Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN

PENGELOLAAN PERIKANAN BERBASIS EKOISTEM

DOSEN : Ummi Suraya, S.Pi., M.Si

KELOMPOK 21 :

1 DEWI PUSPITA (203010405010)

2 VICTORIA JESSICA (203010405002)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PALANGKARAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
Kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pengelolaan Perikanan Berbasis
Ekosistem ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Ummi Suraya,
S.Pi.,M.Si pada Mata Kuliah Manajemen Sumberdaya Perikanan, Makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ummi Suraya, S.Pi.,M.Si selaku dosen Mata kuliah
Manajemen Sumberdaya Perikanan telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palangkaraya, 04 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................3

1.3 Tujuan............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................5

2.1 Definisi dan Konsep Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem...............5


2.2 Urgensi Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan.....................................6
2.3 Implementasi Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan............................8
2.4 Prospek Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem....................................................11
2.5 Pemahaman Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan..............................14

BAB III PENUTUP.............................................................................................................16

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................16

3.2 Saran..............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................18

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang telah


diamanatkan oleh Undang-Undang No 31/2004 yang ditegaskan kembali pada perbaikan
undang-undang tersebut yaitu pada Undang-Undang No 45/2009. Dalam konteks adopsi
hukum tersebut, pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya, termasuk
proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan
hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang
dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai
kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

Pengelolaan berbasis ekosistem (ecosystem approach to fisheries


management/EAFM) adalah konsep yang saat ini sedang menjadi pertimbangan untuk
diterapkan pada banyak kegiatan dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan di
dunia, termasuk Indonesia.

Secara alamiah, pengelolaan sistem perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga
dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain yaitu :

1 dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya


2 dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi
masyarakat
3 dimensi kebijakan perikanan itu sendiri (Charles, 2001).

Terkait dengan tiga dimensi tersebut, pengelolaan perikanan saat ini masih belum
mempertimbangkan keseimbangan ketiganya, di mana kepentingan pemanfaatan untuk
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar dibanding dengan misalnya
kesehatan ekosistemnya. Dengan kata lain, pendekatan yang dilakukan masih parsial
belum terintegrasi dalam sebuah batasan ekosistem yang menjadi wadah dari sumberdaya
ikan sebagai target pengelolaan. Dalam konteks ini lah, pendekatan terintegrasi melalui

iv
pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan (ecosystem approach to fisheries)
menjadi sangat penting. Pada saat yang sama, kebutuhan untuk mengamankan ketahanan
pangan dan keberlanjutan kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan, terutama di negara
berkembang menjadi perhatian banyak pihak dalam skala global. Dalam pertemuan para
pengambil kebijakan pada World Summit on Sustainable Development tahun 2002 di
Johannesburg, disepakati perlunya koordinasi dan kerjasama untuk melaksanakan
pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (UN 2004). Dengan menandatangani
hasil pertemuan tersebut, Indonesia turut berkewajiban untuk melaksanakan pengelolaan
dengan pendekatan ekosistem ini dimulai pada tahun 2010.

Dalam konstelasi kebijakan pengelolaan perikanan di Indonesia, wilayah perairan


laut Indonesia dibagi menjadi 11 (sebelas) Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang
terbentang dari wilayah Selat Malaka di sebelah barat Indonesia hingga Laut Arafura di
sebelah timur Indonesia. Wilayah Pengelolaan Perikanan ini merupakan basis bagi tata
kelola perikanan (fisheries governance) Indonesia yang diharapkan dapat menjadi
kawasan implementesi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan. Terkait
dengan hal ini, Direktorat Sumberdaya Ikan – Ditjen Perikanan Tangkap, Kementerian
Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Program Kelautan WWF Indonesia dan
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Laut – Institut Pertanian Bogor telah mengadakan
Lokakarya Nasional pada 19-21 September 2010 untuk mengidentifikasi indikator
pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem yang melibatkan stakeholder
perikanan di tingkat nasional dan daerah. Indikator ini dibangun sebagai tolak ukur
ketercapaian pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem yang mengadopsi
kebutuhan ketiga dimensi untuk keberlanjutan sumberdaya dan kesejahteraan masyarakat
pesisir. Hasil yang didapatkan dari Lokakarya Nasional ini kemudian dilanjutkan dengan
pertemuan para ahli yang ditujukan untuk mendefinisikan metode penilaian tiap indikator
yang dilaksanakan pada tanggal 7 – 8 Februari 2011. Setelah indikator dan metode
penilaian terdefinisikan dengan baik, sistem ini kemudian digunakan untuk menilai
sampai sejauh mana kondisi dan status setiap WPP menuju tujuan pengelolaan yang
diinginkan dalam satu kajian integratif. Dengan melaksanakan kajian ini, diharapkan
otoritas pengelolaan perikanan dan para pihak terkait dengan sumberdaya perikanan dan

v
kealutan memiliki informasi sampai dimana kondisi terkini pengelolaan yang ada saat ini
dan bersama mencari solusi terbaik dalam memperbaiki pengelolaan perikanan Indonesia.

Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir dan laut tidak hanya menyediakan
sumberdaya perikanan, tetapi terdapat pula sumberdaya alam hayati lainnya seperti
mangrove, terumbu karang dan rumput laut; dan sumberdaya alam nir-hayati, di
antaranya sumberdaya mineral, minyak bumi dan gas alam. Dengan demikian,
pembahasan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari wilayah
pesisir dan laut serta ekosistem terkait yang ada di dalamnya, sehingga analisis ekosistem
menjadi elemen yang penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (Trites et al.
1999, Bundy dan Pauly 2001, Gasalla dan Rossi-Wongtschowski 2004, Coll et al. 2007).
Pendekatan ekosistem ini merupakan salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya yang
mempertimbangkan perilaku, karakteristik atau sifat dari alam yang selama ini harus
dinomor-duakan setelah kepentingan manusianya dikedepankan. Oleh karena itu, kita
perlu melakukan facing-out kepada model pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis
ekosistem, yang dikenal sebagai: Ecosystem based Fisheries Management (EBFM).
Dalam EBFM, pengelolaan sumberdaya perikanan mencakup keseluruhan ekosistem
termasuk aspek stakeholders dan dampak yang terjadi pada setiap sektor yang terkait
pada perikanan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Definisi dan Konsep Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan
Ekosistem ?
2. Bagaimana Urgensi Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan ?
3. Bagaimana Implementasi Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan ?
4. Bagaimana Prospek Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem ?
5. Bagaimana Pemahaman Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan ?

vi
7

1.3. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi dan Konsep Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan
Ekosistem
2. Untuk Mengetahui Urgensi Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan
3. Untuk Mengetahui Implementasi Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan
Perikanan
4. Untuk Mengetahui Prospek Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem
5. Untuk Mengetahui Pemahaman Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan
8

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Konsep Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem


(Ecosystem Approach to Fisheries Management - EAFM)

FAO (2003) mendefinisikan Ecosystem Approach to Fisheries (EAF) sebagai :


“an ecosystem approach to fisheries strives to balance diverse societal objectives, by
taking account of the knowledge and uncertainties about biotic, abiotic and human
components of ecosystems and their interactions and applying an integrated approach to
fisheries within ecologically meaningful boundaries”. Mengacu pada definisi tersebut,
secara sederhana EAF dapat dipahami sebagai sebuah konsep bagaimana
menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan dengan
tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang komponen
biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah
pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
Pengelolaan berbasis ekosistem (ecosystem approach to fisheries
management/EAFM) adalah konsep yang saat ini sedang menjadi pertimbangan untuk
diterapkan pada banyak kegiatan dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan di
dunia, termasuk Indonesia
Dalam konteks ini, beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi
pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAF) antara lain adalah :
1. perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi
oleh ekosistem;
2. interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga;
3. perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumberdaya
ikan;
4. prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan;
5. tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia
(FAO, 2003). 
9

Sedangkan Pikitch, et.al (2004) dalam Adrianto (2010) mendefinisikan EAFM


sebagai sebuah arahan baru pengelolaan perikanan di mana prioritas pengelolaan dimulai
dari ekosistem dan bukan spesies target. Dengan demikian kunci dari pemahaman EAFM
adalah perhatian terhadap konektivitas antar komponen ekosistem (termasuk manusia)
yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh spesies target sebagai obyek dari pengelolaan
perikanan (Adrianto et al, 2010).  
 
Berdasarkan definisi dan prinsip EAFM tersebut, maka implementasi EAFM di
Indonesia memerlukan adaptasi struktural maupun fungsional di seluruh tingkat
pengelolaan perikanan,k hususnya menyangkut perubahan kerangka berpikir (mindset)
misalnya bahwa otoritas perikanan tidak lagi hanya menjalankan fungsi administratif
perikanan (fisheries administrative functions), namun lebih dari itu menjalankan fungsi
pengelolaan perikanan (fisheries management functions) (Adrianto et al, 2010).

2.2 Urgensi Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang dikaruniai dengan ekosistem


perairan tropis memiliki karakteristik dinamika sumberdaya perairan, termasuk di
dalamnya sumberdaya ikan.  Dinamika sumberdaya ikan ini tidak terlepas dari
kompleksitas ekosistem tropis (tropical ecosystem complexities) yang telah menjadi salah
satu ciri dari ekosistem tropis.  Dalam konteks ini, pengelolaan perikanan yang tujuan
ultimatnya adalah memberikan manfaat sosial ekonomi yang optimal bagi masyarakat
tidak dapat dilepaskan dari dinamika ekosistem yang menjadi media hidup bagi
sumberdaya ikan itu sendiri. Gracia and Cochrane (2005) memberikan gambaran model
sederhana dari kompleksitas sumberdaya ikan sehingga membuat pendekatan terpadu
berbasis ekosistem menjadi sangat penting.  
10

Gambar 1 menyajikan model sederhana dari interaksi antar komponen dalam


ekosistem yang mendorong pentingnya penerapan pendekatan ekosistem dalam
pengelolaan perikanan (EAFM).
 

Gambar 1  Interaksi dan Proses Antar Komponen dalam Pengelolaan Perikanan (Gracia and
Cochrane, 2005)

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa interaksi antar ekosistem dan sumberdaya


ikan serta komponen sosial ekonomi dalam sebuah kesatuan fungsi dan proses sistem
perikanan menjadi salah satu komponen utama mengapa pendekatan ekosistem menjadi
sangat penting.  Interaksi bagaimana iklim mempengaruhi dinamika komponen abiotik,
mempengaruhi komponen biotik dan sebagai akibatnya, sumberdaya ikan akan turut
terpengaruh, adalah contoh kompleksitas dari pengelolaan sumberdaya ikan.  Apabila
interaksi antar komponen ini diabaikan, maka keberlanjutan perikanan dapat dipastikan
menjadi terancam.
Pada Gambar 1 juga dijelaskan bahwa EAFM sesungguhnya bukan hal yang
baru.  EAFM merupakan pendekatan yang ditawarkan untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan yang sudah ada (conventional management).  Dalam Gambar 1, proses yang
terjadi pada adalah bagaimana pertimbangan untuk mengelola ekosistem sebagai wadah
11

sumberdaya ikan dapat ditingkatkan (ditandai dengan tanda (+)) sambil melakukan
pendekatan optimal untuk penangkapan ikan (catch dengan tanda (+-)), dengan
mengoptimalkan permintaan konsumen (demand consumers, +-) serta pengurangan
upaya tangkap (fishing effort, -).  Pada pada pengelolaan konvensional kegiatan
perikanan hanya dipandang secara parsial bagaimana ekstraksi dari sumberdaya ikan
yang didorong oleh permintaan pasar.  Dalam konteks EAFM, maka ekstraksi ini tidak
bersifat linier namun harus dipertimbangkan pula dinamika pengaruh dari tingkat survival
habitat yang mensupport kehidupan sumberdaya ikan itu sendiri.

2.3 Implementasi Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan

Menurut Gracia and Cochrane (2005), sama dengan pendekatan pengelolaan


konvensional, implementasi EAFM memerlukan perencanaan kebijakan (policy
planning), perencanaan strategi (strategic planning), dan perencanaan operasional
manajemen (operational management planning).  Perencanaan kebijakan diperlukan
dalam konteks makro menitikberatkan pada pernyataan komitmen dari pengambil
keputusan di tingkat nasional maupun daerah terkait dengan implementasi EAFM. 
Dalam perencanaan kebijakan juga perlu dimuat pernyataan tujuan dasar dan tujuan akhir
dari implementasi EAFM melalui penggabungan tujuan sosial ekonomi dan
pertimbangan lingkungan dan sumberdaya ikan.  Selain itu, dalam perencanaan kebijakan
juga ditetapkan mekanisme koordinasi pusat dan daerah, koordinasi antar sektor, dan
hubungan antara regulasi nasional dan internasional terkait dengan implementasi EAFM
secara komprehensif. 
Sementara itu, perencanaan strategi (strategies planning) lebih menitikberatkan
pada formulasi strategi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan pada rencana
kebijakan (policy plan).  Strategi yang dipilih bisa saja berasal dari kesepakatan strategi
yang berlaku secara umum baik di level nasional maupun internasional misalnya
pengurangan non-targeted fish dan by-catch practices; penanggulangan pencemaran
perairan; pengurangan resiko terhadap nelayan dan sumberdaya ikan; penetapan kawasan
konservasi, fish refugia site approach, dan lain sebagainya.  Menurut Cochrane (2002),
rencana strategi tersebut paling tidak juga memuat instrument aturan main dan perangkat
12

pengelolaan input dan output control yang disusun berdasarkan analisis resiko terhadap
keberlanjutan sistem perikanan itu sendiri.  
Secara diagramatik, proses implementasi EAFM dapat dilihat pada Gambar
2 berikut ini. 
 

Gambar 2  Proses Implementasi EAFM (Diadopsi dari FAO, 2003)

Sedangkan rencana pengelolaan (management plan) menitikberatkan pada


rencana aktivitas dan aksi yang lebih detil termasuk di dalamnya terkait dengan aktivitas
stakeholders, rencana pengendalian, pemanfaatan dan penegakan aturan main yang telah
ditetapkan dalam rencana strategis.  Dalam rencana pengelolaan, mekanisme monitoring
dan pengawasan berbasis partisipasi stakeholders juga ditetapkan.  Secara konsepsual,
mekanisme monitoring dan control terhadap implementasi EAFM disajikan
pada Gambar 3.
 
Pengelolaan perikanan biasa (konvesional) yang selama ini telah banyak
dilakukan, hanya memfokuskan pada spesies target (komoditas / komponen ekonomi)
tanpa melihat interaksi atau hubungan antara suatu komponen dengan komponen lainnya
dalam ekosistem. Dalam penjelasan singkat dapat dijelaskan bahwasanya pengelolaan
perikanan konvensional memandang spesies target itu independen terhadap ekosistem
13

perairan dan komponen lain di dalamnya. Sementara EAFM adalah menitikberatkan pada
pentingnya konektivitas antara spesies target dengan komponen ekosistem (termasuk
manusia) yang bersifat saling mempengaruhi. Patut ditekankan bahwasanya EAFM
bertujuan menyempurnakan/ melengkapi pengelolaan perikanan konvensional yang
selama ini sudah dilaksanakan dan bukan menggantikannya. Perbedaan antara
pengelolaan perikanan conventional dan pengelolaan perikanan dengan pendekatan
ekosistem (EAFM) seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.
 

Gambar 3 Diagram Proses Evaluasi dan Adaptasi EAFM (FAO, 2003)


14

Tabel 1  Perbedaan Conventional Approach dengan Ecosystem Approach 


Conventional Approach Ecosystem Approach

Few Objective Multiple Objective

Sectoral Integrated, Cross Sectoral


Target / Non Target
Biodiversity & Environment
Species
Stock / Fishery Scale Multiple (nested) Scales

Predictive Adaptive

Scientific Knowledge Extended Knowledge

Prescriptions Incentives

Top-Down Interactive / Participatory

Corporate Public / Transparant


Sumber : (Adrianto, 2010)

2.4 Prospek Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem (EBFM)

Di beberapa negara dunia sedang mencoba untuk mengembangkan kerangka


implementasi untuk pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis ekosistem/Ecosystem
Based Fisheries Management (EBFM). Bentuk pengelolaan ini muncul sebagai akibat
bahwa kebutuhan kebutuhan untuk memasukkan analisis ekosistem ke dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan sangat penting. Hal ini dikarenakan sumberdaya perikanan
merupakan sumberdaya yang bersifat terbuka, sehingga siapa saja boleh berpartisipasi
dalam mengambil manfaat dari sumberdaya ini. Selain itu, sumberdaya ini tersedia di
wilayah pesisir dan laut (Bengen, 2001). Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir dan
laut tidak hanya menyediakan sumberdaya perikanan, tetapi terdapat pula sumberdaya
alam hayati lainnya seperti mangrove, terumbu karang dan rumput laut; dan sumberdaya
alam nir-hayati, di antaranya sumberdaya mineral, minyak bumi dan gas alam. Dengan
demikian, pembahasan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan tidak terlepas dari
15

wilayah pesisir dan laut serta ekosistem terkait yang ada di dalamnya, sehingga analisis
ekosistem menjadi elemen yang penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
(Trites et al. 1999, Bundy dan Pauly 2001, Gasalla dan Rossi-Wongtschowski 2004, Coll
et al. 2007).

Secara khusus, EBFM bertujuan untuk menilai dan mengelola dampak atau
keluaran ekologi, sosial dan ekonomi yang terkait dengan kegiatan perikanan dalam satu
ekosistem yang spesifik (Fletcher, 2005). Seperti uraian pada bab sebelumnya, telah
diketahui bahwa kebutuhan untuk memasukkan analisis ekosistem ke dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan diakui telah diterima secara luas (Arkema et. al. 2006). Namun
secara formal, metodologi untuk aplikasi penerapan EBFM memang belum dihasilkan
(Marasco, 2007).

Penerapan EBFM di Filipina yang juga merupakan negara berkembang seperti


Indonesia menunjukkan bahwa dalam implementasi EBFM, cara yang terbaik adalah
dengan memasukkannya dan melengkapinya dengan struktur pemerintahan atau model
pengelolaan yang sudah ada. Hal ini dikarenakan, EBFM bukanlah sebuah model
substitusi untuk melanjutkan bentuk pengelolaan apa yang sudah dilakukan, tapi suatu
pendekatan yang dibutuhkan sebagai cara selanjutnya untuk memperbaiki ekosistem.

Indonesia sebagai negara kepulauan dan secara geografis dikelilingi oleh lautan
menyebabkan sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai nelayan.
Oleh karena itu, subsektor perikanan merupakan subsektor yang penting bagi Indonesia
untuk dikelola dan dijaga agar tetap lestari (berkelanjutan).

Berdasarkan pengalaman negara Filipina, menunjukkan bahwa penerapan EBFM


mungkin dilakukan di Indonesia. Namun, keberhasilan bentuk model ini tidak bisa
diharapkan dalam jangka pendek. Dibutuhkan biaya, waktu dan sumberdaya manusia
untuk mengimplementasikan model ini. Selain itu, penerapan model ini harus didukung
oleh politik, hukum, kebijakan, budaya dan kesediaan masyarakat untuk mematuhi aturan
penerapan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis ekosistem. Berikut disediakan
tabel identifikasi prospek keberhasilan untuk penerapan EBFM di Indonesia dengan
menggunakan kunci kondisi yang dikembangkan oleh Ostrom (1990, 1992); Pinkerton
16

(1989); dan Susilowati (2006) dan 12 indikator keberhasilan EBFM dari Grieve, Chris
and Katherine Short (2007).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa penerapan co-management dan CBFM di


beberapa daerah di Indonesia belum bisa dirasakan hasilnya secara optimal. Padahal,
kondisi sumberdaya perikanan, baik kuantitas maupun kualitas, semakin menurun.

Munculnya paradigma baru dalam pengelolaan perikanan dan melihat peluang


keberhasilan pada implementasi model tersebut di beberapa negara lain, maka Indonesia
berpotensi dalam mengaplikasikan model pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis
ekosistem.

Secara teoritis, identifikasi prospek model pengelolaan sumberdaya perikanan


yang telah dilakukan (lihat Tabel 1 dalam lampiran) menunjukkan peluang
memungkinkannya model tersebut diterapkan. Namun, apabila secara lapangan,
berdasarkan wawancara mendalam pada daerah studi empiris, model ini akan sulit untuk
diterapkan. Hal ini dikarenakan wilayah yang terlalu luas apabila dikelola berdasarkan
batasan ekosistem, sedangkan tingkat komunikasi dan kepedulian antarstakeholders
sumberdaya perikanan masih sangat rendah. Daya dukung fasilitas dan pendanaan adalah
hambatan utama juga dalam menerapkan model ini. Ada alternatif lain apabila ingin
menerapkan model ini, yaitu dengan dibentuknya sebuah tim untuk penilaian ekosistem
dalam tataran pemerintah dengan kebijakan masing-masing pemerintah daerah.
Kemudian dalam tataran masyarakat dibentuk sebuah komunitas pada masing-masing
daerah, lalu dipilih ketua untuk memfasilitasi seluruh daerah tersebut. Pada prakteknya,
tim penilai ekosistem ini akan mengkomunikasikan hasilnya kepada komunitas
daerahnya.

Kemudian, masing-masing komunitas dengan kerjasama satu dengan lainnya agar


tidak terjadi konflik daerah yang akan mensosialisasikan dan menerapkan hasil penilaian
tim ekosistem kepada masyarakat nelayan. Adapun komunitas ini terdiri dari tokoh
masyarakat, nelayan dan LSM. Sedangkan tim penilaian ekosistem terdiri dari
pemerintah, baik pusat maupun daerah, akademisi, LSM, serta lembaga penelitian lain.
17

2.5 Pemahaman Pendekatan Ekosistem Untuk Pengelolaan Perikanan

Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang telah


diamanatkan oleh Undang-Undang No 31 Tahun 2004 yang ditegaskan kembali pada
perbaikan undang-undang tersebut yaitu pada Undang-Undang No 45 Tahun 2009.
Dalam konteks adopsi hukum tersebut, pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai
semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta
penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
yang dilakukan oleh otoritas atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai
pencapaian produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Secara alami, pengelolaan perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yang tidak
terpisahkan satu sama lain yaitu
1 dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya;
2 dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat;
dan
3 dimensi kebijakan perikanan itu sendiri (Charles, 2001).

Terkait dengan tiga dimensi tersebut, pengelolaan perikanan saat ini masih belum
mempertimbangkan keseimbangan ketiga dimensi tersebut, di mana kepentingan
pemanfaatan untuk kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar
dibandingkan dengan misalnya kesehatan ekosistemnya. Dengan kata lain, pendekatan
yang dilakukan masih secara parsial belum terintegrasi dalam kerangka dinamika
ekosistem yang menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai pengelolaan target. Dalam
konteks ini lah, pendekatan terintegrasi melalui pendekatan ekosistem terhadap
pengelolaan perikanan ( ekosistem pendekatan pengelolaan perikanan, selanjutnya
disingkat EAFM) menjadi sangat penting.

FAO (2003) mendefinisikan Ecosystem Approach to Fisheries (EAF) sebagai : “


suatu pendekatan ekosistem untuk perikanan berusaha untuk menyeimbangkan tujuan
18

masyarakat yang beragam, dengan mempertimbangkan pengetahuan dan ketidakpastian


tentang komponen biotik, abiotik dan manusia dari ekosistem dan interaksinya dan
menerapkan suatu pendekatan terpadu untuk perikanan dalam batas-batas yang bermakna
secara ekologis ”.Mengacu pada definisi tersebut, secara sederhana EAF dapat dipahami
sebagai sebuah konsep bagaimana menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam
pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan,
dll) dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan menyampaikan tentang
komponen biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui
pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi
pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAF) antara lain adalah :
1. perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi
oleh ekosistem;
2. interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga;
3. perangkat pengelolaan sebaiknya kompatibel untuk semua pendistribusian
sumberdaya ikan;
4. prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan;
5. tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia
(FAO, 2003).
Berdasarkan definisi dan prinsip EAFM tersebut di atas, maka implementasi
EAFM di Indonesia memerlukan adaptasi struktural maupun fungsional di seluruh tingkat
pengelolaan perikanan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini paling tidak
menyangkut perubahan kerangka pikir ( mindset ) misalnya bahwa otoritas perikanan
tidak lagi hanya menjalankan fungsi administrasi perikanan (fishing administration
functions ), namun lebih dari itu menjalankan fungsi pengelolaan perikanan ( Adrianto,
2005).
19

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengelolaan berbasis ekosistem (ecosystem approach to fisheries


management/EAFM) adalah konsep yang saat ini sedang menjadi pertimbangan
untuk diterapkan pada banyak kegiatan dalam pengelolaan sektor kelautan dan
perikanan di dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan definisi dan prinsip EAFM
tersebut, maka implementasi EAFM di Indonesia memerlukan adaptasi struktural
maupun fungsional di seluruh tingkat pengelolaan perikanan,k hususnya menyangkut
perubahan kerangka berpikir (mindset) misalnya bahwa otoritas perikanan tidak lagi
hanya menjalankan fungsi administratif perikanan (fisheries administrative
functions), namun lebih dari itu menjalankan fungsi pengelolaan perikanan (fisheries
management functions) (Adrianto et al, 2010).
Interaksi antar ekosistem dan sumberdaya ikan serta komponen sosial
ekonomi dalam sebuah kesatuan fungsi dan proses sistem perikanan menjadi salah
satu komponen utama mengapa pendekatan ekosistem menjadi sangat penting. 
Interaksi bagaimana iklim mempengaruhi dinamika komponen abiotik,
mempengaruhi komponen biotik dan sebagai akibatnya, sumberdaya ikan akan turut
terpengaruh, adalah contoh kompleksitas dari pengelolaan sumberdaya ikan.  Apabila
interaksi antar komponen ini diabaikan, maka keberlanjutan perikanan dapat
dipastikan menjadi terancam.
Menurut Gracia and Cochrane (2005), sama dengan pendekatan pengelolaan
konvensional, implementasi EAFM memerlukan perencanaan kebijakan (policy
planning), perencanaan strategi (strategic planning), dan perencanaan operasional
manajemen (operational management planning). 
20

Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir dan laut tidak hanya menyediakan
sumberdaya perikanan, tetapi terdapat pula sumberdaya alam hayati lainnya seperti
mangrove, terumbu karang dan rumput laut; dan sumberdaya alam nir-hayati, di
antaranya sumberdaya mineral, minyak bumi dan gas alam.
Dalam konteks adopsi hukum tersebut, pengelolaan perikanan didefinisikan
sebagai semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan
informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, keputusan, alokasi sumber daya ikan,
dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-
undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh otoritas atau otoritas lain yang
diarahkan untuk mencapai pencapaian produktivitas sumberdaya hayati perairan dan
tujuan yang telah disepakati.
3.2. Saran
Saya sebagai penulis menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki
kekurangan yang jauh dari kata sempurna. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki
makalah dengan mengacu kepada sumber yang busa dipertanggung jawabkan
nantinya.Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta saran
mengenai pembahasan makalah di atas.
21

DAFTAR PUSTAKA

https://agbsosek.blogspot.com/2018/10/pengertian-pendekatan-ekosistem-untuk.html?m=1

https://eafm-indonesia.net/halaman/1-latar-belakang

https://journals.ums.ac.id/index.php/JEP/article/download/148/138

https://kkp.go.id/djpt/ditpsdi/page/5057-pengelolaan-perikanan-dengan-pendekatan-ekosistem

https://www.mongabay.co.id/2021/05/20/pendekatan-berbasis-ekosistem-cara-baru-kelola-
kelautan-dan-perikanan/

Anda mungkin juga menyukai