Anda di halaman 1dari 104

STUDI TATANAN DAN UPAYA PELESTARIAN

LANSKAP DESA BUDAYA LEKAQ KIDAU,


KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA,
KALIMANTAN TIMUR

ENDAH WULANDARI
A44052640

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN

ENDAH WULANDARI. Studi Tatanan dan Upaya Pelestarian Lanskap


Desa Budaya Lekaq Kidau, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan
Timur. (Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN).

Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tatanan lanskap, elemen


pembentuk lanskap dan faktor-faktor yang mempengaruhi tatanan lanskap Desa
Budaya Lekaq Kidau, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
keberlanjutan lanskap serta menyusun usulan pelestarian sesuai dengan potensi
pemberdayaannya. Kegiatan penelitian dilaksanakan selama lima bulan dimulai
pada bulan Maret dan berakhir pada bulan Juli 2009. Lokasi penelitian yaitu di
Desa Budaya Lekaq Kidau Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu
tahap inventarisasi data, analisis, dan sintesis. Jenis data yang digunakan dalam
studi ini berupa data primer dan sekunder, yang meliputi kondisi lanskap baik
yang alami maupun non alami, aspek kesejarahan, kondisi sosial-ekonomi-budaya
masyarakat, pengaruh luar, serta aspek pengelolaan dan kebijakan pemerintah.
Data-data tersebut diperoleh dari hasil survei, observasi, wawancara di lapangan,
dan data dari telaah pustaka yang berkaitan dengan studi. Analisis tatanan lanskap
Desa Budaya Lekaq Kidau dan faktor-faktor yang mempengaruhi dilakukan
secara deskriptif dan spasial. Sedangkan analisis keberlanjutan lanskap dilakukan
dengan pendekatan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and
Threats Analysis). Tahap sintesis dilakukan dengan menyajikan tatanan lanskap
Desa Budaya Lekaq Kidau dan menyusun sebuah usulan untuk pelestarian
lanskap.
Dari hasil studi diketahui bahwa Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan
salah satu bentuk permukiman masyarakat Dayak Kenyah dengan tipe
permukiman yang terletak di tepi Sungai Mahakam. Budaya mereka yang selalu
berorientasi pada sungai sebagai urat nadi kehidupan, mempengaruhi bentuk
permukiman dan elemen lanskap yang ada di desa mereka. Tata Guna Lahan di
Desa Budaya Lekaq Kidau dibagi menjadi empak (hutan alami), tana’ ulen (hutan
simpanan), uma (ladang), kelimeng (kebun kecil), kuburan (makam), leppo’
(permukiman), dan sungai. Pola permukiman Desa Budaya Lekaq Kidau cukup
teratur. Susunan rumah biasanya menghadap ke arah jalan, baik sejajar maupun
tegak lurus jalan. Letak rumah yang satu dengan yang lainnya cukup jauh, namun
ada juga beberapa yang berdekatan. Rumah-rumah yang berada di tepi sungai
dibangun menghadap ke arah sungai, tidak membelakangi.
Tatanan lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau dapat dideskripsikan menurut
konsep ruang yang diterapkan baik berdasarkan hirarki ukuran/ skala aktivitas
maupun orientasi ruang atau elemen yaitu meliputi ruang makro, meso, dan
mikro. Ruang makro adalah ruang atau lanskap yang mendukung hampir seluruh
kehidupan masyarakat, yang meliputi ruang hutan, ruang permukiman, ruang
pertanian dan sungai. Ruang meso adalah bagian ruang makro yang merupakan
lingkungan permukiman/ perumahan masyarakat desa, terdiri dari elemen-elemen
pembentuk permukiman yaitu umak, lamin adat, sada leppo’, belawing, gereja,
gerbang desa, darmaga, pilar burung enggang, lapangan, kandang ternak, kantor
desa, dan sekolah. Sedangkan ruang mikro adalah bagian ruang permukiman
meliputi rumah dan pekarangan, merupakan tempat tinggal satu keluarga atau
kelompok keluarga besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tatanan lanskap Desa Budaya Lekaq
Kidau didasarkan pada kondisi alam, filosofi dan budaya masyarakat. Sedangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan lanskap Desa
Budaya Lekaq Kidau dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal berupa tatanan lanskap yang masih sesuai dengan
kebutuhan kehidupan masyarakat serta sikap budaya masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau yang masih kuat untuk mempertahankan budayanya. Sedangkan
faktor eksternal menyangkut kebijakan dan dukungan pemerintah serta pengaruh
budaya dan pembangunan di luar tapak. Selanjutnya dari faktor internal dan
eksternal tersebut dilakukan analisis SWOT (Stregth – Weakness – Opportunity –
Threat) untuk menghasilkan strategi pelestarian Desa Budaya Lekaq Kidau baik
terkait peran pemerintah maupun masyarakat.
Konsep dasar pelestarian yang diusulkan adalah melindungi keberadaan
masyarakat adat Desa Budaya Lekaq Kidau beserta budaya dan karakter lanskap
permukimannya, serta mengembangkan Desa Budaya Lekaq Kidau sebagai
kawasan tujuan wisata budaya sesuai dengan keberadaannya dan tidak
mengancam keberlanjutan desa tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan
penentuan batas zona perlindungan yang jelas untuk pelestariannya. Zona
perlindungan ini merupakan zona yang harus dilindungi kesatuan (unity)
lanskapnya, yaitu meliputi lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau secara keseluruhan
yang terdiri dari ruang permukiman, pertanian, hutan dan sungai yang
merepresentasikan secara kuat dan utuh karakter kehidupan masyarakat Desa
Budaya Lekaq Kidau.
Judul : STUDI TATANAN DAN UPAYA PELESTARIAN
LANSKAP DESA BUDAYA LEKAQ KIDAU,
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN
TIMUR
Nama : ENDAH WULANDARI
NRP : A44052640

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc.


NIP. 19620121 198601 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.


NIP. 19591106 198501 1 001

Tanggal Lulus :
STUDI TATANAN DAN UPAYA PELESTARIAN
LANSKAP DESA BUDAYA LEKAQ KIDAU,
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA,
KALIMANTAN TIMUR

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ENDAH WULANDARI
A44052640

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara,


Kalimantan Timur pada tanggal 11 Agustus 1987, putri dari pasangan Bapak
Djoko Hartojo, BA dan Ibu Dra. Mastifah. Penulis merupakan anak kedua dari
empat bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan di TK Anggrek Tenggarong pada tahun
1991-1993. Tahun 1999 penulis lulus dari SDN 065 Rapak Mahang Tenggarong,
kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 1
Tenggarong. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tenggarong pada tahun
2005.
Penulis diterima di IPB sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama
(TPB) melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dari Kabupaten Kutai
Kartanegara pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 penulis diterima
sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Penulis
mengambil Mayor Arsitektur Lanskap dan Minor Pengelolaan Wisata Alam dan
Jasa Lingkungan, Departemen Konservasi Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan.
Selama menjadi mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, penulis
tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap) sebagai
anggota. Selain itu, penulis juga pernah beberapa kali terlibat dalam kepanitiaan
acara-acara yang digelar oleh mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap. Selama
menjadi mahasiswa, penulis juga tergabung dalam Forum Mahasiswa Beasiswa
Utusan Daerah (FM BUD) Kutai Kartanegara.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi
Tatanan dan Upaya Pelestarian Lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau,
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan
pendidikan pada Mayor Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Nurhayati Hadi Susilo Arifin, MSc selaku dosen pembimbing
skripsi.
2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS dan Vera Dian Damayanti, SP, MLA selaku dosen
penguji.
3. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku dosen pembimbing akademik.
4. Seluruh staf pengajar Departemen Arsitektur Lanskap.
5. Kedua orang tua, Papa Djoko Hartojo, BA dan Mama Dra. Mastifah,
kakak (Widyatusti dan Johan Wahyudi), Adik-adikku (Jati Pramono dan
Urip Hananto Senno), serta keponakan-keponakanku (Putra Wijaya
Pratama dan Ragil Gema Dwiamarta) yang telah memberikan kasih
sayang, doa, dan dukungan.
6. Bapak Pebayaq Ding (Kepala Adat), Bapak Martinus Ajan (Kepala Desa),
Bapak Andang (Sekretaris Desa) dan segenap masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau.
7. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Kartanegara.
8. Bappeda Kabupaten Kutai Kartanegara
9. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kutai Kartanegara.
10. Teman-teman seperjuangan ARL’42, khususnya Mega Wuriyaningsih,
Danand Prabasasena, M. Zaini Dahlan (satu bimbingan) serta Jania Rizka.
11. Keluarga Forum Mahasiswa Beasiswa Utusan Daerah Kutai Kartanegara.
12. Teman-teman Malea’ers : Imbaz, Vera, Widya, Umul, Yesica, Ade, Tami,
Mbak Rina, Yeyen, Via, Ita, Bunbun, Dina, Kiky, Iin, Mbak Martha.
13. Teza Adhiawarman atas perhatian, bantuan, dan dukungan.
14. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pihak lain yang
membutuhkan.

Bogor, September 2009

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
Latar belakang ................................................................................ 1
Tujuan ............................................................................................ 2
Manfaat .......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
Lanskap Budaya ............................................................................. 4
Pemukiman Tradisional .................................................................. 4
Pelestarian Lanskap Budaya............................................................ 6
METODOLOGI..................................................................................... 10
Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 10
Metode Penelitian ........................................................................... 10
KONDISI UMUM LOKASI STUDI ..................................................... 16
Sejarah Desa Budaya Lekaq Kidau ................................................. 16
Batas Lokasi Studi .......................................................................... 17
Aksesibilitas dan Sirkulasi .............................................................. 18
Iklim .............................................................................................. 21
Tanah, dan Topografi...................................................................... 21
Hidrologi ........................................................................................ 22
View .............................................................................................. 23
Aspek Sosial Ekonomi .................................................................... 23
DATA DAN ANALISIS
Tata Guna Lahan dan Sistem Kepemilikan Lahan ........................... 27
Lanskap Desa ................................................................................. 30
Pola Desa............................................................................... 30
Elemen Pembentuk Desa Budaya Lekaq Kidau...................... 32
Analisis Konsep Tata Ruang ........................................................... 41
Tata Ruang Makro ................................................................. 41
Tata Ruang Meso................................................................... 43
Tata Ruang Mikro.................................................................. 45
Budaya Masyarakat......................................................................... 47
Pengelolaan Lanskap ...................................................................... 51
Pengelolaan Lanskap oleh Masyarakat................................... 51
Kebijakan Pemerintah............................................................ 53
Campur Tangan Pemerintah dan Pihak Luar .......................... 53
Aspek Wisata.................................................................................. 54
Daya Tarik Wisata ................................................................. 54
Kebijakan Pemerintah............................................................ 55
Pengunjung............................................................................ 55
Fasilitas Penunjang ................................................................ 55
Persepsi Masyarakat dan Pengunjung.............................................. 56
Persepsi Masyarakat .............................................................. 56
Persepsi Pengunjung.............................................................. 57
Analisis Keberlanjutan Lanskap...................................................... 59
Nilai Penting Lanskap............................................................ 59
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberlanjutan Lanskap ... 59
Analisis SWOT...................................................................... 64
USULAN PELESTARIAN LANSKAP................................................. 68
Konsep Umum Pelestarian .............................................................. 68
Zonasi Pelestarian........................................................................... 68
Strategi Terkait Peran Para Pihak dalam Pelestarian Lanskap.......... 70
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 72
Simpulan ........................................................................................ 72
Saran .............................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 74
LAMPIRAN ........................................................................................... 75
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data ....................................................... 11
2. Matriks SWOT................................................................................ 14
3. Alternatif Kendaraan dan Waktu Tempuh Menuju Desa Budaya
Lekaq Kidau ................................................................................... 20
4. Agama yang Dianut Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau ........... 25
5. Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga ........................................ 25
6. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau ............ 26
7. Jenis Fasilitas Umum Desa Budaya Lekaq Kidau ............................ 26
8. Tata Guna Lahan Desa Budaya Lekaq Kidau................................... 29
9. Aktivitas Ritual Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau.................. 48
10. Strategi Pelestarian Lanskap Berdasarkan Analisis SWOT .............. 67
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Peta Lokasi Desa Budaya Lekaq Kidau ........................................... 10
2. Tahapan Penelitian .......................................................................... 15
3. Batas Lokasi Studi .......................................................................... 17
4. Peta Akses Menuju Tapak ............................................................... 19
5. Kondisi Jalur 1 Menuju Desa Budaya Lekaq Kidau......................... 20
6. Kondisi Jalur Penyeberangan Desa Budaya Lekaq Kidau ................ 20
7. Kondisi Jalur 2 Menuju Desa Budaya Lekaq Kidau......................... 21
8. Kondisi Jalur 3 Menuju Desa Budaya Lekaq Kidau......................... 21
9. Kondisi Sungai Mahakam ............................................................... 22
10. Peta View Desa Budaya Lekaq Kidau ............................................. 24
11. Uma dan Kelimeng.......................................................................... 31
12. Kondisi Jalan Desa dan Dinding Penahan Tepian Sungai................. 32
13. Umak (rumah tinggal) ..................................................................... 33
14. Lamin Adat ..................................................................................... 34
15. Sada Leppo .................................................................................... 35
16. Belawing ......................................................................................... 36
17. Gereja ............................................................................................. 36
18. Darmaga dan Gerbang Desa ............................................................ 37
19. Pilar Burung Enggang ..................................................................... 37
20. Kuburan .......................................................................................... 38
21. Lapangan Voli dan Lapangan Sepak Bola ....................................... 39
22. Kandang Ternak Babi dan Kandang Ternak Bebek.......................... 39
23. Vegetasi yang Memiliki Fungsi Pangan........................................... 41
24. Tata Ruang Makro Desa Budaya Lekaq Kidau ................................ 42
25. Tata Ruang Makro Secara Vertikal.................................................. 43
26. Tata Ruang Meso Desa Budaya Lekaq Kidau.................................. 44
27. Contoh Pemanfaatan Kolong Rumah............................................... 46
28.Tata Ruang Rumah Tinggal Secara Vertikal ..................................... 46
29.Tata Ruang Mikro Secara Horizontal ............................................... 47
30. Upacara Pekiban ............................................................................. 50
31. Tari Enggang................................................................................... 51
32.Salah Satu Sesepuh Desa yang Masih Bertelinga Panjang ................ 63
33.Zonasi Pelestarian ............................................................................ 69
34.Contoh-contoh Aktivitas Budaya...................................................... 71
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Kuesioner Persepsi Pengunjung Desa Budaya Lekaq Kidau ............ 75
2. Kuesioner Persepsi Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau............. 79
3. Vegetasi yang Ada di Desa Budaya Lekaq Kidau ............................ 83
4. Identitas Responden Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau... ........ 86
5. Hasil Kuesioner Masyarakat Desa ................................................... 87
6. Identitas Responden Pengunjung Desa Budaya Lekaq Kidau........... 90
7. Hasil Kuesioner Pengunjung ........................................................... 91
8. Kunjungan Wisatawan Kabupaten Kutai Kartanegara...................... 94
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman warisan
budaya dari berbagai suku bangsa yang berbeda. Warisan budaya ini dapat berupa
kesenian, arsitektur bangunan/ lanskap dan adat istiadat. Namun dalam era
pembangunan saat ini, seringkali warisan budaya tergeser nilainya karena
dianggap kurang praktis. Jika hal ini terus berlanjut, maka warisan budaya yang
beraneka ragam akan semakin terkikis dan lama-kelamaan hilang, tanpa dapat
diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Budaya merupakan ciri atau identitas dari suatu bangsa atau masyarakat.
Jika budaya tersebut mengalami penurunan atau degradasi, maka keunikan dari
suatu bangsa atau masyarakat akan turut hilang. Suatu keunikan yang bernilai
positif selayaknya dilestarikan agar dapat dipelajari, dikembangkan nilai
positifnya dan melengkapi keanekaragaman budaya suatu bangsa.
Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kabupaten yang memiliki
kekayaan sejarah dan warisan budaya yang unik. Terutama budaya etnik
masyarakat Dayak di pedalaman Kutai Kartanegara. Salah satu warisan budaya
tersebut adalah Desa Budaya Lekaq Kidau Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur.
Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan permukiman sekelompok
masyarakat Dayak Kenyah yang masih memelihara dengan baik warisan budaya
nenek moyang mereka. Warisan budaya di Desa Budaya Lekaq Kidau ini secara
fisik dapat dilihat dari pola perladangan, permukiman, bangunan dan elemen-
elemen lain pada permukiman, serta bentuk pekarangan sekitar rumah. Karakter
lanskap tersebut terbentuk karena faktor-faktor budaya, kepercayaan, sosial,
ekonomi, biofisik, dan kebijakan Pemerintah Daerah.
Lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau yang tertata dengan baik sebagai
permukiman tradisional dan budaya, perlu dilestarikan agar tidak punah terbawa
oleh arus budaya di luar Desa Budaya Lekaq Kidau. Oleh karena itu perlu adanya
suatu upaya pelestarian terhadap kawasan. Selain itu sebagai kawasan
permukiman masyarakat Dayak Kenyah, desa ini juga memiliki potensi bagi
2

pengembangan bidang pariwisata, terutama untuk wisata budaya di Kabupaten


Kutai Kartanegara. Berkenaan dengan adanya program Pemerintah Kabupaten
Kutai Kartanegara yaitu program Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai
(Gerbang Dayaku) II tahun 2005 - 2010 yang menempatkan sektor kebudayaan
dan pariwisata sebagai salah satu sektor andalan, Pemerintah Kabupaten
menetapkan Desa Budaya Lekaq Kidau sebagai desa budaya dan salah satu lokasi
tujuan wisata. Namun kurangnya informasi mengenai tatanan permukiman Desa
Budaya Lekaq Kidau menyebabkan kegiatan wisata yang ada saat ini masih
terbatas pada daya tarik kehidupan sosial, budaya, upacara adat, dan kerajinan
tangan masyarakat Dayak. Padahal tatanan permukiman merupakan faktor penting
pembentuk suatu lanskap desa budaya yang dapat menjadi objek utama dalam
kegiatan wisata dan pengelolaannya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi
untuk mengidentifikasi tatanan lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau sebagai suatu
kesatuan bentukan lanskap yang utuh. Hasil studi tatanan lanskap ini nantinya
akan sangat berguna dalam kegiatan pengelolaan pelestarian, interpretasi
pengunjung serta pengembangan fungsi dan potensi desa budaya tersebut.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tatanan lanskap,
elemen pembentuk lanskap dan faktor-faktor yang mempengaruhi tatanan lanskap
Desa Budaya Lekaq Kidau, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
keberlanjutan lanskap serta menyusun usulan pelestarian sesuai dengan potensi
pemberdayaannya.

Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi tentang tatanan lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau
sebagai suatu kesatuan lanskap budaya yang harus dilestarikan.
2. Mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap
Desa Budaya Lekaq Kidau.
3

3. Memberikan masukan bagi tindakan pelestarian Desa Budaya Lekaq


Kidau selanjutnya.
4. Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah setempat dalam
mengembangkan kawasan Desa Budaya Lekaq Kidau dan sekitarnya
sebagai kawasan wisata budaya yang berkelanjutan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Budaya
Lanskap budaya (cultural landscape) adalah segala sesuatu yang berada di
ruang luar yang dekat dan dapat dilihat. Menurut definisi ini, lingkungan lanskap
budaya adalah semua yang sudah mendapat campur tangan atau diubah oleh
manusia (Lewis dalam Melnick, 1983). Pendapat lain dikemukakan oleh Nurisjah
dan Pramukanto (2001) yang secara spesifik mendefinisikan lanskap budaya
(cultural landscape) sebagai satu model atau bentuk dari lanskap binaan, yang
dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang
dikaitkan dengan sumber daya alam dan lingkungan yang ada pada tempat
tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam
lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan serta
ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumber daya alam dan
lingkungan yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan oleh
kelompok-kelompok masyarakat tersebut dalam bentuk pola permukiman dan
perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan, dan
struktur lainnya.
Lanskap budaya adalah istilah yang menunjukkan suatu kawasan lanskap
yang tersusun oleh budaya manusia. Budaya adalah hasil cipta, karya, dan karsa
manusia dan mempengaruhi kehidupannya. Dengan demikian, lanskap budaya
adalah segala bagian dari muka bumi yang sudah mengalami campur tangan atau
diubah oleh manusia.
Lanskap budaya menurut Sauers dalam Tishler (1982) adalah suatu
kawasan geografis dimana ditampilkan ekspresi lanskap alami oleh suatu
kebudayaan tertentu, dimana budaya adalah agennya, kawasan alami sebagai
medium dan lanskap budaya sebagai hasilnya.

Permukiman Tradisional
Wayong (1981) menyatakan bahwa permukiman adalah kelompok unit
kediaman orang-orang atau kelompok manusia pada suatu wilayah termasuk
kegiatan-kegiatan serta fasilitas-fasilitas akibat dari proses terbentuknya
5

permukiman ini. Dibedakan tiga bentuk pola perkampungan berdasarkan


pemusatan masyarakatnya, yaitu pola perkampungan yang penduduknya hidup
dan tinggal secara menggerombol membentuk suatu kelompok, pola yang
penduduknya tinggal mengelompok di sepanjang jalur lalu lintas yang membentuk
sederetan perumahan, dan pola yang penduduknya tinggal menyebar di suatu
daerah pertanian. Daerah perbukitan menyebabkan penduduk harus mencari
tempat yang rata untuk mendirikan rumah, bila tidak ada maka sedikit lahan
diratakan, sedangkan lahan pekarangan dibiarkan tetap berbukit.
Undang-undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1992 mendefinisikan
permukiman sebagai bagian dari lingkungan hidup, di luar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan
menurut Marbun (1994) desa-desa asli yang berfungsi lengkap sebagai satu unit
permukiman juga telah ditata dengan sarana fungsional dalam skala yang
sederhana. Ada barisan perumahan, rumah upacara, lumbung, pemondokan
pemuda, tapian (tempat mengambil air minum dan mandi), tempat beternak,
perladangan, tempat berburu, kuburan dan jalan setapak. Penduduk desa hidup
harmonis dengan alam. Hidup mereka diikat oleh adat dan upacara keagamaan,
gotong-royong, tepa selira, dan solidaritas mewarnai sistem kekerabatan dan
pergaulan mereka sehari-hari.
Selanjutnya dikatakan oleh Parker dan King (1988) tradisional adalah
doktrin, pengetahuan, kebiasaan, adat-istiadat dari masa lalu, yang diturunkan dari
generasi ke generasi berikutnya. Permukiman tradisional merupakan permukiman
yang bentukannya dipengaruhi oleh doktrin, pengetahuan, kebiasaan, adat-istiadat
dari masa lalu yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya yang terdiri
dari elemen budaya tradisional. Elemen budaya tradisional dapat berupa bangunan
tradisional, kelompok bangunan, struktur, kelompok struktur, distrik bersejarah
maupun obyek yang berdiri sendiri. Budaya yang dimiliki oleh suatu masyarakat
tertentu yang mencakup tradisi, keyakinan, kebiasaan cara hidup, seni, kerajinan
tangan dan lembaga sosial termasuk dalam elemen budaya tradisional. Budaya
yang bersifat tradisional berarti kegiatan budaya tersebut sudah berlangsung
turun-temurun.
6

Pelestarian Lanskap Budaya


Keberadaan lanskap budaya sangat penting, karena hal tersebut
mengandung maksud jika kita kehilangan lanskap yang mengandung budaya dan
tradisi masyarakat, maka kita akan kehilangan apa yang menjadi bagian penting
dari diri kita dan akar kita pada masa lampau. Sebagai arsitek lanskap, merupakan
tanggung jawab profesional untuk menentukan lingkungan khusus ini, setelah
diidentifikasi, apakah akan dilindungi atau digunakan sebijaksana mungkin untuk
dapat mempertahankan kelangsungan suatu lambang atau simbol warisan sejarah
manusia dan dunia (Tishler, 1982).
Menurut Sidharta dan Budiharjo (1989), kegiatan pelestarian adalah
kegiatan konservasi. Konservasi diartikan sebagai segenap proses pengelolaan
suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik.
Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan situasi
dan kondisi setempat.
Nurisjah dan Pramukanto (2001) mengemukakan beberapa pilihan bentuk
tindakan teknis yang umumnya dilakukan dalam upaya pengelolaan lanskap
budaya atau sejarah, yaitu sebagai berikut :
1. Adaptive use (penggunaan adaptif)
Mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasikan
berbagai penggunaan, kebutuhan, dan kondisi masa kini. Kegiatan model ini
memerlukan pengkajian yang cermat dan teliti terhadap sejarah, penggunaan,
pengelolaan dan faktor lain yang turut berperan dalam pembentukan lanskap
tersebut. Pendekatan ini akan memperkuat arti sejarah dan mempertahankan
warisan sejarah yang terdapat pada lanskap itu dan mengintergrasikannya
dengan kepentingan, penggunaan dan kondisi sekarang yang relevan.
2. Rekonstruksi
Pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik secara keseluruhan atau
sebagian dari tapak asli, yang dilakukan pada kondisi :
- Tapak tidak dapat bertahan lama pada kondisi yang asli atau mulai hancur
karena faktor alam
- Suatu babakan sejarah tertentu yang perlu untuk ditampilkan
7

- Lanskap yang hancur sama sekali sehingga tidak terlihat seperti kondisi
awalnya
- Alasan kesejarahan yang harus ditampilkan
Pendekatan ini dapat diterapkan bila memenuhi syarat :
- Tidak terdapat lagi peninggalan bersejarah, baik yang disebabkan karena
hilang, hancur, rusak atau berubah.
- Data sejarah, arkeologi, etnografis, dan lanskap memungkinkan pelestarian
dapat dilakukan secara akurat dengan persyaratan minimal
- Rekonstruksi dilakukan pada lokasi tapak asli (original site)
- Tindakan yang dilakukan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
sumber daya lain
- Alternatif kebijakan dan studi kelayakan sudah dipertimbangkan dan
pilihan alternatif dilakukan sejauh hanya untuk kepentingan tertentu, yaitu
agar dapat memperlihatkan kepada masyarakat akan suatu makna sejarah
dan untuk meningkatkan apresiasi terhadap nilai tersebut
3. Rehabilitasi
Merupakan tindakan untuk memperbaiki utilitas, fungsi atau penampilan
suatu lanskap bersejarah. Pada kasus ini, keutuhan lanskap dan
struktur/susunannya secara fisik dan visual serta nilai yang terkandung harus
dipertahankan. Tindakan ini dilakukan dengan pertimbangan terhadap
kenyamanan, lingkungan, sumber daya alam, dan segi administratif.
4. Restorasi
Merupakan model pelestarian yang paling konservatif, yaitu pengembalian
penampilan lanskap pada kondisi aslinya dengan upaya mengembalikan
penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga apresiasi terhadap karya lanskap
ini tetap ada. Tindakan ini dilakukan melalui penggantian atau pengadaan
elemen yang hilang atau yang tidak ada, atau menghilangkan elemen
tambahan yang mengganggu. Tindakan ini dapat dilakukan secara
keseluruhan (murni) atau hanya sebagian.
5. Stabilisasi
Merupakan tindakan dalam melestarikan lanskap atau objek yang ada dengan
memperkecil pengaruh negatif terhadap tapak.
8

6. Konservasi
Merupakan tindakan yang pasif dalam upaya pelestarian untuk melindungi
suatu lanskap bersejarah dari kehilangan atau pelanggaran atau pengaruh
yang tidak tepat. Tindakan ini bertujuan untuk melestarikan apa yang ada saat
ini, mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta
mengarahkan perkembangan di masa depan, tindakan ini juga bertujuan
untuk memperkuat karakter spesifik yang menjiwai lingkungan/tapak dan
menjaga keselarasan antara lingkungan lama dan pembangunan baru
mendekati perkembangan aspirasi masyarakat. Dasar tindakan yang
dilakukan, umumnya adalah hanya untuk tindakan pemeliharaan.
7. Interpretasi
Merupakan usaha pelestarian mendasar untuk mempertahankan lanskap
asli/alami secara terpadu dengan usaha yang dapat menampung kebutuhan
dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan
yang akan datang. Pendekatan pelestarian dengan tindakan interpretasi ini
mencakup pengkajian terhadap tujuan desain dan juga penggunaan lanskap
sebelumnya. Desain yang baru haruslah mampu untuk memperkuat integritas
nilai historis lanskap ini dan pada saat yang bersamaan juga
mengintegrasikannya dengan program kegiatan tapak yang baru
diintroduksikan.
8. Period setting, replikasi dan imitasi
Merupakan tindakan penciptaan suatu tipe lanskap pada tapak tertentu yang
non orginial site. Tindakan ini memerlukan adanya data dan dokumentasi
yang dikumpulkan dari tapak serta berbagai pengkajian akan sejarah
tapaknya sehingga pembangunan lanskap tersebut akan sesuai dengan suatu
periode yang telah ditentukan sebelumnya (rencana baru). Penerapannya,
umumnya tidak secara luas tetapi hanya untuk situasi atau kasus tertentu.
9. Release
Merupakan tindakan pengelolaan yang memperbolehkan adanya suksesi alam
yang asli. Misalnya adalah diperbolehkannya vegetasi menghasilkan suatu
produk tertentu secara alami pada suatu lanskap sejauh tidak merusak
9

keutuhan atau merusak nilai historiknya. Tetapi tindakan ini memiliki


kekurangan karena dapat memberikan andil terhadap kemungkinan hilang
atau terhapusnya arti dan nilai sejarah dari lanskap dalam sistem budaya
tersebut.
10. Replacement
Merupakan tindakan substitusi atas suatu komuniti biotik dengan lainnya.
Misalnya adalah penggunaan jenis tanaman penutup tanah (ground cover)
yang dapat menampilkan bentukan lahan, contoh yang lain adalah substitusi
spesies dengan spesies lain yang berkarakter sama pada taman-taman barat.
Hal yang sama tidak dapat dilakukan pada taman timur karena taman timur
memiliki nilai spiritual sehingga tidak dapat disubstitusikan atau digantikan
dengan spesies lain.
10

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di pemukiman Desa Budaya Lekaq Kidau
Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur
(Gambar 1). Penelitian dilaksanakan selama lima bulan dimulai pada bulan Maret
dan berakhir pada bulan Juli 2009. Waktu persiapan dan pengumpulan data di
lapang selama dua bulan, yaitu pada bulan Maret sampai April 2009 dan
pengolahan data selama tiga bulan berikutnya.

Peta Pulau Kalimantan Peta Kab. Kutai Kartanegara

KEC. SEBULU
Kalimantan Timur
Lokasi Desa Budaya
Lekaq Kidau

Gambar 1. Peta Lokasi Desa Budaya Lekaq Kidau

Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yang meliputi :
inventarisasi data, analisis, dan sintesis untuk memformulasikan hasil analisis
(Gambar 2).
1. Inventarisasi data
Jenis data yang digunakan dalam studi ini berupa data primer dan
sekunder, yang meliputi kondisi lanskap baik yang alami maupun non
alami, aspek kesejarahan, kondisi sosial-ekonomi-budaya masyarakat,
11

pengaruh luar, serta aspek pengelolaan dan kebijakan pemerintah (Tabel


1). Data ini berbentuk dokumentasi foto, informasi tertulis/lisan yang
diperoleh dari hasil survei, observasi, wawancara di lapangan, dan data
dari telaah pustaka yang berkaitan dengan studi. Inventarisasi data
dilakukan dengan cara :
a. Observasi lapang, untuk mengetahui langsung kondisi tapak, yaitu
kondisi fisik lanskap budaya, karakter lanskap dan lingkungan
sekitarnya, dan aktivitas pengguna lanskap.
b. Wawancara terstruktur kepada narasumber, untuk memperoleh data
dan informasi dari tokoh masyarakat, para ahli dan dinas terkait
mengenai kondisi lanskap, sejarah kawasan, kondisi sosial-ekonomi-
budaya masyarakat, kondisi pengunjung, pengelolaan, pengembangan
dan kebijakan.
c. Wawancara dengan menggunakan format kuesioner (Lampiran 1 dan
Lampiran 2), untuk memperoleh data dan informasi dari masyarakat
Desa Budaya Lekaq Kidau, masyarakat sekitar kawasan, dan
pengunjung untuk mengetahui kegiatan, persepsi serta keinginan
masyarakat dan pengunjung.
d. Studi Pustaka, untuk mendapatkan data dan informasi sekunder
sebagai penunjang melalui kepustakaan/dokumen, yang dapat
diperoleh dari perpustakaan setempat, pemda setempat, dan naskah
kuno mengenai keadaan umum tapak dan sejarah kawasan.

Tabel 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data


No Jenis Data Bentuk Data Sumber Data
1. Kondisi
Lanskap
Umum
Fisik alami
- Iklim - Curah hujan, suhu udara rata-rata dan - BMG
kelembaban relatif udara
- Landform - Peta kawasan dan topografi - Bappeda, BPN
- Land Use - Peta pola penggunaan lahan - Bappeda,
observasi lapang
12

- Hidrologi - Sumber air, pola aliran - Observasi lapang


- Kualias visual - Good view dan bad view - Observasi lapang
Fisik non
alami
- Jaringan - Aksebilitas, jarak, jenis sarana - BPN, Bappeda,
transportasi dan transportasi dan konsep sirkulasi observasi lapang
sirkulasi
Desa Budaya
Fisik alami
- Vegetasi - Jenis, fungsi dan pola penyebaran - Observasi
lapang, pustaka
Fisik non
alami
- Tata ruang - Penataan kawasan, hirarki - Observasi
lapang,
wawancara
- Bangunan - Jenis, tata letak bangunan, fungsi, - Observasi
orientasi, filosofi, arsitektur dan lapang,
ukuran Disparbud
- Kualitas visual - Arsitektur yang menampilkan - Observasi
desa budaya kekhasan budaya setempat lapang, pustaka
2. Kesejarahan - Sejarah perkembangan kebudayaan - Studi pustaka,
Dayak di Kabupaten Kutai observasi lapang,
Kartanegara wawancara
- Sejarah terbentuknya kawasan Desa terstruktur
Budaya Lekaq Kidau
- Konsep pemukiman Dayak lain
- Elemen-elemen yang mengandung
nilai budaya
3. Kondisi
Masyarakat
- Sosial - Kependudukan, struktur sosial - Wawancara,
profil desa
- Budaya - Filosofi budaya - Disparbud,
- Filosofi lingkungan observasi lapang,
- Aktivitas keseharian masyarakat wawancara
- Aktivitas budaya / perayaan khusus
13

- Ekonomi - Mata pencaharian penduduk, tingkat - Profil desa


ekonomi
4. Pengaruh luar
- Pembangunan - Perkembangan desa - Dinas terkait,
fisik observasi lapang,
- Wisata - Jumlah, karakteristik, bentuk aktivitas, - Observasi
dan tujuan pengunjung lapang,
wawancara
5. Kebijakan
pengelolaan/
aspek legal
- Tata Ruang - Undang-undang, Perda, norma adat, - Pemda,
- Pembangunan Peraturan Pemerintah, Surat Disparbud,
masyarakat Keputusan wawancara,
- Pelestarian observasi lapang,
studi pustaka

2. Analisis
Tahap analisis dilakukan untuk menganalisis keterkaitan data untuk
memperoleh informasi tatanan lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau, faktor-
faktor yang mempengaruhi, dan keberlanjutan lanskapnya. Analisis
tatanan lanskap dan faktor-faktor yang mempengaruhi dilakukan secara
deskriptif dan spasial. Sedangkan analisis keberlanjutan lanskap budaya
dilakukan dengan pendekatan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats Analysis), yaitu menganalisis potensi/ kekuatan
dan kelemahan dari faktor internal, dan menganalisis peluang dan
ancaman/ kendala dari faktor eksternal. Matriks SWOT dapat dilihat pada
Tabel 2.
3. Sintesis
Tahap sintesis dilakukan dengan menyajikan tatanan lanskap Desa Budaya
Lekaq Kidau dan menyusun sebuah usulan untuk pelestarian lanskap serta
menyusun strategi pelestarian lanskap berdasarkan hasil analisis SWOT.
14

Tabel 2. Matriks SWOT


Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O) Menggunakan kekuatan Mendapatkan keuntungan
yang dimiliki untuk dari kesempatan yang ada
mengambil kesempatan untuk mengatasi
yang ada kelemahan-kelemahan
Threats (T) Menggunakan kekuatan Meminimumkan kelemahan
yang dimiliki untuk dan menghindari ancaman
mengatasi ancaman yang yang ada
dihadapi

Sumber : Kinnear dan Taylor, 1999


15
Desa Budaya Lekaq Kidau

I Kondisi Kesejarahan : Kondisi Pengaruh luar : Kebijakan


n
v Lanskap : • Sejarah Masyarakat : • Pembangun- Pengelolaan /
e
• Kondisi kebudayaan • Sosial an fisik aspek legal :
n
t Fisik alami Dayak dan • Budaya • Wisata • Tata ruang
a • Pembangun-
• Kondisi Desa • Ekonomi
r
i Fisik Non- Budaya an
s Lekaq Kidau masyarakat
alami
a
s • Identifikasi • Pelestarian
i
kondisi dan
D elemen yang
a
mengandung
t
a nilai budaya

A Tatanan Lanskap Desa Budaya


n
Lekaq Kidau
a
l
i
s
Keberlanjutan lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau
i
s berdasarkan Analisis SWOT

S
i Usulan Pelestarian Lanskap Desa Budaya Lekaq
n Kidau :
t • Konsep dasar
e • Zonasi pelestarian lanskap Desa Budaya Lekaq
s Kidau
i • Strategi pelestarian lanskap Desa Budaya Lekaq
s Kidau

Gambar 2. Tahapan Penelitian


KONDISI UMUM LOKASI STUDI

Sejarah Desa Budaya Lekaq Kidau


Desa Budaya Lekaq Kidau yang terletak di kawasan hulu sungai Mahakam
merupakan kawasan permukiman Suku Dayak Kenyah. Suku ini merupakan suku
Dayak yang paling banyak jumlah populasinya di Pulau Kalimantan. Masyarakat
Dayak Kenyah hidup berpindah-pindah atau nomaden karena sifat suku ini yang
suka berpetualang.
Masyarakat Dayak Kenyah yang tinggal di Desa Budaya Lekaq Kidau
berasal dari dataran tinggi Apau Kayan, sebuah daerah di pedalaman Kalimantan
dekat perbatasan Indonesia dan Malaysia (Serawak). Pada tahun 1940-an, suku
Dayak Apau Kayan bermigrasi ke beberapa wilayah, salah satunya ke wilayah
Long Lees, Kabupaten Kutai Timur. Kemudian pada tahun 1998, mereka pindah
ke wilayah Lekaq Kidau kecamatan Sebulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Pada
saat itu perjalanan dari wilayah Long Lees ke Desa Budaya Lekaq Kidau
ditempuh selama dua hari dua malam. Wilayah ini dipilih sebagai tempat tinggal
dan menetap atas kesepakatan bersama, dengan alasan selain karena tempat itu
masih kosong, juga karena letaknya yang berada di tepi sungai Mahakam yang
memudahkan mereka untuk melakukan berbagai aktivitas seperti di tempat asal
mereka. Selain itu juga agar dapat mempermudah akses mendapatkan pendidikan
bagi anak-anak dan dekat dengan daerah perkotaan agar mereka dapat
memperbaiki taraf kehidupan mereka. Hal ini karena di tempat asal mereka, akses
untuk mendapatkan pendidikan dan berbagai sarana transportasi serta komunikasi
yang sulit menyebabkan mereka seperti terpisah dengan masyarakat lainnya.
Oleh pemerintah Kecamatan Sebulu, mereka diperbolehkan untuk tinggal
di kawasan yang hingga sekarang mereka tempati. Pada awalnya Desa Budaya
Lekaq Kidau merupakan salah satu dusun yang termasuk dalam bagian desa
Selerong. Pada tahun 2003, Dusun Lekaq Kidau berkembang dan statusnya
menjadi desa persiapan. Kemudian pada tahun 2004, diresmikan sebagai desa
definitif. Desa Budaya Lekaq Kidau dipimpin oleh seorang Kepala Desa, tetapi
secara adat desa Lekaq Kidau dipimpin oleh seorang Kepala Adat.
17

Sejak tahun 2005, berkenaan dengan adanya program Gerakan


Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) II, Desa Budaya Lekaq
Kidau ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai desa budaya dan salah satu
lokasi tujuan wisata budaya di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Nama Lekaq Kidau memiliki arti tersendiri yang berasal dari bahasa
Dayak Kenyah. Lekaq berarti datar dan Kidau berarti pohon bayur/ bungur.
Sehingga nama Lekaq Kidau memiliki arti desa yang dibuka di wilayah yang
datar dan dahulunya pada tepi sungai terdapat pohon bayur/ bungur.

Batas Lokasi Studi


Secara administratif, Budaya Lekaq Kidau terletak di kecamatan Sebulu
Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur. Batas-batas fisik Desa
Budaya Lekaq Kidau adalah sebagai berikut (Gambar 3) :
1. Utara : Desa Teratak
2. Selatan : Desa Sanggulan
3. Timur : Desa Senoni
4. Barat : Desa Selerong

Batas Lokasi Studi

Gambar 3. Batas Lokasi Studi


18

Aksesibilitas dan Sirkulasi


Desa Budaya Lekaq Kidau berjarak sekitar 33 Km dari Sebulu (ibu kota
Kecamatan) dan 64 Km dari Kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai
Kartanegara. Akses menuju desa ini dapat dicapai dengan menggunakan jalur
darat dan jalur sungai (Gambar 4). Akses menuju desa ini dari kecamatan
Tenggarong dapat ditempuh melalu tiga jalur pilihan antara lain :
1. Jalur darat melalui hutan dan permukiman.
Dari jalan utama Tenggarong – Loa Tebu, mengambil jalan ke desa
Mangkurawang, kemudian melewati desa Rapak Lambur, Ngadang,
Senoni, sampai Selerong. Jalan dari Tenggarong sampai Selerong dapat
dilewati dengan menggunakan kendaraan roda empat dan roda dua (sepeda
motor). Dari Selerong menyeberang sungai Mahakam dengan
menggunakan feri penyeberangan.
2. Jalur darat melalui desa Sebulu, kemudian dilanjutkan dengan jalur sungai
sampai ke Desa Budaya Lekaq Kidau.
Jalur sungai melalui desa Sebulu, masuknya mengambil jalan dari desa
Loa Tebu melalui jalur darat. Kemudian dari desa Sebulu dilanjutkan
dengan menggunakan speed boat atau kapal motor sampai ke desa Lekaq
Kidau.
3. Jalur sungai dari pelabuhan Tenggarong.
Jalur ini merupakan jalur yang sudah dilewati kendaraan umum sungai.
Dari pelabuhan Tenggarong naik kapal motor atau speed boat melewati
desa-desa di sepanjang sungai Mahakam, sampai di Desa Budaya Lekaq
Kidau.
19

Gambar 4. Peta Akses Menuju Tapak

Jalur pertama sering digunakan oleh masyarakat Desa Budaya Lekaq


Kidau sendiri maupun masyarakat luar yang sekedar berkunjung ke desa tersebut.
Hal ini dikarenakan kenyamanan dari kondisi jalan yang sudah cukup baik. Jalan
yang dilewati merupakan jalan yang dibangun oleh pemerintah untuk jalur
transportasi menuju desa-desa di hulu sungai Mahakam. Jalur ini melewati hutan,
kebun sawit milik perusahaan swasta, tambang batu bara dan kebun percobaan
buah naga milik Universitas Mulawarman Samarinda. Setelah sampai di desa
Selerong, dilanjutkan dengan menyeberang Sungai Mahakam sekitar 10 menit ke
desa Lekaq Kidau. Alternatif kendaraan dan waktu tempuh ketiga jalur menuju
Desa Budaya Lekaq Kidau dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil pengamatan, intensitas kendaraan di jalur pertama tidak
padat, begitu juga dengan jalur kedua dan ketiga. Hal ini dikarenakan letak lokasi
studi yang cukup jauh dari pusat kota. Kondisi jalur pertama dan darmaga
penyeberangan dari Desa Selerong menuju Desa Budaya Lekaq Kidau dapat
dilihat pada Gambar 5 dan 6.
20

Tabel 3. Alternatif Kendaraan dan Waktu Tempuh Menuju Desa Budaya Lekaq
Kidau
Dari Ke Jarak Alternatif kendaraan Waktu
Tenggarong Selerong 40 Km Mobil sewaan, ojeg ± 60 menit
Selerong Lekaq Kidau 550 m Feri penyeberangan ± 10 menit
Tenggarong Sebulu 20 Km Mobil sewaan, ojeg ± 30 menit
Sebulu Lekaq Kidau 33 Km Speed boat ± 25 menit
Kapal motor ± 2 jam
Tenggarong Lekaq Kidau 64 Km Speed boat ± 45 menit
Kapal motor ±4 jam
Sumber : Pengamatan di Lapang (2009)

Gambar 5. Kondisi Jalur 1 Menuju Desa Budaya Lekaq Kidau

Gambar 6. Kondisi Jalur Penyeberangan Desa Budaya Lekaq Kidau

Jalur kedua (Gambar 7) dan ketiga (Gambar 8) merupakan jalur yang


sering digunakan untuk wisatawan yang datang dari luar. Karena melalui jalur ini,
wisatawan dapat menikmati pemandangan dan pengalaman perjalanan sungai.
21

Namun jika menggunakan kapal motor, perjalanan melalui kedua jalur ini
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan jalur 1.

Gambar 7. Kondisi Jalur 2 Menuju Desa Budaya Lekaq Kidau

Gambar 8. Kondisi Jalur 3 Menuju Desa Budaya Lekaq Kidau

Iklim
Karakteristik iklim Desa Budaya Lekaq Kidau termasuk ke dalam iklim
hutan tropika humida dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara musim
kemarau dan musim hujan. Curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm per tahun
dengan temperatur rata-rata 26oC. Perbedaaan temperatur siang dan malam antara
5-7 oC. (Pemkab Kukar, 2008)

Tanah dan Topografi


Desa Budaya Lekaq Kidau terletak pada ketinggian 17 meter di atas
permukaan laut. Topografi Desa Budaya Lekaq Kidau relatif datar dan berbukit
rendah. Pada lahan teratas terdapat hutan dan kuburan sedangkan pada lahan
paling bawah terdapat sungai. Permukiman dan ladang terletak pada wilayah
22

dengan topografi yang relatif datar. Menurut Peta Jenis Tanah Kabupaten Kutai
Kartanegara dengan skala 1 : 1.400.000, jenis tanah di Desa Budaya Lekaq Kidau
didominasi oleh tanah organosol glei humus.

Hidrologi
Desa Budaya Lekaq Kidau terletak di tepi Sungai Mahakam. Oleh karena
itu, Sungai Mahakam merupakan jalur transportasi utama menuju Desa Budaya
Lekaq Kidau. Selain itu, dahulunya sungai ini juga dimanfaatkan secara langsung
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat yaitu untuk mandi, memasak
dan kebutuhan lainnya. Namun sejak 29 Juli 2008, sebagian masyarakat Desa
Budaya Lekaq Kidau tidak lagi memanfaatkan secara langsung air dari sungai
Mahakam. Masyarakat melalui program Sarana Air Bersih dari PNPM (Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat), membuat saluran-saluran dari pipa PVC
untuk mengakomodasikan aliran air dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sumber air diperoleh dari anak sungai Mahakam yang terletak 2 Km di sebelah
timur desa. Hal ini dikarenakan anak sungai tersebut diyakini masih bersih dan
belum tercemar. Kondisi Sungai Mahakam dapat dilihat pada Gambar 9.
Pola drainase Desa Budaya Lekaq Kidau berupa selokan-selokan
mengikuti pola jalan desa. Pada umumnya aliran air tersebut bermuara ke sungai
Mahakam. Namun karena topografi wilayah permukiman yang relatif datar,
selokan-selokan tersebut selalu tergenangi air jika musim hujan dan air sungai
pasang.

Gambar 9. Kondisi Sungai Mahakam


23

View
Desa Budaya Lekaq Kidau memiliki pemandangan yang alami. Selain itu
juga memiliki pemandangan lanskap dengan gaya arsitektur khas Suku Dayak
Kenyah. Pemandangan ini terdiri dari pemandangan di luar permukiman dan di
dalam permukiman. Jika memandang ke sebelah barat ke arah luar permukiman
akan terlihat pemandangan sungai Mahakam yang sangat lebar (±500 m) dibatasi
oleh hutan di seberang sungai. Sisi sebelah timur berupa bukit rendah, sedangkan
sisi sebelah selatan berupa kebun masyarakat dan utara berupa permukiman Desa
Teratak. Sedangkan dari luar permukiman, jika sudah mendekati permukiman
terdapat pemandangan menarik berupa darmaga dan gerbang desa dengan gaya
arsitektur khas Dayak Kenyah dan pemandangan rumah-rumah panggung
masyarakat desa. View Desa Budaya Lekaq Kidau dapat dilihat pada Gambar 10.

Aspek Sosial Ekonomi


Desa Budaya Lekaq Kidau dihuni oleh 155 KK dengan jumlah 655 jiwa.
Komposisi jumlah penduduk laki-laki 359 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
296 jiwa. Penduduk asli Desa Budaya Lekaq Kidau adalah suku Dayak Kenyah
yang bermigrasi dari wilayah Long Lees termasuk juga keturunannya. Namun di
Desa Budaya Lekaq Kidau juga terdapat suku lain yaitu Kutai, Jawa, dan Timor
dalam jumlah yang sangat kecil (1,06 %). Mereka adalah masyarakat pendatang
yang menikah dengan orang Lekaq Kidau dan menetap di sana.
Mayoritas penduduk Desa Budaya Lekaq Kidau beragama Kristen
Protestan. Sebelum mengenal agama resmi pemerintah, masyarakat Dayak
Kenyah di Desa Lekaq Kidau menganut kepercayaan animisme yang percaya dan
meyakini peran roh-roh leluhur dalam mengendalikan kehidupan. Menurut Conley
yang dikutip oleh Maunati (2004), suku Dayak Kenyah percaya pada tiga jenis roh
(bali), yaitu roh baik, roh jahat dan roh yang tidak dapat diduga. Bungan Malan
Peselong Luan adalah contoh roh baik yang biasanya dipuja oleh masyarakat
Dayak Kenyah dalam upacara-upacara keagamaan mereka. Sementara peristiwa
kematian, sakit, dan perasaan yang tidak menyenangkan seperti kecemburuan dan
keraguan, dikelompokkan ke dalam sesuatu yang disebabkan oleh roh jahat. Roh
yang tidak diduga dapat dilihat melalui beberapa bali, misalnya bali pelaki adalah
24

roh yang bersarang di dalam tubuh burung elang, jika burung elang terbang dari
kiri ke kanan berarti pertanda baik dan begitu pula sebaliknya. Pada saat sekarang,
kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat setempat berbeda-beda,
yaitu agama Kristen Protestan, Katolik dan Islam (Tabel 4).

Tabel 4. Agama yang dianut masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau


No. Agama Jumlah (%)
1. Kristen Protestan 94,96
2. Katolik 4,12
3. Islam 0,91
Sumber : Monografi Desa Lekaq Kidau tahun 2008

Mata pencaharian utama masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau adalah


bercocok tanam. Selain berladang di sekitar tempat tinggal mereka, ada juga
sebagian masyarakat yang berladang di Kilometer 28 Benua Baru Kecamatan
Kota Bangun. Hasil pertaniannya antara lain padi, sayur-mayur, jagung, dan ubi.
Selain itu ada juga yang bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit dan di
perusahaan tambang batu bara. Jenis mata pencaharian kepala keluarga di Desa
Budaya Lekaq Kidau dapat dilihat pada Tabel 5. Penghasilan tambahan diperoleh
dari kerajinan manik seperti gelang, kalung seraung, dan tameng yang dibuat oleh
ibu-ibu dan anak-anak yang dijual kepada pengunjung wisata baik lokal maupun
manca negara. Sebelum tumbuh seperti sekarang, untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari mereka banyak dibantu oleh masyarakat atau suku-suku lain
yang yang berada di sekitar Desa Budaya Lekaq Kidau.

Tabel 5. Jenis Mata Pencaharian Kepala Keluarga


No. Mata Pencaharian Jumlah (Orang)
1. Petani 90
2. Buruh industri 10
3. Buruh bangunan 8
4. Pertambangan 6
5. Perkebunan 21
6. Pedagang 10
7. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 10
Sumber : Monografi Desa Lekaq Kidau tahun 2008
25

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau terbanyak yaitu


tingkat Sekolah Dasar. Namun banyak juga yang melanjutkan hingga SLTP dan
SLTA di sekolah-sekolah yang terdapat di desa-desa di sekitar desa mereka.
Selain itu juga terdapat beberapa orang yang dapat melanjutkan hingga ke
perguruan tinggi, misalnya anak Kepala Desa. Tingkat pendidikan masyarakat
Desa Budaya Lekaq Kidau dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau


No. Pendidikan Jumlah (Orang)
1. Belum sekolah 42
2. Tidak tamat SD 98
3. SD / sederajat 176
4. SLTP / sederajat 84
5. SLTA / sederajat 98
6. Akademi 9
7. Perguruan tinggi 5
Sumber : Monografi Desa Lekaq Kidau tahun 2008

Fasilitas umum yang terdapat di Desa Budaya Lekaq Kidau antara lain
fasilitas bidang pemerintahan, bidang pendidikan, bidang keagamaan, bidang
olahraga, dan bidang transportasi (Tabel 7).

Tabel 7. Jenis Fasilitas Umum Desa Budaya Lekaq Kidau


No. Jenis Fasilitas Jumlah (Buah)
1. Bidang Pemerintahan
- Kantor Desa 1
- Sekretariat PKK 1
2. Bidang Pendidikan
- Gedung Sekolah Dasar 1
- Gedung TK 1
3. Bidang Keagamaan
- Gereja 1
4. Bidang Olahraga
- Lapangan sepak bola 1
- Lapangan voli 1
5. Bidang Transportasi
- Darmaga 1
Sumber : Pengamatan di Lapang (2009)
DATA DAN ANALISIS

Tata Guna Lahan dan Sistem Kepemilikan Lahan


Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau seperti umumnya etnik tradisional
Dayak di Kalimantan Timur, berinteraksi dan mengenal lingkungan dengan baik.
Hubungan antara budaya dan lingkungannya dikonsepsikan dalam bentuk
pengetahuan tradisional tentang klasifikasi satuan tata guna lahan. Berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara di lapang, tata guna lahan di Desa Budaya
Lekaq Kidau dibagi menjadi empak (hutan alami), tana’ ulen (hutan simpanan),
uma (ladang), kelimeng (kebun kecil), kuburan (makam), leppo’ (permukiman),
dan sungai.
Pada masyarakat Dayak Kenyah di Desa Budaya Lekaq Kidau dan juga
masyarakat Dayak umumnya memiliki kelembagaan tertentu mengenai lahan
hutan. Bagi masyarakat Dayak Kenyah, hutan diartikan secara menyeluruh
(holistic) meliputi makna ekonomis, sosial-budaya. Menurut orang Dayak Kenyah
sebagaimana telah berlaku ketika jaman nenek moyang, hutan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kehidupan orang Dayak Kenyah. Antara orang Dayak
Kenyah dan hutan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan keduanya
saling memberikan pengaruh timbal balik (Billa dalam Pasaribu, 2007).
Empak adalah kawasan hutan alami yang belum pernah diubah menjadi
ladang. Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau menyebutkan bahwa satuan
lingkungan empak atau hutan rimba adalah suatu kawasan yang ditumbuhi pohon-
pohon besar, dihuni binatang-binatang liar, dan belum pernah dibuka sebagai
ladang. Tana’ ulen adalah kawasan hutan yang dilindungi dan dijaga namun
masih bisa dimanfaatkan pohon dan hasil hutan non kayunya selama tetap lestari
dan tidak mengubah kondisinya. Tana’ ulen merupakan hutan yang tumbuh
melalui proses alami. Selain itu dapat juga berupa kawasan sungai yang dilindungi
dan dilestarikan.
Jika dilihat berdasarkan sejarahnya, konsep tana’ ulen awalnya merupakan
kepemilikan lahan yang ada pada kelompok paren (bangsawan), namun sesuai
dengan perkembangan dan pergeseran tata nilai budaya, sosial, ekonomi dan
adanya perubahan masyarakat tradisional menjadi masyarakat desa, konsep tana’
30

ulen juga telah berubah, tidak lagi terbatas pada kawasan tertentu yang dikuasai
golongan paren tetapi didasarkan pada kepentingan bersama seluruh masyarakat
adat. Oleh karena itu, kawasan hutan simpanan tersebut harus dilindungi dan
dijaga oleh seluruh masyarakat.
Uma berarti ladang yang merupakan satuan lingkungan untuk diusahakan
sebagai sumber pangan utama. Di lahan inilah padi sebagai makanan pokok
dibudidayakan. Padi yang ditanam oleh masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau
adalah padi ladang. Sedangkan kelimeng berarti kebun berukuran kecil yang
terletak di sekitar kawasan permukiman. Pada kelimeng ini ditanam berbagai
sayuran, buah-buahan dan tanaman pangan. Kebun campuran dari sayuran, buah-
buahan dan bahan pangan lainnya ini dimaksudkan sebagai sumber cadangan
bahan pangan yang dapat cepat tersedia bila diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari.
Leppo’ yaitu permukiman masyarakat Dayak. Pada umumnya dibangun di
kawasan tepian sungai, begitu pula dengan Desa Budaya Lekaq Kidau. Lokasi ini
sangat strategis karena sungai adalah urat kehidupan masyarakat, baik untuk
media transportasi maupun sumber air untuk keperluan hidup sehari-hari.
Bangunan tempat tinggal umumnya sejajar dengan pinggiran sungai sehingga
memudahkan untuk menambatkan perahu sebagai alat transportasi utama mereka.
Kuburan atau makam terletak pada lahan atas dan cukup jauh dari
permukiman. Hal ini merupakan salah satu bentuk penghargaan dan
penghormatan terhadap para leluhur mereka yang telah meninggal. Selain itu
dahulunya masyarakat Dayak Kenyah mempercayai bahwa roh manusia yang
sudah meninggal dapat mengganggu manusia yang masih hidup. Karena itulah
makam diletakkan di tempat yang agak jauh dari permukiman. Berdasarkan
monografi desa, Tata Guna Lahan di Desa Budaya Lekaq Kidau dapat dilihat pada
Tabel 8.
Masyarakat Dayak sering dianggap tidak mempunyai aturan tentang
kepemilikan lahan karena mereka seolah-olah dapat membuka dan membabat
hutan sesuai dengan keinginan mereka. Namun sebenarnya mereka mempunyai
aturan kepemilikan lahan yang jelas. Kepemilikan lahan yang dimiliki oleh
masyarakat Dayak Kenyah terbagi menjadi lahan milik individu dan lahan milik
31

kolektif. Lahan milik individu terdiri dari uma, kelimeng dan sada leppo’.
Sedangkan lahan milik kolektif terdiri dari hutan, kuburan, lapangan, dan fasilitas
umum desa lainnya.

Tabel 8. Tata Guna Lahan di Desa Budaya Lekaq Kidau


No. Jenis Tata Guna Lahan Luas
1. Tanah Pertanian
- Uma dan Kelimeng 80 Ha
2. Lahan Terbangun
- Bangunan/ pekarangan 16 Ha
3. Tanah keperluan fasilitas umum
- Lap Olahraga 1,5 Ha
- Kuburan 1 Ha
4. Tanah keperluan fasilitas sosial
- Gereja 100 m2
Sumber : Monografi Desa Budaya Lekaq Kidau 2008

Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau mempunyai budaya gotong-royong


yang tinggi dan juga menghargai hak milik individu. Pembuatan ladang dapat
dilakukan secara bersama-sama dalam satu lokasi, namun masing-masing petak
ladang tetap dimiliki secara individu oleh setiap keluarga inti. Pada saat ini,
masyarakat desa Budaya Lekaq Kidau tidak hanya berladang di lahan pertanian
yang ada di desa mereka, namun sebagian masyarakat memiliki ladang lain di luar
desa yaitu di Kilometer 28 Benua Baru Kecamatan Kota Bangun. Pemegang hak
atas tanah ladang adalah keluarga yang pertama kali membuka empak (hutan
alami). Ijin untuk membuka empak ini diperoleh dari Pemerintah Desa setempat di
lokasi lahan yang dibuka untuk berladang. Pembukaan lahan empak dengan
menebang pohon-pohon besar ini dilakukan secara kelompok untuk dijadikan
ladang umum. Sebagai penanda hak milik tanah biasanya ditanam pohon buah di
sekitar lepau (pondok di ladang). Ladang keluarga ini dapat dikerjakan oleh
keluarga lain jika pemegang hak mengijinkan atau sudah tidak bersedia
memegang haknya lagi. Hak atas tanah ini juga dapat diwariskan kepada
keturunannya. Dalam pembagian warisan ini mereka tidak membedakan antara
anak laki-laki dan perempuan, sehingga setiap anak akan mendapatkan bagian
yang sama.
32

Dalam adat masyarakat Dayak Kenyah seperti juga pada masyarakat Desa
Budaya Lekaq Kidau, pendatang baru yang akan menetap di desa mereka dapat
meminta tanah kepada masyarakat yang sudah ada di desa tersebut. Sebagai tanda
serah terima hak atas tanah ini, pendatang baru menyerahkan sejumlah barang
yang dianggap berharga bagi masyarakat Dayak Kenyah seperti mandau, gong,
atau guci sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.

Lanskap Desa
Pola Desa
Menurut pengetahuan masyarakat adat, bentuk Desa Budaya Lekaq Kidau
adalah long. Dikatakan demikian karena desa ini terletak di tepi sungai Mahakam.
Bentuk desa yang demikian memberi pengaruh pada karakteristik masyarakat
Desa Budaya Lekaq Kidau. Budaya mereka yang selalu berorientasi pada sungai
sebagai urat nadi kehidupan, mempengaruhi bentuk permukiman dan elemen
lanskap yang ada di desa mereka.
Lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan satu kesatuan unit lanskap
yang meliputi area permukiman (leppo’), area hutan (empak dan tana’ ulen), uma
(ladang), kelimeng (kebun kecil), kuburan (makam), serta sungai. Area- area
tersebut menempati posisi tertentu sesuai fungsi dan maknanya.
Empak dan tana’ ulen sebagai kawasan hutan alami terletak ke arah darat
dengan jarak sekitar 160 m menjauhi permukiman. Selain itu juga terdapat di hulu
dan hilir desa. Sedangkan uma dan kelimeng terletak di sekitar permukiman
karena merupakan lahan produksi bagi masyarakat (Gambar 11). Sungai
Mahakam terletak di bagian barat desa dan merupakan bagian yang paling rendah.
Sedangkan anak sungai yang oleh masyarakat dijadikan sumber air bersih terdapat
di tana’ ulen dan merupakan kawasan yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Area permukiman terletak pada wilayah dengan topografi yang relatif datar dan
berbatasan langsung dengan sungai Mahakam. Pada sepanjang tepian Sungai
Mahakam yang berbatasan dengan desa dibangun dinding penahan yang berguna
untuk menahan gelombang sehingga dapat mencegah terkikisnya daratan.
33

Gambar 11. Uma (kiri) dan Kelimeng (kanan)

Pola permukiman Desa Budaya Lekaq Kidau cukup teratur. Susunan


rumah biasanya menghadap ke arah jalan, baik sejajar maupun tegak lurus jalan.
Letak rumah yang satu dengan yang lainnya cukup jauh, namun ada juga beberapa
yang berdekatan. Rumah-rumah yang berada di tepi sungai dibangun menghadap
ke arah sungai, tidak membelakangi.
Suku Dayak, termasuk juga suku Dayak Kenyah pada dasarnya
menganggap alam semesta terdiri dari alam atas dan alam bawah. Alam atas
dikuasai oleh Ranjing Hatala Langit dan dihayati sebagai tasik banteran bulau,
laut babandan intan (danau berkilau emas, laut berjembatan intan). Sedangkan
alam bawah dikuasai oleh Jata (ular air) dan dihayati sebagai basuhun bulau
saramai rabia (sungai emas pengaliran kekayaan). Kehidupan alam atas dan
bawah dalam konsepsi masyarakat Dayak merupakan perpaduan yang harmonis
dan tata kosmos yang suci (Usop dalam Wijanarka, 2008). Sehingga air atau
sungai sangat berperan penting dalam kehidupan spiritual bagi masyarakat suku
Dayak dan menjadikan air atau sungai sebagai ruang dominan dalam
pembentukan satuan-satuan permukimannya. Keeratan masyarakat suku Dayak
dengan air (sungai) diwujudkan dalam kepercayaan suku Dayak yang
menganggap air adalah sumber kehidupan. Konsep tata letak permukiman suku
Dayak selalu dikaitkan dengan kepercayaan yang menganggap bahwa aliran
sungai yaitu hulu berarti baik dan hilir berarti buruk. Sehingga permukiman
Dayak Kenyah biasanya berada di wilayah hulu sungai, seperti juga Desa Budaya
Lekaq Kidau yang berada di wilayah hulu sungai Mahakam dan terletak di tepi
sungai. Rumah yang terletak langsung di tepi sungai dibangun menghadap ke arah
sungai, tidak membelakangi.
34

Bangunan lamin adat dan gereja terletak di tengah desa dan satu jalan
dengan Kantor Desa. Darmaga dan gerbang desa terletak di tepi sungai Mahakam
dan langsung terhubung dengan jalan utama desa. Sedangkan bangunan-bangunan
sekolah berada di sebelah timur permukiman.
Pola sirkulasi dalam desa berbentuk blok-blok jalur jalan yang sejajar
dengan sungai. Jalur jalan tersebut pada awalnya berupa jalan setapak yang
dibangun oleh masyarakat desa. Kemudian sejak tahun 2008 melalui proyek
Pemerintah Daerah, jalur jalan di desa Lekaq Kidau diperlebar dan disemen.
Walaupun pada sebagian jalur jalan masih dalam tahap pekerjaan. Kondisi jalan
desa dan dinding penahan tepi sungai dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12.Kondisi Jalan Desa (kiri) dan Dinding Penahan Tepian Sungai (kanan)

Elemen Pembentuk Lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau


Elemen lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan bangunan atau
ruang yang terbangun dan menjadi satu kesatuan desa. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapang, elemen lanskap Desa Lekaq Kidau terdiri atas 12 elemen,
antara lain :
1. Umak
Secara tradisional tempat tinggal bagi masyarakat Dayak Kenyah adalah
umak yang dikenal juga sebagai lamin. Umak yang sebenarnya berarsitektur
rumah panggung berbahan kayu yang dapat mencapai panjang puluhan sampai
ratusan meter tergantung dari jumlah amin, yaitu bilik anggota keluarga. Dalam
sejarahnya, keluarga-keluarga yang tinggal bersama dalam satu umak ini akan
menjadi kekuatan menghadapi serangan musuh dari suku-suku lain. Namun
keberadaan umak di Desa Budaya Lekaq Kidau tidak lagi seperti umak aslinya.
35

Dengan adanya perkembangan jaman, konsep amin pada saat sekarang berubah
menjadi rumah individual, sehingga tidak lagi dihuni secara bersama-sama oleh
beberapa keluarga. Panjang umak di Desa Budaya Lekaq Kidau tidak ada lagi
yang panjangnya sampai ratusan meter.
Perubahan konsep amin menjadi rumah individual ini awalnya didorong
oleh beberapa alasan antara lain sulit menjaga kebersihan di rumah komunal,
menghindari kebakaran, dapat memperoleh suasana lebih tenang dan lebih bebas
hidup terpisah dengan keluarga yang lain. Walaupun demikian, nilai kebersamaan
masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau masih dapat tetap terjaga walaupun dengan
kadar yang berbeda.
Umak masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau sebagian besar berupa umak
sederhana dengan warna dinding dan atap asli dari warna alami kayu (Gambar
13). Namun ada juga beberapa umak yang sudah mulai menggunakan cat dinding.
Dinding umak terbuat dari kayu ulin dan atapnya terbuat dari sirap. Bentuk umak
yang ada di desa ini berbeda-beda. Ada umak yang memanjang tegak lurus jalan
dan ada pula yang sejajar dengan jalan. Jumlah umak yang ada di Desa Budaya
Lekaq Kidau adalah 51 umak.

Gambar 13. Umak (rumah tinggal)

2. Lamin Adat
Lamin adat yaitu lamin yang digunakan oleh masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau untuk menyelenggarakan acara-acara atau aktivitas-aktivitas adat.
Selain itu juga berfungsi sebagai tempat menjamu tamu atau pengunjung yang
36

datang ke Desa Budaya Lekaq Kidau. Lamin adat di Desa Budaya Lekaq Kidau
terletak di tengah desa yaitu ± 125 meter dari sungai Mahakam arah timur dan
bersebelahan dengan rumah Kepala Adat. Lamin adat di Desa Budaya Lekaq
Kidau diberi nama Lamin Adat Pemung Tawai.
Lamin adat berbentuk panggung dengan tiang panggung berupa kayu ulin
yang di ukir menyerupai wajah manusia, berdinding kayu ulin dan beratapkan
sirap. Sedangkan tiang dan dinding yang terdapat di dalam lamin dihiasi dengan
ukiran dan warna khas suku Dayak Kenyah. Lamin adat yang ada di Desa Budaya
Lekaq Kidau jika dilihat dari luar sangatlah sederhana (Gambar 14). Dinding
lamin adat tidak dicat dan dibiarkan dengan warna alami kayu. Di bagian atap
lamin adat terdapat ukiran khas suku Dayak Kenyah.

Gambar 14. Lamin Adat

3. Sada Leppo’
Secara harfiah, sada leppo’ berarti di samping permukiman. Masyarakat
Desa Budaya Lekaq Kidau mengkonsepsikan sada leppo’ sebagai sebidang lahan
di sekitar bangunan rumah baik yang berada di samping, di depan atau belakang
rumah tinggal. Sada leppo’ biasa disetarakan dengan pengertian pekarangan
karena memiliki batas yang jelas antara sada leppo’ satu dengan yang lainnya.
Sada leppo’ ini ditanami berbagai jenis tanaman yang berguna bagi keperluan
hidup sehari-hari seperti untuk sayuran, tanaman pangan, bahan obat-obatan,
buah-buahan dan tanaman hias (Gambar 15). Jenis tanaman yang biasa ditanam di
area sada leppo’ antara lain jagung (Zea mays), cabai (Capsicum anum), bawang
tiwai (Eleutherine Americana), papaya (Carica papaya), kacapiring (Gardenia
37

jasminoides), dan lain-lain. Namun ada juga masyarakat yang belum


memanfaatkan area ini sehingga ditumbuhi rumput dan tanaman liar lainnya.

Gambar 15. Sada Leppo’

4. Belawing
Belawing atau pasak desa adalah salah satu elemen adat suku Dayak
Kenyah yang terbuat dari kayu ulin yang diukir (Gambar 16). Belawing yang
merupakan simbol persatuan dan kesatuan masyarakat Dayak Kenyah dipasang di
depan lamin atau rumah adat dan harus ada di setiap permukiman Dayak sebagai
penanda desa. Belawing juga biasa digunakan dalam acara-acara adat, seperti
pernikahan adat, mendamaikan warga yang berselisih dan musyawarah adat.
Selain itu, dahulunya belawing juga dipergunakan pada upacara adat Mamat Bali
Akang, yaitu bagian dari upacara erau kepala atau upacara menyambut para
pahlawan yang kembali dari peperangan. Oleh karena itu di Desa Budaya Lekaq
Kidau belawing juga terdapat pada gerbang desa (gapura) yang dimaksudkan
untuk menyambut tamu atau pengunjung yang datang.
38

Gambar 16. Belawing

5. Gereja
Masyarakat Desa Lekaq Kidau mayoritas beragama Kristen Protestan dan
sebagian kecil beragama Katolik. Sehingga tempat ibadah yang ada di desa ini
berupa gereja (Gambar 17). Penggunaannya intensif yaitu untuk beribadah dan
mengadakan upacara perkawinan. Bangunan gereja ini merupakan satu-satunya
bangunan di Desa Budaya Lekaq Kidau yang tidak berbentuk panggung. Gereja
berbentuk persegi panjang dengan luas bangunan gereja keseluruhan adalah 100
m2. Gereja tersebut dibangun dengan dinding dari kayu ulin dan atap sirap.

Gambar 17. Gereja

6. Gerbang desa dan Darmaga


Akses utama untuk memasuki Desa Budaya Lekaq Kidau ditandai dengan
sebuah darmaga untuk tempat pemberhentian kendaraan sungai dan sebuah
gerbang desa. Pada darmaga dan gerbang desa ini terdapat ukiran kayu khas suku
39

Dayak kenyah yang sangat menarik (Gambar 18). Selain itu terdapat pula empat
buah belawing yang dimaksudkan untuk menyambut tamu atau pengunjung.

Gambar 18. Darmaga (kiri) dan Gerbang Desa (kanan)

7. Pilar burung enggang


Pilar dihiasi ukiran patung burung Enggang terletak di depan lamin adat
dan memiliki tinggi ±10 meter. Burung Enggang (Richoneros sp.) yang
merupakan burung endemik Kalimantan Timur oleh suku Dayak Kenyah
dipercaya sebagai binatang magis yang dekat dengan roh leluhur. Pilar burung
enggang ini biasanya ada di setiap lamin adat suku Dayak Kenyah, seperti yang
terdapat di Desa Budaya Lekaq Kidau. Pilar ini merupakan lambang persatuan
masyarakat dalam suatu permukiman masyarakat Dayak Kenyah (Gambar 19).

Gambar 19. Pilar Burung Enggang


40

8. Kuburan dan Salung


Kuburan yang ada di Desa Budaya Lekaq Kidau adalah kuburan untuk
penganut agama Kristen Protestan dan Katolik. Kuburan terletak di lahan atas
yaitu di sebelah timur permukiman (Gambar 20). Hal ini merupakan salah satu
bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap para leluhur yang telah
meninggal.
Salung adalah elemen lanskap tradisional Dayak Kenyah yang berfungsi
menaungi mayat yang sudah dimasukkan ke dalam tanah. Salung berbentuk
menyerupai rumah yaitu memiliki atap, tiang, dan dinding rendah menyerupai
pagar. Hal ini dipercaya oleh masyarakat Dayak Kenyah untuk melindungi leluhur
yang sudah meninggal. Patung kayu ulin pada salung dibuat dengan ukiran kayu
khas Dayak Kenyah yang sangat indah. Pada patung kayu ulin tersebut juga
terdapat pahatan nama orang yang dikubur. Pada bagian atap terdapat ukiran kayu
khas Dayak Kenyah. Berdasarkan kepercayaan masyarakat Dayak Kenyah, posisi
salung harus mengahadap sungai dan sejajar dengan arah air mengalir. Karena air
sungai Mahakam mengalir dari utara ke selatan, maka kepala jenazah yang
dikubur berada di sebelah utara dan kakinya berada di sebelah selatan.

Gambar 20. Kuburan

9. Lapangan
Di Desa Budaya Lekaq Kidau terdapat dua lapangan terbuka yaitu
lapangan sepak bola dan lapangan voli (Gambar 21). Kedua lapangan tersebut
biasa digunakan untuk kepentingan umum, misalnya untuk mengadakan kegiatan-
kegiatan massal dan aktivitas-aktivitas olahraga masyarakat Desa Budaya Lekaq
41

Kidau. Namun karena letaknya yang rendah, lapangan sepak bola sering
tergenangi air jika musim hujan.

Gambar 21. Lapangan Voli (kiri) dan Lapangan Sepak Bola (kanan)

10. Kandang Ternak


Kandang ternak berada tersebar di sekeliling desa dan ada juga yang
berkelompok di suatu tempat. Kandang ternak yang berkelompok yaitu kandang
babi berada di dekat bukit, di samping lahan kuburan. Letak kandang ternak babi
yang demikian dimaksudkan agar tidak dekat dengan permukiman. Hal ini diduga
karena masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau dalam menentukan letak kandang
ini sudah memperhatikan alasan kebersihan dan kesehatan. Namun begitu masih
ada pula kandang babi yang terletak di depan rumah. Sedangkan kandang ternak
ayam dan bebek berada di sekitar rumah masyarakat. Kandang ayam dan bebek
ini biasanya berada di bawah/ kolong rumah tinggal penduduk. Kandang ternak
babi dan kandang ternak unggas dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Kandang Ternak Babi (kiri) dan Kandang Ternak Unggas (kanan)
42

11. Vegetasi
Tanaman yang teridentifikasi di Desa Budaya Lekaq Kidau tersaji pada
Lampiran 3. Tanaman yang ada di Desa Budaya Lekaq Kidau memiliki fungsi
yang beragam, di antaranya sebagai pangan (Gambar 23), estetik, fisik, material
kayu, ekonomi, dan adat. Fungsi sebagai pangan artinya tanaman digunakan untuk
memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Fungsi estetik yaitu tanaman sebagai
penambah nilai kualitas visual. Fungsi material kayu yaitu berhubungan dengan
peran tanaman dalam pembangunan rumah atau elemen fisik lain. Fungsi fisik
yaitu berhubungan dengan peran tanaman sebagai pembentuk lanskap seperti
fungsi penaung, pengarah, pagar, penahan angin dan lain-lain. Sedangkan fungsi
adat yaitu tanaman digunakan untuk keperluan berbagai macam aktivitas
masyarakat yang berhubungan dengan adat. Tanaman-tanaman tersebut umumnya
berada di sekitar rumah, namun ada juga yang berada di sekitar uma, kelimeng,
hutan dan sungai.

Padi ladang merupakan tanaman yang dominan di Desa Budaya Lekaq


Kidau dan merupakan pangan utama bagi masyarakat. Selain berfungsi sebagai
tanaman pangan, padi juga memiliki fungsi adat yaitu berhubungan dengan
upacara-upacara adat mereka seperti pada upacara ngaman bai, masa undat, dan
uman undat. Tanaman yang memiliki fungsi adat lainnya adalah kunyit (Curcuma
domestica), bawang tiwai (Eleutherine Americana), dan pandan (Pandanus
amaryllifolius). Tanaman pohon buah-buahan seperti papaya (Carica papaya),
kelapa (Cocos nucifera), sukun (Artocarpus communis), dan lain-lain banyak
terdapat di Desa Budaya Lekaq Kidau dan berfungsi sebagai tanaman yang
hasilnya bisa dikonsumsi oleh masyarakat desa.
43

Gambar 23. Vegetasi yang memiliki fungsi pangan

Analisis Konsep Tata Ruang


Berdasarkan skala ruang, kepemilikan ruang, dan intensitas aktivitas
masyarakat dalam mengelola alam atau ruang kehidupan maka Desa Budaya
Lekaq Kidau memiliki konsep tata ruang yang dapat dibagi menjadi tata ruang
makro, tata ruang meso, dan tata ruang mikro.

Tata Ruang Makro


Ruang makro adalah ruang/ lanskap yang mendukung hampir seluruh
kehidupan masyarakat, yang meliputi ruang hutan, ruang permukiman, ruang
pertanian dan sungai. Ruang hutan berada pada lahan dengan topografi berbukit
rendah dan terletak ke arah darat. Selain itu ruang hutan juga terdapat di hulu dan
hilir permukiman. Ruang hutan tersebut terdiri dari empak dan tana’ ulen.
Sedangkan yang termasuk ke dalam ruang pertanian adalah uma dan kelimeng.
Ruang pertanian ini terletak di sekitar permukiman. Ruang permukiman
mencakup leppo’ (permukiman) sebagai tempat tinggal masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau. Tata ruang makro Desa Budaya Lekaq Kidau dapat dilihat pada
Gambar 24.
Secara vertikal, konsep ruang makro dapat digambarkan seperti pada
Gambar 25. Ruang hutan berada pada lahan yang agak tinggi. Ruang pertanian
dan permukiman berada pada lahan dengan topografi yang relatif datar.
Sedangkan ruang sungai berada pada lahan paling bawah.
44

Sungai Permukiman Lahan pertanian Kuburan Hutan


(Ruang Meso) dan (Ladang / Uma) (Empak dan
Kebun / Kelimeng Tana’ Ulen)
Sumber : Wawancara dan Pengamatan di Lapang

Gambar 25. Tata Ruang Makro secara Horizontal

Tata Ruang Meso


Ruang meso adalah bagian ruang makro yang merupakan lingkungan
permukiman/ perumahan masyarakat desa. Ruang permukiman Desa Budaya
Lekaq Kidau berorientasi dan berada di tepi sungai. Ruang ini terdiri dari elemen-
elemen pembentuk permukiman yaitu umak, lamin adat, sada leppo’, belawing,
gereja, gerbang desa, darmaga, pilar burung enggang, lapangan, kandang ternak,
kantor desa, sekolah, dan vegetasi. Tata letak elemen-elemen lanskap pada ruang
meso dapat dilihat pada Gambar 26.
Penyebaran rumah masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau pada umumnya
cukup teratur mengikuti pola jalan yang terbentuk. Jarak antara rumah yang satu
dengan lainnya cukup jauh yaitu sekitar 10 – 15 meter. Namun pada beberapa
tempat terdapat rumah-rumah penduduk yang jaraknya relatif dekat (compact
settlement) yaitu sekitar 5 - 10 meter. Pada setiap rumah terdapat area pekarangan
(sada leppo’).
Dalam masyarakat Dayak Kenyah biasanya beberapa keluarga mendiami
lamin atau umak secara bersama-sama. Lamin menyediakan sederet bilik atau
ruangan bersekat sesuai jumlah kepala keluarga. Namun di Desa Budaya Lekaq
Kidau saat ini tidak ada lagi yang tinggal dalam satu lamin secara bersama-sama.
Biasanya mereka telah tinggal terpisah-pisah dalam satu rumah tunggal yang
umumnya berbentuk keluarga inti dan sebagian lagi berbentuk keluarga luas.
45

Tata Ruang Mikro


Ruang mikro adalah bagian ruang permukiman meliputi rumah dan
pekarangan, merupakan tempat tinggal satu keluarga atau kelompok keluarga
besar. Tata ruang rumah di Desa Budaya Lekaq Kidau saat ini tidak lagi
sepenuhnya sesuai dengan aturan leluhur mereka. Perubahan konsep rumah
komunal menjadi rumah individual mempengaruhi tata ruang tersebut. Tata ruang
dasar rumah di Desa Budaya Lekaq Kidau yang ada saat ini terdiri dari :
1. Teras yang berfungsi sebagai tempat bersantai dan melakukan kegiatan-
kegiatan seperti membuat kerajinan, mengasuh anak dan lain-lain.
2. Ruang tengah (los) yang berfungsi sebagai ruang berkumpul dan menerima
tamu. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat persemayaman jika ada anggota
keluarga yang meninggal.
3. Ruang kamar yang berfungsi sebagai tempat beristirahat bagi pemilik rumah.
Jumlah kamar pada rumah masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau beragam
sesuai dengan besar rumah dan keperluannya.
4. Dapur yaitu ruang yang digunakan untuk memasak. Masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau sebagian besar masih memasak menggunakan kayu bakar. Pada
ruang ini juga terdapat kamar mandi.
Rumah tinggal (umak) masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau adalah
rumah panggung dengan ketinggian panggung 1 – 2 meter, panjang rumah 8 – 15
meter, dan lebar rumah 6 – 8 meter. Panjang rumah atau lebar rumah pada Desa
Budaya Lekaq Kidau sejajar dengan sungai. Jika dilihat secara vertikal pada
sebagian rumah masyarakat, bagian bawah rumah berfungsi sebagai kandang
ternak seperti ayam dan bebek. Namun ada juga beberapa rumah yang
menggunakan bagian bawah/ kolong rumahnya untuk menyimpan kayu bakar
keperluan memasak sehari-hari atau untuk dijual. Bagian atas dari rumah terdiri
dari ruang-ruang yang digunakan oleh manusia sebagai tempat hidupnya. Contoh
pemanfaatan kolong rumah di desa Budaya Lekaq Kidau dapat dilihat pada
Gambar 27.
46

Gambar 27. Contoh Pemanfaatan Kolong Rumah

Ruang terbuka di sekitar rumah masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau


disebut sada leppo’, yaitu halaman yang berada di sekitar bangunan rumah, dapat
berada di samping, di depan atau di belakang rumah tinggal. Sada leppo’ biasanya
ditanami berbagai jenis tanaman seperti tanaman pangan, sayuran, dan tanaman
hias. Selain itu sada leppo’ juga digunakan untuk keperluan lain seperti menjemur
bahan makanan dan menjemur pakaian. Di beberapa rumah juga terdapat kandang
babi di area sada leppo’. Tata ruang mikro rumah tinggal secara vertikal dapat
dilihat pada Gambar 28, sedangkan tata ruang mikro secara horizontal dapat
dilihat pada Gambar 29.

Gambar 28. Tata Ruang Rumah Tinggal Secara Vertikal


47

4
5

1 2

1 5
2 6
3
4

Gambar 29. Tata Ruang Mikro Secara Horizontal

Budaya Masyarakat
Organisasi pemerintahan yang terdapat di Desa Budaya Lekaq Kidau
berupa organisasi formal dan non-formal. Organisasi formal yaitu organisasi
pemerintahan desa yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sedangkan organisasi non-
formal berupa Lembaga Adat yang dipimpin oleh seorang Kepala Adat. Pemilihan
seorang Kepala Adat di Desa Budaya Lekaq Kidau berdasarkan garis keturunan.
Tugas utama dari Lembaga Adat ini adalah menyelesaikan segala permasalahan
yang ada dalam masyarakat baik masalah individu maupun antar kelompok dan
permasalahan yang terjadi dengan pihak luar berdasarkan pada aturan adat.
Kepala Adat bertugas menangani hal-hal yang terkait dengan adat-istiadat,
sedangkan Kepala Desa bertugas menangani hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan pemerintahan. Meskipun terdapat dua pemimpin dalam kehidupan
masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau ini, kedua pemimpin tersebut secara
bersama-sama dan bergotong-royong dalam menjaga dan membangun Desa
Budaya Lekaq Kidau.
Dalam filosofi masyarakat Dayak Kenyah, air atau sungai merupakan
sumber kehidupan. Sehingga sungai mempunyai peranan penting dalam
48

kehidupan masyarakat suku Dayak Kenyah dan dijadikan sebagai orientasi dalam
pembentukan satuan-satuan permukimannya. Sedangkan hutan bagi masyarakat
Dayak Kenyah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Antara
orang Dayak Kenyah dan hutan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
dan keduanya saling memberikan pengaruh timbal balik. Hutan dapat
memberikan keuntungan jika manusia memperlakukan hutan dengan baik,
sebaliknya hutan dapat memberikan kerugian jika diperlakukan dengan buruk.
Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau dalam kesehariannya tidak terlepas
dari aktivitas pertanian. Sehingga aktivitas pertanian tersebut banyak
mempengaruhi aktivitas adat dan budaya yang mereka anut. Berdasarkan hasil
pengamatan dan wawancara di lapang, aktivitas ritual yang dilakukan masyarakat
Desa Budaya Lekaq Kidau dibagi menjadi aktivitas ritual yang berhubungan
dengan siklus pertanian, aktivitas yang berhubungan dengan siklus hidup,
aktivitas yang berhubungan dengan keagamaan, dan aktivitas yang berhubungan
dengan sosial budaya (Tabel 9).

Tabel 9. Aktivitas Ritual yang Dilakukan Masyarakat Desa Budaya Lekaq


Kidau
Jenis Upacara Nama Upacara Keterangan
• Upacara yang • Ngaman bai • Saat membuka ladang
berhubungan • Masa undat • Saat menumbuk padi
dengan siklus • Puncak perayaan dari
pertanian • Uman undat siklus pertanian yang
merupakan upacara
adat terbesar
• Upacara yang • Pekiban adat • Saat pernikahan
berhubungan • Upacara kelahiran • Saat bayi baru lahir
dengan siklus • Upacara kematian • Saat ada penduduk
hidup yang meninggal
• Upacara yang • Sembahyang minggu • Setiap hari minggu
berhubungan • Hari Raya Natal • Saat Natal
dengan • Hari Raya Paskah • Saat kenaikan Isya
keagamaan Almasih
• Aktivitas sosial • Tari-tarian • Saat upacara adat,
budaya insidental
• Olahraga • Saat ada perayaan
tertentu, insidental
Sumber : Wawancara dan Pengamatan di Lapang (2009)
49

1. Aktivitas ritual yang berhubungan dengan siklus pertanian


Aktivitas ritual pertanian merupakan aktivitas yang rutin dilakukan setiap
tahunnya, yaitu berhubungan dengan aktivitas pertanian mereka. Dalam budaya
masyarakat Dayak Kenyah, aktivitas ritual pertanian ini bermacam-macam.
Namun dari hasil pengamatan dan wawancara di lapang, aktivitas ritual pertanian
di Desa Budaya Lekaq Kidau yang masih diselenggarakan hingga saat ini terdiri
dari upacara ngaman bai, masa undat, dan uman undat. Upacara ngaman bai
dilakukan pada saat membuka ladang. Maksud upacara ini yaitu untuk memanggil
dewa-dewa agar ladang yang akan ditanami mendapat berkah. Upacara masa
undat dilakukan pada saat padi telah dipanen dan dalam masa penumbukan.
Sedangkan upacara uman undat yaitu upacara puncak dari siklus pertanian.
Upacara ini diadakan sebagai tanda ucapan rasa syukur dan untuk memupuk tali
persaudaraan. Rasa syukur tersebut antara lain pertama, bersyukur kepada para
pendahulu yang telah memberi jalan untuk pencapaian sekarang ini. Kedua,
bersyukur terhadap hasil bumi yang diperoleh, agar bisa menghasilkan energi
yang baik untuk beraktivitas. Ketiga, bersyukur pada lingkungan atau alam sekitar
yang subur dan memakmurkan hasil bumi. Keempat, bersyukur kepada Sang
Maha Pencipta atas nikmat dan karunia-Nya.
2. Aktivitas ritual yang berhubungan dengan siklus hidup
Yang termasuk dalam aktivitas ritual yang berhubungan dengan siklus
hidup masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau antara lain pekiban (upacara
perkawinan), upacara kelahiran, upacara kematian. Upacara perkawinan adat pada
masyarakat Dayak Kenyah disebut upacara pekiban (Gambar 30). Sebelum
melakukan upacara adat pekiban, mempelai pria dan wanita terlebih dulu menikah
secara agama di gereja. Dalam upacara ini dapat disaksikan prosesi adat
perkawinan yang telah menjadi warisan budaya suku Dayak Kenyah sejak jaman
dahulu.
Upacara kematian pada masyarakat Dayak Kenyah tidak berbeda dengan
upacara kematian agama Kristen pada umumnya. Sebelum dikubur, mayat
diletakkan di dalam peti dan disemayamkan di ruang tengah umak. Kemudian
masyarakat secara bersama-sama mengangkat dan mengantar mayat untuk
dikuburankan, sebagai penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal
50

tersebut. Pada hari itu semua orang tidak boleh bekerja di ladang atau melakukan
pekerjaan lain. Mereka harus berkumpul di desa untuk menghormati orang yang
meninggal.

Gambar 30. Upacara Pekiban

3. Aktivitas ritual yang berhubungan dengan keagamaan


Aktivitas ritual keagamaan ada yang dilakukan setiap seminggu sekali dan
setiap setahun sekali. Aktivitas ini berhubungan dengan agama yang mereka anut
yaitu Kristen protestan dan katolik. Aktivitas keagamaan yang dilakukan setiap
seminggu sekali yaitu sembahyang ke gereja. Setiap hari minggu, tidak ada warga
Desa Budaya Lekaq Kidau yang bekerja di ladang atau mengerjakan pekerjaan
lain. Mereka pergi ke gereja untuk sembahyang bersama. Sedangkan aktivitas
keagamaan yang dilakukan setiap setahun sekali yaitu hari-hari besar agama
Kristen antara lain hari raya natal dan paskah. Pada saat malam natal, semua
masyarakat yang beragama Kristen Protestan dan Katolik mengadakan doa
bersama di gereja.
4. Aktivitas sosial budaya
Aktivitas sosial budaya yang dilakukan masyarakat Desa Lekaq Kidau
dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Aktivitas-aktivitas tersebut
antara lain aktivitas tari-tarian dan olahraga.
1. Tari-tarian. Aktivitas ini biasanya dilakukan jika sedang digelar suatu
upacara atau untuk menyambut tamu yang datang ke desa mereka. Jenis
tarian yang biasa dimainkan oleh masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau
antara lain Tari Kancet Papatai (tari perang), Tari Kancet Ledo (tari gong),
51

Tari Kancet Lasan, Tari Enggang (Gambar 31), Tari Nyelama Sakai, Tari
Pelekaq Sakai, Tari Hudoq Aban atau Kiba Kitaq.

Gambar 31. Tari Enggang

2. Olahraga. Jenis olahraga yang biasa dimainkan oleh anak-anak dan


pemuda-pemudi di Desa Budaya Lekaq Kidau adalah sepak bola dan voli.
Aktivitas ini biasanya dilakukan pada sore hari di lapangan sepak bola dan
voli. Selain itu ada juga kegiatan perlombaan olahraga yang digelar pada
waktu tertentu, misalnya pada saat memperingati HUT Kemerdekaan
Republik Indonesia. Jenis olahraga yang biasa dilombakan yaitu lomba
dayung perahu, lomba gasing, lomba sumpit (senjata tradisional suku
Dayak), lomba meloncat, dan lain-lain.

Pengelolaan Lanskap
Pengelolaan Lanskap oleh Masyarakat
Untuk pengelolaan lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau, pola penggunaan
lahan dan pengembangannya ditentukan oleh budaya masyarakat dan hukum adat
yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari cara mereka mengelola
hutan, makam, pertanian, sungai, dan permukimannya yang diatur oleh adanya
peraturan-peraturan tidak tertulis yang berasal dari leluhur mereka. Peraturan yang
berupa larangan-larangan tersebut merupakan upaya masyarakat adat
mempertahankan budaya dan menjaga lingkungannya.
Menurut masyarakat Dayak Kenyah, hutan diciptakan bukan hanya untuk
melengkapi kehidupan di bumi yang hanya dapat dimanfaatkan oleh manusia,
52

lebih lanjut mereka berpendapat bahwa hutan juga diciptakan untuk makhluk
hidup lainnya seperti binatang dan tumbuhan. Oleh karena itu, masyarakat Dayak
Kenyah harus mampu mengelola hutan dengan baik demi keberlangsungan dan
kelestarian makhluk hidup lainnya yang juga berada di hutan.
Dalam pengelolaan hutan, masyarakat memiliki aturan tentang hutan yang
boleh ditebang dan hutan yang tidak boleh ditebang pohonnya. Selain itu,
pemeliharaan anak sungai yang berada di dalam hutan dan menjadi sumber air
bersih bagi masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau dilakukan dengan cara tidak
membuka lahan, menebang pohon, atau melakukan aktivitas yang sifatnya
mencemari sumber air tersebut.
Tana’ ulen merupakan kawasan hutan cadangan bagi keperluan bersama
masyarakat Lekaq Kidau. Penentuan kawasan tana’ ulen merupakan salah satu
strategi dalam mengelola sumber daya alam di lingkungan tempat tinggal mereka.
Strategi penentuan kawasan tana’ ulen ini mempunyai beberapa tujuan baik
sosial, ekonomi, maupun ekologi.
Dari aspek sosial, walaupun kawasan tana’ ulen tersebut dilindungi,
namun masih dapat diambil hasilnya dan pemanfaatannya bersifat common use
atau untuk kepentingan umum. Misalnya pada masa kekurangan pangan, maka
kawasan tana’ ulen adalah merupakan cadangan bahan pangan. Pada masa
pelaksanaan pesta adat, maka sebagian bahan pangan diperoleh dari tana’ ulen.
Pada masa mendapat musibah kebakaran rumah, maka kebutuhan kayu bahan
bangunan dapat diambil dari tana’ ulen tersebut. Manfaat ekonomi yang dapat
diambil dari adanya tana’ ulen adalah masyarakat dapat memanen hasil hutan non
kayunya.
Selain manfaat secara langsung dengan memanen hasil dari tana’ ulen,
kawasan lindung tradisional ini juga memberikan manfaat sebagai pengatur
hidrologi. Keberadaan ekosistem hutan yang terpelihara dapat menghasilkan
sumber air bersih bagi permukiman di hilirnya. Konsep tana’ ulen dapat dikatakan
setara dengan konsep konservasi hutan pada saat ini. Konservasi keanekaragaman
hayati bukan sekedar pelestarian jenis satwa dan tumbuhan, tetapi juga
pemanfaatan yang berkelanjutan (sustainable) tanpa merusak fungsi
ekosistemnya.
53

Untuk pengelolaan permukiman, meliputi umak (rumah tinggal) dan sada


leppo’ (pekarangan), lamin adat, jalan, darmaga, gereja, sekolah maupun fasilitas
umum lainnya hanya terbatas pada pemeliharaan fisik dan tidak menggunakan
jadwal yang tetap. Umak dan sada leppo’ dipelihara oleh pemiliknya masing-
masing. Untuk fasilitas umum seperti jalan dan darmaga, pengelolaannya
dilakukan secara gotong-royong oleh masyarakat. Sedangkan pengelolaan untuk
fasilitas umum lainnya seperti lamin adat, gereja, sekolah dilakukan oleh petugas-
petugas yang sudah diberi wewenang untuk mengelolanya.
Jual beli terhadap lahan sangat jarang dilakukan oleh masyarakat Dayak
Kenyah. Lahan pada umumnya diwariskan kepada keturunannya. Namun ada pula
lahan yang diberikan kepada pendatang baru yang ingin menetap di desa mereka.
Sebagai gantinya masyarakat pendatang baru tersebut harus menyerahkan benda-
benda yang dianggap berharga oleh masyarakat Dayak Kenyah, seperti mandau,
gong, dan guci.

Kebijakan Pemerintah
Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan desa tradisional yang masih
memegang nilai-nilai adat dan budaya leluhurnya. Berkenaan dengan disusunnya
program Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) II
tahun 2005, yang menempatkan sektor kebudayaan dan pariwisata sebagai salah
satu sektor andalan, Desa Budaya Lekaq Kidau oleh pemerintah ditetapkan
sebagai desa budaya dan tempat tujuan wisata di Kabupaten Kutai Kartanegara
(Disbudpar, 2006). Oleh karena itu, pengelolaan desa termasuk pembangunan dan
rencana pembangunan yang ada di Desa Budaya Lekaq Kidau juga ikut dikelola
oleh Pemerintah Daerah.

Campur Tangan Pemerintah dan Pihak luar


Sebagai desa yang telah ditetapkan sebagai desa budaya oleh Pemerintah
Kabupaten, Desa Budaya Lekaq Kidau dalam pengelolaannya banyak mendapat
bantuan dari Pemerintah Kabupaten. Sebagai contoh, kegiatan proyek pengerasan
badan jalan Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan proyek dari Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Kutai Kartanegara. Pengerasan badan jalan ini dimaksudkan
54

agar memudahkan sirkulasi di dalam desa, baik bagi masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau sendiri maupun bagi tamu atau pengunjung yang datang. Balai desa
yang saat ini dalam masa pembangunan, juga merupakan proyek dari Pemerintah
Kabupaten. Selain itu, Pemerintah Kabupaten juga memberikan bantuan berupa
dana jika akan diselenggarakan perayaan adat budaya, contohnya bantuan dana
pada saat Desa Budaya Lekaq Kidau mengadakan acara adat untuk merayakan
ulang tahun desa mereka serta ikut memeriahkan acara tersebut.
Selain memperoleh bantuan dari Pemerintah Kabupaten, Desa Budaya
Lekaq Kidau juga memperoleh bantuan dari pihak lain. Salah satunya adalah
bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) berupa sarana
air bersih untuk memudahkan masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau memperoleh
air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan untuk peran swasta
terhadap Desa Budaya Lekaq Kidau sampai saat ini masih belum ada.

Aspek Wisata
Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam
pengembangan suatu kawasan sebagai kawasan wisata diantaranya daya tarik
wisata, pengunjung, fasilitas penunjuang, dan aksesibilitas. Masing-masing hal
tersebut akan dijelaskan dengan lebih rinci sebagai berikut.

Daya Tarik Wisata


Lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau secara keseluruhan meliputi kesatuan
lanskap desa sebagai lanskap yang mendukung hampir keseluruhan kehidupan
masyarakat serta aktivitas dan budaya masyarakat di dalamnya menjadi daya tarik
tersendiri untuk kegiatan wisata. Elemen-elemen pembentuk lanskap Desa Budaya
Lekaq Kidau yang menunjukkan kekhasan lanskap permukiman Dayak Kenyah
dapat menjadi obyek-obyek dalam kegiatan wisata. Dengan adanya daya tarik
wisata dari kawasan Desa Budaya Lekaq Kidau ini akan membuatnya dikunjungi
oleh wisatawan.
55

Pengunjung
Tidak terdapat data mengenai jumlah pasti kunjungan wisatawan pada
Desa Budaya Lekaq Kidau. Hal ini dikarenakan belum pernah dilakukannya
pendataan jumlah pengunjung Desa Budaya Lekaq Kidau. Namun berdasarkan
pengamatan di lapang, wawancara dengan pihak terkait, serta kuesioner
didapatkan keterangan bahwa Desa Budaya Lekaq Kidau ini dikunjungi oleh
pengunjung dengan berbagai karakter yaitu masyarakat umum, pelajar,
mahasiswa, dan turis mancanegara. Dari hasil kuesioner didapatkan bahwa
pengunjung Desa Budaya Lekaq Kidau sebagian besar datang dengan tujuan
rekreasi atau wisata. Selain itu ada juga pengunjung yang datang dengan tujuan
untuk mengenal adat-istiadat dan berbelanja hasil kerajinan. Umumnya kunjungan
merupakan kunjungan yang pertama kali. Aktivitas yang dilakukan pengunjung di
Desa Budaya Lekaq Kidau antara lain berkeliling desa, menyaksikan upacara
adat, mempelajari budaya, berbelanja, dan menikmati pemandangan.

Fasilitas Penunjang
Dalam kegiatan pengembangan kawasan wisata tidak cukup hanya
memperhatikan obyek wisatanya saja, fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan wisata
juga perlu mendapatkan perhatian agar tercipta kegiatan wisata yang
berkelanjutan, efektif, efisien, serta nyaman. Fasilitas-fasilitas tersebut
diantaranya sarana dan prasarana transportasi, serta fasilitas pelayanan.
Aksesibilitas menuju Desa Budaya Lekaq Kidau ini tergolong mudah
karena kondisi jalur sirkulasi yang sudah cukup memadai. Kondisi jalan pada jalur
darat sudah cukup baik dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun
roda dua. Namun fasilitas angkutan umum yang melalui jalur ini masih sedikit
jumlahnya dan tidak setiap waktu tersedia. Sehingga pengunjung Desa Budaya
Lekaq Kidau yang menggunakan jalur ini biasanya menggunakan kendaraan
pribadi, yaitu motor dan mobil. Kemudian untuk menyeberang ke Desa Budaya
Leka Kidau, pengunjung menggunakan feri penyeberangan. Sedangkan pada jalur
sungai, sudah terdapat kendaraan umum sungai berupa kapal motor dan speed
boat. Namun apabila melalui jalur ini dengan menggunakan kapal motor
memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke Desa Budaya Lekaq Kidau.
56

Pengunjung biasanya menggunakan speed boat sewaan sehingga dapat sampai ke


Desa Budaya Lekaq Kidau dalam waktu yang singkat. Hanya saja biaya untuk
menyewa speed boat ini cukup besar.
Saat ini fasilitas pelayanan di Desa Budaya Lekaq Kidau masih kurang.
Fasilitas yang ada hanya berupa warung-warung yang menjual makanan dan
minuman. Sedangkan fasilitas penginapan, homestay, rumah makan dan lain-lain
masih belum ada.

Persepsi Masyarakat dan Pengunjung


Persepsi Masyarakat
Untuk mengetahui persepsi masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau, maka
telah dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan
terhadap 30 responden masyarakat yang tinggal di Desa Budaya Lekaq Kidau.
Dilihat dari usia responden, 13,33 % berusia antara 18 - 22 tahun, 20 % berusia
antara 23 - 30 tahun, 26,67 % berusia antara 31 - 40 tahun, 20 % berusia antara 41
- 50 tahun, 14,33 % berusia antara 51 – 60 tahun, dan 6,67 % berusia lebih dari 60
tahun. Adapun pekerjaan responden adalah 6,67 % pelajar, 6,67 % mahasiswa,
6,67 % karyawan perkebunan, 20 % pengrajin, 36,67 % petani, dan 10 %
pekerjaan lainnya. Dari hasil kuesioner didapatkan bahwa suku responden
sebagian besar yaitu sebanyak 86,67 % Dayak Kenyah, 3,33 % Kutai, dan 10 %
suku lainnya (Jawa, Timor). Sebanyak 6,67 % responden tinggal di kawasan ini
selama 1 - 5 tahun dan 5 - 10 tahun, dan sebagian besar responden yaitu 86,67 %
selama lebih dari 10 tahun. Identitas responden secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Keseluruhan responden merasa betah tinggal di kawasan ini karena
suasananya nyaman dan budaya yang kuat. Sebanyak 86,67 % masyarakat masih
melaksanakan adat dan budayanya, sedangkan 13,33 % responden sudah tidak
melakukan adat dan budayanya lagi, yaitu responden pendatang yang bukan suku
Dayak Kenyah. Sebagian besar responden mengetahui sejarah Desa Budaya
Lekaq Kidau. Sebagian besar karena pengalaman sendiri, cerita dari keluarga dan
orang tua atau dari pemuka adat. Sebagian besar responden menyatakan, desa
mereka sedikit berubah yaitu menjadi sedikit lebih nyaman. Hal ini karena adanya
57

pembangunan fasilitas dan utilitas yang memudahkan kehidupan mereka. Hampir


semua responden berpendapat bahwa bangunan tradisional yang ada di desa ini
indah, unik, bernilai arsitektur tradisional tinggi, kokoh, fungsional,
membanggakan, bernilai budaya dan bernilai penting.
Semua responden berpendapat bahwa kawasan desa budaya ini harus
dilestarikan. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 43,33% berpendapat
bahwa cara terbaik pelestarian adalah dengan mempertahankan karakter kawasan
desa budaya dan mengembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Kontribusi
yang diberikan oleh responden terhadap upaya pelestarian sudah cukup baik, hal
ini dapat dilihat dari banyaknya responden yang memberi dukungan dan
berpartisipasi aktif, baik dengan menyumbang tenaga, pikiran, tenaga dan pikiran,
serta finansial. Meskipun begitu, masih ada sebanyak 26,67% responden yang
hanya mendukung secara pasif. Data persepsi masyarakat secara keseluruhan
dapat dilihat pada Lampiran 5.

Persepsi Pengunjung
Untuk mengetahui persepsi pengunjung terhadap wisata budaya di Desa
Budaya Lekaq Kidau, maka telah dilakukan wawancara dengan menggunakan
kuesioner yang dilakukan terhadap 8 responden pengunjung Desa Budaya Lekaq
Kidau. Dilihat dari asal responden 37,5 % berasal dari Kota Samarinda, 37,5 %
dari Kecamatan Tenggarong, dan 25 % dari Kecamatan Kembang Janggut. Dari
segi usia, sebanyak 25 % responden berusia antara 23 – 30 tahun, 50 % berusia
antara 31 – 40 tahun, dan 25 % antara 41 – 50 tahun. Adapun latar belakang
pendidikan responden adalah 75 % berpendidikan terakhir SMA dan 25 %
sarjana. Identitas responden dapat dilihat pada Lampiran 6.
Dari hasil kuesioner didapatkan bahwa pengunjung Desa Budaya Lekaq
Kidau sebagian besar datang dengan tujuan rekreasi atau wisata. Umumnya
kunjungan merupakan kunjungan yang pertama kali. Kebanyakan pengunjung
mengetahui Desa Budaya Lekaq Kidau dari teman dan sebagian kecil mengetahui
dari media cetak. Semua responden mengetahui karakteristik desa ini yaitu
permukiman Dayak Kenyah. Semua responden berpendapat desa ini indah, unik,
teratur, aman, membanggakan, bernilai budaya, dan bernilai penting. Namun
58

sebagian responden beranggapan desa ini tidak teduh karena kurangnya vegetasi
penaung di sekitar permukiman. Mengenai citra bangunan tradisional, semua
responden beranggapan bangunan tradisional yang ada indah, unik, bernilai
arsitektur tradisional tinggi, kokoh, fungsional, membanggakan, bernilai budaya,
dan bernilai penting.
Dari hasil kuesioner, dapat dilihat pula besarnya apresiasi pengunjung
terhadap pentingnya pelestarian. Semua responden berpendapat bahwa kawasan
desa budaya ini harus dilestarikan. Sebanyak 37,5 % responden berpendapat
bahwa cara terbaik pelestarian adalah dengan mempertahankan karakter kawasan
desa budaya dan mengembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Sedangkan
menurut 37,5 % responden yang lain yaitu dengan memadukan dengan bangunan-
bangunan baru, namun tetap mempertahankan identitasnya dan 25 % responden
berpendapat untuk dipertahankan apa adanya. Namun hanya 25 % responden yang
pernah berpartisipasi dalam bentuk saran. Data persepsi pengunjung keseluruhan
dapat dilihat pada Lampiran 7.

Analisis Keberlanjutan Lanskap


Nilai Penting Lanskap
Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan salah satu permukiman masyarakat
Dayak Kenyah di Kabupaten Kutai Kartanegara yang masih memegang teguh adat
dan budaya mereka. Lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau dan budaya khas Dayak
Kenyah yang masih hidup merupakan sumberdaya yang penting tidak hanya bagi
Kabupaten Kutai Kartanegara, tetapi juga bagi Propinsi Kalimantan Timur atau
bahkan Indonesia, khususnya terkait dengan keanekaragaman suku dan budaya.
Nilai penting Desa Budaya Lekaq Kidau dan aset budayanya merupakan alasan
penting dalam pelestarian. Keunikan arsitektur dan estetika elemen-elemen
lanskap budaya membuat nilai penting kawasan bertambah. Lanskap budaya
tersebut merupakan bentuk warisan budaya salah satu suku asli yang ada di
Kabupaten Kutai Kartanegara. Dari keberadaannya tersebut, maka Desa Budaya
Lekaq Kidau di masa sekarang mempunyai peran ganda yaitu sebagai kawasan
permukiman masyarakat Dayak Kenyah dan sebagai objek tujuan wisata budaya
di Kabupaten Kutai Kartanegara.
59

Selain itu, keunikan dan estetika lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau serta
aktivitas budayanya merupakan aset penting yang dapat dimanfaatkan dalam
pengembangan pariwisata di Kabupaten Kutai Kartanegara. Pemanfaatan yang
benar adalah pemanfaatan yang tetap menjaga kelestarian karakter/keunikan
kesatuan lanskap dan budayanya. Dengan demikian lanskap Desa Budaya Lekaq
Kidau dan budayanya akan tetap lestari dan pembangunan ekonomi daerah serta
kesejahteraan masyarakat juga dapat berkelanjutan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberlanjutan Lanskap


Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan lanskap
Desa Budaya Lekaq Kidau terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berupa tatanan lanskap yang masih mempunyai karakter unik dan sikap
budaya masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau yang masih kuat. Sedangkan faktor
eksternal menyangkut kebijakan dan dukungan pemerintah serta pengaruh budaya
luar. Faktor internal dan eksternal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Faktor Internal
Konsep ruang Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan salah satu karakter
yang menjadi keunikannya sebagai lanskap budaya. Konsep ruang secara makro
yang terdiri dari ruang hutan, ruang pertanian, ruang permukiman, dan ruang
sungai memperlihatkan bahwa masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau sangat
bergantung dengan alam untuk keberlangsungan hidup mereka. Sedangkan ruang
secara vertikal memperlihatkan bahwa masyarakat Dayak Kenyah lebih memilih
wilayah yang relatif datar dan terletak di tepi sungai untuk tempat hidup mereka.
Pada konsep ruang secara meso, terdapat ruang permukiman, budaya,
keagamaan, pendidikan, dan pemerintahan. Adanya pembagian ruang-ruang
tersebut menunjukkan sudah adanya keteraturan dalam kehidupan masyarakat
Dayak Kenyah di Desa Budaya Lekaq Kidau. Begitu pula jika dilihat pada konsep
ruang secara mikro. Secara vertikal, umak masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau
memiliki keunikan dengan adanya ruang hidup dan ruang ternak. Namun tidak
selalu bagian bawah/ kolong umak digunakan untuk memelihara ternak. Ada juga
masyarakat yang menggunakannya untuk menyimpan kayu bakar untuk keperluan
memasak sehari-hari.
60

Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau memiliki keinginan yang kuat


untuk menjaga tradisi leluhurnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ruang
budaya berupa kawasan lamin adat yang menjadi simbol budaya desa mereka.
Sementara umak sebagai tempat tinggal masyarakat dibangun menghadap jalan,
baik sejajar maupun tegak lurus untuk memudahkan sirkulasi mereka.
Arsitektur bangunan Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan arsitektur
bangunan yang masih tradisional, walaupun terdapat sedikit penyesuaian dengan
perkembangan jaman. Bangunan yang sebagian besar berbentuk panggung dan
didominasi kayu ulin sebagai dinding dan sirap sebagai atap merupakan ciri khas
bangunan tradisional di pedalaman Kalimantan. Bangunan dengan model
panggung merupakan bentuk adaptasi terhadap alam tempat tinggal mereka.
Model ini sangat sesuai diterapkan di kawasan tepi sungai berdataran rendah
sebagai bentuk antisipasi jika air sungai pasang atau meluap.
Perpindahan permukiman pada masyarakat Dayak Kenyah dikenal dengan
istilah bulaq. Perpindahan permukiman yang terjadi pada masyarakat Dayak
Kenyah bukan karena mengikuti tuntutan budaya tradisional atau leluhur mereka,
tetapi dilakukan karena alasan-alasan tertentu yang lebih rasional. Misalnya pada
masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau, perpindahan permukiman dari wilayah
Long Lees ke wilayah Desa Budaya Lekaq Kidau saat ini, dilakukan dengan
alasan agar lebih dekat dengan wilayah perkotaan sehingga dapat meningkatkan
taraf hidup mereka.
Bagi masyarakat suku Dayak Kenyah, bulaq tidak mungkin dilakukan
dalam jangka waktu yang relatif singkat. Mereka menyadari bahwa melakukan
pindah permukiman bukan hal yang mudah. Dibutuhkan banyak pertimbangan
jika ingin melaksanakannya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya petuah yang
disampaikan secara turun-temurun oleh orang tua kepada keturunannya. Petuah
tersebut jika di terjemahkan berarti “Jika sudah mampu memikul bumi, barulah
berpindah”. Petuah ini menunjukkan beratnya persoalan pindah permukiman. Para
pemuda harus sehat dan kuat karena mereka harus memikul seluruh harta benda
keluarganya, seperti alat pertanian, gong, guci, ternak, bahkan orang tua yang
sudah tidak kuat berjalan harus digendong. Hal ini menunjukkan bahwa
61

masyarakat Dayak Kenyah bukanlah masyarakat perusak hutan dan hidup tidak
menetap.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau
memiliki sikap atau budaya yang telah mereka miliki sejak jaman dahulu.
Kepatuhan mereka terhadap hukum-hukum adat tidak tertulis yang sudah ada
sejak jaman leluhur mereka merupakan bukti bahwa masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau tetap menjunjung tinggi adat budaya mereka. Selain itu, keinginan
mereka untuk tetap menjaga adat budaya dapat dilihat dari tetap dilaksanakannya
upacara-upacara adat yang sudah ada turun-temurun dalam masyarakat Desa
Budaya Lekaq Kidau. Namun demikian, kehidupan masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau tidak tertutup dari adanya perubahan-perubahan. Hal ini dapat diihat
dari sikap mereka terhadap teknologi yang masuk ke desa mereka.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara yang menetapkan
Desa Lekaq Kidau sebagai desa budaya dan daerah tujuan wisata di Kabupaten
Kutai Kartanegara, mendapat sambutan yang baik oleh masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau. Dari hasil kuesioner menunjukkan bahwa sikap masyarakat secara
aktif mendukung dan membantu Pemerintah Kabupaten dalam mewujudkan
kebijakan tersebut. Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau hidup berdampingan
dengan masyarakat sekitar dan terbuka menerima dengan baik pengunjung yang
datang ke desa mereka.
Status pengunjung yang datang ke Desa Budaya Lekaq Kidau terdiri dari
pengunjung wisata dan pengunjung biasa. Pengunjung wisata dapat berasal dari
dalam negeri dan luar negeri. Pengunjung wisata biasanya datang secara
berkelompok, baik dalam kelompok kecil maupun besar. Masyarakat Desa
Budaya Lekaq Kidau akan menyambut dan memberikan pelayanan yang baik
kepada tamu yang datang.
2. Faktor eksternal
Pada tahun 2005, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui
program Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) II,
menempatkan sektor kebudayaan dan pariwisata sebagai salah satu sektor
unggulan dalam pengembangan daerah. Potensi-potensi pariwisata dan budaya
digali dan dikembangkan untuk mendukung program tersebut. Seiring dengan
62

berjalannya program tersebut, Pemerintah Kabupaten salah satunya menetapkan


Desa Budaya Lekaq Kidau sebagai desa budaya dan tempat tujuan wisata di
Kabupaten Kutai Kartanegara. Berdasarkan data pengunjung dari Dinas
Pariwisata dan Budaya Kabupaten Kutai Kartanegara, jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Kabupaten Kutai Kartanegara pada tahun 2004 – 2008 mengalami
peningkatan yang cukup tinggi (Lampiran 8). Jumlah wisatawan yang cukup besar
ini merupakan suatu potensi untuk mengembangkan Desa Budaya Lekaq Kidau
sebagai salah satu obyek tujuan wisata yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah wisatawan dan dapat
menyumbang bagi perekonomian daerah.
Sebagai desa budaya dan tempat tujuan wisata yang dapat meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), peran serta pemerintah dalam pembangunan dan
pengembangan desa sangat besar. Pembangunan dan rencana pembangunan yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten dimaksudkan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat dan menunjang kegiatan wisatanya.
63

Kehidupan masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau yang berada dekat dan
hidup berdampingan dengan desa-desa lain, menyebabkan pola hidup mereka
menjadi semakin modern. Penggunaan teknologi tidak dapat dipungkiri dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Masuknya budaya luar ini dapat memberi pengaruh
positif maupun negatif bagi kelangsungan desa. Pengaruh tersebut salah satunya
dapat dilihat dari cara berpakaian kaum wanita yang sudah sedikit modern dan
semakin berkurangnya wanita yang mempertahankan daun telinga yang panjang
(Gambar 32). Hal ini karena mereka kaum muda beranggapan bahwa telinga
panjang dengan banyak anting sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman.
Walaupun demikian, kaum wanita di Desa Lekaq Kidau tidak menghilangkan
kebiasaan mereka mengenakan seraung, penutup kepala khas Kalimantan, jika
keluar rumah atau berladang. Selain itu adanya kegiatan wisata di desa Budaya
Lekaq Kidau dikhawatirkan dapat mempengaruhi sikap masyarakat menjadi lebih
komersial.

Gambar 32. Salah Satu Sesepuh Desa yang Masih Bertelinga Panjang

Dari hasil kuesioner terhadap pengunjung Desa Budaya Lekaq Kidau dapat
dilihat besarnya apresiasi pengunjung terhadap pentingnya pelestarian. Hal ini
terlihat dari pendapat semua responden yang menyatakan bahwa kawasan desa
budaya ini harus dilestarikan sekaligus dikembangkan untuk kesejahteraan
masyarakat. Masyarakat desa lain yang ada di sekitar Desa Budaya Lekaq Kidau
sangat mendukung adanya desa budaya tersebut. Salah satu caranya yaitu dengan
ikut serta berperan dalam memberikan informasi kepada pengunjung yang akan ke
Desa Budaya Lekaq Kidau. Selain itu mereka juga menjalin hubungan yang baik
64

dengan masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau. Sedangkan untuk peran swasta,
terutama unit perusahaan kertas MDF (Medium Density Fibreboard) yang
berbatasan dengan Desa Budaya Lekaq Kidau selama ini masih belum ada.

Analisis SWOT
Berdasarkan hasil analisis faktor internal akan dirumuskan variabel
kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Sedangkan dari analisis faktor
eksternal akan dirumuskan variabel peluang (opportunites) dan ancaman (threats).
Rumusan variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan (strengths)
a. Banyaknya elemen lanskap di Desa Budaya Lekaq Kidau yang masih
tradisional.
b. Adanya peraturan tidak tertulis dan keinginan kuat masyarakat Desa
Budaya Lekaq Kidau untuk mempertahankan elemen lanskap tradisional
yang ada di desa mereka.
c. Tatanan permukiman dan konsep ruang yang memanfaatkan ruang alam
berdasarkan fungsi baik dalam hal orientasi, letak geografis, situasi, daya
manfaat, dan suasana tempat tinggal yang sesuai dengan kondisi alam
setempat.
d. Sikap masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau yang terbuka terhadap
teknologi dari luar dan sikap hidup berdampingan dengan desa sekitar
dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.
e. Sikap masyarakat yang mendukung kebijakan Pemerintah Daerah untuk
menjadikan desa mereka lokasi tujuan wisata.
2. Kelemahan (weaknesses)
a. Menguatnya sistem keluarga inti, menyebabkan konsep amin (keluarga
luas yang tinggal dalam satu umak) semakin melemah, hal ini
dikhawatirkan dapat meningkatkan sifat individualisme pada masyarakat
Desa Budaya Lekaq Kidau.
b. Meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan ekonomi, pengaruh dari
budaya luar menyebabkan masyarakat cenderung untuk bersikap
individualis dan melakukan segala sesuatunya secara lebih praktis.
65

c. Sikap masyarakat yang terbuka terhadap budaya luar yang bernilai negatif.
d. Status Desa Budaya Lekaq Kidau sebagai salah satu tempat tujuan wisata
di Kabupaten Kutai Kartanegara menyebabkan masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau mulai berorientasi pada keuntungan finansial yang dapat
mereka peroleh.
3. Peluang (opportunites)
a. Pembangunan dan rencana pembangunan dari Pemerintah Daerah yang
mendukung keberlanjutan Desa Budaya Lekaq Kidau.
b. Kebijakan pemerintah menjadikan Desa Budaya Lekaq Kidau sebagai desa
budaya dan salah satu tempat tujuan wisata memberi peluang bagi
masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau untuk mengembangkan potensi
dalam mewujudkan pembangunan dalam bidang ekonomi, sosial, maupun
budaya.
c. Penggunaan teknologi yang dapat mendukung peningkatan taraf hidup
masyarakat.
d. Masuknya budaya yang memiliki nilai positif bagi pelestarian adat dan
budaya masyarakat.
4. Ancaman (threats)
a. Belum terintegrasinya kebijakan penetapan kawasan sebagai desa budaya
dengan rencana pelestarian/perlindungan kawasan desa budaya.

b. Masuknya budaya yang memiliki nilai negatif bagi pelestarian adat dan
budaya masyarakat.
c. Adanya pembangunan di sekitar kawasan.
Dari penjabaran faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap
Desa Budaya Lekaq Kidau di atas dapat dilakukan analisis matriks SWOT yang
digunakan sebagai dasar untuk penyusunan usulan strategi pelestarian lanskap
Desa Budaya Lekaq Kidau. Dalam matriks tersebut dapat dirumuskan strategi
yang diperoleh berdasarkan gabungan faktor internal dan faktor eksternal. Ada
empat pertimbangan strategi yang disarankan, yaitu Strategi SO (strengths-
opportunities), Strategi WO (weaknesses-opportunities), Strategi ST (strengths-
threats), Strategi WT (weaknesses- threats). Berdasarkan strategi penyelesaian
masalah tersebut dapat diusulkan beberapa usulan pelestarian yang terkait dengan
66

peran masyarakat dan yang terkait dengan peran pemerintah. Analisis dengan
menggunakan model matriks dapat dilihat pada tabel berikut ini (tabel 10).
USULAN PELESTARIAN LANSKAP

Konsep Umum Pelestarian


Desa Budaya Lekaq Kidau merupakan lanskap permukiman tradisional di
Kalimantan Timur yang memiliki karakter unik dalam tatanan lanskap dan adat
budaya masyarakat Dayak Kenyah. Meskipun masyarakat memiliki sikap
konservatif yang diatur dalam hukum adat yang tidak tertulis, namun pengaruh
budaya luar juga semakin meningkat. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi
kehidupan budaya dan tatanan desa mereka. Selain itu, adanya kebijakan
pemerintah yang menjadikan Desa Budaya Lekaq Kidau sebagai desa budaya dan
kawasan tujuan wisata menjadi suatu kekuatan sekaligus kelemahan bagi
keberlanjutan Desa Budaya Lekaq Kidau.
Dalam studi ini, konsep yang diusulkan yaitu melindungi keberadaan
masyarakat adat Desa Budaya Lekaq Kidau beserta budaya dan karakter lanskap
permukimannya, serta mengembangkan Desa Budaya Lekaq Kidau sebagai
kawasan tujuan wisata budaya sesuai dengan keberadaannya dan tidak
mengancam keberlanjutan desa tersebut.

Zonasi Pelestarian
Tindakan pelestarian lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau dilakukan dengan
tujuan mempertahankan dan melestarikan desa budaya tersebut, serta
memanfaatkannya untuk kegiatan wisata sesuai dengan keberadaannya. Oleh
karena itu perlu dilakukan penentuan batas zona perlindungan yang jelas untuk
pelestariannya (Gambar 33).
Zona perlindungan merupakan zona yang harus dilindungi kesatuan (unity)
lanskapnya, yaitu meliputi lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau secara keseluruhan
yang terdiri dari ruang permukiman, pertanian, hutan dan sungai yang
merepresentasikan secara kuat dan utuh karakter kehidupan masyarakat Desa
Budaya Lekaq Kidau. Zona perlindungan diperuntukkan untuk upaya pelestarian
lanskap, elemen lanskap budaya serta aktivitas budayanya yang khas. Tindakan
pelestarian dapat berupa tindakan konservasi dan interpretasi. Tindakan
konservasi bertujuan untuk melestarikan apa yang ada pada saat ini dan untuk
70

memperkuat karakter spesifik yang menjiwai lingkungan/ lanskap Desa Budaya


Lekaq Kidau. Sedangkan tindakan interpretasi dimaksudkan untuk mendukung
kegiatan wisata yang ada dengan tetap mempertahankan keutuhan lanskapnya.
Batas-batas deliniasi zona perlindungan berupa batas administratif Desa Budaya
Lekaq Kidau dan batas alami berupa Sungai Mahakam.

Strategi Terkait Peran Para Pihak dalam Pelestarian Lanskap


Strategi pelestarian yang terkait dengan peran masyarakat Desa Budaya
Lekaq Kidau yaitu :
1. Mempertahankan dan melaksanakan aktivitas budaya adat dalam kehidupan
sehari-hari (Gambar 34).
2. Mendokumentasikan segala sesuatu yang terkait adat budaya termasuk
filosofi, sejarah, elemen-elemen terkait dan kalender pelaksanaannya sebagai
pengetahuan dan bahan untuk interpretasi.
3. Masyarakat terlibat dalam setiap proses pembangunan kawasan.
4. Melakukan sistem kontrol terhadap budaya dan pengaruh luar yang tidak
sesuai atau bernilai negatif bagi masyarakat.
5. Menyiapkan diri untuk pengembangan wisata seperti pengemasan atraksi,
homestay, informasi, bisnis (kuliner, souvenir dan lain-lain).
6. Masyarakat harus terlibat dan berperan aktif dalam setiap kegiatan
perlindungan, pemeliharaan, dan pengembangan kawasan.
Strategi pelestarian yang terkait dengan peran pemerintah yaitu :
1. Membuat kebijakan pelestarian lanskap budaya yaitu penetapan zona
pelestarian dan pegelolaannya.
2. Membuat kebijakan yang terintegrasi antara pelestarian budaya dan
pengembangan wisata.
3. Mendorong, mendukung, dan membina masyarakat dalam upaya
pengembangan wisata budaya.
4. Mmbuat kebijakan pembangunan di sekitar kawasan yang mendukung
keutuhan/kesatuan lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau.
71

Gambar 34. Contoh-contoh Aktivitas Budaya


SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Setiap tradisi memiliki karakteristik permukiman yang khas. Desa Budaya
Lekaq Kidau merupakan tipe permukiman yang terletak di tepi sungai Mahakam.
Budaya mereka yang selalu berorientasi pada sungai sebagai urat nadi kehidupan,
mempengaruhi bentuk permukiman dan elemen lanskap yang ada di desa mereka.
Sebagai salah satu permukiman masyarakat Dayak Kenyah yang masih
memegang teguh budaya mereka, desa ini ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
sebagai desa budaya dan salah satu objek tujuan wisata budaya di Kabupaten
Kutai Kartanegara.
Tatanan lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau dapat dideskripsikan menurut
konsep ruang yang diterapkan baik berdasarkan hirarki ukuran/ skala aktivitas
maupun orientasi ruang/ elemen yaitu meliputi ruang makro, meso, dan mikro.
Ruang makro adalah ruang/ lanskap yang mendukung hampir seluruh kehidupan
masyarakat, yang meliputi ruang hutan, ruang permukiman, ruang pertanian dan
sungai. Ruang meso adalah bagian ruang makro yang merupakan lingkungan
permukiman/ perumahan masyarakat desa, terdiri dari elemen-elemen pembentuk
permukiman yaitu umak, lamin adat, sada leppo’, belawing, gereja, gerbang desa,
darmaga, pilar burung enggang, lapangan, kandang ternak, kantor desa, sekolah,
dan vegetasi. Sedangkan ruang mikro adalah bagian ruang permukiman meliputi
rumah dan pekarangan, merupakan tempat tinggal satu keluarga atau kelompok
keluarga besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tatanan lanskap Desa Budaya Lekaq
Kidau didasarkan pada kondisi alam, filosofi dan budaya masyarakat. Sedangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap Desa Budaya Lekaq
Kidau dapat dilihat berdasarkan faktor internal (tatanan lanskap dan budaya
masyarakat) dan faktor eksternal (campur tangan pemerintah dan pihak luar).
Selanjutnya dari faktor internal dan eksternal tersebut dilakukan analisis SWOT
(Stregth – Weakness – Opportunity – Threat) sehingga menghasilkan strategi
pelestarian Desa Budaya Lekaq Kidau baik terkait peran pemerintah maupun
masyarakat. Konsep dasar pelestarian yang diusulkan adalah melindungi
72

keberadaan masyarakat adat Desa Budaya Lekaq Kidau beserta budaya dan
karakter lanskap permukimannya, serta mengembangkan Desa Budaya Lekaq
Kidau sebagai kawasan tujuan wisata budaya sesuai dengan keberadaannya dan
tidak mengancam keberlanjutan desa tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan
penentuan batas zona perlindungan yang jelas untuk pelestariannya.

Saran
1. Konsep zonasi pelestarian yang direncanakan perlu dijabarkan dan
direncanakan secara detil pada kawasan yang sesungguhnya dengan tetap
melibatkan masyarakat.
2. Sosialisasi zonasi pelestarian dan implementasi perlu dilakukan secara
persuasif kepada seluruh pihak yang meliputi Pemerintah Kabupaten, dinas-
dinas terkait, dan masyarakat.
3. Perencanaan ruang/lanskap wisata dan fasilitas-fasilitas yang sesuai serta
perencanaan aksesibilitas yang baik perlu dibuat untuk mendukung kegiatan
wisata budaya.
4. Manajemen internal dan kemauan kuat dari masyarakat Desa Budaya Lekaq
Kidau serta dukungan Pemerintah Kabupaten sangat diperlukan untuk
memperbaiki dan meningkatkan karakter lanskap Desa Budaya Lekaq Kidau.
5. Kerjasama antara Pemerintah Kabupaten dan masyarakat perlu ditingkatkan
untuk pengembangan dan pemanfaatan kawasan Desa Budaya Lekaq Kidau.

Vertikal

Vertikal

Vertikal
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pariwisata dan Budaya Kutai Kartanegara. 2006. Panduan Wisata: Discover
Kalimantan Genuineness. Disparbud. Kutai Kartanegara.

Kinnear, TC dan Taylor JR. 1991. Marketing Research: an Applied Approach.


New York: Mc Graw-Hill. 854 hal.

Marbun, BN. 1994. Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek. Jakarta:
Erlangga.

Maunati, Y.2004. Identitas Dayak Komodifikasi dan Politik Kebudayaan.


Yogyakarta: LKiS.

Melnick, RZ. 1983. Protecting Rural Cultural Landscape: Finding Value in the
Countryside. Landscape J.2(2).

Nurisjah, S dan Q. Pramukanto. 2001. Perencanaan Kawasan Untuk Pelestarian


Lanskap dan Taman Sejarah. Bogor : Program Studi Arsitektur
Pertamanan, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB (tidak
dipublikasikan).

Parker, LP and TF King. 1988. Guidelines for Evaluating and Documentating


Traditional Cultural Properties. Washington: National Register Bulletin
US Department of the Interior National Park Service.

Pasaribu, LO. 2007. Kelembagaan Pengelolaan Tana’ Ulen pada Masyarakat


Dayak Kenyah di Pampang, Kecamatan Samarinda Utara, Kalimantan
Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Bogor.

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. 2008. Sekilas Kutai Kartanegara.


www.kutaikartanegarakab.go.id. [3 Maret 2009].

Sidharta, dan E. Budiharjo. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno


Bersejarah di Surakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tishler, WH. 1982. Historical Landscape : An International Preservation


Perspective Landscape Plan.

Wayong. 1981. Pola Permukiman Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi.

Wijanarka. 2008. Desain Tepi Sungai: Belajar Dari Kawasan Tepi Sungai
Kahayan Palangka Raya. Yogyakarta: Ombak.
73

Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Pengunjung Terhadap Desa Budaya


Lekaq Kidau

LEMBAR KUESIONER

Selamat pagi/siang/sore/malam. Perkenalkan nama saya Endah Wulandari.


Saya mahasiswi semester 8, Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian
Bogor. Saya sedang melakukan penelitian mengenai Studi Tatanan Lanskap Desa
Budaya Lekaq Kidau, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Upaya Pelestariannya.
Oleh karena itu saya mohon bantuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di
bawah ini dengan sebenar-benarnya. Terima kasih.

Data Pribadi Responden:


Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
Umur :
a. 18 – 22 thn b. 23 – 30 thn c. 31- 40 thn d. 41-50 thn e. 51-60 thn f. >60 thn
Pekerjaan :
a pelajar d. PNS
b. mahasiswa e. wiraswasta
c. karyawan swasta f. lainnya
Alamat (Kecamatan/Kelurahan) : ............................................................................
Suku :
a Kutai d. Bugis
b. Dayak e. Banjar
c. Jawa f. Lainnya ..................................................
Pendidikan terakhir :
a tidak sekolah e. Akademik
b. SD f. Sarjana
c. SMP g. Lainnya...........
d. SMA
Berapa kali datang ke Desa Budaya Lekaq Kidau :
a. 1 kali c. 3 – 5 kali
b. 1 – 3 kali d. > 5 kali
Tujuan datang ke Desa Budaya Lekaq Kidau :
a. Rekreasi
74

b. Mengenal adat istiadat


c. Meneliti
d. Berbelanja hasil kerajinan tangan
e. Menghadiri upacara adat
f. Lainnya................................................
Aktivitas yang dilakukan selama kunjungan :
a. Berkeliling desa
b. Menyaksikan upacara adat
c. Mempelajari budaya
d. Berbelanja
e. Menikmati pemandangan
f. Lainnya................................................

Pertanyaan
1. Dari mana anda mengetahui informasi tentang desa budaya ini ?
a Teman d. Media elektronik
b. Keluarga e. Lainnya………….........
c. Media cetak
2. Apakah anda mengetahui sejarah desa budaya ini ?
a. Tahu b. Tidak tahu
3. Apakah anda mengetahui karakteristik/citra desa budaya ini ?
a. Ya b. Tidak
4. Jika ya, apakah karakteristiknya ?
a. Permukiman Dayak
b. Permukiman Kutai
c. Permukiman ......................
d. Lainnya .......................
5. Menurut anda, apakah citra desa budaya ini ? (pilih salah satu jawaban dari
setiap point)
a. Indah / Tidak indah
b. Unik / Tidak unik
c. Teduh / Tidak teduh
75

d. Teratur / semrawut
e. Memiliki konsep penataan yang baik / tidak baik
f. Direncanakan dengan baik / tidak baik
g. Memperhatikan kepentingan warga / tidak memperhatikan
h. Aman / tidak aman
i. Membanggakan / tidak membanggakan
j. Bernilai budaya / tidak bernilai budaya
k. Bernilai penting / tidak penting
6. Menurut anda, apa yang paling menarik di desa ini ?
a. Penataan desa
b. Bangunan adat
c. Aktivitas budaya masyarakat
d. Aktivitas keseharian masyarakat
e. Kerajinan tangan
f. Lainnya................................................
7. Menurut anda, apakah citra bangunan tradisional di desa ini? (pilih salah satu
jawaban dari setiap point)
a. Indah / Tidak indah
b. Unik / Tidak unik
c. Bernilai arsitektur tradisional tinggi / Tidak bernilai tinggi
d. Kokoh / Tidak kokoh
e. Fungsional / Tidak fungsional
f. Membanggakan / Tidak membanggakan
g. Bernilai budaya / Tidak bernilai budaya
h. Bernilai penting / tidak penting
8. Apakah desa budaya ini perlu dilestarikan ?
a. Ya b. Tidak
9. Jika ya, seperti apa bentuk pelestariannya ?
a. Dipertahankan apa adanya
b. Mempertahankan karakter kawasan dan mengembangkan untuk
kesejahteraan masyarakat
76

c. Memadukan dengan bangunan-bangunan baru, namun tetap


mempertahankan identitasnya
d. Lainnya ..........................................................................................................
10. Menurut anda, siapa yang bertanggung jawab untuk melestarikan desa budaya
ini?
a. Masarakat desa
b. Pemerintah
c. Pihak swasta
d. Kombinasi ketiganya (masyarakat desa, pemerintah, pihak swasta)
e. Lainnya................................................
11. Kontribusi apa yang akan anda berikan untuk pelestarian tersebut ?
a. Mendukung secara pasif
b. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran
c. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang tenaga
d. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran dan
tenaga
e. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang finansial
f. Lainnya...........................................................................................................
12. Apakah anda sudah pernah berpartisipasi ?
a. Ya b. Tidak
13. Jika ya, melalui media : ………………………………………
aktivitas : ………………………………………

* Terima Kasih *
77

Lampiran 2. Kuesioner Persepsi Masyarakat Terhadap Desa Budaya Lekaq


Kidau

LEMBAR KUESIONER

Selamat pagi/siang/sore/malam. Perkenalkan nama saya Endah Wulandari.


Saya mahasiswi semester 8, Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian
Bogor. Saya sedang melakukan penelitian mengenai Studi Tatanan Lanskap Desa
Budaya Lekaq Kidau, Kabupaten Kutai Kartanegara dam Upaya Pelestariannya.
Oleh karena itu saya mohon bantuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di
bawah ini dengan sebenar-benarnya. Terima kasih.

Data Pribadi Responden:


Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
Umur :
a. 18 – 22 thn b. 23 – 30 thn c. 31- 40 thn d. 41-50 thn e. 51-60 thn f. >60 thn
Pekerjaan :
a Pelajar d. Pengrajin
b. Mahasiswa e. Petani
c. Karyawan perkebunan f. Lainnya.......................
Suku :
a. Dayak Kenyah c. Kutai
b. Dayak ............... f. Lainnya.......................
Pendidikan terakhir :
tidak sekolah e. Akademik
b. SD f. Sarjana
c. SMP g. Lainnya...........
d. SMA
Berapa lama anda tinggal di desa ini :
a. < 1 thn c. 5-10 thn
b. 1-5 thn d. > 10 thn
Apakah anda betah tinggal di desa ini : (ya / tidak )
Alasan : ............................................................................................................
Apakah anda masih melakukan adat budaya anda : (ya / tidak )
Contohnya : .....................................................................................................
78

Pertanyaan
Sejarah Desa Budaya
Apakah anda mengetahui sejarah desa budaya ini :
a. Tahu b. Sedikit c. Tidak tahu
Jika jawaban anda tahu, dari mana anda mengetahui tentang sejarah desa budaya
ini :
a. Orang tua d. Pengalaman sendiri
b. Keluarga e. Lainnya………….........
c. Pemuka adat

1. Mengapa anda tinggal di desa ini ?


a. Keluarga ada di sini c. Suasananya nyaman e. Lainnya :
b. Pekerjaan d. Tanah subur .........................
2. Apakah desa ini telah berubah dibanding waktu pertama tinggal/ lima tahun
yang lalu?
a. Tidak berubah c. Sedikit berubah
b. Banyak berubah d. Sangat banyak berubah
3. Apakah perubahan ini :
a. Menjadi sedikit lebih nyaman c. Menjadi tidak nyaman
b. Menjadi sangat nyaman d. Menjadi sangat tidak nyaman
4. Apakah yang paling menonjol berubah ?
a. Jumlah rumah
b. Jumlah orang
c. Aktivitas
d. Sarana transportasi
e. Fasilitas
f. Gaya/ arsitektur bangunan
g. Pola pertanian
h. Pola penggunaan lahan
i. Lainnya ……………………….............................
5. Menurut anda, apa yang menjadi identitas desa budaya ini ?
a. Bangunan rumah tinggal
79

b. Bangunan adat (lamin)


c. Upacara adat
d. Lambang/ simbol adat
e. Kerajinan tangan
f. Lainnya................................................
6. Apakah bangunan tradisional di desa ini (pilih salah satu jawaban dari setiap
point)
a. Indah / Tidak indah
b. Unik / Tidak unik
c. Bernilai arsitektur tradisional tinggi / Tidak bernilai tinggi
d. Kokoh / Tidak kokoh
e. Fungsional / Tidak fungsional
f. Membanggakan / Tidak membanggakan
g. Bernilai budaya / Tidak bernilai budaya
h. Bernilai penting / tidak penting
7. Apakah desa budaya ini perlu dilestarikan ?
a. Ya b. Tidak
8. Jika ya, seperti apa bentuk pelestariannya ?
a. Dipertahankan apa adanya
b. Mempertahankan karakter kawasan dan mengembangkan untuk
kesejahteraan masyarakat
c. Memadukan dengan bangunan-bangunan baru, namun tetap
mempertahankan identitasnya
d. Lainnya ..........................................................................................................
9. Menurut anda, siapa yang bertanggung jawab untuk melestarikan desa budaya
ini?
a. Masyarakat desa
b. Pemerintah
c. Pihak swasta
d. Kombinasi ketiganya (masyarakat desa, pemerintah, pihak swasta)
e. Lainnya................................................
80

10. Upaya pelestarian apa yang telah dilakukan oleh masyarakat desa ? (Jawaban
boleh lebih dari satu)
a. Menjaga keaslian karakter desa budaya
b. Menjaga keberadaan bangunan adat
c. Tetap melaksanakan upacara adat
d. Aktif memberikan masukan tentang perbaikan desa budaya
e. Lainnya................................................
11. Kontribusi apa yang akan anda berikan untuk pelestarian tersebut ?
a. Mendukung secara pasif
b. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran
c. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang tenaga
d. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang pikiran dan
tenaga
e. Mendukung dan berpartisipasi aktif dengan turut menyumbang finansial
f. Lainnya(........................................................................................................)

* Terima Kasih *
Lampiran 3. Vegetasi yang ada di Desa Budaya Lekaq Kidau

Fungsi
No Nama Nama lokal Letak Keterangan
Pangan Estetik Fisik/material Ekonomi Adat
1 Acacia auriculiformis akasia Pekarangan v v Pohon
2 Achras zapota sawo Pekarangan, kebun v Pohon
3 Alpinia galanga lengkuas Pekarangan v v Herba
4 Aloe vera lidah buaya Pekarangan v v v Herba
5 Arachis hypogea kacang tanah Pekarangan, kebun v Herba
6 Areca catechu pinang Kebun v Pohon
7 Artocarpus communis sukun Pekarangan, kebun v Pohon
8 Artocarpus heterophyllus nangka Kebun v Pohon
9 Averrhoa bilimbi belimbing wuluh Pekarangan v Pohon
10 Bombaceae sp. durian Kebun v Pohon
11 Capsicum anum cabai Pekarangan, kebun v Herba
12 Carica papaya pepaya Pekarangan v Pohon
13 Ceiba pentandra kapuk Pekarangan, tepi sungai v v Pohon
14 Cocos nucifera kelapa Pekarangan, kebun v Pohon
15 Colocasia esculenta keladi Pekarangan, kebun v Herba
16 Cordyline terminalis hanjuang merah Pekarangan v Herba
17 Curcuma domestica kunyit Pekarangan v v Herba
18 Cymbopogon nardus serai wangi Pekarangan v Herba
19 Cyperus sp. rumput air Pekarangan, ladang v Tan. Air
20 Eichornia crassipes eceng gondok Pekarangan, sungai, ladang v Tan. Air
21 Eleutherine americana bawang tiwai Pekarangan v v Herba
22 Eusyderoxylon zwageri ulin Hutan v Pohon
Lampiran 3. (Lanjutan)
Fungsi
No Nama Nama lokal Letak Keterangan
Pangan Estetik Fisik/material Ekonomi Adat
23 Gardenia jasminoides kacapiring Pekarangan v Herba
24 Ipomoea aquatic kangkung Pekarangan v Herba
25 Ipomea batatas ubi kayu Pekarangan, kebun v Herba
26 Ixora sp. soka Pekarangan v Semak
27 Jasminum sambac melati Pekarangan v Semak
28 Limnocharis flava genjer Pekarangan, ladang v Herba
29 Mangifera sp. kuini Pekarangan, kebun v Pohon
30 Mimusoph elengi tanjung Pekarangan v v Pohon
31 Morinda citrifolia mengkudu Pekarangan, kebun v Pohon
32 Musa paradica pisang Pekarangan, kebun v Pohon
33 Nephelium lappaceum rambutan Pekarangan, kebun v v Pohon
34 Neptunia plena Pekarangan, sekitar pemukiman v Tan. Air
35 Orthosiphon aristatus kumis kucing Pekarangan v v Herba
36 Oryza sativa padi ladang v v Herba
37 Pandanus amaryllifolius pandan Pekarangan v v Herba
38 Piper betle sirih Pekarangan v Merambat
39 Psidium guajava jambu biji Pekarangan, kebun v Pohon
40 Sechium edule labu siam Pekarangan, kebun v Merambat
41 Shorea laevis bangkirai Hutan v Pohon
42 Shorea leprosula meranti Hutan v Pohon
43 Solanum melongena terung Pekarangan, kebun v Herba
44 Swietenia mahogani mahoni Sekitar pemukiman v v Pohon
45 Syzygium aqueum jambu air Tepi sungai v v Pohon
Lampiran 3. (Lanjutan)
Fungsi
No Nama Nama lokal Letak Keterangan
Pangan Estetik Fisik/material Ekonomi Adat
46 Tagetes patula bunga tahi kotok Pekarangan v Semak
47 Terminalia catappa ketapang Sekitar pemukiman, tepi sungai v Pohon
48 Vigna sinensis kacang panjang Pekarangan, kebun v Merambat
49 Widelia biflora seruni rambat Pekarangan, tepi jalan v Merambat
50 Zea mays jagung Pekarangan, kebun v Herba
51 Zingiber oficinale jahe Pekarangan v v Herba
52 Zinnia elegans bunga kertas Pekarangan v Semak
84

Lampiran 4. Identitas Responden Masyarakat Desa Budaya Lekaq Kidau


Jumlah Responden
No. Keterangan
Jiwa %
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 13 43.33
Perempuan 17 56.67
2 Umur
18 - 22 tahun 4 13.33
23 - 30 tahun 6 20
31 - 40 tahun 8 26.67
41 - 50 tahun 6 20
51 - 60 tahun 4 14.33
> 60 tahun 2 6.67
3 Pekerjaan
Pelajar 2 6.67
Mahasiswa 2 6.67
Karyawan perkebunan 2 6.67
Pengrajin 6 20
Petani 11 36.67
Lainnya 7 23.33
4 Suku
Dayak Kenyah 26 86.67
Dayak lainnya 0 0
Kutai 1 3.33
Lainnya 3 10
5 Pendidikan terakhir
Tidak sekolah 7 23.33
SD 7 23.33
SMP 4 14.33
SMA 9 30
Akademik 0 0
Sarjana 2 6.67
Lainnya 1 3.33
6 Lama tinggal di desa budaya
<1 tahun 0 0
1 - 5 tahun 2 6.67
5 - 10 tahun 2 6.67
> 10 tahun 26 86.67
85

Lampiran 5. Hasil Kuesioner Masyarakat Desa


Hasil
No. Persepsi Jawaban
(%)
a Pengetahuan sejarah desa a) Tahu 66.67
b) Sedikit tahu 33.33
c) Tidak tahu 0
b Dari mana pengetahuan a) Orang tua 23.33
diperoleh b) Keluarga 13.33
c) Pemuka adat 16.67
d) Pengalaman sendiri 46.67
e) Lainnya 0
1 Alasan tinggal a) Keluarga ada di sini 56.67
b) Pekerjaan 13.33
c) Suasananya nyaman 20
d) Tanahnya subur 10
e) Lainnya 0
2 Perubahan pada desa a) Tidak berubah 0
b) Banyak berubah 40
c) Sedikit berubah 53.33
d) Sangat banyak berubah 6.67
3 Dampak perubahan a) Menjadi sedikit lebih nyaman 66.67
b) Menjadi sangat nyaman 33.33
c) Menjadi tidak nyaman 0
d) Menjadi sangat tidak nyaman 0
4 Perubahan yang paling a) Jumlah rumah 20
menonjol b) Jumlah orang 20
c) Aktivitas 33.33
d) Sarana transportasi 20
e) Fasilitas 53.33
f) Gaya/ arsitektur bangunan 30
g) Pola pertanian 10
h) Pola penggunaan lahan 6.67
i) Lainnya 13.33
5 Elemen yang menjadi a) Bangunan rumah tinggal 30
identitas budaya b) Bangunan adat (lamin) 53.33
c) Upacara adat 20
d) Lambang/ simbol adat 43.33
e) Kerajinan tangan 33.33
f) Lainnya 0
86

Lampiran 5. (Lanjutan)
Hasil
No. Persepsi Jawaban
(%)
6 Bangunan tradisional a) Indah 86.67
Tidak indah 13.33
b) Unik 93.33
Tidak unik 6.67
c) Bernilai arsitektur tradisional tinggi 83.33
Tidak bernilai tinggi 16.67
d) Kokoh 83.33
Tidak kokoh 16.67
e) Fungsional 76.67
Tidak fungsional 23.33
f) Membanggakan 93.33
Tidak membanggakan 6.67
g) Bernilai budaya 100
Tidak bernilai budaya 0
h) Bernilai penting 96.67
Tidak penting 3.33
7 Pelestarian kawasan a) Perlu 100
b) Tidak perlu 0
8 Bentuk pelestarian a) Dipertahankan apa adanya 26.67
b) Mempertahankan karakter 43.33
kawasan dan mengembangkan
untuk kesejahteraan masyarakat
c) Memadukan dengan bangunan- 30
bangunan baru, namun tetap
mempertahankan identitasnya
d) Lainnya 0
9 Tanggung jawab a) Masyarakat desa 16.67
pelestarian b) Pemerintah 26.67
c) Pihak swasta 3.33
d) Kombinasi ketiganya 53.33
e) Lainnya 0
Upaya pelestarian yang 40
10 a) Menjaga keaslian karakter desa
telah dilakukan 36.67
b) Menjaga keberadaan bangunan adat
c) Tetap melaksanakan upacara adat 50
d) Aktif memberikan masukan 26.67
tentang perbaikan desa budaya
e) Lainnya 0
87

Lampiran 5. (Lanjutan)
No. Persepsi Jawaban Hasil
(%)
11 Kontribusi yg diberikan a) Mendukung secara pasif 26.67
b) Mendukung dan berpartisipasi aktif 10
dengan turut menumbang pikiran
c) Mendukung dan berpartisipasi aktif 20
dengan turut menyumbang tenaga
d) Mendukung dan berpartisipasi aktif 36.67
dengan turut menymbang pikiran dan
Tenaga
e) Mendukung dan berpartisipasi aktif 6.67
dengan turut menyumbang finasial
f) Lainnya 0
88

Lampiran 6. Identitas Responden Pengunjung Desa Budaya Lekaq Kidau


Jumlah Responden
No. Keterangan
Jiwa %
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 3 37.5
Perempuan 5 62.5
2 Umur
18 - 22 tahun 0 0
23 - 30 tahun 2 25
31 - 40 tahun 4 50
41 - 50 tahun 2 25
51 - 60 tahun 0 0
> 60 tahun 0 0
3 Pekerjaan
Pelajar 0 0
Mahasiswa 0 0
Karyawan swasta 3 37.5
PNS 5 62.5
wiraswasta 0 0
Lainnya 0 0
4 Alamat
Samarinda 3 37.5
Tenggarong 3 37.5
Kembang Jangut 2 25
Lainnya 0 0
5 Pendidikan terakhir
Tidak sekolah 0 0
SD 0 0
SMP 0 0
SMA 6 75
Akademik 0 0
Sarjana 2 25
Lainnya 0 0
6 Berapa kali datang
1 kali 6 75
1 – 3 kali 0 0
3 – 5 kali 2 25
> 5 kali 0 0
89

Lampiran 7. Hasil Kuesioner Pengunjung


Hasil
No. Persepsi Jawaban
(%)
a Tujuan datang a) Rekreasi 87.5
b) Mengenal adat istiadat 12.5
c) Meneliti 0
d) Berbelanja hasil kerajinan 12.5
e) Menghadiri upcara adat 0
f) Lainnya 0
b Aktivitas yang dilakukan a) Berkeliling desa 54.54
b)Menyaksikan upacara adat 9.09
c) Mempelajari budaya 9.09
d) Berbelanja 18.18
e) Menikmati pemandangan 9.09
1 Dari mana informasi diperoleh a) Teman 62.5
b) Keluarga 0
c) Media cetak 37.5
d) Media elektronik 0
e) Lainnya 0
2 Pengetahuan sejarah desa a) Tahu 62.5
b) Tidak tahu 37.5
3 Pengetahuan karakteristik desa a) Tahu 100
b) Tidak tahu 0
4 Karakteristik desa a) Pemukiman Dayak 100
b) Pemukiman Kutai 0
c) Lainnya 0
5 Citra desa budaya a) Indah 100
Tidak indah 0
b) Unik 100
Tidak unik 0
c) Teduh 75
Tidak teduh 25
d) Teratur 100
Semrawut 0
e) Konsep penataan baik 100
Konsep penataan tidak baik 0
f) Direncanakan dengan baik 100
Tidak direncanakan dengan
baik 0
90

Lampiran 7. (Lanjutan)
Hasil
No. Persepsi Jawaban
(%)
g) Memperhatikan kepentingan warga 100
Tidak memperhatikan 0
h) Aman 100
Tidak aman 0
i) Membanggakan 100
Tidak membanggakan 0
j) Bernilai budaya 100
Tidak bernilai budaya 0
k) Bernilai penting 100
Tidak penting 0
6 Yang paling menarik a) Penataan desa 12.5
b) Bangunan adat 50
c) Aktivitas budaya masyarakat 37.5
d) Aktivitas keseharian masyarakat 0
e) Kerajinan tangan 0
f) Lainnya 0
7 Citra bangunan tradisional a) Indah 100
Tidak indah 0
b) Unik 100
Tidak unik 0
c) Bernilai arsitektur tradisional tinggi 100
Tidak bernilai tinggi 0
d) Kokoh 100
Tidak kokoh 0
e) Fungsional 100
Tidak fungsional 0
f) Membanggakan 100
Tidak membanggakan 0
g) Bernilai budaya 100
Tidak bernilai budaya 0
h) Bernilai penting 100
Tidak penting 0
8 Pelestarian kawasan a) Perlu 100
b) Tidak perlu 0
9 Bentuk pelestarian a) Dipertahankan apa adanya 25
b) Mempertahankan karakter 37.5
kawasan dan mengembangkan
untuk kesejahteraan masyarakat
Lampiran 7. (Lanjutan)
91

Hasil
No. Persepsi Jawaban
(%)
c) Memadukan dengan bangunan- 37.5
bangunan baru, namun tetap
mempertahankan identitasnya
d) Lainnya 0
10 Tanggung jawab a) Masyarakat desa 0
Pelestarian b) Pemerintah 0
c) Pihak swasta 0
d) Kombinasi ketiganya 100
e) Lainnya 0
11 Kontribusi yang diberikan a) Mendukung secara pasif 62.5
b) Mendukung dan berpartisipasi aktif 12.5
dengan turut menumbang pikiran
c) Mendukung dan berpartisipasi aktif 0
dengan turut menyumbang tenaga
d) Mendukung dan berpartisipasi aktif 25
dengan turut menymbang pikiran dan
tenaga
e) Mendukung dan berpartisipasi aktif 0
dengan turut menyumbang finasial
f) Lainnya 0
12 Pernah berpartisipasi a) Ya 25
b) Tidak 75
94

Lampiran 8. Kunjungan Wisatawan Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun


2004 - 2008
No. Negara asal 2004 2005 2006 2007 2008

1 Amerika 86 89 84 91 89
2 Australia 63 98 102 121 133
3 Austria 55 60 58 64 41
4 Belanda 9 15 17 23 30
5 Belgia 24 30 26 31 21
6 Canada 7 15 12 14 16
7 Denmark 8 20 24 30 26
8 Inggris 45 58 62 79 83
9 Italia 8 12 16 19 24
10 Jerman 54 58 61 67 72
11 Jepang 30 25 31 40 51
12 Prancis 25 30 29 34 37
13 Spanyol 2 3 5 11 14
14 Swedia 2 1 3 8 7
15 Swiss 3 2 4 10 8
16 Selandia Baru 33 37 40 54 51
17 Norwegia - 1 - 6 7
18 Malaysia - 2 4 22 26
19 Lain-lain 201 219 208 214 226
20 Nusantara 4022 4516 3879 4616 27991
Total 4677 5291 4665 5554 28953
Sumber : Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Kutai Kartanegara

Anda mungkin juga menyukai