Anda di halaman 1dari 148

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE

DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II


KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

DHIMAS WIHARYANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

“KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE


DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II
KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

Dhimas Wiharyanto
NRP C.251030201
ABSTRAK

DHIMAS WIHARYANTO Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di


Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur
dibimbing oleh ARIO DAMAR dan FREDINAN YULIANDA.

Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan kawasan


konservasi dan wisata yang berlokasi berdekatan dengan pusat Kota Tarakan.
Permasalahan yang muncul diantaranya minimnya peran serta masyarakat sekitar
dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait di sekitar kawasan yang mempengaruhi
kondisi hutan mangrove, masih terjadi perusakan mangrove dan pembuangan
sampah/limbah di sekitar lokasi baik oleh masyarakat dan pengunjung, fasilitas
untuk pendidikan dan penelitian seperti pusat informasi, perpustakaan dan
penerangan tentang hutan mangrove belum memadai serta masih rendahnya
pendapatan pemerintah daerah dari kawasan ini.
Penelitian ini mengkaji potensi hutan mangrove diantaranya jenis,
kerapatan, frekuensi dan dominansi dengan metode kuadrat, fauna hutan
mangrove dengan metode visual dan hasil penelitian dari berbagai instansi,
kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengunjung yang datang termasuk
pendapat mereka mengenai pengembangan ekowisata dengan wawancara dan
kuisioner, daya dukung kawasan bagi kegiatan ekowisata dengan metode PCC
(Physical Carrying Capacity). Selanjutnya menilai kelayakan pengembangan
kegiatan ekowisata di lokasi berdasarkan kriteria Direktorat Wisata Alam dan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Menyusun strategi untuk pengembangan
ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II yang berkelanjutan
dengan analisis SWOT.
Pada penelitian ini ditemukan 6 famili dengan 13 spesies tumbuhan
mangrove, Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting
dalam pembentukan ekosistem mangrove di Kota Tarakan dengan indeks nilai
99,93 – 166,47 % dan 33,36 – 66,07%. Fauna yang ditemukan di lokasi
penelitian terdiri dari reptil, ikan, crustacea, mollusca, primata dan burung.
Masyarakat sekitar lokasi dan pengunjung yang datang ke lokasi wisata hutan
mangrove sangat setuju dengan kegiatan pengembangan ekowisata. Daya dukung
secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II adalah
1.800 jam kunjungan per hari. Jumlah total penilaian potensi wisata adalah
sebesar 6.680, sesuai kriteria penilaian kelayakan pengembangan pariwisata hutan
mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II termasuk kedalam kategori layak
(baik) untuk dikembangkan.
Prioritas strategi pengembangan ekowisata diurutkan sebagai berikut: 1)
meningkatkan pengawasan, 2) meningkatkan pelayanan dan kenyamanan, 3)
peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan ekowisata, 4)
meningkatkan promosi, 5) menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan
mangrove, 6) meningkatkan pengawasan dan penanganan sampah, 7) melakukan
kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata, 8) penyuluhan dan
pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan
ekowisata dan pelestarian hutan mangrove, 9) meningkatkan pengawasan,
pemeliharaan potensi wisata dan perawatan fasilitas.
ABSTRACT
DHIMAS WIHARYANTO The Assesment of Development Mangrove
Ecotourism in Pelabuhan Tengkayu II Conservation Area, Tarakan City-East
Kalimantan Guided by ARIO DAMAR and FREDINAN YULIANDA.

Mangrove are repositories of immensebiological diversity and are also the


nursery and breeding ground of several marine life forms, such as spesies of
prawns,crabs, fishes and molluscs. Mangrove forest have an attractive potential of
tourism, such special roots, flower have a special fruits , and supported by the
uniqe of flora fauna. The aims of this research are: 1) to definite potential value of
mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II Tarakan city, and 2) to formulate the
management strategies capability of ecotourism mangrove forest in Pelabuhan
Tengkayu II Tarakan city, East Kalimantan. SWOT analysis used to take for
certain management strategies of ecotourism mangrove based on area potencies
result. Before getting SWOT analysis, firstly to make a result of area potencies
according to Natural Tourism and Environmental Service Advantageous
Directorate.
The dominant mangrove species in this area is Rhizophora apiculata.
Ecotourism mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II have Physical Carrying
Capacity 1,800 visiting hour’s in day. The total result criteria of tourism is 6,680.
According to fitting criteria of tourism development, ecotourism mangrove forest
Pelabuhan Tengkayu II area belong to proper category for developed.
Management strategies priority for ecotourism are : 1) monitoring and controlling
of natural resource, 2) increasing service and pleasure, 3) human resources
improvement, 4) increasing location promotion, 5) broading location, 6)
monitoring and action waste in around of location, 7), working together of all
steakholder in area of location, 8) involving local society, and 9). monitoring
and maintaining of facility ecotourism.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya
KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE
DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II
KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

DHIMAS WIHARYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul Tesis : Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan
Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan
Kalimantan Timur
Nama : Dhimas Wiharyanto
NIM : C251030201

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Ario Damar, M.Si. Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.


Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana


Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr.Ir.Sulistiono, M.Sc. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 22 Desember 2006 Tanggal Lulus:


PRAKATA
Segala puji dan syukur tercurah kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada alam semesta, Pencipta dan
Pemilihara alam beserta isinya. Demikian halnya dalam penulisan thesis ini berkat
pertolongan dan ridho-Nya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Kajian Pengembangan Ekowisata Hutan Mangrove di Kawasan
Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur merupakan
suatu kajian ilmiah tentang pengembangan strategi pengelolaan pariwisata pesisir
untuk meningkatkan tingkat pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia
tanpa meninggalkan adanya unsur ekosistem lestari dalam aplikasinya.
Dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Dosen Wali Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan
masukan kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing
Anggota atas arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.
3. Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.
4. Bapak/ibu staf pengajar dan Administrasi Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL) yang selama ini telah membantu
memperlancar selesainya tesis dan studi penulis.
5. Bapak dr. H. Jusuf, S.K., selaku Walikota Kota Tarakan yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kota Tarakan.
6. Kedua orang tuaku, Bapak Kinyon Sunyoto dan Ibu Dewi tercinta yang
telah banyak mendukung penulis baik secara materi maupun rohani.
7. Kakakku Yulianto dan Enggal Wihartati, Adikku Nura Wiharmoko, dan
semua keluarga yang mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan
tesis.
8. Teman-teman kos Selasih, Mas Zia, Amri, Didin, Entang, terimakasih
untuk persahabatan dan motivasi yang diberikan.
9. Teman-teman SPL angkatan X, terimakasih atas perhatian dan dukungan
pada penulis. Semua pihak yang membantu penulis yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Akhirnya semoga semua kebaikan mereka diterima Allah SWT dan tesis ini
dengan segala kekurangannya semoga dapat memberi manfaat.

Bogor, Desember 2006

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tarakan Kalimantan Timur pada tanggal 24


September 1980 dari Bapak Kinyon Sunyoto dan Ibu Dewi. Penulis merupakan
putra kedua dari tiga bersaudara. Menyelesaikan pendidikan kanak-kanak di TK
Kartini Kota Tarakan tahun 1986, pada tahun 1992 menamatkan pendidikan dasar
di SD Negeri 009 Simpang Tiga Tarakan. Selanjutnya melanjutkan pendidikan
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tarakan tamat pada tahun 1995. Penulis
menempuh Sekolah Menengah Atas pada SMAN 1 Tarakan dan lulus pada tahun
1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Brawijaya Malang
Jawa Timur pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan,
menamatkan studi pada tahun 2003, kemudian melanjutkan studi di program
pascasarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
(PS-SPL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor Jawa Barat.
DAFTAR ISI

Halaman
SURAT PERNYATAAN ............................................................................. i
ABSTRAK .................................................................................................... ii
PRAKATA..................................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP........................................................................................ ix
DAFTAR ISI.................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xvi
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
Latar Belakang.. .. .............................................................................. 1
Perumusan Masalah ........................................................................... 3
Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................... 4
Tujuan Penelitian....................................................................... 4
Manfaat Penelitian..................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
Hutan Mangrove................................................................................. 6
Pengertian Hutan Mangrove..................................................... 6
Karakteristik Hutan Mangrove................................................. 7
Struktur Vegetasi Huran Mangrove ......................................... 7
Zonasi ....................................................................................... 8
Fauna Hutan Mangrove............................................................ 8
Hubungan Saling Ketergantungan Antara Berbagai
Komponen Ekosistem Hutan Mangrove .................................. 9
Struktur Komunitas Hutan Mangrove ...................................... 10
Manfaat Hutan Mangrove ........................................................ 10
Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove................................... 11
Ekowisata ........................................................................................... 12
Pengertian Ekowisata ............................................................... 12
Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove ................................. 15
Sifat Pengunjung Ekowisata..................................................... 17
Perencanaan Pengembangan Ekowisata................................... 18
Daya Dukung Ekowisata Mangrove ........................................ 20
Partisipasi Masyarakat Lokal ................................................... 23
METODE PENELITIAN............................................................................... 25
Kerangka Pemikiran Penelitian.......................................................... 25
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 26
Jenis Data Yang Dikumpulkan........................................................... 28
Teknik Pengumpulan Data................................................................. 29
Pengumpulan Data Vegetasi dan Satwa................................... 29
Pengambilan Data Persepsi Pengunjung .................................. 30
Pengambilan Data Persepsi Masyarakat .................................. 31
Metode Analisa Data.......................................................................... 31
Potensi Ekosistem Mangrove ................................................... 31
Analisis Penilaian dan Pengembangan Ekowisata Mangrove.. 33
Analisis Deskriptif.................................................................... 35
Analisis Daya Dukung ............................................................. 36
Analisis Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata
Hutan Mangrove....................................................................... 36
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ............................................. 39
Kondisi Geografi dan Topografi........................................................ 39
Kondisi Fisiogafis ............................................................................. 40
Kondisi Klimatologi ......................................................................... 41
Kondisi Tata Guna Lahan ................................................................. 42
Kondisi Ekonomi Wilayah dan Kependudukan ................................ 43
Infrastruktur Wilayah......................................................................... 48
Kondisi Pariwisata ............................................................................. 49
Objek Wisata Bahari ................................................................ 50
Objek Wisata Alam .................................................................. 50
Objek Wisata Sejarah ............................................................... 51
Industri Penunjang Wisata ....................................................... 51
Objek Wisata Belanja............................................................... 52
Objek Wisata Taman Kota ....................................................... 52
Kondisi Hidrologi............................................................................... 52
Kondisi Oseanografi ......................................................................... 53
Pasang Surut....................................................................................... 53
Arus..................................................................................................... 54
Gelombang.......................................................................................... 55
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... 56
Ekosistem Mangrove.......................................................................... 56
Jenis Vegetasi Mangrove ......................................................... 56
Analisis Vegetasi Mangrove .................................................... 58
Zona Vegetasi Mangrove ......................................................... 59
Fauna Hutan Mangrove............................................................ 60
Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove........................................ 64
Analisis Penilaian Potensi Objek Ekowisata Hutan Mangrove
Di Kawasan Pelabuhan Tengkayu II.................................................. 65
Daya Tarik................................................................................ 65
Potensi Pasar............................................................................. 69
Kadar Hubungan....................................................................... 71
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi
dan Pelayanan Masyarakat..... .................................................. 74
Air Bersih.................................................................... ............. 78
Akomodasi................................................................................ 78
Sarana dan Prasarana Penunjang.............................................. 80
Kondisi Iklim............................................................................ 81
Keamanan................................................................................. 82
Hubungan dengan Objek Wisata Lain...................................... 83
Kondisi Masyarakat Sekitar dan Pengunjung.................................... 86
Masyarakat Sekitar Kawasan....................................... ............ 86
Pengunjung............................................................................... 90
Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II.... 97
Kemantapan organisasi dan Ketenagakerjaan.......................... 97
Mutu Pelayanan........................................................................ 99
Pelaksanaan Peraturan/Perundang-undangan
dan Penegakan Hukum............................................................. 99
Pengelolaan Sumberdaya Alam............................................... 99
Sarana Perawatan dan Pelayanan............................................. 101
Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan.................................... 102
Analisis SWOT........................................................................ 102
Strategi Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove................... 105
Pengawasan terhadap kelestarian ekosistem
hutan mangrove............................................................... 105
Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan
terhadap pengunjung....................................................... 106
Meningkatkan promosi kawasan ekowisata.................... 107
Menambah luasan areal kawasan ekowisata
hutan mangrove............................................................... 108
Pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar
kawasan hutan mangrove................................................ 109
Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang
terlibat dalam kegiatan ekowisata................................... 109
Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak
di lingkungan ekowisata................................................. 110
Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal
untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan
ekowisata dan pelestarian hutan mangrove.................... 111
Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi
wisata dan perawatan fasilitas........................................ 111

KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 113


Kesimpulan ........................................................................................ 113
Saran .................................................................................................. 114
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 115
LAMPIRAN................................................................................................... 119
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Diagram kerangka pemikiran penelitian .................................................. 26
2 Lokasi penelitian ...................................................................................... 27
3 Petak pengambilan contoh ....................................................................... 30
4 Perkembangan penduduk Kota Tarakan tahun 1999-2004 ...................... 47
5 Bekantan dan sarang kepiting .................................................................. 66
6 Kondisi jalan di dalam lokasi ekowisata hutan mangrove ....................... 67
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Jenis data........................................................................................... 28
2 Faktor strategi internal...................................................................... 37
3 Faktor strategi eksternal.................................................................... 37
4 Matriks SWOT.................................................................................. 38
5 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tarakan.......................... 39
6 Luas wilayah menurut kelas ketinggian di Kota Tarakan................. 40
7 Luas wilayah menurut fisiologi di Kota Tarakan.............................. 40
8 Keadaan iklim rata-rata di Kota Tarakan tahun 2004....................... 42
9 Tata guna lahan di Kota Tarakan....................................................... 42
10 Perkembangan nilai PDRB................................................................ 43
11 Perkembangan PDRB per kapita....................................................... 43
12 Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan tahun 1999-2003.................... 45
13 Struktur ekonomi Kota Tarakan tahun 1999-2003............................ 46
14 Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Tarakan tahun 2004......... 48
15 Sarana dan prasarana di Kota Tarakan.............................................. 49
16 Obyek wisata di Kota Tarakan.......................................................... 50
17 Daerah aliran sungai.......................................................................... 53
18 Air pasang tertinggi dan pasang terendah......................................... 54
19 Taksonomi mangrove........................................................................ 56
20 Penyebaran mangrove pada masing-masing stasiun penelitian........ 57
21 Komposisi jenis mangrove pada tiap stasiun.................................... 59
22 Kerapatan, frekuensi relatif dan INP jenis semai.............................. 59
23 Inventarisasi satwa burung................................................................ 62
24 Panjang jalan menurut jenis, kondisi, kelas dan status jalan............ 72
25 Daftar hotel yang terdapat di Kota Tarakan...................................... 80
26 Data pengunjung ekowisata hutan mangrove dan
bekantan tahun 2004......................................................................... 84
27 Jarak obyek wisata dan jumlah wisatawan tahun 2004.................... 84
28 Kriteria penilaian potensi ekowisata hutan mangrove
Kota Tarakan..................................................................................... 85
29 Pendidikan terakhir masyarakat........................................................ 86
30 Pekerjaan masyarakat........................................................................ 87
31 Pendapatan per bulan masyarakat sekitar kawasn hutan mangrove.. 87
32 Saran pengembangan ekowisata........................................................ 89
33 Umur pengunjung.............................................................................. 90
34 Jenis kelamin...................................................................................... 90
35 Pekerjaan pengunjung........................................................................ 91
36 Pendidikan terakhir............................................................................ 91
37 Pendapatan per bulan......................................................................... 91
38 Pengeluaran per bulan pengunjung.................................................... 91
39 Kesanggupan membayar pengunjung................................................ 93
40 Sarana dan prasarana......................................................................... 101
41 Matriks SWOT ekowisata hutan mangrove....................................... 103
42 Alternatif strategi pengembangan ekowisata hutan mangrove.......... 104
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Tabel kriteria penilaian pengembangan obyek dan daya
Tarik wisata alam ..................................................................................... 119
2. Tabel Penilaian Faktor Internal dan Eksternal Tarik Wisata Alam.......... 126
3. Pemilihan faktor internal dan faktor eksternal ekowisata
hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II.................................................. 128
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi
oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang-surut, pantai berlumpur (Bengen, 2003). Ekosistem ini mempunyai
sifat yang unik dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi
manusia serta mahluk hidup lainnya. Ekosistem hutan mangrove merupakan
kawasan hutan di wilayah pantai. Ekosistem hutan ini tersusun oleh flora yang
termasuk dalam kelompok Rhizoporaceae, Combretaceae, Meliaceae,
Sonneratiaceae, Euphorbiaceae dan Sterculiaceae, sedangkan pada zona ke arah
darat ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan (Acrostichum aureum).
Hutan mangrove sebagai ekosistem alamiah, mempunyai nilai ekologis
dan ekonomis yang tinggi. Hutan ini menyediakan bahan dasar untuk keperluan
rumah tangga dan industri, seperti kayu bakar, arang, kertas dan rayon, yang
dalam konteks ekonomi mengandung nilai komersial tinggi. Hutan mangrove
memiliki fungsi-fungsi ekologis yang penting, antara lain sebagai penyedia
nutrien, tempat pemijahan (spawning grounds), tempat pengasuhan (nursery
grounds) dan tempat mencari makan (feeding grounds) bagi biota laut tertentu.
Ekosistem hutan mangrove merupakan tipe sistem fragile, yang sangat peka
terhadap perubahan lingkungan. Ekosistem ini, pada kawasan tertentu bersifat
open acces, sehingga meningkatnya eksploitasi oleh manusia akan menurunkan
kualitas dan kuantitasnya.
Pada beberapa dekade terakhir ini, pemanfaatan hutan dan ekosistem
mangrove terus meningkat, bukan saja dari segi pemanfaatan lahannya, tetapi juga
segi pemanfaatan pohon mangrovenya, baik secara tradisional maupun komersial
(Naamin, 1991). Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat,
menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat, sebagai
konsekuensinya terjadi peningkatan pembangunan dan pemukiman. Hal ini akan
menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya alam, dimana pemanfaatannya belum
banyak memperhitungkan kerugian yang berdampak ekologis. Demikian juga
halnya dengan pembangunan wilayah pantai sekitar kawasan hutan mangrove,
pemanfaatan kawasan pantai tidak dilakukan secara bijaksana dan berwawasan
lingkungan. Selain itu, kerusakan hutan mangrove juga bisa disebabkan adanya
pencemaran limbah industri maupun limbah rumah tangga dari pemukiman
sekitarnya.
Seperti juga hutan mangrove di tempat lain, hutan mangrove di Pulau
Tarakan sebagian besar telah dikonversi menjadi kawasan pemukiman dan
pertambakan, terutama di kawasan pantai Barat dan Timur Kota Tarakan ( ± 850
Ha, berdasarkan citra satelit Landast ETM + & tanggal 26 Juni tahun 2001,
sumberdata: Laporan akhir proyek Evaluasi dan Perencanaan Sumber Daya
Pesisir dan Laut Kota Tarakan, Universitas Mulawarman-Bappeda). Pembukaan
lahan (konversi) hutan mangrove menjadi lahan tambak (± 2.067 Ha),
pemukiman, lokasi industri, pembangunan infrastruktur sering dilakukan tanpa
mempertimbangkan daya dukung lingkungan, sehingga mengancam
kelestariannya. Kerusakan hutan mangrove inilah yang menjadi penyebab utama
terjadinya degradasi lingkungan seperti abrasi, sedimentasi, dan intrusi di Pulau
Tarakan.
Untuk mengurangi kerusakan dan melestarikan fungsi biologis dan
ekologis ekosistem hutan mangrove, perlu suatu pendekatan yang rasional di
dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dan
masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan mangrove secara langsung. Hutan
mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang
sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Hutan
mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan menjadi salah
satu objek wisata yang menarik bagi pengunjung. Penerapan sistem ekowisata di
ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan dalam pemanfaatan
ekosistem hutan mangrove secara lestari.
Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab, di
daerah yang masih alami atau di daerah – daerah yang dikelola dengan kaidah
alam. Tujuannya, selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur-
unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi
alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Penerapan konsep
ekowisata di kawasan ekosistem hutan mangrove secara umum diharapkan dapat
mengurangi tingkat perusakan kawasan tersebut oleh masyarakat dan

2
berpengaruh pada peningkatan ekonomi. Dengan adanya ekowisata akan
memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan
tersebut dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tarakan,
selanjutnya berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.

Permasalahan
Hutan mangrove dengan luas 8 Ha di kawasan Pelabuhan Tengkayu II
Jalan Gajah Mada sebagai salah satu kawasan hutan yang telah direhabilitasi dan
dikonservasi oleh Pemerintah Kota Tarakan. Kawasan hutan mangrove ini
merupakan kawasan lindung dengan vegetasi bakau dan merupakan habitat bagi
fauna seperti bekantan, burung, ikan dan kepiting. Kawasan hutan mangrove ini
berada di tengah-tengah pusat keramaian. Beberapa aktivitas di kawasan ini
adalah pusat perbelanjaan tradisional dan modern, cold storage, pelabuhan, sub
terminal, pemukiman, dan lahan bekas tambak.
Letak strategis yang dimiliki hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II ini
merupakan salah satu potensi bagi kawasan tersebut untuk dikembangkan menjadi
daerah kunjungan wisata. Namun, dilain pihak terbentang ancaman yang sangat
besar jika daerah ini tidak dikelola dengan optimal. Untuk itu, dalam
pelaksanaannya sebagai tempat wisata perlu menerapkan konsep ekowisata.
Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan kawasan
wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan
dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikutsertakan masyarakat
lokal.
Pada saat ini, penerapan konsep ekowisata untuk pemanfaatan hutan
mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II belum dilakukan secara optimal.
Pelibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan ekowisata hutan mangrove di
kawasan ini masih sangat minim, kerjasama yang dilakukan pihak pengelola
dengan pihak-pihak yang berperan penting dan mempengaruhi kondisi hutan
mangrove di sekitar kawasan masih rendah. Akibatnya, masih sering terjadi
perusakan mangrove secara tidak langsung, dimana terjadi pembuangan sampah
dan limbah aktivitas di sekitar lokasi.

3
Fasilitas untuk pendidikan dan penelitian seperti pusat informasi,
perpustakaan dan penerangan tentang kondisi hutan mangrove di lokasi ini belum
memadai, padahal pendidikan merupakan salah satu konsep utama ekowisata.
Pemahaman pelaku dan pengguna tentang ekowisata masih rendah, masih terdapat
pengunjung yang membuang sampah tidak pada tempatnya dan melakukan
tindakan vandalisme.
Daya dukung hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II terhadap jumlah
pengunjung saat ini masih belum diketahui, padahal daya dukung merupakan
faktor keberhasilan dari ekowisata. Pendapatan pemerintah dari kawasan ini
masih terbilang rendah, belum cukup untuk membiayai semua biaya operasi dan
pemeliharaan kawasan. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperlukan
suatu strategi pengelolaan yang tepat untuk pengembangan ekowisata hutan
mangrove secara berkelanjutan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
- Mengetahui kondisi biofisik hutan mangrove di kawasan konservasi
Pelabuhan Tengkayu II
- Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Konservasi
Pelabuhan Tengkayu II.
- Menghitung daya dukung kawasan mangrove terhadap jumlah pengunjung.
- Kelayakan kawasan untuk pengembangan ekowisata
- Menentukan strategi untuk pengembangan ekowisata mangrove di kawasan
Pelabuhan Tengkayu II yang berkelanjutan Kota Tarakan.

Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam
mengelola dan mengembangkan ekowisata hutan mangrove secara terpadu
dan berkelanjutan dengan melihat kondisi kelestarian ekologi dan sosial,
ekonomi masyarakat setempat.

4
2. Memberikan informasi dan gambaran yang jelas kepada berbagai pihak
mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan
kawasan ekowisata Kota Tarakan, Kalimantan Timur.
3. Memberikan informasi ilmu pengetahuan untuk pengembangan penelitian
lebih lanjut.

5
TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove
Pengertian Hutan Mangrove
Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove” adalah
vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1992),
menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin. Mangrove merupakan formasi-formasi tumbuhan
pantai yang khas di sepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung.
Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove
tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta
endapan debu (silt) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya.
Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral
memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh (FAO, 1994). Dengan
demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh pengaruh darat
dan laut
Ahli-ahli lain mendefinisikan mangrove secara berbeda-beda, namun pada
dasarnya merujuk pada satu-kesatuan yang sama. Saenger et al., (1983)
mendefinisikan mangrove sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di
pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung. Sedangkan Bengen (2002)
mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi pantai tropis yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Di Indonesia, mangrove telah dikenal sebagai hutan pasang surut dan
hutan mangrove, atau hutan bakau. Akan tetapi, istilah bakau sebenarnya hanya
merupakan nama dari istilah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan
mangrove, yaitu Rhizophora sp.
Karakteristik Hutan Mangrove
Karakteristik hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti
floristik, iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorphologi, hidrologi dan
drainase.
Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove digambarkan sebagai
berikut (Bengen, 2000):
- Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung atau berpasir
- Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang
hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan
menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove
- Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
- Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air
bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (hingga 38 permil).
Menurut Walter (1971), ekosistem mangrove terutama didapatkan di 3
(tiga) wilayah iklim berikut ini: (1) Zona khatulistiwa antara ±10 LU dan 5-10
LS; (2) Zona kering hujan tropika, zona sebelah utara dan selatan khatulistiwa,
sampai ±25-30 LU dan LS; (3) Wilayah yang beriklim sedang (ugahari) yang
pada musim dingin tidak terlalu dingin dan hanya terdapat di belahan batas
tertimur dari benua pada zona ini.

Struktur Vegetasi Hutan Mangrove


Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12
genera tumbuhan berbunga (Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp.,
Bruguiera sp., Ceriops sp., Xylocarpus sp., Lumnitzera sp., Laguncularia sp.,
Aegiceras sp., Aegiatilis sp., Snaeda sp. dan Conocarpus sp.) yang termasuk ke
dalam delapan famili (Bengen, 2000).
Selanjutnya, menurut Bengen (2000) bahwa vegetasi hutan mangrove di
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, namun demikian hanya
terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling
tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati
penting/dominan yang termasuk kedalam empat famili: Rhizophoraceae

7
(Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Ceriops sp.), Sonneratiaceae (Sonneratia sp.),
Avicenniaceae (Avicennia sp.) dan Meliaceae (Xylocarpus sp.).

Zonasi
Zonasi hutan mangrove terbagi atas daerah yang paling dekat dengan laut
dengan substrat agak berpasir, daerah seperti ini sering ditumbuhi Avecennia sp.,
sedang pada bagian pinggir daerah ini terdapat area yang sempit, berlumpur tebal
dan teduh dimana Avicennia sp. tidak dapat tumbuh dengan baik pada keadaan
yang demikian, sehingga spesies yang berasosiasi dalam zona berlumpur ini
adalah Sonneratia sp. (Bengen, 2002). Untuk zone yang lebih mengarah ke darat,
umumnya didominasi oleh Rhizophora sp.
Pada zona ini sering juga ditemukan Bruguiera sp. dan Xylocarpus sp.
Untuk zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp., dimana daerah ini
memiliki sedimen yang lebih berat berupa tanah liat. Selanjutnya zona transisi
yaitu zona antara hutan mangrove dengan hutan daratan rendah biasa ditumbuhi
oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya (Kusmana et al., 2003)
Pembagian zonasi ini juga berhubungan dengan adaptasi pohon mangrove
baik terhadap kadar oksigen yang rendah, sehingga memiliki bentuk perakaran
yang khas, adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi sehingga beda bentuk daun
dan adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut sehingga
struktur akar yang terbentuk sangat eksentif dan membentuk jaringan horisontal
yang melebar dimana selain untuk memperkokoh pohon juga untuk mengambil
unsur hara dan menahan sedimen. Menurut Santoso dan Dasminto (2002), Zonasi
tersebut akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, tergantung dari
keadaan tempatnya.

Fauna Hutan Mangrove


Fauna yang hidup di ekosistem mangrove, terdiri dari berbagai kelompok,
yaitu: mangrove avifauna, mangrove mamalia, mollusca, crustacea, dan fish fauna
(Tomascik et al., 1997). Komunitas fauna hutan mangrove membentuk
percampuran antara dua kelompok: (1) Kelompok fauna daratan/terestrial yang
umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas insekta, ular
primata dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk

8
hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar
hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun
mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan lautan pada saat air
surut. (2) Kelompok fauna perairan/akuatik, yang terdiri atas dua tipe, yaitu:
yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang; yang menempati
substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur),
terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.

Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen Ekosistem Hutan


Mangrove

Ekosistem merupakan satu atau serangkaian komunitas beserta lingkungan


fisik dan kimianya yang hidup bersama-sama dan saling mempengaruhi
(Nybakken, 1992). Tumbuhan mangrove mengkonversi cahaya matahari dan zat
hara (nutrien) menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses
fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial, dalam
berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Berbeda
dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di
ekosistem mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, tapi serasah yang
berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dan sebagainya).
Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi
zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton,
algae ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis; sebagian
lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting
sebagai makanannya. Proses makan memakan dalam berbagai kategori dan
tingkatan biota membentuk suatu rantai makanan (Bengen, 2000).
Dahuri et al., (1996) menyatakan, terdapat tiga parameter lingkungan yang
menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: (1) suplai air
tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam
(salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove.
Ketersediaan air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari sistem
sungai dan irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut,
dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfer. (2) Pasokan nutrien: pasokan nutrien bagi
ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi

9
input dari ion-ion mineral an-organik dan bahan organik serta pendaurulangan
nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus
(detrital food web).

Struktur Komunitas Hutan Mangrove


Sebagai daerah peralihan antar laut dan darat, ekosistem mangrove
mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut
menyebabkan terjadinya pergoyangan beberapa faktor lingkungan yang besar,
terutama suhu dan salinitas. Karena itu, hanya jenis-jenis tumbuhan dan binatang
yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor fisik
itu dapat bertahan dan berkembang di hutan mangrove. Kenyataan ini
menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan
populasi masing-masing jenis umumnya besar (Santoso dan Dasminto, 2002) .
Untuk mempelajari struktur komunitas hutan mangrove dilakukan dengan
cara pengamatan secara konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi kajian.
Dalam kajian ini dilakukan pengambilan data mengenai jenis, jumlah tegakan dan
diameter pohon yang dicatat pada Table Form Mangrove, yang kemudian
dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas
area penutupan dan nilai penting jenis (Bengen, 2000).

Manfaat Hutan Mangrove


Hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan
berkembang baik di daerah tropis, seperti Indonesia. Mangrove sangat penting
artinya dalam pengelolaan sumberdaya di sebagian besar wilayah Indonesia.
Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyambung
darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan,
ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove. Hutan mangrove
memiliki fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat bermanfaat bagi ummat
manusia.
Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan
(spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan
dan, udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove
(berupa daun, ranting dan biomassa lainnya) yang jatuh di perairan menjadi

10
sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan
produktivitas perikanan perairan laut di depannya. Lebih jauh, hutan mangrove
juga merupakan habitat (rumah) bagi berbagai jenis burung, reptilia, mamalia dan
jenis-jenis kehidupan lainnya, sehingga hutan mengrove menyediakan
keanekaragaman (biodiversity) dan plasma nutfah (genetic pool) yang tinggi serta
berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. Dengan sistem perakaran dan
canopy yang rapat serta kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung
daratan dari gempuran gelombang, tsunami, angin topan, perembesan air laut dan
gaya-gaya dari laut lainnya.
Potensi ekonomi mangrove diperoleh dari tiga sumber utama, yaitu hasil
hutan, perikanan estuarin dan pantai, serta wisata alam. Secara ekonomi, hutan
mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan bangunan,
arang (charcoal) dan bahan baku kertas. Hutan mangrove juga merupakan
pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya.

Kerusakan Ekosistem Mangrove


Dahuri et al., (1996) menyebutkan selama periode 1982 – 1993 telah
terjadi penurunan luas hutan mangrove Indonesia dari 5,21 juta ha menjadi sekitar
2,5 juta ha. Penurunan luas hutan mangrove ini hampir merata terjadi di seluruh
kawasan pesisir Indonesia. Ruitenbeek (1991) menggambarkan bahwa
pembangunan ekonomi yang memperluas upah disektor ekonomi akan
menurunkan tingkat ketergantungan masyarakat pada hutan mangrove. Sebagai
contoh substitusi kegiatan diluar ekosistem mangrove yang dapat meningkatkan
upah akan menurunkan ketergantungan masyarakat pada sumberdaya hutan
mangrove. Disisi lain, substitusi kegiatan di dalam ekosistem mangrove, sebagai
contoh konversi hutan mangrove menjadi peruntukan yang lain menyebabkan
hilangnya produktivitas di pantai, akibatnya adalah meningkatnya tekanan
terhadap perikanan lepas pantai. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah
cepatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang dipacu oleh sistem transportasi yang
lancar dan tersedianya sumberdaya hutan dan laut yang potensial, mengakibatkan
perubahan struktur sosial ekonomi dan kebutuhan penduduk yang semakin
konsumtif (Sukardjo, 1986).

11
Menurut Dahuri (1996), penurunan luas hutan mangrove yang terjadi
sepanjang Pantai Sumatera dan Kalimantan berkaitan dengan permasalahan
sebagai berikut:
1. Konservasi kawasan hutan mangove menjadi berbagai peruntukan lain
seperti tambak, pemukiman dan kawasan industri secara tidak terkendali
2. Belum ada kejelasan tata ruang dan rencana pengembangan wilayah
pesisir, sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan
hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan
3. Penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan dan kegiatan
lainnya melebihi kemampuan untuk pulih
4. Pencemaran akibat buangan limbah minyak, industri dan rumah tangga
5. Sedimentasi akibat pengelolaan kegiatan lahan atas yang kurang baik
6. Proyek pengairan yang dapat mengurangi aliran masuk air tawar ke dalam
ekosistem hutan mangrove
7. Proyek pembangunan yang dapat menghalangi atau mengurangi sirkulasi
arus pasang surut, dan
8. Data informasi serta IPTEK yang berkaitan dengan hutan mangrove masih
terbatas, sehingga belum dapat mendukung kebijakan atau program
penataan ruang, pembinaan dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan

Ekowisata
Pengertian Ekowisata
Ekowisata adalah suatu perpaduan berbagai minat yang tumbuh dari rasa
keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ada beberapa padanan yang sering
digunakan antara lain: natural-based tourism, green travel, responsible travel, low
impact tourism, village based tourism, sustainable tourism, cultural tourism,
heritage tourism, rural tourism (Cater dan lowman, 1994). Masyarakat
Ekoturisme Internasional (IES) memberikan definisi ekowisata (ecotourims)
adalah suatu bentuk perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami yang
lingkungannya dilindungi dan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk
lokal (Sunaryo, 2001). Sedangkan Buckley (1994), menyatakan ada empat
gambaran perjalanan yang umumnya berlabelkan ekowisata, yaitu: (a) Wisata

12
berbasis alamiah (nature-based tourism), (b) kawasan konservasi sebagai
pendukung obyek wisata (concervation supporting tourism), (c) Wisata yang
sangat peduli lingkungan (environmentally aware tourism), dan (d) Wisata yang
berkelanjutan (sustainallyrun tourism).
Ekowisata dalam teori dan prakteknya tumbuh dari kritik terhadap
pariwisata massal, yang dipandang merusak terhadap landasan sumberdayanya,
yaitu lingkungan dan kebudayaan. Kritik ini melahirkan berbagai istilah baru,
antara lain adalah pariwisata alternatif, pariwisata yang bertanggungjawab,
pariwisata berbasis komunitas, dan eko-wisata (Aoyama, 2000). Alasan umum
penggunaan konsep ini adalah karena dapat menggambarkan pariwisata yang
termasuk:
- Bukan pariwisata berskala besar/massal
- Mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan
- Mempererat hubungan antar bangsa
Honey’s dalam Ecotourism and Sustainable Development, mengemukakan
bahwa ada 7 butir prinsip-prinsip ekowisata :
1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural
destinations). Sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tidak ada
penduduk, dan biasanya lingkungan tersebut dilindungi.
2. Meminimalkan dampak negatif (minimized impact). Pariwisata
menyebabkan kerusakan, tetapi ekoturisme berusaha untuk meminimalkan
dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan atau infrastruktur lainnya.
Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan
material sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber energi
yang terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang
aman, dan menggunakan arsitektur yan sesuai dengan lingkungan
(lanskap) dan budaya setempat, serta memberikan batas/jumlah wisatawan
sesuai daya dukung obyek dan pengaturan prilakunya.
3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmenta
lawareness). Unsur penting dalam ekoturisme adalah pendidikan, baik
kepada wisatawan maupun masyarakat penyangga obyek. Sebelumnya
semua pihak yang terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali

13
informasi tentang karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak
negatif dapat diminimalkan.
4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan
konservasi (provides direct finansial benefits for conservation).
Ekoturisme dapat membantu meningkatkan perlindungan lingkungan,
penelitian dan pendidikan, melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan
sebagainya.
5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada
masyarakat lokal (provides financial benefits and enpowerment for local
people). Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan
konservasi apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan ekoturisme di
suatu kawasan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat (local community walfare). Manfaat finansial dapat
dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas
masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha, permodalan dan
manajemen.
6. Menghormati budaya setempat (Respect local culture). Ekoturisme
disamping lebih ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrusif,
polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru merupakan
salah satu “core” bagi pengembangan kawasan ekoturisme.
7. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (Support human
right and democratic movements).
Ekowisata harus mengangkat harkat dan martabat masyarakat lokal yang
secara umum memiliki posisi tawar yang lebih rendah, menempatkan masyarakat
sebagai elemen pelaku dalam pengembangan suatu kawasan, sehingga terlibat
langsung dalam pengambilan keputusan serta menentukan hak-hak kepemilikan.
Pengambilan keputusan secara komprehensif, adaptif dan demokratis, melalui
pendekatan co-management (integrated bottom up and top down approach).
Dalam perkembangannnya dalam Aoyama (2000) menyatakan beberapa
kriteria standar tentang bagaimana seharusnya eko-tourisme yang telah diterima
secara umum, yaitu:

14
- Melestarikan lingkungan. Jika ekowisata bukan merupakan satu instrumen
konservasi, maka akan mendegradasi sumberdaya.
- Secara ekonomis menguntungkan. Jika tidak menguntungkan, maka tidak
akan ada modal yang kembali untuk konservasi, dan tidak akan ada
insentif bagi pemanfaatan sumberdaya alternatif
- Memberi manfaat bagi masyarakat.
Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan bagi wisata pesisir di
dasarkan pada beberapa unsur utama, yaitu: Pertama, ekowisata sangat bergantung
pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Kedua,
melibatkan masyarakat. Ketiga, ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi
terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Keempat, tumbuhnya
pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional. Kelima, ekowisata sebagai
sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Dengan kata lain, ekowisata (bahari)
menawarkan konsep low invest-high value bagi sumberdaya dan lingkungan
kelautan sekaligus menjadikannya sarana cukup ampuh bagi partisipasi
masyarakat, karena seluruh aset produksi menggunakan dan merupakan milik
masyarakat lokal (Dirawan, 2003).

Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove


Menurut Dahuri (1998), alternatif pemanfaatan hutan mangrove yang
paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem hutan mangrove meliputi :
penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi
terbatas/ekoturisme (limited recreation/ecotourism). Minimal 20% dari total area
dari suatu zona pesisir harus disediakan sebagai zona preservasi. Jalur hijau
(green belt) mangrove seperti tertera dalam UU No. 24/1992 adalah salah satu
bentuk zona preservasi.
Selanjutnya, menurut Kusmana dan Istomo (1993), pemanfaatan hutan
mangrove untuk rekreasi merupakan terobosan baru yang sangat rasional
diterapkan di kawasan pesisir karena manfaat ekonomis yang dapat diperoleh
tanpa mengeksploitasi mangrove tersebut. Selain itu, hutan rekreasi mangrove
dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan menstimulasi aktivitas ekonomi
masyarakat setempat, sehingga diharapkan kesejahteraan hidup mereka akan lebih
baik. Dari segi kelestarian sumberdaya, pemanfaatan hutan mangrove untuk

15
tujuan rekreasi akan memberikan efek yang menguntungkan pada upaya
konservasi mangrove karena kelestarian kegiatan rekreasi alam di hutan mangrove
sangat bergantung pada kualitas dan eksistensi ekosistem mangrove tersebut.
Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain :
1. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis
vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora sp.), akar lutut
(Bruguiera sp.) akar pasak (Sonneratia sp., Avicennia sp.), akar papan
(Heritiera sp.).
2. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih
menempel pada pohon) yang diperlihatkan oleh beberapa jenis vegetasi
mangrove seperti Rhizophora sp. dan Ceriops sp.
3. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai
pedalaman (transisi zonasi).
4. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti
beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk
pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti
babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong,
kepiting, dan sebagainya.
5. Atraksi adat istiadat penduduk setempat yang berkaitan dengan
sumberdaya mangrove.
6. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan
tumpang sari, penebangan maupun pembuatan garam, bisa menarik
perhatian wisatawan.
Potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan berburu, lintas alam,
memancing, berlayar, berenang, pengamatan jenis tumbuhan, dan atraksi satwa
liar, fotografi, pendidikan, piknik dan camping, serta adat istiadat penduduk lokal
yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove.
Kawasan mangrove memiliki tempat yang cukup tinggi bagi
pengembangan wisata atau rekreasi pantai. hal ini didasarkan pada keunikan
karakteristik dari tumbuhan (flora) penyusun ekosistem mangrove, terutama
sistem pembuangannya, diversitas bentuk buah dan sistem perakarannya. Daya
tarik utama ekosistem mangrove adalah potensi keragaman kehidupan liarnya

16
(wildlife), terutama burung air, burung migrasi, reptil, mamalia, primata, dan ikan
(Bengen, 1999).

Sifat Pengunjung Ekowisata


Pada umumnya tujuan utama wisatawan untuk berwisata adalah mendapat
kesenangan (Fandeli, 2001). Sifat dan karakteristik pengunjung ekowisata adalah
mempunyai rasa tanggung jawab sosial terhadap daerah wisata yang
dikunjunginya. Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan waktu tertentu yang
mereka lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata saja.
pengunjung ekowisata mempunyai rasa tanggung jawab moral yang tinggi,
walaupun tidak memberikan nilai tambah pada daerah wisata yang dikunjunginya,
mereka tetap tidak akan mengurangi nilai yang telah ada pada kawasan yang telah
dikonversi tersebut. Pengunjung ekowisata biasanya lebih menyukai perjalanan
dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga tidak mengganggu lingkungan
sekitarnya. Daerah yang padat penduduknya atau alternatif lingkungannya yng
serba buatan dan prasarana lengkap kurang disukai karena dianggap merusak daya
tarik alami.
Secara khusus, pengunjung ekowisata mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya
masyarakat lokal, dan mereka juga biasanya mencari pemandu informasi
yang berkualitas.
2. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap
menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan
pelayanan yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang
bersih.
3. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar mahal
untuk suatu daya tarik yang mempesona dan berkualitas.
4. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu
tertentu dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak di daerah
terpencil.
Sedangkan menurut Siswanto (2003) profil wisatawan yang terlibat dalam
kegiatan minat khusus secara adalah sebagai berikut :

17
- Wisatawan cendrung mencari nilai manfaat yang dapat bertahan lama,
seperti misalnya: aktualisasi diri, pengembangan diri, ekspresi diri,
interaksi sosial, serta produk fisik yang abadi.
- Wisatawan biasanya memiliki latar belakang pengetahuan tertentu,
kemampuan atau kecakapan tertentu untuk mengikuti atau ambil bagian
dalam kegiatan yang diikuti.
- Bagi sebagian wisatawan, kegiatan yang diikuti kadang-kadang dipakai
sebagai ajang untuk melatih/mengembangkan kemampuan untuk
mencapai kualifikasi tertentu terhadap suatu kegiatan yang menjadi hobi
atau kesenangannya.
- Wisatawan cenderung memiliki etika yang berkaitan dengan nilai-nilai,
moralitas, prinsip, norma, serta tingkat intelektualitas tertentu, sehingga
secara umum mereka adalah wisatawan yang bertanggung jawab dan
cenderung mencari sesuatu yang kualitatif lebih dari sekedar kegiatan
rekreasi atau hiburan.
- Wisatawan cenderung untuk selektif dalam memilih jenis kegiatan yang
akan mereka ikuti sepanjang melakukan perjalanan wisata.
Menurut gerakan lingkungan, seorang Eco-tourist bersedia untuk tidak
mengikuti konsumerisme, yang merupakan salah satu masalah pokok dari
pariwisata massal. Bagi mereka, tinggal di rumah penduduk, mencicipi makanan
setempat, berjalan-jalan menelusuri jalan setapak, menghadapi sendiri resiko
merupakan perjalanan pertualangan (adventure) sesungguhnya (Aoyama, 2000).
Pada Hakekatnya aspek motivasi adalah aspek yang terdapat pada diri
wisatawan. Untuk menimbulkan motivasi sangat tergantung pada diri pribadi
wisatawan yang berkaitan dengan umur, pengalaman, pendidikan, emosi, kondisi
fisik dan psikis (Fandeli, 2001).

Perencanaan Pengembangan Ekowisata


Suatu wilayah bila akan dikembangkan menjadi suatu kawasan pariwisata
membutuhkan strategi perencanaan yang baik, komprehensif dan terintegrasi,
sehingga dapat mencapai sasaran (objektivitas) sebagaimana yang dikehendaki
dan dapat meminimalkan munculnya dampak-dampak yang negatif, baik dari
sudut pandang ekologis, ekonomis maupun sosial budaya dan hukum. Menurut

18
Gunn (1994) dalam Yahya (1999), perencanaan pengembangan pariwisata
ditentukan oleh keseimbangan potensi sumberdaya dan jasa yang dimiliki dan
permintaan atau minat pengunjung wisata. Komponen penawaran terdiri dari:
atraksi (potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk aktivitas wisata),
transportasi (aksessibilitas), pelayanan informasi dan akomodasi dan sebagainya.
Sedangkan komponen permintaan terdiri dari pasar wisata dan motivasi
pengunjung.
Pada dasarnya unsur-unsur lingkungan hidup dapat dikembangkan sebagai
obyek wisata, bila unsur-unsur lingkungan hidup tersebut dapat dipersiapkan
secara baik melalui kemampuan manusia dengan sentuhan teknologinya, serta
dapat memenuhi kebutuhan wisatawan. Pembangunan kepariwisataan,
memerlukan keterpaduan dan kecermatan studi maupun perencanaan agar tidak
terjerumus dalam pembangunan prasarana dan wisata dengan mengorbankan
obyek atau sumberdaya wisatanya sendiri. Pembangunan kepariwisataan perlu
memperhatikan tuntutan kebutuhan (demand) wisatawan, tetapi tidak perlu
berorientasi pasar semata. Pembangunan kepariwisataan perlu keterpaduan dalam
perencanaan maupun memformulasikan tujuan (Joyosuharto, 2001).
Proses perencanaan pembangunan pariwisata pembangunan pariwisata
menurut Yoety (1997), dapat dilakukan dalam lima tahap :
1. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan
potensi yang dimiliki.
2. Melakukan penaksiran (assesment) terhadap pasar pariwisata internasional
dan nasional, dan memproyeksikan aliran/lalulintas wisatawan.
3. Memperhatikan analisis berdasarkan keunggulan daerah (region) secara
komparatif, sehingga dapat diketahui daerah yang permintaannya lebih
besar daripada persediaannya.
4. Melakukan perlindungan terhadap sumberdaya alam dan budaya yang
dimiliki.
5. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal.

19
Daya Dukung Ekowisata Mangrove
Menurut Sunu ( 2001), yang dimaksud daya dukung lingkungan adalah
kapasitas atau kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme
secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi dan
kemampuan memperbaharui diri. Daya dukung lingkungan diartikan sebagai
kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Setiap daerah
mempunyai karakteristik geografi yang berbeda-beda serta ditambah dengan
kegiatan manusia dengan berbagai kepentingannya sehingga daya dukung
lingkungannya sangat bervariasi.
Daya dukung hutan mangrove menurut Soerianegara (1993) adalah
kemampuan sumberdaya hutan mangrove dalam mempertahankan fungsi dan
kualitasnya tanpa mengurangi kemampuan memberi fasilitas pelayanan berupa
rekreasi alam. Daya dukung rekreasi alam adalah kemampuan sumberdaya untuk
mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi
yang diinginkan. Daya dukung menyangkut daya dukung fisik lokasi dan daya
dukung sosial.
Pada hakekatnya, setiap area wisata mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda dalam menyerap arus wisatawan. Pada area wisata tertentu yang
dikunjungi wisatawan jika melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi kemunduran.
Apabila terjadi kerusakan objek wisata alam, objeknya tidak menarik dan
mengakibat pengunjung semakin lama semakin sedikit. Pengunjung akan
bertambah lagi bila terjadi proses pemulihan secara alami (Rahayu, 2001). Daya
dukung hutan mangrove menyangga kegiatan wisata adalah kemampuan
sumberdaya hutan mangrove untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna
memberikan pelayanan pengalaman wisata alam yang dinginkan. Prinsip daya
dukung ini akan menjadi pedoman dalam perencanaan kegiatan wisata, sehingga
keharmonisan antara sendi-sendi ekologi dan tujuan wisata tetap bisa terbina
secara berkelanjutan (Undang-undang No. 23 tahun 1997).Sedangkan menurut
World Trade Organization (1992), adalah jumlah pengunjung (wisatawan) suatu
kawasan wisata yang dapat diakomodasi dengan tingkat kepuasan pengunjung
yang tinggi dan berdampak minimal pada sumberdaya.

20
Prinsip daya dukung ini akan menjadi pedoman dalam perencanaan
lanskap kawasan rekreasi hutan mangrove, terutama pada daerah rawan secara
ekologis, sehingga diharapkan fungsi dan kualitas kegiatan yang direncanakan
tidak merusak fungsi ekologis mangrove. Pemanfaatan kawasan hutan mangrove
menurut tujuan kegiatan yang akan dilakukan dapat dibagi berdasarkan kepekaan
ekologi yang meliputi: daerah preservasi, daerah pembangunan dan pemanfaatan,
daerah konservasi.
Menurut Yahya (1999), pada skala mikro daya dukung lingkungan
diwujudkan dengan :
1. Tingkat kepadatan penduduk dalam suatu luasan yang masih dapat
didukung dalam besaran dan teknologi serta sarana dan prasarana
pemukiman yang tersedia.
2. Kepadatan bangunan dalam suatu kawasan.
3. Rasio unit bangunan dengan luasan kawasan (floor area ratio).
4. Rasio antara jumlah orang dengan volume ruang yang tersedia di dalam
kawasan (per capita ratio).
5. Jarak, ketinggian dan susunan bangunan yang tidak menghalangi sirkulasi
udara segar dan pemandangan.
6. Peruntukan pemukiman yang tidak berada di wilayah yang berpotensi
bencana.
7. Ukuran dan jaringan jalan serta sarana transportasi yang memadai untuk
segala kegiatan perhubungan.
8. Terpenuhinya sarana dan prasarana lingkungan sosial (umum).
9. Tercukupinya prasarana pembuangan dan pengolahan limbah.
10. Kawasan perlindungan (kawasan konservasi dan zona penyangga).
Cooper et al., (1996) menyatakan bahwa masalah dampak suatu kegiatan
seperti pariwisata, baik pariwisata massal maupun ekoturisme terkait erat dengan
konsep daya dukung. Kenyataannya bahwa aktivitas pariwisata memiliki dampak
terhadap karakteristik sosial, budaya lingkungan, serta ekonomi dari daerah yang
dikunjungi dan keyakinan bahwa dampak-dampak tersebut dapat meningkat
ukurannya seiring dengan peningkatan volume kunjungan, memberikan gagasan
pada kita bahwa mungkin ada suatu garis batas keberadaan pengunjung dimana

21
jika jumlah pengunjung melampaui batas-batas tersebut, maka dampak menjadi
tidak dapat diterima. Apabila prinsip garis batas di atas dipadukan dengan
konsep keberlanjutan (sustainability), maka perpaduan itulah yang dikenal sebagai
konsep daya dukung jadi dalam konsep pariwisata, daya dukung didefinisikan
sebagai tingkat keberadaan pengunjung yang menciptakan dampak pada
masyarakat, lingkungan dan perekonomian setempat, yang dapat diterima baik
oleh pengunjung, masyarakat maupun lingkungan, serta yang dapat berkelanjutan.
Secara lebih terperinci, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
dampak sebagai berikut :
a. Struktur sosial masyarakat setempat, kuat atau tidaknya struktur sosial
masyarakat dari kelembagaan sebagai faktor pengendali yang cukup besar.
b. Budaya masyarakat setempat; semakin unik suatu budaya, maka semakin
menarik untuk dikunjungi.
c. Lingkungan; lebih sensitif suatu keseimbangan lingkungan, maka semakin
besar bahaya kerusakan lingkungan sehingga tidak dapat pulih.
d. Struktur ekonomi; pada umumnya semakin berkembang suatu
perekonomian maka semakin kuat pula perekonomian menghadapi
tekanan.
e. Struktur politik, seringkali struktur politik mencerminkan idealisme dan
keyakinan dari masyarakat, dan hal tersebut bisa saja mencerminkan suatu
dukungan atau tantangan terhadap pariwisata.
f. Sumberdaya alam dan manusia (kualitas dan kuantitas)
Standar daya dukung sangat bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain,
tergantung jenis wisata yang dikembangkan, karakteristik lingkungan lokal, tipe
pasar wisatawan yang diraih dan persepsi masyarakat lokal terhadap tingkat
kejenuhan. Berdasarkan ketentuan daya dukung kawasan untuk kegiatan
ekotourisme, hutan mangrove di Pulau Biawak dan sekitarnya seluas 80 Ha dapat
menyerap 15 jiwa/ha (Sunari et al., 2005). Menurut pengalaman WTO (1997),
dalam Pengembangan Ekotourisme Segara Anakan tahun 1998, standar daya
dukung kegiatan ekotorisme hutan wisata adalah 15 orang per hektar.

22
Partisipasi Masyarakat Lokal
Pengelolaan suatu kawasan konservasi yang sekarang dilakukan oleh
pemerintah, walaupun berhasil melestarikan keanekaragaman hayati, namun
masih menghadapi permasalahan dari masyarakat yang merasa tidak mendapatkan
manfaat secara langsung dari kawasan tersebut. Bahkan ada kecenderungan
masyarakat merasa bahwa penetapan sutau kawasan konservasi merupakan
larangan untuk memanfaatkan kawasan tersebut. Salah satu bentuk pengelolaan
kawasan konservasi yang akhir-akhir ini banyak dilakukan yaitu pengelolaan
sumberdaya alam melibatkan partisipasi masyarakat lokal yang dikenal dengan
istilah pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat. Dalam pengelolaan ini
melibatkan masyarakat setempat mulai tahap perencanaan sampai tahap
pengawasan (Tahir dan Baharudin, 2002).
Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan
hidup, apabila berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
pemerintah dan apabila setiap masyarakat menjalankannya secara objektif dan
tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau kelompok saja, maka
kerugian yang akan ditimbulkan tidak akan berarti dibandingkan dengan
manfaatnya. Menurut Suratmo (1990), Manfaat dari partisipasi masyarakat dalam
sebuah rencana pembangunan adalah sebagai berikut:
- Masyarakat mendapat informasi mengenai rencana pembangunan di
daerahnya.
- Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah
lingkungan, pembangunan dan hubungannya.
- Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapat atau persepsinya
kepada pemerintah terutama masyarakat di tempat pembangunan yang
terkena dampak langsung.
- Dapat menghindari konflik diantara pihak-pihak yang terkait.
- Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang
akan dapat dinikmati dan menghindari dampak negatifnya.
- Akan meningkatkan perhatian dari instansi pemerintah yang terkait pada
masyarakat setempat.

23
Sesuai dengan konsep pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada
pengembangan masyarakat lokal (community based tourism), maka
pengembangan kegiatan pariwisata diharapkan mampu menciptakan lapangan
kerja dan kesempatan berusaha serta diarahkan agar dapat mengakomodasikan
upaya pemberdayaan masyarakat lokal. Berdasarkan pada konsep tersebut, maka
pengembangan kegiatan pariwisata diharapkan akan mampu meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal (Siswanto, 2003).
Konsep dan peluang pelibatan masyarakat lokal dalam pengembangan
kegiatan wisata minat khusus dengan basis potensial alami ini dapat diterapkan
pada :
- Tenaga pemandu wisata lokal.
- Tenaga porter, untuk membantu mengangkut barang-barang kebutuhan
perjalanan penjelajahan hutan.
- Penyedia makanan/minuman.
- Pengrajin souvenir – cinderamata.
- Pentas Budaya.
- Pengelolaan usaha akomodasi lokal.
- Awak motor boat yang digunakan selama paket berlangsung.
(Bappeda Tarakan, 2003).

24
METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian


Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan
kawasan pariwisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi
lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya serta masyarakat setempat.
Pengembangan kawasan ekowisata bukan merupakan suatu pengembangan
kawasan industri pariwisata yang hanya bersifat sektoral. Dalam pengembangan
tersebut, terdapat aspek-aspek lain yang saling berhubungan dan menentukan
keberhasilan pengembangannya. Dalam pengembangan ekowisata mangrove,
keseimbangan yang menepatkan dimensi-dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi
menjadi penting untuk dikaji. Disatu sisi, pengembangan ekowisata ditujukan
untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi, namun di sisi lain,
pengembangan juga harus memperhatikan terjaganya kualitas lingkungan, baik
secara biofisik maupun sosial. Konsep semacam ini, sering disebut sebagai konsep
pembangunan berkelanjutan dengan prinsip memperhatikan masa depan,
lingkungan, persamaan dan partisipasi dalam konteks isu-isu kehidupan
pertumbuhan ekonomi serta kualitas lingkungan.
Sebagai awal penelitian ini, dilakukan pengumpulan data berkaitan dengan
hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II meliputi potensi biofisik yang
berkaitan dengan bidang biologi (vegetasi, satwa burung) dan data fisik (luas dan
letak, sarana dan prasarana, iklim, topografi dan tanah, hidrologi, lanskap).
Kemudian melakukan pengumpulan data pengunjung dan masyarakat sekitar
(identitas, persepsi, partisipasi dan harapan), serta permasalahan yang timbul di
kawasan hutan mangrove tersebut. Dari data yang terkumpul ditentukan daya
dukung fisik dari hutan mangrove sebagai kawasan wisata. Selanjutnya, dilakukan
penilaian kelayakan pengembangan ekowisata terhadap hutan mangrove di
kawasan pelabuhan Tengkayu II. Langkah terakhir menentukan strategi
pengembangan berdasarkan kriteria penilaian sebelumnya.
Berdasarkan hal di atas, maka disusun diagram alir pemikiran penelitian
seperti yang tertera pada Gambar 1.

Kawasan Hutan Mangrove


Pelabuhan Tengkayu II

Kondisi eksisting

Masyarakat Lokal Pengunjung : Potensi Biofisik Permasalahan


Identitas Jumlah Kawasan Mangrove: - kebijakan
Persepsi, partisipasi Biologi : Pemerintah
Identitas
dan harapan Vegetasi
Motivasi, Aktivitas Daerah
Satwa burung dan ikan
dan Harapan Fisik : - ekologi
Luas dan Letak - sosial ekonomi
Sarana dan Prasarana
Iklim
Topografi dan Tanah
Hidrologi
Lanskap

Daya Dukung Kawasan :


Jumlah kunjungan yang dapat
diserap ekowisata mangrove

Penilaian kelayakan
pengembangan ekowisata

Analisis Deskriptif
Analisis SWOT

Strategi Pengembangan Ekowisata Magrove


Secara Berkelanjutan.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Pemilihan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur
dengan lokasi penelitian kawasan konservasi hutan mangrove yang terletak di

26
Kawasan Pelabuhan Tengkayu II Jalan Gajah Mada. Waktu penelitian dimulai
November 2005 – Februari 2006.

Gambar 2. Lokasi penelitian


Kawasan mangrove Tengkayu II seluas 8 ha yang menjadi objek penelitian
ini, berada di Jalan Gajah Mada termasuk dalam wilayah Kelurahan Karang Rejo
Kecamatan Tarakan Barat. Kawasan tersebut berdekatan dengan pusat keramaian
di Kota Tarakan, dimana di sebelah timur terdapat pasar umum, pusat

27
perbelanjaan modern Ramayana/Gusher Plaza dan lokasi rencana pembangunan
hotel. Bagian utara berbatasan langsung dengan Jalan Gajah Mada, sub terminal
dan pemukiman penduduk Kelurahan Karang Anyar Pantai. Pada bagian barat
kawasan terdapat pelabuhan, TPI Tengkayu II, dan sedikit pemukiman. Pada
bagian utaranya terdapat perusahaan cold storage, mess karyawan (Gambar 2).

Jenis Data yang Dikumpulkan


Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi
empat kelompok dengan aspek-aspek yang diteliti diantaranya; faktor biologi
meliputi aspek vegetasi dan satwanya, kemudian faktor fisik meliputi luas dan
letak, sarana prasarana, iklim, topografi geologi, hidrologi dan lanskap. Data
mengenai masyarakat sekitar berkaitan tentang identitas, presepsi, partisipasi dan
harapan. Data berkaitan dengan wisatawan yang berkunjung meliputi jumlah,
identitas, motivasi, aktivitas dan harapan mereka (Tabel 1).
Tabel 1. Jenis data
No Kelompok Jenis data Aspek-aspek
1. Faktor Biologi - Vegetasi (jenis, jumlah dan penyebaran)
- Satwa (jenis, jumlah dan penyebaran)
2. Faktor Fisik - Luas dan letak
- Sarana dan prasarana
- Iklim
- Topografi geologi dan tanah
- Hidrologi
- Lanskap
3. Masyarakat - Identitas (umur, jenis kelamin, mata
pencaharian, pendidikan)
- Persepsi, partisipasi dan harapan
4. Wisatawan - Jumlah
- Identitas (umur, jenis kelamin, mata
pencaharian, pendidikan, asal daerah)
- Motivasi, aktivitas dan harapan

28
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif
dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian adalah untuk
mendapatkan data potensi sumberdaya untuk pengembangan ekowisata mangrove,
tingkat persepsi, partisipasi masyarakat dan pengunjung dalam kegiatan tersebut,
serta kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. Data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer
dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan, dengan melakukan
pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan wawancara langsung dengan
pengunjung, masyarakat lokal dan pihak-pihak terkait. Untuk mengetahui persepsi
mereka terhadap pengembangan ekowisata pada kawasan konservasi hutan
mangrove PelabuhanTengkayu II Kota Tarakan dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang telah tersedia.
Pengumpulan data sekunder dengan cara mengumpulkan dokumen-
dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data
pendukung lainnya yang dikeluarkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah dari Dinas/Instansi terkait dengan penelitian, yaitu: Kantor Wilayah/Dinas
Kehutanan, Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat Kota Tarakan, Kantor Camat Tarakan
Barat, Kantor Desa Karang Rejo.

Pengumpulan Data Vegetasi dan Satwa


Pengumpulan data vegetasi dan satwa dilakukan dengan cara pengamatan
secara langsung di lapangan. Pengamatan vegetasi di kawasan hutan mangrove
dilakukan dengan cara mengambil contoh bagian-bagian tumbuhan, mencatat
nama daerah, ciri-ciri, tempat tumbuhnya yang kemudian diidentifikasi dengan
melihat buku petunjuk yang ada, serta menghitung kerapatannya.
Untuk menginventarisasi vegetasi digunakan metode garis berpetak, arah
jalur pengamatan tegak lurus terhadap pantai ke arah darat. Pada setiap zona
mangrove yang berada di setiap transek garis, diletakkan petak-petak contoh (plot)
berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter
>4 cm), 5 x 5 m untuk tingkat pancang ( 1,5 – 4 cm), 2 x 2 (semai atau tumbuhan
bawah), dan jarak setiap zona mangrove satu dengan yang lain adalah 50 m.

29
Gambar 3. Petak pengambilan contoh
a b c 50 meter

Keterangan :
a. Plot 2 x 2 m untuk tingkat semai
b. Plot 5 x 5 m untuk tingkat pancang
c. Plot 10 x 10 m untuk tingkat pohon

Pengambilan Data Persepsi Pengunjung


Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara
dengan responden (interview). Selain itu juga, dilakukan dengan teknik observasi
(pengamatan) dan observasi terencana (pedoman dengan kuisioner). Data yang
dikumpulkan meliputi :
1. Data karakter responden (umur, asal wisatawan, lama kunjungan, jumlah
rombongan wisata, dan jumlah biaya wisata yang bersedia dibayarkan oleh
wisatawan).
2. Persepsi wisatawan tentang kegiatan pariwisata khususnya wisata
mangrove (apakah motivasi kunjungan, atraksi yang dimintai, fasilitas dan
infrastruktur maupun sumberdaya manusia yang diharapkan, serta
rekomendasi wisatawan untuk rencana pengembangan ekowisata
mangrove di kawasan Tengkayu II Kota Tarakan)
Responden yang diwawancarai adalah wisatawan yang berwisata di
Kawasan hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II. Penentuan responden sebagai
unit penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu memilih
responden yang akan diambil keterangannya/datanya dengan pertimbangan –
pertimbangan tertentu (sudah dapat berpikir secara logis) sebanyak 5% dari rata-
rata pengunjung yang datang tiap hari.
N = Rata-rata jumlah pengunjung dalam tahun pertama x 5 %
N = 24417 x 5/100
N = 101.74 sampel

30
Pengambilan Data Presepsi Masyarakat
Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara
dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depth-interview). Selain
itu juga, dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan) dan observasi terencana
(pedoman dengan kuesioner). Data yang dikumpulkan meliputi :
1. Data karakteristik responden (umur, mata pencaharian, pendidikan formal,
jumlah anggota keluarga, pendapatan dan lama tinggal).
2. Pemahaman atau persepsi masyarakat lokal tentang ekowisata mangrove
3. Partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pengembangan ekowisata
mangrove mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan
pemanfaatan.
Pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan sengaja
(purposive sampling). Responden yang diamati adalah penduduk dewasa yang
berdomisili di sekitar lokasi penelitian secara administratif yang terkait dengan
kawasan hutan wisata mangrove. Penduduk dewasa dalam hal ini adalah yang
bersangkutan dengan telah matang dalam mengambil keputusan dan berfikir
secara positif dalam mengambil tindakan, dan diharapkan dapat memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Menurut Kusmayadi dan Endar (2000)
rumus pengambilan sampel sebagai berikut :
N
n =
1 + N e2
dimana n : ukuran contoh
N : ukuran populasi
e : nilai kritis/batas ketelitian (10%)
Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Karang Rejo pada tahun 2004-2005
tercatat sebesar 1.864 orang, sehingga setelah melalui perhitungan tersebut
didapatkan jumlah sampel sebesar kurang lebih 95 orang.

Metode Analisis Data


Potensi Ekosistem Mangrove
Data yang dikumpulkan meliputi : data mengenai spesies, jumlah individu,
dan diameter pohon yang telah dicatat pada form mangrove, kemudian diolah
untuk memperoleh kerapatan spesies, frekuensi spesies, luas areal tutupan, nilai

31
penting suatu spesies, frekuensi spesies, luas areal tutupan, nilai penting suatu
spesies dan keanekaragaman spesies (Bengen, 2002):
a. Kerapatan Spesies (Ki)
Kerapatan spesies (i) adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit
area yang dinyatakan sebagai berikut :
Ki = ni / A
Dimana, Ki adalah kerapatan spesies i, ni adalah jumlah total individu dari
spesies dan A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total
petak/plot/kuadrat contoh).
b. Kerapatan Relatif Spesies (KRi)
Kerapatan relatif spesies (KRi) adalah perbandingan antara jumlah
individu spesies i (ni) dan jumlah total individu seluruh spesies (Σn)
dengan formula sebagai berikut :
KRi = (ni / Σn) x 100
c. Frekuensi Spesies (Fi)
Frekuensi spesies (Fi) adalah peluang ditemukannya spesies i dalam petak
contoh yang diamati :
Fi = pi / Σp
Dimana, Fi adalah frekuensi spesies i, pi adalah jumlah petak contoh
dimana ditemukan spesies i dan Σp adalah jumlah total petak contoh yang
diamati.
d. Frekuensi Relatif Spesies (FRi)
Frekuensi relatif spesies (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi (Fi)
dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies (ΣF):
FRi = (Fi / ΣF) x 100 %
e. Penutupan Spesies (Ci)
Penutupan spesies (Ci) adalah luas penutupan spesies i dalam suatu unit
area :
Ci = ΣBA / A
Dimana, BA = ΠDBH2/4, (dalam Cm2), Π adalah suatu konstanta (3,14)
dan DBH adalah diameter dari jenis i, A adalah luas area total
pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh).

32
DBH = CBH /Π (dalam Cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada.
f. Penutupan Relatif Spesies (RCi)
Penutupan relatif spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area
penutupan spesies i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh
spesies (ΣCi) :
RCi = (Ci / ΣCi) x 100 %
g. Nilai Penting Spesies (NPi)
Jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi)
dan penutupan relatif spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Spesies
(NPi) :
NPi = RDi + RFi + RCi
Nilai penting suatu spesies berkisar antara 0 - 300. Nilai Penting ini
memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu
spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

Analisis Penilaian dan Pengembangan Potensi Kawasan Obyek Ekowisata


Mangrove

Penilaian potensi obyek wisata disusun meliputi suatu kawasan di suatu


daerah dan merupakan kawasan lokasi terpilih (prioritas) sesuai dengan fungsi
kriteria penilaian maka yang dipakai dalam penilaian harus mencakup kriteria
yang mampu mengkombinasikan beberapa kepentingan yang dimaksud. Berikut
ini penyusunan analisis penilaian dan pengembangan potensi kawasan objek
ekowisata mangrove berdasarkan penilaian Direktorat Wisata Alam dan
Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2002).
Cara pengamatan/penilaian:
1. Daya tarik, komponen daya tarik yang diamati adalah keindahan alam,
keunikan sumberdaya alam, banyaknya potensi sumber daya alam, keutuhan
sumber daya alam, kepekaan sumberdaya alam, pilihan kegiatan wisata,
kelangkaan, keanekaragaman, kebersihan, dan kerawanan kawasan.
Pengamatan dilakukan terhadap kondisi hutan mangrove di kawasan
Tengkayu II dan dibantu oleh petugas.
2. Potensi pasar, komponen potensi pasar yang diamati adalah jumlah penduduk
lokasi 75 km dari kawasan, kepadatan penduduk lokasi 75 km dari kawasan,

33
dan tingkat kebutuhan wisata. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
dapat dilihat dari data Kota Tarakan Dalam Angka dan dibantu dengan peta.
3. Kadar hubungan/aksesibilitas, komponen yang diamati adalah kondisi jalan
darat, jalan laut, jumlah kendaraan/perahu, frekuensi kendaraan umum dari
pusat penyebaran wisata ke objek. Data diperoleh melalui data primer dan
data sekunder.
4. Kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan pelayanan masyarakat, hal-hal yang
diamati adalah tata ruang wilayah, status lahan, tingkat pengangguran, mata
pencaharian peduduk, ruang gerak pengunjung, pendidikan, tingkat
kesuburan tanah, sumberdaya alam mineral, aktivitas manusia dan persepsi
masyarakat terhadap pengembangan ekowisata hutan mangrove di daerahnya.
Data diperoleh melalui data primer dan data sekunder. Komponen yang
diamati dalam pelayanan masyarakat adalah sikap dan sifat pelayanan
masyarakat terhadap pengunjung dan kemampuan berbahasa dari masyarakat
sekitar objek. Data diperoleh melalui data primer dan sekunder.
5. Kondisi iklim, komponen yang diamati adalah pengaruh iklim terhadap
waktu kunjungan, suhu udara pada musim kemarau, jumlah bulan kering rata-
rata per tahun, kelembaban rata-rata per tahun, dan percepatan angin pada
musim kemarau. Data diperoleh melalui data sekunder.
6. Akomodasi, komponen yang diamati adalah jumlah kamar hotel atau
penginapan dalam radius 15 km dari objek, data ini diperoleh dari data
sekunder.
7. Sarana dan prasarana penunjang, hal-hal yang diamati adalah prasarana yang
menunjang kegiatan pariwisata yang dilakukan, yaitu: kantor pos, telepon
umum, puskesmas/klinik, warung internet, jaringan televisi, jaringan radio,
dan surat kabar. Sarana yang mendukung kegiatan pariwisata, yaitu: rumah
makan/minum, pusat perbelanjaan/pasar, bank, toko cinderamata, tempat
peribadatan, dan toilet umum. Data-data ini diperoleh melalui pengamatan di
lapangan/data primer.
8. Ketersediaan air bersih, komponen yang diamati adalah debit sumber air,
jarak sumber air terhadap lokasi objek, dapat tidaknya air dialirkan ke objek

34
atau mudah dikirim dari tempat lain, kelayakan dikonsumsi, dan kontinuitas.
Data-data ini diperoleh dari data primer dan data sekunder.
9. Keamanan, komponen yang diamati adalah ada tidaknya binatang
pengganggu, ada tidaknya ras yang berbahaya, ada tidaknya kelabilan tanah
atau alam, dan ada tidaknya kepercayaan yang mengganggu. Data-data ini
diperoleh melalui data primer.
10. Hubungan objek dengan objek wisata lain, komponen yang diamati adalah
jumlah objek wisata lain yang sejenis dan tak sejenis. Data diperoleh dari
data sekunder.
11. Hasil penilaian secara keseluruhan akan dibandingkan dengan tabel kriteria
kelayakan pengembangan wisata, maka akan diperoleh kriteria sangat layak,
layak, cukup layak, kurang layak dan tidak layak.
12. Data analisis SWOT diperoleh dari data yang telah dikumpulkan terlebih
dahulu pada tujuan penelitian yang pertama ditambah dengan wawancara
dengan pihak terkait, seperti: pihak pengelola pariwisata, petugas konservasi
hutan mangrove di Kawasan Pelabuhan Tengkayu II, masyarakat sekitar, dan
pengunjung.
Daftar kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata
menurut Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan tahun 2002
dapat di lihat pada Lampiran 1.

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan analisis yang menggambarkan/melukiskan
keadaan komponen penelitian di suatu kawasan. Analisis deskriptif dalam
penelitian ini digunakan untuk menganalisis kondisi sosial ekonomi masyarakat
dan pengunjung yang datang ke lokasi.

Analisis daya dukung


Kebutuhan setiap wisatawan akan ruang sangat bervariasi, tergantung pada
latar belakang budayanya. Kebutuhan akan ruang menentukan beberapa ukuran
fasilitas yang perlu dibangun untuk melayani kebutuhan wisatawan. Sebuah
formula matematis yang dirumuskan Boulin (1985) dalam Soebagio (2004), untuk

35
menentukan daya dukung pengunjung dalam sebuah area wisata dengan standar
individu, adalah sebagai berikut:
Luas lahan yang digunakan pengunjung
Daya dukung =
Rata - rata standart individu
Total pengunjung per hari = Daya dukung x Koefisien perputaran
Jumlah jam per hari di lokasi wisata
Koefisien perputaran =
Rata - rata waktu kunjungan

Analisis Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Hutan


Mangrove

Untuk mengukur nilai potensi pengembangan objek wisata di hutan


mangrove Pelabuhan Tengkayu II dilakukan penilaian potensi secara kuantitatif
dengan menggunakan kriteria penilaian dan pengembangan obyek dan daya tarik
wisata yang dikeluarkan oleh Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan (2002). Dilanjutkan analisis strategi kebijakan pengelolaan kawasan
dengan menggunakan analisis SWOT.
Analisis SWOT ini disusun berdasarkan peta logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strenghts), peluang (opportunities) secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (weakneses) dan ancaman (threat) didalam
menentukan strategi terbaik (Rangkuti, 2004). Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan data kuantitatif atau deskripsi dengan pendekatan matrik SWOT.
Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan matrik SWOT adalah
mengetahui faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS)
terlebih dahulu (Rangkuti 2004). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor
strategi internal:
a. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan ekowisata
hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II dalam kolom 1.
b. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala sesuai dengan
bobot kriteria penilaian objek wisata hutan mangrove.
c. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor berdasarkan
hasil penilaian kondisi ekosistem hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II.

36
d. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya akan berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor.
e. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi kawasan ekowisata mangrove Pelabuhan Tengkayu II.
f. Memberi kode pada kolom 5 untuk memudahkan dalam menyusun alternatif
strategi yang akan dilaksanakan.
Tabel 2. Faktor strategi internal
No Faktor-faktor strategi Bobot Nilai Skor Kode
1 Kekuatan
2 Kelemahan

Setelah faktor-faktor strategis eksternal ekowisata hutan mangrove


Pelabuhan Tengkayu II diidentifikasi, tabel EFAS disusun untuk merumuskan
faktor-faktor strategis internal tersebut, tahapnya adalah:
a. Menyusun dalam kolom 1 (peluang dan ancaman).
b. Memberi bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, sesuai dengat bobot
kriteria penilaian ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II.
c. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala berdasarkan hasil penilaian kondisi ekowisata hutan
mangrove Pelabuhan Tengkayu II.
d. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya akan berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor.
e. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi kawasan ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II.
f. Memberi kode pada kolom 5 untuk memudahkan dalam menyusun alternatif
strategi yang akan dilaksanakan.
Tabel 3. Faktor strategi eksternal
No Faktor-faktor strategi Bobot Nilai Skor Kode
1 Peluang
2 Ancaman

Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya dalam


bentuk matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Matriks ini
menghasilkan empat kemungkinan strategis.

37
Tabel 4. Matriks SWOT.
Kekuatan Kelemahan
Peluang Strategi Kekuatan-Peluang Strategi Kelemahan-Peluang
Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang meniminal
menggunakan kekuatan untuk kelemahan untuk memanfaatkan
memanfaatkan peluang peluang
Ancaman Strategi Kekuatan-Ancaman Strategi Kelemahan-Ancaman.
Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi kelemahan dan
menggunakan kekuatan yang menghindari ancaman
mengatasi ancaman

Strategi Kekuatan – Peluang


Dibuat untuk memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan
peluang sebesar-besarnya.
Strategi Kelemahan – Peluang
Dibuat untuk menggunakan seluruh kekuatan didalam mengatasi ancaman.
Srategi Kelemahan – Peluang
Diterapkan Berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
Strategi Kelemahan – Ancaman
Didasarkan pada kegiatan yang bersifat bertahan dan berusaha
meminimalkan kelemahan.

38
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kondisi Geografi dan Topografi


Kota Tarakan secara geografis terletak pada posisi 3014!30”-3025! Lintang
Utara dan 117031!45” - 117038! Bujur Timur mencakup dua pulau yaitu Pulau
Tarakan dan Pulau Sadau. Wilayah Kota Tarakan dibatasi oleh sebelah Utara
Pesisir Pantai Kecamatan Bunyu, sebelah Timur Kecamatan Bunyu dan Laut
Sulawesi, sebelah Selatan Pesisir Pantai Kecamatan Tanjung Palas dan sebelah
Barat Pesisir Pantai Kecamatan Sesayap.
Luas Kota Tarakan seluruhnya 65.733 ha yang terdiri dari darat 25.080 ha
dan lautan 40.653 ha. Kota Tarakan terdiri dari empat kecamatan yaitu;
Kecamatan Tarakan Timur, Kecamatan Tarakan Barat, Kecamatan Tarakan
Tengah dan Kecamatan Tarakan Utara. Kecamatan yang terluas (darat dan laut)
adalah Kecamatan Tarakan Timur 357,70 ha (54,42%) dan kecamatan yang
terluas daratnya adalah Kecamatan Tarakan Utara yaitu 10.936 ha (43,60%)
(Tabel 5.).
Tabel 5. Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tarakan
Kecamatan Luas Darat Luas Laut Jumlah
2
Km % Km2 % Km2 %
Tarakan Timur 58,01 23,13 299,69 73,72 357,70 54,42
Tarakan Tengah 55,54 22,15 28,46 7,00 84,00 12,78
Tarakan Barat 27,89 11,12 18,46 4,54 46,35 7,05
Tarakan Utara 109,36 43,60 59,92 14,74 169,28 25,75
Jumlah 250,80 100,00 406,53 100 657,33 100,00
Sumber : Bappeda dan Dinas Pertanahan, 2001

Kondisi topografi Kota Tarakan meliputi kawasan datar hingga berbukit.


Pada bagian tengah pulau terdapat perbukitan melengkung yang memanjang dari
Barat Laut ke arah tenggara dengan ketinggian dari permukaan laut lebih kurang
100 m. Kelerengan bervariasi antara 2,5 – 50% dengan kelerengan rata-rata 3%.
Perbukitan yang terdapat di kawasan tersebut dikelilingi oleh dataran rendah
yang merupakan fload plain area yang dilalui oleh sungai-sungai kecil. Di Kota
Tarakan ketinggian 26-100 m adalah yang terluas yaitu 52,20% dan ketinggian
101-110 adalah yang tersempit yaitu 0,44% (Tabel 6).
Wilayah kota Tarakan berbatasan dengan: Pesisir Pantai Kabupaten
Bulungan (Pulau Bunyu) di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan
Pulau Bunyu dan Laut Sulawesi, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Bulungan (Kecamatan Tanjung Palas), dan di sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Bulungan (Kecamatan Sekatak dan Sesayap).
Pada umumnya Kota Tarakan memiliki pantai yang cukup landai, sebagian
kecil wilayah pantainya merupakan hamparan pasir dan sebagian besar merupakan
rawa pasang surut, yaitu kawasan pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Wilayah ini banyak ditumbuhi oleh vegetasi mangrove dan nipah. Pola
aliran massa air di pesisir Kota Tarakan sebelah Barat, Utara dan Selatan
ditentukan oleh dua faktor, yaitu aliran sungai-sungai besar yang berada di
Kabupaten Bulungan seperti Sungai Sekatak, Sesayap, dan Sungai Kayan dan
aliran pasang surut air laut.
Tabel 6. Luas wilayah menurut kelas ketinggian di Kota Tarakan
Kelas Ketinggian ( m) Kota Tarakan
Ha %
0- 7 2.937 11,71
8 – 25 8.940 35,65
26-100 13.092 52,20
101-110 111 0,44
Jumlah 25.080 100,00
Sumber: Bappeda dan Dinas Pertanahan, 2001

Kondisi Fisiografis
Kota Tarakan sebagian besar didominasi oleh tiga satuan fisiografi yaitu
dataran alluvial (alluvial plain) seluas 7.898 ha (31,49%), perbukitan (hill) seluas
6.897 ha (27,5%) dan dataran seluas 6.107 ha (24,35%) dan yang paling sempit
adalah endapan pasir pantai seluas 853 ha (3,40%) (Tabel 7).
Tabel 7. Luas wilayah menurut fisiografi di Kota Tarakan
Daerah Kota Tarakan
Ha %
Endapan Pasir Pantai 853 3,40
Rawa Pasang Surut 3.325 13,26
Dataran Alluvial 7.898 31,49
Dataran 6.107 24,35
Berbukit 6.897 27,50
Jumlah 25.080 100,00
Sumber : Bappeda dan Dinas Pertanahan, 2001

40
Kondisi Klimatologi
Kota Tarakan berada dalam wilayah yang tropik basah. Karakteristik iklim
umumnya hampir sama dengan wilayah lain di Kalimantan Timur. Di daerah ini,
terjadi dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi
pada bulan November sampai bulan April, sedangkan musim kemarau terjadi pada
bulan Mei sampai bulan Oktober.
Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya
tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum
suhu udara di Kota Tarakan relatif tidak bervariasi. Suhu udara sepanjang tahun
2004 berkisar 23,5 °C dan 31,7 °C. Kelembaban udara terendah terjadi pada bulan
Agustus yaitu 80,1% dan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu
86,9%.
Di Kota Tarakan curah hujan dan jumlah hari hujan cukup tinggi. Curah
hujan bulanan yang tercatat sepanjang tahun 2004 rata-rata tertinggi terjadi pada
bulan November yaitu 583,0 mm dan terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu
70,6 mm. Hari hujan paling banyak terjadi pada bulan Mei dan Juli yaitu 25 hari
dan paling sedikit pada bulan Agustus yaitu 8 hari. Penyinaran matahari paling
banyak terjadi pada bulan Agustus yaitu 76,4%, paling sedikit terjadi pada bulan
Desember yaitu 35,5%. Kecepatan angin terendah 5,3 knot dan tertinggi 8,1 knot
atau rata-rata 6,8 knot. Kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap aktifitas
penangkapan ikan (Tabel 8).

41
Tabel 8. Keadaan Iklim Rata-rata di Kota Tarakan Tahun 2004
Suhu Udara Kelembaban Curah Banyaknya Penyinaran Kecepatan
Bulan ( 0C ) Rata-rata Hujan Hari Hujan Matahari Angin
Min Max (%) (mm) (Hari) (%) (knot)
Januari 23,5 29,9 86,9 376,0 20,0 53,2 5,3
Pebruari 24,4 33,1 82,0 99,6 12,0 41,8 7,0
Maret 24,4 31,1 85,0 245,6 20,0 47,6 5,9
April 24,5 31,7 85,0 334,6 19,0 56,2 6,3
Mei 24,6 31,2 86,0 364,0 25,0 40,8 8,1
Juni 24,1 31,5 84,0 256,1 19,0 67,4 6,3
Juli 23,9 30,7 84,8 233,7 25,0 47,1 6,6
Agustus 24,1 31,0 80,1 70,6 8,0 76,4 7,0
September 24,0 31,2 83,5 367,9 21,0 60,4 7,0
Oktober 24,1 31,4 85,6 308,8 19,0 41,9 7,9
November 23,8 31,4 86,7 583,0 23,0 48,7 7,2
Desember 24,1 31,1 85,9 283,3 23,0 35,5 7,1
Rata-rata 24,1 31,1 84,6 293,6 19,5 51,4 6,8
Sumber : Stasiun Meteorologi Kelas III Juata Tarakan Tahun 2004

Kondisi Tata Guna Lahan


Di Kota Tarakan tata guna lahan yang terbanyak adalah hutan belukar
sebesar 34,28% dan yang paling sedikit adalah kebun campuran 0,69%.
Sedangkan di Kecamatan Tarakan Utara tata guna lahan yang paling besar adalah
hutan belukar sebesar 45,37% dan yang paling sedikit adalah kebun campuran
sebesar 0,32% (Tabel 9).
Tabel 9. Tata guna Lahan di Kota Tarakan
Tata Guna Lahan Kota Tarakan
Luas (Ha) Persentase (%)
Pemukiman 1.376 5,49
Semak, Ladang dan Tegalan 7.974 31,79
Kebun Campuran 172 0,69
Tambak/Empang 1.081 4,31
Hutan Lebat 3.294 13,13
Hutan Belukar 8.597 34,28
Hutan Rawa 999 3,98
Mangrove 1.587 6,33
Jumlah 25.080 100
Sumber: Bappeda dan Dinas Pertanahan, 2001.

42
Kondisi Ekonomi Wilayah dan Kependudukan
Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan atas dasar harga konstan cenderung
meningkat pada tahun 2000 sebesar 4,45% dan tahun 2003 sebesar 11,51%,
dengan pertumbuhan rata-rata setiap tahun sebesar 6,51% (Tabel 10).
Tabel 10. Perkembangan nilai PDRB dan pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan
Tahun 1999-2003 (atas dasar harga berlaku dan harga konstan 1993
dengan migas)
Tahun Nilai PDRB(Juta Rp) Pertumbuhan(%)
Harga Berlaku Harga Konstan Harga Berlaku Harga Konstan
1999 1.036.776 687.437 0 0
2000 1.124.084 718.019 8,42 4,45
2001 1.190.675 765.540 5,92 6,62
2002 1.379.094 841.711 15,82 9,95
2003 1.679.105 938.595 21,75 11,51
Sumber: BPS Kota Tarakan, 2004
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah produksi kotor
dari suatu wilayah. PDRB adalah nilai total dari semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh seluruh rakyat di wilayah tersebut dalam periode satu tahun.
Apabila PDRB dibagi dengan jumlah penduduk yang ada disuatu wilayah tersebut
mencerminkan pendapatan per kapita wilayah.
Gambaran kemakmuran suatu wilayah ditentukan oleh nilai PDRB per
kapita dan pendapatan per kapita. Pertumbuhan PDRB per kapita dan pendapatan
per kapita terendah terjadi pada tahun 2001 yaitu 2,66% dan tertinggi tahun 2002
yaitu 16,89%. Nilai PDRB per kapita tahun 2003 sebesar Rp11.985.389,- dan nilai
pendapatan per kapita rata-rata penduduk Kota Tarakan sebesar Rp9.754.097,-
(Tabel 11).
Tabel 11 Perkembangan PDRB per kapita, pendapatan regional per kapita Kota
Tarakan dan pertumbuhannya Tahun 1999-2003 (atas dasar harga
berlaku dan harga konstan 1993 dengan migas)
Tahun PDRB per kapita Pendapatan per kapita
Nilai(Rp) Pertumbuhan(%) Nilai(Rp) Pertumbuhan(%)
1999 8.933.492 6.701.016
2000 9.634.648 7,85 7.265.113 8,42
2001 9.891.381 2,66 7.458.102 2,66
2002 11.183.959 13,07 8.718.076 16,89
2003 11.985.389 7,17 9.754.097 11,88
Sumber: BPS Kota Tarakan, 2004

43
Menurut BPS (2004), secara nasional penduduk miskin di Indonesia
sebanyak 36.146.700 orang dan di Propinsi Kalimantan Timur sebanyak 318.200
orang. Sedangkan menurut BPS Kota Tarakan (2002), jumlah penduduk miskin di
Kota Tarakan sebanyak 12.515 orang, dengan rumah tangga miskin sebanyak
2.112 Kepala Keluarga.
Secara sektoral pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan tahun 2003 yang
tertinggi adalah sektor jasa 48,42% dan terendah adalah sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan 3,9%. Pertumbuhan ekonomi pada sektor
pertanian dalam arti luas yang mengalami peningkatan adalah sektor perikanan,
sedangkan yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian, peternakan dan
kehutanan. Sektor kehutanan mengalami penurunan karena berkurangnya hasil
hutan dari Tarakan dan wilayah sekitar Kota Tarakan.
Sektor pengangkutan dan komunikasi yang mengalami peningkatan adalah
pengangkutan udara, karena ditunjang oleh perpanjangan landasan pacu Bandar
Udara Juata Kota Tarakan, sehingga pesawat Boeng 737 dan Foker 100 dapat
mendarat dan ditunjang harga tiket yang relatif murah dan waktu tempuh yang
cepat. Sedangkan sektor perhubungan laut mengalami penurunan, hal ini terjadi
karena harga tiket tidak jauh beda dengan pesawat dan waktu tempuh yang lama
(Tabel 12).

44
Tabel 12. Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan Tahun 1999-2003 (atas dasar
harga berlaku dan harga konstan 1993 dengan migas)
Lapangan Usaha Pertumbuhan(%)
1999 2000 2001 2002 2003
1. Pertanian 8,49 3,41 3,67 3,72 4,35
a. Tanaman Pangan 1,72 5,34 0,69 11,39 5,33
b. Perkebunan 2,93 0,80 1,08 22,91 6,21
c. Peternakan 31,21 7,39 2,64 21,46 7,62
d. Kehutanan 2,96 3,03 0,26 5,98 (1,88)
e. Perikanan 7,94 2,85 4,20 1,08 3,91
2. Pertambangan dan Penggalian 15,43 1,11 2,91 15,40 10,88
3. Industri Pengolahan 9,10 2,21 4,15 3,84 6,25
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 6,82 17,15 4,26 12,62 12,30
5. Bangunan 3,71 8,57 15,01 79,51 26,64
6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 5,11 2,04 8,64 3,29 13,24
7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,43 5,28 3,52 13,63 7,80
8. Keuangan, Persewaan Jasa
Perusahaan 9,65 11,49 6,10 9,23 3,90
9. Jasa 4,51 7,53 12,88 63,71 48,42
PDRB dengan Migas 3,95 4,45 6,62 9,95 11,51
PDRB tanpa Misas 3,46 4,62 6,80 10,22 11,76
Sumber: BPS Kota Tarakan, 2004

Struktur ekonomi Kota Tarakan tahun 2003 yang tertinggi didominasi oleh
sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 38,75%. Hal ini disebabkan karena
Kota Tarakan merupakan Kota Jasa dan Transit di wilayah Utara Kalimantan
Timur. Sektor industri pengolahan menempati urutan kedua sebesar 16,52%.
Sektor yang terendah adalah listrik, gas dan air bersih yaitu 2,08% (Tabel 13).
Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar
tehadap PDRB Kota Tarakan. Hal ini sesuai dengan sebutan Kota Tarakan sebagai
Kota Jasa dan Transit yang merupakan daerah transit ke wilayah utara Propinsi
Kalimantan Timur seperti Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten
Bulungan dan Kabupaten Bulungan serta keluar negeri seperti Kota Tawau
(Malaysia Timur).

45
Tabel 13. Struktur ekonomi Kota Tarakan, Tahun 1999-2003 (Atas dasar harga
berlaku dengan migas dalam Persentase)
Lapangan Usaha Tahun
1999 2000 2001 2002 2003
1. Pertanian, Peternakan,
Kehutanan dan Perikanan 10,34 10,17 10,08 9,19 8,24
2. Pertambangan dan Penggalian 7,60 7,06 6,72 7,12 5,98
3. Industri Pengolahan 12,62 12,16 11,81 11,17 16,52
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 1,48 1,59 1,67 2,34 2,08
5. Bangunan 2,15 2,13 2,23 6,06 6,26
6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 42,16 42,71 42,92 39,49 38,75
7. Pengangkutan dan Kominikasi 10,15 10,17 10,22 10,97 9,73
8. Keungan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 11,02 11,51 11,51 10,67 9,29
9. Jasa-jasa 2,48 2,50 2,84 2,99 3,15
Total PDRB 100 100 100 100 100
Sumber: BPS Kota Tarakan, 2004

Penduduk Kota Tarakan pada tahun 1999 sebanyak 115.919 orang dan tahun
2004 sebanyak 160.055 orang. Pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada
tahun 2003 yaitu 11,48% dan pertumbuhan penduduk terendah terjadi pada tahun
2001 yaitu 3,40%. Angka pertumbuhan penduduk setiap tahunnya rata-rata
6,70% (Gambar 2).
Pertumbuhan penduduk Kota Tarakan cukup besar jika dibandingkan
dengan Propinsi Kalimantan Timur tahun 2001 jumlah penduduk sebanyak
2.534.190 orang, dengan rata-rata pertumbuhan tahun 1990-2001 sebesar 2,77%
per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sampai tahun 2003
sebesar 1,5% per tahun dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 213.722.300
orang.
Pesatnya pertumbuhan penduduk disebabkan oleh kegiatan ekonomi
berpusat di Kota Tarakan dan penduduk banyak tinggal di Kota Tarakan,
sedangkan usahanya seperti pertambakan terdapat di wilayah sekitar Kota
Tarakan. Di samping itu, dengan bergulirnya otonomi daerah dan pemekaran
wilayah serta perimbangan keuangan pusat dan daerah menyebabkan
pembangunan meningkat sangat drastis dan mendorong tenaga kerja datang ke
Kota Tarakan.

46
180.000
160.000
Jumlah Penduduk 160.055
140.000 149.943
120.000 134.504
127.285
123.099
100.000 115.919

80.000
60.000
40.000
20.000
0
1999 2000 2001 2002 2003 2004

Tahun

Gambar 4. Perkembangan penduduk Kota Tarakan Tahun 1999-2004

Rasio jenis kelamin antara pria dan wanita di Kota Tarakan tahun 2004
sebesar 120. Artinya, dalam setiap 120 orang penduduk pria terdapat 100 orang
penduduk wanita. Rasio jenis kelamin yang terbesar adalah Kecamatan Tarakan
Utara yakni 122 dan yang terkecil Kecamatan Tarakan Barat. Kepadatan
penduduk yang tertinggi di Kota Tarakan terdapat di Kecamatan Tarakan Timur
yaitu 1.282 orang/ km2 dan yang terendah terdapat di Kecamatan Tarakan Utara
yaitu 156 orang/km2 (Tabel 14). Sedangkan rasio jenis kelamin di Propinsi
Kalimantan Timur tahun 2000 adalah 110 dan di Indonesia 101. Kepadatan
penduduk di Propinsi Kalimantan Timur tahun 2001 tingkat kota sebebanyak 483
orang/km2 dan tingkat kabupaten 6 orang/km2 atau rata-rata 12 orang/km2.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 56 Tahun 1959 Peraturan Pemerintah
Tahun 1960, kepadatan penduduk di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur
dan Tarakan tengah tergolong sangat padat (<401 orang/km2). Sedangkan, di
Kecamatan Tarakan Utara tergolong kurang padat (51-250 orang/km2).

47
Tabel 14. Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Tarakan Tahun 2004
Kecamatan Pria Wanita Jumlah Jumlah Rasio Kepadatan
(orang) (orang) (orang) KK Jenis (orang/
Kelamin km2)
Tarakan Barat 29.908 25.232 55.140 15.070 119 951
Tarakan Tengah 28.334 23.715 52.049 11.533 119 937
Tarakan Timur 19.563 16.209 35.772 7.712 121 1282
Tarakan Utara 9.390 7.704 17.094 4.784 122 156
Jumlah 87.195 72.860 160.055 39.099 120 638
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tarakan Tahun 2004

Infrastruktur Wilayah
Kota Tarakan sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Bulungan,
semenjak tahun 1982 menjadi Kota Administratif Tarakan. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 1997 terbentuk Kotamadya Dati II Tarakan dan
diresmikan tanggal 15 Desember 1997. Infrastruktur yang ada di Kota Tarakan
berkembang seiring dengan peningkatan status tersebut.
Panjang jalan di Kota Tarakan tahun 2004 sebesar 141.194 km terdiri dari;
jalan aspal 101.748 km, jalan kerikil 7.350 km dan jalan tanah 32.096 km. Sarana
pendidikan terdiri; TK/TPA sebanyak 25 unit, SD sebanyak 62 unit, SLTP
sebanyak 21 unit, SMU sebanyak 17 unit dan Perguruan Tinggi sebanyak 5 unit.
Sarana peribadatan terdiri; masjid/musholla sebanyak 168 buah, gereja sebanyak
56 buah, kuil sebanyak 1 buah dan klenteng sebanyak 5 buah. Sarana Kesehatan
terdiri; rumah sakit sebanyak 2 buah, puskesmas sebanyak16 buah, posyandu
sebanyak 102 buah dan poliklinik sebanyak 3 buah. Sarana komunikasi/watel
sebanyak 130 buah.
Lembaga keuangan, ekonomi dan koperasi yang terdapat di Kota Tarakan
Tahun 2004 adalah perbankan sebanyak 5 buah, non perbankan sebanyak 3 buah,
koperasi sebanyak 115 buah, cold storage sebanyak 9 buah, pabrik es sebanyak 22
buah, hatchery sebanyak 15 buah dan pendederan sebanyak 50 buah.
Instalasi Pengolah Air (IPA) di Kota Tarakan Tahun 2004 berjumlah 5 buah
yaitu; IPA Kampung Satu, IPA Kampung Bugis, IPA Sebengkok, IPA Persemaian
dan IPA Juata Laut. Debit air sebesar 340 l/det, kehilangan air sebesar 34%,
tingkat pelayanan sebesar 40% dan jumlah pelanggan PDAM sebesar 11.000
sambungan. Kapasitas air PDAM tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal
karena keterbatasan jaringan pipa distribusi.

48
Tabel 15. Sarana dan prasarana di Kota Tarakan
Uraian Kota Tarakan
Jalan (km):
a. Aspal 102
b. Kerikil 7
c. Lainnya 32
Pendidikan unit):
a. TK/TPA 25
b. SD 62
c. SLTP 21
d. SMU 17
e. Perguruan Tinggi 5
Peribadatan (buah):
a. Masjid/musholla 168
b. Gereja 56
c. Kuil 1
d. Klenteng 5
Kesehatan (buah):
a. Rumah Sakit 2
b. Puskesmas 16
c. Posyandu 102
d. Poliklinik 3
Komunikasi / Wartel (buah): 130
Lembaga keuangan, ekonomi dan Koperasi
buah):
a. Perbankan 5
b. Non Perbankan 3
c. Koperasi 115
d. Cold Storage 9
e. Pabrik Es 22
f. Hatchery 15
g. Pendederan 50
Sarana Air bersih (buah): 5
Sumber : Tarakan Dalam Angka, 2004.

Kondisi Pariwisata
Kawasan Kota Tarakan mempunyai potensi pengembangan wisata alam
dengan daya tarik potensi wisata bahari, wisata alam, arsitektur, sejarah dan
budaya lokal setempat. Pembangunan fasilitas pariwisata akan berdampak positif
terutama dari segi ekonomi kepada daerah, dan sekaligus pemanfaatan terhadap
sumberdaya yang terdapat di kawasan Kota Tarakan.

49
Tabel 16. Obyek wisata di Kota Tarakan
No. Kawasan Objek Wisata Lokasi
1 Kelurahan Kampung Empat Wisata Pantai Amal
dan Kelurahan Kampung
Enam
2 Kelurahan Pamusian a. Wisata sejarah Jl.Kalimantan
- Tugu Australia Markoni
- Tugu Jepang
b. Taman Oval I dan Ladang/Markoni
II
3 Kelurahan Karang Anyar a. Wisata sejarah Sensanip/Gunung
Tempat Selatan
Pembakaran
Jenasah Jl. Mulawarman
b. Hutan Wisata (Persemaian)
4 Kelurahan Mamburungan a. Wisata sejarah gua Pantai Barat
peninggalan Perang
Dunia II
b. Agrowisata Karungan
Sumber : Dinas Pariwisata Kota Tarakan, 2005.
Obyek Wisata Bahari/Pantai
Wisata bahari adalah suatu eksploitasi alam terhadap kondisi pesisir yang
dianggap mempunyai daya tarik dan view (pandangan alam), sehingga dapat
dijadikan potensi alam dan dapat menarik para wisatawan untuk datang dan
menikmati alam di kawasan tersebut. Beberapa potensi pesisir bahari yang dapat
dieksploitasi menjadi kawasan wisata di Kota Tarakan diantaranya :
- Pantai Amal Lama, terletak di Kelurahan Kampung Empat sebelah timur.
Mempunyai potensi laut dan pesisir yang menarik dengan beberapa fasilitas
yang sudah tersedia
- Pantai Amal Baru, terletak di Kelurahan Kampung Enam sebelah timur.
keberadaanya belum dieksploitasi secara maksimal.

Obyek Wisata Alam


Di Kota Tarakan mempunyai potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk
objek wisata, diantaranya adalah
- Wisata Air terjun di Kelurahan Mamburungan Kecamatan Tarakan Timur
- Wana Wisata di Kelurahan Juata Kerikil Kecamatan Tarakan Utara
- Wisata Anggrek di Kelurahan Kampung Empat Kecamatan Tarakan Timur
- Agro Wisata, di Kelurahan Karungan Kecamatan Tarakan Timur

50
Obyek Wisata Sejarah (budaya) dan Bangunan Arsitektural
Wisata sejarah (Budaya) adalah suatu aset-aset peninggalan berupa benda,
rumah, tradisi dari daerah yang dapat di eksploitasi untuk wisatawan, sehingga
secara perekonomian kota akan meningkat pendapat Asli Daerah (PAD) yang
akan menggerakkan beberapa aktifitas-aktifitas penunjang, seperti: rumah makan,
penginapan, toko dan lain sebagainya.
Beberapa lokasi atau obyek-obyek bersejarah di Kota Tarakan
diantaranya:
- Peninggalan bersejarah rumah bundar, peninggalan pada jaman Belanda
terletak di Kecamatan Tarakan Tengah
- Peninggalan sejarah rumah tua (rumah asli), terletak di jalan poros yaitu : Jl.
Yos Sudarso dan Jl. Sudirman
- Peninggalan Gua Jepang, di Kecamatan Tarakan Barat
- Peninggalan Bunker milik Jepang di Kelurahan Kampung Skip Kecamatan
Tarakan Tengah
- Peninggalan Tugu Australia di Kelurahan Karang Anyar Kecamatan Tarakan
Barat.
- Peninggalan Bunker-Bunker milik Jepang di Kelurahan Karungan dan
Kelurahan Mamburungan Kecamatan Tarakan Timur.
- Tempat Makam Jepang di Kelurahan Pamusian Kecamatan Tarakan Tengah
- Wisata Budaya yang digelar dalam acara-acara khusus yang mengundang
atraksi dan kesenian-kesenian dari beberapa adat di Kota Tarakan.

Industri Kerajinan Penunjang Wisata


Berbagai industri kerajinan tangan tradisional yang dihasilkan penduduk
setempat merupakan daya tarik selain alam dan budaya. Beberapa industri
kerajinan penunjang wisata di Kota Tarakan belum sempat mendapat perhatian
khusus. Industri kerajinan yang saat ini masih ada diantaranya adalah industri
kerajinan pengeringan ikan yang terdapat di Kelurahan Juata Kecamatan Tarakan
Utara. Sedangkan untuk industri kerajinan berupa cenderamata diantaranya kain
dan beberapa kerajinan rakyat lainnya belum sempat tergali secara maksimal,
kawasan yang potensi untuk pembuatan kerajinan tangan ini adalah di Kelurahan
Mamburungan dan Kelurahan Karungan.

51
Obyek Wisata Belanja
Fasilitas perekonomian terutama kawasan perbelanjaan yang mempunyai
skala pelayanan dan beberapa kekhususan terutama pada jenis-jenis barang yang
dijual. Ketertarikan wisatawan untuk mengunjungi sarana belanja dikarenakan
ada beberapa hal, diantaranya sengaja berkunjung karena mau berbelanja dan
berkunjung setelah melakukan kegiatan-kegiatan utama di kawasan tersebut .
Beberapa objek wisata belanja yang ada di Kota Tarakan adalah :
- Wisata belanja skala lokal dan kota, terletak di Jl. Yos Sudarso dan Jl.
Sudirman.
- Wisata belanja skala kota dan regional, Gusher Jl. Gajah Mada.
- Wisata belanja skala kota dan regional di Pasar Beringin (Sebengkok).
Obyek Wisata Taman kota
Wisata Taman Kota adalah suatu lokasi yang sengaja dibuat oleh pihak
Pemerintah kota sebagai ruang terbuka dan dijadikan taman, dengan beberapa
fasilitas penunjang seperti taman bermain anak, penyediaan untuk pedagang kaki
lima. Obyek wisata ini di Kota Tarakan terdapat di :
- Taman Oval I, Jl. Yos Sudarso depan Pelabuhan Malundung.
- Taman Kota Oval II, kawasan Pemukiman “Ladang”.
- Taman Kota Oval III, Kelurahan Pamusian.

Kondisi Hidrologi
Permukaan tanah Pulau Tarakan umumnya mengandung pasir dan
lempung. Karena kestabilan lereng yang rendah, penebangan pohon dan curah
hujan yang tinggi, mengakibatkan seringnya terjadi erosi. Tanah dan pasir yang
terbawa aliran air menyebabkan terjadinya sedimentasi di dalam sungai.
Pengamatan di lapangan terlihat, bahwa sungai-sungai di lokasi pada umumnya
telah mengalami sedimentasi. Adanya sedimentasi pada aliran sungai ini dapat
mengakibatkan kekeruhan yang mempengaruhi kualitas air sungai.
Daerah Aliran sungai di Pulau Tarakan umumnya merupakan sungai-
sungai kecil dengan lebar 1 hingga 7 meter, kedalaman air tidak lebih dari 0,5
meter. Sungai-sungai yang mengalir umumnya pendek-pendek. Debit air sungai
pada musim kemarau umumnya kering atau sangat sedikit, sedangkan pada musim
penghujan debit air cukup besar.

52
Tabel 17. Daerah Aliran Sungai di Daerah Operasi yang Berada pada Lokasi PT.
EKSPAN Nusantara – Tarakan.
No Sub DAS Luas Panjang Lebar Kedalaman
(km2) (km) (m) (m)
1 Karungan 4.37 2.3 2–4 < 0.3
2 Betunguk 3.58 3.0 2–4 < 0.3
3 Amal 2.42 2.4 - -
4 Selipi 2.39 2.9 3–7 < 0.3
5 Pamusian 13.41 7.8 3–5 < 0.5
6 Binalatung 13.61 8.8 - -
7 Sesanip 8.81 6.0 3–7 < 0.3
8 Bengawan 15.52 7.5 3–5 < 0.5
Sumber : Pemerintah Daerah Kota Tarakan, 2003.
Masyarakat perkotaaan sekitar sungai memanfaatkan sungai tersebut
sebagai keperluan saluran pembuangan limbah domestik dan keperluan lain,
terkecuali untuk air minum. Sumber pencemar yang memasuki sungai, terutama
akibat limbah industri dan pengeboran minyak (limbah minyak mentah).
Sungai-sungai yang mengalir di Pulau Tarakan belum semua dapat
digunakan sebagai sumber air baku PDAM ataupun cuci mandi oleh masyarakat.
Masyarakat Kota Tarakan lebih senang memanfaatkan air tadah hujan dan sumber
mata air yang banyak mengalir di sekitarnya sebagai air minum, cuci dan mandi.
Selain itu, pada lokasi tertentu di Kota Tarakan sudah terdapat sistem air bersih
yang dikelola oleh PDAM dan pada daerah perumahan disediakan oleh para
swasta dengan sumur tanah dalam (Deep Well).

Kondisi Oseanografi
Pasang Surut
Pulau Tarakan termasuk ke dalam bagian Laut Sulawesi. Gambaran secara
umum daerah pantai sepanjang bagian timur, Kalimantan Timur adalah hampir
seluruhnya datar dan rendah. Dasar laut sepanjang perairan ini umumnya terdiri
dari pasir, lumpur pasir, pasir karang, pasir batu, karang dan tanah liat, serta
banyak ditemui dangkalan di dekat pantainya. Keadaan perairan Laut Sulawesi
banyak dipengaruhi oleh Samudera Pasifik. Pasang di perairan sekitar Pulau
Tarakan merupakan rambatan pasang dari pasang yang terjadi di Samudera
Pasifik. Sifat pasang surut daerah Laut Sulawesi adalah campuran condong ke
harian ganda (mixed semi diurnal tide). Tinggi air yang mungkin terjadi di daerah

53
ini berkisar antara 240 cm sampai dengan 340 cm, dimana yang terbesar terjadi di
daerah Bunyu dan Tarakan. Dari daftar pasang surut kepulauan Indonesia yang
dikeluarkan oleh Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL tahun 2000, lokasi yang
terdekat dengan Pulau Tarakan diwakili oleh stasiun pengamatan Selat Lingkas
(03o.0’ LU dan 117o.6’BT). Tipe Pasut di sekitar Pulau Tarakan adalah pasut
bertipe campuran ke harian ganda.
Tabel 18. Air pasang tertinggi dan pasang terendah di sekitar Pulau Tarakan
Bulan Kedudukan Air (m)
Air Pasang Tertinggi Air Pasang Terendah
Januari 32 2
Februari 34 2
Maret 34 1
April 35 0
Mei 35 0
Juni 35 2
Juli 34 2
Agustus 34 1
September 34 1
Oktober 35 2
November 35 1
Desember 35 3
Sumber : Pemerintah Daerah Kota Tarakan, 2003.
Arus
Pengaruh utama terjadinya arus laut adalah pasut dan angin oleh
perubahan musim dan pengaruh lainnya. Gambaran arus permukaan di Laut
Sulawesi adalah sebagai berikut:
- Bulan Februari di sebelah barat pantai Kalimantan arus bergerak ke selatan
dengan kecepatan 0,4 – 0,8 knot. Sedangkan di pantai utara Sulawesi, arus
bergerak ke timur sepanjang pantai dengan kecepatan sekitar 0,8 – 1,5 knot.
Lebih ke utara, arus akan bergerak dengan arah Barat Daya dan membelok
menyusur Pantai Utara Sulawesi.
- Bulan April keadaan yang sama masih terlihat, namun kecepatan arus menjadi
lemah, yaitu di pantai Barat Kalimantan kecepatan bervariasi antara 0,2 – 0,5
knot, sedangkan di pantai Sulawesi 0,4 – 0,8 knot.
- Bulan Agustus di Pantai Kalimantan arus yang datang dari utara akan berbelok
ke utara menyusur pantai sesudah sampai ke daerah dangkalan, dan sebagian
akan terus menuju Selat Makasar dengan kecepatan sekitar 0,4 – 0,8 knot.

54
Sedangkan arus di Pantai Utara Sulawesi, mengarah ke Timur dan Timur Laut
dengan kecepatan 0,5 – 1,5 knot.
- Bulan Oktober, arus dari utara akan menyusur Pantai Kalimantan dan terus
masuk ke Selat Makasar dengan kecepatan sekitar 0,5 – 1,0 knot, dan sebagian
bergerak sepanjang Pantai Sulawesi dengan kecepatan sekitar 0,5 – 1,5 knot
ke arah timur dan timur laut. Pada umumnya, terlihat bahwa arus musim
dipermukaan datangnya dari Samudra Pasifik, kemudian terjadi sirkulasi di
Laut Sulawesi oleh pengaruh pulau-pulau yang membatasi Laut Sulawesi. Ada
juga sebagian yang datang dari Laut Sulu, tetapi dalam keadaan yang sudah
lemah karena diredam oleh Pulau-pulau Sulu.

Gelombang
Pada umumnya gelombang laut terjadi karena adanya angin dan kadang-
kadang dapat juga karena adanya gempa yang bersumber di dasar laut. Keadaan
gelombang di daerah Perairan Laut Sulawesi pada umumnya di bagian barat lebih
ringan daripada di bagian timur. Pada periode musim selatan, rata-rata tinggi
gelombang berkisar antar 0,3 – 2,0 meter. Bila sedang kuat-kuatnya angin (Juli –
Agustus) dan cuaca buruk, tinggi gelombang dapat mencapai lebih dari 2 meter.
Pada periode musim utara rata-rata tinggi gelombang berkisar antara 0,5 – 2,0
meter. Bila terjadi angin barat yang berkecepatan antara 28 – 33 knot atau lebih,
tinggi gelombang mencapai lebih dari 2 meter terutama dalam bulan Nopember
dan Desember. Pada musim pancaroba bulan April dan Oktober keadaan laut
tenang terkecuali bila tiba-tiba terjadi cuaca buruk.

55
HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekosistem Mangrove
Jenis Vegetasi mangrove
Ekosistem hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II
terdiri dari 6 famili dan 13 jenis yang sebagian besar didominasi oleh famili
Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, dan Aegiceraceae (Tabel 19). Jenis tumbuhan
mangrove yang ditemukan pada penelitian ini lebih banyak bila dibandingkan
dengan jenis mangrove pada penelitian Rugian (2003), yang menemukan 5 famili
dan 9 spesies. Perbedaan jumlah jenis yang diperoleh diduga disebabkan karena
perbedaan wilayah geografis, dimana pada tiga stasiun penelitian ini dilakukan
pada kawasan yang tidak terlalu luas dan cendrung berdekatan. Sedangkan Rugian
(2003), melakukannya pada tiga lokasi di pesisir Pulau Tarakan yang berbeda.
Selain itu, lokasi penelitian ini telah mengalami proses perbaikan oleh alam dan
rehabilitasi, penanaman kembali yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Tarakan.
Tabel 19. Taksonomi mangrove
Famili Species Nama Lokal
Rhizophoraceae Rhizophora apiculata Bakau
Rhizophora mucronata Bakau merah
Bruguiera gymnorhiza Tomo
Bruguiera sexangula Mutut kecil
Bruguiera cylindrica Bius
Bruguera parviflora Bius
Avicenniaceae Avicennia marina Api-api putih
Avicennia lanata Api-api
Avicennia alba Api-api
Sonneratiaceae Sonneratia alba Perepat
Meliaceae Xylocarpus granatum Inggili
Arecaceae Nypa fruticans Nipa
Myrsinaceae Aegiceras Corniculatum Kacang-kacangan

Pada stasiun 1 ditemukan 5 famili dengan 7 jenis mangrove, dari jenis


tersebut yang dominan adalah Rhizophora apiculata, kemudian jenis Sonneratia
alba. Mangrove yang ditemukan pada stasiun 2 lebih bervariasi yaitu 6 famili dan
13 jenis dengan jumlah terbanyak adalah Rhizophora apiculata, kemudian dengan
jumlah sedang diantaranya Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Xylocarpus
granatum, dan Aegiceras corniculatum. Pada stasiun 3, ditemukan 5 famili dan 9
jenis mangrove, jenis terbanyak adalah Rhizophora apiculata, kemudian
Aegiceras corniculatum, Bruguiera parviflora dan sonneratia alba (Tabel 20).
Rhizophora apiculata merupakan jenis tumbuhan mangrove yang banyak
ditemukan pada daerah yang mengarah ke darat sedangkan jenis Sonneratia alba
dan Aegiceras corniculatum lebih banyak tumbuh di daerah yang berdekatan
dengan laut. Jenis tumbuhan mangrove lain pada lokasi penelitian mempunyai
jumlah sedang sampai hanya ada beberapa pohon saja, tidak membentuk zonasi
dan ditemukan secara acak. Dari darat ke laut susunannya secara umum adalah
zona pertama didominasi oleh Rhizopora apiculata dan sedikit jenis Xylocarpus
granatum di stasiun 2. Zona selanjutnya adalah zona campuran, pada zona ini
Rhizophora apiculata cukup mendominasi yang bercampur dengan Bruguiera
gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Bruguiera sexangula, Bruguiera cylindrica,
Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum dengan sedikit Nypa fruticans.
Zona berikutnya ditemukan Avicennia marina, Avicennia lanata, Avicennia alba,
dan Aegiceras corniculatum. Pada zona pinggiran didominasi oleh Sonneratia
alba sebagai tumbuhan pioner.
Tabel 20. Penyebaran mangrove pada masing-masing stasiun penelitian
No. Spesies Mangrove Stasiun 1 Satasiun 2 Stasiun 3

1. Rhizophora apiculata ++++ ++++ ++++


2. Rhizophora mucronata ++ + ++
3. Bruguiera gymnorrhiza - +++ +
4. Bruguiera sexangula - ++ -
5. Bruguiera parviflora - + +++
6. Bruguiera cylindrica - ++ ++
7. Avicennia marina ++ ++ -
8. Avicennia lanata ++ + ++
9. Avicennia alba - ++ ++
10. Sonneratia alba +++ +++ +++
11. Xylocarpus granatum - +++ -
12. Nypa fruticans ++ + -
13. Aegiceras corniculatum ++ +++ +++
Keterangan: - - = tidak ada tumbuhan ++ = sedikit ++++ = banyak
- + = ada tumbuhan +++ = sedang

Jenis mangrove stasiun 2 lebih banyak daripada stasiun 1 dan stasiun 3.


Hal ini disebabkan lokasi stasiun 2 berada di tengah antara stasiun 1 dan 3.

57
Aktivitas di sekitar lingkungan penelitian mempengaruhi kondisi ini, seperti
masyarakat yang yang membuang sampah atau pengambilan kayu mangrove
untuk bahan bangunan yang terjadi sebelum kawasan ini dilindungi dan diambil
alih oleh Pemerintah Kota Tarakan. Aktivitas di sekitar lokasi mempengaruhi
mangrove dan yang akan bersentuhan pertama kali adalah lokasi stasiun 1 dan
stasiun 3 (Tabel 20).

Analisis Vegetasi Mangrove


Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting
dalam pembentukan ekosistem mangrove di Kota Tarakan yang ditunjukkan oleh
indeks nilai penting yang didapat. Rhizophora apiculata memiliki indeks nilai
penting sebesar 99,93 – 166,47 % dan Sonneratia alba sebesar 33,36 – 66,07%
(Tabel 21). Rhizophora apiculata banyak ditemukan pada lokasi yang lebih
menjorok ke darat, sedangkan Sonneratia alba lebih mendominasi daerah yang
berdekatan dengan laut yang umumnya mempunyai tekstur tanah lumpur. Jenis
Sonneratia alba sebenarnya bisa memiliki peran penting lebih tinggi, namun
karena kawasan ini dibatasi oleh perumahan dan pelabuhan serta kegiatan
perikanan di depannya, pada akhirnya membatasi ruang tumbuh jenis ini.
Pada stasiun 1, jenis Rhizophora apiculata memiliki nilai indeks penting
tertinggi sebesar 160,47 % dan Sonneratia alba dengan indeks nilai penting
tertinggi yang kedua yaitu sebesar 66,07 %. Begitu pula stasiun 2, jenis tumbuhan
yang memiliki indeks nilai penting tertinggi adalah jenis Rhizophora apiculata
dengan nilai sebesar 99,93 %, sedangkan untuk jenis yang lain lebih merata,
diantara jenis lain yang tertinggi adalah Sonneratia alba sebesar 23,36 %. Sama
halnya dengan stasiun yang lain, stasiun 3 yang memiliki indek nilai penting yang
tertinggi adalah Rhizophora apiculata sebesar 110,29 %, dan tertinggi kedua
adalah Bruguiera parviflora sebesar 40,44 % kemudian Sonneratia alba 38,86%
(Tabel 21).

58
Tabel 21. Komposisi jenis mangrove pada tiap stasiun
No. Jenis Mangrove INP
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1. Rhizophora apiculata 160,47 99,93 110,29
2. Rhizophora mucronata 15,78 4,93 890
3. Bruguiera gymnorrhiza 0 29,02 6,37
4. Bruguiera sexangula 0 20,82 0
5. Bruguiera parviflora 0 5,39 40,44
6. Bruguiera cylindrica 0 23,66 23,01
7. Avicennia marina 10,32 9,91 0
8. Avicennia lanata 15,57 5,20 9,69
9. Avicennia alba 0 20,73 32,48
10. Sonneratia alba 66,07 33,36 38,86
11. Xylocarpus granatum 0 18,93 0
12. Nypa fruticans 12,35 4,52 0
13. Aegiceras corniculatum 19,41 23,57 29,94
Jumlah 300 300 300

Tabel 22. Kerapatan relatif, Frekuensi relatif dan INP jenis semai pada tiap stasiun
penelitian
Stasiun No. Jenis kr-nisb f_relatif INP
Stasiun 1 1. Rhizophora apiculata 98,04 83,33 181,37
2. Rhizophora mucronata 1,96 16,67 18,62
Stasiun 2 1. Rhizophora apiculata 27,94 41,67 69,60
2. Rhizophora mucronata 1,47 8,33 9,80
3. Bruguiera gymnorrhiza 2,94 8,33 11,27
4. Bruguiera sexangula 1,47 8,33 9,80
5. Bruguiera parviflora 55,88 16,67 72,4
6. Bruguiera cylindrica 2,94 8,33 11,27
7. Avicennia alba 7,35 8,33 15,68
Stasiun 3 1. Rhizophora apiculata 65,11 44,44 109,56
2. Rhizophora mucronata 4,65 11,11 15,76
3. Bruguiera parviflora 23,25 33,33 56,58
4. Avicennia alba 6,97 11,11 1809

Zona Vegetasi Mangrove


Zona hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan
dari arah laut secara umum terdiri dari:
1. Zona Sonneratia Alba
2. Zona Avicennia terdiri dari Avecennia alba, Avicennia lanata dan
Avicennia marina.

59
3. Zona campuran terdiri dari Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora,
Bruguiera sexangula, Bruguiera cylindrica, Rhizophora mucronata,
Rhizophora apiculata, Xylocarpus granatum, sedikit Nypa fruticans. Pada
stasiun ini juga ditemukan tumbuhan mangrove dari famili Avicenniaceae
yaitu Avicennia alba, Avicennia lanata dan Avicennia marina.
4. Zona Rhizophora apiculata

Fauna Hutan Mangrove


Fauna darat yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari insekta, ular,
primata dan burung. Kelompok ini hidup dan beradaptasi pada bagian pohon yang
tinggi dan jauh dari jangkauan air laut, meskipun mereka bergantung pada hewan
laut untuk kebutuhan makanan, yaitu pada saat terjadi air surut.
Fauna perairan (akuatik) dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
- Yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
- Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove)
maupun lunak (lumpur), seperti kepiting, kerang dan jenis invertebrata
lainnya.

Mamalia
Jenis satwa yang sering terlihat diantaranya adalah bekantan (Nasalis
larvatus) sebanyak 42 ekor, kera hitam (Trachypithecus villosus) dan berang-
berang (Aonyx cinerea). Bekantan merupakan hewan mamalia yang sengaja
direhabilitasi di kawasan ini, bentuk dan tingkah laku yang unik menarik untuk
dilihat. Jenis mamalia ini mencari makan di kawasan hutan mangrove, jenis
mangrove yang menjadi makanan pokok mereka adalah pucuk daun, buah dan
bunga jenis Sonneratia alba, terkadang mereka juga memakan kepiting bakau
dengan cara memancing menggunakan ekor. Tingkah laku bekantan di kawasan
hutan mangrove Tengkayu II jika pagi dan sore mereka akan pergi ke hutan
mangrove bagian tepian pesisir, dan siang hari mereka akan berkumpul di tengah
kawasan hutan mangrove.

60
Satwa Burung
Satwa burung yang ditemukan di lokasi konservasi dan wisata hutan
mangrove Pelabuhan Tengkayu II terdiri atas 24 jenis jenis, baik yang langka
maupun yang umum ditemukan (WWF, 2005). Burung-burung yang ditemukan
adalah burung yang bertempat tinggal di lokasi dan ada pula yang hanya sekedar
lewat yang menjadikan kawasan hutan mangrove ini sebagai tempat mencari
makan.
Jenis burung yang ditemukan dilokasi penelitian diantaranya elang gondol
(Haliastur indus), pelanduk dada putih (Trichastoma rostratum), gelatik batu
(parus major), elang rawa timur (Circus spilonotus), remetuk laut (Gerygone
sulphurea), kaca mata biasa (Zosterops pulpebrosus), cipoh jantung (Aegithina
viridissima), geladi tilik (Dendrocopos moluccensis), kapasan kemiri (Lalage
nigra), cabai gesit (Dicaeum agile), sikatan rembu coklat (Rhinomyias bruneata),
burung madu belukar (Anthreptes singalensis), cinenen kelabu (Orthotomus
ruficeps), cinenen belukar (Orthotomus atrogularis), jalak bahu putih (Sturnus
sinensis), sikatan rimbah dada kelabu (Rhynomyias umbrutilis), burung bahu
polos (Anthreptes simplex), cinenen pisang (Orthotomus sitorius), cakakak sungai
(Todirhampus chloris), kareo padi (Amauronis phoenicurus) kipasan mutiara
(Rhipidura perlata), kokokan laut (Butorides striatus) kipasan belang (Rhipidura
juvanica), dan kuntul cina (Egretta eulophotes) (Tabel 23).
Jenis burung yang dilindungi yang terdapat pada lokasi adalah dari jenis
burung madu diantaranya burung madu polos (Anthreptes simplex) dan burung
madu belukar (Anthreptes singalensis), jenis burung lain adalah jalak bahu putih
(Sturnus sinensis) (komunikasi pribadi dengan WWF, 2006).

61
Tabel 23. Inventarisasi satwa burung di kawasan mangrove Tengkayu II
No. Nama Lokal Nama Latin
1. Elang gondol Haliastur indus
2. Pelanduk dada putih Trichastoma rostratum
3. Gelatik batu parus major
4. Elang rawa timur Circus spilonotus
5. Remetuk laut Gerygone sulphurea
6. Kaca mata biasa Zosterops pulpebrosus
7. Cipoh jantung Aegithina viridissima
8. Geladi tilik Dendrocopos moluccensis
9. Kapasan kemiri Lalage nigra
10. Cabai gesit Dicaeum agile
11. Sikatan rembu coklat Rhinomyias bruneata
12. Burung madu belukar Anthreptes singalensis
13. Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps
14. Cinenen belukar Orthotomus atrogularis
15. Jalak bahu putih Sturnus sinensis
16. Sikatan rimbah dada kelabu Rhynomyias umbrutilis
17. Burung madu polos Anthreptes simplex
18. Cinenen pisang Orthotomus sitorius
19. Cakakak sungai Todirhampus chloris
20. Kareo padi Amauronis phoenicurus
21. Kipasan mutiara Rhipidura perlata
22. Kokokan laut Butorides striatus
23. Kipasan belang Rhipidura juvanica
24. Kuntul cina Egretta eulophotes
Sumber: WWF Indonesia 2005
Banyaknya jenis burung yang terdapat di lokasi konservasi dan wisata
hutan mangrove menunjukkan bahwa ekosistem mangrove di kawasan tersebut
merupakan habitat yang sesuai bagi satwa burung.

Reptil
Dari jenis reptil yang ditemukan diantaranya adalah biawak (Varanus
salvator), buaya air payau (Crocodilus porosus), Aipysurus eydouxii, Acrochordus
granulatus, Cerberus rhyncops, dan Myron richarsonii. Reptil menjadikan hutan
mangrove ini sebagai tempat untuk bertelur, tempat mengasuh anak dan juga
menjadi tempat mencari makan.

Ikan
Hutan mangrove juga merupakan tempat pemijahan, tempat asuhan dan
tempat mencari makan bagi ikan. Jenis ikan ekonomis yang ditemukan di

62
kawasan ini diantaranya: alu-alu (Sphyraena sp.), sembilang (Plotosus sp.), otek
(Macrones gulio), bandeng (Chanos chanos), gulama (Otolithoides biaurthus) dan
(Dendrophysa russeli), senangin (Eleunthronema sp.), belanak (Mugil sp.), kakap
(Lates sp.), Therapon jarbua, baronang (Siganus spp.), kerapu lumpur
(Epinephelus sp.), Lujanus sp., dan pepija (Harpodon neherius) (Pemerintah kota
Tarakan 2004).

Krustacea
Hutan mangrove merupakan habitat yang sesuai untuk krustcea. krustacea
yang banyak ditemukan di lokasi penelitian adalah dari jenis kepiting dan udang.
Berikut ini jenis kepiting yang ditemukan antara lain: Scylla serrata, Sesama sp.,
Parasesamar plitcata, Metaplax sp., dan Uca sp. yang mempunyai warna
berwarna warni. Sedangkan dari jenis udang, yang banyak ditemukan udang
windu (Panaeus monodon), udang putih (Penaeus merguensis), udang
bintik/jerbung, dan udang batu (Metapeneaus sp.) (Pemerintah Kota Tarakan,
2004). Sama dengan fauna lainnya, Krustacea menjadikan kawasan hutan
mangrove sebagai tempat tinggal, tempat memijah, tempat mengasuh dan mencari
makan.

Molusca
Di kawasan hutan mangrove Tengkayu II terdapat fauna invertebrata,
salahsatunya molusca kelas gastropoda yang berasosiasi dengan lingkungan hutan
mangrove. Jenis yang ditemukan diantaranya Melampus coffeus, Margarites
olivacea, Phasianella offinis, Cerithidea scalariformis, Cymatium chlorostonum,
Littorina Angulifera, Buccinum tenue, Nerita sp., Telescopium telescopium dan
Crepidula convexa. Sedangkan dari hasil penelitian Astuti (2003), menemukan
jenis Urosalpinx sp., Crepidula sp., Nassarius sp., Pedipes sp., Telescopium sp.,
Cerithiopsis sp., Rissoina sp., dan Turritella sp..
Hutan mangrove menyediakan bahan organik yang berasal dari seresah
daun dan pelapukan batang pohon maupun berasal dari sedimen yang tertahan
olehnya. Bahan organik yang melimpah tersebut sangat dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup molusca.

63
Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove
Daya dukung (carrying capacity) disini dimaksudkan sebagai kemampuan
kawasan untuk untuk menerima sejumlah wisatawan. Daya dukung dapat
diartikan sebagai intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam
yang berlangsung terus-menerus tanpa merusak alam. Telah dikenal beberapa
daya dukung yang berkaitan dengan wisata alam ini. Selain analisis daya dukung
fisik (Physical Carring Capacity), juga dikenal daya dukung biofisik, manajerial
dan daya dukung sosial (Fandeli dan Muklison, 2003).
Daya dukung secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan
Pelabuhan Tengkayu II adalah sebagai berikut :
- Kawasan ini dibuka selama 9 jam perhari
- Area yang tersedia bagi pengunjung 6 hektar
- Jika setiap kali kunjungan perlu 1 jam dan area dibuka 9 jam perhari maka
setiap orang dapat melakukan kunjungan sebanyak 9 kali perhari sehingga:
Luas lahan yang digunakan pengunjung (m 2 )
Daya dukung =
Rata - rata standart individu (m 2 )
= 60.000/666,67
= 90
Koefisien perputaran = 9 jam/1jam
= 9
Total pengunjung per hari = 90 x 9
= 1800 pengunjung per hari
Dalam setiap jamnya, ekowisata hutan mangrove Tengkayu II mampu
menampung pengunjung sebanyak 90 orang per jamnya dan dalam satu harinya
mampu menampung sebanyak 1800 orang. lokasi. Sedangkan, Pulau Biawak dan
sekitarnya dapat menyerap 1200 pengunjung per hari dengan asumsi luas
keseluruhan hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan adalah 8 ha (Sunari et al.,
2005). Dalam Tebaiy (2004) ekowisata mangrove di Taman Wisata Teluk Youtefa
Jayapura, Papua, dapat menampung 280.000 jam kunjungan per hari. Hal ini
menunjukkan bahwa, jumlah pengunjung yang mampu ditampung suatu lokasi
ekowisata hutan mangrove tergantung dengan luasan hutan mangrove yang

64
digunakan untuk kegiatan ekowisata, rata-rata waktu yang diperlukan pengunjung
dalam satu kali kunjungan dan selang waktu dibukanya

Analisis Potensi Objek Ekowisata Hutan Mangrove


Di Kawasan Pelabuhan Tengkayu II

Unsur-unsur potensi objek wisata terdiri dari: daya tarik, potensi


pasar, kadar hubungan, kondisi lingkungan, pengelolaan perawatan dan
pelayanan, kondisi iklim, keadaan perhotelan/penginapan, prasarana dan sarana
penunjang, ketersediaan air bersih dan hubungan dengan objek wisata lain.
Daya Tarik
Daya tarik merupakan suatu faktor yang membuat orang berkeinginan
untuk mengunjungi dan melihat secara langsung ke suatu tempat yang menarik.
Unsur-unsur yang menjadi daya tarik diantaranya: keindahan alam, banyaknya
sumberdaya yang menonjol, keunikan sumberdaya alam, keutuhan sumberdaya
alam, kepekaan sumberdaya alam, pilihan kegiatan rekreasi, kelangkaan,
keanekaragaman, kebersihan lokasi dan kerawanan kawasan.
- Keindahan alam objek wisata mangrove Pelabuhan Tengkayu II meliputi
pemandangan lepas menuju objek, di mana vegetasi mangrove ini dapat
terlihat dari kejauhan. Hutan mangrove yang rimbun menimbulkan kesan
menyejukkan dan menarik pengunjung untuk mendekatinya serta
menimbulkan keinginan untuk melihat situasi di dalamnya.
Keanekaragaman flora meliputi berbagai macam jenis pohon mangrove dan
fauna diantaranya berbagai jenis burung, jenis kepiting yang menarik dengan
warna unik dan khas, bekantan sebagai maskot Kota Tarakan, terdapat juga
hewan-hewan reptil seperti ular dan kadal, dapat juga ditemukan berang-
berang dan monyet hitam yang akrab dengan pengunjung. Suasana di dalam
objek sangat sejuk dan cukup menarik untuk dinikmati sambil berjalan-jalan
mengitari objek atau duduk di bangku-bangku yang disediakan. Warna yang
ditampilkan di dalam objek cukup sesuai dimana warna tiap-tiap fasilitas
diusahakan sesuai dengan warna tampilan mangrove sehingga menambah
daya tarik lokasi, seperti bangku-bangku yang dicat warna hijau dan fasilitas
bangunan dengan warna coklat muda. Variasi pandangan di dalam objek
seperti: melihat bekantan yang dapat dilihat dari dekat, kera hitam, berang-

65
berang, berbagai macam jenis kepiting dengan warna yang unik serta rumah-
rumah kepiting, semak belukar, akar-akar pepohonan mangrove, tanah yang
khas di dalam mangrove, berbagai satwa burung, kawasan sungai dalam
kawasan mangrove dan keunikan tumbuhan mangrove itu sendiri, meliputi
berbagai jenis mangrove dan perbedaan seperti akar, batang, daun, bunga,
dan buah.

Gambar 5. Bekantan dan sarang kepiting


- Keunikan sumberdaya alam yang terkenal di dalam lokasi hutan mangrove
adalah fauna khas Kalimantan yaitu bekantan. Fauna ini merupakan fauna
unik secara internasional. Bekantan di kawasan ini hidup bebas dan
beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya, sehingga tingkah lakunya
sangat menarik untuk diperhatikan.
- Sumberdaya alam yang menonjol adalah flora antara lain; berbagai jenis
mangrove diantaranya Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata,
Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Bruguiera cylindrica,
Avicennia marina, Avicennia lanata, Avicennia alba, Sonneratia alba, Inggili
(Xylocarpus granatum), Nypa fruticans, dan Aegiceras corniculatum. Fauna
yang ditemukan di lokasi objek diantaranya bekantan, kera hitam, berang-
berang, kepiting, berbagai jenis burung yang menarik. Lingkungan
ekosistem mangrove, dimana terjadi hubungan keterkaitan antara mangrove
dengan mahluk hidup lainnya yang ada disekitarnya yang sangat menarik
untuk diperhatikan. Sedangkan untuk sumberdaya geologi dan gejala alam di
sekitar lokasi objek kurang menonjol.
- Kepekaan sumberdaya alam meliputi nilai ilmu pengetahuan tentang vegetasi
mangrove dan berbagai jenis mahluk hidup yang berasosiasi dengannya.

66
Kemudian nilai pengobatan, dimana terdapat jenis mangrove yang dapat
dijadikan obat untuk penyakit tertentu, sedangkan untuk nilai kebudayaan
dan kepercayaan tidak ditemukan.

Gambar 6. Kondisi jalan (tracking) di dalam lokasi ekowisata hutan mangrove


- Keutuhan sumberdaya alam seperti flora dan fauna tidak terganggu oleh
kegiatan masyarakat, sedangkan untuk lingkungan ekosistem mangrove
rawan terhadap kegiatan masyarakat dan kegiatan di sekitarnya. Kebiasaan
membuang sampah di sekitar mangrove akan mengganggu ekosistem di
dalamnya. Kegiatan perusahaan di sekitarnya dapat mencemari lokasi
termasuk pembuangan sisa-sisa produksi seperti es, bahan-bahan kimia
pembasmi dapat mematikan organisme mangrove dan asosiasinya, kegiatan
pelabuhan dan TPI juga memberi dampak pada ekosistem.
- Pilihan kegiatan rekreasi di hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II ada
berbagai macam yaitu melakukan aktivitas jalan kaki dengan santai mengitari
objek sambil menikmati pemandangan, bersantai di lokasi dengan duduk di
bangku yang disediakan sambil menikmati pemandangan, udara yang sejuk
serta mengamati fauna seperti burung, bakantan, kepiting, berang-berang dan
pengambilan photo di dalam objek. Di dalam lokasi ini juga sangat
mendukung untuk kegiatan pendidikan dan penelitian untuk pelajar dan
mahasiswa di Kota Tarakan dan kota sekitarnya.
- Keanekaragaman di kawasan konservasi hutan mangrove dimana ditemukan
12 spesies pohon mangrove, dan mamalia diantaranya bekantan, kera hitam
dan berang-berang. Krustacea yang menarik seperti kepiting dengan warna

67
unik. Reptil seperti buaya, biawak (Varanus salvator) dan kadal, serta
berbagai macam burung, ikan, dan moluska.
- Kelangkaan, hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II diantaranya memiliki
jenis burung yang langka yang terdapat di lokasi objek diantaranya burung
madu belukar (Anthreptes singalensis).
- Kerawanan kawasan, lokasi objek dikelilingi dengan pagar terbuat dari seng
sehingga aman dari perambahan, pencurian dan masuknya flora dan fauna.
Namun demikian, kawasan ini tidak lepas dari gangguan penduduk sekitar
yang melakukan tindakan tidak bertanggung jawab terhadap hutan mangrove.
Lokasi ini juga rawan terhadap terjadinya kebakaran, karena dekat dengan
pemukiman dan pabrik.
Hutan Mangrove Tengkayu II merupakan zona konservasi yang digunakan
juga sebagai tempat kunjungan wisata. Tempat ini juga digunakan sebagai tempat
rehabilitasi bekantan. Bekantan yang dahulunya tidak akrab dan susah untuk
didekati manusia, kini mulai terbiasa dengan keberadaan manusia atau
pengunjung yang datang. Jumlah keseluruhan bekantan rehabilitasi yang ada di
objek wisata hutan mangrove di Pelabuhan Tengkayu II berjumlah 42 ekor.
Makanan utama bekantan adalah daun, bunga dan pucuk ranting tumbuhan bakau
jenis prepat (Sonneratia alba). Karena Sonneratia alba yang terbatas di lokasi ini,
petugas sering mengambil potongan tumbuhan segar jenis ini dari tempat lain.
Makanan tambahan yang diberikan adalah pisang, sedangkan untuk air minum
selalu disediakan melalui bak-bak air yang ditempatkan pada lokasi tertentu.
Fasilitas yang ada di wisata hutan mangrove ini adalah jalan kayu
sepanjang 2621 meter, pos jaga 2 buah, MCK 2 buah, kursi bersantai 24 buah,
menara 1 buah, tangki air 2 buah dengan kapasitas 1.1 ton, karantina 1 buah,
perpustakaan 1 buah namun belum berfungsi semestinya, penyemaian 1 buah,
tempat minum bekantan 4 buah, aliran sungai sepanjang 1200 meter dan tempat
sampah 4 buah, kantin 2 buah dan papan penerangan 3 buah.
Untuk menuju tempat lokasi wisata dapat digunakan kendaraan bermotor
roda 2 atau 4, serta dapat juga dengan menggunakan transportasi air melalui
pelabuhan. Pada umumnya, wisatawan lebih suka menggunakan motor roda dua
karena terbilang praktis.

68
Potensi Pasar
Potensi pasar adalah suatu faktor yang menentukan berhasil tidaknya
pemanfaatan suatu objek wisata. Faktor tersebut menyangkut jumlah kunjungan
dan berhubungan dengan jumlah penduduk sebagai konsumen. Dalam Ditjen
PHPA (1993), yang menjadi potensi pasar adalah jumlah penduduk yang berada
di kabupaten objek berada, dan jarak objek dengan pintu gerbang bandar udara
internasional. Dalam hasil penelitian ini juga dilihat potensi pasar, yaitu
penduduk Kota Tarakan, Kalimantan Timur dan penduduk Indonesia. Sedangkan
potensi pasar internasional hanya dilihat dari asal negara wisatawan.
Penduduk Kota Tarakan merupakan pasar wisata yang potensial. Jumlah
penduduk Kota Tarakan terus meningkat, pada tahun 1999 tercatat sebesar
115.919 jiwa, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 157.574 jiwa,
sehingga dalam kurun waktu 1999-2004 pertumbuhannya mencapai 33,89 % atau
7,19 % per tahun dengan kepadatan penduduk sebesar 619 jiwa/km2.
Pasar lain adalah penduduk Kalimantan Timur, jumlah penduduk di
Kalimantan Timur pada tahun adalah 2 750 369 jiwa dan ditahun 2005 adalah 2,8
juta jiwa. Dari tahun 2000-2005 mengalami pertumbuhan penduduk yang cukup
cepat dengan persentase 2,77 %. Luas wilayah Kalimantan Timur 245 237,80
km2, sehingga kepadatan penduduk adalah 11,22 jiwa/km2 pada tahun 2004.
Proyeksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun yaitu sebesar 219.898.000 jiwa
dengan luas wilayahnya 1.919.317 km2, sehingga kepadatan penduduk adalah
114,57 jiwa/km2.
Tingkat kebutuhan wisata penduduk di kota Tarakan diperkirakan akan
terus meningkat. Kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan perkapita,
tingkat kesejahteraan, tingkat kejenuhan tinggi, kesempatan ada, dan perilaku
wisata. Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan pada tahun 1999 adalah 3,46%.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dimana pelaksanaan pembangunan
dan aktifitas perekonomian penduduk semakin meningkat dari tahun ke tahun,
angka pertumbuhan ekonomi semakin meningkat pula. Pada tahun pertama
pelaksanaan otonomi daerah yaitu tahun 2001, pertumbuhan ekonomi Kota
Tarakan meningkat menjadi 6,80% atau meningkat dua kali lipat bila
dibandingkan dengan tahun 1999. Selanjutnya pada tahun 2003, angka

69
pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan mencapai 11,76%, atau meningkat hampir
80% dibandingkan dengan tahun 2001. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi,
pendapatan per kapita penduduk juga meningkat dari Rp. 6.232.226 pada tahun
1999, menjadi Rp 6.999.585 pada tahun 2001 dan Rp 9.227.844 pada tahun 2003.
Dilihat dari tingkat kejenuhan, bahwasannya kota Tarakan merupakan
sebuah pulau yang tidak terlalu luas, kondisi ini tentunya akan meningkatkan
kejenuhan di Kota Tarakan, apalagi ditambah dengan suhu yang panas menambah
keinginan warga untuk mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Waktu
juga mempengaruhi aktivitas wisata karena hampir setiap warga mempunyai
waktu luang untuk istirahat, hal ini memberikan kesempatan warga cukup banyak
untuk berwisata. Sebagai tempat tujuan wisata, hutan wisata mangrove bisa
menjadi salah satu pilihan warga untuk berwisata
Pengunjung domestik yang datang kebanyakan berasal dari kota Tarakan
sendiri, sedangkan dari luar negeri masih sedikit, asal negara pengunjung
mancanegara yang datang didominasi negara Australia kemudian Jepang. Untuk
meningkatkan jumlah kunjungan ke kawasan konservasi hutan mangrove ini perlu
meningkatkan promosi ditingkat regional, nasional, maupun internasional,
sehingga pengunjung yang datang ke kawasan konservasi hutan mangrove bukan
saja berasal dari Kota Tarakan saja, tetapi juga berasal dari wilayah lain di
Indonesia bahkan dari luar negeri.

Kadar Hubungan
Kadar hubungan adalah suatu indikasi yang menyatakan mudah tidaknya
suatu objek untuk dijangkau. Kadar hubungan merupakan faktor yang tidak dapat
dipisahkan dalam mendorong potensi pasar. Unsur-unsur yang dinilai dalam
kadar hubungan adalah kondisi jalan, jumlah kendaraan bermotor (penumpang) di
kabupaten objek berada, frekuensi kendaraan umum dari pusat penyebaran
wisatawan ke objek, jumlah tempat duduk transportasi umum menuju pusat
penyebaran wisatawan terdekat.
Sistem Jaringan Jalan dan Transportasi
Sistem transportasi di Pulau Tarakan meliputi jenis transportasi darat, laut
dan udara.

70
a. Transportasi Darat
Pada umumnya sistem jaringan jalan yang ada di Kota Tarakan berpola
linear yang menghubungkan kota dibagian utara, tengah dan timur dengan pusat
kota dan berpola yang berada lingkungan pemukiman. Panjang jalan menurut
jenis permukaan diantaranya yang sudah diaspal 80.637 km dan jalan yang
berkerikil sepanjang 9.500 km. Kemudian kondisi jalan yang ada di kota Tarakan
yang baik sepanjang 62.944 km, sedang 38.667 km dan rusak sepanjang 9.250
km. Pemerintah kota terus berupaya melakukan perbaikan terhadap jalan-jalan
yang tersedia di Kota Tarakan, sehingga ditiap tahunnya terjadi peningkatan
terhadap ruas jalan yang telah diaspal maupun jalan baru yang berguna sebagai
alur untuk pelebaran kota (Tabel 24).
Sesuai dengan pola perkembangan fisik kota, kepadatan lalu lintas di Kota
Tarakan cenderung terkonsentrasi pada ruas-ruas jalan utama di pusat.
Transportasi umum di Kota Tarakan dilayani oleh 2 jenis angkutan, yaitu
oplet/mini cabin dan station wagon, selain itu dilengkapi pula dengan angkutan
bis khusus melayani para pekerja pabrik yang ada di Kota Tarakan. Angkutan
umum terdiri dari 10 trayek yang melayani angkutan ke wilayah-wilayah di Kota
Tarakan. Pengangkutan barang menggunakan kendaraan bermotor berupa truck
dan pick up.
Kota Tarakan memiliki dua terminal angkutan kota yaitu :
1. Terminal Tengkayu yang berlokasi di Jalan Kusuma Bangsa
2. Terminal Simpang Tiga yang berlokasi di Jalan Gajah Mada
Rute perjalanan menuju objek wisata Hutan Mangrove Pelabuhan
Tengkayu II sangat mudah, karena lokasi ini berada di dekat pusat kota dengan
jarak sekitar 700 meter perjalanan. Setiap pengunjung yang ingin pergi ke lokasi,
melalui rute ke pusat kota, kemudian menuju lokasi wisata. Lokasi ini dapat
ditempuh dengan mudah melalui jalur darat, karena transportasi yang menuju
pusat kota tersedia sangat banyak dari berbagai lokasi dengan frekuensi tinggi dan
kapasitas tempat duduk yang memadai. Transportasi yang banyak digunakan
untuk mencapai lokasi wisata adalah dengan kendaraan bermotor, karena lebih
praktis dan hemat. Namun demikian, tidak sedikit pengunjung yang menggunakan

71
kendaraan pribadi roda empat. Berdasarkan penilaian kadar hubungan, maka
lokasi hutan mangrove ini sangat sesuai untuk pengembangan ekowisata.
Tabel 24. Panjang jalan menurut jenis permukaan, kondisi, kelas dan status jalan.
Uraian Status Jalan Jumlah
Kota Propinsi Negara
A. Jenis Permukaan
1. Aspal 80.637 - - 80.637
2. Kerikil 9.500 - - 9.500
3. Batu - - - -
4. Lainnya 20.724 - - 20.724
B. Kondisi Jalan
1. Baik 62.944 - - 62.944
2. Sedang 38.667 - - 38.667
3. Rusak 9.250 - - 9.250
C. Kelas Jalan
1. Kelas 1 - - - -
2. Kelas II - - - -
3. Kelas III 60.610 - - 60.610
4. Kelas IV - - - -
5. Kelas V - - - -
6. Kelas VI - - - -
7. Kelas VII - - - -
8. Kelas VIII - - - -
9. Kelas tidak dirinci 50.251 - - 50.251
Total
2001 110.861 - - 110.861
2000 108.311 - - 108.311
1999 108.311 - - 108.311
1998 108.304 - - 108.304
(Pemerintah Kota Tarakan, 2003)
b. Transportasi Laut
Kota Tarakan merupakan kota yang berada di Pulau Tarakan, sehingga
transportasi laut merupakan penunjang utama pergerakan ke dalam dan ke luar
Kota Tarakan. Disamping itu, transportasi laut juga digunakan oleh masyarakat
mengingat jaringan jalan darat belum menjangkau ke seluruh wilayah.
Di Kota Tarakan terdapat beberapa pelabuhan yang dikelola baik oleh
Pemerintah Daerah maupun swasta. Pelabuhan-pelabuhan besar pada umumnya
berada di Pantai Barat Pulau mengingat kedalaman air laut yang memungkinkan
untuk arus lalu lintas kapal. Kedalaman air laut Pantai Timur Pulau Tarakan
cukup dangkal, sehingga tidak memungkinkan untuk bersandarnya kapal kecuali

72
dengan pembuatan dermaga yang cukup panjang kearah laut seperti pelabuhan
medco. Jenis angkutan laut yang ada di Kota Tarakan terdiri dari:
- Angkutan lokal untuk wilayah-wilayah di sekitar Pulau Tarakan dengan
menggunakan kapal motor ukuran kecil, speed boat dan perahu-perahu layar.
- Angkutan antar wilayah yang mencakup kabupaten Bulungan dan Kabupaten
Berau dengan menggunakan kapal jenis motor boat dilakukan melalui
Pelabuhan Tengkayu
- Angkutan antar pulau melalui Pelabuhan Tarakan dilayani oleh kapal ukuran
besar, dilakukan melaui Pelabuhan Tarakan yang merupakan Pelabuhan
transit. Pengangkutan sembilan bahan pokok dan juga digunakan untuk
angkutan penumpang terutama angkutan antar pulau. Selain itu, Pelabuhan
Tarakan juga merupakan pelabuhan laut yang terbuka untuk perdagangan luar
negeri, ekspor impor dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi.
Transportasi laut yang dapat digunakan menuju lokasi hutan mangrove
diantaranya speed boat dan “tempel” melalui Pelabuhan Tengkayu II. Dari
pelabuhan ini menuju lokasi berjarak sekitar 400 meter yang dapat ditempuh
dengan berjalan kaki sambil menikmati suasana sepanjang perjalanan di
pelabuhan.
c. Transportasi Udara
Kota Tarakan terletak di Pulau Tarakan, maka transportasi udara juga
merupakan sarana angkutan utama untuk ke luar masuk kota. Sarana angkutan
udara Kota Tarakan saat ini memiliki satu buah bandar udara, yaitu Bandar udara
Juata yang berstatus sebagai bandara kelas dua yang melayani penerbangan
nasional dan internasional dengan luas ± 156 hektar. Bandara tersebut
direncanakan diperluas agar dapat didarati pesawat jenis Fokker-28. Hambatan
yang dihadapi adalah suatu kebutuhan lahan seluas 433 hektar.
Rute penerbangan domestik melalui Bandara Juata antara lain
menghubungkan Kota Tarakan dengan ibukota Kabupaten Bulungan, Balikpapan,
Samarinda dan kota-kota di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Sedangkan rute
yang dilayani untuk penerbangan internasional adalah Malaysia dan Filipina.

73
Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi dan Pelayanan Masyarakat
Kondisi lingkungan adalah keadaan lingkungan alam maupun masyarakat
dalam radius 1 km dari batas luar objek wisata. Unsur-unsur kondisi lingkungan
yang menjadi penilaian adalah rencana tata guna tanah, status kepemilikan tanah,
tingkat pengangguran, mata pencaharian, kepadatan penduduk, ruang gerak
pengunjung, pendidikan, media yang masuk, tingkat kesuburan tanah, sumber
daya alam mineral, aktivitas manusia dan sikap masyarakat.
- Rencana tata guna tanah
Dalam rencana umum tata ruang Kota Tarakan, daerah tambak yang
berbatasan dengan kawasan konservasi hutan mangrove pada bagian utara
diperuntukan untuk perluasan hutan konservasi mangrove dengan luasan sekitar
12 hektar. Lahan tambak di kawasan ini merupakan tambak dengan rata-rata
pemakaian yang cukup lama dan telah mengalami penurunan produksi dalam
beberapa dekade. Langkah awal yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Tarakan adalah melakukan pembebasan terhadap lahan tambak tersebut. Namun,
setelah dibebaskan, lahan tersebut dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan
lanjutan. Hal ini mengundang masyarakat untuk membangun rumah-rumah liar
dan membuang sampah di kawasan tersebut. Jika kondisi ini biarkan berlarut-
larut, pada akhirnya akan menimbulkan persengketaan diantara kedua belah pihak.
Untuk menghindari hal ini terjadi, seharusnya pemerintah bertindak cepat
menangani kawasan ini dengan serius.
Hutan mangrove memiliki keunikan tersendiri berbeda dengan hutan lain
karena proses adaptasi terhadap lingkungan laut dan darat. Dengan adanya
penambahan areal kawasan mangrove nanti, tentunya akan mendukung usaha
pengembangan ekowisata di daerah ini, menjadi lebih luas dan atraktif serta
menarik para pengunjung untuk datang berkunjung.
Di sebelah timur kawasan konservasi direncanakan untuk pembangunan
sebuah hotel berbintang. Dengan adanya hotel di dekat kawasan wisata
mendukung untuk kegiatan wisata di lokasi ini, karena lokasi ini strategis terletak
di antara kawasan perbelanjaan dan kawasan konservasi, sehingga wisatawan
dapat menikmati suasana hutan lebih lama. Dilain hal, pembangunan hotel di

74
kawasan ini jika tidak dikelola dengan baik seperti limbah pembuangan, tentunya
akan mengancam bagi kehidupan di kawasan hutan konservasi.
- Status kepemilikan tanah
Tanah kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan dengan luasan 8
hektar sampai ke arah pasar dan pusat perbelanjaan adalah adalah milik negara.
Dahulunya, kawasan ini ditangani Departemen Perikanan dan Kelautan pusat
sebagai kawasan pengembangan perikanan. Namun, setelah adanya otonomi
daerah maka lokasi ini langsung diambil alih oleh Pemerintah Kota untuk
pelestarian hutan bakau dan bekantan, sedangkan areal yang berada diatasnya
dijadikan kawasan pasar dan pusat perbelanjaan.
Dalam upaya penataan kota dan pelestarian lingkungan, maka Pemerintah
Kota telah membebaskan lahan di sebelah utara kawasan konservasi, yaitu berupa
lahan tambak yang produktifitasnya telah menurun kurang lebih seluas 12 hektar.
Namun dilokasi pembebasan juga terdapat tanah sengketa dengan masyarakat
setempat dengan ukuran 50 x 50 meter yang sekarang telah dijadikan pemukiman
liar. Sedangkan lahan di sebelah selatan adalah jalan raya dan kawasan padat
pemukiman penduduk.
- Kepadatan penduduk
Pemukiman penduduk berada di sebelah selatan dan timur lokasi,
sedangkan di daerah utara juga terdapat pemukiman namun hanya beberapa
Kepala keluarga yang rencanaya akan dipindahkan oleh Pemerintah Kota. Desa-
desa yang berada dekat dengan lokasi diantaranya Desa Karang Anyar Pantai dan
Karang Rejo. Di sekitar lokasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II terdapat
fasilitas penunjang seperti lisitrik, telepon, kantor pos, pusat perbelanjaan dan
bank. Kondisi ini sangat baik dan mendukung untuk pengembangan kegiatan
ekowisata.
- Sikap masyarakat
Sikap masyarakat sangat mempengaruhi terhadap kegiatan pengembangan
wisata di kawasan konservasi. Dukungan masyarakat sangat diperlukan dalam
kegiatan tersebut. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa, masyarakat sangat
mendukung terhadap adanya kegiatan pengembangan wisata di lokasi konservasi
hutan mangrove dan bekantan Pelabuhan Tengkayu II. Menurut mereka, dengan

75
adanya pengembangan tempat wisata dilokasi tersebut akan menarik keinginan
mereka dan para pengunjung lain untuk datang ke lokasi menikmati keindahan
alam, berteduh menikmati udara yang segar bebas dari polusi dan dari suhu yang
panas di Kota Tarakan. Selain itu, kegiatan tersebut memberikan peluang usaha
bagi masyarakat setempat.
- Tingkat pengangguran
Dengan adanya kegiatan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan
Tengkayu II dapat memberikan peluang bagi mereka untuk mendapatkan
lapangan pekerjaan baru. Macam pekerjaan yang dapat dilakukan adalah berjualan
makanan dan minuman, menyediakan souvenir khas Tarakan dan pelayanan jasa
photo. Dengan demikian dapat mengurangi tingkat pengangguran di Kota
Tarakan.
- Mata pencaharian
Mata pencaharian masyarakat di sekitar lokasi beraneka macam, diantara
mereka kebanyakan memiliki lahan tambak, berdagang, nelayan, sebagai pegawai
negeri, pegawai perusahaan swasta dan menjadi buruh bangunan.
- Ruang gerak pengunjung
Luasan kawasan konservasi hutan mangrove dan rehabilitasi bekantan ini
adalah luasan kurang lebih 8 hektar. Kondisi luasan ini tidak terlalu luas tentunya
akan membatasi ruang gerak dari pengunjung. Pengunjung kurang leluasa dalam
menikmati keindahan alam di dalamnya sehingga sangat baik sekali jika
dilakukan perluasan terhadap areal kawasan untuk pengembangan ekowisata di
kawasan ini.
- Aktivitas manusia
Lokasi objek berada di pusat kota yang berdekatan dengan aktivitas
perkotaan yaitu pelabuhan dan pabrik yang berada di sebelah depan lokasi, pasar
yang berada di sebelah timur lokasi dan pemukiman dan perumahan pegawai
pabrik yang berada di sekeliling lokasi. Kondisi ini akan mempengaruhi
kebersihan lokasi objek, pemukiman, pelabuhan, pasar dan pabrik akan
berkemungkinan besar mencemari lokasi dari sampah maupun limbah yang
dihasilkan. Sungai yang terdapat di dalam lokasi dipengaruhi oleh pasang surut
sehingga tidak berpengaruh pada kondisi kebersihan. Kondisi jalan menuju lokasi

76
cukup ramai, namun tidak sampai mengganggu kebersihan lokasi. Kebersihan
lokasi juga dipengaruhi oleh vandalisme, terkadang prilaku pengunjung yang
tidak bertanggung jawab melakukan coret-coret atau merusak flora di lokasi.
- Media yang masuk
Semenjak otonomi daerah, Kota Tarakan terus meningkatkan dan
menyediakan fasilitas media komunikasi, diawali dengan fasilitas radio kemudian
Radar Tarakan koran kota yang menengahkan berita seputar Tarakan sampai
pengoperasian stasiun TV Tarakan oleh Pemkot Tarakan yang juga menengahkan
berita seputar Kota Tarakan di tambah dengan saluran TV nasional lain. Media
yang lengkap di Kota Tarakan ini tentunya mendukung sekali untuk
pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan
Tengakayu II.
- Tingkat kesuburan tanah
Tanah disekitar kawasan konservasi hutan mangrove mempunyai tingkat
kesuburan yang relatif rendah dan tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian,
sehingga masyarakat tidak menggarap lahan sekitarnya untuk ditanami dengan
tanaman pertanian, kondisi ini mendukung untuk pengembangan wisata
- Sumberdaya alam mineral
Sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat berupa bahan
bangunan seperti pasir, kerikil dan batu dan bahan mineral berharga lainnya. Kota
Tarakan merupakan kota yang kaya akan sumberdaya alam mineral seperti
minyak bumi dan batu bara yang telah dimanfaatkan lebih dari satu abad mulai
dari masa penjajahan sampai sekarang. Pengambilan mineral pada saat ini
dikelola pihak-pihak tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Untuk bahan
bangunan biasanya didatangkan dari luar Pulau Tarakan, hanya pasir yang tersedia
namun agak jauh dari lokasi konservasi mangrove.
Areal 1 km dari kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan tidak
ditemukan bahan bangunan seperti kerikil, pasir, batu dan bahan mineral seperti
emas, minyak dan batubara. Bila di daerah tersebut ditemukan sumberdaya
mineral yang berharga, masyarakat akan lebih cendrung untuk memanfaatkannya
dan perhatian terhadap kepariwisataan akan berkurang, perusakan lingkungan

77
alam sekitarnya menjadi terbiasa dan sikap mereka akan tidak peduli bahkan
mungkin akan menentang kegiatan konservasi dan wisata di lokasi tersebut.

Tersedianya Air Bersih


Adanya air bersih merupakan faktor yang perlu tersedia dalam
pengembangan suatu objek wisata baik untuk pengelolaan maupun untuk
pelayanan pengunjung. Air tersebut tidak harus selalu bersumber dari dalam
lokasi, tetapi bisa saja didatangkan/dialirkan dari luar. Unsur-unsur yang
merupakan penilaian terhadap air bersih adalah mudah tidaknya air didatangkan
ke objek, jarak sumber air terhadap objek, debit sumber air, kelayakan dikonsumsi
dan ketersediaan sepanjang tahun.
Sumber air di kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan berasal
dari Desa Kampung Bugis yang berjarak kurang lebih 5 km. Air yang digunakan
adalah air yang berasal dari dalam tanah yang didapat dengan proses pengeboran
terlebih dahulu ke dalam tanah dan air yang keluar mengalir sepanjang tahun
dengan debit 0,33 liter/detik. Air tersebut layak untuk dikonsumsi langsung untuk
kebutuhan fauna seperti bekantan di lokasi hutan mangrove, namun untuk
manusia terlebih dahulu harus dilakukan proses pemasakan sebelum diminum.
Pengiriman dilakukan sesuai kebutuhan setiap dirasa air yang tersedia mulai
habis. Di lokasi ekowisata hutan mangrove, air ditampung terlebih dahulu dalam 2
wadah tangki bervolume kurang lebih 2,5 ton yang diletakkan setinggi 7 meter
yang selanjutnya disalurkan ke daerah sekitar lokasi untuk kebutuhan kebersihan,
toilet umum dan tempat minum bekantan. Pengiriman air ke lokasi ekowisata
hutan mangrove menggunakan truk khusus pengangkut air. Kondisi jalan dari
sumber air ke lokasi hutan mangrove sangat baik, sehingga proses pengangkutan
berjalan dengan lancar.

Akomodasi
Dalam kegiatan wisata memerlukan peranan fasilitas akomodasi, dalam
hal ini adalah adanya sarana yang cukup untuk penginapan/perhotelan khususnya
bagi pengunjung yang berasal dari tempat yang jauh. Unsur yang digunakan
dalam menilai perhotelan/penginapan didasarkan pada jumlah kamar
hotel/penginapan yang berada pada radius 75 km dari objek. Jumlah

78
hotel/penginapan yang terdapat di wilayah Kota Tarakan sebanyak 33 buah,
dengan klasifikasi 3 hotel bintang dan yang lainnya adalah hotel/penginapan kelas
melati, sedangkan jumlah kamar dari seluruh hotel adalah 1027 kamar (tabel 25).
Kawasan hotel lebih terfokus berada di daerah atau dekat dengan dengan
pusat kota. Jaraknya dari objek wisata konservasi hutan mangrove dan bekantan
pun tidak seberapa jauh. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi
pengunjung, bisa setiap saat berkunjung dengan waktu tempuh yang relatif pendek
untuk menikmati kesejukan dan panorama di dalamnya.

79
Tabel 25. Daftar hotel yang terdapat di Kota Tarakan tahun 2004.
No. Nama Hotel Klasifikasi hotel Jumlah kamar
Bintang Melati
1. Hotel Garden City 3 (tiga) 85
2. Hotel Tarakan Plaza 2 (dua) 53
3. Hotel Bahtera 1 (Satu) 33
4. Hotel Surya Mas M3 39
5. Hotel Grand Taufiq M3 52
6. Hotel Paradise M3 62
7. Hotel Barito Timur M3 28
8. Hotel Sarinah M3 33
9. Hotel Gemilang M3 28
10. Hotel Samkho M3 28
11. Hotel Mirama M3 24
12. Hotel Padma M3 27
13. Hotel Makmur M3 36
14. Hotel Bintang M3 24
15. Hotel Asia M2 16
16. Hotel Mulia M2 33
17. Hotel Bumi Palapa M2 17
18. Hotel Barito M2 22
19. Hotel Bunga Muda M2 27
20. Hotel Faras Indah M2 15
21. Hotel Harmonis M2 61
22. Hotel Taufiq M2 56
23. Hotel Jakarta M2 30
24. Hotel Ramayana M2 24
25. Losmen Citra M2 36
26. Hotel Gatra M1 20
27. Hotel Sejahtera M1 21
28. Hotel Oriental M1 17
29. Hotel Dewa Ruchi M1 8
30. Losmen Cahaya Mulia Losmen 8
31. Losmen Permai Losmen 11
32. Losmen kaisar Losmen 29
33. Hotel Sakura M2 24
jumlah 1027
Sumber: Dinas Pariwisata Tarakan 2005
Keterangan : M1 = kelas melati 1
M2 = kelas melati 2
M3 = kelas melati 3

Prasarana dan Sarana Penunjang (Radius 2 km dari obyek)


Prasarana dan sarana penunjang adalah sarana dan prasarana yang dapat
menunjang kegiatan kepariwisataan dan berada pada radius 2 km dari batas luar

80
objek. Perananan dari sarana dan prasarana penunjang adalah untuk menunjang
kemudahan dan kepuasan pengunjung. Unsur-unsur yang termasuk dalam
prasarana penunjang dalam penelitian ini diantaranya kantor pos, telepon umum,
Puskesmas/klinik, wartel dan faksmili. Sedangkan, sarana penunjang
penunjangnya adalah rumah makan/minum, pusat perbelanjaan/pasar, bank/money
changer, tempat peribadatan, dan toilet umum.
Kawasan konservasi hutan mangrove dan bekantan ini berada di pusat
Kota Tarakan, sehingga semua unsur-unsur prasarana dan sarana penunjang untuk
pengembangan ekowisata dapat dijumpai dengan mudah dan berada tidak jauh
dari lokasi. Untuk prasarana penunjang seperti, jasa pengiriman “Titipan Kilat”,
kantor telekomunikasi dan rumah sakit Paramadinah milik pertamina hanya
berjarak kurang lebih 1 km, kantor pos berada 2 km, sedangkan warung telepon
hampir banyak dijumpai di sekitar jalan menuju ke lokasi objek. Begitu juga
dengan sarana penunjang, seperti halnya pasar umum/pusat perbelanjaan
Ramayana berada di jalan yang sama dengan jarak 200 meter dari kawasan objek.
Pada kawasan tersebut dapat di jumpai ATM dari beberapa bank di Kota Tarakan,
Sedangkan beberapa bank terletak kurang lebih 1 km dari lokasi objek. Rumah
makan/minum banyak di jumpai pada jalan yang menuju ke lokasi objek begitu
juga dengan sarana peribadatan seperti masjid dan toilet umum dapat dijumpai
dengan mudah. Dilihat dari prasarana dan sarana yang berada di sekitar dekat
dengan objek, maka sangat menunjang terhadap pengembangan ekowisata hutan
mangrove di kawasan ini.

Kondisi Iklim
Kondisi iklim di suatu kawasan akan mempengaruhi terhadap intensitas
kunjungan wisata. Kondisi Iklim yang baik tentunya akan meningkatkan itensitas
kunjungan oleh pengunjung pada suatu objek wisata. Unsur-unsur yang dinilai
dari kondisi iklim diantaranya pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan, suhu
udara pada musim kemarau, jumlah bulan kering dan lembab pertahun, rata-rata
penyinaran matahari pada musim hujan, kecepatan angin pada musim kemarau,
dan kelembaban udara.
- Pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan, dimana bulan-bulan yang dapat
menunjang terhadap waktu kunjungan (bulan-bulan dengan hari hujan yang

81
lebih kecil atau sama dengan 10 hari). Waktu-waktu yang dapat menunjang
adalah bulan April – Oktober yaitu selama 8 bulan.
- Suhu udara pada musim kemarau berkisar antara 25,1oC – 29,51oC. Secara
umum suhu yang menyenangkan adalah 27oC.
- Rata-rata penyinaran matahari adalah 53%, sedangkan dalam keadaan baik
adalah > 60% dengan curah hujan dalam lima tahun terakhir rata-rata 366,6
mm/bulan.
- Kota Tarakan berada dalam wilayah yang tropik basah. Karakteristik iklim
umumnya sama dengan wilayah lain di Kalimantan Timur. Di daerah ini
terjadi dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan
terjadi pada bulan November sampai dengan April sedangkan musim
kemarau terjadi pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Dalam
beberapa tahun terakhir ini kondisi iklim di Kalimantan Timur termasuk
Kota Tarakan terkadang tidak mengikuti siklus seperti yang disebutkan di
atas. Jumlah bulan kering dan lembab rata-rata pertahun adalah 1,5 bulan
sedangkan dalam keadaan baik adalah 8 bulan
- Kecepatan angin pada musim kemarau adalah 7,1 knot/jam, sedangkan dalam
keadaan baik (nyaman) adalah 1-2 knot/jam.
- Rata-rata kelembaban udara pertahun adalah 85 %, sedangkan dalam keadaan
baik adalah <61.

Keamanan
Keamanan dalam lokasi wisata merupakan salah satu hal yang harus
dipertimbangkan dalam berwisata, karena hal ini menyangkut akan kenyamanan
dan kepuasan dalam menikmati suasana alami di dalam kawasan wisata. Adapun
hal yang menjadi unsur penilaian keamanan diantaranya; tidak adanya binatang
pengganggu, tidak ada ras berbahaya, tidak ada tanah yang bersifat labil dan bebas
dari kepercayaan yang mengganggu.
Binatang yang terdapat di dalam lokasi wisata rata-rata bersifat pemalu,
dimana jika didekati maka mereka akan menghindar dari pengunjung, kecuali kera
abu-abu yang senantiasa dekat dengan pengunjung untuk mendapatkan makanan
yang diberikan pengunjung. Ada pengunjung yang senang memberi makan
kepada hewan ini, bagi mereka kegiatan ini merupakan pengalaman yang

82
menarik. Dalam kondisi lain, hal ini juga membuat pengunjung merasa kurang
nyaman dan aman, sehingga sebaiknya pengunjung tidak memberikan sisa-sisa
makanan kepada mereka.
Fauna dan flora yang terdapat di kawasan ini tidak ada yang bersifat
berbahaya, sehingga tidak mengurangi keamanan bagi pengunjung. Tanah
disekitar lokasi juga tidak bersifat labil dari goncangan tektonik karena berada di
kawasan pesisir dengan jenis tanah lumpur berpasir. Kawasan ini dahulunya
merupakan kawasan pengembangan perikanan yang telah banyak di manfaatkan
oleh pemerintah maupun warga, sehingga kawasan ini bebas dari kepercayaan
yang mengganggu.

Hubungan dengan Objek Wisata Lain (Radius 75 km)


Hubungan dengan objek wisata lain harus diperhatikan dalam
pengembangan suatu objek wisata, guna mengetahui adanya ancaman atau
dukungan yang diakibatkan oleh keberadaan objek wisata lain bagi perkembangan
wisata kedepannya. Unsur yang termasuk dalam penilaian hubungan dengan
obyek lain diantaranya jumlah dan jarak objek-objek wisata lain baik sejenis
maupun tidak sejenis di kabupaten/kota yang berdekatan dengan objek serta
jumlah wisatawan yang berkunjung ke tiap-tiap objek wisata tersebut.
Pengunjung yang mengunjungi kawasan konservasi hutan mangrove dan
bekantan di kawasan Pelabuhan Tengkayu II terus mengalami peningkatan tiap
bulannya. Pada awal dibukanya lokasi ini, jumlah pengunjung yang datang
berkunjung sebesar 591 orang, kemudian pada bulan kedua meningkat tiga kali
lipat yaitu sebesar 1.501 orang, begitu juga pada bulan ke-3 dan ke-4 dan
mengalami peningkatan 2 kali lipat pada bulan ke-5, yaitu sebesar 2.769 orang
pengunjung. Jumlah ini terus meningkat sampai bulan Mei 2005 bulan ke-9 sejak
dibukanya lokasi wisata. Dari data yang dikumpulkan diketahui terjadi penurunan
jumlah kunjungan pada saat bulan puasa dan meningkat lagi pada bulan
berikutnya karena adanya hari besar Idul Fitri (Tabel 26). Dilihat dari kunjungan
per harinya kunjungan tertinggi terjadi pada hari-hari libur dan Sabtu-Minggu.
Kondisi tersebut, menunjukkan adanya antusias masyarakat Kota Tarakan
terhadap kawasan ini.

83
Tabel 26. Data pengunjung ekowisata hutan mangrove dan bekantan mulai bulan
September 2004-Desember 2005
No. Bulan Dewasa Anak-anak Wisman Jumlah
1. September 408 178 5 591
2. Oktober 1.004 429 5 1.501
3. Nopember 1.169 360 6 1.535
4. Desember 419 970 9 1.398
5. Januari 2.194 600 2 2.796
6. Februari 2.506 900 4 3.410
7. Maret 2.101 800 14 2.915
8. April 2.500 1.200 3 3.703
9. Mei 3.223 1.481 4 4.708
10. Juni 3.097 861 8 3.966
11. Juli 3.117 780 1 3.898
12. Agustus 2.679 390 2 3.071
13. September 2.706 642 3 3.351
14. Oktober 1.668 364 2 2.034
15. Nopember 3.771 1.094 6 4.871
16. Desember 3.123 1.330 4 4.457
Sumber: Kecamatan Tarakan Barat (2006)

Jumlah dan jarak objek wisata lain, serta jumlah wisatawan yang
berkunjung ke tiap-tiap objek wisata lain yang telah ada, dibandingkan dengan
objek wisata konservasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II, menunjukkan
bahwa, wisata hutan mangrove mempunyai urutan kedua, namun jika diusahakan
lagi, maka jumlah kunjungan yang terjadi akan terus meningkat dibanding wisata
lain. Sehingga kawasan ini berpotensi untuk dikembangkan (Tabel 27).
Tabel 27. Jarak objek wisata dan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke objek
wisata dirinci menurut objek wisata di Kota Tarakan, September 2004-
Agustus 2005
No Nama Objek Wisata Jarak dari Jumlah
kota Wisatawan
1. Pantai Amal 11 Km 42.700
2 Wana Wisata Persemaian 6 Km 7.891
3. Kawasan Konservasi Hutan Mangrove dan 300 m 36.843
Bekantan
4. Taman Oval 3 Km 21.716
5. Agrowisata Karungan 10 Km 3.109
6. Bunker-bunker/pos pengintai, persembunyian 20 Km 295
Sumber : Dinas Pariwisata Kota Tarakan (2006).

84
Objek wisata yang sejenis dengan kawasan konservasi hutan mangrove
adalah Wana wisata persemaian, yang menawarkan objek wisata berupa hutan
tempat berlindung dengan ciri yang unik masing-masing objek. Dilihat dari
jaraknya dari pusat Kota Tarakan, kawasan konservasi hutan mangrove dan
bekantan terletak sangat dekat dengan pusat kota yaitu sekitar 300 meter. Hal ini
merupakan keuntungan bagi pengembangan ekowisata di kawasan konservasi
hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II.
Dari hasil penilaian kriteria yang dilakukan melalui pengamatan kondisi di
lapangan dan data yang dikumpulkan selama penelitian, didapatkan daya tarik
lokasi sebesar 1.380, potensi pasar sebesar 950, kadar hubungan/aksesibilitas ke
lokasi penelitian sebesar 1.500, kondisi lingkungan sosial ekonomi dan pelayanan
masyarakat sekitar sebesar 1.325, ketersediaan air besih di lokasi wisata
didapatkan sebesar 540, akomodasi lokasi sebesar 90, sarana dan prasarana
penunjang disekitar lokasi penelitian sebesar 120, kondisi iklim sebesar 520,
keamanan di kawasan lokasi sebesar 120 dan hubungan dengan obyek wisata lain
sebesar 120 (Tabel 28).
Tabel 28. Kriteria penilaian potensi ekowisata hutan mangrove Kota Tarakan
No Unsur Skor Penilaian
1. Daya tarik 1.380
2. Potensi Pasar 950
3. Kadar hubungan/aksesibilitas 1.500
4. Kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan pelayanan 1.325
masyarakat
5. Ketersediaan air besih 540
6. Akomodasi 90
7. Sarana dan prasarana penunjang 120
8. Kondisi iklim 520
9. Keamanan 120
10. Hubungan obyek dengan obyek wisata lain 120
Jumlah 6.665

Semua unsur yang ditentukan dalam penelitian dijumlahkan, jumlah


keseluruhan penilaian potensi hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II
adalah sebesar 6.665. Berdasarkan kriteria penilaian kelayakan pengembangan
ekowisata hutan mangrove, maka bahwa hutan mangrove di kawasan Pelabuhan
Tengkayu II digolongkan layak untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata.

85
Kondisi Masyarakat Sekitar dan Pengunjung

Masyarakat Sekitar Kawasan


Masyarakat yang berada disekitar kawasan adalah masyarakat desa Karang
Anyar Pantai dan Desa Karang Rejo Kecamatan Tarakan Barat. Untuk
pengembangan kawasan hutan mangrove menjadi ekowisata perlu diketahui
karakteristik, preferensi dan persepsi masyarakat sekitar kawasan.
a. Karakteristik Masyarakat
Unsur-unsur yang perlu diketahui dari karakteristik masyarakat sekitar
kawasan adalah pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan perbulan. Keadaan
pendidikan masyarakat sekitar kawasan yaitu 97,88 % pernah duduk dibangku
sekolah, terdiri dari 32,22% berpendidikan SD, 35,56% berpendidikan SLTP,
18,89 % berpendidikan SLTA dan 11,11 % berpendidikan akademik/universitas.
Sedangkan, yang tidak pernah mengikuti pendidikan sebesar 2,22% (Tabel 29).
Tabel 29. Pendidikan terakhir masyarakat
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Tamat/tidak tamat SD 29 32,22
2. Tamat/tidak tamat SLTP 32 35,56
3. Tamat/tidak tamat SMA 17 18,89
4. Tamat/tidak tamat Akademik/Universitas 10 11,11
5. Tidak sekolah 2 2,22
Sumber : Hasil Kuisioner
Dilihat dari tingkat pendidikan, masyarakat dapat menerima adanya
kegiatan pengembangan ekowisata di lingkungannya. Dengan demikian
memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat ikut menikmati tempat
tersebut, salah satunya sebagai tempat rekreasi dan peluang usaha.
Pekerjaan masyarakat sekitar kawasan sangat bervariasi, namun lebih
dominan adalah petani tambak yaitu sebesar 24,22 % diikuti dengan wiraswasta
lain sebesar 20 % dan sebagai nelayan penangkap ikan 15,56%. Masyarakat yang
menjadi pegawai negeri 6,67% lebih kecil dibanding sebagai pegawai di
perusahaan swasta sebesar 14,44%, ada pula yang menjadi pedagang sebesar 10%
dan bekerja sebagai buruh 8,89 % (Tabel 30).

86
Tabel 30. Pekerjaan Masyarakat
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Presentase (%)
1. Pegawai swasta 13 14,44
2. Pegawai negeri 6 6,67
3. Swasta 18 20,00
4. Pedagang 9 10,00
5. Petani tambak 22 24,44
6. Nelayan 14 15,56
7. Buruh 8 8,89
Sumber : Hasil Kuisioner
Pendapatan masyarakat sekitar kawasan setiap bulannya yang kurang dari
Rp. 500.000,- sebanyak 7,78% dan antara Rp. 500.000,- - Rp. 1.000.000,-
sebanyak 21.11%. Untuk pendapatan Rp 1.000.000,- sampai 1.500.000,- sebanyak
37,78%, sedangkan Rp.1.500.000,- sampai Rp. 2.000.000,- 11,11% dan
pendapatan lebih besar Rp. 2.000.000,- sebanyak 17,78% (Tabel 31).
Tabel 31. Pendapatan per bulan masyarakat sekitar kawasn hutan mangrove
No. Pendapatan per bulan Jumlah (orang) Prosentase (%)
1. kurang dari Rp.500.000,- 7 7,78
2. > Rp.500.000,- s/d Rp.1.000.000,- 19 21,11
3. > Rp.1.000.000,- s/d Rp.1.500.000,- 34 37,78
4. > Rp.1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,- 12 13,33
5. > Rp.2.000.000,- 18 20,00
Sumber : Hasil Kuisioner
Diharapkan dengan adanya kegiatan ekowisata di kawasan hutan
mangrove ini nantinya akan memberikan peluang usaha bagi masyarakat di sekitar
yang diharapkan meningkatkan penghasilan mereka, disamping dapat menikmati
keunikan objek wisata tersebut.
b. Persepsi masyarakat tentang ekowisata mangrove
Unsur persepsi yang perlu diketahui dari masyarakat adalah tentang istilah
konservasi mangrove dan ekowisata, masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove
sebagian besar kurang mengerti tentang istilah konservasi sebanyak 32,22%, tidak
mengerti sebanyak 34,44% dan tidak tahu sebanyak 18,89%. Namun, jika
memilih pengertian konservasi masyarakat lebih banyak mengerti secara tepat
sebanyak 62,22% dan tidak tahu sebanyak 30%. Setelah mengetahui pengertian
konservasi ini, sebagian besar masyarakat menyetujui untuk melakukan

87
konservasi terhadap hutan mangrove di daerah tersebut sebanyak 100%. Untuk
istilah ekowisata, masyarakat yang mengerti sebanyak 5,56%, kurang mengerti
sebanyak 7,78%, tidak mengerti sebanyak 41,11% dan masyarakat yang tidak tahu
sebanyak 45,56%.
Untuk pengembangan wisata mangrove di lokasi, masyarakat yang
menganggap perlu sebanyak 96,67% dan yang menganggap tidak perlu sebanyak
3,33%. Masyarakat sudah mengetahui adanya wisata di lokasi hutan mangrove,
mereka mendapatkan informasi tentang wisata di kawasan tersebut tidak melalui
pengelola lokasi, namun dari penduduk sekitarnya sebanyak 61,85%, informasi
dari media massa sebanyak 23,71% dan lainnya mengetahui secara langsung
sebanyak 14,43%. Sedangkan kaitannya dengan ekonomi, masyarakat kurang
merasakan pengaruhnya, dilihat dari hasil kuisioner masyarakat yang menyatakan
tidak ada pengaruh ekonomi sebanyak 97,88% dan yang menyatakan ada
pengaruh hanya 2,22%.
Pengembangan wisata tentunya akan membawa pengaruh positif dan
negatif terhadap lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh
positif dengan adanya pengembangan wisata di kawasan ini yang menyatakan
lokasi menjadi terkenal sebanyak 30,61%, dapat melakukan kegiatan wisata
sebanyak 61,22%, menjadikan udara menjadi segar sebanyak 4,08%, dan sebagai
tempat berlindung panas matahari sebanyak 2,04%. Sedangkan yang menyatakan
tidak ada pengaruh positifnya sebanyak 2,04%. Dari segi pengaruh negatif,
ternyata semua masyarakat menyatakan tidak ada pengaruh negatif dari
pengembangan wisata di lokasi tersebut.
c. Aktivitas wisata dan harapan masyarakat
Aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan wisata, pernah atau tidak
pernah mengunjungi tempat tersebut. Masyarakat sekitar lokasi wisata yang
pernah mengujungi satu kali sebanyak 40%, dua kali sebanyak 16,67%, tiga kali
sebanyak 4,44%, dan lebih dari tiga kali 7,78%, sedangkan yang tidak pernah
mengunjungi lokasi sebanyak 31,11%. Sebagian besar masyarakat di sekitar
memandang lokasi ini adalah sebagai tempat wisata atau berekreasi.
Berkaitan dengan pengelolaan lokasi, masyarakat di sekitar kawasan ini
dalam tahap pengelolaan tidak pernah diikut sertakan dalam pembukaan dan

88
pembersihan lokasi hanya sebagian kecil yang dilibatkan. Harapan masyarakat
sekitar lokasi terhadap lokasi wisata ini diantaranya membuka lapangan pekerjaan
baru sebanyak 24,44%, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar sebanyak
33,33%, dan harapan lokasi menjadi terkenal sebanyak 32,22%.
Saran masyarakat berkaitan dengan pengembangan wisata di lokasi ini
agar lebih menarik dan tetap berkelanjutan diantaranya; pelibatan masyarakat
dalam pengelolaan sebanyak 21,11%, meningkatkan keamanan lokasi sebanyak
2,22%, pengkayaan satwa di lokasi sebanyak 18,89%, meningkatkan promosi
lokasi sebanyak 6,67%, melakukan kerjasama dengan travel di Kota Tarakan
sebanyak 2,22%, meningkatan daya tarik wisata sebanyak 11,11%, meningkatkan
penjagaan dan pelestarian sebanyak 2,22%, melakukan penambahan luas areal
lokasi sebanyak 16,67%, mengganti pagar dengan batu dan semen sebanyak
6,67%, melakukan pengaturan irigasi di dalam lokasi sebanyak 1,11%. pengaturan
ulang lokasi sebanyak 2,22%, menyediakan tempat berjualan sebanyak 3,33%,
menjadikan lokasi sebagai kebun binatang sebanyak 2,22%, membuat kolam ikan
di lokasi sebanyak 1,11% dan meningkatkan atraksi wisata sebanyak 2,22%
(Tabel 32).
Tabel 32. Saran pengembangan ekowisata
No. Jenis Kegiatan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Pelibatan Masyarakat 19 21,11
2. Peningkatan keamanan 2 2,22
3. Pengkayaan satwa 17 18,89
4. Peningkatan promosi 6 6,67
5. Kerjasama dengan travel 2 2,22
6. Peningkatan daya tarik 10 11,11
7. Peningkatatan penjagaan dan pelestarian 2 2,22
8. Penambahan luas areal 15 16,67
9. Pagar dibuat dari batu dan semen 6 6,67
10. Pengaturan irigasi 1 1,11
11. Pengaturan lokasi 2 2,22
12. Disediakan tempat berjualan 3 3,33
13. Dijadikan kebun binatang 2 2,22
14. Pembangunan kolam ikan 1 1,11
15. Penambahan atraksi wisata 2 2,22
Sumber : Hasil Kuisioner

89
Pengunjung
Jumlah responden pengunjung yang diambil yaitu sebanyak 5 % dari rata-
rata jumlah pengunjung kriteria dewasa perbulan dalam tahun pertama sejak
dibukanya lokasi tersebut sebagai tempat wisata. Dari hasil jumlah pengunjung
dalam setahun didapatkan 102 sampel yang diambil.
a. Karakteristik Pengunjung
Berdasarkan dari hasil kuisioner didapatkan data mengenai karakteristik
pengunjung hutan wisata mangrove sebagai berikut :
Tabel 33.Umur pengunjung
No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 15-19 23 22,55
2. 20-24 34 33,33
3. 25-29 19 18,63
4. 30-34 10 9,80
5. 35-39 6 5,88
6. 40-44 4 3,92
7. 45-49 3 2,94
8. 50-54 1 0,98
9. >55 2 1,96
Sumber: hasil kuisioner
Dari hasil pengamatan dilapangan, diketahui bahwa hampir semua
kelompok umur datang berkunjung ke lokasi wisata hutan mangrove ini, dan
yang paling banyak melakukan kegiatan wisata di hutan mangrove yaitu
kelompok umur 20-24 tahun (Tabel 33). Hal ini menunjukkan bahwa, wisata
hutan mangrove disukai oleh kelompok umur kalangan kaula muda, ini
Tabel 34. Jenis kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah (0rang) Persentase (%)
1. Pria 60 58,82
2. Wanita 42 41,17
Sumber: Hasil Kuisioner
Pengunjung yang datang diketahui bahwa, mereka yang berjenis kelamin
pria lebih banyak dibandingkan yang wanita yaitusebesar 58,82 % (Tabel 34).

90
Tabel 35. Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Presentase (%)
1. Pegawai negeri 17 16,66
2. Pegawai swasta 23 22,54
3. Pegawai honor 7 6,86
4. Pelajar/mahasiswa 22 21,56
5. Wiraswasta 30 29,41
6. Belum bekerja 3 2,94
Sumber : Hasil Kuisioner
Pengunjung yang datang ke lokasi wisata memiliki pekerjaan bervariasi
diantaranya: wiraswasta, sebagai pegawai di perusahaan swasta,
pelajar/mahasiswa, pegawai negeri dan honor, juga pengunjung yang belum
memiliki pekerjaan (Tabel 35).
Tabel 36. Pendidikan terakhir
No. Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. SD 7 6,86
2. SMP 9 8,82
3. SMA 66 64,70
4. Universitas 20 19,60
Sumber : Hasil Kuisioner
Status pendidikan pengunjung yang datang ke lokasi wisata ini sebagian
besar berpendidikan SLTA, kemudian lulusan akademi, SLTP dan SD (Tabel 36).
Pengunjung kebanyakan memiliki pendapatan berkisar antara 500.000
sampai 1.000.000,- tergantung dengan jenis pekerjaan pengunjung(Tabel 37).
Tabel 37. Pendapatan per bulan pengunjung wisata hutan mangrove
No. Pendapatan Perbulan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. <500.000 29 28,43
2. 500.000-1.000.000 28 27,45
3. 1.000.000-1.500.000 21 20,58
4. 1.500.000-2.000.000 14 13,72
5. >2.000.000 10 9,80
Sumber: Hasil kuisioner
Tabel 38. Pengeluaran per bulan pengunjung wisata hutan mangrove
No. Pengeluaran perbulan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. <500.000 50 49.01
2. 500.000-1.000.000 29 28.43
3. 1.000.000-1.500.000 16 15.68
4. 1.500.000-2.000.000 2 1.96
5. >2.000.000 5 4.90
Sumber: Hasil kuisioner

91
Pengeluaran pengunjung yang terjadi lebih dominan di bawah 500.000
sebesar 49.01%, kemudian Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000,-.
b. Motivasi pengunjung
Motivasi pengunjung merupakan suatu hal yang mendorong pengunjung
untuk mengunjungi lokasi meliputi informasi tentang lokasi wisata, tujuan
mengunjungi lokasi dan pendapat mereka tentang tiket masuk ke dalam lokasi.
– Pengunjung mengetahui adanya kegiatan wisata di lokasi hutan mangrove.
Mereka mendapatkan informasi sebagian besar dari teman yaitu sebanyak
55,88 %, kemudian dari surat kabar sebanyak 16,66 %, dari radio dan televisi
sebanyak 15,68 %, yang mengetahui dari leafleat/brosur/booklet yang
disebarkan hanya 5.88%, dan informasi dari biro perjalanan sebanyak 1,96 %.
– Pengunjung yang mendatangi lokasi wisata hutan mangrove ada yang belum
pernah dan sudah pernah mengunjungi sebelumnya. Pengunjung yang belum
pernah sebanyak 39,21%, sedangkan yang pernah mengunjungi beberapa kali
sebanyak 60,78%. Dari yang pernah mengunjungi lokasi kebanyakan mereka
sering mengunjungi lokasi ini sebelumnya.
– Hal yang mendorong pengunjung untuk mengunjungi lokasi konservasi dan
wisata hutan mangrove diantaranya mudah dijangkau, karena tersedianya
sarana dan prasarana sebanyak 58,82%, diajak teman sebanyak 8,82%,
mendengar cerita dan pengalaman orang yang sudah berkunjung sebanyak
9,80%, dan karena rasa keinginan untuk mengetahui kondisi lokasi sebanyak
11,76%.
– Tujuan pengunjung mengunjungi lokasi konservasi dan wisata hutan
mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II diantaranya untuk menikmati
keindahan alam sebanyak 53,92%, menikmati keunikan satwa liar sebanyak
17,64%, dengan alasan lain-lain sebanyak 14,70%, pengunjung yang bertujuan
memanfaatkan waktu liburan sebanyak 8,86%, dan pengunjung yang sekedar
ingin mengetahui keadaan lokasi adalah sebanyak 3,92%.
– Beberapa alasan pengunjung memilih untuk mendatangi lokasi konservasi dan
wisata hutan mangrove ini diantaranya; harga tiket masuk yang murah
sebanyak 30,39%, lokasi berdekatan dengan tempat tinggal pengunjung
sebanyak 12,74%, aksesbilitas/transportasi menuju lokasi yang mudah

92
sebanyak 8,82%, karena fasilitas lokasi yang lengkap sebanyak 0,98%, dan
pengunjung yang beralasan memilih lokasi karena keaslian objek sebanyak
44,11%.
– Harga tiket masuk ke dalam lokasi objek dibagi menjadi tiga diantaranya Rp.
1000,- untuk dewasa, Rp. 500,- untuk anak-anak yang berkunjung dan untuk
pengunjung yang berasal dari luar negeri dikenai harga tiket sebesar Rp.
5.000,-. Berikut ini beberapa pendapat pengunjung mengenai harga tiket
masuk ke dalam lokasi diantaranya; pengunjung yang menganggap harga
mahal sebesar 0%, yang harga tiket murah sebanyak 49,02%, harga tiket
tersebut sangat murah sebanyak 25,49% dan yang beranggapan harga tiket
tersebut standar adalah sebanyak 25,49%. Menurut pengunjung harga tiket
harga tiket Rp.1.000,- untuk dewasa terlalu murah dan tiket yang sesuai untuk
masuk ke lokasi sebesar Rp.2.000,- , hal ini berdasarkan hasil kuisioner yang
memilih Rp.2000,- sebanyak 35,29% lebih banyak dibandingkan dengan harga
lain Rp. 500,- sebanyak 5,88%, Rp. 1000,- sebanyak 25,49%, Rp.1.500,-
sebanyak 3,92%, Rp. 2.500,- sebanyak 7,84%, Rp. 3000,- sebanyak 9,8%, Rp.
4000,- sebanyak 2,94% dan Rp.5000,- sebanyak 8,82% (Tabel 39).
Tabel 39. Kesanggupan membayar pengunjung
No. Nilai Karcis Masuk Jumlah (orang) Presentase (%)
1. Rp. 500,- 6 5,88
2. Rp 1000,- 26 25,49
3. Rp.1500,- 4 3,92
4. Rp. 2000,- 36 35,29
5. Rp. 2500,- 8 7,84
6. Rp. 3000,- 10 9,80
7. Rp. 4000,- 3 2,94
8. > Rp. 5000,- 9 8,82
Sumber : Hasil Kuisioner
c. Persepsi dan preferensi pengunjung
Persepsi dan preferensi pengunjung merupakan pemahaman pengunjung
tentang konservasi, ekowisata hutan mangrove dan hal yang menjadi keinginan
pengunjung. Unsur-unsur yang sangat diperlukan untuk melihat persepsi
pengunjung yaitu tentang pengertian konservasi dan ekowisata. Karena
pengunjung yang datang mempunyai pendidikan SLTA ke atas, maka mereka

93
kebanyakan mengerti akan arti konservasi yang merupakan kegiatan perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan. Begitu juga dengan ekowisata kebanyakan
pengunjung merasa mengerti tentang hal ini, dari hasil kuisioner yang memilih
mengerti tentang pengertian ekowisata sebanyak 53,92%.
Dalam pengelolaan areal konservasi dan wisata salah satunya adalah
mengadakan penambahan, pemeliharaan dan perbaikan terhadap fasilitas yang
dimiliki. Menurut pengunjung yang datang ke lokasi, objek fasilitas yang perlu
untuk diperbaiki diantaranya MCK sebanyak 32,88%, musholla sebanyak 20,13%,
tempat sampah sebanyak 16,11%, shelter tempat berlindung sebanyak 27,52% dan
pagar pembatas sebanyak 0,67%. Sedangkan untuk fasilitas yang perlu diadakan
dan ditambah, diantaranya: pusat informasi berkaitan ekosistem mangrove
sebanyak 19,36%, kemudian perlu diadakan tambahan shelter sebanyak 13,01%,
pengadaan wartel sebanyak 5,08%, toko yang menjual souvenir sebanyak 6,66%,
penunjuk arah jalan di dalam lokasi sebanyak 15,24%, mengadakan tempat untuk
bermain bagi anak-anak sebanyak 8,25%, mengadakan peta yang menerangkan
keadaan lokasi sebanyak 16,51%, dan pengadaan tempat ibadah/musholla
sebanyak 12,38%. Untuk pengadaan penginapan hanya sebanyak 1,90 %,
menunjukkan penginapan tidak perlu untuk diadakan, karena di sekitar kawasan
terdapat hotel untuk menginap.
Bagi pengunjung untuk setiap saat datang ke lokasi mungkin saja terdapat
hambatan, diantaranya tidak adanya waktu luang untuk mengunjungi karena
kesibukan pengunjung yang padat sebanyak 69,61%, kemudian hambatan lainnya
adalah karena tidak memiliki kendaraan pribadi sehingga tidak setiap saat
langsung pergi ke lokasi sebanyak 11,76%, karena fasilitas cukup lengkap dan
aksesibilitas menuju lokasi tersedia setiap saat sehingga tidak ada hambatan
berarti bagi pengunjung untuk datang sebanyak 18,68%.
Untuk mendapat penerangan/penjelasan yang cukup jelas dan mengetahui
hal-hal yang tidak diketahui di dalam lokasi, berkaitan dengan ekosistem hutan
mangrove pengunjung bisa terbantu dengan adanya pemandu wisata. Menurut
pengunjung yang datang ke lokasi konservasi dan wisata hutan mangrove, yang
menyatakan keberadaan pemandu wisata sangat perlu sebanyak 45,10%,

94
kemudian yang menyatakan perlu sebanyak 31,37%, sedangkan yang
menganggap tidak perlu sebanyak 23,53%.
Kadangkala pengunjung melakukan tindakan yang tidak bertanggung
jawab, biasanya mereka melakukan kegiatan mengotori dengan mencoret-coret
membuat nama atau lambang tertentu pada pohon, kayu tempat duduk atau juga
pada jembatan kayu. Dari hasil kuisioner, menurut mereka tindakan tersebut yang
menyatakan cukup mengurangi kawasan wisata sebanyak 35,29%, yang
menyatakan mengurangi keindahan sebanyak 33,33%, yang menyatakan sangat
mengurangi sebanyak 25,49% dan yang tidak tahu sebanyak 5,88%. Kemudian
bagaimanakah sikap pengunjung jika melihat pengunjung lain berbuat vandalisme
seperti tersebut diatas, dari hasil kuisioner, mereka yang menyatakan berusaha
mencegah sebanyak 43,14%, yang mencoba mencegah sebanyak 40,20%,
mungkin mencegah sebanyak 8,82%, yang menyatakan tidak tahu harus
bagaimana sebanyak 5,88% dan yang membiarkan saja kegiatan tersebut
berlangsung sebanyak 1,96%.
d. Aktifitas Pengunjung
Aktifitas pengunjung adalah merupakan kegiatan yang dilakukan
pengunjung selama berada di dalam lokasi objek. Kebanyakan pengunjung yang
datang ke lokasi objek menggunakan sepeda motor yaitu sebanyak 56,86%,
kemudian menggunakan mobil angkutan umum sebanyak 24,51%, sisanya
menggunakan mobil pribadi dan berjalan kaki menuju lokasi objek.
Adapun kegiatan pengunjung yang datang ke lokasi wisata hutan
mangrove berbagai macam, diantaranya: yang menyatakan melakukan fotografi
sebanyak 6,86%, melakukan kegiatan menikmati keindahan alam keunikan hutan
mangrove sebanyak 62,74%, yang melakukan penelitian sebanyak 12,74%, dan
yang sekedar melakukan piknik sebanyak 14,71%. Selanjutnya, mengenai objek
di dalam lokasi yang disenangi/paling menarik perhatian pengunjung diantaranya
yang menyatakan tumbuhan mangrove yang unik sebanyak 45,74%, yang senang
berjalan-jalan menelusuri jembatan kayu sebanyak 5,43%, memperhatikan tingkah
laku burung dan berbagai jenisnya di dalam lokasi sebanyak 11,63%, yang
menyatakan ingin melihat dan memperhatikan tingkah laku bekantan di dalam

95
lokasi sebanyak 18,60%, melihat bekantan saat makan sebanyak 7,75% dan yang
menyatakan sarang kepiting yang berbentuk bukit-bukit kecil sebanyak 9,30%.
Dari hasil kuisioner, pengunjung biasanya mengunjungi lokasi ekowisata
ini bersama dengan teman sepergaulan dan keluarga. Pengunjung yang
berkunjung bersama keluarga sebanyak 38,23% dan pengunjung yang berkunjung
bersama dengan teman sebanyak 57,84%. Selama pengunjung menikmati
keindahan alam di sekitar lokasi, tentunya akan berdekatan dengan tumbuhan atau
satwa yang ada. Dari hasil kuisioner, 98,04% pengunjung lebih menyukai
menikmati tumbuhan dan satwa yang hidup bebas di lokasi dari pada
mengambilnya.
Untuk menjaga kebersihan lokasi dari sisa makanan yang dibawa oleh
pengunjung, maka pihak pengelola menyediakan tempat sampah, sehingga
pengunjung dapat membuang sisa makanan yang dibawanya ke tempat sampah
yang disediakan dan diletakkan pada tempat tertentu. Dari hasil kuisioner,
diketahui bahwa banyak pengunjung yang membuang sampah pada tempat
sampah ini, tercatat sebanyak 69,81%. Tentunya hal ini sangat membantu bagi
terjaganya kebersihan dilokasi, namun sering sekali ditemukan sampah berserakan
di sekitar lokasi karena banyaknya pengunjung yang datang pada hari libur dan
membuang sampah secara sembarangan.
Dalam menikmati keindahan dan keunikan di lingkungan hutan mangrove
yang sejuk dan rindang, terkadang pengunjung akan menemukan sesuatu yang
baru yang belum mereka ketahui, rasa ingin tahu pengunjung muncul dan ingin
mendapatkan informasi tentang tumbuhan atau satwa tersebut. Banyak hal yang
bisa dilakukan pengunjung untuk mendapat informasi tersebut. Dari hasil
kuisioner yang didapat bahwa, mereka yang meminta bantuan kepada petugas
sebanyak 69,23%, yang mencari tahu sendiri lewat informasi buku atau media
elektronik sebanyak setelah dilakukan pengambilan sampel terhadap pengunjung
dan pengunjung yang bertanya kepada pengunjung yang lain sebanyak 8,79%.
Aktivitas pengunjung di lokasi ekowisata ini ternyata hampir
keseluruhannya tertarik pada satwa dan tumbuhan mangrove yang unik sebesar
56,38%, dari pada yang memilih salah satunya yang hanya sebesar 3,19%, yang
menikmati keindahan alam di dalam kawasan ekowisata hutan mangrove

96
sebanyak 25,53% dan pengunjung yang hanya berjalan-jalan saja sebanyak
14,89%. Secara keseluruhan pengunjung yang datang ke lokasi ini menyatakan
bahwa lokasi ekowisata hutan mangrove merupakan tempat yang nyaman penuh
dengan keunikan dan daya tarik untuk berwisata serta memiliki fasilitas yang
baik.

Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II


Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, memiliki prinsip;
¾ Perlindungan sistem penyangga kehidupan
¾ Pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya
¾ Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan hutan
konservasi dengan fungsi utama wisata alam terbatas, penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Pengelolaan hutan
mangrove di kawasan Tengkayu II, bertujuan untuk memanfaatkan kawasan
sesuai dengan fungsinya bagi kesejahteraan masyarakat dan kehidupan manusia
serta mencegah degredasi lingkungan. Hutan mangrove ini diperuntukkkan untuk
melindungi dan melestarikan keanekaragaman jenis-jenis satwaliar (burung,
mamalia, reptil, dan sebagainya) beserta ekosistemnya.
Pengelolaan, perawatan dan pelayanan merupakan kegiatan untuk
memanfaatkan suatu objek wisata, karena berhubungan dengan kepuasan
pengunjung dan pelestarian objek itu sendiri. Tanpa adanya pengelolaan yang
mantap, perawatan yang teratur, dan pelayanan yang baik, walaupun ditunjang
oleh potensi objek dan fasilitas yang lengkap, maka suatu objek wisata akan
kurang berfungsi.
Unsur-unsur yang menjadi penilaian dalam pengelolaan perawatan dan
pelayanan adalah kemantapan organisasi, mutu pelayanan, dan sarana perawatan
dan pelayanan.

Kemantapan organisasi dan Ketenagakerjaan


Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Tarakan Nomor 22 Tahun 2004
Tentang Pembentukan Badan Pengelola Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota

97
Tarakan, bahwa penanggung jawab wisata hutan mangrove adalah Wali Kota
Tarakan. Sedangkan, untuk pengelolaan, perawatan dan pelayanan objek wisata
hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II dilaksanakan langsung oleh
Camat Tarakan Barat setempat yang bekerjasama dengan tenaga teknisi lapangan.
Tenaga teknisi yang direkomendasikan Pemerintah Kota Tarakan terdiri dari dari
beberapa dinas yang terkait yaitu Dinas kehutanan, Dinas Peternakan, Dinas
Pekerjaan Umum dan LISDA Kota Tarakan.
Dalam pelaksanaannya, Kepala Pelaksana harus berkoordinasi dengan
semua dinas yang terkait untuk merencanakan program kerja di kawasan hutan
mangrove ini. Saat ini, kondisi perkembangan ekowisata bersifat konstan, hal ini
terjadi karena adanya ketergantungan Kepala Pelaksana dengan tim teknis. Selain
itu, lemahnya koordinasi diantara tim teknis menyebabkan perkembangan
ekowisata menjadi tersendat.
Dalam upaya pengembangan pengelolaan ekowisata hutan mangrove di
kawasan ini perlu penetapan mekanisme kerja pengelolaan yang melibatkan
beberapa pihak (Collaborative Management), dengan menunjuk salah satu
lembaga yang bertanggungjawab terhadap pengembangan pengelolaan dan
melibatkan masyarakat sekitar.
Berikut ini kondisi rumah tangga kawasan ekowisata hutan mangrove
Pelabuhan Tengkayu II :
- Jumlah pegawai berjumlah 7 orang.
- Dana anggaran meliputi administrasi, perawatan, pengembangan dan
operasional.
- Sumber dana pengelolaan objek dari Anggaran Pendapatan Kota Tarakan.
Jumlah pegawai adalah 7 orang, dengan pembagian tugas sebagai berikut:
satu orang penanggung jawab di lapangan bertindak juga sebagai pengawas
dibantu dengan 2 orang, kemudian penjaga karcis 1 orang, 2 orang penjaga
kebersihan kawasan dan 1 orang petugas pembibitan. Jumlah petugas masih cukup
memadai untuk lokasi konservasi wisata hutan mangrove saat ini, karena
luasannya yang tidak begitu luas. Namun, untuk pengembangannya masih
membutuhkan pegawai karena adanya pengembangan fasilitas di kawasan ini,

98
misalnya saja untuk penjaga perpustakaan dan petugas penerangan untuk
pengunjung yang ingin mengetahui seluk beluk lokasi.

Mutu Pelayanan
Dalam mengelola suatu kegiatan terutama yang menyangkut penjualan
jasa, dituntut adanya pelayanan yang baik. Bentuk pelayanan yang diberikan
kepada pengunjung adalah kelancaran dalam pemberian ijin, keramahan staf,
penguasaan materi, dan kerapian berpakaian. Kemampuan petugas dalam
berkomunikasi saat ini masih kurang dan petugas khusus bagian penerangan
belum tersedia. Dengan demikian, perlu mengikutsertakan pegawai konservasi
hutan mangrove dalam penguasaan bahasa asing, misalnya dengan kursus bahasa
inggris. Tingkat pendidikan rata-rata petugas adalah lulusan SLTA, sehingga perlu
kiranya menambah pegawai dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan
menguasai tentang permasalahan hutan mangrove.

Pelaksanaan Peraturan/Perundang-undangan dan Penegakan Hukum


Berdasarkan permasalahan yang dijumpai di lapangan, pelaksanaan
peraturan dan perundang-undangan serta penegakan hukum, umumnya berkaitan
dengan permasalahan atau gangguan terhadap kawasan konservasi. Penegakan
hukum belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
berlaku, hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan arti penting
dan fungsi kawasan dan adanya pelibatan oknum-oknum pemerintah.

Pengelolaan Sumberdaya Alam


a. Inventarisasi Flora dan Fauna
Salah satu kegiatan mendasar pengumpulan data untuk mengetahui potensi
flora dan fauna yang terdapat pada hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II adalah
kegiatan inventarisasi flora dan fauna. Data ini sangat diperlukan dalam rangka
pelestarian dan pemantauan sumberdaya alam hayati di dalam dan sekitar
kawasan. Kegiatan inventarisasi flora dan fauna hutan mangrove di kawasan ini
telah dilakukan oleh dinas terkait dan beberapa LSM, namun data inventarisasi
yang telah dikumpulkan belum menggambarkan keadaan secara menyeluruh
hutan mangrove Tengkayu II.

99
b. Pengelolaan, Perlindungan dan Pengamanan Sumberdaya Hutan
Mangrove
Ekowisata sangat memperhatikan daya dukung lingkungan tempa wisata.
Selama ini kegiatan wisata di kawasan hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II
belum berpatokan pada daya dukung, karena daya dukungnya sendiri belum
diketahui. Dengan banyaknya pengunjung yang datang secara bersamaan dapat
mengurangi tingkat kenyamanan dan rawan terhadap adanya perusakan
lingkungan.
Untuk melindungi dan mengamankan kawasan, serta sumberdaya dari
ancaman kegiatan masyarakat, maka pada sekeliling kawasan didirikan pagar
terbuat dari bahan seng, sehingga terpisah dengan lingkungan sekitar. Selain itu,
untuk lebih meningkatkankan perlindungan dilaksanakan patroli dan penjagaan
pos yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu tanpa penjadwalan yang tetap.
Permasalahan yang menjadi kendala dalam kegiatan perlindungan dan
pengamanan kawasan diantaranya: daya dukung lokasi wisata belum ditentukan,
kurangnya personil operasional di lapangan yang selalu berada di lokasi,
kurangnya pos penjagaan pada kawasan, adanya pemukiman yang menjadi
sengketa, dan terjadinya pelapukan pagar seng yang mengelilingi lokasi karena
usia dan percepatan proses korosi oleh air laut.
c. Pemulihan Fungsi Kawasan/Habitat
Lokasi ini dahulunya merupakan areal yang menjadi salahsatu lokasi
pembuangan sampah oleh masyarakat, sehingga kawasan ini masih banyak
ditemui tumpukan sampah. Adanya tumpukan sampah ini menjadi salah satu
penyebab kerusakan mangrove, karena substrat tidak sesuai lagi untuk
pertumbuhan. Penumpukan sampah pada kawasan ini sangat mengganggu proses
pertumbuhan mangrove dimana terdapat mangrove yang mempunyai kerapatan
yang rendah dan tidak merata. Selanjutnya, dilakukan pembersihan dan
penanaman jenis mangrove yang sesuai.
Dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove di kawasan Pelabuhan
Tengkayu II selama ini dilakukan oleh petugas mangrove yang ditunjuk oleh
Pemerintah Daerah. Rehabilitasi yang dilakukan dapat dikatakan cukup berhasil,
karena kondisi mangrove sekarang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Pada areal
tertentu di lokasi memang masih perlu untuk dilakukan rehabilitasi lanjutan.

100
d. Pemantauan dan Evaluasi Kondisi Sumberdaya
Kegiatan pemantauan terhadap potensi hutan mangrove di kawasan
konservasi Pelabuhan Tengkayu II dilakukan rutin setiap hari oleh petugas di
lokasi, meliputi: pemantauan batas kawasan, keanekaragaman jenis flora dan
fauna (tingkah laku bekantan), kegiatan pendidikan dan penelitian. Hasil
pemantauan fauna (jumlah bekantan dan pemasukan) secara bulanan dilaporkan
kepada Pemerintah Kota melalui Kecamatan Tarakan Barat.

Sarana Perawatan dan Pelayanan


Pengembangan prasarana dan sarana disesuaikan dengan kebutuhan
(Spillane, 2003). Unsur-unsur sarana perawatan dan pelayanan terdiri dari
kemudahan informasi, tempat peristirahatan, tempat parkir, MCK, fasilitas
kebersihan, sumber penerangan, dan catatan pengunjung. Sarana dan pelayanan
yang terdapat di kawasan konservasi dan wisata hutan mangrove Pelabuhan
Tengkayu II adalah sebagai berikut: tempat bernaung/shelter, beberapa papan
penerangan, tempat duduk untuk bersantai, MCK, tempat sampah dan catatan
pengunjung (Tabel 40).
Tabel 40. Sarana dan prasarana
No. Sarana dan Prasarana jumlah
1. Pos jaga 1buah
2. Pintu blok 3 buah
3. Kursi 24 buah
4. Tempat sampah 8 buah
5. Perpustakaan 1 buah
6. Shalter 2 buah
7. WC 2 buah
8. Menara 1 buah
9. Papan informasi 2 buah
10. Tangki air 2 buah
11. Karantina 1 buah
12. Lokasi penyemaian 1 buah
13. Tempat minum bekantan 4 buah
Sumber : Pengamatan lapangan
Sarana pelayanan yang perlu segera diadakan adalah pusat informasi
sebagai tempat penerangan objek yang terdapat di lokasi wisata. Hal ini sangat
perlu, karena akan membantu pengunjung untuk mendapatkan penjelasan
mengenai objek yang tidak diketahui. Terutama bagi pengunjung yang berminat

101
untuk mempelajari tentang fauna dan flora yang ada di lokasi. Pusat informasi ini
dapat dilengkapi dengan data-data mengenai potensi flora, fauna, keadaan
pengunjung, dan fisik lapangan serta peta lokasi.
Sarana pelayanan lain yang perlu diadakan adalah perpustakaan. Saat ini di
lokasi telah terdapat sarana atau bangunan perpustakaan, namun yang menjadi
kendala adalah belum tersedianya buku-buku penunjang untuk kegiatan ini. Untuk
pengadaan buku-buku yang berhubungan dengan flora dan fauna maupun buku-
buku umum, pengelola atau penanggungjawab lokasi dapat bekerja sama dengan
berbagai pihak. Dengan aktifnya kegiatan perpustakaan ini diharapkan akan
menambah pengetahuan pengunjung yang datang.
Kebersihan lokasi merupakan salahsatu faktor daya tarik lokasi.
Kebersihan lokasi wisata hutan mangrove di kawasan ini dijaga oleh dua orang
petugas secara rutin tiap harinya. Hari ramai kunjungan biasa terjadi pada hari
minggu, pada hari berikutnya yaitu hari senin, lokasi dibersihkan dari sampah
buangan pengunjung yang datang, dengan melibatkan seluruh petugas.
Pemeliharaan sarana dan prasarana objek wisata dilakukan secara
bertahap. Petugas setiap harinya melakukan pengontrolan terhadap sarana dan
prasarana yang ada, jika terdapat kerusakan selanjutnya dilakukan pencatatan
dalam buku khusus sebagai laporan pertanggung jawaban kepada Pemerintah
Kota. Tindakan pemeliharaan yang telah dilakukan diantaranya adalah pengecatan
pada warna cat yang luntur serta mengadakan pergantian papan jalan.

Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan


Analisis SWOT
Untuk menentukan strategi pengembangan ekowisata hutan mangrove di
kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II dilakukan dengan metode KEKEPAN
atau analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) yang
didasarkan pada penilaian kriteria sebelumnya, selanjutnya dilakukan pemilihan
faktor internal dan eksternal. Pemberian bobot dan nilai berdasarkan bobot dan
nilai yang telah dihasilkan pada hasil penilaian lokasi objek wisata, sehingga
diperoleh faktor internal dan eksternal pengembangan ekowisata hutan mangrove
di kawasan Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan kalimantan Timur (Lampiran 3).

102
Setelah faktor internal dan eksternal diketahui, selanjutnya menyusun
faktor-faktor strategis internal dan eksternal dalam matrik SWOT (Tabel 41).
Tabel 41. Matrik SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats)
pengembangan ekowisata hutan mangrove
Unsur internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. keindahan 1. kepekaan sumberdaya alam
2. keunikan sumberdaya 2. keutuhan sumber daya alam
alam 3. kerawanan kawasan
3. kelangkaan 4. tingkat pengangguran (%)
4. banyaknya potensi sumber 5. mata pencaharian peduduk
daya alam 6. ruang gerak pengunjung
5. pilihan kegiatan rekreasi (ha)
6. keanekaragaman 7. pendidikan rendah
7. tata ruang wilayah objek 8. tingkat kesuburan tanah
8. status lahan 9. sumberdaya alam mineral
9. dukungan masyarakat 10. percepatan angin pada
10. media yang masuk musim kemarau
11. pengaruh iklim terhadap 11. kelembaban rata-rata per
waktu kunjungan tahun (%)
12. jumlah bulan kering rata- 12. suhu udara pada musim
rata per tahun kemarau (0C)
Unsur eksternal 13. rata-rata bulan kering dan 13. kelayakan air dikonsumsi
lembab pertahun 14. debit sumber air (liter/detik)
14. dapat tidaknya air
dialirkan ke objek atau
mudah dikirim dari tempat
lain
15. jarak sumber air terhadap
lokasi objek (km)
16. kontinuitas
17. keamanan
18. prasarana
19. sarana penunjang
Peluang (O) Strategi (SO) Strategi (WO)
1. jumlah penduduk (juta jiwa) 1. meningkatkan pengawasan 1. pengelolaan dan penanganan
2. tingkat kebutuhan wisata terhadap kelestarian sampah di sekitar lokasi
3. kondisi dan jarak jalan darat ekosistem hutan mangrove ekowisata.
4. kondisi jalan laut 2. meningkatkan pelayanan 2. menambah luasan hutan
5. jarak pintu gerbang udara dan kenyamanan terhadap wisata dengan penanaman
(internasional/regional) pengunjung kembali areal bekas lahan
6. waktu tempuh ke objek dari pusat tambak
kota/kabupaten (jam) 3. Perbaikan mutu sumberdaya
7. frekwensi kendaraan umum dari manusia penduduk setempat.
pusat penyebaran wisata ke objek
8. jumlah kendaraan bermotor (buah)
9. kapasitas tempat duduk
10. akomodasi (jumlah kamar)
Ancaman (T) Strategi (ST) Strategi (WT)
1. hubungan dengan objek wisata lain 1. meningkatkan kegiatan 1. pemeliharaan dan perawatan
(sejenis) promosi fasilitas ekowisata yang
2. hubungan dengan objek wisata lain tersedia
(tidak sejenis) 2. melakukan kerja sama
3. aktivitas manusia di sekitar dengan semua pihak yang
kawasan berada di lokasi menjaga
kelestarian hutan mangrove
3. Penyuluhan dan pembinaan
bagi masyarakat lokal untuk
terlibat langsung dalam
kegiatan ekowisata dan
pelestarian hutan mangrove

103
Untuk mengetahui strategi mana yang harus diprioritaskan untuk
dilaksanakan, maka disusunlah alternatif strategi dalam analisis SWOT (Tabel 42)
dengan cara menjumlahkan semua kode bobot yang terangkum dalam satu strategi
pengelolaan.
Tabel 42. Alternatif strategi dalam analisis SWOT pengembangan ekowisata
hutan mangrove
Strategi Kode pembobotan Total bobot Prioritas
I S-O
1. pengawasan terhadap 1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.10+ 3860 1
kelestarian ekosistem 1.14+1.15+1.16+3.1+3.2+3.3+3.
hutan mangrove 4+3.6+3.7+3.8+3.9
2. meningkatkan pelayanan 1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.7+ 3810 2
dan kenyamanan terhadap 1.8+1.9+1.10+1.11+1.12+1.13+
pengunjung 1.17+1.18+1.19+3.3+3.4+3.5+3.
6+3.7+3.8+3.9+3.10
II S-T
1. meningkatkan kegiatan 1.1+1.2+1.3+1.4+1.5+1.6+1.7+ 2650 4
promosi 1.8+1.9+1.10+1.11+1.12+1.13+
1.14+1.15+1.16+1.17+1.18+1.1
9+ 4.1.+4.2+4.3
III W-O
1. pengelolaan dan 2.1+2.2+2.3+2.4+3.1+3.2+3.7+ 1975 6
penanganan sampah di 3.8+3.9 +3.10
sekitar lokasi ekowisata.
2. perbaikan mutu 2.1+2.2+2.3+2.5+2.6+2.8+2.9+ 2820 3
sumberdaya manusia yang 2.10+3.1+3.2+3.3+3.4+3.5+3.6
terlibat dalam kegiatan
ekowisata
3. menambah luasan hutan 2.1+2.2+2.3+2.4+2.7+2.9+ 2020 5
wisata dengan penanaman 2.10+2.11+2.12+2.13+2.14+3.1
kembali areal bekas lahan +3.2
tambak
IV W-T
1. penyuluhan dan 2.1+2.2+2.3+2.4+2.5+2.6+2.7+ 1190 8
pembinaan bagi 2.8+2.9+2.10+4.1+4.2
masyarakat lokal untuk
terlibat secara langsung
dalam kegiatan ekowisata
dan pelestarian hutan
mangrove
2. pengawasan, pemeliharaan 2.1+2.2+2.3+2.5+2.8+2.9+2.10+ 1165 9
dan perawatan potensi 2.11+2.12+2.13+2.14+4.1+4.2
wisata dan fasilitas
3. bekerja sama dengan
semua pihak yang berada 2.1+2.2+2.3+2.4+2.5+2.7+2.9+2 1380 7
dekat dengan lokasi untuk .10+2.11+2.14+4.1+4.2+4.3
menjaga kelestarian hutan
mangrove

104
Berdasarkan penilaian tersebut, maka susunan urutan strategi
pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan
Tengkayu II sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove.
2. Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung .
3. Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan
ekowisata .
4. Meningkatkan promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua
media yang tersedia.
5. Menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan mangrove.
6. Meningkatkan pengawasan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan
mangrove dengan intensif.
7. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata untuk
melindungi lokasi dari pencemaran.
8. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara
langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove.
9. Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan
fasilitas.

Strategi Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove


Pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove
Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan salah
satu kawasan lindung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tarakan No. 21 tahun
1999 Tentang Hutan Kota dan No. 04 Tahun 2002 Tentang Larangan dan
Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan. Hutan ini berada dekat dengan
pusat Kota Tarakan, sehingga aktivitas di sekitar lokasi berpengaruh terhadap
kelestariannya. Menurut Yakin 1997, dampak pembangunan ekonomi mempunyai
sisi ganda yaitu sisi cerah dan sisi suram. Dampak yang cerah ialah dampak
positifnya terhadap masyarakat, dan sisi suramnya adalah dampak negatifnya
terhadap lingkungan. Karena dua faktor ini saling terkait dan berinteraksi, maka
perhatian terhadap lingkungan alam sekitar juga akan memberikan dampak positif
terhadap pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.

105
Pengawasan terhadap sumberdaya alam terutama ekosistem hutan
mangrove Tengkayu II terhadap aktivitas yang ada merupakan langkah awal yang
perlu diambil dalam menjaga keberlanjutan hutan mangrove. Menurut Gunn
(1993) dalam Lewaherilla (2002), mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata
dikatakan baik dan berhasil apabila didasarkan kepada empat aspek yaitu:
1) mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2) meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di kawasan tersebut, 3) menjamin kepuasan pengunjung, dan 4)
meningkatkan keterpaduan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan
zone pengembangannya.
Pelarangan pembuangan sampah dan aktivitas masyarakat sekitar lain
yang merusak mangrove, pengawasan aktivitas pengunjung yang bersifat
vandalis, pengawasan terhadap limbah buangan pabrik, pasar, TPI dan aktivitas
pelabuhan. Pengawasan ini harus melibatkan semua pihak yang terkait dengan
mengadakan pembagian tugas yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung


Pelayanan kepada pengunjung harus ditingkatkan dalam rangka
mengoptimalkan jumlah pengunjung yang berkunjung ke lokasi objek. Selain
pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana, untuk meningkatkan pelayanan
kepada pengunjung diperlukan adanya penerangan berjalan yang dilakukan oleh
pemandu wisata. Hal ini sesuai dengan keinginan pengunjung dimana sebanyak
76,47% (hasil kuisioner) menyatakan bahwa perlu adanya pemandu wisata.
Keberadaan pemandu wisata penting terutama untuk menunjang program kegiatan
pendidikan dan penelitian. Pemandu wisata akan memandu pengunjung di lokasi
ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II, sehingga pengunjung dapat
menggali informasi dan ilmu dari apa yang dilihatnya bersama pemandu yang
disediakan oleh pihak pengelola.
Jenis kegiatan wisata yang ditawarkan bersifat monoton yaitu berjalan di
setapak jembatan kayu, sehingga perlu penambahan atraksi wisata di lokasi
ekowisata ini, salahsatunya adalah wisata pendidikan yaitu:
- Pengenalan terhadap jenis-jenis vegetasi mangrove yang ada di kawasan,
pengenalan ini dimulai dari nama jenis, ciri serta manfaat atau kekhasan yang
dimiliki mulai dari bentuk daun, bunga, buah, ekologi dan peyebarannya.

106
- Pengamatan burung, terdapat 24 jenis burung yang berada di dalam lokasi
hasil pengamatan WWF (2005), tingkah laku dan morfologi burung yang
indah sangat menarik untuk diperhatikan.
- Pengenalan persemaian dan penanaman mangrove. Sasaran kegiatan ini bagi
pengunjung yang ingin mengetahui kegiatan di persemaian mulai dari
pembenihan sampai pembibitan dan proses penanaman.
- Kegiatan pemancingan atau menangkap kepiting, hal ini dapat dilakukan
dengan menyediakan tempat serta peralatannya, untuk menarik pengunjung
yang menyukai kegiatan ini.
- Mengadakan kegiatan bersampan di dalam lokasi dengan mengelilingi sungai
yang disediakan sambil menikmati pemandangan.

Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan


ekowisata.

Dalam kegiatan ekowisata mangrove harus didukung oleh petugas dan


masyarakat yang mengerti tentang hutan mangrove dan pentingya pelestarian
lingkungan. Melalui pendidikan formal dan informal yang ditawarkan kepada
masyarakat, dapat membuat pengetahuan individu dan masyarakat meningkat dan
mampu menyikapi dengan bijaksana tentang kebijakan-kebijakan pemerintah
dalam mengembangkan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan
Tengkayu II.
Realitas sumberdaya manusia suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari
realitas pendidikan sebagai sistem fundamental pengelolaan dan penghasil
pengetahuan itu sendiri. Pendidikan adalah proses panjang yang dapat dianggap
sebagai suatu alat utama untuk meningkatkan kesadaran politik dan sosial, serta
menyediakan tenaga-tenaga terlatih untuk proses produksi dalam suatu
pembangunan modern (Bengen 2004).
Untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung yang datang dapat
dilakukan dengan meningkatkan kemampuan petugas dalam melayani dan
kemampuan dibidangnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan
pelatihan atau kursus yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota atau pihak-
pihak yang berkompeten dalam bidang pariwisata.

107
Meningkatkan Promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua
media yang tersedia

Promosi merupakan hal yang penting yang dibutuhkan untuk mengundang


pengunjung berkunjung ke kawasan ekowisata hutan mangrove ini. Peningkatan
promosi dapat dilaksanakan diantaranya dengan cara:
- Memperbanyak pengadaan leafleat dan brosur serta bookleet yang diberikan
kepada pengunjung di pintu loket maupun di pusat-pusat informasi.
- Melakukan kerjasama dengan media massa atau elektronik setempat agar
senantiasa dapat menampilkan atau mengiklankan keindahan alam di lokasi
ekowisata secara kontinu.
- Melakukan kerjasama dengan tempat penginapan dan hotel yang berada di
pusat kota dengan menempelkan iklan poster ekowisata hutan mangrove atau
dengan cara membagikan leafleat dan brosur.
- Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak instasi pendidikan dengan
menawarkan program wisata pendidikan, pengenalan tentang hutan mangrove
dan ekosistemnya.
- Pengaktifan promosi ekowista hutan mangrove ini melalui internet dengan
membuat website khusus ekowisata hutan mangrove Pelabuhan Tengakayu II.
Kegiatan promosi lain adalah dengan bekerja sama dengan pihak travel di
Kota Tarakan. Usaha travel di Kota Tarakan mengalami perkembangan yang
cukup pesat, hal ini didukung letak Kota Tarakan yang merupakan kota jasa dan
perdagangan. Banyak penduduk yang datang dan pergi, dari dan masuk Kota
Tarakan merupakan pasar yang potensial. Kondisi ini sangat mendukung untuk
perkembangan wisata yang ada di Kota Tarakan. Dengan mengadakan kerjasama
dengan pihak travel, tentunya akan meningkatkan kunjungan terhadap ekowista
hutan mangrove di Pelabuhan Tengkayu II.

Menambah luasan areal kawasan ekowisata hutan mangrove


Ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II memiliki
luas wilayah hanya 8 hektar. Luasan ini, belum cukup untuk keperluan
pemanfaatan dan pelestarian hutan mangrove di kawasan ini, sehingga untuk
pengembangan kedepan salah satunya difokuskan dengan menambah luasan
kawasan hutan mangrove. Dengan semakin luasnya daerah hutan mangrove di

108
kawasan ini, tentunya akan meningkatkan kekayaan sumberdaya alam hayati yang
ada. Ruang untuk tumbuh flora dan gerak fauna hutan mangrove semakin luas,
lebih kompleks dan tentunya akan menambah keunikan di kawasan ini. Ruang
gerak untuk para pengunjung juga akan lebih luas, pengunjung semakin leluasa
untuk menikmati suasana di hutan mangrove selanjutnya akan meningkatkan
tingkat penghargaan dan kepuasan mereka terhadap alam berupa hutan mangrove.
Kota Tarakan berada di Pulau Tarakan dengan luasan 25.800 hektar, Pulau
Tarakan ini digolongkan sebagai pulau kecil di daerah Utara Kalimantan Timur.
Keberadaan hutan mangrove pada pulau kecil sangat penting karena berperan
sebagai penyangga dan pelindung pesisir pulau. Dengan meningkatnya luasan
hutan mangrove di lokasi ini, akan mamperkuat sistem penyangga terhadap
kawasan di sekitarnya. Lokasi Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II berada di
pusat Kota Tarakan. Karena letaknya, kawasan ini sangat berperan penting untuk
menyangga kawasan tersebut. Kegiatan pembangunan Kota Tarakan khususnya di
sekitar lokasi semakin meningkat, hal ini akan memberi tekanan yang lebih besar
pada hutan mangrove di Pelabuhan Tengkayu II. Langkah untuk mengimbangi
tekanan oleh kegiatan perkotaan adalah dengan menjaga kelestariannya, dan salah
satunya dengan memperluas luasan hutan mangrove di kawasan ini.
Saat ini, tersedia lahan untuk perluasan berupa lahan bekas tambak yang
telah dibebaskan oleh Pemerintah Kota Tarakan dengan luas 12 hektar. Lahan ini
sangat sesuai untuk dijadikan lahan perluasan hutan mangrove, karena letaknya
bersatu dengan hutan mangrove yang sudah ada. Selain itu, lahan bekas tambak
tersebut dahulunya juga merupakan vegetasi mangrove, yang kemudian
dikonversi sebagai lahan tambak. Dilihat dari tekstur tanah dan dari beberapa
vegetasi mangrove yang ada lahan tambak ini, maka lokasi bekas lahan tambak ini
cocok untuk ditanami dengan berbagai jenis mangrove. Untuk daerah pelataran
dan tanggul dapat ditanami mangrove dari kelas Rhizophoraceae. Sedangkan,
daerah parit bekas lahan tambak lebih sesuai ditanami mangrove dari kelas
Avicenniaceae dan Soneratiaceae.

Pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar kawasan hutan mangrove


Salah satu permasalahan yang terjadi di ekowisata hutan mangrove adalah
adanya pembuangan sampah oleh pihak yang tidak bertanggungjawab di sekitar

109
kawasan ekowisata. Aktifitas ini sangat mengganggu dan mengancam kelestarian
serta kebersihan lokasi. Kebersihan merupakan salah satu syarat dalam
meningkatkan kenyamanan lokasi dan kunjungan dalam suatu kegiatan wisata,
sehingga kegiatan menjaga kebersihan harus dilakukan secara rutin.
Sampah yang bertumpuk akan mengganggu ekosistem mangrove, tanah
yang banyak mengandung sampah akan mengganggu perkembangan mangrove
dan dapat mengancam kelestariannya. Untuk itu, kegiatan pembuangan sampah di
areal lokasi harus segera dihentikan dengan melakukan pelarangan dan
pemantauan terhadap kegiatan pembuangan sampah di sekitar lokasi dengan
mengikutsertakan aparat yang terkait. Menindak dengan memberikan sanksi
kepada pihak yang dengan sengaja dan terang-terangan membuang sampah di
sekitar lokasi. Selanjutnya dilakukan pembersihan terhadap sampah yang sudah
bertumpuk tersebut sehingga kondisi sekitarnya menjadi bersih dan sesuai untuk
pertumbuhan mangrove.

Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata


untuk melindungi lokasi dari pencemaran.

Ekowisata hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II


berada di pusat kota yang padat dengan berbagai kegiatan masyarakat,
diantaranya: perusahaan perikanan, pelabuhan perikanan, pusat perbelanjaan,
pasar umum, dan pemukiman penduduk. Semua aktifitas yang berada di
lingkungan ini, sangat berpotensi untuk menimbulkan kerusakan bagi lingkungan
ekowisata pada saat ini dan masa mendatang terlebih lagi jika tidak segera
diadakan koordinasi pada semua pihak yang terkait dalam pelestarian lingkungan.
Untuk menjaga agar ekosistem mangrove di kawasan ini tetap utuh, maka harus
melibatkan semua pihak dalam menjaga lingkungan disekitarnya. Perusahaan
dilarang membuang limbah di perairan dekat hutan mangrove tetapi
menampungnya terlebih dahulu kemudian dibuang ketempat yang aman. Pihak
pelabuhan menjaga perairan agar tidak terjadi pencemaran minyak yang tinggi.
Selanjutnya, melakukan kerja sama dengan pihak pengelola pasar agar lebih
memperhatikan limbah atau sampah dan melakukan pengontrolan, jangan sampai
dibuang di sekitar lokasi hutan mangrove. Masyarakat sekitar memiliki peran
sangat penting terhadap keberadaan mangrove, dengan tidak membuang

110
sampahnya sembarangan di lingkungan sekitarnya akan sangat membantu
terhadap usaha pelestarian mangrove.

Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara


langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove.

Masyarakat sekitar kawasan ekosistem mangrove selama ini merasa tidak


pernah dilibatkan dalam kegiatan proses perencanaan dan pengelolaan hutan
mangrove di lokasi wisata sehingga mereka tidak merasa ikut bertanggungjawab
terhadap kelestarian hutan mangrove di sekitar kawasannya. Dari hasil wawancara
secara umum masyarakat sekitar mengetahui peranan dari hutan mangrove yaitu
sebagai pelindung pantai. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kegiatan
penanaman dan pelestarian terhadap hutan mangrove itu merupakan tanggung
jawab Pemerintah Kota Tarakan. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan
untuk kegiatan pelestarian hutan mangrove di masa mendatang, masyarakat dapat
merupakan ancaman bagi kelangsungan mangrove seperti pengambilan dan
penebangan mangrove yang bisa saja terjadi setiap saat.
Untuk mencegah hal ini terjadi, maka Pemerintah Kota harus bekerja sama
dengan instansi terkait mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang
pentingnya mangrove bagi kehidupan manusia di masa ini dan bagi generasi
penerus serta hal-hal yang berkaitan dengan perusakan dan pemeliharaan hutan.
Selanjutnya, melibatkan mereka dalam kegiatan untuk menjaga dan melestarikan
hutan mangrove yang masih tersisa. Sebagai langkah awal adalah dengan
memberikan kesempatan kepada mereka untuk berperan dalam pengembangan
ekowisata hutan mangrove dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada
masyarakat sekitar mengenai kegiatan usaha yang dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan dan mendukung pengembangan wisata, misalkan penyediaan
barang-barang souvenir/cinderamata khas Kota Tarakan.

Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan


fasilitas.
Untuk mempertahankan keberadaan dan kegunaan fasilitas yang ada di
dalam lokasi ekowisata hutan mangrove ini, maka perlu dilakukan pengontrolan
setiap saat terhadap fasilitas yang ada. Pengaruh cuaca, perubahan siang dan
malam, aktivitas manusia (vandalisme) dapat mengakibatkan terjadinya pelapukan

111
atau kerusakan terhadap fasilitas yang tersedia. Selanjutnya, jika ditemukan
adanya kerusakan pada fasilitas, maka pihak pengelola harus dengan segera
mengadakan perbaikan. Petugas wisata harus melakukan perawatan dan
pemeliharaan secara rutin terhadap fasilitas rekreasi, melakukan pengawasan
terhadap pengunjung agar terpelihara dan terjaga dari tindakan vandalisme.
Dari pengamatan yang dilakukan di lokasi objek fasilitas yang perlu
diperbaiki diantaranya jalan kayu yang mengalami pelapukan, tempat duduk, dan
pagar pembatas kawasan yang juga mengalami kerusakan pada bagian tertentu.
Selain itu juga, perlu melengkapi fasilitas dengan membangun fasilitas yang
dibutuhkan untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengunjung yang datang,
diantaranya penunjuk jalan/arah jalan, musholla, pusat informasi, peta kawasan
ekowisata, dan tempat berlindung/shalter.

112
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
¾ Kondisi hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II cukup
baik terdiri dari 6 famili dengan 13 spesies. Jenis mangrove Rhizophora
apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting dalam pembentukan
ekosistem mangrove di Kota Tarakan dengan Indeks Nilai Penting 99,93 –
166,47 % dan 33,36 – 66,07%. Sedangkan fauna yang berasosiasi diantaranya
fauna darat (mamalia, reptil, aves) dan fauna perairan (pisces, krustacea).
¾ Penduduk sekitar lokasi ekowisata kebanyakan bekerja sebagai nelayan dan
petani tambak dan secara keseluruhan menyetujui serta mendukung dengan
kegiatan pengembangan ekowisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan
Tengkayu II.
¾ Daya dukung secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan
Tengkayu II untuk setiap jamnya dapat menyerap 90 pengunjung dan 1800
pengunjung per hari
¾ Berdasarkan kriteria penilaian kelayakan pengembangan ekowisata hutan
mangrove maka dapat digolongkan bahwa hutan mangrove di kawasan
Pelabuhan Tengkayu II layak untuk dikembangkan sebagai kawasan
ekowisata.
¾ Penentuan strategi pengembangan ekowisata menggunakan analisis SWOT
yang didasarkan dengan kriteria penilaian dan alternatif strategi
pengembangan ekowisata yang dapat dilaksanakan di kawasan konservasi
hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II sebagai berikut;
a. Meningkatkan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan
mangrove.
b. Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan terhadap pengunjung .
c. Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan
ekowisata.
d. Meningkatkan promosi kawasan ekowisata dengan memanfaatkan semua
media yang tersedia.
e. Memperluas areal kawasan ekowisata hutan mangrove.
f. Meningkatkan pengawasan dan penanganan sampah di sekitar kawasan
hutan mangrove dengan intensif.
g. Melakukan kerja sama dengan berbagai pihak di lingkungan ekowisata
untuk melindungi lokasi dari pencemaran.
h. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara
langsung dalam kegiatan ekowisata dan pelestarian hutan mangrove.
i. Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi wisata dan perawatan
fasilitas.
Saran
Saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini, diantaranya :
- Sosialisasi pengembangan ekowisata hutan mangrove kepada masyarakat
sekitar kawasan konservasi hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II
- Melaksanakan kegiatan penanaman kembali hutan mangrove di kawasan ini,
khususnya lahan bekas tambak sekitar lokasi dalam rangka mempercepat
perluasan ekowisata mangrove.
- Melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan jenis mangrove dan
pola penanaman yang tepat pada areal bekas tambak di sekitar kawasan
konservasi.

114
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, E. 2003. Sebaran Spasial Komunitas Makroinvertebrata di Perairan


Pantai Kota Tarakan Kalimantan Timur. Universitas Brawijaya.
Malang.

Aoyama, G. 2000. Pengembangan Eko-tourism di Kawasan konservasi di


Indonesia. JICA Expert/RAKATA. Jakarta.

Bahar, A. 2004. Kajian Keseuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk
Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten
Takalar, Sulawesi Selatan (tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bengen, D.G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Sinopsis. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Jakarta 66 hal.

----------------. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.


PKSPL-IPB. Bogor.

----------------. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik


Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Berganda


Hutan Mangrove di Sumatera. PPLH. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan


Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya
Paramita. Jakarta.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999a. Strategi Nasional Pengelolaan


Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan. Jakarta.

Dirawan, D. G. 2003. Analisis Sosio-Ekonomi dalam Pengembangan Ekotourisme


pada Kawasan Suakamarga Satwa Mampie Lampoko (Desertasi).
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. 2002. Penilaian


Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Erwandi, W. dan S. Wirman. 2003. Strategi Agribisnis Kelautan Perikanan.


Alqaprint Jatinangor. Bandung.

FAO. 1994. Mangrove Forest Management Guidelines. FAO Forestry Paper.


Rome. 117 hal.
Fandeli, C. 2001. Pengertian dan Kerangka Dasar Pariwisata. Dalam Fandeli,
C. (editor), 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam.
Editor Liberty. Yogyakarta. 35 hal.

Fauzi, A. 1999. Teknik Valuasi Ekosistem Mangrove. Dalam Bahan Pelatihan.


1999. ”Management for Mangrove Forest Rehabilitation., Bogor.

Joyosuharto, S. 2001. Aspek Ketersediaan (Supply) dan Tuntutan Kebutuhan


(Demand). Dalam Fandeli, C. (editor), Dasar-Dasar Manajemen
Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta. 45 hal.

Hakim, L. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Bayumedia Publishing. Malang.

Koordinator Statistik Kecamatan Tarakan Barat. 2003. Kecamatan Tarakan Barat


dalam Angka 2003. Koordinator Statistik Kecamatan Tarakan Barat
dan Kantor Camat Tarakan Barat. Tarakan.

Kusmana, C. 1997. Ekologi dan Sumberdaya Ekosistem Mangrove. Makalah.


Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari Angkatan I. PKSPL.
Institiut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hal.

Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A.


Triswanto, Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove.
Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor

Kusmayadi, dan Endar, S. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang


kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Naamin, N. 1991. Penggunaan Lahan Mangrove untuk Budidaya Tambak,


Keuntungan dan Kerugiannya. Dalam Soerjanegara, I., S.Adisoemarto,
S. Soemodihardjo, S. Hardjowigeno, M. Sudomo dan O.S.R.
Ongkosongo (editor), 1991. Prosiding Seminar IV Ekosistem
Mangrove. Panitia Nasional MAB Indonesia. LIPI. Jakarta.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Tinjauan Ekologis (Terjemahan). PT.


Gramedia. Jakarta.

Palupi, S. dan A. Fitri. 2003. Marine and Caostal Ecotourism Masa Depan
Pariwisata Indonesia. Jurnal Ilmiah STP Trisakti, Nopember 2003,
Vol. 8, No. 3, hal 252-264.

Pemerintah Kota Tarakan. 2001. Evaluasi dan Perencanaan Sumberdaya Pesisir


dan Laut Kota Tarakan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Mulawarman. Samarinda.

Pemerintah Kota Tarakan. 2004. Laporan Tahunan 2004. Dinas Kelautan dan
Perikanan Kota Tarakan. Tarakan

116
Pemerintah Kota Tarakan. 2003. Penyusunan Perencanaan Umum Tata Ruang
Kota (Town PLanning) Kota Tarakan. PT Wiswakharman. Semarang.

Pemerintah Daerah Kota Tarakan. 2003. Penyusunan Perencanaan Umum Tata


Ruang Kota. PT. Wiswakharman, Semarang.

Rahayu, L. W. F. 2001. Pembangunan Satwa In-situ dan Ex-situ Untuk


Kepariwisataan Alam. Dalam Fandeli C. (editor), 2001. Dasar-Dasar
Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta. 189 hal.

Ruitenbeek, H. J. 1991. Mangrove Management: An Economic Analysis of


Management Option with a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. EMDI.

Rangkuti, F. 1999. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi


Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT.
Gramedia Utama Jakarta.

Rugian, D. 2003. Kajian Strategi Pengelolaan Mangrove di Pesisir Kota Tarakan


Kalimantan Timur (Tesis). Universitas Brawijaya. Malang.

Rusila N. Y., Khazali, Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di


Indonesia. PKA/Wetlands Internasional Indonesia Programme. Bogor.

Santoso, N. dan Dasminto. 2002. Pengelolaan Kawasan Mangrove. Dalam


Darmawan, M. A. (editor), 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana
dan Pengambil Keputusan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. VII-1 hal.

Soebagio, 2004. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut


Kepulauan Seribu dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekardjo, S. 1986. Memahami Beberapa Aspek Sosial Ekonomi Hutan Mangrove


di Delta Cimanuk. Oseana 1: 17 – 27.

Spillane, J. J. 2003. Kontribusi Pemikiran Pengembangan Ekotourisme di


Propinsi Papua. Jurnal Ilmiah STP Trisakti. Jakarta. Nopember 2003,
Vol. 8, No. 3, hal 265-277.

Steenis,V.C.CT.G.I.1978. Flora. Pradnya Paramita. Jakarta.

Subono, B. Arifin, A. Junaidi, Djawadi, R. B. Gunawan dan Jusuf. 2005. Profil


Kota Tarakan. Tarakan.

Sunari, H. S. Alikodra, K. Mudikdjo, dan R. Dahuri. 2005. Model Kebijakan


Daerah Dalam Pengembangan Ekowisata Studi Kasus di Kabupaten

117
Indramayu. Forum Pascasarjana. Bogor. Vol. 28. No. 4 Oktober 2005.
357-365 p.

Sunaryo, B. 2001. Strategi Pemasaran Pariwisata Alam. Dalam Fandeli, C.


(editor), 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam.
Liberty. Yogyakarta. 26 hal.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT


Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Suratmo, G. 1990. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajah mada


University Press. Yogyakarta.

Tahir, A. dan Baharudin. 2002. Pengelolaan Kawasan Konservasi. Dalam


Darmawan, M.A. (editor), 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana
dan Pengambil Keputusan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. V-1 hal.

Terbaiy, S. 2004. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Berbasis


Masyarakat Di Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura Papua (Tesis).
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji and M. K. Moosa. 1997. The Ecology of


Indonesian Seas. Volume VIII : Part Two. Periplus Edition. Canada.

Walter, H. 1971. Ecology of Tropical and Subtropical Vegetation. Van


Norstrand-Reinhold. NewYork.

Wayan, R. I. 2002. Kajian Pengembangan Wisata Mangrove di Taman Hutan


Raya I Gusti Ngurah Rai Wilayah Pesisir Selatan Bali (Tesis). Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Yahya, R.P. 1999. Zonasi Pengembangan Ekoturisme Kawasan Mangrove Yang


Berkelanjutan di Laguna Segara Anakan Kabupaten Cilacap Provinsi
Jawa Tengah (Tesis). Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yoety, O.A. 1997. Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa Bandung.


Bandung.

Yuanike. 2003. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove dan Partisipasi


Masyarakat di Kawasan Nusa Lembongan, Bali (Tesis). Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

118
Lampiran 1. Kriteria Penilaian Pengembangan Objek Dan Daya Tarik
Wisata Alam 1 :
I. Daya Tarik
A. Obyek Wisata Alam
Bobot: 6
No Unsur/Sub Unsur Nilai
1 2 3
1. Keindahan alam : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Pandangan lepas menuju objek*
b. Keanekaragaman flora dan fauna
banyak* 30
c. Kesantaian suasana di dalam objek*
d. Keserasian warna di dalam objek*
e. Variasi pandangan di dalam objek*
2. Keunikan sumberdaya alam* Inter nasional regional lokal
nasional
30
3. Banyaknya jenis sumberdaya alam yang Lebih 3 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak
menonjol : ada
a. Geologi
b. Flora*
c. Fauna* 25
d. Lingkungan (ekosistem)*
4. Keutuhan sumberdaya alam : Lebih 3 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak
a. Geologi ada
b. Flora*
c. Fauna*
d. Lingkungan 20
5. Kepekaan sumberdaya alam : Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1 Tidak
a. Ada nilai pengetahuan* ada
b. Ada nilai kebudayaan
c. Ada nilai pengobatan*
d. Ada nilai kepercayaan 20
6. Pilihan kegiatan rekreasi Lebih 6 Ada Ada Ada Tidak
a. Wisata alamiah* 5-6 3-4 1-2 ada
b. Menikmati pemandangan (sight 30
seeing)*
c. Foto hunting*
d. Bersampan
e. Pengamatan burung*
f. Bersantai*
g. Memancing
h. Penelitian *
i. Pendidikan dll.*
7 Kelangkaan lebih 3 ada 3 ada 2 ada 1 tidak
a. Flora* ada
b. Aves*
c. Ikan
d. Mamalia* 25
e. Reptilia

1
Tabel kriteria penilaian ini diambil berdasarkan “Kriteria Standar Penilaian Objek dan Daya
Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi)”, 2002-Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan
Jasa Lingkungan, Departemen Kehutanan.

119
8 Keanekaragaman >5 ada 4 ada 3 ada 2 ada 1
a. Variasi mangrove (> 5 jenis)*
b. Mamalia*
c. Crustacea* 30
d. Reptilia*
e. Aves*
f. Pisces*
g. Molusca*
9 Kerawanan Kawasan Ada 1 Ada 2 Ada 3 Ada 4 Ada 5
a. Perambahan
b. Pencurian
c. Kebakaran* 20
d. Gangguan terhadap flora dan fauna*
e. Masuknya flora / fauna*

Jumlah 1380

II. Potensi Pasar


Bobot: 5
1 Jumlah penduduk kota radius 75
km dari objek (x 1000) > 2.50 2.00 1.50 1.00 500- <
3.00 0- 0- 0- 0- 1.00 500
Kepadatan penduduk / Km2 0* 3.00 2.50 2.00 1.50 0
0 0 0 0
100
101 – 200
201 – 300
301 – 400
401 – 500
501 – 600
700* 160
2 Tingkat kebutuhan wisata ada ada ada ada ada - -
a. tingkat pendapatan per kapita 5 4 3 2 1
tinggi*
b. tingkat kesejahteraan baik*
c. tingkat kejenuhan penduduk 30
tinggi*
d. kesempatan ada*
e. perilaku berwisata*
Jumlah 950

120
III. Kadar Hubungan / Aksesibilitas
Bobot: 5
1. Kondisi dan jarak jalan darat Baik* Cukup Sedang Buruk
< 75 km* 80
76 – 150 km
151 – 225 km
> 225 km
2 Kondisi jalan laut Baik* Cukup Sedang Buruk
< 35 km* 80
36 – 70 km
71 – 100 km

3. Pintu gerbang udara internasional / Jarak dalam km


regional <150 151- 301-450 451-600 >600
300
Tarakan 20*
Balikpapan
Denpasar
Jakarta
4. Waktu tempuh ke objek dalam jam 0.25 – 2 2–3 3–4 4–5 >5
(kecepatan tergantung besar PK, 30
kondisi ombak dan sungai)
5. Kendaraan bermotor / perahu di >7500 5001- 2501-5000 1000- <1000
Kabupaten / Kota (Buah) 7500 2500
30
6. Frekuensi kendaraan umum dari >50 40-50 30-40 20-30 <20
pusat penyebaran wisata ke objek 30
(buah/hari)
7. Kapasitas tempat duduk kendaraan >2500 2000- 1500-2000 1000- <1000
menuju objek wisata 2500 1500
30
Jumlah 1500
Catatan: Kalau terjadi kombinasi jalan darat dan air, maka dipakai nilai terendah.

121
IV. Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Dan Pelayanan Masyarakat (Radius
1 Km Dari Batas Kawasan Intensive Use Atau Jarak Terdekat)
Bobot: 5
No. Unsur/Sub Unsur Nilai
1 2 3
1. Tata ruang wilayah objek Ada dan Ada tapi Dalam proses Tidak ada
sesuai tidak penyusunan
sesuai
30
2. Status pemilikan tanah Hutan Hutan adat Hutan hak Tanah milik
negara
30
3. Tingkat pengangguran (%) >40 25-40 10-24 <10
25
4. Mata pencaharian penduduk Sebagian Sebagian Petambak/ Pemilik
besar besar nelayan* lahan /
pedagang buruh kapal /
kecil, bangunan, pegawai
industri buruh
kecil dan pabrik
pengrajin
20
5. Ruang gerak pengunjung (ha) >50 41-50 31-40 <30
15
6. Pendidikan Sebagian Sebagian Sebagian Sebagian
besar lulus besar lulus besar lulus besar tidak
SLTA ke SLTP ke SD lulus SD
atas atas
25
7. Media yang masuk TV, Radio, TV dan Radio Tidak ada
media cetak Radio
30
8. Tingkat kesuburan tanah Tidak subur Sedang Subur Sangat
/ kritis subur
25
9. Sumberdaya alam mineral Tidak Kurang Potensial Sangat
potensial potensial potensial
20
10 Aktivitas manusia 0 1 2 >3
a. ada pengaruh sungai 15
b. ada pengaruh pelabuhan*
c. ada pengaruh pemukiman*
d. ada pengaruh pelelangan
ikan / pasar / pabrik*
e. corat-coret (Vandalisme)*
f. jalan ramai motor/mobil*

11 Sikap masyarakat Mendukung Biasa Masabodoh Menentang


30
Jumlah 1325

122
V. Tersedianya Air Bersih
Bobot: 4
No. Unsur/Sub Unsur Nilai
1 2 3
1. Debit air sumber (liter/detik) 2 1-2 0.5-0.9 0.4
20
2. Jarak air terhadap lokasi objek 0-3 3.1-5 5.1-7 >7
(km) 25
3. Dapat tidaknya air dialirkan ke Sangat Mudah Agak sukar Sukar
obyek atau mudah dikirim dari mudah
tempat lain 30
4. Kelayakan dikonsumsi Dapat Perlu Kurang Tidak layak
langsung perlakuan layak
dikonsumsi
25
5. Kontiniutas Tersedia Tersedia Tersedia 3- Tersedia < 3
sepanjang 6-9 bulan 6 bulan bulan
tahun
30
Jumlah 520

VI. Akomodasi
Bobot: 3
Unsur/Sub Unsur Nilai
Sampai dengan 30
30 – 50
Jumlah kamar (buah) 50 – 75
75 – 100
> 100 30
Jumlah 90
Catatan: Akomodasi dalam radius 15 km dari obyek lokasi.

123
VII. Prasarana Dan Sarana Penunjang (Radius 20 Km Dari Lokasi Obyek)
Bobot: 2
No. Unsur/Sub Unsur Macam
4 3 2 1 tidak
macam macam macam macam ada
Nilai
1. Prasarana:
a. kantor pos*
b. telepon umum*
c. puskesmas / klinik*
d. wartel dan faksmili* 30

2. Sarana penunjang:
a. rumah makan / minum*
b. pusat perbelanjaan / pasar*
c. bank / money changer*
d. toko cinderamata* 30
e. tempat peribadatan*
f. toilet umum*
Jumlah 120

VIII. Kondisi Iklim


Bobot: 4
No Unsur/Sub Nilai
unsur
1 Pengaruh iklim 10-12 7-9 4-7 4 bulan -
terhadap waktu bulan bulan bulan
kunjungan 30
2 Suhu udara pada 20-21 22-24/ 25-27/ 28-30/ 11- >30/10
musim kemarau 17-19 14-16 13
15
3 Jumlah bulan 8 bulan 7 bulan 6 bulan 5 bulan 4 bulan
kering dan 30
lembab per
tahun
4 Rata-rata bulan >65% 64-60% 59-55% 54-45% <45%
kering dan 30
lembab rata-rata
pertahun
5 Kecepatan angin Nyaman Sedang Kurang Panas/Kuat
pada musim 1-2 3-4/ 5-6/ 7/0.3
kemarau 0.7-0.9 0.4-0.5
(knot/jam) 15
6 Rata-rata s/d 67 67-70 71-80 >81
kelembaban per 15
tahun
Jumlah 540

124
IX. Keamanan
Bobot : 4
No Unsur/Sub unsur Nilai
1 Keamanan 4 3 2 1
a. tidak ada binatang 30
pengganggu
b. tidak ada ras
berbahaya
c. tidak ada tanah labil
d. bebas kepercayaan
mengganggu
Jumlah : 120

X. Hubungan dengan Obyek Wisata lain (Radius 75 km)


Bobot:1
No Obyek Jumlah Obyek Wisata yang lain Jumlah
wisata 0 1* 2 3 4 5 6 7* 8 9 10 11 12 Nilai
lain Nilai
1 Sejenis 100 80 60 40 20 80
Tidak 90 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 10 10 40
Keterangan :
* = ditemukan di lokasi penelitian

Tabel Kriteria penilaian potensi ekowisata hutan mangrove Kota Tarakan


No. Unsur Skor
maksimum
1. Daya tarik 1620
2. Potensi Pasar 950
3. Kadar hubungan/aksesibilitas 1600
4. Kondisi lingkungan, sosial ekonomi dan pelayanan 1650
masyarakat 720
5. Kondisi iklim 90
6. Akomodasi 120
7. Sarana dan prasarana penunjang 600
8. Ketersediaan air besih 120
9. Keamanan 200
10. Hubungan obyek dengan obyek wisata lain
Jumlah 7670

Tabel Kriteria penilaian kelayakan pengembangan ekowisata hutan


mangrove Kota Tarakan
No. Kriteria Skor
1. Sangat Layak 7670 - 7000
2. Layak 6999 - 6330
3. Cukup 6329 - 5660
4. Kurang Layak 5659 - 4990
5. Tidak Layak 4989 - 4320

125
Lampiran 2. Tabel Faktor Internal dan Eksternal
Tabel Internal Factors Analysis Summary (IFAS) pengembangan ekowisata
hutan mangrove
No. Faktor-faktor strategi Bobot Nilai Skor Kode
A. Kekuatan
1. keindahan alam 6 30 180 1.1
2. keunikan sumberdaya alam 6 30 180 1.2
3. banyaknya potensi sumber daya alam 6 25 150 1.3
4. kelangkaan 6 25 150 1.4
5. pilihan kegiatan rekreasi 6 30 180 1.5
6. keanekaragaman 6 30 180 1.6
7. tata ruang wilayah objek 5 30 150 1.7
8. status lahan 5 30 150 1.8
9. dukungan masyarakat 5 30 150 1.9
10. media yang masuk 5 30 150 1.10
11. pengaruh iklim terhadap waktu kunjungan 4 30 120 1.11
12. jumlah bulan kering rata-rata per tahun 4 30 120 1.12
13. rata-rata bulan kering dan lembab pertahun 4 30 120 1.13
14. jarak sumber air terhadap lokasi objek (km) 4 25 100 1.14
15. dapat tidaknya air dialirkan ke objek atau 4 30 120 1.15
mudah dikirim dari tempat lain
16. kontinuitas 4 30 120 1.16
17. keamanan 4 30 120 1.17
18. sarana penunjang 2 30 60 1.18
19. prasarana 2 30 60 1.19
Jumlah 2560
B. Kelemahan
1. kepekaan sumberdaya alam 6 20 120 2.1
2. keutuhan sumber daya alam 6 20 120 2.2
3. kerawanan kawasan 6 20 120 2.3
4. tingkat pengangguran (%) 5 25 125 2.4
5. mata pencaharian peduduk 5 20 100 2.5
6. ruang gerak pengunjung (ha) 5 15 75 2.6
7. pendidikan 5 25 125 2.7
8. tingkat kesuburan tanah 5 25 125 2.8
9. sumberdaya alam mineral 5 20 100 2.9
0
suhu udara pada musim kemarau ( C) 4 15 60 2.10
10.
11. percepatan angin pada musim kemarau 4 15 60 2.11
12. kelembaban rata-rata per tahun (%) 4 15 60 2.12
13. kelayakan air dikonsumsi 4 25 100 2.13

126
14. debit sumber air (liter/detik) 4 20 80 2.14
Jumlah 1370

Tabel External Factors Analysis Summary (EFAS) pengembangan ekowisata


hutan mangrove
No Faktor-faktor strategi Bobot Nilai Skor Kode
A. Peluang
1. jumlah penduduk (juta jiwa) 5 160 800 3.1
2. tingkat kebutuhan wisata 5 30 150 3.2
3. kondisi dan jarak jalan darat 5 80 400 3.3
4. kondisi jalan laut 5 80 400 3.4
5. jarak pintu gerbang udara 5 20 100 3.5
(internasional/regional)
6. waktu tempuh ke objek dari pusat 5 30 150 3.6
kota/kabupaten (jam)
7. frekuensi kendaraan umum dari pusat 5 30 150 3.7
penyebaran wisata ke objek
8. kapasitas tempat duduk kendaraan 5 30 150 3.8
9. jumlah kendaraan bermotor (buah) 5 30 150 3.9
10. akomodasi (jumlah kamar) 3 30 90 3.10
Jumlah 2540
B. Ancaman
1 hubungan dengan objek wisata lain 1 80 80 4.1
(sejenis)
2 hubungan dengan objek wisata lain 1 40 40 4.2
(tidak sejenis)
3 Aktivitas manusia 5 30 150 4.3
Jumlah 270

127
Lampiran 3. Hasil pemilihan faktor internal dan faktor eksternal ekowisata hutan mangrove pelabuhan Tengkayu II
Unsur/sub unsur penilaian Kekuatan/Peluang Kelemahan/Ancaman Keterangan
1 2 3 1 2 3
Faktor internal
1. Daya tarik
• keindahan - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-5=kuat
• keunikan SDA - internas nasional regional lokal tidak ada inter, nasional = kuat;
regional, lokal = lemah
•banyaknya jenis sumberdaya - ada 3 ada 4 ada 2 ada 1 tidak ada ada 1-2=lemah, ada 3-4=kuat
alam yang menonjol
• keutuhan sumberdaya alam - ada 3 ada 4 ada 2 ada 1 tidak ada ada 3- 4 = kuat, ada 2-tidak ada=lemah
• kepekaan sumberdaya alam - ada 3 ada 4 ada 2 ada 1 tidak ada ada 3- 4 = kuat, ada 2-tidak ada=lemah
• pilihan kegiatan wisata ada 5 ada 6 >6 ada 4 ada 3 <3 ada 5->6 = kuat, ada 4 – 0 = lemah
• kelangkaan ada 3 ada 4 ada 5 ada 2 ada 1 tidak ada ada 3–5 = kuat, ada 2–tidak ada = lemah
• keanekaragaman ada 5 ada 6 >6 ada 4 ada 3 <3 ada 5->6 = kuat, ada 4 – 0 = lemah
• kerawanan kawasan tidak ada ada 1 ada 2 ada 3 ada 4 >4 tidak ada – 2 = kuat; 3->4 = lemah
2. Sarana dan prasarana
• sarana penunjang ada 4 ada 5 ada 6 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=lemah, ada 4-6=kuat

• prasarana - ada 4 ada 3 ada 2 ada 1 tidak ada ada 3-4=kuat, ada 2–tidak ada = lemah

3. Keamanan - ada 4 ada 3 ada 2 ada 1 tidak ada ada 3-4=kuat, ada 2–tidak ada = lemah
4. Kondisi sosial ekonomi dan
pelayanan masyarakat
• tata ruang wilayah - - ada dan ada tapi tidak proses tidak ada tidak ada-ada tapi dalam proses=ancaman,
sesuai sesuai penyusunan ada dan sesuai=peluang
• status lahan - - tanah tanah adat tanah hak tanah milik tanah adat, hak, milik = ancaman;
negara tanah negara: peluang
• tingkat pengangguran (%) - 10-24% <10% - 25-40% >40% < 24% = peluang, > 25%=ancaman
• mata pencaharian peduduk - - sebagian sebagian petambak / pemilik lahan pemilik lahan / kapal / pegawai-sebagian
besar besar buruh nelayan / kapal / besar pedagang kecil, indusrti kecil dan
pedagang bangunan pegawai pengrajin=ancaman, sebagian besar buruh

128
kecil, dan buruh tani dan nelayan=peluang
indusrti pabrik
kecil dan
pengrajin
• kepadatan penduduk sekitar - 151-200 >200 101-150 71-100 - >151 = peluang; <150 = ancaman

• ruang gerak pengunjung (ha) >50 41-50 31-40 <30 - - >30 = peluang; <30 = ancaman
• pendidikan - - sebagian sebagian sebagian sebagian sebagian besar tidak lulus SD- sebagian
besar lulus besar lulus besar lulus besar tidak besar lulus SLTP ke atas=ancaman,
SLTA ke SLTP ke atas SD lulus SD sebagian besar lulus SLTA ke
atas atas=peluang

• media yang masuk - TV, TV dan radio tidak ada - TV, radio dan media cetak = peluang
radio, radio radio-tidak ada = ancaman
media
cetak
• tingkat kesuburan tanah - - tidak sedang subur sangat subur sangat subur-sedang=ancaman, tidak
subur subur=peluang
• sumberdaya alam mineral - - tidak kurang potensial sangat sangat potensial-kurang
potensial potensial potensial potensial=ancaman, tidak
potensial=peluang
• aktivitas manusia tidak ada ada 1 ada 2 ada 3 ada 4 Ada >4 mendukung = peluang;
• sikap masyarakat - - setuju biasa masabodoh menentang tidak ada – 2 = peluang; 3->4 = ancaman
biasa, masabodoh, menentang = ancaman
5. Kondisi iklim
• pengaruh iklim terhadap - 7-9 10-12 4-6 bulan 4 bulan < 4 bulan < 4 -(4-6) bulan=lemah, (7-9)-( 10-12)
waktu kunjungan bulan bulan bulan=kuat
• suhu udara pada musim - 22- 20-21 25-27/14-16 28-30/11- > 30/< 10 (> 30/< 10)-( 25-27/14-16)=lemah, (22-
kemarau (0C) 24/17-19 13 24/17-19)-( 20-21)=kuat
• jumlah bulan kering rata- - 7 bulan 8 bulan 6 bulan 5 bulan 4 bulan 4-6 bulan=lemah, 7-8 bulan=kuat
rata per tahun
• kelembaban rata-rata per - 60-65 > 65 59-55 54-45 < 45 < 45-(59-55)=lemah, (60-65)- > 65=kuat
tahun (%) (> 7/< 0.2)-( 5-6/0.4-0.6)=kuat, (3-4/0.7-

129
• kecepatan angin pada - 3-4/0.7- 1-2 5-6/0.4-0.6 6-7/0.2-0.3 > 7/< 0.2 0.9)-( 1-2)=lemah
musim kemarau 0.9
• rata-rata kelembaban per
tahun - s/d 67 67-70 71-80 >81 - <67-70 = kuat; 71->81= lemah

6. Ketersediaan air bersih


• debit sumber air (liter/detik) - 2 1-1.9 - 0.5-0.91 0.4 0.4 -1 = lemah, 1-2 =kuat
• jarak sumber air terhadap - - 0-3 3.1-5 5.1-7 >7 > 7-(3.1-5)=lemah, 0-3=kuat
lokasi objek (km)
• dapat tidaknya air dialirkan
ke objek atau mudah dikirim sangat mudah - agak sukar sukar sukar-agak sukar=lemah,
dari tempat lain - mudah macam 2 macam macam \tidak ada sangat mudah=kuat

• kelayakan dikonsumsi - - langsung perlu kurang tidak layak tidak layak-perlu perlakuan=lemah, dapat
diminum perlakuan layak langsung diminum=kuat
- - tersedia tersedia 6-9 tersedia 3-6 tersedia < 3 tersedia < 3–(6-9) bulan=lemah, tersedia
• kontinuitas
sepanjang bulan bulan bulan sepanjang tahun=kuat
tahun

Faktor eksternal
1. Potensi pasar
• jumlah penduduk (juta jiwa) >3000 3000-2500 2000-2500 1500-2000 1000-1500 < 1000 2000->3000=peluang; <2000=ancaman
kepadatan penduduk >500 400-500 300-400 200-300 100-200 <100 300->500 = peluang; <300 = ancaman
• tingkat kebutuhan wisata - ada 4 ada 5 ada 3 ada 2 ada 1 ada 1-3=ancaman, ada 4-5=peluang
2. Kadar hubungan/aksesibilitas
• kondisi dan jarak jalan darat - - baik cukup sedang buruk buruk-cukup=ancaman, baik=peluang
• kondisi jalan laut - - baik cukup sedang buruk buruk-cukup=ancaman, baik=peluang
• jarak pintu gerbang udara - 151-300 < 150 301-450 451-600 > 600 > 600-(301-450=ancaman, (151-300)-<
• waktu tempuh ke objek 150=peluang
(jam) dari pusat - 2-3 1-2 3-4 4-5 >5 > 5-(3-4)=ancaman, (2-3)-( 1-2)=peluang
kota/kabupaten
5001-
• jumlah kendaraan (buah) - > 7000 2501-5000 1000-2500 < 1000 < 1000-(2501-5000)=ancaman, (5001-
7000 7000)- > 7000=peluang
• frekwensi kendaraan umum
40-50

130
dari pusat penyebaran wisata - > 50 30-40 20-30 < 20 < 20-(30-40)=ancaman, (40-50)->
ke objek 50=peluang
• jumlah tempat duduk 2000-
kendaraan menuju objek - 2500 > 2500 1500-2000 1000-1500 < 1000 < 1000-(1500-2000)=ancaman, (2000-
wisata 2500)- > 2500=peluang

3 Akomodasi (radius 15 km dari


objek)
• jumlah kamar - 75-100 > 100 50-74 30-49 < 30 < 30-(50-74)=ancaman, (75-100)->
4 Hubungan dengan objek wisata 100=peluang
lain (radius 75 km)
• sejenis - - 0 1-3 3-9 >9 1->12 = ancaman, 0=peluang
• tidak sejenis 4-6 1-3 0 7-9 10-12 > 12 > 12-(7-9)=ancaman, (4-6)-0=peluang

131

Anda mungkin juga menyukai