Anda di halaman 1dari 24

Ringkasan

Studi Pangan
dan Tata Guna
Lahan (FOLU)
Di Provinsi Papua Barat
03
FOOD SECURITY
TIM PENELITI
Konsultan untuk Food Security
1. Dr. Aser Rouw, SP., M.Si.
Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian
(BPTP) Papua Barat. Email: aserrouw@gmail.
com; Telpon: 0812 2441 2152.
2. Dr. Tuminem, SP., M.Si.
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPTPH) Papua Barat. Email:

11
umibptphpabar@gmail.com; Telpon: 0821
97530338.
3. Ir. Avita A. Usfar, MSc., Dr.sc.hum.
Sakanti Consulting, Jakarta. Email: sakanti.
consulting@cbn.net .id; avita.usfar@gmail.com;
Telpon: 0816 112 6973.
4. Mulia Nurhasan, S.Pi., MSc.
AQUACULTURE Research Associate Sustainable Landscape
and Food System Center for International
Forestry Research (CIFOR) Email:
m.nurhasan@cgiar.org; Telpon: 0811 1664 424.

16
Konsultan untuk Aquaculture
1. Dr. Selvi Tebay, S.Pi., M.Si
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Papua
2. Dr. Syafrudin, S.Pi.,MT
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Papua
ECOTOURISM 3. Ida Lapadi, S.Pi., M.Si
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Papua
Konsultan untuk Ecotourism
1. Dr Jonni Warwa, S.Hut ., M.Si

21
Fakultas Kehutanan Universitas Papua
2. Rachmat Mulyawan, MM.Par
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB)
3. Alosius Numberi, S.Pi., M.Si
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Papua
Food Security 3

FOOD
SECURITY
RINGKASAN STUDI KETAHANAN PANGAN DI PAPUA BARAT

Ketahanan Pangan merupakan suatu Tujuan penulisan adalah melakukan analisis


kondisi terpenuhinya pangan bagi negara Ketahanan Pangan dan Gizi sebagai basis
sampai dengan perseorangan, yang tercermin rekomendasi bagi pemerintah daerah untuk
dari tersedianya pangan yang cukup, baik pemetaan sustainable Food and Land Use
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, (FOLU). Pengumpulan data dilakukan antara
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak Januari dan April 2019 melalui pengumpulan
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan data primer (wawancara mendalam,
budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, wawancara kelompok pada workshop, diskusi
aktif, dan produktif secara berkelanjutan kelompok terarah, survei pasar, observasi),
(Kementerian Pertanian 2018). dan data sekunder (studi pustaka, analisa
data sekunder). Ringkasan dibagi menjadi 4
Indeks Ketahanan Pangan (IKP) bagian sesuai dengan pembahasan di dalam
ditujukan untuk mengukur ketersediaan, laporan: Pemanfaatan pangan, Akses pangan,
keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan, Ketersediaan pangan, dan Pemerintahan.
dengan menggunakan 9 indikator. IKP Papua
Barat berkisar antara 26.03 hingga 61.41
dengan 6 kabupaten memiliki IKP <41.52
atau tingkat kerentanan tinggi (prioritas 1):
Tambrauw, Pegunungan Arfak, Maybrat, Teluk
Wondama, Teluk Bintuni, dan Fakfak.
4 Food Security

KONSUMSI PANGAN DI PAPUA BARAT

Data SUSENAS (2017) secara rata-rata


Status gizi dan Ketahanan Pangan menunjukkan; konsumsi energi masyarakat
Papua Barat Papua Barat baik (96.9%), namun tidak
merata antar kabupatennya. Beberapa
Satu dari tiga anak (33%) dibawah daerah pedesaan di Papua Barat tingkat
umur lima tahun (balita) di Papua Barat konsumsi protein nya masih dibawah 90%
mengalami stunting (lebih pendek dari (Fakfak, Kaimana, Tambrauw, Maybrat dan
anak seusianya). Kondisi ini sudah Pegunungan Arfak). Sedangkan ada area
pada tingkat keparahan tinggi dimana yang tingkat konsumsi energinya mencapai
masalah terberat terdapat di Sorong 140 persen, yaitu area perkotaan Manokwari
Selatan dan Tambrauw. Anak stunting Selatan.
tidak akan mengalami pertumbuhan
dan perkembangan otak yang optimal Tingginya sumbangan energi dari kudapan
yang akan mempengaruhi kualitas berkalori, melebihi energi dari konsumsi
sumberdaya manusia. sagu yang merupakan makanan pokok
masyarakat asli Papua Barat, adalah
Satu dari dua wanita (44%) mengalami memprihatinkan. Energi dari kudapan
Kurang Energi Kronis (KEK) atau berkalori di Kota Manokwari Selatan
mengalami kekurangan gizi dalam mencapai 460 kkal/kap/hr, dan pedesaan
waktu yang sudah lama. Bila wanita Sorong Selatan 218 kkal/kap/hr. Kedua area
hamil kurang gizi, maka akan berisiko ini memiliki pemenuhan konsumsi energi
melahirkan anak dengan Berat Badan diatas 110 persen.
Lahir Rendah (BBLR) atau berat badan
kurang dari 2,500 gram dengan panjang Dilihat dari tingginya konsumsi pangan
badan dibawah 48 cm, sehingga pokok alternatif (selain beras dan terigu)
keadaan kurang gizi akan diteruskan dan daging alternatif (selain ruminansia
antar generasi. Saat ini prevalensi dan unggas), daerah pedesaan Manokwari
BBLR adalah 11% dan pendek saat Selatan, Kaimana, Maybrat, pedesaan Teluk
lahir 19%. Bintuni, Tambrauw, Teluk Wondama dan
Pegunungan Arfak, memiliki sistem pangan
Selain masalah kurang gizi, Papua yang masih sangat tradisional dibandingkan
Barat juga dihadapi oleh masalah dengan lokasi lain di Papua Barat.
kelebihan gizi, 8% pada balita, 12%
pada remaja 16-18 tahun, dan 26% Menurut SUSENAS (2017), kabupaten
pada dewasa. Anak yang mengalami yang asupan energi nya kurang dari 90
kelebihan berat badan cenderung persen (pedesaan Fak-fak dan Kaimana,
akan mengalami kegemukan pada Tambrauw, Maybrat, dan Pegunungan
saat dewasa dan berasosiasi kuat Arfak), sumber karbohidrat termurah nya
dengan berbagai macam penyakit tidak didominasi oleh beras, sagu, umbi-umbian
menular di masa tua seperti diabetes, dan terigu. Di Pegunungan Arfak, Tambrauw
jantung, dan kanker. dan pedesaan Kaimana, harga sagu per
kalori karbohidratnya paling murah, dan
jauh lebih murah daripada harga beras.
Keragaman sumber karbohidrat paling
sedikit di Pegunungan Arfak. Akan tetapi,
harga rata-rata energi dari pangan sumber
karbohidrat di Pegunungan Arfak paling
murah.
Food Security 5

Konsumsi beras yang semakin meningkat makanan manapun secara signifikan,


di Papua Barat sangat bergantung kecuali konsumsi beras. Ikan dan hewan
pada pasokan dari luar. Hanya Sorong, air merupakan sumber protein yang baik
Manokwari dan Manokwari Selatan yang di beberapa kawasan pesisir Papua Barat
produksi berasnya cukup baik dalam (perkotaan Manokwari Selatan, Teluk
memenuhi konsumsi lokal. Untuk sagu, Wondama, Teluk Bintuni, Raja Ampat,
konsumsi justru tidak bergantung pasokan Kaimana). Namun konsumsi Provinsi masih
luar. Produksi sagu dari kabupaten Sorong bisa ditingkatkan lagi agar lebih merata ke
Selatan sangat tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya.
konsumsi lokalnya, dan dapat memasok
ke lokasi lain. Secara rata-rata, konsumsi Berdasarkan data SDT (2014), diketahui
sagu masyarakat pedesaan Papua Barat kelompok yang terlihat paling rawan
jauh di atas kecukupan gizi yang ditetapkan kekurangan asupan protein adalah usia
angka Nasional. Rendahnya konsumsi 13-18 tahun dan manula usia > 55 tahun,
sagu di perkotaan, kecuali di Teluk Bintuni, baik perempuan maupun laki-laki, di
harus diperhatikan. Sagu adalah makanan daerah pedesaan Papua Barat. Kelompok
pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat yang rawan mengonsumsi protein berlebih
Papua Barat di daerah pesisir, dan ketela di adalah anak perempuan usia 5-12 tahun di
pegunungan. Sehingga wajar jika konsumsi pedesaan dan perempuan serta laki-laki
sagu di kabupaten yang berbatasan dengan di usia yang sama di perkotaan, dewasa
laut lebih tinggi. Namun, konsumsi ketela usia 19-55 tahun di perkotaan, manula
di kabupaten berpegunungan tidak terlihat perempuan di perkotaan, dan anak-anak
dominan di daerah berpegunungan, kecuali usia balita.
Pegunungan Arfak.
Kabupaten yang asupan protein nya kurang
Asupan protein terbanyak di Papua Barat dari 90 persen (Tambrauw, Maybrat,
adalah dari konsumsi makanan berbasis dan Pegunungan Arfak), sumber protein
beras, ikan dan hewan air lain yang masih termurah nya adalah sumber protein non-
segar, dan daging alternatif. Secara rata- hewani, yaitu kacang tanah. Di Tambrauw
rata, konsumsi protein masyarakat Papua dan Maybrat, sumber protein murah di
Barat cukup baik, yaitu sebesar 57.5 dominasi oleh sumber protein nabati dan
gram/hari; 62 gram/hari di perkotaan ikan. Di pegunungan Arfak, daging segar
dan 55 gram/hari di pedesaan. Namun alternative merupakan sumber protein
seperti halnya konsumsi energi, konsumsi termurah kedua setelah kacang tanah.
protein di antara kabupaten di Papua Keragaman sumber protein paling sedikit
Barat tidak merata. Wilayah-wilayah yang di Pegunungan Arfak, dan di Maybrat
mengonsumsi protein kurang dari 90 lebih sedikit daripada di Tambrauw,
persen dari kebutuhan adalah pedesaan sesuai dengan urutan asupan protein
Tambrauw (83.6%), Maybrat (82.6%), yang paling kecil. Tambrauw, kabupaten
Pegunungan Arfak (61.5%). Wilayah dengan yang berbatasan dengan laut, memiliki
konsumsi protein per kapita lebih dari 110% angka kecukupan protein terbaik, sumber
adalah pedesaan dan perkotaan di Teluk protein yang paling bervariasi, dengan
Bintuni (112 dan 117% secara berurutan), harga rata-rata per gram protein termurah
perkotaan Manokwari (114%), Raja ampat daripada Pegunungan Arfak dan Maybrat.
(111%), dan perkotaan Manokwari Selatan Protein hewani lebih superior secara
(167%). kualitas daripada protein nabati, karena
kelengkapan dan keseimbangan asam
Daerah dengan konsumsi protein terendah, amino dan daya cerna nya yang lebih baik.
yaitu Pegunungan Arfak, memang terlihat Namun konsumsi seimbang antara protein
tidak mendapatkan protein dari sumber hewani dan nabati juga penting untuk
6 Food Security

menghindari konsekwensi kesehatan dari setiap hari (1-6 kali per minggu) dan
konsumsi protein hewani berlebih. minuman manis lebih dari 1 kali per hari.
Satu dari 2 penduduk (56%) umur 5 tahun
Trend perubahan konsumsi bahan pangan keatas mengonsumsi buah dan sayur
yang sama-sama meningkat di kota dan hanya 1-2 porsi per hari (dari 5 porsi yang
desa antara tahun 2008-2017 adalah; buah- dianjurkan).
buahan kaya vitamin A, makanan pokok
berbasis beras, ikan dan hewan air yang
diawetkan, air siap konsumsi, sayuran
lain, organ hewan, minyak dan lemak,
minuman berkalori non-alkohol, daging
unggas segar, telur dan kudapan berkalori.
Trend perubahan konsumsi bahan pangan
yang sama-sama menurun di kota dan
desa antara tahun 2008-2017 adalah; gula,
garam, makanan pokok alternatif, buah
lain, daging alternative, polong-polongan,
sayur hijau, bahan minuman. Jenis
kelompok bahan pangan yang meningkat
di perkotaan, namun menurun di pedesaan
adalah; daging diawetkan dan daging siap
saji dan daging ruminan segar. Sedangkan
kelompok bahan pangan yang konsumsinya
menurun di perkotaan dan meningkat di
pedesaan adalah; bahan pangan berbasis
terigu, kacang-kacangan yang sudah
diproses, bumbu jadi, sayuran kaya vitamin
A, susu dan produk susu, kerupuk, alkohol.

Praktik pemberian makan dan pengasuhan


anak perlu diperbaiki. Praktik Inisiasi
Menyusui Dini (IMD) atau pemberian Air
Susu Ibu (ASI) dalam 1 jam pertama setelah
lahir hanya dilakukan oleh 1 dari 5 ibu
(22%), namun pemberian kolostrum (ASI
yang keluar pertama berwarna kekuningan
yang mengandung zat kekebalan tubuh
telah dilakukan oleh banyak ibu (85%).
Praktik pemberian makanan lain selain ASI
pada bayi umur kurang dari 6 bulan masih
dilakukan oleh 1 dari 3 ibu (36%). Rata-
rata pemberian ASI hanya 10 bulan (dari 24
bulan yang disarankan).

Konsumsi anak umur 6-23 bulan kurang


beragam (kurang dari 4 jenis makanan).
Kebanyakkan anak umur 3 tahun keatas
mengonsumsi makanan manis (tinggi
kadar gula), makanan berlemak/gorengan,
makanan dibakar, dan mie instant hampir
Food Security 7

KETERSEDIAAN PANGAN DI PAPUA BARAT sulitnya akses dari dan ke wilayah sentra
sagu.
Ketersediaan pangan di Papua Barat
bersumber dari produksi lokal (sendiri) dan Luas lahan yang digunakan untuk produksi
pasokan dari luar Papua Barat. Jumlah pangan (ubi-ubian, pisang/ campuran)
pangan yang dipasok dari luar Papua dengan sistem ladang berpindah (huma) di
Barat (Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Papua Barat sekitar 662.818 Ha, sedangkan
dan Sulawesi Utara) lebih banyak (>80%) untuk sistem tegal/Kebun sekitar 6.523 Ha.
dibanding yang dihasilkan sendiri. Hanya Lahan sementara yang tidak diusahakan
komoditas pangan lokal : ubi-ubian, sebesar 2.087.099 Ha. Kabupaten Sorong
sagu, dan ikan laut, serta beberapa jenis Selatan terluas dalam hal lahan sementara
buah dan sayuran lokal yang seluruhnya yang tidak diusahakan, yaitu sebesar
dipenuhi dari produksi lokal. Fakta ini 1.147.949 Ha. Luas lahan untuk produksi
menggambarkan bahwa Papua Barat tidak padi terdiri 7.501 Ha lahan sawah irigasi
mandiri pangan. dan 12.160 Ha lahan sawah non irigasi, atau
dengan jumlah total 19.661 Ha. Kabupaten
Dengan mempertimbangkan angka Manokwari dan Sorong memiliki luas
kecukupan gizi, ternyata ketersediaan lahan sawah terbesar di Papua Barat.
pangan di beberapa kabupaten masih Berdasarkan luas panen, tanaman padi
defisit. Dan hal ini terjadi pada jenis pangan menempati posisi terluas, diikuti oleh ubi
karbohidrat yang dihasilkan secara lokal. kayu dan ubi jalar. Meskipun luas lahan
Kabupaten Fakfak, Kaimana, Teluk Bintuni, untuk tanaman pangan ubi-ubian dengan
Peg. Arfak, Manokwari, Sorong Selatan, sistem perladangan jauh lebih luas dari
Raja Ampat, Manokwari Selatan, dan Kota lahan sawah. karena umumnya lahan
Sorong defisit pangan ubi kayu. Kabupaten sawah irigasi yang ada hampir seluruhnya
Fakfak, Kaimana, Teluk Bintuni, Sorong diusahakan dengan rata-rata provitas perha
Selatan, Manokwari Selatan, dan Kota yang cukup baik (4,2 ton Gabah Kering
Sorong defisit ubi jalar. Sedangkan untuk Giling/Ha).
pangan sagu sebagian besar wilayah defisit,
kecuali wilayah sentra sagu, yaitu: Sorong Kebutuhan lahan tanaman padi diperlukan
Selatan, Sorong, Teluk Wondama, dan Teluk 16.186 Ha untuk mencapai keadaan
Bintuni surplus. Berbeda dengan pangan swasembada padi pada tahun 2017 dan
beras, ketersediaannya surplus di semua dibutuhkan tambahan 1000 Ha pada
wilayah. tahun 2022 atau sekitar 17.987 Ha.
Kedelai menduduki posisi kedua, yakni
Pasokan beras dari luar Papua Barat membutuhkan 3.412 Ha untuk memenuhi
(Sulawesi Selatan dan Jawa Timur) ke kebutuhan pangan kedelai pada tahun
Papua Barat selain untuk memenuhi 2017 dan 3.792 Ha pada tahun 2022.
kebutuhan komersil, Pegawai Negeri Tanaman ubi kayu dan ubi jalar mengalami
Sipil, TNI/POLRI juga untuk memenuhi peningkatan kebutuhan lahan yang relatif
kebutuhan masyarakat miskin (pra- kecil, yakni masing-masing 1.001 Ha dan
sejahtera). Semua Kabupaten di Papua 506 Ha pada tahun 2017 serta menjadi
Barat mendapat pasokan beras raskin. 1.113 Ha dan 563 Ha pada tahun 2022. Kota
Sorong menempati posisi tertinggi dalam
Bahan pangan tersedia di pasar-pasar kebutuhan lahan tanaman pangan dan
tradisional di Papua Barat dalam jumlah diikuti Kabupaten Manokwari, Kabupaten
dan jenis yang cukup dan beragam. Hanya Sorong, Kabupaten Fakfak, Kabupaten Teluk
tepung sagu yang ketersediaannya hanya Bintuni, Kabupaten Kaimana, Kabupaten
di tempat tertentu dan dalam jumlah yang Raja Ampat, Kabupaten Maybrat, Kabupaten
relatif sedikit. Hal ini disebabkan karena Pegunungan Arfak dan Kabupaten
8 Food Security

Tambrauw. parameter iklim dan meningkatkan


intensitas kejadian iklim ekstrim (El Nino
Konversi lahan pertanian menjadi ancaman dan La Nina) yang sering menyebabkan
serius bagi penyediaan pangan, ketahanan kerusakan pangan dan kerugian ekonomi
pangan dan pelestarian pangan di Papua yang besar. Secara geografis, Papua sangat
barat. Terutama konversi lahan bagi peka terkait dengan proses terjadinya
kebutuhan pemukiman dan perkebunan iklim ekstrim tersebut di Kawasan Pasifik.
besar. Perkebunan mengalami peningkatan Di mana setiap perubahan SST diatas/
sebesar 81,63%, atau dari total luasan dibawah 0,5 akan menyebabkan perubahan
29.783,37 Ha pada tahun 2009, bertambah curah hujan di wilayah Papua sebesar 10-
menjadi 54.096,68 Ha pada tahun 2017. 30 % dari kondisi normal dan berdampak
Sementara subsektor pemukiman langsung terhadap kerusakan pangan
mengalami peningkatan sebesar 17,20%, yang dapat mencapai 50% hingga stagnasi
atau dari total luasan 16.358,90 Ha pada produksi, terutama padi.
tahun 2009, bertambah menjadi 38.864,73
Ha pada tahun pada tahun 2017. Ketahanan pangan dan gizi merupakan
kebutuhan semua orang dan membutuhkan
Potensi ketersediaan sumberdaya air untuk peran semua pihak. Oleh karena itu,
produksi pangan di Papua Barat cukup idealnya, program ketahanan pangan
melimpah. Dengan hanya mengandal dilaksanakan secara terpadu antar berbagai
curah hujan, usaha produksi pangan pemangku kepentingan agar perencanaan,
dapat dilakukan di Papua Barat, karena pelaksanaan, dan keberlanjutan kegiatan
secara rata-rata pada kondisi normal sesuai dengan sasaran, yakni dalam
curah hujan tinggi sepanjang tahun, tanpa konteks mewujudkan harapan para
periode kemarau yang tegas. Ketersediaan penerima manfaat sesuai amanat undang-
sumberdaya air permukaan untuk produksi undang dan peraturan pemerintah tentang
pangan umumnya bersumber dari bendung. ketahanan pangan dan gizi.
Bendung di Papua Barat merupakan
bendung tyrol karena sifat sungai dengan
karakteristik aliran deras dan mengalirkan
material dalam jumlah besar. Pada sistem
tyrol, badan sungai sedikit dibendung
untuk menaikan permukaan air pada level
yang pada kondisi debit minimum dapat
mengalirkan air melalui jaringan irigasi.
Masalah utama dari penggunaan air
bendung bagi produksi pangan di Papua
Barat adalah tingkat efisiensi penggunaan
air irigasi yang masih rendah.

Perubahan iklim menjadi ancaman global


yang serius bagi produksi pertanian dan
ketahanan pangan. Perubahan iklim
berdampak langsung terhadap perubahan
Food Security 9

Akses terhadap pangan oleh masyarakat Papua Barat Faktor non-pangan yang
mempengaruhi ketahanan pangan
Paparan data pengeluaran dari SUSENAS
(2017) mengindikasikan terdapat ketimpangan Penyakit menular seperti
pengeluaran antara perkotaan dan pedesaan; tuberculosis (TB), malaria,
rumah tangga di pedesaan lebih lemah. Daerah demam berdarah dengue
dengan pengeluaran terbesar adalah Kota Sorong, (DBD), dan diare masih menjadi
Teluk Bintuni dan Manokwari. Rumah tangga di masalah kesehatan yang
Pegunungan Arfak, Tambrauw, Maybrat dan Raja menonjol. Infeksi Saluran
Ampat terindikasikan sebagai rumah tangga yang Pernapasan Akut (ISPA) pada
lemah secara ekonomi karena rasio pengeluaran semua umur adalah 19%.
untuk pangan dan total pengeluaran nya paling Cakupan imunisasi dasar
besar. lengkap pada bayi (yang salah
satunya mencegah TB) hanya
Akses pangan tidak hanya dipengaruhi oleh sepertiga (36%). Tiga dari 4
pendapatan dan harga pangan, namun juga orang pernah tertular malaria.
dipengaruhi oleh bantuan kemanusiaan dan Insiden diare (buang air besar
jaringan pengaman sosial. Sumber pendapatan encer 3 kali sehari atau lebih)
desa di Papua Barat berasal dari dana desa pada balita dalam satu bulan
(APBN), Pendapatan asli desa (pades), bagian dari terakhir adalah 9%. Infeksi dapat
hasil pajak daerah dan retribusi daerah, alokasi menyebabkan kurang gizi karena
dana desa (ADD), bantuan keuangan dari APBD kurangnya asupan makanan,
provinsi, bantuan keuangan dari APBD kabupaten/ sebaliknya orang yang kurang
kota, hibah dan sumbangan dari pihak ketiga, dan gizi akan lebih rentan terkena
pendapatan lain yang sah. Sebanyak 12 kabupaten infeksi.
di Papua Barat menerima dana desa dengan jumlah
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit tidak menular di Papua
Barat masih tergolong rendah,
Pangan beras sebagai salah satu komoditas diabetes pada umur 15 tahun
yang dikelola secara cermat, akan tetapi sering keatas 2%, penyakit jantung 1%,
mengalami fluktuasi harga yang cukup besar. dan hipertensi umur 18 tahun
Pada tahun 2018, harga beras bulog bervariasi dari keatas 8%. Tiga kabupaten
8.500/kg hingga 14.500/kg. Harga tertinggi terjadi dengan prevalensi hipertensi
di Fakfak, dan harga terendah di Manokwari. Untuk tertinggi adalah Kota Sorong,
harga beras premium, tertinggi mencapai 16.000/ Fakfak, dan Manokwari. Faktor
kg di Fakfak dan terendah 10.000/kg di Kaimana. risiko terkait dengan kebiasaan
Dan Jika dilihat dari proporsi pengeluaran rumah merokok dan kurangnya aktifitas
tangga untuk pangan sebagai salah satu indikator fisik perlu diperhatikan karena
daya beli, teridentifikasi bahwa Kabupaten seperlima (22%) dari penduduk
Fakfak, Raja Ampat, Tambrauw, Kaimana, hampir umur 10 tahun keatas merokok
keseluruhan wilayahnya mempunyai proporsi setiap harinya, dengan rata-rata
pengeluaran pangan sebesar 70% terhadap total 15 batang per hari. Konsumsi
pengeluaran rumah tangga. Hanya wilayah Sorong alkohol dalam satu bulan
dan kota Sorong yang proporsi pengeluaran rumah terakhir adalah 8% dan sebagian
tangga terhadap pengeluaran pangannya kurang besar (59%) penduduk umur 10
dari 50%. Secara rata-rata Papua Barat memiliki tahun keatas tidak melakukan
pengeluaran pangan sebesar 65% terhadap total aktifitas fisik minimal 30 menit
pengeluaran rumah tangga. per hari.

Sumber air minum dan sanitasi


10 Food Security

masih menjadi tantangan di Papua Barat. pemerintah provinsi dan kabupaten


Hanya separuh (55%) rumah tangga untuk dapat menetapkan produk hukum
memiliki sumber air minum yang baik. berupa Peraturan Daerah (Perda), juga
Rata-rata proporsi rumah tangga yang mengamanatkan pembentukan Dewan
memiliki akses terhadap fasilitas buang Ketahanan Pangan (DKP) yang berfungsi
air besar yang tergolong ‘baik’ adalah 55%. (a) merumuskan kebijakan dalam rangka
Tujuh kabupaten yang perlu perhatian mewujudkan ketahanan pangan Provinsi/
adalah: Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Kabupaten dengan memperhatikan
Sorong Selatan, Sorong, Raja Ampat, kebijakan yang ditetapkan Dewan, (b)
Tambrauw, dan Maybrat. Proporsi penduduk merumus kebijakan dalam rangka
umur 10 tahun keatas yang berperilaku mendorong keikutsertaan masyarakat
benar dalam hal cuci tangan adalah 55%, dalam penyelenggaraan ketahanan
yaitu yang memakai sabun dan mencuci pangan, (c) melaksanakan evaluasi dan
tangan sebelum menyiapkan makanan, pengendalian perwujudan ketahanan
setiap kali tangan kotor (memegang uang, pangan Provinsi/Kabupaten.
binatang dan berkebun), setelah buang
air besar, setelah menceboki bayi/anak, Dinas Ketahanan Pangan Papua Barat telah
setelah menggunakan pestisida/insektisida, menginisiasi Pembentukan/penerbitan
sebelum menyusui bayi, dan sebelum Surat Keputusan (SK) Gubernur Papua
makan. Enam kabupaten yang perlu Barat tentang Dewan Ketahanan Pangan
perhatian adalah Fakfak, Teluk Wondama, Papua Barat. Akan tetapi, badan ini
Teluk Bintuni, Sorong Selatan, Raja Ampat, belum berperan, karena masih pada tahap
dan Maybrat. sosialisasi. Sehingga dewan tersebut
belum menyusun rumusan kebijakan dan
Pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan rencana aksi Ketahanan Pangan dan Gizi di
dan demand atas pelayanan kesehatan Papua Barat.
oleh masyarakat perlu ditingkatkan. Rasio
tenaga kesehatan masih belum mencapai Tim pengendali inflasi daerah (TPID) dan
target per 100,000 penduduk, namun untuk tim pengawas keamanan pangan segar
dokter umum (26 dari target 30), perawat merupakan bentuk terbagunnya integrasi
(157.8 dari target 158) sudah mendekati. pada fungsi pengawasan antar OPD di
Tenaga bidan, kesehatan masyarakat, Papua Barat. Instansi yang terintegrasi/
kesehatan lingkungan, dan petugas gizi, bersinergi dalam TPID diantaranya adalah
masih sangat kurang di Pegunungan Dinas Ketahanan Pangan, BPPM, Dinas
Arfak, Manokwari Selatan, Maybrat, dan Perindustrian dan Perdagangan, Kodam,
Tambrauw. Pertolongan persalinan yang dan Kepolisian.
dilakukan oleh tenaga kesehatan mencakup
81%, dimana 63% di fasilitas kesehatan. Penerapan peran fungsi lainnya dalam
Kunjungan kehamilan 4 kali hanya konteks ketahanan pangan dan gizi oleh
dilakukan oleh separuh (48%) ibu hamil OPD terkait di Papua Barat, relatif masih
dan kunjungan neonatal 28 hari hanya oleh sepihak dan bersifat permintaan (demand
13% ibu dan anak. Pemantauan gizi dan driven), belum bersifat penawaran (supply
kesehatan ibu hamil adalah langkah penting driven), seperti dalam konteks kebutuhan
untuk menjaga pertumbuhan optimal anak data untuk analisis situasi ketahanan
selama 1000 hari pertama kehidupan (1,000 pangan dan gizi di Papua Barat. Badan
HPK). Ketahanan Pangan memohon bantuan
data dari instansi terkait, seperti dari
Peran pemerintah terlihat dalam amanat BPS, Karantina, Dinas Perdagangan,
undang-undang no 18 tahun 2018 dan Dinas Kesehatan, dinas pertanian, dinas
Peraturan Pemerintah No 83 Tahun 2016. perikanan, dan dinas peternakan.
Landasan yuridis tersebut mengamanatkan
Aquaculture 11

Aquaculture
Pengembangan sektor budidaya di Papua Diikuti oleh komoditas kakap dengan tingkat
Barat didukung oleh kawasan perairan perkembangan produksi sebesar 18,09%,
yang memiliki potensi ekologi yang relatif selanjutnya komoditas kerapu sebesar 8,38%.
baik, aspek sosial masyarakat relatif baik, Metode penentuan sampel (responden)
serta potensi perikanan yang bernilai tinggi pada studi kelayakan budidaya perikanan
dan sangat penting untuk dikelola secara darat dan laut di tiga Kabupaten (Kabupaten
berkelanjutan. Keanekaragaman hayati laut, Manokwari, Maybrat dan FakFak). Pemilihan
kepadatan ikan karang relatif tinggi, tutupan ke tiga kabupaten tersebut lebih didasari oleh
karang dan kearifan lokal yang masih terjaga pertimbangan adanya keterwakilan beberapa
diharapkan mampu menopang ekonomi di komoditas unggulan (prioritas) daerah maupun
masa yang akan datang. Pengembangan nasional. Ikan-ikan air tawar seperti ikan mas,
budidaya Perikanan baik kegiatan di wilayah nila dan lele merupakan komoditas unggulan
darat maupun budidaya di perairan laut di atau memiliki potensi pengembangan baik di
Papua Barat sedang dan akan dikembangkan, Kabupaten Manokwari, Maybrat, Teluk Bintuni,
walaupun kegiatan ini belum mampu Manokwari Selatan maupun kabupaten lainnya.
memberikan keuntungan besar dari kegiatan Sedangkan Rumput laut dan kerapu merupakan
di sektor perikanan, selain kegiatan perikanan prioritas nasional.
tangkap.
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan
Peta Sentra Budidaya (2016), menyatakan kuantitatif. Analisis secara kualitatif adalah
bahwa perkembangan produksi budidaya menganalisis kelayakan perikanan budidaya
perikanan Papua Barat mengalami pasang secara sosial budaya. Metode analisis secara
surut dengan laju pertumbuhan sebesar kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis
23,07%. Adapun jenis komoditas yang kelayakan perikanan budidaya dari aspek non
mengalami peningkatan adalah ikan teknis dan aspek finansial, dengan menghitung
mas, nila, lele, kakap, kerapu dan rumput kriteria-kriteria investasi, yaitu NVP, Net
laut. Perkembangan tertinggi adalah B/C, IRR, Payback Period (PP) dan Analisis
komoditas rumput laut, yakni dengan tingkat sensitivitas.
perkembangan produksi mencapai 36%.
12 Aquaculture

Hasil skoring dan pembobotan di evaluasi perlakuan/intervensi tertentu agar bisa


sehingga didapat kelas kesesuaian meningkatkan produktivitas daerah
yang menggambarkan tingkat kecocokan dari tersebut.
suatu bidang untuk penggunaan tertentu.
3. Kelas S3 : Sesuai Marginal (Marginally
Tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas Suitable)
(Bakosurtanal, 1996) yaitu : Daerah ini mempunyai kondisi lingkungan
yang sedikit layak akan tetapi memiliki faktor
1. Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)
pembatas, sehingga perlu lebih banyak lagi
Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang
memberikan perlakuan/intervensi tertentu
serius untuk menerapkan kegiatan budidaya
agar bisa meningkatkan produktivitas daerah
atau hanya mempunyai pembatas yang tidak
tersebut.
berarti atau tidak berpengaruh secara nyata
terhadap penggunaannya dan tidak akan
4. Kelas N : Tidak Sesuai (Not Suitable)
menaikan masukan atau tingkat perlakuan
Daerah ini mempunyai kondisi lingkungan
yang diberikan.
yang tidak layak dan memiliki faktor
pembatas permanen, sehingga walaupun
2. Kelas S2 : Cukup Sesuai (Moderately
diberikan perlakuan tetap tidak bisa
Suitable)
meningkatkan produktivitas daerah
Daerah ini mempunyai kondisi lingkungan
tersebut.
yang layak namun masih memiliki faktor
pembatas, sehingga perlu meningkatkan

Evaluasi Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya

Analisis non finasial difokuskan pada disesuaikan dengan jenis kegiatan budidayanya,
beberapa aspek yang meliputi: Aspek teknis, apakah budidaya air tawar, air payau dan laut.
aspek Pasar dan aspek Ketersediaan Bahan Sedangkan aspek pasar terdiri dari permintaan
Pakan Lokal. Adapun beberapa aspek teknis dan penawaran, persaingan dan peluang
yang biasanya menjadi perhatian, adalah tata usaha, aspek pemasaran, sikap keterbukaan
guna lahan, sumber air, kualitas air, tekstur masyarakat dan pola penguasaan sumberdaya.
dan pH tanah, topografi, aksesibilitas, jarak
dari sungai, jarak dari permukiman, iklim
(curah hujan). Aspek-aspek tersebut akan
Aquaculture 13

BUDIDAYA IKAN NILA


Sebelum melakukan kegiatan budidaya ikan, agen, kemudian restoran dan yang terakhir
langkah pertama yang harus diperhatikan kepada konsumen akhir.
dalam persiapan budidaya yaitu pengelolaan
tanah dan pengelolaan air. Pasar pada usaha Pengembangan budidaya ikan nila di
budidaya ikan nila yang dimaksudkan adalah Kabupaten Maybrat mempertimbangkan
pasar reseller, yaitu suatu pasar yang terdiri potensi akuakultur yang ada berdasarkan
dari individu dan organisasi yang melakukan Distrik yang tersebar di Kabupaten Maybrat,
penjualan kembali barang dan jasa untuk seperti Distrik Ayamaru (Sungai Marumana,
mendapatkan keuntungan. Secara teknis, Kampung Aves), Distrik Ayamaru Tengah
pemasaran ikan nila lebih ditekankan pada (Sungai Tet Sayoh), Distrik Ayamaru Utara
strategi pemasaran bauran yang dilakukan (Sungai Setta, Kampung Yukase, dan sungai
karena luasnya kegiatan pemasaran. Strategi Krom Kampung Yubiah), Distrik Ayamaru
pemasaran bauran terdiri dari 4 komponen Utara Timur (Sungai Imsun, Kampung
yang sangat mempengaruhi keberhasilan Mapura), Distrik Ayamaru Jaya dan Distrik
pemasaran yaitu : produk, harga, distribusi dan Ayamaru Barat (Sungai Wensi Kampung
promosi. Penentuan lokasi dan distribusi serta Soroan). Dua jenis Teknik Budidaya yang dapat
sarana dan prasarana pendukung menjadi dikembangkan mengikuti kondisi lokasi Distrik
sangat penting, karena agar pelanggan mudah yang ada. (1). Budidaya ikan nila menggunakan
menjangkau setiap lokasi yang ada serta kolam semi permanen dan (2). Budidaya ikan
mendistribusikan barang atau jasa. Salah satu nila menggunakan metode Karamba Jaring
bentuk saluran distribusi budidaya ikan nila Apung.
adalah dari produsen/petani ikan ke pengepul,
14 Aquaculture

BUDIDAYA IKAN KERAPU Rantai Pemasaran Ikan Kerapu


Ikan kerapu merupakan salah satu komoditi
perikanan yang pasaran ekspornya cukup
menjanjikan, sehingga selama sekitar 10 tahun
terakhir telah berkembang cukup pesat. Karena
besarnya permintaan pasar internasional,
menyebabkan munculnya inisiatif masyarakat
untuk mengembangkan usaha ikan kerapu
dengan cara budidaya KJA selain dengan
mengusahakan secara tradisional yaitu dengan
penangkapan di alam. Untuk menyederhanakan
penguasaan dan penggunaan faktor-faktor
produksi dalam budidaya dan pemasaran
hasil ikan kerapu serta menjamin keamanan
kredit perbankan, maka pola kemitraan yang
dikembangkan dengan mekanisme closed
system, dapat saling menguntungkan antara
pihak-pihak yang bermitra, yaitu koperasi dan
anggotanya (nelayan plasma), mitra usaha
besar dan perbankan. Meskipun memiliki
prospek yang baik dan potensi sumberdaya
alam yang mendukung, pengusahaan ikan
kerapu dengan sistem KJA masih belum BUDIDAYA RUMPUT LAUT
banyak dilakukan oleh masyarakat di Rumput laut tergolong tanaman berderajat
Kabupaten Manokwari mengingat kecilnya rendah, umumnya tumbuh melekat pada
peluang keberhasilan kegiatan pengusahaan substrat tertentu, tidak mempunyai akar,
ini masih diusahakan dalam skala kecil. Hal batang, maupun daun sejati, tetapi hanya
ini disebabkan oleh adanya beberapa kendala mempunyai batang yang disebut thallus
yang dihadapi oleh masyarakat yakni kendala (Anggadiredja, ddk., 2011). Sejak berabad-
utama yang dihadapi oleh masyarakat adalah abad yang lalu rumput laut atau alga
modal yang besar untuk membiayai investasi (seaweed) telah dimanfaatkan penduduk
dalam jangka panjang serta resiko usaha pada pantai di Indonesia untuk bahan pangan dan
kegiatan pengusahaan ikan kerapu. Kendala obat- obatan. Saat ini, pemanfaatannya telah
yang kedua adalah ketersediaan bibit ikan mengalami kemajuan yang sangat pesat
kerapu yang terbatas di Manokwari serta yaitu olahan rumput laut kini dapat dijadikan
ketersedian pakan yang terus menerus (ikan agar-agar, algin, karaginan (carrageenan) dan
rucah). furselaran (furcellaran) vang merupakan bahan
baku penting dalam industri makanan, farmasi,
Usaha budidaya KJA ikan kerapu di kosmetik dan lain-lain (Kordi, 2010).
Manokwari, berdasarkan hasil wawancara
belum adanya rute pemasaran yang tepat. Beberapa gambaran umum menyangkut
Sampai saat wawancara dilakukan usaha budidaya rumput laut di perairan Distrik
ikan kerapu belum dipanen atau masih Kokas Kampung Kiat oleh petani budidaya
dalam usaha pembesaran. Salah satu contoh rumput laut Bpk. Salis Brapproga adalah
wilayah atau kabupaten yang memiliki prospek sebagai berikut: (1). Budidaya rumput laut ini
pengembangan usaha ikan kerapu adalah Raja merupakan usaha yang dilakukan oleh satu
Ampat. keluarga dan merupakan warisan orang tua,
tenaga kerja berasal dari anggota keluarga
sendiri. (2). Metode budidaya rumput laut
yang digunakan oleh pembudidaya adalah
Aquaculture 15

metode jalur yaitu kombinasi metode longline lokasi di Kabupaten Maybrat terdapat
dan metode rakit. (3). Terdapat 6 unit rakit dua lokasi dengan hasil evaluasi “sesuai
budidaya rumput laut, dengan ukuran 4 x 6 m/ bersyarat” dan tiga lokasi “tidak sesuai”.
unit. Pada tiap unit terdapat 16 tali ris dengan Adapun dua lokasi yang “sesuai bersyarat”
panjang 6 m dan jarak antar tali ris ± 0,5 m. adalah Kali Framusa dan Kali Marumana.
Pada bagian ujung setiap unit diberi jangkar Sedangkan tiga lokasi yang “tidak sesuai”
beton dan pelampung utama sebanyak 4 buah. adalah di Kali Wimon, Johava dan Wensi.
Pada setiap 3 m tali ris diberi pelampung
yang terbuat dari botol aqua bekas 600 ml. Untuk mengembangkan usaha budidaya
(4). Kebutuhan bibit rumput laut yaitu 57,6 air tawar peneliti merekomendasikan
kg dengan berat setiap rumpon 150 gram dan budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus)
jarak antara rumpon = 0.5m. (5). Harga jual karena ikan nila mempunyai nilai ekonomis
rumput basah Rp. 5.000/kg sedangkan kering tinggi, memiliki resistensi yang relatif
Rp.10.000 – 15.000/kg. Dalam satu tahun tinggi terhadap keadaan kualitas air dan
terdapat 3 kali produksi rumput laut, dengan 1 penyakit, memilliki toleransi yang luas
kali produksi ±1,5 bulan. terhadap kondisi lingkungan, misalnya
memiliki kemampuan yang efisien dalam
Saat ini pemasaran menjadi masalah utama membentuk protein kualitas tinggi, dan
untuk budidaya rumput laut karena harga memiliki kemampuan tumbuh yang baik
yang tidak jelas dan pembeli juga sudah tidak dalam sistem budidaya serta mampu
ada lagi. Hal ini kemungkinan disebabkan berkembangbiak secara alami dengan
karena rumput laut di Fakfak semakin kurang sangat mudah, sehingga ketersediaan benih
jumlahnya. ikan terjamin.

Pengembangan usaha budidaya perikanan


Jalur pemasaran rumput laut
tersebut, pada dasarnya harus tetap
di Kabupaten Fakfak
memperhatikan dampak lingkungan,
terutama meningkatnya beban pencemaran
dari limbah organik yang berasal dari
sisa pakan dan feses. Keberadaan limbah
organik ini akan meningkatkan kandungan
nutrien di perairan penerima, sehingga
bisa menyebabkan pencemaran perairan.
Mengingat hal tersebut, maka dalam
pengembangan usaha ini (membuka
kolam-kolam/unit-unit KJA baru) harus
memperhatikan daya dukung lingkungan.

REKOMENDASI
Lokasi yang memiliki hasil evaluasi “sangat
sesuai” adalah lokasi yang diperuntukkan
untuk kegiatan budidaya rumput laut
tepatnya di perairan Kokas Kabupaten
FakFak. Dua lokasi dengan hasil evaluasi
“sesuai”adalah lokasi yang diperuntukkan
untuk kegiatan budidaya ikan kerapu dalam
KJA di Sowi IV Kabupaten Manokwari dan
kegiatan budidaya rumput laut di perairan
Kiat Kabupaten FakFak. Sedangkan untuk
16 Ecotourism

Ecotourism
RINGKASAN RISET EKOWISATA (ECOTOURISM) DI PAPUA BARAT

Dalam konteks pembangunan Papua Barat memberikan dampak terhadap peningkatan


pariwisata merupakan sektor yang menjadi ekonomi masyarakat lokal terutama Orang Asli
prioritas karena secara jelas tertuang pada Papua (OAP).
misi kelima Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2017-2022. Studi ini bertujuan untuk mengetahui
Fokus misi pembangunan kelima adalah pada potensi Ekowisata di Papua Barat dan nilai
peningkatan daya saing perekonomian dan investasi yang dibutuhkan untuk membangun
investasi daerah berbasis pariwisata. Dari kawasan Ekowisata tersebut. Pengembangan
sisi atraksi pariwisata Papua Barat memiliki kawasan ekowisata sebagai salah satu
prospek luar biasa karena potensi obyek dan model pariwisata berkelanjutan di Papau
daya tarik wisata sangat beragam dan tersebar Barat dilakukan secara selektif karena tidak
dari wilayah laut, pesisir sampai pegunungan. semua destinasi wisata di Papua Barat dapat
dikembangkan menjadi high end tourism.
Terdapat tiga wilayah pengembangan Namun pengembangan lokasi-lokasi tersebut
pariwisata (WPP) yakni WPP 1 dengan pusat mempertimbangkan dampak terhadap
pelayanan di Kota Sorong, WPP 2 dengan ekonomi masyarakat lokal, dan keberlanjutan
pusat pelayanan di Manokwari dan WPP 3 lingkungan hidup baik saat ini maupun masa
berpusat di Fakfak (RIPPDA, 2011. Saat ini datang. Hal ini untuk mendukung komitmen
perkembangan wisata Papua Barat masih pemerintah membangun Papua Barat dengan
berfokus di WPP 1 khususnya kabupaten Raja konsep provinsi pembangunan berkelanjutan.
Ampat dan wilayah sekitarnya. Jumlah wisman (kerangka pikir di halaman 17)
dan wisnus yang menginap di homestay
Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat mencapai Lokasi studi ini dilakukan di Kabupaten
sekitar 500 hingga 1.000 orang pada Tahun Raja Ampat, Pegunungan Arfak dan Kaimana.
2018. Perolehan pendapatan seluruh homestay Teknik pengumpulan data adalah studi
di Raja Ampat mencapai Rp 800 juta hingga dokumentasi (desk research), wawancara
Rp.1 Miliar dalam sebulan. Namun, apabila individual dan observasi lapangan. Analisa data
banyak wisatawan yang tengah berlibur, menggunakan Analisa kualitatif yaitu tabulasi
omzet homestay di Raja Ampat bisa mencapai perbandingan dan Analisa table dan grafik.
dua Miliar per bulan. Sementara disisi lain, Dan dari hasil Analisa kuantitatif tersebut
pada WPP 2 dan WPP 3 tingkat kunjungan di analisis menggunakan analisa SWOT dan
wisatawan relatif rendah. Pariwisata sebagai Analisa deskriptif.
sektor yang memberikan multiplier efek belum
Ecotourism 17

Kerangka pikir dalam studi ini dapat diringkat menjadi berikut:

Dari analisis kuantitatif didapatkan hasil scoring Daya Tarik Wisata (DTW) di tiga Kabupaten
wilayah penelitian, yaitu di Pegunungan Arfak (Danau Anggi Giji), Goa Alam dan Kupu-kupu sayap
burung. Di Raja Ampat; Sapokren (bird watching, diving dan hutan lindung), Yenbuba (diving),
Sawandarek (Kampung Wisata). Di Kaimana; Lukisan di dinding batu, Pantai Ermun dan Pulau-
pulau Karst. Ketiga DTW tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut berdasarkan
pembobotan nilai DTW:
Persentase Bobot Untuk Tiap Parameter Penilaian DTW
18 Ecotourism

Dihasilkan peringkat DTW untuk ketiga Kabupaten tersebut :


Ecotourism 19

Kontribusi sektor pariwisata terhadap pemerintah daerah dan masyarakat lokal


Kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD kabupaten/kota di Papua Barat belum tercatat
secara teratur. Kabanyakn PAD di Papua Barat mengacu pada aktivitas pariwisata Raja Ampat
sebagai Benchmark. Kunjungan wisatawan di Raja Ampat selama 11 tahun terakhir (2007-2018)

Kunjungan wisatawan di Raja Ampat (2007-2018)


Selain itu, Kabupaten Kaimana juga memiliki kunjungan wisatawan yang meningkat terus
dari waktu ke waktu. Pada tahun 2009 Wisman ada 112 orang terus meningkat sampai tahun 2016
sebanyak 2.132 orang.

Tenaga kerja di sektor pariwisata di Papua Barat adalah 1696 (tahun 2015). Berdasarkan jumlah
tenaga kerja tersebut sekitar 19,5% yang adalah orang asli Papua itupun yang bekerja di hotel
dan restoran dan guide dan kontribusi terbesar ada di Raja Ampat. Artinya kelompok ini adalah
OAP yang memiliki skill tertentu. Tetapi sebagian besar OAP yang ada di sekitar DTW belum
mendapat kesempatan untuk mengelola potensi pariwisata yang dimiliki. Pola pengelolaan ini
akan berbeda untuk jenis wisata atau DTW yang berbeda, sehingga diperlukan pengelompokan
wilayah startegis pariwisata dan model pengelolaan yang sesuai dengan kondisi DTW.
20 Ecotourism

KESIMPULAN perlindungan hak-hak masyarakat adat


Pariwisata berkelanjutan di Papua barat dalam kawasan wisata.
yang mendukung provinsi konservasi : wisata Penetapan perda ekowisata berbasis
sosial –budaya, wisata religi/sejarah, wisata masyarakat adat khususnya pada kabupaten
kehidupan liar, wisata adventur, wisata berbasis yang memiliki kawasan-kawasan konservasi
alam, dan ekowisata terbesar.
Mengembangkan struktur tata ruang
Secara aktraksi Papua Barat adalah pulau bagi pariwisata terpadu, yang berbasis pada tema
mereka yang mencintai kealamian dan keaiban dan karakter produk wisata serta diarahkan
alam, namun amenitas dan aksesibilitas masih untuk meningkatkan kualitas dan peran DTW
terbatas. Artinya dari sisi atraksi pariwisata
unggulan sebagai sentral pengembangan.
Papua Barat layak dikembangkan dan menjadi
salah satu sektor unggulan. Meningkatkan kuantitas dan kualitas
sarana transportasi darat dan dermaga
Terdapat 4 kawasan ekowisata yang masuk serta penginapan di Ibu Kota Provinsi dan
dalam kategori unggulan pada 3 lokasi studi Kabupaten/Kota yang menjadi pusat layanan
kasus yakni Danau Anggi Giji di Kabupaten DTW Unggulan.
Pegunungan Arfak, Yenbuba dan Sawandarek di Memberikan insentif kebijakan dan fasilitas
Kabupaten Raja Ampat dan pulau-pulau karts perizinan bagi pengusaha untuk berivestasi
di Kaimana. Sedangkan DTW yang menonjol dan usaha di bidang jasa pendukung
adalah goa alam, kupu-kupu sayap burung, pariwisata seperti Jasa transportasi,
sapokren, lukisan di dinding batu dan pantai
penginapan, dan layanan jasa lainnya.
ermun.
Perencanaan pembangunan pariwisata
Secara ekonomi keempat obyek wisata di atas harus mempertimbangkan aspek
dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata keberlanjutan usaha dan resiko lingkungan
yang akan memberikan kontribusi terhadap laju yang ditimbulkan.
pertumbuhan ekonomi Papua Barat. Melakukan Inventarisasi dan membuat data
base produk-produk obyek wisata utama di
Kontribusi pariwisata terhadap tenaga kerja, setiap DTW dan melakukan promosi secara
ekonomi rumah tangga dan nilai tambah on line untuk mendapatkan pasar wisatawan
sangat rendah khususnya bagi orang Asli regional, nasional dan internasional.
Papua Mendorong Organisasi Masyarakat dan
pengusaha lokal (OAP) untuk berusaha
Secara ekonomi prospek pasar wisata Papua
di bidang kepariwisataan melalui insentif
Barat sangat baik
kebijakan dan regulasi.
Model ekowisata berbasis masyarakat relatif Memprioritaskan kegiatan pembangunan
efektif untuk OAP pada daerah-daerah DTW yang aksesibilitas
wilayahnya rendah tetapi merupakan High
REKOMENDASI end touris.
Memberikan modal usaha bagi organisasi
DTW unggulan seperti Danau Anggi Giji,
masyarakat, pemuda, wanita dan gereja
Yenbuba, Sawandarek, dan pulau-pulau karts
untuk usaha pariwisata, sanggar kesenian
harus dibangun dalam bentuk kerjasama
dan kerajinan berbasis budaya lokal.
pemerintah daerah dengan pihak swasta.
Menfasilitasi pemberdayaan kearifan lokal
Pembangunan fasilitas penundukung
dalam pelestarian sumberdaya alam dan
pariwisata yang berpihak kepada OAP seperti
lingkungan dan dilegalkan dengan peraturan
home stay dan membatasi jumlah resort
kampung
karena tidak mempekerjakan OAP.
Perlu adanya proses pengakuan dan
Daftar Pustaka 21

DAFTAR PUSTAKA

Food Security Griffiths , G., Salinger, M. & Leleu, I., 2003. 2003. Trends
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat, 2012. Papua in extreme daily rainfall across the South Pacific and
Barat Dalam Angka, Manokwari: BPS Provinsi Papua relationship to the South Pacific convergence zone,
Barat. Volume 23, p. 847–869.

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat, 2014. Analisis Hanandita, W. & Tampubolon, G., 2015. The double burden
Pendataan Lengkap Sensus Pertanian 2013: Potensi of malnutrition in Indonesia: Social determinants and
Pertanian Papua Barat., Manokwari: Badan Pusat Statistik geographical variations. SSM-population health, Volume
Provinsi Papua Barat. 25, pp. 1-16.

Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat, 2015. Survey Hariyanto , B., Atmadja, P., Putranto, A. T. & Kurniasari,
Sosial Ekonomi Nasional: Analisis Pola Pengeluaran untuk I., 2015. Potensi dan Pemanfaatan Pati Sagu dalam
Konsumsi Penduduk Provinsi Papua Barat, Manokwari: Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten Sorong
BPS Provinsi Papua Barat. Selatan Papua Barat. [Online]
Available at: http://www.jurnalpangan.com/index.php/
Bintoro, D., Shandra, A., Ratih, K. D. & Destieka, A., 2013. pangan/article/view/23/18 Diunduh tanggal 26 Mei 2017
Sagu Mutiara Hijau Khatulistiwa yang dilupakan. Bogor: [Diakses 26 May 2017].
Digreat Publishing.
Haryanto, B., Atmadja, P., Putranto, A. T. & Kurniasari,
Cline, W., 2007. Global Warming and Agrilculture. I., 2017. Sistem Produksi, Pengolahan Dan Pemanfaatan
Washington DC: Peterson Institute for International Hutan Sagu Untuk Penyediaan Pangan Karbohidrat di
Economics. Papua Barat. [Online]
Available at: pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/
Department of Nutrition Harvard T.H Chan School of PROS2013_E11_Bambang%20Hariyanto-1.pdf
Public Health, t.thn. The Nutrition Source: Protein.. [Diakses 13 April 2017].
[Online]
Available at: https://www.hsph.harvard.edu/ Kementerian Kesehatan Indonesia, 2013. Hasil Utama
nutritionsource/what-should-you-eat/protein/ RISKESDAS, Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia.
[Diakses 3 February 2019].
Kementerian Kesehatan Indonesia, 2018. Hasil Utama
Dewi, R. K., M, H. & Sudrajat, 2016. Karakter Morfologi RISKESDAS, Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia.
dan Potensi Produksi Beberapa Aksesi Sagu (Metroxylon
spp.) di Kabupaten Sorong Selatan. J. Agron. Indonesia, Mahela & Sutanto, 2006. Kajian konsep ketahanan
44(1), pp. 91-97. pangan. Jurnal Protein, 13(2), pp. 194-202.

Dinas Pertanian Provinsi Papua Barat, 2017. Isu strategis Mavalankar, D. e. a., 1994. Maternal weight, height and
dan analisa internal dan eksternal pertanian di Provinsi risk of poor pregnancy outcome in Ahmedabad, India.
Papua Barat. [Online] Indian pediatrics, 31(10), pp. 1205-1212.
Available at: http://distanakpb.blogspot.co.id/2012/05/
isu-strategis-dan-analisa-internal-dan.html Novarianto, H., 2017. Sumber Daya Genetik Sagu
FAO/WHO/UNU Expert Consultation, 2004. Report of Mendukung Pengembangan Sagu di Indonesia. Penguatan
joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation : Human energi Inovasi Teknologi Mendukung Kemandirian Usahatani
requirements, Rome: FAO. Perkebunan Rakyat. [Online]
Available at: http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/
Fisharis, B., 2001. Global energi and climate processes. wp-content/uploads/2013/11/perkebunan_risalah_1.-
The physical environment: A New Zealand Perspectiv: A Hengky-Novarianto.pdf
Sturman and R. Sronken-Smith, Eds. Victoria: Oxford [Diakses 2 Mei 2017].
University Press.
Nuttall, F. Q., 2015. Body Mass Index: Obesity, BMI, and
Folland, C. K., Renwik, M. S. & Mullan, A. B., 2002. Health: A Critical Review. Nutrition today, 50(3), pp. 117-
Relative influences of the interdecadal Pacific Oscilltion 128.
and ENSO on the South Pacific Convergence Zone.
Geophycs. Res.Lett, 29(13), pp. 211-214. Pakpahan, A., Saliem, S. H. S. & N, S., 1993. Penelitian
Tentang Ketahanan Pangan Masyarakat Berpendapatan
Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rendah. Monograph Series No. 14 penyunt. Bogor: Pusat
World Health Organization & United Nations University, Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
2007. Protein and amino acid requirements in human
nutrition : report of a joint FAO/WHO/UNU expert Prendergast, A. J. & Humphrey, J. H., 2014. The stunting
consultation, Geneva & Switzerland: WHO. syndrome in developing countries. Pediatrics and
international child health, 34(4), pp. 250-265.
22 Daftar Pustaka

Rauf, A. W. & Lestari, M. S., 2009. Pemanfaatan


komoditas lokal sebagai sumber pangan alternatif di Widjono, A. et al., 2000. Jenis-jenis g Beberapa Daerah
Papua. Jurnal Litbang Pertanian, 28 (2), pp. 54-62. Papua. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Revell, M. J. e. a., 2001. Interpreting low-frequency Wyrtki, 1961. Physical oceanography of the Southeast
modes of Southern Hemisphere atmospheric variability Asian waters, La Jolla, California: The University of
as the rotational response to divergent forcing, Mon. California.
Weather Rev, Volume 129, p. 2416–2425.
Aquaculture
Ropelewski, C. F. & Halpert, M. S., 1987. Global and
Affan, J.M. 2012. Identifikasi Lokasi untuk Pengembangan
regional scale pre-cipitation patterns associated with the
Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) Berdasarkan Faktor
E1 Nifio/Southem Oscillation, Mon. Weather Rev, Volume
Lingkungan dan Kualitas Air di Perairan Pantai Timur
115, pp. 172-182.
Bangka Tengah. Jurnal Depik, Volume 1 (1) : 78-85.
Rouw, A. et al., 2014. Analisis Variasi Geografis Pola
Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2013. Statistik
Hujan di Wilayah Papua. Jurnal Tanah dan Iklim, 38(1), pp.
Daerah Kabupaten Fakfak 2013.
25-34.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2014. Kabupaten
R, S. & C, R., 2013. The Double Burden of Malnutrition in
Fakfak Dalam Angka 2014.
Indonesia. Jakarta: World Bank.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2015. Kabupaten
Salinger, M. & GM, G., 2001. rends in New Zealand daily
Fakfak Dalam Angka 2015.
temperature and rainfall extremes. International Journal
of Climatology, 21(13), p. 1437–1452.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak. 2017. Kabupaten
Fakfak Dalam Angka 2017.
Sari, A., 2014. Penetapan komoditas unggulan dalam
upaya pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat,
Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari. 2014.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kabupaten ManokwariDalam Angka 2014.
Sastrapradja, S. D. & Elizabeth, A. W., 2010.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari. 2015.
Keanekaragaman Hayati Pertanian Menjamin Kedaulatan
Kabupaten ManokwariDalam Angka 2015.
Pangan, Menteng - Jakarta: LIPI Press.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari. 2016.
Siswanto, et al., 2014. Buku Studi Diet Total: Survei
Kabupaten ManokwariDalam Angka 2016.
Konsumsi Makanan Individu Indonesia 2014. 1 penyunt.
Jakarta: Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari. 2017.
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Kabupaten ManokwariDalam Angka 2017.
Subramanian, S. e. a., 2009. Association of maternal
Badan Pusat Statistik Kabupaten Manokwari. 2018.
height with child mortality, anthropometric failure, and
Kabupaten ManokwariDalam Angka 2018.
anemia in India. Jama, 301(16), pp. 1691-1701.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan. 2014.
Suhartini, 2009. Peran konservasi keanekaragaman hayati
Kabupaten Maybrat Dalam Angka 2014.
dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.
Yogyakarta, Fakultas MIPA. Universitas Negeri
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan. 2015.
Yogyakarta.
Kabupaten Maybrat Dalam Angka 2015.
Trihono, A., Jahari, A. B. & Kartono, D., 2014. Studi Diet
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan. 2016.
Total: Survei Konsumsi Makanan Individu Indonesia.
Statistik DaerahKabupaten Maybrat Dalam 2016.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan. 2017.
Kabupaten Maybrat Dalam Angka 2017.
Triyono, K., 2013. Keanekaragaman hayati dalam
menunjang ketahanan pangan. INNOFARM: Jurnal Inovasi
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sorong Selatan. 2017.
Pertanian, 11(1), pp. 12-22.
Kabupaten Maybrat Dalam Angka 2017.
WHO, 2010. Nutrition Landscape Information System
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air (Bagi Pengelola
(NLIS) country profile indicators: interpretation guide,
Sumberdaya dan Lingkungan Perairan). Penerbit Kanisius,
s.l.: WHO.
Yogyakarta.
WHO, t.thn. Body Mass Index - BMI. [Online]
Gatot Yulianto, Kajian Kelembagaan Hak Ulayat Laut 01
Available at: http://www.euro.who.int/en/health-topics/
Desa·Desa Pesisir Teluk Bintun Buletin Ekonomi Perikanan
disease-prevention/nutrition/a-healthy-lifestyle/body-
Viii, No 2 Tahun 2008.
mass-index-bmi.
Handayani, Zulkarnaini, dan Syafriadiman. 2015. Analisis
[Diakses 31 January 2019].
Daftar Pustaka 23

Finansial dan Strategi Pengembangan Usaha Budidaya University of Waterloo, Waterloo


IkanKerapu (Epinephelus sp.) di Kecamatan Mantang
Kabupaten Bintan. Berkala Perikanan Terubuk. Volume 43, Murphy P.E.1985.Tourism: a Community Approach.
No. 1: 57-66. Methuen. New York.

Hernanto, A.D., S. Rejeki dan R.W. Ariyati. Pertumbuhan Nurfadilah P.S.2018. “Realisasi Investasi Pariwisata
Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii dan Gracilaria Capai Rp 7,9 Triliun di Semester I 2018. https://
sp.) dengan Metode Long Line di Perairan Pantai ekonomi.kompas.com/read/2018/09/27/055324926/
Bulu Jepara. Journal of Aquaculture Management and realisasi-investasi-pariwisata-capai-r-79-triliun-di-
Technology. Volume 4, No. 2: 60-66. semester-i-2018. Diakses [6 mei 2019]
http://www.sridianti.com/contoh-sikap-terbuka-dalam- Pearce D.G. 1989. Tourism Development. Wiley. New York
kehidupan-bermasyarakat.html
Supriana N. 1997. Pengembangan Wisata Alam di Kawasan
Jailani, A.Q.,E.Y. Herawati, dan B. Semedi. 2015. Studi Pelestarian Alam. Planning Sustainable Tourism. ITB.
Kelayakan Lahan Budidaya Rumput Laut Eucheuma Bandung
cottonii di Kecamatan Bluto Sumenep Madura Jawa Timur.
Jurnal Manusia dan Lingkungan, Volume 22, No. 2 : 211- Soemarwoto, O. 1991. Interaksi Manusia dan Lingkungan:
216. Faktor Kritis dalam Pembangunan Berkelanjutan, Prisma
I: 14-22
Nurtanio Agus Puwanto, Kontribusi Pendidikan Bagi
Pembangunan Ekonomi. Jurnal manajemen pendidikan No. Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan
02/Th II/Oktober/2006 hal 1-7. Sumberdaya Alam dii Wilayah Pesisir Tropis. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suyanto, R. 2010. Pembenihan dan Pembesaran Nila.
Jakarta: Penebar Swadaya Sâmbotin, D., Sâmbotin, A., Pătrăşcoiu,M., Coroian, A.,
Mercel, I. I. 2011. Ecoturismul – Model de Valorificare
Syamsuddin, Rajuddin. 2014. Pengelolaan Kualitas Air Durabilă a Resurselor Turistice, Lucrări Ştiinţifice, Seria I,
(Teori dan Aplikasi di Sektor Perikanan). Pijar Press, Vol. XIII (4)
Makassar.
Subiyanto. 1998. Prospek Pengembangan Obyek Wisata
Tutupary OFW dan Maatoke CD. 2014. Analisis Usaha di kawasan Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi, majalah
Budidaya Rumput Laut di Desa Pediwang Kecamatan Ilmiah Ilmu dan Wisata No. 18, Jakarta
Kao Utara Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal UNIERA
Volume 3 Nomor 1; ISSN 2086-0404 Salim, E. 1991. Pembangunan Berkelanjutan: Strategi
Alternatif Dalam Pembangunan Dekade Sembilanpuluhan,
Prisma I: 3-13.
Ecotourism
Badan Pusat Statistik dan Bappeda, 2017. PAPUA Barat Tribe J. 1997. Corporate Strategy for Tourism. Thomson
dalam Angka, tahun 2017. Publishing. London.

Balai TNTC. 2006. Buku Informasi Kawasan Taman World Tourism Organization. 2000.Tourism Trends.
Nasional Teluk Cenderawasih. Balai TNTC. Manokwari. Madrid.
Wyasa B. 2001. Meluruskan Pengertian Ekowisata.
Balai TNTC. 2009. Zonasi Taman Nasional Teluk Tamasya. Jakarta
Cenderawasih Kabupaten Nabire Provinsi Papua,
Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat. ANDI
OFFSET. Jakarta

Bansal, S.P. & Kumar, J. 2011. Ecotourism for Community


Development: A Stakeholder’s Perspective in Great
Himalayan National Park. International Journal of Social
Ecology and Sustainable Development, 2(2), 31-40.

Fandeli C, Mukhlison, 2000. Pengusahaan Ekowisata.


Kerjama Fakultas Kehutanan Universitas Gajah mada dan
Pustaka Pelajar. Jogkarta.

Fandeli C, 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Pt.


Perhutani (persero) dan Fakultas Kehutana Universitas
Gejah Mada Jogjakarta.

Marsh J. 1993. An Index of Tourism Sustainability.


Tourism and Sustainable Development: Monitoring,
Planning, Managing, Department of geography Publication

Anda mungkin juga menyukai