Anda di halaman 1dari 77

PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA MANGROVE DI

DESA LUBUK KERTANG KECAMATAN BRANDAN BARAT


KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh

SUNARTI T P AMBARITA
131201041
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

Universitas Sumatera Utara


PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA MANGROVE DI
DESA LUBUK KERTANG KECAMATAN BRANDAN BARAT
KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh

SUNARTI T P AMBARITA
131201041
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

ii

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Perencanaan Lanskap Ekowisata Mangrove di Desa


Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten
Langkat

Nama : Sunarti T P Ambarita

NIM : 131201041

Jurusan : Kehutanan

Minat : Konservasi Sumberdaya Hutan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Dr. Nurdin Sulistiyono, S.Hut., M.Si Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D
Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si


Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

SUNARTI T P AMBARITA: Perencanaan Lanskap Ekowisata Mangrove di Desa


Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh
NURDIN SULISTIYONO dan MOHAMMAD BASYUNI.

Ekowisata merupakan alternatif pembangunan dan pengelolaan kawasan


hutan yang diharapkan dapat memberi manfaat ekonomi, budaya, dan sosial
secara berkelanjutan terhadap masyarakat sekitar. Lubuk Kertang merupakan
tujuan ekowisata berbasis mangrove yang terdapat di dusun II Paluh Tabuhan
yaitu ekowisata Bakau Mas. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan
ekowisata mangrove melalui eksplorasi potensi lanskap berupa unsur-unsur
biofisik, ekonomi, dan sosial tapak. Kegiatan perencanaan ekowisata tersebut
terdiri dari inventarisasi potensi, penilaian ekonomi dan daya dukung, analisis,
sintesis, perencanaan konsep, dan perancangan desain tapak. Perencanaan lanskap
dikembangkan dengan dua perencanaan melalui pembagian tata ruang wilayah
ekowisata hutan mangrove. Ruang ekowisata disediakan seluas 42,20 ha dengan
kawasan penyangga seluas 11,46 ha. Pada perencanaan pertama, kawasan ini
dilengkapi dengan jalur darat berupa jalan setapak dan boardwalk sepanjang
3628,89 meter dan jalur air sepanjang 1721,13 meter sebagai akses untuk
interpretasi kawasan mangrove. Pada perencanaan kedua kawasan dikembangkan
dengan interpretasi melalui jalur darat berupa jalan setapak dan boardwalk
sepanjang 1703 meter dan jalur air sepanjang 2375 meter. Nilai ekonomi kawasan
ekowisata Bakau Mas adalah sebesar Rp 96.972.243,00 pada harga tiket Rp
2.000,00 dengan surplus konsumen mencapai Rp 80.544.113,00. Harga tiket
optimal kawasan ekowisata sebesar Rp 16.000,00 dengan nilai manfaat rekreasi
sebesar Rp 96.613.402,00. Kawasan ekowisata Bakau Mas dapat menampung
38 orang pada kondisi terkini dan 164 orang pada perencanaan dengan
memperhitungkan luas kawasan yang digunakan untuk kegiatan ekowisata serta
lama pengunjung melakukan kegiatan ekowisata.

Kata Kunci: Ekowisata, Hutan Mangrove, Perencanaan Lanskap, Travel Cost


Method,

iv

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

SUNARTI T P AMBARITA: Landscape Planning of Mangrove Ecotourism in Lubuk


Kertang Village, Brandan Barat District, Langkat District. supervised by NURDIN
SULISTIYONO and MOHAMMAD BASYUNI.

Ecotourism is an alternative for development and management of forest areas


that are expected to provide sustainable economic, cultural and social benefits to the
surrounding community. Lubuk Kertang is a mangrove-based ecotourism destination
located in the second hamuh of Paluh Tabuhan namely Bakau Mas ecotourism. This
study aims to develop mangrove ecotourism planning through the exploration of
landscape potential in the form of biophysical, economic, and social elements. The
ecotourism planning activities comprise of potential inventory, economic valuation and
carrying capacity, analysis, synthesis, concept planning, and design of the site.
Landscape planning was developed with two plans through the spatial distribution of
mangrove forest ecotourism areas. The ecotourism room is provided with 42,20 ha with
buffer area 11,46 ha. In the first planning, the area is equipped with land routes such as
trails and boardwalk about 3628,89 meters and waterways about 1721,13 meters as the
access to interpretate mangrove area. In the second planning, the area developed by
interpretation through land routes such as trails and boardwalk about 1703 meters and
waterways about 2375 meters. The economic value of Bakau Mas ecotourism area is
Rp 96,972,243.00 at ticket price Rp 2.000,00 with consumer surplus reach
Rp 80,544,113,00. The optimal ticket price for ecotourism area is Rp 16.000,00 with
recreational benefit value Rp 96.613.402,00. Bakau Mas ecotourism area can
accommodate 38 people on the current condition and 164 people on planning condition
by calculate the area for ecotourism activities and the time that use by visitor for
ecotourism activities.

Keywords: Ecotourism, Mangrove Forest, Landscape Planning, Travel Cost


Method,

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas

segala berkat dan perlindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian

ini. Penelitian ini berjudul “Perencanaan Lanskap Ekowisata Mangrove Di Desa

Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat”. Penelitian ini

mengkaji tentang perencanaan lanskap ekowisata mangrove melalui eksplorasi

potensi lanskap berupa unsur-unsur biofisik dan sosial masyarakat dalam rangka

mengurangi kerusakan ekosistem mangrove serta meningkatkan kepedulian

masyarakat umum dengan mempertimbangkan fungsi wisata, fungsi konservasi,

fungsi pendidikan, dan fungsi ekonomi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua penulis yang telah

memberi dukungan baik secara mental, sosial maupun materi kepada penulis

sampai saat ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada ketua komisi

pembimbing, Dr. Nurdin Sulistiyono, S.Hut., M.Si. dan kepada anggota komisi

pembimbing, Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D yang telah memberi

berbagai masukan kepada penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.

Semoga penelitian ini bermanfaat dan memberi kontribusi pada

pendidikan dan penelitian - penelitian ilmiah khususnya dalam bidang kehutanan.

Medan, Agustus 2017

Penulis

vi

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samosir pada tanggal 04 Juli 1995 dari Bapak

Obaja Ambarita dan Ibu Siti Nurbaya Purba. Penulis merupakan anak ketiga dari

empat bersaudara. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah

dasar dari SD Inpres 173815 Ambarita, pada tahun 2010 lulus dari Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Simanindo dan pada tahun 2013 lulus dari

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Simanindo. Pada tahun yang sama

penulis diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di

Aek Nauli Kabupaten Simalungun Sumatera Utara pada tahun 2015 dan Praktik

Kerja Lapang (PKL) di PT Toba Pulp Lestari Tbk., Estate Aek Nauli, Sumatera

Utara pada tahun 2018. Penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva

(HIMAS) Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara dan unit kegiatan

mahasiswa KMK (Kebaktian Mahasiswa Kristen) Universitas Sumatera Utara.

Penulis pernah menjadi asisten praktikum Hasil Hutan Non Kayu pada tahun

2015.

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................. i
ABSTRACT ................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
Manfaat Penelitian ............................................................................. 5

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Ekowisata ......................................................................... 6
Potensi Kawasan Mangrove sebagai Ekowisata .................................. 7
Perencanaan Lanskap Ekowisata ........................................................ 9
Sistem Informasi Geografis dan Google Earth .................................... 10
Valuasi Ekonomi dengan Travel Cost Method .................................... 11
Penelitian tentang Penilaian Ekonomi Kawasan Ekowisata dengan
Travel Cost Method ........................................................................... 13
Daya Dukung Ekowisata Mangrove ................................................... 14

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat............................................................................. 16
Alat dan Bahan .................................................................................. 16
Prosedur Penelitian ............................................................................ 17
1. Analisis Sosial Pengunjung dan Preferensi Pengelola ..................... 18
2. Valuasi Ekonomi Kawasan dengan Travel Cost Method ................. 18
3. Daya Dukung Kawasan ................................................................. 21
4. Perencanaan Lanskap Ekowisata .................................................... 21

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN


Kondisi Geografi dan Iklim ................................................................ 23
Kondisi Kependudukan dan Tata Guna Lahan .................................... 24
Kondisi Ekonomi ............................................................................... 26
Kondisi Aksesibilitas ......................................................................... 26
Ekowisata Bakau Mas ........................................................................ 27

viii

Universitas Sumatera Utara


HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Vegetasi dan Satwa Ekowisata Bakau Mas ................................... 30
B. Daya Dukung Kawasan ............................................................... 32
C. Valuasi Ekonomi Kawasan .......................................................... 34
D. Kondisi Sosial serta Preferensi Pengunjung dan Pengelola............ 38
E. Potensi dan Kendala Lanskap Kawasan Mangrove Bakau Mas
sebagai Obyek Ekowisata Hutan Mangrove ................................. 44
F. Konsep Dasar dan Pengembangan Ekowisata ............................... 46
G. Perencanaan dan Perancangan ..................................................... 47

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan ....................................................................................... 60
Saran ................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 61
LAMPIRAN............................................................................................... 63

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman
1. Jenis dan bentuk data yang diperlukan ................................................ 15
2. Statistik Geografi dan Iklim Kecamatan Brandan Barat ....................... 22
3. Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan Tahun 2015 ................... 24
4. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2015 .......................... 24
5. Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah dan Desa/Kelurahan
Tahun 2015 (Ha) ............................................................................... 25
6. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Dirinci Menurut
Desa/Kelurahan Tahun 2015 .............................................................. 26
7. Pendapatan Asli Daerah Kecamatan Brandan Barat............................. 26
8. Panjang Jalan Kabupaten di Kecamatan Brandan Barat Menurut Jenis
Jalan Tahun 2015 (Km)...................................................................... 27
9. Sarana dan Prasarana Ekowisata Bakau Mas pada Kondisi Terkini ...... 28
10. Jumlah dan Kerapatan Jenis Mangrove Tingkat Pohon ........................ 31
11. Jenis Fauna Ekowisata Mangrove Bakau Mas ..................................... 32
12. Data Pengunjung Untuk Memperoleh Persamaan Regresi Nilai
Manfaat Wisata ............................................................................... 34
13. Tabulasi Data Umur Dan Jenis Kelamin Responden............................ 39
14. Tabulasi Tingkat Pendidikan Responden ............................................ 40
15. Tabulasi Jenis Pekerjaan dan Pendapatan Responden .......................... 40
16. Tabulasi Preferensi serta Tanggapan Responden Terhadap
Kenyamanan dan Pelayanan Petugas .................................................. 41
17. Potensi dan Kendala Lanskap Ekowisata Mangrove di Bakau Mas ...... 45
18. Rencana Jenis dan Panjang Jalur 1 Ekowisata Bakau Mas ................... 52
19. Kelebihan dan Kekurangan Rencana Lanskap 1 .................................. 55
20. Rencana Jenis dan Panjang Jalur 2 Ekowisata Bakau Mas ................... 56
21. Kelebihan dan Kekurangan Rencana Lanskap 2 .................................. 59

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Peta Wilayah Brandan Barat............................................................... 16
2. Kurva Permintaan Jasa Nilai Ekonomi Ekowisata ............................... 20
3. Bagan alur perencanaan lanskap ekowisata mangrove ......................... 22
4. Peta Ekowisata Bakau Mas ................................................................ 30
5. Kurva Permintaan Ekowisata Mangrove Bakau Mas ........................... 36
6. Sungai yang terdapat pada kawasan ekowista dapat dijadikan sebagai
salah satu potensi kegiatan ekowisata di Bakau Mas............................ 44
7. Peta Rencana Lanskap Ekowisata Bakau Mas Bagian 1....................... 50
8. Peta Rencana Lanskap Ekowisata Bakau Mas Bagian 2....................... 56

xi

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Halaman
1. Persentase rata-rata pengeluaran pengunjung ...................................... 62
2. Jumlah Pengunjung, Jumlah Penerimaan dan Surplus Konsumen ........ 62
3. Foto Kondisi Terkini dan Pengambilan Data di Ekowisata Mangrove
Bakau Mas ........................................................................................ 64

xii

Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ekowisata merupakan alternatif pembangunan dan pengelolaan kawasan

hutan yang diharapkan dapat memberi manfaat ekonomi, budaya, dan sosial

secara berkelanjutan terhadap masyarakat sekitar. Priono (2012) menjelaskan

bahwa ekowisata adalah salah satu mekanisme pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable development). Ekowisata merupakan usaha untuk melestarikan

kawasan yang perlu dilindungi dengan memberikan peluang ekonomi kepada

masyarakat yang ada disekitarnya. Konsep yang memanfaatkan kecenderungan

pasar back to nature ini merupakan usaha pelestarian keanekaragaman hayati

dengan menciptakan kerja sama yang erat antara masyarakat yang tinggal

disekitar kawasan yang perlu dilindungi dengan industri pariwisata. Ekowisata

adalah gabungan antara konservasi dan pariwisata di mana pendapatan yang

diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan kepada kawasan yang perlu

dilindungi untuk perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati serta

perbaikan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya.

Lubuk Kertang merupakan tujuan ekowisata baru yang menawarkan

ekosistem mangrove sebagai daya tariknya. Salah satu tujuan ekowisata mangrove

adalah ekowisata Bakau Mas yang terdapat di dusun II Paluh Tabuhan desa Lubuk

Kertang. Kawasan hutan mangrove dengan luas awal 1200 ha terbentang di

sepanjang muara Sungai Lubuk Kertang. Sebelumnya kawasan tersebut

dialihfungsikan oleh pihak swasta menjadi perkebunan kelapa sawit. Kerusakan

ekosistem mangrove yang ditimbulkan akibat pengalihan lahan membuat

masyarakat dan pemerintah sepakat untuk mengembalikan fungsi lahan seperti

Universitas Sumatera Utara


semula. Luas kawasan yang sudah ditanami mangrove sebesar 638,47 ha.

Masyarakat setempat kini mengelola sebagian kawasan hutan tersebut menjadi

kawasan wisata mangrove.

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang-surut dan pantai berlumpur (Bengen, 2002).

Hutan mangrove tersebar luas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa

wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Hutan mangrove di dunia mencapai luas

sekitar 16.530.000 ha, sedangkan di Indonesia dilaporkan seluas 3.735.250 ha.

Dengan demikian, luas hutan mangrove Indonesia hampir 50% dari luas

mangrove Asia (Onrizal, 2010). Giri et al. (2011) menuliskan bahwa kekayaan

sumberdaya alam penting dikawasan pesisir Indonesia adalah keberadaan hutan

mangrove yang luas, yaitu sebesar 3.112.989 ha yang merupakan 22,6% dari total

mangrove dunia.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) menunjukkan bahwa

hutan mangrove di desa Lubuk Kertang mengalami kerusakan hutan mangrove

seluas 740 ha (61,67%) dari luas seluruh hutan mangrove 1200 ha. Kerusakan

hutan mangrove tergolong dalam kondisi berat sebesar 528 ha (71,35%) dari luas

total kerusakan mangrove 740 ha. Kerusakan hutan mangrove berdampak negatif

bagi nelayan Desa lubuk Kertang karena menyebabkan biota-biota laut semakin

berkurang, sebelum kerusakan terjadi pendapatan masyarakat nelayan cukup

memadai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pasca terjadinya kerusakan pada

ekosistem mangrove, pendapatan masyarakat nelayan menurun drastis.

Universitas Sumatera Utara


Dalam pengembangan dan pengelolaan ekosistem hutan, pertumbuhan

penduduk memperoleh peringkat teratas sebagai tantangan terbesar dalam proses

mencapai tujuan pengelolaan hutan yang lestari. Manusia hidup berdampingan

dengan alam. Sebagai bagian dari perilaku konsumtif, manusia akan selalu

berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam hal ini termasuk mengelola

dan memanfaatkan sumber daya alam. Naamin (1991), menyatakan bahwa pada

beberapa dekade terakhir ini, pemanfaatan hutan dan ekosistem mangrove terus

meningkat, bukan saja dari segi pemanfaatan lahannya, tetapi juga segi

pemanfaatan pohon mangrovenya, baik secara tradisional maupun komersial. Hal

ini akan menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya alam, dimana

pemanfaatannya belum banyak memperhitungkan kerugian yang berdampak

ekologis.

Pengendalian kerusakan, pelestarikan fungsi biologis dan ekologis

ekosistem hutan mangrove, perlu dilakukan suatu pendekatan yang rasional

dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dan

masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan mangrove secara langsung.

Penerapan sistem ekowisata di ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu

pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Desa

Lubuk Kertang memiliki 638.47 ha kawasan hutan mangrove. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Basyuni el al. (2017) menyataan bahwa pada desa Lubuk

Kertang terdapat 10 jenis mangrove diantaranya Avicennia marina, A. lanata,

Bruguiera sexangula, Rhizophora apiculata, Ceriops tagal, Xylocarpus granatum,

Lumnizera racemosa, Sonneratia caseolaris, Excoearia agallocha dan Acanthus

ilicifolius. Ekowisata Bakau Mas sesuai untuk dijadikan kawasan ekowisata

Universitas Sumatera Utara


dengan daya dukung mencapai 36 orang per hari. Untuk memaksimalkan kegiatan

pemanfaatan kawasan ekowisata perlu dilakukan analisis lebih lanjut dalam

penataan ruang dan kawasan.

Pengembangan ekowisata memerlukan sebuah pendekatan dengan upaya

pengembangan tapak yang optimal, dimana eksplorasi terhadap potensi wisata

dilakukan dengan suatu pendekatan yang tetap menjaga keseimbangan alam

disamping diperolehnya upaya pengembangan potensi estetika yang ada. Sebuah

bentang alam atau landscape dikatakan sebagai good landscape ketika secara

visual, eksplorasi terhadap keindahan dapat dilakukan secara optimal, disamping

upaya pelestarian dan preservasi terhadap nilai – nilai historik dari tapak dapat

dilakukan dengan baik (Simonds, 1983). Pengembangan ekowisata sangat

ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah bagaimana atraksi yang akan

disajikan, bagaimana fasilitas sarana dan prasarana yang tersedia, bagaimana

aksesibilitas yang ada, dan upaya promosi yang harus dilakukan.

Proses analisis terhadap tapak pada pengembangan ekowisata perlu

dilakukan penilaian terhadap lanskap dan tapak. Hal ini berkaitan dengan seberapa

besar sumber daya lanskap yang dimiliki baik itu sumber daya fisik maupun

sumber daya visual, potensi tapak akan ditimpa bencana alam baik secara alami

ataupun akibat aktivitas manusia, upaya menyesuaikan pengembangan ekowisata

dengan kondisi fisik, iklim, dan visual yang ada, dan melakukan prediksi dampak

aktivitas manusia terhadap alam dan lingkungan seandainya pengembangan

ekowisata akan dilakukan (Zain, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk

1. Mendapatkan informasi perencanaan ekowisata mangrove melalui

eksplorasi potensi lanskap berupa unsur-unsur biofisik, ekonomi, dan sosial

tapak.

2. Mendapatkan informasi besarnya nilai ekonomi kawasan ekowisata beserta

harga karcis optimal.

3. Mendapatkan informasi besarnya daya dukung kawasan mangrove terhadap

jumlah pengunjung.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi

pihak pengelola kawasan ekowisata mangrove Bakau Mas di Lubuk Kertang

mengenai perencanaan lanskap ekowisata, nilai ekonomi serta daya dukung

kawasan sehingga ekowisata dapat dikelola fungsi ekologisnya secara lestari

sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Ekowisata

Rumusan ekowisata pertama kali dikemukan oleh Hector Ceballos-

Lascurain pada tahun 1987. Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah

perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau

terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan

menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk

manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa

kini. Rumusan tersebut kemudian disempurnakan oleh Fennell (1999)

mendefinisikan ekowisata sebagai bentuk berkelanjutan berbasis sumber daya

alam pariwisata yang berfokus terutama pada mengalami dan belajar tentang

alam, dan yang berhasil etis dampak rendah, non-konsumtif dan berorientasi lokal

(kontrol, manfaat dan keuntungan dan skala).

Page dan Dowling (2002) meringkas konsep dasar ekowisata menjadi lima

prinsip inti diantaranya sebagai berikut :

1. Nature based (Berbasis alam) : Pengembangan ekowisata didasarkan pada

lingkungan alam dengan focus pada lingkungan biologi, fisik dan budaya.

2. Ecologically sustainable (Berkelanjutan secara ekologis) : Ekowisata

dapat memberikan acuan terhadap pariwisata secara keseluruhan dan dapat

membuat ekologi yang berkesinambungan.

3. Environmentally educative (Pendidikan Lingkungan) : Pengembangan

ekowisata harus mengandung unsur pendidikan atau perilaku seseorang

menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap

pelestarian lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


4. Locally beneficial (Manfaat bagi Masyarakat Lokal) : Pengembangan

ecotourism harus dapat menciptakan keuntungan yang nyata bagi

masyarakat sekitar. Pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan

persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai

social budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar

kawasan.

5. Generates tourist satisfaction (Menghasilkan kepuasan wisatawan) :

Pengembangan ekowisata harus mampu memberikan kepuasan

pengalaman kepada pengunjung untuk memastikan usaha ekowisata dapat

berkelanjutan.

Dalam perkembangannnya, Aoyama (2000) menyatakan beberapa kriteria

standar tentang bagaimana seharusnya ekowisata dilakukan secara umum, yaitu:

- Melestarikan lingkungan, jika ekowisata bukan merupakan satu instrumen

konservasi, maka akan mendegradasi sumberdaya.

- Secara ekonomis menguntungkan, jika tidak menguntungkan, maka tidak

akan ada modal yang kembali untuk konservasi, dan tidak akan ada

insentif bagi pemanfaatan sumberdaya alternatif

- Memberi manfaat bagi masyarakat.

Potensi Kawasan Mangrove sebagai Ekowisata

Menurut Kusmana dan Istomo (1993), pemanfaatan hutan mangrove untuk

rekreasi merupakan terobosan baru yang sangat rasional diterapkan di kawasan

pesisir karena manfaat ekonomis yang dapat diperoleh tanpa mengeksploitasi

mangrove tersebut. Selain itu, hutan rekreasi mangrove dapat menyediakan

Universitas Sumatera Utara


lapangan pekerjaan dan menstimulasi aktivitas ekonomi masyarakat setempat,

sehingga diharapkan kesejahteraan hidup mereka akan lebih baik. Dari segi

kelestarian sumberdaya, pemanfaatan hutan mangrove untuk tujuan rekreasi akan

memberikan efek yang menguntungkan pada upaya konservasi mangrove karena

kelestarian kegiatan rekreasi alam di hutan mangrove sangat bergantung pada

kualitas dan eksistensi ekosistem mangrove tersebut. Potensi rekreasi dalam

ekosistem mangrove antara lain:

1. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis

vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora sp.), akar lutut

(Bruguiera sp.) akar pasak (Sonneratia sp., Avicennia sp.), akar papan

(Heritiera sp.).

2. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih

menempel pada pohon) yang diperlihatkan oleh beberapa jenis vegetasi

mangrove seperti Rhizophora sp. dan Ceriops sp.

3. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai

pedalaman (transisi zonasi).

4. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti

beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk

pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti

babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong,

kepiting, dan sebagainya.

5. Atraksi adat istiadat penduduk setempat yang berkaitan dengan

sumberdaya mangrove.

Universitas Sumatera Utara


6. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan,

tumpang sari, penebangan maupun pembuatan garam, dapat menarik

perhatian wisatawan.

Perencanaan Lanskap Ekowisata

Suatu wilayah bila akan dikembangkan menjadi suatu kawasan pariwisata

membutuhkan strategi perencanaan yang baik, komprehensif dan terintegrasi,

sehingga dapat mencapai sasaran (objektivitas) sebagaimana yang dikehendaki

dan dapat meminimalkan munculnya dampak-dampak yang negatif, baik dari

sudut pandang ekologis, ekonomis maupun sosial budaya dan hukum.

Perencanaan pengembangan pariwisata oleh Gunn (1994) dalam Yahya (1999),

ditentukan oleh keseimbangan potensi sumberdaya dan jasa yang dimiliki dan

permintaan atau minat pengunjung wisata. Komponen penawaran terdiri dari:

atraksi (potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk aktivitas wisata),

transportasi (aksessibilitas), pelayanan informasi dan akomodasi dan sebagainya.

Sedangkan komponen permintaan terdiri dari pasar wisata dan motivasi

pengunjung.

Daerah tujuan wisata mangrove memerlukan adanya identifikasi kawasan

potensial dengan memadukan antara faktor alam dan faktor budaya lingkungan

pesisir. Meminimalisasi dampak negatif akan menjadikan kawasan ini sebagai

kawasan wisata yang berkelanjutan. Disamping itu, keterlibatan masyarakat lokal

dalam kegiatan wisata memberikan daya tarik tersendiri bagi industri wisata.

Kehidupan keseharian masyarakat lokal dapat dijadikan sebagai atraksi wisata dan

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya industri wisata

Universitas Sumatera Utara


tersebut bagi masyarakat akan memacu masyarakat untuk ikut menjaga kelestarian

kawasan wisata.

Proses perencanaan pembangunan pariwisata pembangunan pariwisata

menurut Yoety (1997), dapat dilakukan dalam lima tahap :

1. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan

potensi yang dimiliki.

2. Melakukan penaksiran (assesment) terhadap pasar pariwisata internasional

dan nasional, dan memproyeksikan aliran/lalu lintas wisatawan.

3. Memperhatikan analisis berdasarkan keunggulan daerah (region) secara

komparatif, sehingga dapat diketahui daerah yang permintaannya lebih

besar daripada persediaannya.

4. Melakukan perlindungan terhadap sumberdaya alam dan budaya yang

dimiliki.

5. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal.

Sistem Informasi Geografis dan Google Earth

Dalam mengelola kawasan hutan dengan baik, monitoring kondisi hutan

harus dilakukan secara teratur yang dapat berupa pemetaan hutan atau mendeteksi

perubahan pada tutupan hutan. Teknologi yang ada saat ini telah berkembang di

berbagai bidang, khususnya di bidang computer grafik, basis data, teknologi

informasi, dan teknologi satelit penginderaan jarak jauh. Kondisi seperti ini

menjadikan kebutuhan mengenai penyimpanan, analisa dan penyajian data yang

berstruktur kompleks dengan jumlah besar semakin mendesak. Sehingga

10

Universitas Sumatera Utara


diperlukan suatu system informasi yang secara terintegrasi mampu mengolah baik

data spasial maupun data attribute (Prahasta, 2005).

Data masukan dalam sistem Informasi Geografis dapat bervariasi biasanya

diperoleh dari

a. Data atribut berasal dari data statistik, data sensus, catatan lapangan.

b. Data grafis berasal dari peta analog, foto udara dan citra penginderaan jauh

lainnya dalam bentuk cetak kertas.

c. Data penginderaan jauh dalam bentuk digital

Google Earth merupakan aplikasi yang dapat memudahkan pengguna

mendapatkan peta bumi melalui satelit, kita dapat menampilkan gambar

permukaan bumi pada area/kawasan tertentu yang kita inginkan seperti misalnya

pada kawasan perumahan, pegunungan, lautan dan lainnya. Sistem koordinat yang

ditampilkan oleh Google Earth adalah koordinat dengan ellipsoid referensi World

Geodetic System (WGS) 1984. Semakin rendah tinggi pengamatan suatu wilayah

yang telah terpasang citra quickbird pada google earth maka citra yang

ditampilkan akan semakin jelas (Yuanita, 2013 ).

Valuasi Ekonomi dengan Travel Cost Method

Metode Biaya Perjalanan merupakan metode yang digunakan untuk

memperkirakan nilai rekreasi (recreational value) dari suatu lokasi atau obyek.

Metode ini merupakan metode pengukuran secara tidak langsung terhadap

barang/jasa yang tidak memiliki nilai pasar (non market good or service).

Haab dan McConnell (2003), menyatakan bahwa penerapan Travel Cost Method

11

Universitas Sumatera Utara


dibangun dengan asumsi dasar sebagai berikut sehingga hasil penilaian dan

fungsi permintaan yang diperoleh tidak bias

1. Biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga dari

rekreasi.

2. Waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas atau

disutilitas.

3. Perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multitrips).

Travel cost method (TCM) memiliki tiga pendekatan, yaitu:

1. Zonal travel cost, dapat dilakukan hanya dengan menggunakan data sekunder

dan beberapa data sederhana yang dikumpulkan dari para pengunjung.

2. Individual travel cost, menggunakan sebuah survei yang lebih terperinci

terhadap para pengunjung.

3. Random utility, menggunakan survey dan data-data pendukung lainnya,serta

teknik statistika yang lebih rumit.

Pendekatan biaya perjalanan (travel cost) menggunakan biaya transportasi

atau biaya perjalanan terutama untuk menilai lingkungan pada obyek-obyek

wisata. Pendekatan ini menganggap bahwa biaya perjalanan dan waktu yang

dikorbankan para wisatawan untuk menuju obyek wisata itu dianggap sebagai

nilai lingkungan yang dibayar oleh para wisatawan. Pendekatan biaya perjalanan

diterapkan untuk valuasi SDALH, terutama sekali untuk jasa lingkungan yang

berkaitan dengan kegiatan rekreasi. Di samping itu, pendekatan ini dipakai pula

untuk menghitung surplus konsumen dari SDALH yang tidak mempunyai pasar.

Pendekatan teknik ini dilakukan melalui pertanyaan yang difokuskan pada

peningkatan biaya perjalanan sebagai pasar pengganti.

12

Universitas Sumatera Utara


Nilai atau harga transaksi merupakan kesediaan seseorang untuk

membayar terhadap suatu komoditi yang diperdagangkan dengan harapan dapat

mengkonsumsinya dan mendapatkan kepuasan darinya. Biasanya biaya yang

dikeluarkan untuk membayar tarif masuk tidak sebanding dengan manfaat atau

kepuasan yang diterima oleh pemakai. Sehingga untuk menghitung nilai total dari

surplus konsumen dilakukan melalui perhitungan kurva permintaan dari

pemanfaatan tempat rekreasi tersebut secara aktual. Kurva permintaan yang

dibentuk menunjukkan hubungan antara biaya perjalanan dan jumlah kunjungan

diamsumsikan mewakili permintaan untuk rekreasi. Dalam hal ini diamsumsikan

bahwa biaya perjalanan mewakili harga rekreasi dan jumlah kunjungan mewakili

kuantitas rekreasi.

Penelitian tentang Penilaian Ekonomi Kawasan Ekowisata dengan Travel


Cost Method

• Yessi Mei Nina Simanjuntak : Analisis nilai ekonomi dan sosial ekowisata

Tangkahan (studi kasus di desa Namo Sialang dan desa Sei Serdang

kecamatan Batang Serangan kabupaten Langkat Sumatera Utara) tahun

2009 diperoleh nilai ekonomi kawasan ekowisata Tangkahan sebesar

Rp 113.812.336.000,00 dengan harga karcis yang diberlakukan sebesar

Rp 2.000,00 dengan nilai pendapatan yang diterima pengelola sebesar

Rp 16.984.000/tahun.

• Hotman Siregar : Analisis nilai ekonomi dan tingkat kunjungan di obyek

wisata alam air terjun Sipiso-piso kabupaten Karo tahun 2010 diperoleh

nilai ekonomi kawasan wisata alam air terjun Sipiso-piso sebesar

Rp 14.708.461.662,00 dengan harga karcis yang diberlakukan sebesar Rp

13

Universitas Sumatera Utara


2.300,00 dengan nilai pendapatan yang diterima pengelola sebesar

Rp 179.181.500/tahun.

• Zulka Hidayati : Analisis nilai ekonomi keberadaan wisata alam danau

siais di kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2012 diperoleh nilai ekonomi

kawasan sebesar Rp.364.326.492/tahun.

Daya Dukung Ekowisata Mangrove

Salah satu indikator dalam pengelolaan ekowisata adalah daya dukung

(Cifuentes, 1992), guna menunjang pengelolaan yang berkesinambungan

(sustainable development). Daya dukung merupakan jumlah maksimum orang

yang boleh mengunjungi suatu tempat wisata pada saat bersamaan tanpa

menimbulkan kerusakan lingkungan fisik, ekonomi, sosial budaya dan penurunan

kepuasan wisatawan. Pengembangan suatu objek wisata memiliki perencanaan

yang baik jika jumlah pengunjung tidak melampaui kapasitas daya dukungnya.

Daya dukung hutan mangrove menurut Soerianegara (1993) adalah

kemampuan sumberdaya hutan mangrove dalam mempertahankan fungsi dan

kualitasnya tanpa mengurangi kemampuan memberi fasilitas pelayanan berupa

rekreasi alam. Daya dukung rekreasi alam adalah kemampuan sumberdaya untuk

mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi

yang diinginkan. Daya dukung menyangkut daya dukung fisik lokasi dan daya

dukung sosial. Menurut WTO, dalam Pengembangan Ekotourisme Segara Anakan

tahun 1998, standar daya dukung kegiatan hutan wisata adalah 15 orang per

hektar.

14

Universitas Sumatera Utara


Salah satu yang menyebabkan konsep ekowisata berdampak negatif adalah

tingkat kunjungan yang melewati batas daya dukung kawasan wisata, terutama

daya dukung fisik. Tingkat kunjungan yang berlebih tentu akan menurunkan

kualitas kawasan ekowisata. Untuk menjaga kualitas lingkungan objek wisata dari

dampak negatif diperlukan upaya pengelolaan yang terpadu. Salah satunya adalah

melihat kemampuan kawasan terutama kondisi fisiknya untuk menerima jumlah

maksimum pengunjung tanpa menimbulkan kerusakan atau menurunnya kualitas

kenyamanan pengunjung. Dalam konteks ekowisata, konsep kemampuan suatu

kawasan wisata untuk menerima jumlah maksimum pengunjung dinyatakan

dengan konsep daya dukung (carrying capacity).

Daya dukung yang terlampaui akan menimbulkan gangguan/usikan pada

ekosistem. Ekosistem yang terusik masih dapat pulih kekeadaan semula, jika

gangguan tersebut tidak melebihi ambang batasnya. Daya tahan ekosistemyang

besar menunjukkan bahwa ekosistem mampu menghadapi gangguan, sehingga

perubahan-perubahan yang terjadi akibat gangguan itu masih ditolerir bahkan

ekosistem mampu pulih kembali dan menuju pada kondisi keseimbangan

(Muhammad, 2012).

15

Universitas Sumatera Utara


METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2017 sampai dengan bulan

Agustus 2017 di dusun II Paluh Tabuhan desa Lubuk Kertang kecamatan Brandan

Barat kabupaten Langkat. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen

Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera

Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari alat pengambilan data

dan alat analisis data. Alat pengambilan data yang digunakan adalah GPS,

kamera, kuisioner dan aplikasi Google Earth. Alat analisis data yang digunakan

adalah ArcGIS 10.3, Ms. Excel, PASW Statistic.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian tersedia dalam tabel 1, peta lokasi

penelitian tersedia dalam gambar 1:

Tabel 1. Jenis dan bentuk data yang diperlukan


No Jenis Data Unit Data Kegunaan
1 - Citra Google Earth Penginderaan dan
- SRTM perancangan lanskap
2 Biofisik
- Lokasi tapak Letak, luas, dan batas tapak Inventarisasi dan
analisis tapak
- Aksesibilitas Jaringan jalan, fasilitas Inventarisasi dan
analisis tapak
- Vegetasi dan satwa Pola penyebaran, intensitas Data tapak
- Daya dukung kawasan Jumlah pengunjung yang dapat Analisis tapak
ditampung kawasan
3 Ekonomi
- Valuasi ekonomi kawasan Informasi nilai ekonomi Analisis nilai ekonomi
metode biaya perjalanan
(Travel Cost Method)
4 Sosial
- Keadaan sosial tapak Identitas, persepsi, preferensi Data sosial
- Perencanaan pengembangan
kawasan

16

Universitas Sumatera Utara


17

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Prosedur Penelitian

5. Analisis Sosial Pengunjung dan Preferensi Pengelola

Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara

dengan pihak pengelola kawasan ekowisata (interview) serta melakukan observasi

(pengamatan) di lapangan. Data yang dikumpulkan meliputi :

1. Data karakteristik responden (umur, mata pencaharian, pendidikan formal,

jumlah anggota keluarga, pendapatan dan lama tinggal).

2. Sejarah tapak dan pemahaman atau persepsi masyarakat lokal tentang

ekowisata mangrove.

3. Preferensi dan rencana pembangunan dan pengelolaan kawasan ekowisata.

2. Valuasi Ekonomi Kawasan dengan Travel Cost Method

Penilaian ekonomi yang dipilih pada penelitian ini menggunakan metode

Travel Cost Method. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui biaya rata-rata yang

dikeluarkan oleh pengunjung obyek wisata atau wisatawan untuk menduga

seberapa besar nilai ekonomi dalam setiap melakukan kegiatan kunjungan wisata

dan untuk mendapatkan suatu kurva permintaan rekreasi obyek wisata tersebut.

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan biaya perjalanan,

yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif.

Adapun variable yang akan dianalisis dengan metode biaya perjalanan adalah:

a) Jumlah pengunjung per tahun

b) Daerah asal pengunjung

c) Biaya transportasi pulang dan pergi

d) Biaya konsumsi

e) Biaya dokumentasi

18

Universitas Sumatera Utara


f) Biaya lain-lain

Untuk menghitung biaya perjalanan dapat dilakukan dengan beberapa

tahapan seperti dalam Sulistiyono (2007) sebagai berikut:

1. Menduga jumlah pengunjung dari masing-masing daerah asal pengunjung

(zone) berdasarkan wawancara dengan responden

Zi = Pi x ∑Y
Keterangan:

Pi : Persentase kunjungan dari zone i


Zi : Jumlah pengunjung dari zone i
∑Y : Jumlah seluruh kunjungan

2. Menentukan besarnya biaya perjalanan rata-rata dari jumlah total biaya

perjalanan yang dikeluarkan selama melakukan perjalanan atau kegiatan

rekreasi.

BPR = TR + D + KR + L
Keterangan:

BPR : Biaya perjalanan rata-rata (Rp/orang)


TR : Biaya transportasi (Rp/orang)
D : Biaya dokumentasi (Rp/orang)
KR : Biaya konsumsi selama berwisata (Rp/orang)
L : Biaya lain-lain (Rp/orang)

3. Menentukan biaya perjalanan rata-rata zone i

Xli = ∑ Bpi
Ni

Keterangan:

Xli : Biaya perjalanan rata-rata daerah asal i


Bpi : Biaya perjalanan hasil pengambilan contoh
Ni : Jumlah populasi daerah asal i

4. Menentukan laju kunjungan per 1000 orang zone i dalam satu tahun
LKi = ∑JPi
∑JPT

19

Universitas Sumatera Utara


Keterangan:

LKi : Laju kunjungan pengunjung zone i


JPi : Jumlah pengunjung zone i
JPT : Jumlah populasi pengunjung zone i

5. Menentukan nilai ekonomi wisata

Total kesediaan untuk membayar pengunjung adalah luas daerah dibawah

kurva permintaan jasa wisata pada tingkat harga yang berlaku. Kurva permintaan

jasa nilai ekonomi wisata dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2. Kurva permintaan jasa nilai ekonomi ekowisata

Kurva pada gambar 2 menunjukkan bahwa daerah segitiga Y1Y2Q adalah

daerah surplus konsumen yang merupakan karakteristik untuk mengetahui tingkat

kepuasan para konsumen yang menikmati secara langsung nilai dari kawasan

wisata alam. Daerah yang berbentuk persegi panjang OX2QY2 dan segitiga

QX1X2 merupakan pendapatan yang diperoleh dari tingkat harga karcis masuk ke

kawasan wisata alam tersebut. Nilai ekonomi kawasan wisata alam dapat

ditentukan dengan rumusan :

NE = Pd + SK

Keterangan:

NE : Nilai ekonomi kawasan wisata alam


Pd : Pendapatan yang masuk ke pengelola kawasan wisata alam
SK : Surplus konsumen

20

Universitas Sumatera Utara


3. Daya Dukung Kawasan

Boulin (1985) dalam Wiharyanto (2007) merumuskan sebuah formula

matematis untuk menentukan daya dukung pengunjung dalam sebuah area wisata

dengan standar individu sebagai berikut:

Menurut WTO, dalam Pengembangan Ekotourisme Segara Anakan tahun 1998,

standar daya dukung kegiatan ekotourisme hutan wisata adalah 15 orang per

hektar.

4. Perencanaan Lanskap Ekowisata

Penelitian ini dibatasi pada kegiatan inventarisasi, analisis, sistesis, dan

perencanaan lanskap ekowisata mangrove Bakau Mas. Kegiatan ini diawali

dengan pengambilan data, mengamati keadaan umum tapak, dan visual tapak.

Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dianalisis sehingga diketahui apa

saja yang menjadi potensi dan kendala tapak tersebut dalam pengembangannya

menjadi kawasan ekowisata.

Hasil yang diperoleh pada kegiatan inventarisasi dan analisis akan

dikembangkan sebagai masukan untuk pembuatan desain gambar perencanaan.

Output desain dapat disajikan dengan memanfaatkan GIS sehingga diperoleh

informasi detail tentang kondisi spasial tapak. Kegiatan perencanaan lanskap pada

penelitian ini dapat digambarkan pada bagan gambar 3.

21

Universitas Sumatera Utara


Inventarisasi

Biofisik Citra Google Earth dan Pengunjung dan


SRTM pengelola
Memperoleh data
vegetasi dan satwa Memperoleh data kondisi Memperoleh data valuasi
visual, deliniasi, dan kelerengan ekonomi kawasan,
kawasan mangrove preferensi pengelola dan
tapak
beserta daya dukung pengunjung
kawasan

Analisis

Kendala Potensi

Sintesis

Pembagian Zona Zona Ekowisata

Perencanaan

Gambar rancangan
Konsep ruang Jalur Sirkulasi Tata Hijau
tapak (site plan)

Gambar 3. Bagan alur perencanaan lanskap ekowisata mangrove (Zain, 2008)

22

Universitas Sumatera Utara


KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kondisi Geografi dan Iklim

Kecamatan Brandan Barat terletak di kabupaten Langkat yang secara

geografis berada pada posisi 04º 06' 16" – 03º 57' 18" LU dan 98º 18' 42" – 98º 11'

49" BT. Brandan barat berbatasan dengan Pangkalan Susu disebelah utara, Sei

Lepan disebelah selatan, Besitang disebelah barat, dan Babalan serta Selat Malaka

disebelah timur. Brandan barat terletak di ketinggian 4 meter di atas permukaan

laut dengan luas wilayah mencapai 8980 ha (89,80 km2) atau sekitar 1,43% dari

total luas Kabupaten Langkat. Kondisi geografi dan iklim kecamatan Brandan

Barat disediakan dalam tabel 2.

Tabel 2. Statistik geografi dan iklim kecamatan Brandan Barat


Uraian Satuan 2015
Luas km2 89,80
Lahan pertanian km2 70,40
- Sawah km2 14,62
- Bukan sawah km2 56,78
Lahan non pertanian km2 19,40
Ketinggian dpl M 4
Curah hujan Mm 1575
Hari hujan Hari 141
Sumber : BPP Kecamatan Brandan

Kecamatan Brandan Barat terdiri dari 6 desa/kelurahan dengan 4

diantaranya merupakan desa pesisir yang juga merupakan desa swakarya.

Kelurahan Tangkahan Durian merupakan ibukota kecamatan Brandan Barat

dengan jarak 1 km dari kantor kecamatan. Sedangkan desa Lubuk Kertang

merupakan desa/ kelurahan terjauh dari ibukota kecamatan dengan jarak 13 km ke

kantor kecamatan.

Selama tahun 2015, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober

sebesar 351 mm dengan lama hari hujan sebanyak 18 hari. Curah hujan terendah

23

Universitas Sumatera Utara


terjadi pada bulan Maret sebesar 7 mm dengan hari hujan sebanyak 6 hari. Hujan

terjadi secara konsisten pada setiap bulannya dengan intensitas curah hujan dan

hari yang berbeda. Informasi jumlah hari dan curah hujan di kecamatan Brandan

Barat tersedia dalam tabel 3.

Tabel 3. Curah hujan dan hari hujan menurut bulan tahun 2015
Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan
Januari 147 14
Februari 31 9
Maret 7 6
April 36 11
Mei 217 11
Juni 75 7
Juli 152 12
Agustus 148 13
September 189 14
Oktober 351 18
November 145 14
Desember 77 12
Total 1575 141
Rata-rata 131,25 11,75
Sumber : UPTD Pertanian Kecamatan Brandan Barat

Kondisi Kependudukan dan Tata Guna Lahan

Desa Lubuk Kertang merupakan desa dengan luas terbesar di kecamatan

Brandan Barat, sedangkan desa Kelantan merupakan desa dengan luas wilayah

terkecil di kecamatan Brandan Barat. Lubuk Kertang dengan luas 30,26 km2

menempati 33,70% wilayah Brandan Barat sedangkan Kelantan hanya

menempati 0,47% dengan luas 0,42 km2. Luas wilayah tersedia dalam tabel 4.

Tabel 4. Luas wilayah menurut desa/kelurahan tahun 2015


Desa/Kelurahan Luas (Km2) Rasio terhadap total luas kecamatan (%)
Tangkahan Durian 13,20 14,70
Sei Tualang 11,36 12,65
Lubuk Kasih 9,97 11,10
Pangkalan Batu 16,70 18,60
Perlis 7,89 8,79
Lubuk Kertang 30,26 33,70
Kelantan 0,42 0,47
Jumlah 89,80 100
Sumber : BPS Kabupaten Langkat 2016

24

Universitas Sumatera Utara


Desa Lubuk Kertang memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Lahan non

pertanian hanya mencapai seperempat jumlah luas lahan pertanian. Namun pada

kategori lahan pertanian yang mendominasi adalah lahan bukan sawah. Hal ini

dimungkinkan oleh meluasnya lahan perkebunan kelapa sawit pada desa Lubuk

Kertang. Tanaman Kelapa Sawit merupakan tanaman perkebunan terluas dengan

luas tanam mencapai 830 hektar dan produksi mencapai 13.054,80 ton serta 172

kw/ha. Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah di kecamatan Brandan

Barat tersedia dalam tabel 5. (Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan

KabupatenLangkat).

Tabel 5. Luas wilayah menurut jenis penggunaan tanah dan desa/kelurahan tahun 2015
(ha)
Desa/Kelurahan Luas Lahan Pertanian Luas Lahan Non Jumlah
Luas Sawah Luas Bukan Sawah Pertanian
Tangkahan Durian 120 894 306 1320
Sei Tualang 20 832 284 1136
Lubuk Kasih 168 618 211 997
Pangkalan Batu 350 984 336 1670
Perlis 19 574 196 789
Lubuk Kertang 675 1752 599 3026
Kelantan 10 24 8 42
Jumlah 1362 5678 1940 8980
Sumber : UPTD Pertanian Kecamatan Brandan Barat

Jumlah penduduk terbanyak terdapatdi kelurahan Tangkahan Durian yaitu

sebanyak 4.569 jiwa, lalu diikuti oleh desa Perlis sebanyak 4.501 jiwa dan

kelurahan Pangkalan Batu sebanyak 4.454 jiwa. Sedangkan, penduduk paling

sedikit berada didesa Kelantan sebanyak 1.293 jiwa. Desa Kelantan merupakan

desa yang paling padat penduduknya yaitu3.079 jiwa/km² dan desa Lubuk

Kertang merupakan desa dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu 100 jiwa/km².

Informasi luas, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk dirinci menurut

desa/kelurahan tahun 2015 di kecamatan Brandan Barat tersedia dalam tabel 6.

25

Universitas Sumatera Utara


Tabel 6. Luas, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk dirinci menurut desa/kelurahan
tahun 2015
Desa/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah Penduduk* Kepadatan Penduduk/Km2
Tangkahan Durian 13,20 4569 346,14
Sei Tualang 11,36 1959 172,45
Lubuk Kasih 9,97 3134 314,34
Pangkalan Batu 16,70 4454 266,71
Perlis 7,89 4501 570,47
Lubuk Kertang 30,26 3039 100,43
Kelantan 0,42 1293 3078,57
Jumlah 89,80 22949 255,56
Keterangan : * Hasil proyeksi Sensus Penduduk 2010
Sumber : BPS Kabupaten Langkat 2016

Kondisi Ekonomi

Kecamatan Brandan Barat memberikankontribusi sebesar 1,38 persen

terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Langkat pada tahun 2015.

Pada tahun 2015, dari PAD yang ditargetkan sebesar 282,49 juta rupiah tidak

dapat memenuhi target dan hanya dapat merealisasikan dana sebesar 183,50 juta

rupiah atau 64,96 persen. Informasi mengenai pendapatan asli dan pajak bumi dan

bangunan di kecamatan Brandan Barat tersedia dalam tabel 7.

Tabel 7. Pendapatan asli daerah kecamatan Brandan Barat


Anggaran 2015
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (dalam satuan juta rupiah)
Target 282,49
Realisasi 183,50
Presentase 64,96
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Target 245,00
Realisasi 152,25
Presentase 62,14
Sumber : UPTD Pendapatan Kecamatan Brandan Barat

Kondisi Aksesibilitas

Panjang jalan kabupaten di kecamatan Brandan Barat pada tahun 2015

sepanjang 17,98 km. Dari total panjang jalan yang ada 10,15 km atau 56,45%

yang sudah diaspal sementara 7,83 km atau 57,14% masih dikerikil. Kondisi jalan

26

Universitas Sumatera Utara


di kecamatan Brandan Barat tidak begitu memadai karena hanya 21,69% jalan

dalam kondisi yang baik (3,90 km), sedangkan 79,31% jalan kecamatan yang ada

dalam keadaan sedang dan rusak (14,08 km). Informasi kondisi dan panjang jalan

di kecamatan Brandan Barat tersedia dalam tabel 8.

Tabel 8. Panjang jalan kabupaten di kecamatan Brandan Barat menurut jenis jalan tahun
2015 (km)
Jenis Jalan Panjang Jalan (Km)
Aspal 10.15
Kerikil 7.83
Batu -
Tanah -
Jumlah 17.98
Sumber : BPS Kabupaten Langkat 2016

Ekowisata Bakau Mas

Ekowisata Bakau Mas terletak di dusun II Paluh Tabuhan desa Lubuk

Kertang, kecamatan Brandan Barat kabupaten Langkat. Kawasan ekowisata

berada pada 4º 04' 10" LU dan 98º 17' 07" BT. Kawasan ini berbatasan dengan

perkebunan kelapa sawit disebelah timur dan selatan dimana terdapat beberapa

alur sungai yang mengalir dari kawasan ekowisata melewati kawasan perkebunan

kelapa sawit yang bermuara di selat Malaka. Pada arah barat kawasan ini

berbatasan dengan kawasan mangrove yang dikelola oleh masyarakat sebagai

hutan kemasyarakatan.

Tabel 9 berikut menunjukkan rincian dan gambar kondisi terkini dari

ekowisata Bakau Mas berdasarkan interpretasi di lapangan. Data yang

ditampilkan adalah sarana dan prasarana yang sudah tersedia di lapangan.

27

Universitas Sumatera Utara


Tabel 9. Sarana dan prasarana ekowisata Bakau Mas pada kondisi terkini
No. Sarana / Gambar Keterangan
Prasarana
1 Aksesibilitas Jalan umum pada desa sudah
berupa aspal namun jalan
menuju kawasan ekowista
masih berupa tanah dan kerikil
yang dipadatkan. Jalan pada
kawasan ekowisata sebagian
mengalami pengaruh pasang
surut air laut.

2 Vegetasi Terdapat 10 jenis mangrove


dengan dengan kerapatan yang
cukup tinggi. Data jenis
mangrove tersedia dalam tabel
10.

3 Satwa Terdapat 6 kelompok fauna


yang terdapat pada ekowisata.
Data jenis fauna yang terdapat
di ekowisata Bakau Mas
tersedia dalam tabel 11.

4 Parkiran - Kawasan parkir terdapat di


sebelah timur dekat dengan
jalan. Kawasan parkir dibangun
berupa pondok membelakangi
kawasan ekowisata dengan
tinggi ± 2 meter dengan lebar ±
6 meter dimana terdapat
dinding pada ketiga sisi kecuali
sisi yang merupakan tempat
memasukkan kendaraan.
Kendaraan yang ditampung
hanya sepeda motor, untuk
parkiran mobil digunakan
sebagian badan jalan.
5 Gerbang Gerbang ekowisata dibangun
dengan beton setinggi ± 3.5
meter dengan lebar ± 2 meter.
Gerbang berada pada pinggir
jalan dan terhubung langsung
dengan Boardwalk.

28

Universitas Sumatera Utara


No. Sarana / Gambar Keterangan
Prasarana
6 Boardwalk Pengembangan kegiatan
ekowisata masih hanya
terfokus di sekitar jalan arah
selatan. Akses untuk
melakukan kegiatan ekowisata
adalah boardwalk sejauh
kurang lebih 500 meter dari
jalan primer. Boardwalk dibuat
dari kayu mangrove dan batang
sawit yang diikat atau
dipakukan satu sama lain.
7 Kantin Kantin berada di antara
gerbang ekowisata dan
kawasan parkir. Kantin
dibangun dengan kayu dan
menyerupai pondok dengan
ukuran panjang 3 meter dan
lebar 6 meter.

8 Gazebo Gazebo dibangun dengan


ukuran 3 x 3 meter. Gazebo
diangun seperti layaknya
bangunan lain yang terdapat di
kawasan ekowisata yaitu
berbahan dasar kayu dengan
atap yang ditutupi daun.
Tempat duduk yang berukuran
lebih kecil dari gazebo
disediakan secara merata di
kawasan ekowisata.
9 Toilet - Toilet kawasan ekowisata
masih berupa toilet darurat
yang terdapat di seberang jalan
sebelah selatan kawasan
ekowisata.
10 Kotak Biaya Kawasan ekowisata belum
Masuk menyediakan karcis masuk.
Sebagai pengganti, pihak
pengelola menempatkan sebuah
kotak untuk menampung biaya
masuk yang terdapat di sisi
Boardwalk pada jarak 10 meter
setelah gerbang..

29

Universitas Sumatera Utara


30
Gambar 4. Peta ekowisata Bakau Mas

Universitas Sumatera Utara


HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Vegetasi dan Satwa Ekowisata Bakau Mas

Sari (2011), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

keadaan hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang serta bagaimana dampak

kerusakan hutan mangrove terhadap sosial ekonomi masyarakat nelayan

tradisional di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat, jenis mangrove di

desa Lubuk Kertang pada dusun II, III, dan IV adalah Rhizopora dan Nypa.

Menurut Basyuni et al. (2017) di kawasan ekowisata Bakau Mas terdapat sepuluh

jenis mangrove yaitu Avicennia marina, Avicennia lanata, Bruguiera sexangula,

Rhizophora apiculata, Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Lumnizera racemosa,

Sonneratia caseolaris, Excoearia agallocha dan jenis Acanthus ilicifolius. Data

jumlah dan kerapatan jenis mangrove pada ekowisata Bakau Mas tersedia dalam

tabel 10.

Tabel 10. Jumlah dan kerapatan jenis mangrove tingkat pohon


Spesies Jumlah Individu Kerapatan Jenis (ind/ha)
St 1 St 2 St 3 St 1 St 2 St 3
Rhizophora apiculata 67 53 74 1340 1060 1480
Ceriops tagal 17 13 0 340 260 0
Avicennia lanata 29 0 4 580 0 80
Lumnizera racemosa 6 0 0 120 0 0
Scyphiphora hydrophyllacea 1 0 0 20 0 0
Excoearia agallocha 22 0 0 440 0 0
Bruguiera sexangula 0 3 0 0 60 0
Sonneratia caseolaris 0 2 0 0 40 0
Xylocarpus granatum 0 8 0 0 160 0
Total 142 79 79 2840 1580 1560
Sumber : Basyuni et al. (2017)

Jenis fauna yang terdapat di ekosistem mangrove, terdiri dari berbagai

kelompok, yaitu: mangrove avifauna, mangrove mamalia, mollusca, crustacea,

dan fish fauna (Tomascik et al. 1997). Basyuni et al. (2017) menuliskan bahwa

31

Universitas Sumatera Utara


berdasarkan penelitian di kawasan ekowisata Bakau Mas terdapat 6 kelompok

fauna dengan data jenis seperti tersedia dalam tabel 11.

Tabel 11. Jenis fauna ekowisata mangrove Bakau Mas


No. Jenis dan Nama Fauna Stasiun Pengamatan
1 2 3
1 Burung
• Walet (Collacalia fuciphaga) + + +
• Elang laut (Haliaetus leucogaster ) - - +
• Bangau putih (Bubulcus ibis) - - +

2 Reptil
• Biawak (Varanus salvator) - - +
• Ular belang (Boiga dendriphila) - + +
• Kadal (Mabouia multifasciata) + - +
3 Mamalia
• Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) + + +
• Tupai (Tupaia glis) - + +
• Musang (Martes flavigula) - - +
4 Ikan
• Sembilang (Plotosus canius) - + -
• Gelodok (Periopthalmus modestus) + + +
• Kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus) - + -
5 Moluska
• Siput tanduk (Cerithidea cingulata) + + +
• Keong teleskop (Telescopium telescopium) - - +
• Siput nenek (Cerithidea quadrata) + - +
• Keong rare (Murex trapa) + + -
• Kerang bakau (Polymesoda bengalensis) + + -
6 Krustacea
• Kepiting bakau (Scylla serrata) + - +
• Kepiting ungu pemanjat (Metapograpsus sp.) + - +
• Udang windu (Panaeus monodon) + + +
• Udang putih (Panaeus merguensis) + - -
Sumber : Basyuni et al. (2017)
Keterangan : + : ada
- : tidak ada

B. Daya Dukung Kawasan

Cooper et al. (1996) menyatakan bahwa masalah dampak suatu kegiatan

seperti pariwisata, baik pariwisata massal maupun ekoturisme terkait erat dengan

konsep daya dukung. Aktivitas wisata tidak dapat dipungkiri memiliki dampak

terhadap karakteristik sosial, budaya lingkungan, serta ekonomi dari daerah yang

dikunjungi. Dampak ini diyakini dapat meningkat seiring dengan jumlah

pengunjung sehingga muncul penjelasan bahwa mungkin terdapat suatu garis

32

Universitas Sumatera Utara


batas keberadaan pengunjung dimana jika jumlah pengunjung melampaui batas-

batas tersebut, maka dampak menjadi tidak dapat diterima.

Daya dukung secara fisik ekowisata Bakau Mas adalah sebagai berikut:

a. Kawasan dibuka selama ±8 jam per hari

b. Area yang tersedia bagi pengunjung 0,5 ha

c. Rata-rata waktu maksimal yang dihabiskan oleh pengunjung dalam kawasan

ekowisata selama 1,5 jam. Jika kegiatan ekowisata dibuka selama 8 jam maka

perputaran pengunjung dapat dilakukan sebanyak 5 kali per hari.

Daya dukung = Luas lahan yang digunakan pengunjung (m2)


Rata-rata standart individu (m2)
= 5.000 m2
666,67 m2
= 7,5

Koefisien perputaran = 8 jam/ 1,5 jam


= 5

Total pengunjung per hari = 7,5 x 5


= 38 pengunjung per hari

Dalam setiap jamnya, ekowisata Bakau Mas dapat menampung 8 orang

dan dalam satu hari dapat menampung 38 orang. Hal ini disebabkan lahan yang

digunakan untuk kegiatan ekowisata masih sebagian kecil dikarenakan

pembangunan yang terbatas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pihak

Basyuni et al. (2017), indeks kesesuaian ekosistem mangrove untuk kegiatan

ekowisata dengan mempertimbangkan potensi ekologis ekowisata, area yang

digunakan dan waktu yang dihabiskan pengunjung di ekowisata Bakau Mas

Lubuk Kertang adalah 36 orang/hari. Jumlah pengunjung yang dapat ditampung

oleh suatu kawasan ekowisata bergantung pada luas lahan yang digunakan untuk

33

Universitas Sumatera Utara


kegiatan ekowisata, lama tempat wisata beroperasi dalam satu hari, dan waktu

yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata.

C. Valuasi Ekonomi Kawasan

Pendugaan permintaan terhadap manfaat intangible seperti rekreasi dapat

dilakukan dengan pendekatan metode biaya perjalanan. Secara umum, jumlah

biaya perjalanan ini termasuk biaya pergi pulang ditambah dengan nilai uang dari

waktu yang dihabiskan untuk perjalanan dan rekreasi (Davis dan Jhonson, 1987).

Pada penilaian ekonomi kawasan ekowisata Bakau Mas data yang dikumpulkan

berupa informasi asal pengunjung, biaya perjalanan pulang pergi pengunjung,

biaya konsumsi yang dihabiskan selama melakukan kegiatan ekowisata, harga

tiket masuk kawasan, serta biaya lain-lain seperti biaya parkir, biaya menyewa

peralatan, dan biaya dokumentasi.

Data dianalisis untuk kemudian ditentukan nilai manfaat dari kegiatan

ekowisata. Data hasil analisis berupa daerahasal pengunjung, jumlah populasi

daerah pengunjung, biaya perjalanan rata-rata dan lajukunjungan per 1000

penduduk, dan biaya perjalanan rata-rata. Data pengunjung untuk memperoleh

persamaan regresi nilai manfaat wisata tersedia dalam tabel 12.

Tabel 12. Data pengunjung untuk memperoleh persamaan regresi nilai manfaat wisata
Laju
Jumlah Populasi Kunjungan
Daerah Jumlah Prosentase Daerah Jumlah per 1000 Biaya
Asal Sampel Pengunjung Pengunjung Pengunjung orang Perjalanan
No Pengunjung Pengunjung (%) (orang) (orang) (pembulatan) Rata-rata
3
1 Binjai 11 21,57 264687 785 1.597.000
1
2 Medan 10 19,61 2210624 714 1.415.000
3
3 Langkat 30 58,82 1013385 2141,18 1.000.000

Total 51 100.00 3640 1.337.333

34

Universitas Sumatera Utara


Persamaan regresi linear dapat diperoleh dengan menjadikan laju

kunjungan per 1000 penduduk sebagai variabel terikat (Y) dan biaya perjalanan

rata-rata sebagai variabel bebas (X). Hasil analisis regresi menunjukkan suatu

persamaan regresi yang menjadi persamaan untuk pendugaan nilai manfaat

ekonomi rekreasi. Dengan memperoleh persamaan dapat ditunjukkan suatu

hubungan antara biaya perjalanan dan laju kunjungan. Adapun persamaan regresi

yang diperoleh yaitu :

Y = 3,443 - 8,30 E-07 X

Pada persamaan terdapat hubungan bernilai negative yang menunjukkan

hubungan terbalik antara variable terikat (laju kunjungan) dan variable bebas

(biaya perjalanan). Hal ini dapat diartikan dengan semakin tingginya biaya

perjalanan maka laju kunjungan akan semakin rendah dan sebaliknya jika biaya

perjalanan rendah maka laju kunjungan semakin tinggi. Hufschmidt et al. (1987)

menyatakan bahwa pada permintaan rekreasi alam, semakin jauh tempat tinggal

seseorang dari suatu tempat rekreasi tertentu maka permintaan rekreasi terhadap

tempat tersebut semakin rendah , dan sebaliknya bila untuk para konsumen yang

tempat tinggalnya dekat dengan rekreasi maka permintaannya akan semakin

meningkat. Dalam kaitannya dengan surplus konsumen, para konsumen yang

datang dari tempat jauh dengan biaya mahal akan dianggap memiliki surplus

konsumen yang rendah. Sebaliknya bila mereka yang bertempat tinggal lebih

dekat maka dengan biaya perjalanan yang rendah akan memiliki surplus

konsumen yang lebih besar.

Nilai ekonomi kawasan wisata alam dapat ditentukan dari total kesediaan

membayar seluruh pengunjung pada tingkat harga karcis tanda masuk yang

35

Universitas Sumatera Utara


berlaku. Total kesediaan untuk membayar oleh pengunjung adalah luas daerah

dibawah kurva permintaan jasa wisata pada tingkat harga yang berlaku.

Permintaan pengunjung terhadap ekowisata mangrove tersedia dalam bentuk

kurva pada gambar 5.

60000
Harga Tiket Masuk (Rp/orang)

50000

40000

30000

20000

10000

0
0
2598
2600
2601
2603
2605
2606
2610
2611
2613
2615
2617
2618
2620
2622
2623
2625
2627
2628
2630
3188
8174
8179
8185
8191
8197
8200
8208
8214
8220
Jumlah Pengunjung (orang)/ tahun

Gambar 5. Kurva permintaan ekowisata mangrove bakau mas

Simulasi harga dimulai dari 0 sampai Rp 58.000,00 dimana harga tiket

yang berlaku saat ini adalah Rp 2.000,00. Simulasi harga berhenti pada tingkat

harga Rp 58.000,00 dimana jumlah kunjungan bernilai 0. Hal ini dapat diartikan

bahwa pada harga Rp 58.000,00 tidak ada orang yang bersedia berkunjung ke

daerah ekowisata tersebut. Untuk harga yang berlaku saat ini yaitu Rp 2.000,00

kawasan ekowisata dikunjungi oleh 8.214 orang dengan surplus konsumen

sebesar Rp 80.544.113,00 dan nilai pendapatan yang masuk ke pengelola sebesar

Rp 16.428.129,00 setiap tahunnya dimana nilai tersebut hanya diperoleh dari hasil

penjualan tiket saja belum termasuk biaya lain yang dikeluarkan pengunjung

dalam kegiatan ekowisata.

36

Universitas Sumatera Utara


Hasil perhitungan menunjukkan bahwa penerimaan pihak pengelola akan

maksimum pada saat harga tiket masuk sebesar Rp 16.000,00/orang dengan

perkiraan jumlah pengunjung mencapai 8.174 orang/tahun. Pada keadaan ini

pihak pengelola akan memperoleh sebesar Rp 130.776.808,00. Besarnya nilai

manfaat rekreasi adalah Rp 96.613.402,00 atau rata-rata kesediaan membayar

pengunjung mencapai Rp 11.820,00/orang sedangkan surplus konsumen mencapai

Rp 34.163.406,00. Hasil perhitungan nilai ekonomi tersedia dalam lampiran.

Surplus konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan

oleh pembeli untuk suatu produk dan adanya kesediaan membayar. Surplus

konsumen mencerminkan manfaat yang diperoleh karena dapat membeli semua

barang dengan tingkat harga rendah yang sama (Pomeroy, 1992). Berdasarkan

analisis data, pada kondisi aktual luas kawasan yang dimanfaatkan sebanyak 0.5ha

dengan harga karcis sebesar Rp 2.000,00 diperoleh nilai surplus konsumen

sebesar Rp 80.544.113,00 dengan jumlah pendapatan yang masuk ke pengelola

Rp 16.428.129,00 maka diperoleh nilai ekonomi kawasan ekowisata Bakau Mas

sebesar

NE = SK + PD

= Rp 80.544.113,00+ Rp 16.428.129,00

= Rp 96.972.243,00

Fungsi permintaan dari daerah rekreasi akan dinilai dengan menggunakan

biaya perjalanan sebagai representasi dari nilai atau harga lokasi kunjungan

tersebut. Jika lokasi kunjungan adalah barang lingkungan maka besarnya biaya

perjalanan itu akan dipandang sebagai nilai yang diperoleh oleh penyediaan

barang lingkungan tersebut (Yunu, 1999). Nilai ekonomi suatu kawasan dapat

37

Universitas Sumatera Utara


bertambah jika diiringi dengan penyediaan jasa yang mampu menarik pengunjung

untuk meningkatkan kesediaan membayarnya terhadap keberadaan ekowisata

tersebut.

D. Kondisi Sosial serta Preferensi Pengunjung dan Pengelola

1. Karakteristik Responden

Sample yang digunakan dalam penilaian ekonomi kawasan ekowisata

berjumlah 51 orang dengan cakupan usia 13-16 sebanyak 9 orang, usia 17-26

sebanyak 35 orang, usia 27-36 sebanyak 6 orang, dan usia 37-46 sebanyak 1

orang,. Data responden tersedia dalam lampiran. Responden didominasi oleh pria

dengan perbandingan 27 orang : 24 orang. Pada table dapat dilihat bahwa

persentase responden yang mewakili didominasi oleh pria dan kelompok umur 17-

26 tahun, hal ini mungkin disebabkan karena pria lebih senang menghabiskan

waktu untuk rekreasi di alam sementara wanita tidak terlalu menyukai jenis

rekreasi ini. Sementara pada kelompok umur 17-26 kemungkinan didorong oleh

keinginan untuk bepergian serta didukung oleh kondisi keuangan yang mencukupi

dan waktu yang tersedia. Data tabulasi umur dan jenis kelamin responden terdapat

dalam tabel 13 berikut.

Tabel 13. Tabulasi data umur dan jenis kelamin responden


No. Kelompok Umur Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
1 13 – 16 9 17
2 17 – 26 35 68
3 27 – 36 6 11
4 37 – 46 1 1
No. Jenis Kelamin Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
1 Laki-laki 27 52
2 Perempuan 24 48

Tidak ada kriteria khusus untuk menentukan atau memilih responden.

Tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah SMU sebanyak 26

38

Universitas Sumatera Utara


orang kemudian responden dengan tingkat pendidikan di perguruan tinggi

sebanyak 19 orang. Responden paling sedikit adalah dengan tingkat pendidikan

SMP sebanyak 6 orang dimana mereka adalah pengunjung yang berasal dari desa

sekitar kawasan ekowisata. Data tabulasi tingkat pendidikan responden tersedia

dalam tabel 14.

Tabel 14. Tabulasi tingkat pendidikan responden


No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
1 SMP 6 11
2 SMA/U/K 26 50
3 Perguruan Tinggi 19 37
Total 51 100

Responden sebanyak 60% tidak bekerja, hal ini disebabkan karena

sebagian besar sampel masih menempuh pendidikan sehingga tidak diwajibkan

untuk bekerja. Sebanyak 19% responden memilih jenis pekerjaan lain-lain

sebanyak 19% bekerja sebagai wiraswasta. Responden secara keseluruhan

menyatakan bahwa tujuan kunjungan untuk melakukan kegiatan rekreasi dan

menikmati kegiatan wisata. Tingkat pendapatan responden didominasi diangka

kurang atau sama dengan Rp 0,00 sebanyak 33 orang kemudian diikuti oleh

tingkat pendapatan Rp 500.000,00 sampai Rp 2.000.000,00 sebanyak 10 orang

dan paling sedikit adalah responden dengan tingkat pendapatan diatas Rp

4.000.000,00 sebanyak 1 orang. Data tabulasi jenis pekerjaan dan pendapatan

responden tersedia dalam tabel 15.

Tabel 15. Tabulasi jenis pekerjaan dan pendapatan responden


No. Jenis Pekerjaan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
1 Wiraswasta 10 19
2 Lain-lain 10 19
4 Tidak bekerja 31 60
Total 51 100
No. Tingkat Pendapatan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
1 Rp 0 33 64
2 > Rp 500.000,00 1 1
3 Rp 500.000,00 – Rp 2.000.000,00 10 19
4 Rp 2.000.000,00 – Rp 4.000.000,00 6 11
5 > Rp 4.000.000,00 1 1

39

Universitas Sumatera Utara


Total 51 100

Berdasarkan data hasil kuisioner, sebanyak 70 % menyatakan bahwa

mereka menyukai kawasan ekowisata mangrove Bakau Mas sedangkan 30 % lagi

menyatakan bahwa mereka hanya cukup menyukai. Pembangunan sarana dan

prasarana untuk memenuhi kebutuhan ekowisata pada kawasan ini masih perlu

diperbaiki dan lebih dimaksimalkan area yang tersedia. Sebanyak 68 % responden

menyatakan bahwa mereka nyaman berada di kawasan ekowisata dan 32 % lagi

menyatakan cukup menyukai.

Responden menilai kawasan ekowisata perlu lebih ditata, terdapat

beberapa kekurangan yang cukup vital diantaranya ketersediaan toilet yang

kondisinya kurang baik serta minimnya air bersih. Pada kawasan ekowisata dapat

dijumpai tempat ibadah namun tidak tersedia air bersih untuk memenuhi

kebutuhan ibadah. Kondisi hutan mangrove yang cukup rapat menyebabkan

banyak nyamuk. Kondisi ini memang hal yang biasa dijumpai di kawasan hutan

namun beberapa responden mengaku tidak nyaman dengan hal tersebut.

Pelayanan dari petugas sebaiknya perlu ditingkatkan lagi, berdasarkan data

diperoleh bahwa hanya sebanyak 52% responden yang puas terhadap pelayanan

dan 48% lainnya hanya memberi penilaian cukup puas. Data tabulasi preferensi

serta tanggapan responden terhadap kenyamanan dan pelayanan petugas tersedia

dalam tabel 16.

Tabel 16. Tabulasi preferensi serta tanggapan responden terhadap kenyamanan dan
pelayanan petugas
No. Preferensi Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
1 Menyukai 36 70
2 Cukup menyukai 15 30
No. Kenyamanan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
1 Nyaman 35 68
2 Cukup nyaman 16 32
No. Pelayanan Petugas Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
1 Memuaskan 27 52

40

Universitas Sumatera Utara


2 Cukup puas 24 48

2. Kondisi Sosial Pengelola dan Tapak

Ekowisata Bakau Mas terletak di dusun II Paluh Tabuhan, desa Lubuk

Kertang, kecamatan Brandan Barat, kabupaten Langkat. Ekowisata ini dikelola

oleh kelompok swadaya masyarakat yang bernama kelompok tani dan nelayan

Bakau Mas. Kelompok swadaya ini diketuai oleh Rukun Karo-karo dengan

anggota sekitar 20 kepala keluarga yang bekerja sebagai nelayan maupun petani.

Ekowisata ini dulunya merupakan kawasan hutan yang dijaga sebagai hutan desa.

Namun beberapa tahun terakhir ada oknum tertentu yang mengambil sedikit demi

sedikit hasil hutan kayu dari kawasan ini dan sebagian lahannya dimanfaatkan

sebagai tambak.

Kelompok swadaya Bakau Mas prihatin terhadap kondisi hutan mangrove

yang perlahan mulai habis, sehingga mereka berinisiatif untuk membuat kawasan

ini menjadi kawasan ekowisata. Mereka beranggapan bahwa dengan menjadikan

kawasan tersebut sebagai kawasan ekowisata maka kondisi dan keutuhan hutan

mangrove dapat terjaga dari oknum yang mencoba untuk mengeksploitasi

kawasasan tersebut.

Kegiatan pembangunan untuk kegiatan ekowisata dimulai pada Februari

2016, dimana terdapat civitas akademik dari Universitas Sumatera Utara yang

turut membantu pembangunan dalam melaksanakan program pengabdian

masyarakat. Kegiatan ekowisata dilakukan dengan menyusuri boardwalk

sepanjang 500 meter di dalam kawasan mangrove, selain itu juga terdapat

beberapa aula dan mushola yang dibangun di tengah kawasan.

41

Universitas Sumatera Utara


Kawasan ekowisata Bakau Mas hingga saat ini belum memiliki izin usaha

yang legal dikarenakan adanya perbedaan pandangan antara kelompok Bakau Mas

dengan kelompok swadaya lain di desa tentang bagaimana seharusnya

memberdayagunakan kawasan mangrove. Kelompok Bakau Mas berpendapat

bahwa selain memberdayagunakan, hutan mangrove juga harus dijaga

kelestariannya. Solusinya adalah dengan menjadikan kawasan tersebut sebagai

wahana untuk berwisata alam. Selain memperoleh aspek estetika, karbon, dan

terjaganya kawasan hutan, juga akan diperoleh manfaat ekonomi hasil

penggunaan jasa ekowisata. Masyarakat sekitar sangat mendukung terhadap

adanya kawasan ekowisata ini. Pembangunan yang minim akibat kurangnya dana

mengakibatkan kawasan ini kurang dimasimalkan potensinya baik dari segi luas

kawasan maupun potensi alamnya.

3. Preferensi Pengelola dan Pengunjung

Mayoritas masyarakat yang terdapat di desa Lubuk Kertang berprofesi

sebagai nelayan dan petani. Hal ini ditengarai oleh kondisi wilayah yang terletak

berdekatan dengan laut. Pihak pengelola ekowisata berencana untuk membangun

kolam pancing dan rumah makan di dalam kawasan untuk meningkatkan minat

pengunjung terhadap kawasan ekowisata Bakau Mas. Kawasan ekowisata

mempunyai beberapa lahan bekas tambak yang terletak di tengah kawasan

ekowisata mangrove. Hal ini perlu dinilai lebih lanjut apakah kegiatan

pemancingan dan pembukaan restoran dapat difasilitasi di dalam kawasan

ekowisata mengingat bahwa suatu kawasan mempunyai batas daya dukung juga

dampak lingkungan yang nantinya akan ditimbulkan.

42

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil kuisioner, pengunjung ekowisata menyarankan beberapa

fasilitas untuk disediakan dalam kawasan mangrove. Fasilitas berupa sarana dan

prasarana yang disarankan oleh pengunjung antara lain :

- Jalan, beberapa bagian badan jalan dipengaruhi oleh pasang surut air laut

sehingga pada saat kondisi pasang kendaraan tidak dapat melewati jalan

utnuk menuju kawasan ekowisata.

- Toilet dan penyediaan air bersih, pada kawasan ekowisata hanya terdapat

toilet darurat yang mungkin akan menyebabkan ketidaknyamanan saat

menggunakannya begitu juga dengan ketersediaan air bersih. Selain itu

pada kawasan ekowisata juga terdapat sebuah mushola namun tidak

tersedia air bersih yang dapat digunakan untuk kepentingan ibadah.

- Menara pandang, pengunjung berharap dapat melakukan interpretasi

kawasan mangrove dari ketinggian. Selain sebagai alat interpretasi

mangrove, menara juga dapat digunakan untuk interpretasi satwa.

- Perahu, salah satu spot menarik pada kawasan ekowisata adalah sungai

yang mengalir di kawasan ekowisata. Menyusuri sungai dengan perahu

atau canoe akan memberi pengalaman tersendiri dalam menginterpretasi

hutan mangrove.

Gambar 8. Sungai yang terdapat pada kawasan ekowista dapat dijadikan sebagai salah
satu potensi kegiatan ekowisata di Bakau Mas

43

Universitas Sumatera Utara


E. Potensi dan Kendala Lanskap Kawasan Mangrove Bakau Mas sebagai
Obyek Ekowisata Hutan Mangrove

Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis untuk kemudian

diketahui potensi, kendala, dan sintesis. Potensi adalah segala hal di dalam dan

luar tapak yang bersifat menguntungkan bagi tapak dan penggunanya.

Pengembangan potensi tapak dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan fungsi

ekologis dari tapak terhadap keseimbangan ekosistem serta untuk meningkatkan

estetika tapak yang merupakan daya tarik utama dalam pengembangan kawasan

ekowisata. Sintesis merupakan pemanfaatan potensi yang ada pada tapak dengan

baik dan mengendalikan kendala atau masalah-masalah yang ada dari hasil

inventarisasi. Data inventarisasi potensi dan kendala ekowisata mangrove Bakau

Mas tersedia dalam tabel 17.

Tabel 17. Potensi dan kendala lanskap ekowisata mangrove di Bakau Mas
No. Unsur Lanskap Potensi Kendala Sintesis
1 Lokasi dan tata Lokasi mudah dijangkau • Pemanfaatan Memanfaatkan
guna lahan dan dapat dikembangkan kawasan sebagai kekayaan
beberapa macam wisata ekowisata belum sumberdaya
maksimal dari alam dan kawasan
segi luas dengan
• Ruang meningkatkan
penerimaan pembangunan
untuk kegiatan sarana dan prasana
ekowisata kegiatan ekowisata
kurang luas dan
kurang layak

No. Unsur Lanskap Potensi Kendala Sintesis


2 Aksesibilitas Jalan menuju tapak sudah • Jalan masih • Jalan diperbaiki
baik dan dapat dilalui berupa tanah dan dengan melapisi
kendaraan baik roda 2 kerikil yang dengan aspal
maupun roda 4 atau lebih dipadatkan atau
• Beberapa bagian mempertinggi
jalan masih badan jalan
terpengaruh yang terkena
pasang surut air pengaruh
laut pasang surut
• Tidak terdapat dengan tanah
akses untuk dan kerikil
melakukan wisata • Pembuatan
air dermagaperahu
sebagaialternatif

44

Universitas Sumatera Utara


pengunjunguntu
k melintasi
hutanmangrove
melalui jalurair
3 Topografi dan Kawasan ekowisata ini Sebagian besar • Membangun
Kelerengan cukup landai, dengan kelas kawasan akses jalan yang
kelerengan 2-15 m dipengaruhi oleh dapat dilalui
mendominasi kawasan pasang surut air laut meski terjadi
tersebut pasang
• Membatasi
penggunaanlahan
yang
terpengaruhioleh
pasang surut air
laut
4 Vegetasi dan Terdapat 10 jenis Struktur vegetasi Merehabilitasi
satwa mangrove dengan pada beberapa hutan
beberapa kumpulan yang bagian terganggu mangrove di
memiliki umur sudah akibat adanya beberapa
cukup tua ekploitasi sebelum lokasi yang
dibuka kegiatan mengalami
ekowisata kerusakan dan
menata
tanaman lainnya di
jalur
akses menuju hutan
mangrove
5 Daya dukung Daya dukung kawasan Minimnya sarana Mengoptimalkan
kawasan dapat ditingkatkan untuk kegiatan pembangunan dan
mengingat luas kawasan ekowisata penataan kawasan
sekitar 50 ha dengan mengakibatkan ekowisata dengan
membangun sarana dan daya dukung memanfaatkan
prasarana yang kawasan hanya seluruh luasan
mendukung kegiatan berkisar 38 orang kawasan
ekowisata pada kondisi terkini
6 Pengunjung Minat pengunjung Kurangnya fasilitas Peningkatan
terhadap hutan pendukung fasilitas
mangrove terlihat di ekowisata. sarana dan
kalangan pelajar dan prasarana
mahasiswa. dalam mendukung
ekowisata untuk
meningkatkan
kenyamanan dan
ketertarikan
pengunjung
terhadap hutan
mangrove.
7 Masyarakat Dukungan Pengetahuan Perlu dilakukan
masyarakat terhadap masyarakat tentang penyuluhan dan
pengembangan ekowisata masih pelatihan serta
ekowisata hutan perlu pemberdayaan
mangrove tinggi. ditingkatkan. mengenai
kegiatan ekowisata
hutan mangrove.

45

Universitas Sumatera Utara


F. Konsep Dasar dan Pengembangan Ekowisata

Ekowisata Bakau Mas perlu direncanakan dengan memperhatikan

kelestarian sumberdaya kawasan. Pengembangan potensi dilakukan dalam upaya

untuk meningkatkan fungsi ekologis dari tapak terhadap keseimbangan ekosistem

tapak itu sendiri. Ekowisata diharapkan dapat memberi pengalaman dan

pengetahuan tentang ekosistem mangrove. Obyek utama pada wisata ini adalah

ekosistem sebagai habitat flora dan fauna. Pengembangan kawasan sebagai

ekowisata selain memberi hasil hutan kayu diharapkan dapat memberi pengertian

kepada pengunjung tentang berbagai jasa lingkungan yang dihasilkannya, seperti

pentingnya ekosistem mangrove bagi habitat flora dan fauna, kegunaan mangrove

sebagai penghasil oksigen dan penyerap karbon, kegunaan hasil hutan non kayu

sebagai bahan makanan atau sebagai bahan obat-obatan, zonasi mangrove sebagai

penahan abrasi pantai, dan lain-lain.

Pengembangan kawasan ekowisata diharapkan dapat menampung

persepsi, budaya, dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem mangrove.

Selain sebagai tempat wisata, kawasan ini diharapkan dapat dimanfaatkan

masyarakat sebagai sarana berinteraksi untuk meningkatkan sosial dan ekonomi.

Aoyama (2000) menyatakan beberapa kriteria standar tentang bagaimana

seharusnya eko-turisme yang telah diterima secara umum, yaitu:

- Melestarikan lingkungan, jika ekowisata bukan merupakan satu instrumen

konservasi, maka akan mendegradasi sumberdaya.

- Secara ekonomis menguntungkan, jika tidak menguntungkan, maka tidak

akan ada modal yang kembali untuk konservasi, dan tidak akan ada insentif

bagi pemanfaatan sumberdaya alternatif

46

Universitas Sumatera Utara


- Memberi manfaat bagi masyarakat.

G. Perencanaan dan Perancangan

Untuk mendukung kegiatan ekowisata, kawasan wisata memerlukan

beberapa sarana dan prasarana untuk pelayanan wisatawan. Semua fasilitas harus

dirancang dan ditempatkan dengan baik agar tidak mengganggu bentang alam dan

kelestarian lingkungan. Sarana danprasarana seperti jalan, restoran, pusat

informasi, toilet, dan lain-lain harus dibangun untuk memenuhi kebutuhan

wisatawan. Pembangunan tersebut harus mempertimbangkan aspek pelestarian

lingkungan dan meminimalkan dampak negatif yang timbul (Tuwo,2011).

Perputaran pengunjung perlu diatur sedemikian rupa sehingga perlu

diketahui daya dukung kawasan untuk perencanaan tata ruang. Daya dukung

secara fisik rencana lanskap ekowisata Bakau Mas adalah sebagai berikut:

d. Kawasan dibuka selama ±8 jam per hari

e. Kawasan yang tersedia bagi pengunjung 42,2 ha

f. Rata-rata waktu maksimal yang dihabiskan oleh pengunjung dalam kawasan

ekowisata diperkirakan sekitar 3 jam. Jika kegiatan ekowisata dibuka selama

8 jam maka perputaran pengunjung dapat dilakukan sebanyak 2 kali per hari.

Daya dukung = Luas lahan yang digunakan pengunjung (m2)


Rata-rata standart individu (m2)
= 422.000 m2
666,67 m2
= 63,29

Koefisien perputaran = 8 jam / 3jam


= 2,6

Total pengunjung per hari = 63,29 x 2,6


= 164 pengunjung per hari

47

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penilaian ekonomi yang dilakukan, jika harga karcis optimal

diberlakukan yaitu senilai Rp 16.000,00 diperkirakan jumlah pengunjung

sebanyak 8174/tahun yang artinya kawasan ekowisata hanya dikunjungi sebanyak

22 orang per harinya. Pihak pengelola perlu melakukan suatu usaha untuk

menaikkan minat pengunjung agar mencapai jumlah kunjungan yang optimal.

Keberhasilan dari proses perancangan dan perencanaan tapak yang akan

dikembangkan bagi kawasan ekowisata, sangat ditentukan oleh proses analisis

tapak yang baik dan benar. Hal ini akan menentukan keberhasilan pengelolaan

lanskap ekowisata yang berekelanjutan (Zain, 2008). Aktivitas wisata akan

diarahkan secara individu maupun kelompok. Kegiatan wisata dapat dilakukan

dengan jalur darat yaitu dan jalur air.

48

Universitas Sumatera Utara


49
Gambar 7. Peta rencana lanskap ekowisata Bakau Mas bagian 1

Universitas Sumatera Utara


1. Rencana Bagian 1

- Ruang Penerimaan dan Jalur Sirkulasi

Ruang penerimaan merupakan ruang yang pertama kali didatangi oleh

pengunjung. Pada rencana 1 ruang penerimaan dimulai dari pertigaan jalan utama

sampai ke ruang pelayanan. Ruang penerimaan hanya berupa jalan yang akan

dilalui oleh pengunjung untuk mencapai ruang pelayanan. Pada gambar 7 ditandai

dengan garis berwarna merah.

Jalur sirkulasi merupakan akses yang digunakan pengunjung untuk

mencapai ruang dalam kegiatan ekowisata. Jalur yang sudah tersedia berupa tanah

dan kerikil yang dipadatkan sudah cukup baik namun terdapat beberapa bagian

yang masih terpengaruh pasang surut air laut. Untuk perbaikannya perlu dinilai

ketinggian jalan yang tepat agar akses terbebas dari rendaman air. Pada rencana 1,

terdapat tiga jenis jalur sirkulasi yang akan digunakan untuk kegiatan ekowisata

diantaranya boardwalk yang ditandai dengan garis berwarna kuning, jalan setapak

yang ditandai dengan warna hitam serta jalur sungai yang ditandai dengan warna

ungu pada gambar 7. Boardwalk yang sudah tersedia pada kondisi terkini tetap

digunakan sebagai akses untuk ekowisata ditandai dengan garis berwarna biru

pada gambar 7.

Rencana 1 terdapat dua bagian jalur boardwalk. Bagian pertama dimulai

dari boardwalk yang sudah tersedia pada kondisi terkini dilanjutkan ke arah timur

membelah kawasan. Bagian pertama dikhususkan untuk interpretasi mangrove

dengan jalur darat.Perputaran pengunjung dimulai dengan jalan setapak dari ruang

pelayanan kearah selatan yang ditandai warna hitam pada gambar 7 menuju

boardwalk yang tersedia pada kondisi terkini yang ditandai dengan warna biru.

50

Universitas Sumatera Utara


Kegiatan dilanjutkan dengan menggunakan boardwalk yang ditandai dengan

warna kuning menuju arah timur dan berakhir pada jalan setapak yang terdapat

pada arah utara. Jalan setapak ini digunakan untuk kembali ke ruang pelayanan.

Bagian kedua terletak disebelah selatan bagian pertama. Bagian ini

disediakan boardwalk mengelilingi kawasan mangrove yang dibatasi oleh sungai.

Jalur sungai dapat digunakan pengunjung dengan mengunjungi boardwalk bagian

kedua. Perputaran pengunjung dimulai menggunakan jalan setapak dari ruang

pelayanan kearah selatan yang ditandai dengan garis berwarna hitam melewati

boardwalk yang ditandai garis warna biru pada gambar 7 menuju garis yang

ditandai warna kuning. Boardwalk dibuat setengah melingkar sehingga jalan

keluar berada pada arah selatan. Di pertengahan jalur terdapat dermaga yang

memfasilitasi jalur sungai yang ditandai garis berwarna ungu pada gambar 7.

Penentuan kawasan yang digunakan sebagai jalur dipilih berdasarkan

kontur dan penampakan visual daerah yang kering atau tidak terendam air dan

kosong atau tidak ditumbuhi mangrove. Jalan dipilih memotong kontur dan

diusahakan bukan merupakan bagian terluar dari kontur. Hal ini untuk

menghindari jalan terpengaruh pasang surut. Bagian yang kering dan kosong

dipilih agar mempermudah pembangunan jalan dan tidak menggangu

pertumbuhan mangrove. Panjang jalur pada kawasan ekowisata tersedia dalam

tabel 18.

Tabel 18. Rencana jenis dan panjang jalur ekowisata Bakau Mas bagian 1
Jenis Jalur Panjang Jalur (m)
Boardwalk 2310,58
Jalan Setapak 1318,31
Jalur Sungai 1721,13
Total 5632,54
Sumber : Digitasi pada Google Earth

51

Universitas Sumatera Utara


- Ruang Pelayanan

Ruang pelayanan berfungsi sebagai ruang persiapan kegiatan ekowisata.

Pada rencana 1 ruang pelayanan dipilih lahan bekas tambak yang berada di

sebelah barat kawasan ekowisata. Kawasan dengan luas 1,60 ha ini dipilih karena

dekat dengan kawasan ekowisata. Ruang pelayanan akan dibangun beberapa

sarana dan prasarana yang dapat digunakan pengunjung sebagai persiapan untuk

melakukan kegiatan ekowisata. Beberapa sarana dan prasarana yang akan

dibangun adalah sebagai berikut:

1. Gerbang ekowisata : gerbang dibangun pada jalan masuk menuju ruang

pelayanan dengan lebar 4 meter dan tinggi 4 meter. Hal ini dimaksudkan agar

sirkulasi pengunjung yang masuk dan keluar dapat berjalan dengan lancar.

Tinggi gerbang akan memungkinkan kendaraan berupa bus masuk ke dalam

ruang pelayanan.

2. Lahan parkir : parkiran diarahkan pada arah timur gerbang seluas 450 m2

dengan lebar 10 x 45 meter. Berdasarkan hasil kuisioner pengunjung yang

datang ke kawasan ekowisata sebanyak 63% menggunakan sepeda motor, 25%

menggunakan mobil, dan 12% menggunakan bus atau sejenis kendaraan

umum. Lahan parkir sebaiknya dibedakan atas tiga jalur untuk masing-masing

jenis kendaraan.

3. Pusat informasi mangrove : bangunan untuk pusat informasi akan dibangun

dengan lebar 10 x 20 meter. Pusat informasi berisi informasi maupun hasil

penelitian mengenai mangrove. Informasi mengenai kawasan, kegiatan dan

peraturan serta keselamatan pengunjung dalam ekowisata dapat dijumpai pada

pusat informasi.

52

Universitas Sumatera Utara


4. Loket karcis : loket dibangun dekat dengan gerbang masuk untuk memudahkan

pengunjung yang akan melakukan kegiatan ekowisata.

5. Ruang berdoa/Mushola : bagi pengunjung yang ingin melakukan kegiatan

ibadah disediakan mushola.

6. Rumah makan : rumah makan dibangun untuk memfasilitasi kebutuhan

pengunjung setelah melakukan kegiatan ekowisata atau sebelum kegiatan

ekowisata. Rumah makan sebaiknya menawarkan jasa untuk memasak hasil

pancingan pengunjung.

7. Toilet

- Ruang Penyangga

Ruang ini merupakan area perlindungan terhadap flora dan habitat fauna

hutan mangrove. Ruang penyangga pada kawasan ekowisata seluas 11,46 ha

ditandai dengan warna hijau tua pada gambar 7. Pemilihan kawasan ini dilakukan

dengan mempertimbangkan kerapatan vegetasi berdasarkan analisis vegetasi yang

dilakukan oleh Basyuni et al. (2017). Pengamatan secara visual melalui citra

Google Earth dan kontur kawasan juga menjadi bahan pertimbangan memilih

kawasan ekowisata. Mangrove dengan kerapatan yang cukup tinggi melalui

pengamatan visual dari citra serta terletak pada garis kontur bagian dalam dipilih

sebagai kawasan penyangga. Mangrove yang tumbuh dekat dengan kawasan

sungai juga menjadi pertimbangan untuk memilih kawasan penyangga.

- Ruang Ekowisata

Ruang ekowisata adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas

utama wisata. Ruang ekowisata tersedia seluas 42,20 ha.Kawasan ini dilengkapi

53

Universitas Sumatera Utara


dengan jalur darat berupa jalan setapak dan boardwalk sepanjang 3628,89 meter

dan jalur air sepanjang 1721,13 meter sebagai akses untuk interpretasi kawasan

mangrove. Sebagai interpretasi untuk satwa seperti burung disediakan menara

pandang yang ditandai dengan angka 10 pada gambar 7. Gazebo disediakan

sebanyak 6 buah yang tersebar merata di kawasan ekowisata ditambah dengan 5

buah pada kondisi existing. Gazebo dibangun untuk memfasilitasi pengunjung jika

ingin berdiskusi atau beristirahat. Penempatan gazebo diatur memiliki jarak yang

optimal satu sama lain. Gazebo dibangun dengan ukuran 4 x 3 meter atau 3 x 3

meter tergantung kondisi lapangan. Kolam pancing disediakan pada lahan bekas

tambak yang ditandai angka 9 pada gambar 7. Kelebihan dan kekurangan pada

perencanaan 1 tersedia dalam tabel 19.

Tabel 19. Kelebihan dan kekurangan rencana lanskap ekowisata Bakau Mas bagian 1
No. Ruang Kelebihan Kekurangan
1 Sirkulasi Kendaraan digunakan hanya - Sebagian lahan yang digunakan
sampai ruang pelayanan jadi untuk jalan setapak merupakan jalan
tidak perlu melewati jalan yang yang digunakan penduduk sebagai
terkena pengaruh pasang surut jalan umum atau bukan merupakan
jika ingin melakukan kegiatan bagian yang dikelola sebagai
ekowisata pada saat keadaan kawasan ekowisata
pasang - Pada saat kondisi pasang,
pengunjung harus melepaskan
sepatu yang digunakan untuk
mencapai kawasan ekowisata karena
sebagian jalan akan terendam air.
2 Pelayanan - Fasilitas sarana dan prasarana - Lahan yang digunakan sebagai
seperti informasi, toilet, ruang pelayanan bukan merupakan
rumah makan, lahan parkir bagian milik ekowisata
tersedia - Lahan yang digunakan merupakan
- Lahan bebas pengaruh pasang bekas tambak sehingga perlu
surut material dan tenaga lebih untuk
maintenance atau perbaikan agar
tercipta kondisi yang diinginkan
3 Penyangga - -
4 Ekowisata Kawasan dapat dimanfaatkan Kegiatan memancing dapat merusak
secara optimal sehingga daya ekosistem kawasan jika tidak
dukung kawasan dapat ditetapkan batasan pengunjung yang
bertambah diperbolehkan untuk memancing
dalam satu hari

54

Universitas Sumatera Utara


55
Gambar 8. Peta rencana lanskap ekowisata Bakau Mas bagian 2

Universitas Sumatera Utara


2. Rencana Bagian 2

- Ruang Penerimaan dan Jalur Sirkulasi

Ruang penerimaan merupakan ruang yang pertama kali didatangi oleh

pengunjung. Pada rencana 2 ruang penerimaan ditandai dengan garis merah pada

gambar 8 yang dimulai dari simpang dari jalan utama menuju ruang pelayanan.

Ruang penerimaan hanya berupa jalan yang akan dilalui oleh pengunjung untuk

mencapai ruang pelayanan.

Jalur sirkulasi merupakan akses yang digunakan pengunjung untuk

mencapai ruang dalam kegiatan ekowisata. Pada rencana 2 jalur sirkulasi tersedia

dalam jalur darat dan jalur air. Jenis dan panjang jalan tersedia dalam tabel 20.

Tabel 20. Rencana jenis dan panjang jalur ekowisata Bakau Mas bagian 2
Jenis Jalur Panjang Jalur (meter)
Boardwalk 1193
Jalan Setapak 510
Jalur Sungai 2375
Total 4078
Sumber : Digitasi pada Google Earth

Perputaran pengunjung pada rencana 2 diawali dengan melakukan

interpretasi melalui boardwalk pada ujung ruang pelayanan yang ditandai dengan

garis berwarna kuning pada gambar 8. Jalur boardwalk rencana terhubung dengan

jalur boardwalk yang sudah tersedia pada kondisi terkini. Pada ujung sungai

terdapat sebuah dermaga yang untuk memfasilitasi interpretasi melalui jalur air.

Jalur boardwalk berakhir di pinggir kawasan dan disambung dengan jalan setapak

untuk kembali ke ruang pelayanan. Untuk melakukan interpretasi melalui jalur air,

tersedia sebuah dermaga di ujung ruang pelayanan. Jalur air ditandai dengan garis

berwarna ungu pada gambar 8.

56

Universitas Sumatera Utara


- Ruang Pelayanan

Ruang pelayanan berfungsi sebagai ruang persiapan kegiatan ekowisata.

Pada rencana 2 ruang pelayanan dipilih lahan bekas tambak dan lahan kosong

yang berada di sebelah utara kawasan ekowisata. Kawasan dengan luas 1,3 ha ini

dipilih karena dekat dengan kawasan ekowisata. Ruang pelayanan akan dibangun

beberapa sarana dan prasarana yang dapat digunakan pengunjung sebagai

persiapan untuk melakukan kegiatan ekowisata. Beberapa sarana dan prasarana

yang akan dibangun adalah sebagai berikut:

1. Gerbang ekowisata : gerbang dibangun pada ujung jalan masuk menuju ruang

pelayanan dengan lebar 2 meter dan tinggi 4 meter. Jalan yang tersedia

berupa tanah hanya dapat memuat sebuah kendaraan. Jalan menuju kawasan

ekowisata sebaiknya dimaintenance agar tidak menimbulkan debu saat

kemarau atau longsor saat musim hujan. Salah satu contoh adalah dengan

pengaplikasian paving block.

2. Lahan parkir : parkiran diarahkan pada lahan yang pertama dijumpai pada

ruang pelayanan seluas 450 m2 dengan lebar 10 x 45 meter. Berdasarkan hasil

kuisioner pengunjung yang datang ke kawasan ekowisata sebanyak 63%

menggunakan sepeda motor, 25% menggunakan mobil, dan 12% menggunakan

bus atau sejenis kendaraan umum. Lahan parkir sebaiknya dibedakan atas tiga

jalur untuk masing-masing jenis kendaraan.

3. Pusat informasi mangrove : bangunan untuk pusat informasi akan dibangun

dengan lebar 10 x 20 meter. Pusat informasi berisi informasi maupun hasil

penelitian mengenai mangrove. Informasi mengenai kawasan, kegiatan dan

57

Universitas Sumatera Utara


peraturan serta keselamatan pengunjung dalam ekowisata dapat dijumpai pada

pusat informasi.

4. Loket karcis : loket dibangun sekitar 50 meter setelah gerbang masuk untuk

memudahkan pengunjung yang akan melakukan kegiatan ekowisata.

5. Ruang berdoa/Mushola : bagi pengunjung yang ingin melakukan kegiatan

ibadah disediakan mushola.

6. Rumah makan : rumah makan dibangun untuk memfasilitasi kebutuhan

pengunjung setelah melakukan kegiatan ekowisata atau sebelum kegiatan

ekowisata. Rumah makan sebaiknya menawarkan jasa untuk memasak hasil

pancingan pengunjung.

7. Toilet

- Ruang Penyangga

Ruang ini merupakan area perlindungan terhadap flora dan habitat fauna

hutan mangrove. Ruang penyangga pada rencana 1 dan 2 disamakan yaitu seluas

11,46 ha ditandai dengan warna hijau tua pada gambar 8.

- Ruang Ekowisata

Ruang ekowisata adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas

utama wisata. Ruang ekowisata tersedia seluas 42,2 ha.Kawasan ini dilengkapi

dengan jalur darat berupa jalan setapak dan boardwalk sepanjang 1703 meter dan

jalur air sepanjang 2375 meter sebagai akses untuk interpretasi kawasan

mangrove. Sebagai interpretasi untuk satwa seperti burung disediakan menara

pandang yang ditandai dengan angka 11 pada gambar 8. Gazebo disediakan

sebanyak 3 buah yang tersebar merata di kawasan ekowisata ditambah dengan 5

58

Universitas Sumatera Utara


buah pada kondisi existing. Gazebo dibangun untuk memfasilitasi pengunjung jika

ingin berdiskusi atau beristirahat. Penempatan gazebo diatur memiliki jarak yang

optimal satu sama lain. Gazebo dibangun dengan ukuran 4 x 3 meter atau 3 x 3

meter tergantung kondisi lapangan. Kolam pancing disediakan pada lahan bekas

tambak yang ditandai angka 9 pada gambar 8. Kolam disediakan pada lahan bekas

tambak yang berada pada posisi terluar kawasan ekowisata. Kelebihan dan

kekurangan pada perencanaan 2 tersedia dalam tabel 21.

Tabel 21. Kelebihan dan kekurangan rencana lanskap ekowisata Bakau Mas bagian 2
No. Ruang Kelebihan Kekurangan
1 Sirkulasi Lahan bebas pengaruh pasang Sebagian lahan yang digunakan untuk
surut jalan setapak merupakan jalan yang
digunakan penduduk sebagai jalan
umum atau bukan merupakan bagian
yang dikelola sebagai kawasan
ekowisata
2 Pelayanan - Fasilitas sarana dan prasarana - Lahan yang digunakan sebagai
seperti informasi, toilet, ruang pelayanan bukan merupakan
rumah makan, lahan parkir bagian milik ekowisata
tersedia - Lahan yang digunakan merupakan
- Lahan bebas pengaruh pasang bekas tambak sehingga perlu
surut material dan tenaga lebih untuk
maintenance atau perbaikan agar
tercipta kondisi yang diinginkan
3 Penyangga - -
4 Ekowisata Kawasan dapat dimanfaatkan Kegiatan memancing dapat merusak
secara optimal sehingga daya ekosistem kawasan jika tidak
dukung kawasan dapat ditetapkan batasan pengunjung yang
bertambah diperbolehkan untuk memancing
dalam satu hari

59

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perencanaan lanskap dikembangkan dengan dua perencanaan melalui

pembagian tata ruang wilayah ekowisata hutan mangrove. Ruang ekowisata

pada perencanaan tersedia seluas 42,20 ha dengan kawasan penyangga seluas

11,46 ha.

2. Nilai ekonomi kawasan ekowisata Bakau Mas adalah sebesar

Rp 96.972.243,00. Pada kondisi terkini harga tiket sebesar Rp 2.000,00

Harga tiket optimal adalah sebesar Rp 16.000,00.

3. Kawasan ekowisata Bakau Mas dapat menampung 38 orang pada kondisi

terkini dan 164 orang pada perencanaan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian terkait pentingnya ekosistem mangrove baik

mengenai jasa lingkungan, hasil hutan non kayu, pengaruh terhadap ekonomi dan

sosial masyarakat. Untuk mempersiapkan mental masyarakat dalam

pengembangan ekowisata perlu diadakan penyuluhan dan pelatihan mengenai

ekowisata untuk meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat mengenai

pengelolaan hutan mangrove berbasis ekowisata. Selain tentang ekowisata,

masyarakat juga perlu dilakukan pelatihan untuk dapat menciptakan produk yang

menjadi ciri khas ekowisata mangrove Bakau Mas. Perlunya membentuk

kerjasama antara pengelola ekowisata dan masyarakat serta pemerintahan daerah

dalam mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan perekonomian dan

melestarikan hutan mangrove.

60

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Aoyama, G. 2000. Pengembangan Eko-tourism di Kawasan konservasi di


Indonesia. JICA Expert/RAKATA. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2016. Statistik Daerah Kecamatan


Brandan Barat 2016. Langkat. BPS

Basyuni, M. , Yuntha B., Bejo Slamet. 2017. Identifikasi Potensi Dan Strategi
Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan
Brandan Barat, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. ABDIMAS
TALENTA 1 (1) 2016: 31-38

Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Sinopsis. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dowling, R.K. and Page, S.J., 2002, Ecotourism, Prenctice Hall, London.

Fennell, D. A.,1999, Ecotourism : An Introduction, Routledge, London and New


York.

Giri, C. E. Ochieng, L. L Tieszen, Z. Zhu, A. Singh, T. Loveland, N. Duke. 2011.


Status and Distribution of Mangrove Forests of The World Using Earth
Observation Satellite Data. Global Ecology and Biogeography, 20 (1). pp:
154-159.

Haab, T. C. and McConnell, K. E. 2003.Valuing Environmental and Natural


Resources: The Econometrics of Non-market Valuation. Journal of Energy
Literature.

Onrizal (2010). Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera


Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia, 6 (2) : 163 – 172.

Pomeroy, R. S. 1992. Economic Valuation : Available Methods. Journal of Energy


Literature.

Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Bandung.

Priono, Yesser. 2012. Pengembangan Kawasan Ekowisata Bukit Tangkiling


Berbasis Masyarakat. Jurnal Perspektif Arsitektur 7 (1) : 51 – 67.

Sari, Z. H. N. 2011.Studi Tentang Kerusakan Hutan Mangrove Di Desa Lubuk


Kertang Kecamatan Brandan Barat.Medan : Jurusan Pendidikan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial UNIMED. Medan.

Simonds, J. O. 1983. Landscape Architecture. New York : McGraw Hill.

61

Universitas Sumatera Utara


Sulistiyono, N. 2007. Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Sebagai Kawasan
Ekoturisme. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji and M. K. Moosa. 1997. The Ecology of


Indonesian Seas. Volume VIII : Part Two. Periplus Edition. Canada.

Yahya, R.P. 1999. Zonasi Pengembangan Ekoturisme Kawasan Mangrove Yang


Berkelanjutan di Laguna Segara Anakan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa
Tengah (Tesis).Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan.Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Yoety, O.A. 1997. Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa Bandung.


Bandung.

Yuanita, Antoneta. 2013. Kajian Ketelitian Pemanfaatan Citra Quickbird Pada


Google Earth Untuk Pemetaan Bidang Tanah (Studi Kasus Kabupaten
Karanganyar) Geodesi Universitas Diponegoro, Semarang 2 (2). (ISSN :
2337-845x)

Yunu, A. M. 1999. Peranan Kegiatan Pariwisata Terhadap Peningkatan


Pendapatan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Zain, A. F. M. 2008. Perencanaan dan Desain Lanskap Tapak Ekowisata.


Ekoturisme: Teori dan Praktek. Bogor. 1:133—167 p.

62

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Lampiran 1. Persentase rata-rata pengeluaran pengunjung


No Jenis Pengeluaran Biaya Prosentase (%)
1 Transportasi 62059 78.89
2 Konsumsi 14608 18.57
3 Tiket Masuk 2000 2.54
Jumlah 78667 100.00

Lampiran 2. Jumlah pengunjung, jumlah penerimaan dan surplus konsumen


Harga Tiket
Masuk Jumlah Total Kesediaan
No (Rp/org) Pengunjung (org) Penerimaan Membayar Surplus Konsumen
1 0 8.220 - 96.978.030 96.978.030
2 2000 8.214 16.428.129 96.972.243 80.544.113
3 4000 8.208 32.833.108 96.954.879 64.121.772
4 6000 8.200 49.197.572 96.911.471 47.713.899
5 8000 8.197 65.573.612 96.891.214 31.317.602
6 10000 8.191 81.909.137 96.839.125 14.929.987
7 12000 8.185 98.221.512 96.775.459 (1.446.053)
8 14000 8.179 114.510.735 96.700.219 (17.810.517)
9 16000 8.174 130.776.808 96.613.402 (34.163.406)
10 18000 3.188 57.383.314 11.858.396 (45.524.918)
11 20000 2.630 52.599.769 1.256.900 (51.342.868)
12 22000 2.628 57.822.759 1.221.595 (56.601.164)
13 24000 2.627 63.039.025 (1.445.380) (64.484.404)
14 26000 2.625 68.248.565 (1.487.410) (69.735.975)
15 28000 2.623 73.451.381 (1.532.803) (74.984.184)
16 30000 2.622 78.647.472 (1.581.558) (80.229.030)
17 32000 2.620 83.836.838 (1.633.675) (85.470.513)
18 34000 2.618 89.019.480 (1.689.155) (90.708.635)
19 36000 2.617 94.195.396 (1.747.997) (95.943.393)
20 38000 2.615 99.364.588 (1.810.202) (101.174.790)
21 40000 2.613 104.527.055 (1.875.769) (106.402.824)
22 42000 2.611 109.662.000 (1.965.000) (111.627.000)
23 44000 2.610 114.831.815 114.831.815 -
24 46000 2.606 119.896.772 3.048.772 (116.848.000)
25 48000 2.605 125.028.977 125.028.977 -
26 50000 2.603 130.154.457 8.090.457 (122.064.000)
27 52000 2.601 135.273.213 135.273.213 -
28 54000 2.600 140.385.244 13.110.244 (127.275.000)
29 56000 2.598 145.490.549 145.490.549 -
30 58000 0 0 0 0

63

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Foto kondisi terkini dan pengambilan data di ekowisata mangrove Bakau
Mas

Jalan masuk ekowisata dan kotak


Jalan utama ekowisata
pembayaran biaya masuk

Boardwalk Boardwalk

Boardwalk Tempat duduk

Boardwalk

64

Universitas Sumatera Utara


Sungai di kawasan ekowisata Sungai di kawasan ekowisata

Proses wawancara terhadap ketua


kelompok tani Bakau Mas Proses wawancara terhadap pengunjung

Proses wawancara terhadap pengunjung

65

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai