gunung. Seluruh wilayah daratan habis berbagi ke dalam

unit-unit DAS (Asdak, 2007).

Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan

mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis

ke dalam sub DAS - sub DAS. Daerah Tangkapan Air (DTA) adalah suatu wilayah

daratan yang menerima air hujan, menampung dan mengalirkannya melalui satu

outlet atau tempat peruntukannya (Departemen Kehutanan 1998).

6
Bagian hulu dari suatu DAS menurut Soewarno (1991), merupakan daerah

yang mengendalikan aliran sungai dan menjadi suatu kesatuan dengan bagian hilir

yang menerima aliran tersebut. Pengetahuan karateristik DAS dan alur sungai

dapat dinyatakan secara kuantitatif dan kualitatif. Pengetahuan tersebut sangat

membantu dalam melaksanakan pekerjaan hidrometri, antara lain :

1. Merencanakan pos duga air;

2. Melaksanakan survei lokasi pos duga air;

3. Analisa debit.

Departemen Kehutanan (2006), membagi DAS dalam suatu ekosistem

yaitu:

1. Daerah Hulu DAS merupakan daerah konservasi, kerapatan drainase lebih

tinggi, daerah dengan kemiringan lereng besar (>15%), bukan merupakan

daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan

vegetasinya merupakan tegakan hutan. Daerah hulu DAS merupakan bagian

yang penting karena berfungsi sebagai perlindungan terhadap seluruh bagian

DAS seperti perlindungan dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu, DAS hulu

selalu menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS.

2. DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik

biogeofisik DAS yang berbeda.

3. Daerah Hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan, memiliki kerapatan

drainase yang lebih kecil, berada pada daerah dengan kemiringan lereng yang

kecil (<8%), sebagian dari tempatnya merupakan daerah banjir atau

genangan, dalam pemakaian air pengaturannya ditentukan oleh bangunan

7
irigasi, vegetasinya didominasi oleh tanaman pertanian dan pada daerah

estuaria yang didominasi hutan bakau/gambut.

C. Pemanfaatan Kawasan hutan

Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek

kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya

kesadaran manusia akan arti penting hutan dalam pemanfaatan dan pengelolaan

hutan (Rahmawaty, 2004).

Berdasarkan jenis komoditas, pengusahaan hutan memiliki pola yang

berbeda untuk setiap status kawasan hutan, disesuaikan dengan fungsi utamanya.

a. Pada kawasan hutan produksi dilaksanakan dengan tujuan utama untuk

memproduksi hasil hutan berupa kayu dan non kayu serta jasa lingkungan,

baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan.

b. Pada kawasan hutan lindung dilaksanakan dengan tujuan utama tetap menjaga

fungsi perlindungan terhadap air dan tanah (hidrologis), dengan memberi

pemanfaatan hasil hutan berupa hasil hutan non kayu dan jasa rekreasi, baik

untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan dan tidak

diperkenankan pemungutan hasil hutan kayu.

c. Pada kawasan pelestarian alam, dilaksanakan dengan tujuan utama untuk

perlindungan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, yang pada

hakekatnya perlindungan terhadap plasma nutfah. Oleh karena itu pada

kawasan ini kegiatan hutan kemasyarakatan terbatas pada pengelolaan jasa

lingkungan khususnya jasa wisata.

8
D. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (landuse) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan

ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan bukan

penggunaan lahan pertanian. Penggunaa lahan pertanian dibedakan dalam garis

besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan

komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut.

Berdasarkan hal ini dikenal beberapa macam penggunaan lahan seperti tegalan,

kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang

alang–alang dan sebagainya. Tanaman penutup tanah tersebut merupakan

tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari

ancaman kerusakan erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah

(Arsyad, 2010).

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan

lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti oleh

berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu

berikutnya. Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang

serius sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas

kemampuan lahan. Aspek hidrologi, perubahan lahan akan berpengaruh langsung

terhadap karateristik penutupan lahan, sehingga akan mempengaruhi sistem tata

air DAS. Fenomena ini ditujukan oleh respon hidrologi DAS yaitu yang dapat

dikenali melalui produksi air, erosi dan sedimentasi (Seyhan 1990).

9
Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan

(land cover). Perbedaannya, istilah penggunaan lahan biasanya meliputi segala

jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam

memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis

kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu. Kedua

istilah ini seringkali digunakan secara rancu. Suatu unit penggunaan lahan

mewakili tidak lebih dari suatu desain untuk memudahkan inventarisasi dan

aktivitas pemetaan. Identifikasi, pemantauan dan evaluasi penggunaan lahan perlu

selalu dilakukan pada setiap periode tertentu, karena ia dapat menjadi dasar untuk

penelitian yang mendalam mengenai perilaku manusia dalam memanfaatkan

lahan. Oleh karena itu penggunaan lahan menjadi bagian yang penting dalam

usaha melakukan perencanaan dan perimbangan dalam merumuskan kebijakan

keruangan di suatu wilayah (Suryantoro dan Agus, 2002).

E. Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis (SIG) adalah sebuah sistem atau teknologi

berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan,

menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari

suatu obyek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau keberadaannya

dipermukaan bumi. Pada dasarnya SIG dapat dirinci menjadi beberapa subsistem

yang saling berkaitan yang mencakup input data, manajemen data, pemrosesan

atau analisis data, pelaporan (output) dan hasil analisa (Ekadinata dkk., 2008).

Sebagian besar data yang akan ditangani dalam SIG menurut GIS

Konsorsium Aceh Nias (2007), merupakan data spasialyaitu sebuah data yang

10
berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar

referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari

data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute) yang

dijelaskan berikut ini :

1. Informasi lokasi (spasial), berkaitan dengan suatu koordinat baik koordinat

geografi (lintang dan bujur) dan koordinat XYZ, termasuk diantaranya

informasi datum dan proyeksi.

2. Informasi deskriptif (atribut) atau informasi non spasial, suatu lokasi yang

memiliki beberapa keterangan yang berkaitan dengannya, contohnya: jenis

vegetasi, populasi, luasan, kode pos, dan sebagainya.

Pada dasarnya, secara konseptual, terdapat dua model data spasial yaitu

raster dan vektor. Meskipun demikian, seiring dengan perkembangan teknologi

yang menyertai, implementasi spasial dengan format tersendiri (native). Beberapa

saat kemudian, seiring dengan kepopuleran format-format tertentu,

dipublikasikannya secara luas beberapa spesifikasi (format) data spasial, dan

diakuinya format tersebut sebagai standar, maka setiap perangkat SIG-pun

berlomba dalam memberikan fungsionalitas export dan import ke format-format

data spasial popular dan standar tersebut (Prahasta, 2009).

11
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan

Undang- Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 6 ayat 1,

pada dasarnya hutan mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi

lindung dan fungsi produksi. Hutan yang mempunyai fungsi konservasi adalah

hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru. Seluruh kawasan hutan

dapat dimanfaatkan kecuali hutan cagar alam, zona inti dan zona rimba pada

taman nasional sebagaimana yang tertulis dalam pasal 24 UU No. 41/1999.

Pemanfaatan hutan atau sumberdaya hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat

yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan

tetap menjaga kelestariannya (Pasal 15 Peraturan Pemerintah No.34/2002).

Pemanfaatan hutan pada hutan lindung menurut pasal 18, 19, 20, 21, 22 serta 23

Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2002 dapat berupa yaitu; Pertama,

pemanfaatan kawasan (usaha budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias,

budidaya lebah, budidaya jamur, penangkaran satwa liar dan budidaya sarang

burung walet); Kedua, pemanfaatan jasa lingkungan (usaha wisata alam, olah

raga tantangan, pemanfaatan air dan usaha penyelamatan hutan dan lingkungan);

Ketiga, pemungutan hasil hutan non kayu (mengambil rotan, madu, buah dan

aneka hasil, perburuan satwa liar yang tidak dilindungi) (Zulaifah, 2006).

Pemanfaata sumberdaya hutan bersama masyarakat untuk pengembangan

kawasan hutan pemanfaatan sumberdaya alam memang masih menjadi masalah

krusial di Indonesia. Sementara di lain pihak, sumberdaya alam justru merupakan

salah satu modal dasar pembangunan dan pengembangan suatu wilayah.

Sumberdaya hutan sebagai salah satu sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia,

12
sebenarnya terdapat beberapa alternatif pemanfaatan, antara lain pemanfaatan

kawasan hutan, pemanfaatan jasa lingkungan dan pemanfaatan hasil hutan.

Namun pada kenyataannya sampai saat ini masih terkonsentrasi kepada produksi

kayu dengan kualitas yang baik dan dalam jumlah yang terus meningkat. Peluang-

peluang lainnya belum mendapat prioritas dari pihak pengelola hutan. Artinya,

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan yang berbasis sosial ekonomi

masyarakat dalam dan sekitar hutan baru dilaksanakan. Pemanfaatan hutan untuk

aktivitas pertanian ini dikenal istilah agroforestry (Zulaifah, 2006).

Pada dasarnya pembicaraan problematika sosial masyarakat desa hutan

adalah mengenai etika mereka dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya

hutan guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi, baik yang tinggal di

dalam hutan maupun sekitar hutan. Etika tersebut menjamin kelestarian hutan dan

menjamin agar manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan juga

memanfaatkannya, guna menunjang dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Pemanfaatan hutan harus didasarkan pada pemikiran bahwasannya hutan

merupakan sumber keuntungan (devisa negara) dan merupakan sumber kehidupan

manusia, khususnya yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan (Zulaifah,

2006).

13
BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili, DAS

Jeneberang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan dilaksanakan selama dua

bulan, yaitu bulan Oktober hingga bulan Desember 2012.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning

System (GPS), tape recorder, dan Bahan yang digunakan Citra Landsat TM 2012,

Peta administrasi Bapedda Kabupaten Gowa, Peta DAS Jeneberang, Peta kawasan

hutan tahun 2009.

C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan setelah melalui tahapan zonasi atau

pembatasan ruang studi penelitian di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS

Jeneberang. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

dilakukan melalui:

1. Teknik observasi (Ground Check), yaitu data dikumpulkan dengan

mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti.

2. Analisis Citra Landsat yakni menggabungkan dan pemilihan band-band

penyusun citra landsat. Kemudian untuk analisis penutupan lahan,

digunakan kombinasi band 5 (R), band 4 (G), dan band 2 (B).

Mengklasifikasi pola-pola penutupan lahan berdasarkan rona, warna, dan

tekstur penampakan pada citra.

14
3. Interpretasi citra yang dimaksud yakni mengidentifikasi objek, setelah itu

citra Landsat dianalisis dengan melihat analisis penafsiran berdasarkan

perbedaan warna, pola dan tekstur pada citra tersebut. Setiap warna dalam

citra memiliki makna tertentu. Misal warna hijau mengidentifikasi adanya

vegetasi, warna biru menunjukkan adanya kenampakan air. Unsur pola dan

site/lokasi digunakan untuk membantu mengenali jenis penggunaan lahan

dan tanaman/vegetasi yang tumbuh didalam lokasi hutan. Selain itu unsur

lain yang digunakan dan dapat membantu dalam penginterpretasian citra

adalah rona yang dilihat melalui perbedaan intensitas cahaya yaitu gelap

terangnnya objek, dan tekstur melalui penampakan halus atau kasar.

4. Hasil interpretasi citra menghubungkan tipe penggunaan lahan dan

pemanfaan hutan dalam kawasan hutan.

5. Observasi lapangan dilakukan juga dengan melakukan wawancara dengan

masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air

Dam Bili-Bili DAS Jeneberang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

karakteristik pemanfaatan kawasan hutan dan karakteristik sosial ekonomi

masyarakat tersebut.

6. Studi literatur, yaitu pengumpulan data-data sekunder yang mendukung

penelitian dengan pengutipan dan pencatatan data dari kantor desa,

kecamatan, BPS, Kabupaten, dan instansi lain yang terkait. Termasuk

mengutip dan mempelajari laporan yang ada hubungannya dengan

penelitian.

15
D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memanfaatkan

kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang. Populasi

ini tersebar di 17 desa dan dari setiap desa dipilih secara random (sampling acak)

2 sampai 4 responden sebagai sampel. Sehingga terpilih sebanyak 47 kepala

keluarga yang mewakili responden dari penelitian ini. Untuk penggunaan lahan

dilakukan ground check pada lokasi-lokasi yang menjadi pewakil dari jenis

penggunaan lahan dengan jumlah bervariasi 3 sampai 5 penggunaan lahan dalam

setiap tipe kawasan hutan.

E. Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa:

a. Data primer adalah data yang diperoleh melalui interpretasi citra (gambar) dan

wawancara langsung dengan menanyakan hal-hal terkait dengan penelitian

pada responden. Data-data tersebut berupa:

1. Karasteristik sosial (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan

keluarga dan pekerjaan).

2. Karasteristik ekonomi (pendapatan rumah tangga, hasil produksi, dll),

serta alasan menggunakan lahan ataupun memanfaatkan kawasan hutan.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka hasil-hasil

penelitian sebelumnya, instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian.

Data tersebut berupa keadaan umum lokasi penelitian dan keadaan sosial

ekonomi penduduk.

16
F. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis

spasial kehutanan melalui analisis citra. Interpretasi citra tersebut menghasilkan

peta penggunaan lahan. Kemudian dilanjutkan dengan observasi lapangan yakni

wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan. Untuk mengetahui

karasteristik sosial (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan

pekerjaan), karasteristik ekonomi (pendapatan rumah tangga, hasil produksi, dll),

dan alasan menggunakan lahan ataupun memanfaatkan kawasan hutan. Hasil

akhir pengolahan data yakni menganalisis keberlanngsungan sosial ekonomi

masyarakat terhadap penggunaan lahan akan dibahas secara deskriptif.

17
BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI

A. Kondisi Fisik Wilayah

1. Letak dan Luas

Lokasi penelitian merupakan wilayah Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili

DAS Jeneberang yang terdapat di Kabupaten Gowa. Lokasi penelitian berjarak

sekitar 45 km dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, sedangkan dari ibukota

Kabupaten Gowa berjarak sekitar 30 km. Kawasan ini dapat di tempuh dengan

menggunakan kendaraan beroda empat maupun beroda dua dengan waktu kurang

lebih 1 jam 30 menit dari Kota Makassar.

Secara geografis, Daerah Tangkapan Air Dam Bili-Bili DAS Jeneberang

terletak pada 119034’55”-119056’40” LU dan 05011’05”-05020’25” LS. Sub DAS

Malino dan Sub DAS Lengkese memiliki luas ± 36.028,02 ha atau sekitar 34,77%

dari luas total kawasan hutan yang ada di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili

DAS Jeneberang yaitu ±19.314,78 ha. Menurut wilayah administrasi wilayah

kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang terletak

pada empat kecamatan di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.

Adapun batas-batas Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan DAS Tallo dan DAS Maros

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Sub DAS Tangka

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sub DAS Jenelata dan DAS Kelara

d. Sebelah Barat berbatasan dengan DAS Jeneberang Hilir

18
Tabel 1. Luas wilayah administratif kawasan hutan pada Daerah Tangkapan Air
Dam Bili-bili DAS Jeneberang

No Status Kawasan Hutan Luas (ha) Persen (%)


1 Hutan Lindung 3.416,05 17,69
2 Hutan Produksi Biasa 6.117,77 31,67
3 Hutan Produksi Terbatas 6.563,52 33,98
4 Kawasan Konservasi 3.217,45 16,66
Grand Total 19.314,78 100
Sumber: Data kawasan hutan 2009

Wilayah administrasi kawasan hutan Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili

DAS Jeneberang terletak pada empat kecamatan tersebut diantaranya Kecamatan

Parangloe, Kecamatan Parigi, Kecamatan Manuju, dan Kecamatan

Tinggimoncong. Secara keseluruhan terbagi menjadi 17 desa di lokasi penelitian

yaitu Desa Lonjoboko, Desa Lanna, Desa Bontoparang, Desa Bontokassi, Desa

Manuju, Desa Tamalatea, Desa Moncongloe, Desa Majannang, Desa Jonjo, Desa

Manimbahoi, Desa Sicini, Desa Bilangrengi, Desa Parigi, Kelurahan Bulutana,

Kelurahan Gantarang, Kelurahan Malino, dan Desa Garassi.

2. Topografi

Menurut letak wilayah Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS

Jeneberang berada pada ketinggian 50–2.775 mdpl. Keadaan di lapangan mulai

dari datar, bergelombang, berbukit, sampai dengan bergunung. Kondisi topografi

Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang dapat diketahui melalui

peta kelerengan. Berdasarkan peta kelerengan DAS Jeneberang, dapat diketahui

bahwa bentuk topografi Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

19
diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu kelas datar, landai, agak curam, curam dan

sangat curam yang dapat diuraikan dalam Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Kemiringan lereng pada kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam
Bili-bili DAS Jeneberang

No. Kelerengan (%) Klasifikasi Luas (ha)


1 0–8 Datar 3215,5
2 9 – 15 Landai 349,7
3 15 - 25 Agak Curam 4.029,54
4 25 - 40 Curam 12.717,93
5 > 40 Sangat Curam 15.742,15
Sumber: Data SRTM 90, 2011

3. Iklim

Tipe iklim di Indonesia umumnya ditetapkan menurut klasifikasi Schmit

dan Ferguson yang berdasarkan atas perbandingan rata- rata bulan kering, bulan

basah dan bulan lembab dengan pengklasifikasian sebagai berikut:

1) Bulan kering (bk) dengan curah hujan setiap bulan di bawah 60 mm

2) Bulan lembab (bl) dengancurah hujan setiap bulan antara 60 mm-100 mm

3) Bulan basah (bb) dengan curah hujan setiap bulan lebih besar dari 100 m

Curah hujan kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS

Jeneberang ditentukan dengan menggunakan data curah hujan dari empat stasiun

penakar curah hujan yaitu BPP. Bonto-Bonto/BBI Horti, BB. Malino/BPP.

Tinggi Moncong, BPP.Bulluballea/Kanreapia, dan Paledingan/Paranglompoa.

Adapun rata-rata curah hujan bulanan, hari hujan dan maksimum dapat dilihat

pada Tabel 3 dan jumlah bulan basah, bulan kering, dan Bulan Lembab selama 10

tahun terakhir di empat stasiun penakar curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4.

20
Tabel 3. Rata-rata curah hujan bulanan, hari hujan, dan maksimum tahun 2002-
2011 kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS
Jeneberang

CH CH CH
No Stasiun Curah Hujan
Bulanan Harian Maksimum
1. BPP. Bonto-Bonto / Bbi Horti 1876,67 70 388,41
BB. Malino / Bpp. Tinggi
2. 1221,91 59,67 80,56
Moncong
3. BPP. Bulluballea / Kanreapia 1185 67,83 197,67
4. Paledingan / Paranglompoa 1595,75 84,25 282,83
Sumber : Klimatologi Maros, 2002-2011

Tabel 4. Jumlah bulan kering, bulan lembab dan bulan basah tahun 2002-2011
kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS
Jeneberang

Jumlah dalam 10 tahun terkahir


No Stasiun Curah Hujan
Bulan Bulan Bulan
Kering Lembab Basah
1. BPP. Bonto-Bonto / Bbi Horti 15 2 58
2. BB. Malino / Bpp. Tinggi 6 2 31
Moncong
3. BPP. Bulluballea / Kanreapia 9 8 38
4. Paledingan / Paranglompoa 9 2 46
Total 39 14 173
Rata-rata 9,75 3,5 43,25
Sumber : Klimatologi Maros, 2002-2011

21
Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat ditentukan nilai Q untuk mengetahui

tipe iklim di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang yaitu dengan

rumus sebagai berikut:

Rata  rata bulan ker ing


Q = x 100%
Rata  rata bulan basah

= 9,75 x 100%

43,25

= 22,54 %

Makin kecil harga Q ratio maka makin basah suatu tempat dan makin

besar harga Q ratio maka makin kering suatu tempat. Berdasarkan penggolongan

iklim dari Schmidt dan Ferguson, maka tipe iklim di kawasan hutan pada Daerah

Tangkapan Air Dam Bili-bili Das Jeneberang termasuk dalam tipe iklim B (basah)

dengan nilai Q = 22,54%. Hal ini dapat dilihat pada klasifikasi tipe iklim menurut

Schmidt dan menurut Ferguson pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi Iklim di Indonesia Menurut Schmidt dan Ferguson

Kondisi Iklim Tipe Iklim Nilai Q (%)


Sangat Basah A 0 - 14,3
Basah B 14,3 – 33,3
Agak Basah C 33,3 – 60
Sedang D 60 – 100
Agak Kering E 100 – 160
Kering F 160 – 300
Sangat Kering G 300 – 700
Luar Biasa Kering H >700
Sumber : Klimatologi Maros, 2002-2011

22
4. Tanah dan Geologi

Bardasarkan hasil analisis peta tanah Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili

DAS Jeneberang, dapat diketahui jenis tanah pada lokasi penelitian terdiri dari

jenis tanah andosol, tanah laterik, tanah mediteran dan tanah aluvial. Secara

umum formasi geologi di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

terdiri dari batuan aluvium muda yang berasal dari endapan sungai, batuan

andesit, batuan basalt, batuan tephra berbutir halus, batuan tufit, batu lumpur dan

batu pasir.

B. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan merupakan salah satu

elemen penting dalam pengelolaan DAS. Informasi tentang kondisi sosial

ekonomi masyarakat sekitar hutan setidaknya dapat memberikan gambaran

tentang proses interaksi antara masyarakat dengan kawasan hutan. Untuk wilayah

kawasan hutan pada Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang,

kondisi sosial ekonomi masyarakat yang ditinjau adalah jumlah penduduk dan

mata pencahariannya.

1. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk yang berada dalam wilayah Daerah Tangkapan Air

Dam Bili-bili DAS Jeneberang sebanyak 65.677 jiwa yang tersebar pada empat

wilayah kecamatan di Kabupaten Gowa yang terbagi menjadi 17 desa,

sebagaimana dalam Tabel 6 sebagai berikut.

23
Tabel 6. Jumlah penduduk perdesa berdasarkan jenis kelamin pada wilayah
kawasan hutan Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

Jenis Kelamin (Jiwa)


No
Kecamatan Desa
. Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Manuju Manuju 1.140 1.173 2.313


2 Manuju Tamalatea 1.310 1.434 2.744
3 Manuju Moncongloe 1.417 1.493 2.910
4 Parigi Sicini 1.341 1.471 2.812
5 Parigi Bilanrengi 919 1.003 1.922
6 Parigi Manimbahoi 1.444 1.544 2.988
7 Parigi Majannang 1.252 1.377 2.629
8 Parigi Jonjo 1.270 1.479 2.749
9 Tinggimonco Parigi 2.460 2.544 5.004
10 ng
Tinggimonco Bulutana 1.135 1.172 2.307
11 ng
Tinggimonco Malino 1.654 1.631 3.285
12 ng
Tinggimonco Gantarang 899 895 1.794
13 ng
Tinggimonco Garassi 651 658 1.309
14 ng
Parangloe Lonjoboko 1.203 1.159 2.362
15 Parangloe Lanna 1.311 1.364 2.675
16 Parangloe Bontoparang 1.578 1.526 3.104
17 Parangloe Bontokassi 580 641 1.221
Sumber: Badan Pusat Statistik Gowa, 2011

2. Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk sekitar wilayah kawasan hutan di Daerah

Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang, umumnya berprofesi sebagai

petani utamanya petani padi, jagung, ubi kayu, sayuran dan perkebunan

sedangkan sektor non pertanian terutama bergerak pada lapangan usaha peternak

dan perdagangan besar atau eceran.

24
3. Pendidikan

Secara umum, tingkat pendidikan pada kawasan hutan di Daerah

Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang cukup baik. Hal ini ditunjang

dengan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang cukup memadai. Adapun

jumlah sarana pendidikan yang ada pada kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air

Dam Bili-bili DAS Jeneberang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah sarana pendidikan pada kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air
Dam Bili-bili DAS Jeneberang

No. Kecamatan TK SD/SD INP SLTP/MTS


1. Parangloe 7 18 4
2. Manuju - 16 4
3. Parigi 8 12 8
4. Tinggi Moncong - 27 9
Sumber: Badan Pusat Statistik Gowa, 2012

25
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Penggunaan Lahan di Wilayah Kawasan Hutan pada Daerah Tangkapan


Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

Berdasarkan data kawasan hutan kementrian kehutanan tahun 2009 di

Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang terdapat empat kawasan

hutan di lokasi tersebut. Adapun empat kawasan diantaranya kawasan hutan

lindung, hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan kawasan konservasi berupa

taman wisata alam serta areal penggunaan lain. Penelitian ini tidak memasukkan

kawasan areal penggunaan lain. Lokasi penelitian hanya berada pada kawasan

hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang. Gambar 1,

menunjukkan lokasi kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili Das

Jeneberang.

Setelah mendapatkan data kawasan hutan, kemudian peta kawasan

tersebut dioverlay dengan peta DAS Jeneberang disajikan pada untuk digunakan

sebagai dasar untuk penentuan penggunaan lahan yang ada pada kawasan hutan di

Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang. Berdasarkan hasil overlay

tersebut didapatkan ada 9 tipe penggunaan lahan, adapun visualisasi peta

penggunaan lahan tersebut akan disajikan pada Gambar 2.

26
Gambar 1. Peta Kawasan Hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

27
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan dalam Kawasan Hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang.

28
Tabel 8. Luas dan persentase penggunaan lahan dan kawasan hutan di Daerah
Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

Jenis Penggunaan Persentase


Fungsi Kawasan Luas (ha)
Lahan (%)
Hutan Alam 811,34 23,75
Hutan Tanaman 140,29 4,11
Ladang/Tegalan 1.264,18 37,01
Hutan Lindung Padang Rumput/Alang-
36,34 1,06
Alang
Sawah 85,07 2,49
Semak Belukar 1.078,82 31,58
Hutan Lindung Total 3.416,05 100
Hutan Alam 1.596,84 26,10
Hutan Tanaman 416,08 6,80
Ladang/Tegalan 3.513,23 57,43
Padang Rumput/Alang-
Hutan Produksi 2,22 0,04
Alang
Biasa
Pemukiman 1,50 0,02
Perkebunan 4,65 0,08
Sawah 421,06 6,88
Semak Belukar 162,18 2,65
Hutan Produksi Biasa Total 6.117,77 100
Hutan Tanaman 95,93 1,46
Ladang/Tegalan 3.234,26 49,28
Hutan Produksi Pemukiman 28,99 0,44
Terbatas Sawah 1.519,88 23,16
Semak Belukar 1.652,51 25,18
Tubuh Air 31,95 0,49
Hutan Produksi Terbatas Total 6.563,52 100
Hutan Alam 387,74 12,05
Kawasan Hutan Tanaman 451,29 14,03
Konservasi Ladang/Tegalan 1.954,42 60,74
(Taman Wisata Pemukiman 53,53 1,66
Alam) Perkebunan 51,99 1,62
Sawah 318,48 9,90
Kawasan Konservasi Total 3.217,45 100
Grand Total 19.314,78

29
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat dalam Kawasan Hutan pada Daerah
Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang
a. Kepadatan Penduduk

Data pada Tabel 9. merupakan data kepadatan penduduk di Daerah

Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang. Terjadinya penggunaan lahan alam

kawasan hutan sangat bergantung pada kepadatan penduduk, dan kepadatan

tersebut bergantung kepada dua faktor yaitu jumlah penduduk dan luas wilayah.

Tabel 9. Kepadatan penduduk pada Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS
Jenerberang

Jumlah
Luas Angka
No. Kecamatan Desa Penduduk Keterangan
(ha) Kepadatan
(Jiwa)
1 Manuju Manuju 2,313 3,319 0.70 Tidak Padat
2 Manuju Tamalatea 2,744 2,782 0.99 Tidak Padat
3 Manuju Moncongloe 2,910 1,406 2.07 Padat
4 Parigi Sicini 2,812 1,087 2.59 Padat
5 Parigi Bilanrengi 1,922 875 2.20 Padat
6 Parigi Manimbahoi 2,988 3,140 0.95 Tidak Padat
7 Parigi Majannang 2,629 963 2.73 Padat
8 Parigi Jonjo 2,749 1,389 1.98 Padat
9 Tinggimoncong Parigi 5,004 5,209 0.96 Tidak Padat
10 Tinggimoncong Bulutana 2,307 5,991 0.39 Tidak Padat
11 Tinggimoncong Malino 3,285 2,332 1.41 Padat
12 Tinggimoncong Gantarang 1,794 2,363 0.76 Tidak Padat
13 Tinggimoncong Garassi 1,309 1,066 1.23 Padat
14 Parangloe Lonjoboko 2,362 1,933 1.22 Padat
15 Parangloe Lanna 2,675 728 3.68 Padat
16 Parangloe Bontoparang 3,104 1,163 2.67 Padat
17 Parangloe Bontokassi 1,221 975 1.25 Padat

Peta kondisi sosial ekonomi akan disajikan pada Gambar 3. dan Gambar 4.

berdasarkan kepadatan penduduk dan rata-rata tingkat pendapatan masyarakat

pada Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang.

30
a. Rata-rata Pendapatan Masyarakat

Tabel 10. Data Sosial ekonomi masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan di


Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

Rata-Rata
No. Desa/Kelurahan Keterangan
Pendapatan
1 Desa Bontokassi Rp 2.805.000 Tinggi
2 Desa Bilanrengi Rp 2.027.300 Tinggi
3 Desa Bontoparang Rp 1.285.000 Sedang
4 Desa Bulutana Rp 1.760.300 Sedang
5 Desa Jonjo Rp 1.434.750 Sedang
6 Desa Lonjoboko Rp 1.864.500 Sedang
7 Desa Majanang Rp 1.801.300 Sedang
8 Desa Manimbahoi Rp 1.665.000 Sedang
9 Desa Manuju Rp 920.000 Rendah
10 Desa Moncongloe Rp 1.185.000 Sedang
11 Desa Parigi Rp 1.570.000 Sedang
12 Desa Sicini Rp 1.864.800 Sedang
13 Desa Tamalate Rp 1.550.000 Sedang
14 Kelurahan Gantarang Rp 1.750.000 Sedang
15 Kelurahan Garassi Rp 1.526.400 Sedang
16 Kelurahan Malino Rp 1.330.000 Sedang
17 Desa Lanna Rp 1.950.800 Sedang

Tabel 10. menunjukkan data rata-rata pendapatan masyarakat di Daerah

Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang. Adapun kisaran rata-rata

pendapatan dibedakan menjadi tiga kategori. Pendapatan diatas Rp. 2.000.000,-

termasuk kategori tinggi, sedangkan kisaran pendapatan antara Rp. 1.000.000,-

hingga Rp. 1.500.000,- termasuk pada kategori sedang. Untuk kategori rendah,

rata-rata pendapatannya berkisar Rp. 1.000.000,-.

31
Gambar 3. Peta Kondisi Sosial Ekonomi Masyaralat berdasarkan Kepadatan Penduduk dalam
Kawasan Hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

32
Gambar 4. Peta Kondisi Sosial Ekonomi Masyaralat berdasarkan Rata-rata Tingkat Pendapatan Masyarakat dalam
Kawasan Hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

33
B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik penggunaan lahan dalam kawasan hutan di Daerah


Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang
A. Hutan Lindung

Berdasarkan hasil overlay dan interpretasi citra pada areal hutan lindung

terdapat beberapa jenis penggunaan lahan antara lain hutan alam, hutan tanaman,

ladang/tegalan, padang rumput/alang-alang, sawah dan semak belukar.

Keseluruhan jenis penggunaan lahan yang ada ditemukan bahwa jenis

ladang/tegalan yang memiliki luasan terbesar diantara tipe penggunaan yang lain,

dengan luas 1.264,18 ha. Hal ini mengindikasikan bahwa hutan lindung di

dominasi lahan ladang/tegalan sekitar 37,01% dari total luasan hutan pada Daerah

Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang. Besarnya luasan jenis penggunaan

lahan ladang/tegalan pada hutan lindung diakibatkan oleh banyaknya masyarakat

masuk ke dalam kawasan hutan untuk melakukan usahatani perkebunan pada

lahan tersebut. Hal tersebut juga dilakukan oleh masyarakat karena terbatasnya

lahan yang dimiliki oleh mereka. Namun demikian persentase lahan yang luas

tidak hanya ditemui pada penggunaan lahan atau tegalan, tetapi terdapat sekitar

31,58% semak belukar juga ditemui pada hutan lindung tersebut.

Kawasan hutan lindung yang ditumbuhi beberapa jenis vegetasi

diantaranya Pinus (Pinus merkusii), Akasia (Acacia auriculiformis), Jabon

(Anthocepthalus cadamba), Beringin (Ficus benjamina), Kenanga (Cananga sp.)

Ekaliptus (Eucalyptus sp.), Rotan (Calamus sp.), dan Bunga lonceng (Spathodea

campanulata). Pada kawasan hutan lindung juga terdapat sumber air yang

merupakan DAS Jeneberang. Sumber air ini dijadikan sebagai sumber irigasi
34
untuk sawah masyarakat. Penggunaan lahan ladang/tegalan pada kawasan tersebut

adalah penanaman kopi robusta. Penanaman ini dilakukan di lahan bekas

longsoran gunung bawakaraeng diantara padang rumput dan semak belukar.

B. Hutan Produksi Biasa

Areal hutan produksi biasa pada wilayah Daerah Tangkapan Air Dam Bili-

bili DAS Jeneberang terdapat beberapa jenis penggunaan lahan antara lain hutan

alam, hutan tanaman, ladang/tegalan, padang rumput/alang-alang, pemukiman,

perkebunan, sawah dan semak belukar. Berbeda halnya pada kawasan hutan

lindung, pada hutan produksi biasa ini juga ditemui jenis penggunaan lahan

pemukiman dan perkebunan. Meskipun persentase luasan dari dua jenis

penggunaan lahan ini tidak begitu besar namun hal ini dapat mengakibatkan

terjadinya degradasi hutan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Hal ini

diasumsikan karena pemukiman yang dibangun oleh masyarakat pada kawasan

hutan produksi biasa tersebut adalah jenis bangunan permanen yang

memungkinkan luasan pemukiman yang awalnya hanya sekitar 0,02% dapat terus

menerus naik luasannya.

Adanya penggunaan lahan pada kawasan ini baik itu hutan menjadi lahan

non hutan terutama diakibatkan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke

tahun. Hal ini tentunya berpengaruh langsung terhadap kebutuhan akan sandang

dan pangan yang harus dipenuhi. Penggunaan lahan yang berupa hutan alam dan

hutan tanaman pada kawasan hutan sangat jauh dari akses jalan. Hutan tanaman

yang jenisnya didominasi jenis vegetasi Pinus (Pinus merkusii), Jati putih

(Gmelina arborea), Akasia (Acacia auriculiformis). Vegetasi permanen yang

35
biasa ditemukan pada tegalan tanaman perkebunan seperti pisang, rambutan dan

beberapa tanaman pertanian lainnya. Penggunaan lahan berupa sawah sebesar

421,3 ha merupakan jenis sawah tadah hujan.

Pola tanam yang diterapkan oleh masyarakat adalah metode monokultur

dengan jenis padi lokal berumur 3-4 bulan. Sehingga tidak memungkinkan

masyarakat melakukan pergantian jenis tanaman dikarenakan dilakukan selama 2

kali setahun yaitu pada bulan Febuari-Juni dan Agustus-Desember. Karena

kondisi hutan yang rusak mengakibatkan sumber air pada lokasi ini sangat sulit di

dapatkan. Oleh karena itu perlu adanya upaya penanganan yang melibatkan semua

pihak yang terkait baik dari pemerintah dan masyarakat dalam menjaga

kelestarian hutan itu sendiri.

C. Hutan Produksi Terbatas

Tipe penggunaan lahan pada hutan produksi terbatas (HPT) antara lain

hutan tanaman, ladang/tegalan, pemukiman, sawah, semak belukar dan tubuh air.

Pada HPT di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang tidak ditemui

lagi hutan alam. Struktur tanaman yang ditemui pada hutan tanaman yaitu hutan

Jati (Tectona grandis). Meski didominasi tipe penggunaan lahan ladang/tegalan

namun pada tipe penggunaan lahan ini juga ditemui pemukiman masyarakat

dengan luasan yang lebih luas dibandingkan pada kawasan hutan produksi biasa.

Luasan tipe penggunaan lahan sawah pada HPT tergolong sangat luas yaitu

sekitar 1.520,3 ha (23,15%). Hal tersebut sangat didukung oleh adanya tubuh air

yang cukup luas yang terdapat pada kawasan tersebut.

36
Jenis vegetasi yang mendominasi kawasan ini diantarannya Jati (Tectona

grandis), Pinus (Pinus mercusii). Adapun tipe penggunaan lahan pada lokasi

penelitian merupakan sawah tadah hujan. Sawah-sawah tersebut pada umumnya

terdapat pada daerah lereng dan perbukitan. Teknik konservasi yang digunakan

adalah pola terasering. Pemanfaatan lahan dalam kawasan seperti semak belukar

umumnya terdapat pada lereng yang curam dengan tanaman penutup berupa

rumput kering pada musim kemarau.

D. Kawasan Konservasi

Pada kawasan konservasi terdapat Kawasan Taman Wisata Alam Malino

(TWA Malino). Sesuai dengan fungsinya kawasan konservasi dapat dimanfaatkan

sebagai tempat pariwisata alam dan rekreasi. Sebagai contoh terdapat hutan pinus

yang dijadikan masyarakat sebagai tempat wisata alam. Meskipun begitu pada

kawasan ini masih saja ada masyarakat yang membuka lahan. Terdapat tipe

penggunaan lahan berupa ladang/tegalan, sawah, kebun, dan pemukiman pada

kawasan ini. Adapun tipe penggunaan lahan didalamnya yang juga didominasi

oleh ladang/tegalan. Selain itu tipe penggunaan lahan lain seperti pemukiman

yang luasnya mencapai 53,5 ha atau sekitar 1,66 %.

Eksploitasi lahan secara berlebihan pada kawasan konservasi tanpa

mengacu pada zona khusus dan zona tradisional yang telah ditetapkan

mengakibatkan penurunan produktivitas lahan. Hal ini juga akan menimbulkan

dampak negatif terhadap lingkungan, seperti degradasi tanah, erosi, sedimentasi

dan banjir di musim hujan serta kekeringan di musim kemarau. Hal ini

37
dikarenakan hanya zona khusus dan zona tradisional saja yang dapat

dimanfaatkan untuk diadakannya pembukaan lahan secara legal.

2. Karakteristik Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat dalam Kawasan


Hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

A. Hutan Lindung

Pada beberapa tipe penggunaan lahan yang dimanfaatkan masyarakat pada

hutan lindung antara lain ladang/tegalan, kebun dan sawah. Ketiga tipe

penggunaan lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat disana, kebun merupakan

tipe penggunaan lahan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Rata-rata

luasan kebun yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu sekitar 0,5-1 ha. Jenis

tanaman yang banyak ditemui pada kebun masyarakat dalam hutan lindung yaitu

kopi arabika dengan rata-rata pendapatan masyarakat yang diperoleh dari kebun

sekitar Rp.1.500.000 – Rp. 2.000.000,-/tahun (Lampiran 2). Selain memanfaatkan

lahan pada kawasan hutan lindung untuk penanaman kopi, masyarakat

melepaskan ternak sapi secara bebas di dalam kawasan hutan lindung. Karena

lokasi yang cukup jauh dari pemukiman, sehingga lahan hanya dikunjungi sekali

dalam seminggu. Penanaman jenis jagung di kawasan hutan lindung ternyata

hasilnya itu hanya digunakan sebagai pakan ternak saja.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan secara langsung,

masyarakat memanfaatkan hutan dengan mengambil kayu sesuai kebutuhan yang

tidak berlebih. Mereka hanya mengambil bagian ranting dan bagian pohon yang

sudah mulai rapuh, hal ini dilakukan sekali seminggu saat mereka mendatangi

ternak sapi yang dilepaskan didalam kawasan hutan lindung. Selain itu terkadang

38
juga mengambil rotan yang cukup, mencari madu dari kumpulan lebah yang

biasanya muncul di bulan Juli hingga Desember. Pada kawasan hutan lindung

terdapat bunga bangkai ini ditemukan masyarakat tumbuh dibawah naungan

pohon kopi robusta. Ketersediaan lahan yang cukup luas dan kebutuhan ekonomi

yang semakin meningkat mendorong masyarakat untuk memanfaatkan hutan

dalam kawasan hutan lindung. Sehingga kegiatan memanfaatkan hutan yang

mereka lakukan cenderung dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Sejatinya hutan lindung merupakan kawasan hutan yang salah satu fungsinya

sebagai pengatur tata air, sehingga tidak diperbolehkan untuk dikonversi secara

besar-besaran karena dapat mengganggu fungsi utama dari hutan lindung.

Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat oleh pemerintah tentang pentingnya

kawasan hutan mengakibatkan yang menyebabkan banyaknya masyarakat yang

membuka lahan pada kawasan hutan tersebut. Dengan demikian dibutuhkan

perhatian dari pemerintah kepada masyarakat sekitar hutan tentang pentingnya

hutan.

B. Hutan Produksi Biasa

Pada umumnya masyarakat melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan

produksi sebagai petani. Aktivitas lain selain bertani bertani, adalah

memanfaatkan hasil hutan kayu, bambu, dan menggembalakan ternaknya di

hutan. Kegiatan bertani sawah di dalam kawasan hutan dilakukan secara turun

temurun, bak pada lahannya sendiri dan maupun mengolah lahan milik orang lain.

Sawah yang berada di wilayah ini adalah sawah tadah hujan. Musim tanam padi

berlangsung pada bulan Desember dan Januari, pemeliharaan dilakukan sejak


39
bulan Februari hingga bulan April, dan masa panen berlangsung bulan Mei dan

Juni.

Jumlah anggota keluarga yang rata-rata diatas empat orang cukup

menguntungkan bagi masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Hal ini

disebabkan tiga diantara anggota keluarga dapat dimanfaatkan sebagai sumber

tenaga kerja dalam berusahatani, sehingga biaya usahataninya dapat ditekan

(Lampiran 2). Luas lahan dalam kawasan hutan produksi biasa untuk setiap petani

rata-rata 1 ha. Adanya keseragaman penggunaal lahan setiap petani disebabkan

lahan yang tersedia sangat terbatas. Petani umumnya membagi lahan yang

disewakan penduduk sama rata. Sedangkan petani penggarap memperoleh lahan

garapan dari tuan tanah di daerah ini. Hasil wawancara dengan beberapa

masyarakat (Lampiran 2) menunjukkan bahwa semakin sempitnya luas lahan

yang dimiliki petani antara lain disebabkan oleh bertambahnya jumlah keluarga

(harta warisan). Pemilikan lahan yang semakin sempit mengindikasikan bahwa

tekanan terhadap lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga semakin besar.

B. Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang memanfaatkan lahan di hutan

produksi terbatas (HPT) cukup beragam. Selain berprofesi sebagai petani ada juga

yang profesi utamanya sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Hasil wawancara

dengan masyarakat disana, mereka lebih memilih rutin mengelola sawah setiap

hari dibandingkan dengan bekerja sebagai PNS. Alasannya bekerja sebagai petani

lebih menguntungkan, hasil yang didapatkan lebih banyak.

40
Umur petani pada lokasi ini rata-rata 45 tahun (yang berkisar antara 32-45

tahun) (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan berupa

ladang/tegalan dan sawah sangat diminati oleh masyarakat. Umur petani besar

peranannya dalam suatu usahatani, terutama berkaitan dengan produktivitas kerja.

Petani yang berusia muda umumnya sangat produktif, sebab kemampuan fisik dan

daya fikirnya mencapai kondisi maksimal dibanding petani yang sudah tua. Selain

itu petani yang masih muda keinginannya melakukan perubahan yang dianjurkan

lebih tinggi, dan lebih berani mengambil resiko dalam usahataninya.

Kegiatan bertani sawah di dalam kawasan hutan dilakukan secara turun

temurun, baik pada lahannya sendiri dan maupun mengolah lahan milik orang

lain. Sawah yang berada di wilayah ini adalah sawah tadah hujan. Musim tanam

padi berlangsung pada bulan Desember dan Januari, pemeliharaan dilakukan sejak

bulan Februari hingga bulan April, dan masa panen berlangsung bulan Mei dan

Juni. Masyarakat yang terlibat langsung dalam pengelolaan sawah dengan

pendapatan tertinggi adalah Rp 3.000.000,-/tahun dan terendah Rp. 1.000.000,-

/tahun. Hasil wawancara menunjukkan bahwa selain bersawah, lahan yang

dimanfaatkan masyarakat di tanami dengan tanaman perkebunan seperti kopi,

coklat, sayur dan buah. Selain bertani rata-rata masyarakat memiliki ternak.

Ternak mereka di lepas bebas di sekitar hutan maupun di dalam kawasan hutan

tanpa pengawasan. Petani menggiring ternaknya ke dalam hutan dan dibiarkan

berkeliaran dalam hutan tanpa penjagaan. Pada saat akan dimulai persiapan lahan

untuk menanam padi atau ada pembeli ternak barulah ternak tersebut akan dicari

41
dalam hutan. Ternak dijual kepada masyarakat setempat dan ke konsumen yang

datang langsung ataupun melalui pesanan.

C. Kawasan Konservasi

Taman Wisasta Alam (TWA) Malino merupakan salah satu sumber

kehidupan masyarakat pada lokasi ini. Hal ini ditandai dengan sebagian

masyarakat yang menjual hasil dari lahan mereka ke pengunjung TWA Malino.

Masyarakat menjadikan TWA sebagai sumber mata pencaharian. Sebagian besar

masyarakat di lokasi ini hidup sebagai petani. Mayoritas mata pencaharian

masyarakat disana adalah bertani dan berkebun, sehingga masyarakat sangat

membutuhkan ketersediaan air untuk kebutuhan bertani, berkebun dan untuk

keperluan sehari-hari. Kelestarian hutan perlu dijaga agar keseimbangan dalam

kehidupan tetap lestari.

Berdasarkan hasil wawancara, kendala yang dialami masyarakat antara

lain lahan di luar kawasan tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan

masyarakat. Sebagai salah satu wilayah yang dekat dengan kawasan hutan, sangat

sulit bagi masyarakat melakukan ruang gerak pertanian dengan lahan yang sangat

terbatas. Minimnya pengetahuan dan pendidikan masyarakat menyebabkan

masyarakat kurang menyadari pentingnya hutan lestari. Kegiatan penyuluhan

terhadap masyarakat mengenai fungsi hutan lestari dan peningkatan keterampilan

menjadi tanggungjawab semua pihak.

42
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS

Jeneberang berupa sawah tadah hujan, kebun kopi, ladang/tegalan (penanaman

jagung untuk pakan ternak). Selain itu ada juga pemungutan hasil hutan bukan

kayu seperti rotan, bambu dan pengambilan getah pinus.

2. Masyarakat di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang yang

memanfaatkan lahan dalam kawasan hutan umumnya bermata pencaharian

sebagai petani. Rata-rata pendapatan masyarakat yang diperoleh dari

pemanfaatan lahan berkisar Rp. 1.500.000,- hingga Rp. 2.000.000/tahun dari

luas areal kelola sebesar 0,5-1 ha.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan hutan

berbasis masyarakat khususnya pada kawasan hutan yang telah dimanfaatkan oleh

pada Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang.

43
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, U. 2010. Analisis Erosi Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan dan
Kemiringan Lereng di Daerah Aliran Sungai Jeneberang Hulu. Disertasi
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, UNHAS. Makassar.

Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.

Dassir, 2010. Tingkat Kesesuaian Penggunaan Lahan di Sub DAS Jeneberang Hulu
Kabupaten Gowa, Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor.

Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi


Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapang Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Dephut.

Departemen Kehutanan, 2006. Glossary Pengelolaan DAS. Badan Penelitian dan


Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Indonesia Bagian Timur,
Makassar.

Departemen Kehutanan, 1999. Undang-Undang Negara republik Indonesia Nomor 41


tentang Kehutanan.Departemen Kehutanan.Jakarta.

Ekadinata, A., Dewi, S., Hadi, P.D., Nogroho, D.K., dan Johana, F., 2008. Sistem
Informasi Geografis untuk Pengelolaan Bentang Alam Berbasis Sumber
Daya Alam. World Agroforestry Centre. ICRAF South East Asia Regional
Office.

GIS Konsorsium Aceh Nias. 2007. Modul Pelatihan ArcGIS Tingkat Dasar.
Pemerintah Kota Banda Aceh

Londongsalu, D.T,. 2008. Analisis pendugaan erosi, sedimentasi, dan Aliran


permukaan menggunakan model agnps Berbasis sistem informasi geografis
Di sub das jeneberang propinsi sulawesi selatan. Skripsi tidak
dipublikasikan. Program Studi Budidaya Hutan Departemen Silvikultur.
Institut Pertanian Bogor.

Odum. 1969. The Fundamental of Ecology. McGraw-Hill Book Company. New


York.

44
Prahasta, E., 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-konsep Dasar (Perspektif
Geodesi dan Geomatika). Informatika. Bandung.

Rahmawaty. 2004. Hutan: Fungsi dan Peranannya bagi Masyarakat. Fakultas


Pertanian. Program Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatra Utara. Sumatra.

Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press.

Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengelolaan Data Aliran Sungai


(Hidrometri). Bandung: Penerbit Nova.

Suryantoro., dan Agus. 2002. Penggunaan Lahan dengan Foto Udara di Kota
Yogyakarta. Disertasi. UGM Yogyakarta.

Tim Laboratorium Perencanaan dan Sistem Informasi Kehutanan. 2009. Buku Ajar
Sistem Informasi Geografis. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Zulaiha S. 2006. Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Untuk


Pengembangan Kawasan Hutan Regaloh di Kabupaten Pati Jawa Tengah.
Program Magister Teknik Pengembangan Wilayah dan Kota, Program
Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.

45
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Responden

Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pemanfaatan Kawasan Hutan pada Hulu


DAS Jeneberang

A. IdentifikasiResponden

Penilaian terhadap sosial ekonomi masyarakat

1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Pendidikan terakhir :
5. Penghasilan keluarga/bulan :
a. Rp. 750.000 – Rp. 1.250.000
b. Rp. 1.250.000 – Rp. 2.000.000
c. >Rp. 2.000.000
6. JumlahAnggotaKeluarga:
Usia
No. Jumlah Bekerja Sekolah Lainnya
(Tahun)
Laki-Laki
1. < 15
2. 15 – 64
3. > 64
Perempuan
1. < 15
2. 15 – 64
3. > 64

7. Nama aktivitasdan jumlah masyarakat di dalam kawasan hutan ?


………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
8. Sejak kapan melakukan menggunakan lahan dalam kawasan ?
………………………………………………………………………………………
Luas areal masing-masingaktivitas di dalamkawasan ?
…………………………………………………………………………………….
9. Apakah anda memiliki aktifitas lain diluar kawasan hutan?……………………
…………………………………………………………………………………….
10. Nama aktivitas dilua rkawasan? ………………………………………………….
11. Berapakah luas areal masing-masing aktivitas masyarakat di dalam dan diluar
kawasan hutan? …………………………………………….

46
12. Terbuat dari apakah rumah anda? Perabot rumah tangga yang dimiliki?
………………………………………………………………………………….......
13. Dalam setahun terakhir apakah anda pernah sakit ? ……………………………….
Jika pernah berobat kemana ?....................................................................................
……………………………………………………………………………………..
14. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam
pengelolaan hutan? …………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………..

47
Lampiran 2.Data Sosial ekonomi masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan di Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang

Sosial Ekonomi Masyarakat


Fungsi Kawasan Penggunaan Lahan
Responden Umur Mata Pencaharian Pendidikan AK (Orang) Pendapatan Luas areal (ha)
1 53 Petani SD 3
Kebun 2,000,000 0,5
2 43 Petani SD 5
Kebun 2,000,000 1
3 50 Petani Non 7
Ladang/Tegalan 2,000,000 1
4 47 Petani Non 4
Sawah 1,000,000 1
5 60 Peternak SD 3
Kebun 1,500,000 0,5
Hutan Lindung
6 50 Petani non 6
Kebun 1,500,000 1
7 45 Petani non 7
Sawah 2,000,000 0,5
8 35 Petani non 7
Ladang/Tegalan 2,000,000 1
9 48 Petani SD 8
Kebun 1,500,000 1
10 35 Petani Non 4
Sawah 2,000,000 1
Sawah 1 41 Petani Non 5 2,000,000 1
Sawah 2 34 Peternak SMP 4 2,000,000 1
Kebun 3 59 PNS dan Petani S1 2 2,855,000 2
Kebun 4 45 Petani SMP 4 1,500,000 1
Hutan Produksi Ladang/Tegalan 5 38 Petani Non 4 1,000,000 0,5
Pemukiman 6 63 PNS Non 3 2,530,000 1
Sawah 7 35 Petani Non 5 1,000,000 0,5
Ladang/Tegalan 8 50 Petani SD 4 2,000,000 0,5
Ladang/Tegalan 9 33 Peternak Non 5 2,000,000 1

48
Lampiran 2. lanjutan
Sosial Ekonomi Masyarakat
Fungsi Kawasan Penggunaan Lahan
Responden Umur Mata Pencaharian Pendidikan AK (Orang) Pendapatan Luas areal (ha)
Sawah 61 Petani SD 7
10 2,000,000 1
Sawah 11 36 Petani SD 4 1,000,000 0,5
Kebun 12 51 Petani SMA 7 1,000,000 1
Kebun 13 46 Petani SMA 5 1,500,000 1
Sawah 14 60 Petani SD 4 1,000,000 0,5
Ladang/Tegalan 15 33 Peternak SD 5 1,000,000 1
Sawah 16 62 PNS S1 6 2,550,000 1
Kebun 1 66 PNS dan Petani SMA 3 3,050,000 1
Ladang/Tegalan 2 50 Peternak SD 5 2,000,000 1
Kebun 3 37 Petani SD 3 1,000,000 0,5
Ladang/Tegalan 4 53 Petani SMA 5 1,000,000 0,5
Sawah 5 40 Petani Non 2 1,000,000 0,5
Sawah 6 38 Petani Non 5 2,000,000 1
Ladang/Tegalan 7 41 Peternak SD 3 1,500,000 1
Hutan Produksi Terbatas
Kebun 8 50 PNS dan Petani SMA 5 2,650,000 1
Sawah 9 61 Petani SD 4 1,000,000 1
Sawah 10 55 Petani SD 2 750,000 -
Kebun 11 32 Peternak dan Petani SD 5 2,000,000 1
Sawah 12 46 Petani SD 5 1,700,000 1
Sawah 13 60 Petani non 4 1,500,000 1
Sawah 14 48 Petani non 5 1,500,000 0,5

49
Lampiran 2. lanjutan
Sosial Ekonomi Masyarakat
Fungsi Kawasan Penggunaan Lahan
Responden Umur Mata Pencaharian Pendidikan AK (Orang) Pendapatan Luas areal (ha)
Ladang/Tegalan 15 70 Petani SD 6 1,800,000 1
Sawah 1 60 Petani SD 6 1,500,000 1
Ladang/Tegalan 2 35 Petani Non 3 1,500,000 1
Kebun 3 70 Petani SD 6 2,000,000 1
Kawasan Konservasi
Ladang/Tegalan 4 40 Petani SMP 5 1,000,000 0,5
Pemukiman 5 34 Petani Non 6 1,000,000 0,5
Sawah 6 51 Petani SD 4 1,500,000 1

50
51

Lampiran 3. Citra Landsat tahun 2012 Kawasan Hutan Daerah Tangkapan Air Dam Bili-bili DAS Jeneberang
Lampiran4. Dokumentasi Penelitian

Wawancara dengan masyarakat yang memanfaatkan


ladang/tegalan dalam Kawasan Hutan

Wawancara dengan masyarakat yang memanfaatkan


Kebun dalam Kawasan Hutan

Wawancara dengan masyarakat yang memanfaatkan


lahan berupa sawah tadah hujan
52
Wawancara dengan masyarakat yang memanfaatkan
lahan berupa kebun kopi

Wawancara dengan masyarakat yang memanfaatkan


lahan berupa kebun dan sawah tadah hujan

53
Pemanfaatan kawasan hutan berupa pemukiman

Lokasi tubuh air dalam Kawasan Hutan

Pemanfaatan lahan berupa ladang/tegalan


(Penanaman Jagung)

54
Pemanfaatan kawasan berupa perkebunan

Hutan tanaman pada lokasi penelitian

55

Anda mungkin juga menyukai