Anda di halaman 1dari 3

Hasil dan pembahasan:

Pestisida Roundup merupakan obat pembasmi rumput atau gulma (herbisida) cair berwarna kuning
keemasan yang paling terkenal saat ini, laris digunakan untuk mengendalikan rumput liar, alang-alang,
atau gulma yang umumnya tumbuh di tanah yang masih belum diolah, di kebun maupun pekarangan.
Tidak dipungkiri bahwa masih ada pelaku usaha perkebunan yang menggunakan Pestisida sebagai upaya
pengendalian OPT. Penggunaan Pestisida dianjurkan merupakan alternative terakhir atau apabila
menghadapi kondisi endemis atau eksplosi. Penggunaan pestisida perlu dilakukan dengan menerapkan
prinsip 6 Tepat (6 T), yaitu (1) tepat sasaran, (2) tepat mutu, (3) tepat jenis pestisida, (4) tepat waktu, (5)
tepat dosis atau konsentrasi, dan (6) tepat cara penggunaan. Ancaman terkait penggunaan pestisida
yang tidak terkontrol tidak mungkin diabaikan karena akan memberikan dampak pada lingkungan.
Akumulasi pestisida di rantai makanan menjadi perhatian terbesar karena secara langsung
mempengaruhi predator dan raptor. Namun secara tidak langsung, pestisida juga dapat mengurangi
jumlah gulma, semak dan serangga di mana predator yang lebih tinggi mencari makan. Selain itu,
penggunaan jangka panjang dan seringnya pemakaian pestisida menyebabkan bioakumulasi sebagai
dibahas di atas (Pesticides reduce biodiversity, 2010).

Pestisida masuk ke air melalui aliran, limpasan, pencucian tanah atau langsung ke air permukaan,
dimana ditemukan dalam beberapa kasus seperti untuk pengendalian nyamuk. Air yang terkontaminasi
pestisida menjadi ancaman besar bagi kehidupan akuatik. Itu bisa mempengaruhi tanaman air,
menurunkan oksigen terlarut dalam air dan dapat menyebabkan fisiologis dan perubahan perilaku
dalam populasi ikan. Dalam beberapa penelitian, pestisida untuk perawatan rumput telah ditemukan di
permukaan air dan badan air seperti kolam, sungai dan danau. Pestisida yang diaplikasikan ke tanah
akan hanyut ke ekosistem akuatik dan beracun bagi ikan dan organisme non-target. Penggunaan
pestisida yang berlebihan, akan menyebabkan terjadinya penurunan populasi spesies ikan (Scholz et al.
2012). Hewan air terpapar pestisida dengan tiga cara (Helfrich et al. 2009) yaitu:

Dermal: Penyerapan langsung melalui kulit


Pernapasan: Penyerapan melalui insang

Secara langsung: Masuk melalui air minum yang terkontaminasi

Sekitar 80% oksigen terlarut disediakan oleh tanaman air dan diperlukan untuk kelangsungan kehidupan
akuatik. Kematian tanaman air oleh herbisida menghasilkan tingkat O2 yang sangat rendah dan akhirnya
menyebabkan ikan mati lemas dan menurunkan produktivitas ikan (Helfrich et al. 2009). Umumnya
kadar pestisida jauh lebih tinggi di air permukaan daripada air tanah mungkin karena limpahan pestisida
dari lahan pertanian dan kontaminasi oleh aliran semprotan (Anon 1993). Namun, pestisida dapat
mencapai bawah tanah melalui rembesan air permukaan yang terkontaminasi, pembuangan pestisida
tidak pada tempatnya dan tumpahan atau kebocoran yang tidak disengaja (Pesticides in Groundwater,
2014).

Ekosistem perairan mengalami kerusakan yang cukup besar karena masuknya pestisida ke dalam
danau, kolam dan sungai. Atrazine beracun bagi beberapa spesies ikan dan itu juga secara tidak
langsung mempengaruhi sistem kekebalan beberapa amfibi (Forson and Storfer 2006; Rohr dkk. 2008).
Amfibi sangat dipengaruhi oleh pestisida yang mencemari permukaan air, selain eksploitasi berlebihan
dan hilangnya habitat (The Asian Amphibian Crisis, 2009). Carbaryl telah ditemukan beracun untuk
beberapa spesies amfibi, sedangkan, herbisida glifosat diketahui menyebabkan kematian berudu dan
katak remaja yang tinggi (Relyea 2005). Konsentrasi kecil malathion telah terbukti mengubah
kelimpahan dan komposisi populasi plankton dan perifiton yang akibatnya mempengaruhi pertumbuhan
kecebong katak (Relyea and Hoverman 2008). Selain itu, klorpirifos dan endosulfan juga menyebabkan
kerusakan serius pada amfibi (Sparling and Feller 2009). Dr. Hayes menemukan bahwa 10% katak jantan
yang hidup pada air yang terkontaminasi atrazin berkembang menjadi betina. Katak jantan yang secara
genetik laki-laki secara fenotip mengembangkan ovarium di dalam testis mereka. Mereka juga memiliki
kecenderungan untuk kawin dengan jantan lain dan bertelur. Potensi reproduksi kehidupan akuatik juga
berkurang karena penyemprotan herbisida di dekat habitat ikan liar yang pada akhirnya mengurangi
jumlah populasi ikan dewasa yang berdampak pada penurunan perlindungan yang dibutuhkan oleh ikan
muda untuk bersembunyi dari predator (Helfrich et al. 2009).

Dewasa ini penggunaan pestisida merupakan suatu hal yang sulit dipisahkan dengan kegiatan pertanian
khususnya dalam budidaya tanaman padi di sawah guna meningkatkan produk baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Sifat penting yang dimiliki pestisida adalah daya racun atau toksisitas. Meski bahan
kimia tersebut hanya dimaksudkan untuk mematikan suatu jenis hama tertentu tetapi pada hakekatnya
bersifat racun untuk semua mahluk hidup. Hampir semua jenis pestisida tidak bersifat selektif dan
mempunyai spektrum yang luas sebagai racun sehingga merupakan sumber pencemaran yang potensial
khususnya bagi sumberdaya dan lingkungan perairan. Pestisida yang digunakan pada lahan pertanian
sawah terutama pada awal musim tanam sebagian atau bahkan seluruhnya akan jatuh dan masuk ke
dalam air sehingga mencemari perairan. Terbukti dari hasil penelitian Ekaputri (2001) yang
menunjukkan bahwa perairan Sungai Ciliwung, Jawa Barat yang mengalir melewati daerah Bogor,
Depok, dan Jakarta mengandung residu insektisida endosulfan dengan konsentrasi berkisar antara 0,7-
4,0 μg/L. Selain itu, Taufik et al. (2003) juga melaporkan bahwa perairan tambak serta saluran irigasi di
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah telah tercemar oleh insektisida endosulfan yang berasal dari limbah
pertanian dan perkebunan dengan konsentrasi secara berturut-turut sebesar 2,7 dan 3,2 μg/L. Perairan
yang tercemar oleh residu pestisida apabila telah mencapai konsentrasi tertentu akan sangat
berpengaruh terhadap lingkungan dan organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Ikan yang hidup
dalam lingkungan perairan yang tercemar pestisida akan menyerap bahan aktif pestisida tersebut dan
tersimpan dalam tubuh, karena ikan merupakan akumulator yang baik bagi berbagai jenis pestisida
terutama yang bersifat lipofilik (mudah terikat dalam jaringan lemak). Dalam kondisi perairan yang
subletal, kandungan residu pestisida dalam tubuh ikan yang terbentuk melalui proses bioakumulasi akan
semakin tinggi dengan meningkatnya konsentrasi dan bertambahnya waktu pemaparan hingga
mencapai kondisi steady state. Selain itu, pengaruh lanjut dari bioakumulasi pestisida pada konsentrasi
tertentu secara signifikan dapat menurunkan laju pertumbuhan dan berdampak terhadap kondisi
hematologis ikan (Taufik, 2005).

Anda mungkin juga menyukai