Anda di halaman 1dari 14

DOMAIN SOSIAL DAN EKONOMI (STUDI KASUS: KAJIAN ASPEK SOSIAL

DAN EKONOMI TERHADAP PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR DAN


LAUT BERBASIS EAFM DI KOTA BANDA ACEH, PROVINSI ACEH)

LAPORAN AKHIR

Oleh :
Ananda Hera Utama
190302024
IV/B
Laporan ini sebagai Salah Satu Syarat Masuk untuk Mengikuti Praktikal Test
di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Diperiksa oleh,
Asisten Korektor

Zul Chairi
NIM. 180302054

Diketahui oleh Diketahui oleh Diperiksa oleh,


Asisten Koordinator I Asisten Koordinator II Asisten Koordinator III

Sischa Fitriani Regita Adelina Siregar Nisrina Khairani Zulfa


NIM. 180302072 NIM. 180302010 NIM. 180302020

LABORATORIUM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
11

capaian EAFM. Salah satu domain penting dalam EAFM adalah domain

sosial. Seperti yang telah umum diketahui, salah satu tujuan pengelolaan

perikanan adalah tujuan sosial yaitu bagaimana perikanan dapat menjamin

kesejahteraan sosial masyarakat perikanan seperti minimnya konflik, tingginya

partisipasi publik dan lain sebagainya (Lake et al., 2020).

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Nelayan di Kota

Banda Aceh, Provinsi Aceh.

2. Untuk Mengetahui Rasio Tabungan pada Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.

3. Untuk Mengetahui Kepemilikan Aset di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.

4. Untuk Mengetahui Partisipasi para Stakeholder di Kota Banda Aceh, Provinsi

Aceh.

5. Untuk Mengetahui Konflik Perikanan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.

6. Untuk Mengetahui Pengetahuan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan

Sumberdaya Ikan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.

Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan ini adalah untuk

mengetahui indikator dan skor domain sosial dan ekonomi serta pengaruhnya

terhadap domain sosial dan ekonomi di kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Serta

sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan dan sebagai salah satu

syarat untuk mengikuti praktikal test Laboratorium Manajemen Sumberdaya

Perikanan.
14

Indonesia dapat mengatur pengelolaan perikanan berbasis kepada kelestarian dan

pemanfaatan yang bijak. Dampak jangka panjangnya, sumberdaya ikan tersebut

dapat dapat terus dimanfaatkan (Rifki, 2019).

Pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari 3 dimensi yakni

dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya; dimensi pemanfaatan

sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat; dan

dimensi kebijakan perikanan. Berdasarkan ketiga dimensi tersebut, kepentingan

pemanfaatan untuk kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat cenderung lebih

besar dibandingan dua dimensi lainnya dan belum mempertimbangkan

keseimbangan ketiganya. Pendekatan yang dilakukan masih parsial dan belum

terintegrasi dalam sebuah batasan ekosistem yang menjadi wadah dari

sumberdaya ikan sebagai target pengelolaan. Salah satu metode pendekatan

pengelolaan perikanan adalah dengan menggunakan pendekatan EAFM

(Ecosystem Approach to Fisheries Management). Penilian terhadap indikator-

indikator yang terdapat pada EAFM diharapkan dapat menjadi mekanisme

penilaian pengelolaan perikanan pada suatu wilayah. Adapun indikator yang

menjadi dasar penilaian keberlanjutan terhadap suatu pengelolaan perikanan

meliputi 6 aspek yakni sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem perairan, teknik

penangkapan ikan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan (Jaya et al., 2017).

EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management)

Pengelolaan perikanan merupakan semua upaya, termasuk proses yang

terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,

pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta


16

Terdapat beberapa prinsip yang diperhatikan dalam penerapan pendekatan

ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAFM), yakni kegiatan perikanan harus

dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat atau masih bisa

ditoleransi oleh ekosistem di suatu daerah/perairan, interaksi ekologis antar

sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga, perangkat pengelolaan harus

sesuai untuk semua distribusi sumberdaya ikan, prinsip kehatihatian dalam

pengambilan keputusan dalam pengelolaan perikanan, tata kelola perikanan

mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia. Pengelolaan perikanan

melalui pendekatan EAFM sesungguhnya memfokuskan pada keterkaitan antara

target spesies dengan ekosistem perairan dan segenap unsur terkait di dalamnya.

Keterkaitannya tidak hanya dalam perspektif ekologi tapi juga antara sistem

ekologis dengan sistem sosial sebagai unsur utama dari pengelolaan perikanan

(Jaya et al., 2017).

Implementasi EAFM memerlukan perencanaan kebijakan, perencanaan

strategi, dan perencanaan operasional manajemen sama halnya dengan pendekatan

pengelolaan konvensional. Perencanaan kebijakan diperlukan dalam konteks

makro menitikberatkan pada pernyataan komitmen dari pengambil keputusan di

tingkat nasional maupun daerah terkait dengan implementasi EAFM dan perlu

juga dimulai pernyataan tujuan dasar dan tujuan akhir dari implementasi EAFM

melalui penggabungan tujuan sosial ekonomi,pertimbangan lingkungan dan

sumberdaya ikan serta perlu ditetapkan mekanisme koordinasi pusat dan daerah,

koordinasi antar sektor, serta hubungan antara regulasi nasional dan internasional

terkait dengan implementasi EAFM secara komprehensif (Ilyas, 2021).


17

Domain Sosial

Salah satu domain yang penting dalam EAFM adalah domain sosial.

Tujuannya adalah menjamin kesejahteraan sosial masyarakat perikanan yaitu

rendahnya tingkat konflik, tingginya partisipasi pemangku kepentingan. Terdapat

tiga indikator pada domain sosial, yaitu konflik sosial, partisipasi pemangku

kepentingan, dan pemanfaatan pengetahuan lokal. Konflik perikanan dapat terjadi

antar nelayan akibat perebutan fishing ground (daerah penangkapan), benturan

alat tangkap, pertentangan kebijakan pada kawasan yang sama atau pertentangan

kegiatan antar sektor. Konflik diukur berdasarkan banyaknya konflik yang terjadi

(Badarudin et al., 2022).

Domain sosial adalah kumpulan dari berbagai indikator sosial yang

tergabung dalam suatu kelompok tertentu dan dapat saling berinteraksi. Nilai dari

masing-masing indikator pada Domain sosial yaitu: Pemangku Kepentingan

dengan bobot 40%, Konflik Perikanan dengan bobot 35%, dan Pemanfaatan

Pengetahun Lokal Dalam Pengelolan SDI dengan bobot 25%, kemudian dianalisis

menggunakan analisis komposit sederhana berbasis rataan aritmetik yang

kemudian ditampilkan dalam bentuk model bendera (flag model) (Ilyas, 2021).

Terdapat 3 (tiga) indikator penilaian untuk domain sosial yaitu indikator

partisipasi pemangku kepentingan. Indikator pemanfaatan pengetahuan lokal

dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK/ traditional

ecological knowledge). Keadaan sosial ekonomi masyarakat nelayan semakin

bertambahnya alat tangkap berskala besar, seperti payang, purse seine, dan gill

net. Berkembangnya sektor perikanan juga telah menjadi faktor penarik bagi

nelayan untuk mencari peluang pekerjaan ke pesisir. Perahu yang digunakan


22

tangga nelayan bertambah maka diberi nilai tinggi skornya sama dengan 3.

Demikian pula jika aset produktif dari rumah tangga nelayan berkurang maka

skornya sama dengan 1. Nilai ini dapat dimodifikasi lebih lanjut dengan

membandingkan persentase perubahan kepemilikan aset (Natasya et al., 2018).

Pengaruh Domain Sosial dan Ekonomi terhadap Pengelolaan Perikanan

Pengelolaan sumberdaya alam adalah usaha manusia dalam mengubah

ekosistem untuk memperoleh manfaat maksimal, dengan mengupayakan

kesinambungan produksi dan menjamin kelestarian sumberdaya tersebut.

Pengelolaan perikanan yang baik dan bertanggung jawab terutama perikanan

tangkap haruslah benar-benar memperhatikan daya dukung sumberdaya perikanan

di wilayah perairan Indonesia, Pengelolaan Sumberdaya alam pesisir pada

hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia atau masyarakat

di sekitar kawasan pesisir agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan

secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan

(Airlangga et al., 2017).

Perlu adanya pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab agar potensi

lestari dapat tetap terjaga. Salah satunya yaitu dengan menggunakan pendekatan

pengelolaan perikanan berbasis ekosistem atau EAFM (Ecosystem Approach to

Fisheries Management). EAFM sebagai sebuah proses penyempurnaan

pengelolaan perikanan yang dimulai dari sudut pandang kesehatan ekosistem

(ecosystem health) sebagai media penting dari proses keberlanjutan sumberdaya

ikan sebagai obyek dari pengelolaan perikanan. Implementasi EAFM memerlukan

perangkat indikator yang dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi
23

mengenai sejauh mana pengelolaan perikanan sudah menerapkan prinsipprinsip

pengelolaan berbasis ekosistem (Diah et al., 2018).

Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan

merupakan ukuran dari keberadaan serta keefektifan pengetahuan lokal dalam

kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Ada tidaknya pengetahuan lokal dalam

kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang diikuti oleh efektif tidaknya

penerapan pengetahuan lokal dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Pada

hasil indikator pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya

ikan mempengaruhi aktivitas masyarakat perikanan, ada tidaknya pengetahuan

lokal dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan diikuti oleh efektif

tidaknya penerapan pengetahuan lokal yang sangat menentukan keberhasilan

kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut (Natasya et al., 2018).

Analisis penelitian ini terfokus pada domain ekonomi dan sosial,

pendekatan ekosistem pada pengelolaan perikanan berkelanjutan serta analisis

EAFM itu sendiri merupakan rencana pengelolaan yang menitikberatkan pada

rencana aktivitas dan aksi yang lebih detail termasuk dengan aktivitas

stakeholders, rencana pengendalian, pemanfaatan dan penegakkan aturan main

yang telah ditetapkan dalam rencana strategis pada keterkaitan tesebut juga

meliputi domain ekonomi dan sosial (Natasya et al., 2018).

Konflik perikanan menjadi salah satu indikator yang cukup berpengaruh

pada aktivitas perikanan tangkap di perairan, terutama untuk jangka panjang.

Konflik yang terjadi terutama dikarenakan pemanfaatan perairan yang tidak hanya

oleh sektor perikanan, tetapi juga pertambangan, menjadikan aktivitas

penangkapan seringkali berbenturan dengan aktivitas penambangan laut. Pada unit

penelitian, ketiga Zona merupakan Zona DPI yang berbatasan langsung bahkan
24

termasuk dalam wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) sebagaimana tercantum

dalam dokumen awal RZWP3K (Mardyani et al., 2019).

Masyarakat nelayan dapat di pandang sebagai suatu lingkungan hidup dari

satu individu atau satu keluarga nelayan dengan kata lain masyarakat nelayan

dibentuk oleh sejumlah rumah tangga nelayan dan tiap rumah tangga merupakan

lingkungan hidup bagi yang lainnya. Kehidupan masyarakat nelayan adalah

keadaan nyata yang dapat diungkapkan melalui usaha mereka yang dipengaruhi

oleh musim penangkapan ikan, kondisi alam yang tidak menunjang, terbatasnya

modal dan tingkat pendidikan yang rendah sehingga mengakibatkan keadaan

sosial ekonomi menjadi lemah (Lake et al., 2020).

Ekonomi nelayan dilihat dari pendapatannya masih mengandalkan pada

satu sektor perikanan tangkap saja, meskipun harga ikan sangat berfluktuasi.

Harga ikan dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan dan faktor-faktor penting

lainnya dalam pemasaran. Terdapat peningkatan pendapatan bagi nelayan

sambilan namun peningkatannya relatif kecil. Strategi adaptasi nelayan terhadap

hasil tangkapan yang tidak menentu dikelompokkan menjadi dua yaitu strategi

dalam penangkapan dan strategi dalam mencari alternatif sumber pendapatan

(Nurulludin et al., 2021).

Keadilan sosial dan ekonomi memiliki implikasi luas karena berkaitan

dengan wacana keadilan ekologis dan keadilan pemanfaatan. Agar dapat menjaga

kelestarian sumber daya perikanan, Indonesia dalam hal ini membutuhkan

pendekatan pengelolaan perikanan yang baik dengan memperhatikan dimensi

pembangunan ekonomi dan sosial. Hal tersebut dapat memberikan manfaat sosial

ekonomi yang optimal bagi masyarakat dan tidak dapat dilepaskan dari dinamika

ekosistem yang menjadi media hidup bagi sumberdaya ikan itu sendiri. Melalui
25

pelaksanaan pendekatan ekosistem pada pengelolaan EAFM dibidang sosial dan

ekonomi sudah berkembang, namun masih terdapat permasalahan terkait

pengelolaan perikanan sosial ekonomi tersebut. Seperti masih kurangnya

partisipasi masyarakat nelayan terhadap pentingnya perkembangan ekonomi serta

konflik sosial yang ada (Natasya et al., 2018).

Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir belum banyak mengalami

perubahan. Masyarakat pesisir merupakan salah satu pelaku ekonomi perikanan.

Kekuatan pengelolaan sumberdaya perikanan terletak pada masyarakat dengan

potensi sosialnya dan pemerintah dengan kebijakannya. Pengelolaan perikanan

saat ini masih belum mempertimbangkan keseimbangan antara: komponen

sumberdaya perikanan dan ekosistemnya, komponen pemanfaatan sumberdaya

perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat dan komponen kebijakan

perikanan itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kajian pengelolaan

perikanan gillnet dengan pendekatan EAFM berdasarkan domain ekonomi dan

sosial. Pengembangan pengelolaan perikanan tangkap di Perairan yang dilakukan

secara optimal harus mengacu pada pola yang tepat, jelas, dan komprehensif

(Sari et al., 2022).

Tingkat partisipasi yang lebih baik dari semua pihak baik formal maupun

non-formal akan membantu pengambilan keputusan untuk memperoleh informasi

yang lebih baik, meningkatkan efisiensi kelembagaan dan menciptakan good

governance dapat menentukan pengelolaan perikanan semakin terjamin. Oleh

karena itu untuk keterlibatan indikator pemangku kepentingan dalam pengelolaan

perikanan termasuk kategori Baik dengan skor 3 = 50 - 100%

(Badarudin et al., 2022).


26

Konflik beragam namun kurang dari 5 kali setahun (masyarakat tidak

mengijinkan nelayan luar karena tidak ada batasan antar nelayan lokal, sehingga

permasalahan dengan nelayan lokal tidak ada). Model pengelolaan berbasis

masyarakat terbukti memberikan hasil yang cukup efektif dan efisien. Efisiensi

pengelolaan yang mengurangi konflik nelayan dan keberlanjutan sumber daya

diperoleh dari model pengelolaan berbasis kearifan lokal, yang menempatkan

partisipasi masyarakat sebagai indikator kunci dalam pelaksanaan pengelolaan

sumber daya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kajian pengelolaan perikanan

gillnet dengan pendekatan EAFM berdasarkan domain ekonomi dan sosial.

Pengembangan pengelolaan perikanan tangkap di Perairan yang dilakukan secara

optimal harus mengacu pada pola yang tepat, jelas, dan komprehensif

(Budiarto et al., 2015).

Rekomendasi yang disusun berdasarkan hasil penilaian indikator EAFM

tersebut diperlukan dalam rangka memperbaiki kondisi yang masih kurang atau

sedang. Pemeriksaan kembali dokumen kapal, melakukan pelatihan awak kapal

perikanan. Rekomendasi untuk domain sosial yaitu Pendampingan masyarakat

dalam pengelolaan SDI melalui program pengelolaan SDI, resolusi konflik

(preventif, mitigasikonflik), pendampingan pengetahuan lokal dalam pengelolaan

perikanan. Rekomendasi untuk domain ekonomi: penyuluhan tentang pengelolaan

aset, pendampingan akan diversifikasi usaha atau alternatif pekerjaan, penyuluhan

tentang keuntungan menabung (Wahid et al., 2019).


METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitan ini dilakukan di sekitarwilayah kampung Jawa, Lampulo, Banda

Aceh. Untuk penentuan responden ditentukan berdasarkan data nelayan kampung

Jawa yang beroperasi di wilayah Lampulo yang mana akan diambil sampel

nelayan sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang terwakilkan.

Penelitian ini dilakukan mulai Januari hingga Februari 2018.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah alat

tulis, kamera, laptop, kuesioner dan data instansi terkait, data primer berupa

jumlah koperasi, pendapatan rumah tangga perikanan, usaha perikanan dan unit

operasi penangkapan ikan, dan data sekunder berupa data jumlah nelayan dari

Dinas Kelautan dan Perikanan kota Banda Aceh dan peraturan adat dari panglima

laot.

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur dari penelitian ini yaitu sebagai berikut

1. Pertama- tama untuk hasil dari tiap nilai indeks dari indikator per domain

sosial dan ekonomi akan dijumlahkan dengan nilai indeks dari indikator

lainnya dalam domain sosial dan ekonomi menjadi suatu nilai indeks

komposit domain sosial dan ekonomi.

2. Kemudian, penilaian indikator EAFM menjadi sebuah sistem multikriteria

yang berujung pada nilai indeks komposit terkait dengan tingkat pencapaian

pengelolaan perikanan sesuai dengan prinsip EAFM.


30

3. Lalu total dari nilai indeks yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan

analisis komposit sederhana berbasis rataan aritmetik.

4. Yang kemudian ditampilkan dalam bentuk model bendera (flag model). Nilai

komposit ini merupakan konversi nilai total semua indikator. yang

dikategorikan menjadi 5 penggolongan kriteria dan ditampilkan dengan

menggunakan bentuk model bendera (flag model).

Analisis Data

Analisis data yang digunakan menggunakan sistem skoring sederhana

dengan memakai skor likert berbasis ordinal 1,2,3 yang menghasilkan dimana

semakin besar skornya maka akan semakin baik pula. Metode analisis ini

menggunakan penilaian dari masing-masing indikator domain ekonomi dan sosial.

Teknik pengolahan data yang akan dilakukan berdasarkan indikator yang dinilai

kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis komposit sederhana.

Kemudian hasil penilaian indikator EAFM ditampilkan pada model bendera (flag

modeling), dimana untuk nilai skor 1-20 yang dideskripsikan buruk dengan

bendera warna merah, bendera warna kuning muda dengan nilai skor 21-40

(kurang baik), bendera warna kuning tua dengan nilai skor 41-60 (sedang),

bendera warna hijau muda dengan nilai skor 61-80 (baik) dan nilai skor 81-100

dengan bendera warna hijau tua berarti baik sekali. Pengklasifikasian juga

ditetapkan dalam skala 1-100 sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi perolehan nilai EAFM


Nilai skor komposit Model Bendera Deskripsi
1-20 Buruk
21-40 Kurang Baik
41-60 Sedang
61-80 Baik
81-100 Sangat Baik
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari laporan akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Indikator pendapatan rumah tangga perikanan nelayan di Kota Banda Aceh,

Provinsi Aceh mempunyai skor 2 (kuning) yang berarti sedang dan

mempunyai bobot 35.

2. Indikator rasio tabungan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh mempunyai

pendapatan UMR nelayan yang tergolong rendah dengan nilai skor 1

(merah) dan mempunyai bobot 40.

3. Kepemilikan aset nelayan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh mempunyai

skor 2 (kuning) yang berarti sedang dan mempunyai bobot 25.

4. Partisipasi para stakeholder di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh

menghasilkan skor 3 dimana lebih dari 50% ikut ambil bagian dalam

melakukan penanganan aktivitas nelayan.

5. Konflik perikanan yang terjadi di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh

sebanyak lebih dari 2 kali dalam setahun yang mengalami status kurang baik

dengan skor 2.

6. Pengetahuan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Kota

Banda Aceh, Provinsi Aceh mendapatkan nilai 3 yang berarti baik yang

berarti mempengaruhi aktivitas masyarakat perikanan yang ada dan

pengetahuan lokal yang menentukan keberhasilan kegiatan pengelolaan

sumberdaya pesisir dan laut yang ada di Banda Aceh.


43

Saran

Adapun saran untuk praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan yaitu

diharapkan praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi praktikan. Serta

diharapkan bagi praktikan untuk lebih memahami materi mengenai domain sosial

dan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai