Anda di halaman 1dari 22

1

Laporan Praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan

DOMAIN SOSIAL DAN EKONOMI (STUDI KASUS: PENILAIAN DOMAIN


PENGELOLAAN PERIKANAN UDANG JERBUNG (Penaeus merguiensis)
BERBASIS EKOSISTEM DI KABUPATEN SORONG SELATAN)

Oleh:
Sri Magdalena
190302048
III/B

LABORATORIUM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
2

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Domain Sosial dan Ekonomi (Studi Kasus: Penilaian


Domain Pengelolaan Perikanan Udang Jerbung
(Penaeus merguiensis) Berbasis Ekosistem di Kabupaten
Sorong Selatan)
Tanggal Praktikum : 08 Desember 2022
Nama : Sri Magdalena
Nim : 190302048
Kelompok/Grup : III/B
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Diketahui oleh: Diperiksa oleh,


Asisten Koordinator Asisten Korektor

Regita Adelina Siregar Sischa Fitriani


NIM. 1803020 10 NIM.180302072
3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul “Domain Sosial dan Ekonomi (Studi Kasus: Penilaian Domain
Pengelolaan Perikanan Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) Berbasis
Ekosistem di Kabupaten Sorong Selatan)” dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen, yaitu
Ibu Amanatul Fadhillah, S.Pi, M.Si dan Ibu Dr Eri Yusni, M.Sc sebagai dosen mata
kuliah Manajemen Sumberdaya Perikanan serta asisten yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan ini.
Demikian laporan ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan dan sebagai bahan referensi maupun sebagai penambah pengetahuan
bagi pembaca. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan laporan selanjutnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2022

Penulis

i
4

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................... 1
Tujuan Praktikum ...................................................................................... 3
Manfaat Praktikum .................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Domain Sosial ........................................................................................... 4
Domain Ekonomi ...................................................................................... 5
Pengaruh DomainSosial dan Ekonomi terhadap Pengelolaan
Perikanan ................................................................................................... 8
STUDI KASUS
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .......................................................................................................... 11
Pembahasan ............................................................................................... 11
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................... 14
Saran .......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat pulih
(renewable resources) apabila dikelola dengan baik dapat memberikan hasil
maksimum dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan
peningkatan pendapatan negara. Estimasi potensi sumberdaya perikanan laut di
Indonesia diperkirakan oleh Kementerian Kelautan dan Perkanan (KKP) tahun
2011 sebesar 6.520.300 ton/tahun. Potensi tersebut terdiri atas 55,9% dari perikanan
pelagis kecil, 22,3% berasal dari perikanan demersal, 17,6% perikanan pelagis
besar, 2,2% perikanan ikan karang konsumsi, 1,5% bersumber dari udang penaeid,
0,4% berasal dari cumi-cumi dan 0,1% berasal dari lobster (Diah et al., 2018).
Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang telah
diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 31/2004 tentang
Perikanan yang ditegaskan kembali pada perbaikan undang-undang tersebut yaitu
pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 45/2009. Dalam konteks adopsi
hukum tersebut, pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya,
termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan
implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-
undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain
yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati
perairan dan tujuan yang telah disepakati (Budiarto et al., 2015).
Secara alamiah, pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari
tiga dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu dimensi sumberdaya
perikanan dan ekosistemnya; dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk
kepentingan sosial ekonomi masyarakat; dan dimensi kebijakan perikanan itu
sendiri. Terkait dengan tiga dimensi tersebut, pengelolaan perikanan saat ini masih
belum mempertimbangkan keseimbangan ketiganya, di mana kepentingan
pemanfaatan untuk kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar
dibanding dengan misalnya kesehatan ekosistemnya. Dengan kata lain, pendekatan
yang dilakukan masih parsial belum terintegrasi dalam sebuah batasan ekosistem
2

yang menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai target pengelolaan. Dalam
konteks ini lah, pendekatan terintegrasi melalui pendekatan ekosistem terhadap
pengelolaan perikanan (ecosystem approach to fisheries management) menjadi
sangat penting (Ihsan et al., 2015).
Pemanfaatan berkelanjutan suatu sumber daya harus mencakup tiga hal,
yaitu ekologi (lingkungan), ekonomi, dan sosial. Selanjutnya dikatakan bahwa
pengelolaan perikanan pada tahap awal ketika stok masih melimpah bertujuan pada
pengembangan kegiatan ekploitasi sumber daya untuk memaksimumkan produksi
dan produktivitas. Pada tahap selanjutnya, ketika pemanfaatan sumber daya ikan
mulai mengancam kelestarian stok ikan tersebut karena semakin bertambahnya
pihak-pihak yang terlibat, pengelolaan perikanan biasanya mulai memperlihatkan
unsur sosial (keadilan) dan lingkungan agar pemanfaatan sumber daya tersebut
dapat berkelanjutan. Strategi yang diterapkan pada tahap ini pada umumnya
bertujuan konservasi (Budiarto et al., 2015).
Pengoptimalan terhadap sumber daya ikan dapat dilakukan dengan
pendekatan melakukan pengelolaan pada perikanan yang berbasis ekosistem atau
EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management). EAFM secara sederhana
sebagai konsep dalam meyeimbangkan antara sosial ekonomi dengan pengelolaan
perikanan yang dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek mulai dari
biotik dan abiotik. Dalam pelaksanaan penerapan EAFM terdapat 6 domain salah
satunya yaitu domain sumber daya ikan, dimana masing-masing domain terdapat
indicator (Suariningsih et al., 2021).
Kabupaten Sorong Selatan merupakan daerah penghasil udang jerbung yang
berasal dari hasil tangkapan di laut. Udang merupakan komoditas perikanan yang
paling penting di Sorong Selatan dan menyumbang produksi tingkat provinsi
bahkan WPP (wilayah pengelolaan perikanan). Jenis udang yang terkumpul di
daerah ini adalah udang jerbung, udang dogol, dan udang galah. Hasil tangkapan
udang jerbung di perairan Kabupaten Sorong Selatan cukup tinggi sehingga diduga
potensinya cukup besar. Sekitar 73% nelayan mengaku memiliki produksi
perikanan udang yang lebih tinggi dalam 5 tahun terakhir. Kondisi tersebut
membuat Kabupaten Sorong Selatan terkenal sebagai penghasil produksi
sumberdaya perikanan yang cukup tinggi, terutama udang (Diah et al., 2018).
3

Domain Sosial dan Ekonomi diberikan nilai berdasarkan status atau kondisi
terkini saat kajian EAFM. Penentuan nilai status untuk setiap indikator dalam setiap
domain dilakukan dengan menggunakan pendekatan skoring yang sederhana, yakni
memakai skor likert berbasis ordinal 1,2,3. Semakin baik status indikator maka
semakin besar nilainya sehingga berkontribusi besar terhadap capaian EAFM
(Lake et al., 2020)
Pengelolaan sumberdaya perikanan udang haruslah dilakukan dengan baik
sehingga potensi ekonomi, sosial dan kelestarian baik pada komoditas udang
maupun ekosistemnya diharapkan tetap terjaga. Praktek pemanfaatan sumberdaya
perikanan secara tidak sengaja dapat mengakibatkan kondisi akses pemanfaatan
sumberdaya bersifat terbuka (open access) sehingga setiap nelayan dapat dengan
bebas memanfaatkan sumberdaya ikan tersebut. Aktivitas pemanfaatan yang
dilakukan terus-menerus dalam beberapa tahun terakhir dapat menyebabkan ukuran
ikan terus mengecil dikarenakan kurangnya waktu dalam bereproduksi. Jenis udang
yang tertangkap di Kabupaten Sorong Selatan adalah udang jerbung, udang windu
(Penaeus monodon), udang dogol (Metapenaeus monoceros) dan udang
ronggeng/mantis (Gonodactylus sp.) (Kondjol et al., 2020).

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui parameter serta skor dari domain sosial di Kabupaten Sorong
Selatan
2. Untuk mengetahui parameter serta skor dari domain ekonomi di Kabupaten
Sorong Selatan
3. Untuk mengetahui pengaruh domain sosial dan ekonomi terhadap pengelolaan
perikanan di Kabupaten Sorong Selatan

Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan ini adalah
untuk mengetahui tentang pengelolaan perikanan di perairan Indonesia dengan
pendekatan EAFM domain sosial dan ekonomi di Kabupaten Sorong Selatan serta
sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Domain Sosial
Domain sosial adalah kumpulan dari berbagai indikator sosial yang
tergabung dalam suatu kelompok tertentu dan dapat saling berinteraksi. Nilai dari
masing-masing indikator pada Domain sosial yaitu: Pemangku Kepentingan
dengan bobot 40%, Konflik Perikanan dengan bobot 35%, dan Pemanfaatan
Pengetahun Lokal Dalam Pengelolan SDI dengan bobot 25%, kemudian dianalisis
menggunakan analisis komposit sederhana berbasis rataan aritmetik yang kemudian
ditampilkan dalam bentuk model bendera (flag model) (Ilyas, 2021).
Salah satu domain penting dalam EAFM adalah domain sosial. Seperti yang
telah umum diketahui, salah satu tujuan pengelolaan perikanan adalah tujuan sosial
yaitu bagaimana perikanan dapat menjamin kesejahteraan sosial masyarakat
perikanan seperti minimnya konflik, tingginya partisipasi publik dan lain
sebagainya. Terdapat 3 indikator penilaian untuk domain sosial yaitu partisipasi
pemangku kepentingan, konflik perikanan dan pemanfaatan pengetahuan
lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan (termasuk di dalamnya TEK,
traditional ecological knowledge) (Halili, 2012).
Data yang dibutuhkan untuk indikator partisipasi pemangku kepentingan
yaitu berupa frekuensi para pemangku kepentingan yang ikut serta dalam
pengelolaan perikanan. Data yang dibutuhkan untuk indikator konflik sosial yaitu
berupa frekuensi terjadinya konflik pemanfaatan sumberdaya ikan. Sedangkan data
yang diambil untuk indikator pemanfaatan pengetahuan masyarakat lokal dalam
pengelolaan sumberdaya ikan yaitu berupa tingkat keefektivan penerapan
pengetahuan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan
(Sari et al., 2022).
Partisipasi pemangku kepentingan merupakan frekuensi keiikut sertaan
pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Jumlah
kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang diikuti oleh pemangku kepentingan
dihitung kemudian dibandingkan dengan seluruh kegiatan pengelolaan sumberdaya
ikan yang pernah dilakukan di lokasi yang diteliti. Pengukuran partisipasi
pemangku kepentingan ini bertujuan untuk melihat keaktifan pemangku
5

kepentingan dalam seluruh kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Tingkat


keaktifan pemangku kepentingan sangat menentukan keberhasilan kegiatan
pengelolaan sumberdaya ikan. Kapasitas pemangku kepentingan mencakup upaya
konstruktif peningkatan kapasitas oleh pemangku kepentingan. Pemangku
perikanan adalah berbagai pihak yang terkait secara langsung dalam pengelolaan
perikanan. Pemangku perikanan dapat berasal dari birokrasi pemerintah (pusat dan
daerah), swasta, masyarakat, perguruan tinggi, LSM dan organisasi masyarakat
pesisir (Natasya et al., 2018).
Konflik perikanan merupakan pertentangan yang terjadi antar nelayan
akibat perebutan fishing ground (resources conflict) dan benturan alat tangkap
(fishing gear conflict). Konflik perikanan juga dapat terjadi akibat pertentangan
kebijakan (policy conflict) pada kawasan yang sama atau pertentangan kegiatan
antar sektor. Konflik diukur dengan frekuensi terjadinya konflik sebagai unit
indikator. Pengukuran konflik perikanan bertujuan untuk melihat potensi kontra
prduktif dan tumpang tindih pengelolaan yang berakibat pada kegagalan
implementasi kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan. Semakin tinggi frekuensi
konflik perikanan, semakin sulit pengelolaan sumberdaya perikanan. Demikian
pula sebaliknya, semakin rendah frekuensi terjadinya konflik diharapkan semakin
mudah implementasi pengelolaan sumberdaya perikanan (Lake et al., 2020).
Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan
merupakan ukuran dari keberadaan serta keefektifan pengetahuan lokal dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Ada tidaknya pengetahuan lokal dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang diikuti oleh efektif tidaknya penerapan
pengetahuan lokal dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan yang pernah
dilakukan di lokasi yang diteliti. Pengukuran pemanfaatan pengetahuan lokal ini
bertujuan untuk melihat keberadaan dan keefektifan penerapan pengetahuan lokal
dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan. Semakin efektif penerapan
pengetahuan lokal dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan, semakin tinggi
tingkat keberhasilan pengelolaan sumberdaya ikan (Budiarto et al., 2015).

Domain Ekonomi
Forum identifikasi dan konsultasi bersama dengan stakeholders perikanan
nasional dan daerah telah merumuskan indikator utama dari pengelolaan perikanan
6

dengan pendekatan ekosistem, yaitu aspek sumber daya ikan, habitat, teknis
penangkapan ikan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan yang dibutuhkan untuk
menilai keberhasilan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem. Dalam
domain ekonomi telah disepakati berdasarkan workshop terakhir di Bogor, 22-25
April 2013 terdapat 3 indikator kunci, yakni: pendapatan rumah tangga perikanan
(RTP) dengan bobot 30%, kemudian rasio tabungan dengan bobot 25%, dan
kepemilikan aset dengan bobot 45% (Kondjol et al., 2020).
Pengambilan data untuk domain ekonomi berupa pendapatan rumah tangga
perikanan saat musim tangkap ikan kemudian dilakukan perbandingan terhadap
Upah Minimum Regional (UMR). Penilaian dilakukan menggunakan pendekatan
skoring berbasis ordinal 3. Semakin tinggi nilai perbandingan pendapatan rumah
tangga perikanan terhadap UMR, maka nilai skor indikator juga semakin besar.
Pengambilan data pada indikator Rasio Tabungan berupa selisih pendapatan dan
pengeluaran rumah tangga nelayan per bulan kemudian dibandingkan terhadap
pendapatan. Pengambilan data kepemilikan aset yaitu berupa aset produktif yang
dimiliki saat ini dan dibandingkan dengan kepemilikan aset tahun sebelumnya
(Sari et al., 2022).
Pendapatan rumah tangga perikanan merupakan seluruh pendapatan yang
diterima rumah tangga nelayan, yang bersumber dari pendapatan kepala rumah
tangga serta anggota rumah tangga, baik yang berasal dari bidang perikanan
maupun di luar bidang perikanan. Ukuran pendapatan adalah rupiah/kepala
keluarga/bulan. Indikator pendapatan rumah tangga menggunakan upah minimum
regional (UMR) sehingga bila pendapatan rumah tangga sama dengan UMR
maka rumah tangga perikanan tersebut dapat dikatakan tidak miskin
(Abdullah et al., 2020).
Rasio tabungan atau saving ratio (SR) merupakan rasio perbandingan antara
selisih pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan dengan pendapatannya.
Pengukuran rasio tabungan (SR) ini bertujuan untuk melihat potensi rumah tangga
nelayan dalam menyimpan kelebihan pendapatannya. SR merupakan persentase
perbandingan antara pendapatan rumah tangga perikanan dan pengeluarannya
dengan pendapatannya. Bila SR positif maka terdapat potensi tabungan, demikian
pula sebaliknya jika SR negatih maka terdapat potensi hutang. Nilai ini dapat
7

dimodifikasi lebih lanjut dengan membandingkan SR yang positif terhadap tingkat


bunga, yaitu jika SR lebih besar dari tingkat bunga maka tingkat kesejahteraan
nelayan tergolong baik, begitu pula sebaliknya (Sari et al., 2022).
Kepemilikan aset merupakan perbandingan antara jumlah aset produktif
yang dimiliki rumah tangga perikanan saat ini dengan tahun sebelumnya. Bila aset
produktif dari rumah tangga nelayan bertambah maka diberi nilai tinggi dan
sebaliknya. Aset produkstif merupakan aset rumah tangga yang digunakan untuk
kegiatan penangkapan ikan, budidaya ikan, pengolahan ikan, atau perdagangan
ikan, bahkan kegiatan ekonomi lainnya seperti pertanian. Pengukuran kepemilikan
aset ini bertujuan untuk melihat kemampuan rumah tangga nelayan dalam
meningkatkan usaha ekonominya (Mardyani et al., 2019).

Pengaruh Domain Sosial dan Ekonomi terhadap Pengelolaan Perikanan


Perlu adanya pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab agar
potensi lestari dapat tetap terjaga. Salah satunya yaitu dengan menggunakan
pendekatan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem atau EAFM
(Ecosystem Approach to Fisheries Management). EAFM sebagai sebuah proses
penyempurnaan pengelolaan perikanan yang dimulai dari sudut pandang kesehatan
ekosistem (ecosystem health) sebagai media penting dari proses keberlanjutan
sumberdaya ikan sebagai obyek dari pengelolaan perikanan. Implementasi EAFM
memerlukan perangkat indikator yang dapat digunakan sebagai alat monitoring dan
evaluasi mengenai sejauh mana pengelolaan perikanan sudah menerapkan prinsip-
prinsip pengelolaan berbasis ekosistem (Diah et al., 2018).
Analisis penelitian ini terfokus pada domain ekonomi dan sosial,
pendekatan ekosistem pada pengelolaan perikanan berkelanjutan serta analisis
EAFM itu sendiri merupakan rencana pengelolaan yang menitikberatkan pada
rencana aktivitas dan aksi yang lebih detail termasuk dengan aktivitas stakeholders,
rencana pengendalian, pemanfaatan dan penegakkan aturan main yang telah
ditetapkan dalam rencana strategis pada keterkaitan tesebut juga meliputi domain
ekonomi dan sosial (Natasya et al., 2018).
Kajian domain sosial-ekonomi merupakan salah satu aspek penting dalam
pengelolaan perikanan yang tidak dapat dipungkiri karena salah satu tujuan
pengelolaan perikanan adalah tujuan sosial yaitu bagaimana perikanan dapat
8

menjamin kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat perikanan seperti minimnya


konflik perikanan, pemanfaatan pengetahuan lokal, peningkatan pendapatan
RTP dan rasio menabung nelayan serta penambahan kepemilikan aset
(Gazali et al., 2017).
Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir belum banyak mengalami
perubahan. Masyarakat pesisir merupakan salah satu pelaku ekonomi perikanan.
Kekuatan pengelolaan sumberdaya perikanan terletak pada masyarakat dengan
potensi sosialnya dan pemerintah dengan kebijakannya. Pengelolaan perikanan saat
ini masih belum mempertimbangkan keseimbangan antara: komponen sumberdaya
perikanan dan ekosistemnya, komponen pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk
kepentingan sosial ekonomi masyarakat dan komponen kebijakan perikanan itu
sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kajian pengelolaan perikanan gillnet
dengan pendekatan EAFM berdasarkan domain ekonomi dan sosial.
Pengembangan pengelolaan perikanan tangkap di Perairan yang dilakukan
secara optimal harus mengacu pada pola yang tepat, jelas, dan komprehensif
(Sari et al., 2022).
Tingkat partisipasi yang lebih baik dari semua pihak baik formal maupun
non-formal akan membantu pengambilan keputusan untuk memperoleh informasi
yang lebih baik, meningkatkan efisiensi kelembagaan dan menciptakan
good governance dapat menentukan pengelolaan perikanan semakin terjamin.
Oleh karena itu untuk keterlibatan indikator pemangku kepentingan dalam
pengelolaan perikanan termasuk kategori Baik dengan skor 3 = 50 - 100%
(Badarudin et al., 2022)
Konflik beragam namun kurang dari 5 kali setahun (masyarakat tidak
mengijinkan nelayan luar karena tidak ada batasan antar nelayan lokal, sehingga
permasalahan dengan nelayan lokal tidak ada). Model pengelolaan berbasis
masyarakat terbukti memberikan hasil yang cukup efektif dan efisien. Efisiensi
pengelolaan yang mengurangi konflik nelayan dan keberlanjutan sumber daya
diperoleh dari model pengelolaan berbasis kearifan lokal, yang menempatkan
partisipasi masyarakat sebagai indikator kunci dalam pelaksanaan pengelolaan
sumber daya (Budiarto et al., 2015).
9

STUDI KASUS

Kabupaten Sorong Selatan berada di sepanjang pesisir laut, dan sebagian


besar kampungnya berbatasan langsung dengan laut. Kondisi ini mendorong
masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya laut, khususnya sebagai sumber mata
pencaharian. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten Sorong
Selatan Tahun 2018, armada transportasi perikanan yang digunakan oleh nelayan
di Sorong Selatan didominasi oleh perahu tanpa motor dan perahu motor tempel
(termasuk katinting). Salah satu sumberdaya perikanan yang paling dominan di
Sorong Selatan adalah udang jerbung (Penaeus merguiensis).
Domain habitat dan ekosistem terdiri atas enam indikator, yaitu kualitas
perairan, status lamun, status mangrove, status terumbu karang, habitat
unik/khusus, dan perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat. Nilai
komposit indikator pada domain habitat dan ekosistem sebesar 131,67. Kabupaten
Sorong Selatan memiliki kualitas perairan yang tergolong tercemar sedang dengan
tingkat kekeruhan > 20 mg/m3 serta ketiadaan data klorofil a. Status padang lamun
tidak ditemukan pada penelitian ini karena menurut hasil pengamatan di Kabupaten
Sorong Selatan banyak dihampari hutan mangrove dengan dasar perairan/substrat
berlumpur.Analisis Indikator status mangrove diberikan nilai 45, artinya ekosistem
mangrove di Kabupaten Sorong Selatan memiliki kerapatan tinggi, >1500
pohon/ha, tutupan >75%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa analisis indeks
dekomposit EAFM udang jerbung di Kabupaten Sorong Selatan menunjukan status
sedang dengan flag modeling berwarna kuning dan nilai akhir agregat sebesar
192.14. Domain yang perlu diprioritaskan dalam pengelolaan perikanan yang
berkelanjutan kedepannya yaitu: Domain Sumberdaya Ikan pada aktivitas
penangkapan Spesies ETP, Domain Habitat dan Ekosistem (untuk indikator
produktivitas estuari dan perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat),
Domain Teknik Penangkapan Ikan (untuk inikator sertifikasi awak kapal perikanan
sesuai dengan peraturan), Domain Sosial pada indikator partisipasi pemangku
kebijakan.
10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Adapun hasil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Analisis Komposit Domain Sosial
Indikator Skor Bobot Nilai
Partisipasi pemangku kepentingan 2 40 80
Konflik perikanan 3 25 75
Pemanfaatan Pengetahuan lokal dalam pengelolaan 3 25 75
sumberdaya ikan
Total 230

Tabel 2. Analisis Komposit Domain Ekonomi


Indikator Skor Bobot Nilai
Kepemilikan asset 2 35 70
Nilai tukar nelayan (NTN) 1 30 30
Pendapatan Rumah Tangga (RTP) 1 20 20
Saving Rate 1 15 15
Total 135

Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa penilaian indikator
pemangku kepentingan diberikan nilai 80. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi
pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan perikanan tergolong sedang
(>50). Hal ini sesuai dengan Natasya et al (2018), yang menyatakan bahwa
berdasarkan hasil interview yang didapatkan responden menyatakan adanya
keterlibatan dan kesepakatan dalam aktivitas pengelolaan sumberdaya perikanan
dan laut berbasis ekosistem di Kabupaten Sorong Selatan.Nilai indikator pada
konflik perikanan adalah 75. Hal ini menunjukkan bahwa konflik perikanan di
Kabupaten Sorong Selatan terjadi kurang dari 2 kali setiap tahun.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa nilai indikator pada
pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya udang jerbung
adalah 75. Hal ini sesuai dengan Budiarto et al (2015). yang menyatakan bahwa
menunjukkan bahwa pemanfaatan pengetahuan lokak dalam pengelolaan
sumberdaya udang jerbung di Kabupaten Sorong Selatan diberikan status baik.
11

Teridentifikasi juga adanya Pemanfaatan pengetahuan lokal dalam pengelolaan


sumberdaya udang jerbung oleh masyarakat nelayan di Kabupaten Sorong Selatan
seperti larangan menggunakan pukat harimau, dilarang menggunakan bom dan
potas/akar bore serta pengambilan ikan tidak boleh merusak ekosistem pesisir
(hutan mangrove).
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa hasil analisis komposit
menunjukkan bahwan NTN di Kabupaten Sorong Selatan diberikan nilai 30, artinya
NTN nelayan di Sorong Selatan < 100. Hal ini sesuai dengan Kondjol et al (2020),
yang menyatakan bahwa nilai ini tergolong dalam kategori rendah yaitu di bawah
nilai 100. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan primer nelayan Sorong Selatan
belum terpenuhi dengan baik atau kesejahteraan nelayan belum meningkat.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa perhitungan komposit
nilai indikator saving rate 20, artinya kurang dari bunga kredit pinjaman. Hal ini
sesuai dengan Sari et al (2022), yang menyatakan bahwa nelayan udang di Sorong
Selatan sulit untuk menabung, meskipun harga jual udang cukup tinggi. Dalam
kasus ini dikarenakan selain nilai rata-rata pendapatan di bawah UMR juga karena
rata-rata pendapatan yang lebih besar dari rata-rata pengeluaran yang terjadi
sepanjang tahun. Bila SR positif maka terdapat potensi tabungan, demikian pula
sebaliknya jika SR negatih maka terdapat potensi hutang. Nilai ini dapat
dimodifikasi lebih lanjut dengan membandingkan SR yang positif terhadap tingkat
bunga, yaitu jika SR lebih besar dari tingkat bunga maka tingkat kesejahteraan
nelayan tergolong baik, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa kepemilikan asset
nelayan Sorong Selatan cenderung tetap, menunjukkan nelayan udang di Sorong
Selatan belum memiliki kemampuan untuk menambah pendapatan (armada dan alat
penangkapan ikan). Hal ini sesuai dengan Mardyani et al (2019), yang menyatakan
bahwa Kepemilikan aset merupakan perbandingan antara jumlah aset produktif
yang dimiliki rumah tangga perikanan saat ini dengan tahun sebelumnya. Bila aset
produktif dari rumah tangga nelayan bertambah maka diberi nilai tinggi dan
sebaliknya. Pengukuran kepemilikan aset ini bertujuan untuk melihat kemampuan
rumah tangga nelayan dalam meningkatkan usaha ekonominya.
12

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Indikator domain sosial ada 3, yaitu partisipasi pemangku kepentingan dengan
skor 80, konflik perikanan dengan skor 75 dan Pemanfaatan Pengetahuan lokal
dalam pengelolaan sumberdaya ikan dengan skor 75.
2. Indikator domain ekonomi ada 4, yaitu nilai tukar nelayan (NTN) dengan skor
30, pendapatan rumah tangga (RTP) dengan skor 20, Saving Rate dengan skor
15 dan kepemilikan asset dengan skor 70.
3. Domain sosial dan ekonomi terhadap pengelolaan perikanan di Kabupaten
Sorong Selatan sangat berpengaruh dan penting karena pengelolaan perikanan
berkelanjutan untuk menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi
masyarakat.

Saran
Adapun saran dari penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya serta dapat menjadi acuan dalam mengetahui tentang status
pengelolaan perikanan berbasis ekosistem pada domain sosial dan ekonomi, pada
jurnal ini berfokus pada komoditas udang jerbung.

DAFTAR PUSTAKA
13

Abdullah, R. M., Taeran, I., dan Akbar, N. 2020. Evaluasi Pengelolaan Perikanan
Tuna berdasarkan Pendekatan Ekosistem di Kabupaten Pulau
Morotai. Jurnal Enggano. 5(2). 143-151.

Badarudin, M. I., Arzad, M., Manurung, T., Lahalo, F. F., Wattimena, L.,
Matahelumual, F., Hamzah., Rustamadji., Munzir., Syahadat, E. F.,
Sapari, l. s. j., Poltak, H dan Fahrizal, A. 2022. Perikanan Distrik
Kepulauan Ayau, Raja Ampat: Status Pengelolaan Perikanan dengan
Pendekatan Ekosistem (P3E) pada Domain Sosial. Jurnal Grouper. 13(2).

Budiarto, A. 2015. Pengelolaan Perikanan Rajungan dengan Pendekatan Ekosistem


di Perairan Laut Jawa (Wppnri 712). Jurnal Kebijakan Perikanan
Indonesia. 7(1): 9-24.
Diah A. P., Razak, A., Fahrizal, dan Irwanto 2018. Status Pengelolaan Perikanan
dengan Pendekatan Ekosistem (P3E) pada Domain Sumberdaya Ikan
untuk Komoditas Udang di Kabupaten Sorong Selatan Provinsi Papua
Barat. Jurnal Airaha. 7(2): 047-059.
Gazali, M., Edwarsyah, E., Shantica, N., dan Salmah, S. 2017. Pengelolaan
Perikanan Tuna (Thunnus sp) dengan Pendekatan Ekosistem (Studi Kasus
Domain Sosial Ekonomi di PPI Ujong Baroh Aceh Barat Provinsi Aceh.
Jurnal Perikanan Tropis. 4(1). 57-70.

Ihsan, I., Wiyono, E. S., Wisudo, S. H dan Haluan, J. 2015. Alternatif Pengelolaan
Perikanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Kabupaten Pangkep
Sulawesi Selatan. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. 7(1): 25-36.
Ilyas, M. I. 2021. Status Keberlanjutan Ikan Bungo di Perairan Danau
Sidenreng. [SKRIPSI]. Universitas Hasanuddin.

Kondjol, S., Boli, p dan Toha, A.H. 2020. Penilaian Domain Pengelolaan
Perikanan Udang Jerbung (Penaeus merguiensis) Berbasis Ekosistem di
Kabupaten Sorong Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan.
3(2): 147-164.
Lake, V. E., Paulus, C. A., dan Sine, K. G. 2020. Persepsi Masyarakat terhadap
Pengelolaan Perikanan Tangkap Berbasis Ekosistem pada Domain Sosial
dan Domain Ekonomi di Kecamatan Kakuluk Mesak Kabupaten
Belu. Jurnal Bahari Papadak. 1(1). 35-42.

Mardyani, Y., Kurnia, R., dan Adrianto, L. 2019. Status Pengelolaan Perikanan
Skala Kecil Berbasis Zonasi di Wilayah Perairan Kabupaten
Bangka. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia. 11(2): 125-137.
Natasya, D., Miswar, E., dan Irham, M. 2018. Kajian Aspek Sosial dan Ekonomi
terhadap Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Laut Berbasis EAFM
(Ecosystem Approachto Fisheries Management) di Kota Banda Aceh,
Provinsi Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Perikanan
Unsyiah. 3(3).
14

Sari, R. P., Hutapea, R. Y. F., Ikhsan, S. A., Haris, R. B. K., Mardiah, R. R. S., dan
Tiku, M. 2022. Kajian Pengelolaan Perikanan Gillnet Berbasis Ekosistem
pada Domain Sosial dan Ekonomi di Perairan Dumai. Jurnal Enggano.
7(1).

Suariningsih, K. T., Restu, I. W., dan Pratiwi, M. A. 2021. Penilaian Status Domain
Sumber Daya Ikan Lemuru dengan Pendekatan Ekosistem yang
Didaratkan di PPI Kedonganan, Bali. Ecotrophic. 15(2): 236-246.
15
16
17
18

Anda mungkin juga menyukai